Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN

Dosen Pengajar : Feliona Astika, M.Ak


Disusun Oleh :
1. Annisa Oktaviani - 63230661
2. Nayla Rahmadilla - 63230622
3. Alya alifia lausa - 63230758
4. Jihan Nabila Hafshah - 63231214
5. M.Zihan Farizi - 63230735
6. Nabilla Aini Rachman - 63230830

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA,
KALIABANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan YME karena telah
memberikan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan”. Tujuan penulisan ini untuk
memenuhi tugas dari Ibu Feliona Astika, M.AK, Makalah ini diharapkan dapat
menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta bagi penulis sendiri.

Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Feliona Astika, M.AK,
selaku dosen pengampu kami. Tentunya dalam pembuatan makalah ini, dengan
segala keterbatasan, tidak lepas dari kekurangan, kami telah berusaha semaksimal
mungkin untuk meminimalisir segala kekurangan tersebut.

Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam
penyusunan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna
bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
.

Bekasi, 01 April 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................. 1


A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN .................................................................... 3


A. Pengertian ............................................................................................... 3
B. Isi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan .............................................. 5
1. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup UU HPP (Pasal 1) ............................... 5
2. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU HPP (Pasal 2) ................ 5
3. Pajak Penghasilan (Pasal 3) ....................................................................... 8
4. Pajak Pertambahan Nilai ........................................................................... 9
5. Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (Pasal 5-12) .....................11
6. Pajak Karbon (Pasal13) ............................................................................13
a. Tarif dan Skema Pajak Karbon ................................................................. 14
b. Pemberlakuan Pajak Karbon ..................................................................... 15
7. Cukai .......................................................................................................16
C. Dampak UU HPP ................................................................................. 17

BAB III : PENUTUP ........................................................................... 18


A. Kesimpulan........................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat seperti yang diciptakan maka
diperlukan dana yang besar, salah satunya bersumber dari penerimaan pajak. Pajak
merupakan salah satu pendapatan negara yang berperan penting dalam menopang
pembiayaan pembangunan dan belanja negara. Mengenai pajak dalam Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 pengaturannya dapat ditemukan dalam Pasal 23A yang
berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang”. Terkait dengan Undang-undang HPP
(Harmonisasi Peraturan Perpajakan) ini merupakan terobosan baru untuk
mengharmonisasikan berbagai peraturan Perpajakan. Rancangan Undang-Undang
Harmonisasi Perpajakan (RUU HPP) diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021. Karena
ada sekitar lima bagian besar yang mendapatkan pembaharuan pada undang-
undang ini. Adapun sistematika dalam UU HPP yang terdiri dari : Bab I Asas,
Tujuan, dan Ruang Lingkup (Pasal 1), Bab II Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Pasal 2), Bab III Pajak Penghasilan (Pasal 3), Bab IV Pajak
Pertambahan Nilai (Pasal 4), Bab V Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
(Pasal 5-12), Bab VI Pajak Karbon (Pasal 13), Bab VII Cukai (Pasal 14), Bab VIII
Ketentuan Peralihan (Pasal 15), Bab IX Ketentuan Penutup(Pasal 16 19).
.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa tujuan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ?
2. Bagaimana ketentuan Umum dalam Tata Cara Perpajakan ?
3. Apa itu Tindak Pidana Hukum dalam Perpajakan ?
4. Apa saja perubahan dalam Pajak Penghasilan di UU HPP ini ?
5. Apa pengertian dari PPN beserta Tarif perubahan yang ada di UU HPP ?
6. Apa isi Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak ?
7. Apa itu Pajak Karbon ?
8. Apa itu Pajak Cukai ?

C. TUJUAN PENULISAN
 Untuk mengetahui isi dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
 Untuk menguraikan isi dari Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
 Untuk mengetahui tentang Pajak Penghasilan dalam UU HPP
 Untuk mengetahui terkait Pajak Pertambahan Nilai
 Untuk mengetahui terkait Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
 Untuk mengetahui terkait Pajak Karbon
 Untuk mengetahui pembaharuan terkait Cukai

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Secara singkat dan mudahnya pengertian UU HPP adalah Undang-
Undang Harmonisasi Perpajakan yang merupakan bagian dari sistem reformasi
pajak dengan tujuan penguatan ekonomi dan percepatan pembangunan
nasional. Di dalam UU HPP tersebut terdapat perubahan-perubahan peraturan
perpajakan yang dianggap lebih berpihak pada rakyat dan lebih ringan
dibandingkan peraturan perundangan yang berlaku sebelumnya. Perubahan atas
peraturan perpajakan PPh orang pribadi serta UMKM termasuk poin yang
terdapat pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan tersebut.

Sebagai contoh penerapan UU HPP yaitu batas pendapatan kena pajak


orang pribadi (PPh) yang sebelumnya minimal Rp. 4,5 per bulan atau setara
dengan Rp. 50 juta per tahun dinaikkan menjadi Rp. 5 juta/ bulan alias Rp. 60
juta/ tahun. Artinya kalau dulu Anda bergaji Rp. 4,5 juta sebulan pastinya
terkena pajak namun sekarang tidak lagi. Orang dengan pendapatan minimal
Rp. 5 juta barulah akan dikenakan pajak penghasilan orang pribadi atau PPh
21. Naiknya ambang batas penghasilan kena pajak tersebut diharapkan bisa
meningkatkan taraf hidup masyarakat di tengah pandemi serta memenuhi rasa
keadilan.

Namun meskipun begitu didalam UU HPP 21 tersebut juga terdapat


pasal tentang pajak progresif yang besarannya adalah 35%. Pajak progresif
tersebut dikenakan kepada mereka orang pribadi yang mempunyai penghasilan
mencapai Rp.5miliar/ tahun.

3
Isi UU HPP mengatur dengan jelas skema pengenaan besaran pajak bagi
Wajib Pajak (WP) orang perseorangan atau orang pribadi, yaitu :
1. WP dengan penghasilan Rp. 60 juta/bulan dikenai pajak 5%.
2. WP dengan penghasilan Rp. 60 – Rp. 250 juta/bulan kena pajak sebesar 15%.
3. WP berpenghasilan Rp. 250 juta – Rp. 500 juta/ bulan dikenakan pajak 25%.
4. WP dengan penghasilan sebesar Rp. 500 juta – Rp. 5 miliar pajak yang
dikenakan adalah 30%.
5. WP berpenghasilan di atas Rp. 5 miliar akan terkena pajak sebesar 35%.

Melalui UU HPP tersebut pajak yang dikenakan kepada UMKM juga


menjadi lebih ringan. Dalam UU HPP disebutkan bahwa UMKM yang
penghasilan kotornya (bruto) kurang atau sama dengan Rp. 500 juta/ tahun
tidak akan dikenai pajak. Sementara itu akan diberikan pemotongan sebesar
PPh 50% bagi UMKM yang mampu memiliki omzet sekitar Rp. 4,8 miliar per
tahun nya.

Dilihat dari skema pajak yang terdapat pada UU HPP memang bisa
dipahami bahwa peraturan tersebut menjadi salah satu upaya mendorong
bangkitnya ekonomi masyarakat setelah adanya pandemic. Sementara itu
tentang kapan waktu berlaku UU HPP tersebut pemerintah mengaturnya
melalui Pasal 17. Isi dari Pasal 17 UU HPP tersebut yaitu :

1. Ketentuan dari pasal 3 UU HPP mengatur tentang PPh atau Pajak


Penghasilan yang mulai diberlakukan pada Tahun Pajak 2022
2. Ketentuan dari Pasal 4 Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UUHPP) yang didalamnya mengatur mengenai PPN atau Pajak Pertambahan
Nilai serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) akan mulai berlaku per 1
April 2022.
3. Pajak karbon sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU HPP akan mulai
diterapkan per tanggal 1 April 2022 dimana PLTU batu bara menjadi objek
pertama yang akan dikenai pajak tersebut dengan tarif Rp. 30/ kg karbon
dioksida ekuivalen

4
B. ISI UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN

1. Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup dalam UU Harmonisasi


Peraturan Perpajakan (Pasal 1)
UU HPP ini diselenggarakan berdasarkan asas keadilan,
kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan
nasional. UU HPP dibentuk dengan tujuan diantaranya meningkatkan
pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung
percepatan pemulihan perekonomian, mewujudkan sistem perpajakan yang
lebih berkeadilan dan berkepastian hukum serta meningkatkan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak.

2. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU HPP (Pasal 2)

KUP UU HPP ini menjelaskan penggunaan NIK sebagai NPWP


Orang Pribadi dengan tujuan untuk mengintegrasikan basis data
kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan dan mempermudah
Wajib Pajak Orang Pribadi melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban
perpajakan. Selain itu juga mengatur besaran sanksi pada saat pemeriksaan
dan sanksi dalam upaya hukum. Adapan besaran sanksi seperti berikut ini:

5
Sanksi Pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan SPT/membuat
pembukuan. Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan
keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP

Pada UU HPP pasal 2 ini juga menjelaskan tentang Pajak Internasional


diantaranya Prosedur Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement
Procedure (MAP) dan konsensus pemajakan global. Prosedur Persetujuan
Bersama adalah prosedur administratif yang diatur dalam persetujuan
penghindaran pajak berganda untuk mencegah atau menyelesaikan
permasalahan yang timbul dalam penerapan persetujuan penghindaran
pajak berganda. Untuk konsensus pemajakan global, Pemerintah
berwenang untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau
kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau
yurisdiksi mitra secara bilateral maupun multilateral dalam rangka:
1. Penghindaran pajak berganda dan pencegahan
pengelakan pajak,
2. Pencegahan penggerusan basis pemajakan dan
pergeseran laba,
3. Pertukaran informasi perpajakan
4. Bantuan penagihan pajak, dan
5. Kerjasama perpajakan lainnya

6
Terdapat juga di dalam UU HPP ini juga menjelaskan tentang Kuasa
Wajib Pajak dapat dilakukan oleh siapapun, sepanjang memenuhi
persyaratan kompetensi menguasai bidang perpajakan. Pengecualian syarat
diberikan jika kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga
sedarah/semenda 2 (dua) derajat.

Adapun terkait Penegakan Hukum Pidana Pajak, seperti dibawah ini.

Dan Ikhtisar Pasal Pidana UU HPP

7
3. Pajak Penghasilan ( Pasal 3 )
Pajak Penghasilan UU HPP diantaranya mengatur Pajak atas Natura,
tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi, dan Tarif Pajak Penghasilan Badan.
Pemberian natura kepada pegawai dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan
merupakan penghasilan bagi pegawai. Natura tertentu bukan merupakan
penghasilan bagi penerima:
1. Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai
2. Natura di daerah tertentu
3. Natura karena keharusan pekerjaaan, contoh: alat keselamatan kerja
atau seragam
4. Natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes
5. Natura dengan jenis dan batasan tertentu

Berikut perubahan tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi UU HPP:

8
Adapun perubahan tarif Pajak Penghasilan Badan UU HPP ditunjukkan
pada tabel berikut:

4. Pajak Pertambahan Nilai ( Pasal 4 )


PPN adalah pungutan yang dikenakan dalam setiap proses produksi
maupun distribusi. Itulah alasannya kita sering menemukan Pajak
Pertambahan Nilai dalam transaksi sehari-hari. Sebab, dalam PPN, pihak
yang menanggung beban pajak adalah konsumen akhir/pembeli. Sebagai
bukti bahwa PPN adalah kewajiban pembeli, kita bisa menemukan PPN
pada lembaran struk belanja atau pembelian. Pada struk tersebut kita dapat
menemukan tulisan PPN maupun terjemahannya dalam Bahasa Inggris
yakni Value Added Tax (VAT).

a. Barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai


Barang atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai jumlahnya
sangat banyak. Oleh karena itu, untuk memudahkan Anda membedakan
mana barang yang dikenakan PPN dan tidak. Berikut adalah daftar
barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN. (Gambar pada halaman
berikutnya).

9
b. Adapun pengecualian objek PPN dan fasilitas PPN berdasarkan UU
HPP :
1. Pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN agar lebih
mencerminkan keadilan dan tepat sasaran,namun dengan tetap
menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.
2. Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa
pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya, diberikan fasilitas
pembebasan PPN sehingga masyarakat berpenghasilan menengah
dan kecil sama sekali tidak akan terbebani kenaikan harga karena
perubahan UU PPN.

10
c. Tarif PPN serta Kemudahan dan Kesederhanaan PPN :
 Tarif Umum

 Tarif Khusus, Untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis


barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN
‘final’ misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur
dengan PMK

5. Program pengungkapan Sukarela Wajib Pajak ( Pasal 5 - 12 )
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Kementerian Keuangan melalui
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melaksanakan Program
Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak mulai 1 Januari 2022 s.d. 30
Juni 2022. Hal ini ditandai dengan ditetapkannya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Program ini
diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) merupakan kebijakan
pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk
melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi
secara sukarela melalui :
 Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang
tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program
Pengampunan Pajak, dan

11
 Pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang
belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang
pribadi Tahun Pajak 2020

Harta bersih yang dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan dan


dikenai PPh yang bersifat final. Tarifnya pun dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Berikut tabel kebijakan
PPS beserta tarif PPh Final :

a. Manfaat mengikuti PPS


Adapun manfaat dari pengadaan PPS ini berdasarkan kebijakan yang
sudah dibuat oleh pemerintah, yakni:
 Kebijakan I
Tidak dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak
(200% dari PPh yang kurang dibayar). Data/informasi yang
bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan
oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar
penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap
WP.

12
 Kebijakan II
Tidak diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali
ditemukan harta kurang diungkap. Data/informasi yang
bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan
oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan dengan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar
penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap
WP.

6. Pajak Karbon ( Pasal 13 )


Dasar hukum dari penerapan pajak karbon diatur dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP) dan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Menurut UU HPP, pajak karbon
dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi atau badan yang membeli
barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang
menghasilkan emisi karbon. Pajak karbon terutang atas pembelian barang
yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon
dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Sesuai Bab VI Pasal 13 ayat
(2) UU HPP, pajak karbon dikenakan dengan memperhatikan: a. peta jalan
pajak karbon; dan/atau; b. peta jalan pasar karbon.

Terdapat empat peta jalan pajak karbon sebagaimana dimaksud pada


penjelasan Pasal 13 ayat (3) UU HPP, yaitu sebagai berikut :
1. Strategi penurunan emisi karbon. Terkait hal ini Pemerintah telah
berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29%
dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional
pada tahun 2030 dan menuju Net Zero Emission (NZE) paling lambat
di tahun 2060.

13
2. Sasaran sektor prioritas. Mengenai hal ini target penurunan emisi
sektor energi dan transportasi serta sektor kehutanan sudah mencakup
97% dari total target penurunan emisi NDC sehingga menjadi prioritas
utama penurunan emisi gas rumah kaca. Selain dua sektor tersebut
akan mengikuti transformasi industri nasional berbasis energi bersih
dan pajak karbon menuju Indonesia Emas tahun 2045 dan NZE paling
lambat tahun 2060.
3. Keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan. Bauran
kebijakan pajak karbon, perdagangan karbon dan kebijakan teknis
sektoral di antaranya phasing out coal, pembangunan energi baru dan
terbarukan, dan/atau peningkatan keanekaragaman hayati diharapkan
akan mendukung pencapaian target NZE 2060 dengan tetap
mengedepankan prinsip just and a-ffordable transition bagi
masyarakat dan memberikan kepastian iklim berusaha.
4. Keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya. Peta jalan (road map) pajak
karbon akan memuat antara lain strategi penurunan emisi karbon dalam
NDC, sasaran sector prioritas, dan/atau memperhatikan pembangunan energi
baru terbarukan dan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

a. Tarif dan Skema Pajak Karbon


Berdasarkan UU HPP, tarif yang dikenakan atas pajak karbon
yaitu ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar
karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan
yang setara. Dalam hal harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari
Rp30 per kilogram CO2e atau satuan yang setara, tarif pajak karbon
ditetapkan sebesar paling rendah Rp30 per kilogram CO2e atau satuan
yang setara.

14
b. Pemberlakuan Pajak Karbon
Pasal 13 ayat (7) UU HPP menjelaskan mengenai pelaksanaan
pengenaan pajak karbon, antara lain :
 Tahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan
karbon
 Tahun 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak
yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax/ untuk sektor
pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Batubara
 Tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon
secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon
dengan penahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan
memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku,
dampak, dan/atau skala.

Sedangkan terutangnya pajak karbon ditentukan oleh tiga hal.


Pertama, pada saat pembelian barang yang mengandung karbon.
Kedua, pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang
menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu. Ketiga, saat lain
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

15
7. Cukai
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2OO7 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 105,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a7551

UU HPP mengubah UU No. 39 tahun 2007 tentang Cukai. Peraturan


cukai ini diatur dalam Bab VII pasal 14 UU HPP. Pada dasarnya, UU ini
menambahkan ketentuan penerapan sanksi administratif terhadap
pelanggaran pidana di bidang cukai. Menggunakan prinsip ultimum
remedium, berikut perubahan peraturan yang berlaku :
a. Penegasan dengan penambahan jenis Barang Kena Cukai hasil tembakau
berupa rokok elektrik.
b. Merubah prosedur penambahan pengurangan jenis Barang Kena Cukai.
c. Penegakan Hukum Pidana Cukai dengan mengedepankan Pemulihan
Kerugian Pendapatan Negara
d. Wajib Bayar diberikan kesempatan untuk mengembalikan kerugian pada
pendapatan negara dengan membayar sanksi:

16
C. DAMPAK UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN

Pertambahan Nilai atau PPN adalah termasuk jenis perpajakan yang


telah mengalami perubahan regulasi dalam HPP. PPN pada beberapa
sektor telah dihapus dan dibebaskan oleh pemerintah. Namun jika
dipikirkan lebih lanjut regulasi tentang penghapusan dan pembebasan PPN
tersebut belum mencakup semua sektor termasuk retail serta barang
konsumsi.Akibatnya pada kedua sektor dimana tarif PPN lama masih
berlaku akan berdampak naiknya biaya untuk produksi sehingga membuat
harga menjadi lebih mahal. Di tengah menurunnya daya beli masyarakat
akibat pandemi secara tidak langsung akan mengurangi tingkat konsumsi
mereka karena harga yang mengalami kenaikan. Salah satu sektor
konsumsi yang ikut naik yaitu bidang boga atau tempat pesan makan.
Namun demikian dengan adanya Undang-undang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan Yang salah satu pasalnya mengatur tentang kenaikan ambang
batas minimal Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
diharapkan bisa meningkatkan daya beli mereka.Sementara itu diubahnya
pajak bagi UMKM juga diharapkan bisa mengurangi beban pelaku usaha
sehingga bisa lebih fokus pada pengembangan bisnisnya. Jika sektor
UMKM bisa berkembang dengan baik dan turut serta dalam aktivitas
ekspor impor maka otomatis juga akan turut menyumbang pembangunan
nasional.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Melalui Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU
HPP) pemerintah telah mengambil kebijakan yang dirasa lebih berpihak
kepada masyarakat yaitu dengan pembebasan PPN atas barang-barang
kebutuhan pokok. Pembebasan PPN tersebut menjadi salah satu wujud
kepedulian pemerintah kepada masyarakat kecil terutama setelah
terdampak pandemi. Bukan hanya kebutuhan pokok saja yang dibebaskan
dari pengenaan PPN tersebut karena pemerintah juga menerapkannya
pada memperoleh fasilitas pembebasan PPN Masuk dalam golongan PPN
Bebas Terbatas Sangat Menguntukan untuk masyarakat sendiri Barang-
barang golongan kebutuhan pokok yang sifatnya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Jasa pelayanan bidang medis, Jasa pelayanan bidang
sosial,Jasa bidang keuangan, Jasa bidang asuransi, Jasa bidang
pendidikan, Jasa angkutan umum baik darat, laut maupun udara di
wilayah dalam negeri, Jasa bidang tenaga kerja.
Pajak Penghasilan UU HPP diantaranya mengatur pajak atas natura,
tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi, dan Tarif Pajak Penghasilan
Badan. Pemberian natura kepada pegawai dapat dibiayakan oleh pemberi
kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai. Objek pajak penghasilan
tidak hanya berupa pendapatan dari gaji semata. Melainkan fasilitas yang
diberikan perusahaan pada karyawan atau pegawai yang biasa disebut
natura atau kenikmatan. Fasilitas dari perusahaan inilah yang dikenakan
pajak atau natura dalam pajak.

18
Berikut ini Natura tertentu bukan merupakan penghasilan bagi penerima:
● Bahan makanan, bahan minuman, makanan ataupun minuman bagi
keseluruhan pegawai.
● Natura/ kenikmatan kepada mereka yang melakukan tugas di suatu
daerah tertentu.
● Natura/ kenikmatan sebagai konsekuensi dari adanya penugasan dan
pelaksanaan kegiatan ataupun pekerjaan misalnya baju seragam.
● Natura/ kenikmatan yang pembiayaannya berasal dari APBN
maupun APBD.
● Natura dengan jenis serta batasan tertentu.

19
DAFTAR PUSTAKA

datacenter.ortax.org. (2021, Oktober 29). Undang-Undang RI No 7 Tahun


2021 - Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Retrieved from
https://datacenter.ortax.org/ortax:
https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/17575
Komala, H. (2022, January 28). Ringkasan Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan. Retrieved from Pajakstartup.com:
https://pajakstartup.com/2022/01/28/ringkasan-undang-undang-
harmonisasi-peraturan-perpajakan-uu-hpp/
Rapida, A. (2023, Maret 22). UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan PDF.
Retrieved from scribd.com:
https://www.scribd.com/document/632852633/UU-Harmonisasi-
Peraturan-Perpajakan-pdf
www.pajak.go.id. (2022). UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan . Retrieved
from pajakmania.com: https://pajakmania.com/wp-
content/uploads/2022/01/UU-Harmonisasi-Peraturan-Perpajakan-.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai