Anda di halaman 1dari 18

INTEGRITAS: Jurnal Antikorupsi, 6 (2), 169-186

e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X
DOI: 10.32697/integritas.v6i2.660
©Komisi Pemberantasan Korupsi

Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik


Hariman Satria
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari

hariman85antikorupsi@gmail.com

Abstract
The widespread of corruption in public services is not only triggered by its poor system but also
by the moral vulnerability of the state officials. This study aims to give a comprehensive account
of the prevention of corruption in public services, specifically in the criminal policy domain. The
study presents normative legal research through statute and conceptual approaches. In line with
the corruption issue, the government needs to take adequate and relevant strategies to eradicate
corruption. They include adopting crime prevention theory such as situational crime prevention,
enhancing ethical and professional employee culture through good corporate governance,
imposing strict sanctions for unprofessional employees, maximizing incentives for professional
employees, disseminating massive and systematic impact of corruption in natural resource
sectors, implementing an integrated online-based licensing system, reforming the public service,
and improving the license approval process.

Keywords: Criminal, Corruption, Public

Abstrak
Massifnya korupsi pelayanan publik selain dilatari oleh kelemahan sistem juga karena adanya
kerawanan moral penyelenggara negara sehingga mesti dicegah. Penelitian ini ditujukan untuk
menguraikan mengenai pencegahan korupsi pelayanan publik dalam optik kebijakan kriminal.
Metode kajian menggunakan penelitian hukum normatif, melalui pendekatan undang-undang
dan konseptual. Ada beberapa kebijakan yang mesti ditempuh oleh pemerintah guna
mencegah korupsi pelayanan publik, yakni: mengadopsi teori pencegahan kejahatan, seperti
situasional crime prevention, memperkuat etika dan tata kelola birokrasi melalui good
corporate governance, pemberian sanksi yang tegas bagi birokrat yang menerima gratifikasi
dalam melaksanakan tugasnya, memberikan penghargaan kepada birokrat yang jujur,
mensosialisasikan dampak korupsi SDA secara masif dan sistematis kepada masyarakat,
membentuk sistem perizinan yang terpadu berbasis online, menata budaya pelayanan
birokrasi, dan perbaikan batas waktu proses perizinan.

Kata Kunci: Kriminal, Korupsi, Publik

169
Hariman Satria

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kejahatan korupsi, masih menjadi sama lain. Terlepas dari perdebatan
persoalan serius di Indonesia. Hal ini panjang mengenai nawaitu dan cara antara
tercermin dari Indeks Persepsi Korupsi pemerintah dengan DPR yang berkongsi
(IPK) RI yang belum lama ini dirilis oleh mengubah UU KPK sehingga terkesan lebih
Transprancy Internasional (TI). Menurut mengarahkan KPK sebagai lembaga
lembaga yang berpusat di London itu, IPK pencegah korupsi—kedua konsep tersebut
RI pada tahun 2019 adalah 40. Asumsinya, diadopsi secara normatif dalam UU No. 19
semakin besar angka IPK, maka negara Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 30
tersebut dipersepsikan makin bersih dari Tahun 2002 tentang Komisi
korupsi. Sebaliknya, semakin kecil angka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
IPK suatu negara, maka menunjukkan KPK).
semakin terjerembab-nya suatu negara Secara epistemologi, jenis korupsi
dalam kubangan korupsi. Secara yang acapkali ditemukan dalam lingkungan
matematis, Indonesia berada di peringkat pemerintahan entah itu di pusat atau
ke-85 dari 180 negara yang dikaji. Itu daerah adalah korupsi yang berkaitan
artinya, Indonesia hanya membaik 8 poin dengan pelayanan publik. Dalam hal ini,
bila dibandingkan dengan IPK 2012. kejahatan korupsi terjadi dalam
Apabila ditelusuri lebih jauh, korupsi lingkungan birokrasi atau unit layanannya.
bertalian erat dengan aktifitas Hasil studi Komite Pemantauan
pemerintahan yang ikut mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
transformasi sosial, ekonomi dan politik. tentang Tata Kelola Ekonomi Daerah Tahun
Governance Indeks Indonesia pada 2020 2018, menunjukkan bahwa korupsi
adalah 5,4 dari skala 0-10. Perlu diketahui, pelayanan publik yang paling sering terjadi
bahwa semakin tinggi skor indeks adalah perizinan atau izin usaha. Sebagian
pemerintahan maka semakin baik pula pelaku usaha menyatakan mengalami
capaian suatu negara. Terkait dengan itu, hambatan untuk mendapatkan izin usaha,
skala 5,4 yang dicapai Indonesia, seperti prosedur yang rumit, waktu yang
menunjukkan masih berkutatnya negeri ini lama, dan biaya yang tidak terduga. Dalam
dengan kejahatan korupsi yang tak kunjung hal integritas kepala daerah, sepertiga
dapat diselesaikan. Alhasil, kebijakan pelaku usaha berpendapat bahwa
mencegah dan memberantas korupsi bupati/walikota terlibat dalam aktivitas
dalam setiap periode pemerintahan bisa korupsi bagi kepentingan pribadinya.
dikatakan jalan ditempat sebab sejak 2012, (KPPOD, 2018:5).
skor Indonesia pada indikator mengatasi Temuan KPPOD tersebut, sejalan
korupsi stagnan dinilai 4. Dengan dengan survei penilaian integritas yang
demikian, dalam konteks kejahatan dilakukan oleh KPK pada 2018 yang lalu.
korupsi—Indonesia konsisten di jalan yang Hasilnya, menunjukkan bahwa pelayanan
salah. publik menjadi tempat yang paling rawan
Maraknya kejahatan korupsi sebagai dikorupsi karena dipengaruhi oleh budaya
extra ordinary crime membutuhkan upaya organisasi, sistem anti korupsi tiap instansi
yang luar biasa (extra ordinary measures) dan pengelolaan sumber daya manusia
guna mencegah dan memberantasnya. (KPK, 2018:17). Hasil survei tersebut juga
Keduanya ibarat dua sisi dari satu mata menunjukkan bahwa pelayanan publik
uang yang tidak terpisah-pisahkan satu seperti perizinan menjadi lahan basah bagi

170
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

pelaku dengan modus gratifikasi atau suap C. Tujuan Kajian


termasuk melibatkan calo (KPK, 2018:18). Ada 2 tujuan kajian ini, yakni:
Adapun Satuan Kerja (Satker) di 1) Secara teoritis yakni untuk
daerah yang rawan terjadi korupsi memberikan uraian dan wacana
perizinan atau pelayanan publik adalah yang utuh mengenai pencegahan
Energi dan Sumber Daya Mineral, korupsi pelayanan publik dalam
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu optik kebijakan kriminal.
serta Badan Pertahanan Nasional (KPK, 2) Secara praktis adalah agar dapat
2018:21). Dengan demikian, dapat dijadikan sebagai referensi oleh
disimpulkan bahwa sektor pelayanan berbagai pihak dalam mengkaji
publik menjadi wilayah yang sangat rawan isu-isu pemberantasan korupsi
disalahgunakan di suatu daerah. dalam pelayanan publik.
Bertalian dengan itu, Indonesia
Corruption Watch pada akhir tahun 2018 D. Kajian Literatur
telah mengidentifikasi bebagai berbagai Secara teori, kajian literatur
kasus korupsi pelayanan publik atau merupakan fondasi dalam menjelaskan
perizinan yang acapkali menjadi sasaran variabel-variabel judul. Bertalian dengan
empuk para mafia birokrasi adalah izin itu, ada 3 variabel yang akan dijelaskan
usaha pertambangan, izin surat usaha yakni sebagai berikut:
pariwisata, tanda daftar pariwisata, izin 1. Konsep Mengenai Kebijakan
usaha industri dan tanda daftar gudang. Kriminal
Selain itu, ada pula pengurusan surat izin Secara harfiah, kata kebijakan
mengemudi, perekaman KTP elektronik kriminal merupakan padanan kata politik
serta pengadaan barang dan jasa (ICW, kriminal, politik hukum pidana atau
2018:21). kebijakan legislatif yang seringkali
Berangkat dari berbagai fakta di atas, digunakan oleh para ahli hukum pidana
dapat dikatakan bahwa salah satu tipe dan kriminologi dalam menjelaskan upaya
korupsi yang rentan terjadi adalah pengendalian kejahatan di tengah-tengah
pelayanan publik khususnya menyangkut masyarakat. Istilah-istilah tersebut pada
perizinan dalam segala variannya. Pelbagai dasarnya memiliki makna yang sama
upaya telah dilakukan oleh pemerintah (Arief, 2010:v). Menurut Marc Ancel
tetapi hingga kini belum bisa menekan laju kebijakan kriminal merupakan rational
korupsi pelayanan publik. Dalam konteks organization of the control of crime by
itu, penelitian ini akan mengulas secara society (Ancel, 1965:209).
sistematis korupsi pelayanan publik yang Pandangan yang tidak jauh berbeda
dikorelasikan dengan suatu pendekatan dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels
kebijakan kriminal. yang menyatakan bahwa criminal policy is
the rational organization of the social
B. Permasalahan reactions to crime (Hoefnagels, 1973:55).
Adapun permasalahan yang akan Merujuk dari kedua argumentasi tersebut,
dijawab dalam kajian ini adalah bagaimana kebijakan kriminal sesungguhnya bertalian
pencegahan korupsi pelayanan publik bila erat dengan upaya rasional masyarakat
dilihat dari optik kebijakan kriminal? dalam menanggulangi kejahatan atau
sebagai sebagai rekasi masyarakat atas
kejahatan. Dalam konteks itu, Hoefnagels
menyebut criminal policy sebagai a policy of

171
Hariman Satria

designating human behavior as crime dan defence) and to achieve social welfare
the science of crime prevention (Hoefnagels, (Ancel, 1965:6-7).
1973:57 & 100). Jadi, kebijakan kriminal Pelaksanaan kebijakan kriminal
menyangkut pula kebijakan yang tersebut, secara teori terdiri atas 3 tahap,
mengarah pada perilaku orang sebagai yakni kebijakan formulasi, kebijakan
kejahatan dan sebagai ilmu pengetahuan aplikasi dan kebijakan eksekusi. Kebijakan
tentang pencegahan kejahatan. formulasi merupakan tahap awal yang
Berkaitan dengan pencegahan paling startegis dari keseluruhan
kejahatan, Hoefnagels kembali menyatakan perencanaan proses fungsionalisasi atau
bahwa hal itu dapat ditempuh melalui tiga operasionalisasi hukum pidana. Tahap ini
cara yaitu: (1) criminal law aplication atau menjadi domain pihak legislatif untuk
penerapan hukum pidana. (2) prevention menetapkan dua hal utama yaitu
without punishment atau pencegahan tanpa penentuan perbuatan apa yang seharusnya
pidana. (3) influencing views of society on dijadikan tindak pidana dan sanksi apa
crime and punishment atau mempengaruhi yang sebaiknya digunakan atau dikenakan
pandangan masyarakat mengenai kepada si pelanggar (Sudarto, 1983:152).
kejahatan dan pemidanaan (Hoefnagels, Selanjutnya kebijakan aplikasi
1973:56). adalah tahap pelaksanaan peraturan
Pertanyaan kemudian adalah apakah pidana oleh hakim. Kemudian, kebijakan
yang dimaksud sebagai usaha rasional eksekusi adalah dijatuhkannya pidana
masyarakat dalam pengendalian kepada seseorang yang dilaksanakan oleh
kejahatan? Marjono Reksodiputro kekuasaan administrasi. Secara dogmatik
menyatakan bahwa usaha rasional yang hukum, tahap pertama sering juga disebut
dimaksud adalah memilih langkah yang sebagai tahap pemberian pidana in
tepat dengan sengaja dan sadar melalui abstracto. Sedangkan tahap kedua dan
pendekatan integral dalam mengendalikan ketiga disebut tahap pemberian pidana in
kejahatan. Pendekatan integral ini bisa concreto (Muladi & Arief, 1992:91-92).
melalui sarana penal atau sarana non Berdasarkan uraian tersebut di atas,
penal. Makna lain adalah sebagai upaya dapat dikatakan bahwa fokus kebijakan
memilih dan menetapkan hukum pidana kriminal atau politik kriminal adalah
sebagai sarana dalam menanggulangi menghasilkan suatu peraturan pidana yang
kejahatan dengan memperhitungkan memiliki daya guna sehingga dapat
semua faktor yang dapat mendukung dimanfaatkan untuk pengendalian
bekerjanya hukum pidana dalam kejahatan. Cara ini, diharapkan pula, dapat
kenyataan (Reksodiputro, 2009:325). melindungi masyarakat dari kejahatan,
Masih mengenai kebijakan juga mampu mensejahterakan masyarakat.
kriminal—arahnya adalah merumuskan Secara sistematis, kebijakan kriminal
perundang-undangan pidana yang lebih bertumpu pada kebijakan formulasi pada
baik, guna melindungi masyarakat dari tataran yang abstrak, serta aplikasi dan
kejahatan yang pada ujungnya dapat eksekusi pada tataran yang konkrit.
melahirkan kesejahteraan masyarakat. 2. Hakikat Pencegahan Korupsi
Secara gamblang dikatakan oleh Ancel, the Frasa pencegahan korupsi, bukanlah
viewpoint of criminal law can be called an hal yang baru dalam studi pemberantasan
effort to make and formulate a good korupsi. Istilah ini acapkali dipadankan
criminal law. This formulation aims to dengan istilah lain yang tidak kalah
provide protection to the community (social pentingnya yakni pemberantasan tindak

172
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

pidana korupsi. Keduanya, memiliki posisi 3. Konsep Mengenai Pelayanan Publik


sentral dalam narasi pemberantasan Istilah pelayanan publik tidaklah
korupsi di setiap negara termasuk dapat dilepaskan dari UU No. 25 Tahun
Indonesia. Jeremy Pope menempatkan 2009 tentang Pelayanan Publik (UU
pencegahan korupsi dengan menekankan pelayanan publik). Dalam peraturan a quo,
pada sistem integritas nasional yang di pelayanan publik diarahkan sebagai upaya
dalamnya dipengaruhi oleh beberapa untuk meningkatkan kualitas dan
variabel, misalnya: kemauan politik menjamin penyediaan pelayanan publik
pemerintah, badan anti korupsi yang sesuai dengan asas-asas umum
independen, kebebasan dan pemerintahan dan korporasi yang baik
profesionalisme pers serta sistem serta untuk memberi perlindungan bagi
peradilan yang imparsial (2000:61). setiap warga negara dan penduduk dari
Secara normatif, pencegahan korupsi penyalahgunaan wewenang di dalam
disebutkan dalam Pasal 6 UU KPK pada penyelenggaraan pelayanan publik.
Pasal 6 yang menegaskan bahwa KPK Secara normatif, definisi pelayanan
bertugas melakukan tindakan-tindakan publik diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU
pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pelayanan publik, bahwa pelayanan publik
pidana korupsi. Kemudian dalam Pasal 7 adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
peraturan a quo—menegaskan bahwa, dalam rangka pemenuhan kebutuhan
guna melakukan pencegahan tersebut, KPK pelayanan sesuai dengan peraturan
berwenang: a) melakukan pendaftaran dan perundang-undangan bagi setiap warga
pemeriksaan terhadap laporan harta negara dan penduduk atas barang, jasa,
kekayaan penyelenggara negara. b) dan/atau pelayanan administratif yang
menerima laporan dan menetapkan status disediakan oleh penyelenggara pelayanan
gratifikasi. c) menyelenggarakan program publik. Berangkat dari definisi tersebut,
pendidikan anti korupsi pada setiap paling tidak ada 3 hal krusial yang mesti
jenjang pendidikan. d) merencanakan dan dijelaskan lebih jauh, yakni makna
melaksanakan program sosialisasi penyelenggara pelayanan publik,
pemberantasan tindak pidana korupsi. e) masyarakat dan lembaga yang memiliki
melaksanakan kampanye anti korupsi otoritas dalam mengawasi pelayanan
kepada masyarakat. f) melakukan publik.
kerjasama bilateral atau multilateral dalam Pasal 1 angka 2 UU pelayanan publik
pemberantasan tindak pidana korupsi. menegaskan bahwa penyelenggara
Karakter pencegahan korupsi juga pelayanan publik adalah setiap institusi
berkaitan dengan UU No. 28 Tahun 1999 penyelenggara negara, korporasi, lembaga
tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih independen yang dibentuk berdasarkan
dan Bebas Kolusi Korupsi dan Nepotisme undang- undang untuk kegiatan pelayanan
(KKN). Dalam peraturan a quo, implisit publik, dan badan hukum lain yang
menekankan bahwa untuk mencegah dibentuk semata-mata untuk kegiatan
korupsi maka perlu diadopsi asas umum pelayanan publik. Dengan demikian, yang
pemerintahan negara yang baik adalah dimaksud sebagai penyelenggara
asas yang menjunjung tinggi norma pelayanan publik adalah penyelenggara
kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, negara, korporasi, lembaga independen
untuk mewujudkan penyelenggara negara yang dibentuk dengan tujuan memberikan
yang bersih dan bebas dari KKN. pelayanan publik.

173
Hariman Satria

Secara teknis, pelaksana pelayanan maladministrasi. Dalam Pasal 1 angka 3 UU


publik adalah pejabat, pegawai, petugas, ombudsman disebutkan bahwa
dan setiap orang yang bekerja di dalam maladministrasi adalah perilaku atau
organisasi penyelenggara yang bertugas perbuatan melawan hukum, melampaui
melaksanakan tindakan atau serangkaian wewenang, menggunakan wewenang
tindakan pelayanan publik (Pasal 1 angka untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
5). Dalam melakukan pelayanan, petugas wewenang tersebut, termasuk kelalaian
pelayanan publik mesti merujuk pada atau pengabaian kewajiban hukum dalam
standar pelayanan yakni tolok ukur yang penyelenggaraan pelayanan publik yang
dipergunakan sebagai pedoman dilakukan oleh penyelenggara negara dan
penyelenggaraan pelayanan dan acuan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
penilaian kualitas pelayanan sebagai materiil dan/atau immateriil bagi
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dan orang perseorangan.
masyarakat dalam rangka pelayanan yang Kembali pada pelayanan publik,
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan dengan merujuk pada Pasal 4 UU pelayanan
terukur (Pasal 1 angka 7). publik, terdapat beberapa asas pelayanan
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 6 publik, yakni: asas kepentingan umum;
ditegaskan bahwa masyarakat adalah kepastian hukum; kesamaan hak;
seluruh pihak, baik warga negara maupun keseimbangan hak dan kewajiban;
penduduk sebagai orang-perseorangan, keprofesionalan; partisipatif; persamaan
kelompok, maupun badan hukum yang perlakuan/ tidak diskriminatif;
berkedudukan sebagai penerima manfaat keterbukaan; akuntabilitas; fasilitas dan
pelayanan publik, baik secara langsung perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
maupun tidak langsung. Sedangkan ketepatan waktu; dan kecepatan,
lembaga yang memiliki otoritas dalam kemudahan, dan keterjangkauan. Asas-
pelayanan publik adalah ombudsman, asas tersebut, diharapkan dapat diajdikan
yakni lembaga negara yang mempunyai acuan oleh penyelenggara pelayanan
kewenangan mengawasi penyelenggaraan publik sehingga dapat tercapai tujuan
pelayanan publik, baik yang diadakannya pelayanan publik, yakni
diselenggarakan oleh penyelenggara sebagai berikut:
negara dan pemerintahan termasuk yang 1. terwujudnya batasan dan hubungan
diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan yang jelas tentang hak, tanggung jawab,
badan hukum milik negara serta badan kewajiban, dan kewenangan seluruh
swasta, maupun perseorangan yang diberi pihak yang terkait dengan
tugas menyelenggarakan pelayanan publik penyelenggaraan pelayanan publik;
tertentu yang sebagian atau seluruh 2. terwujudnya sistem penyelenggaraan
dananya bersumber dari APBN dan/atau pelayanan publik yang layak sesuai
APBD (Pasal 1 angka 13 UU pelayanan dengan asas-asas umum pemerintahan
publik). dan korporasi yang baik;
Mengenai ombudsman selanjutnya 3. terpenuhinya penyelenggaraan
diatur dalam UU No. 37 Tahun 2008 pelayanan publik sesuai dengan
tentang Ombudsman Republik Indonesia peraturan perundang-undangan; dan
(UU Ombudsman). Dalam peraturan a quo, 4. terwujudnya perlindungan dan
disebutkan bahwa salah satu kewenangan kepastian hukum bagi masyarakat
ombudsman adalah menerima laporan dalam penyelenggaraan pelayanan
masyarakat yang berkaitan dengan publik

174
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

Masih mengenai pelayanan publik, mengintegrasikan warga menjadi


sebagaimana telah penulis ulas di atas masyarakat yang taat hukum. (3)
bahwa lembaga yang memiliki otoritas mendefinisikan kembali situasi sosial
mengawasi pelayanan publik adalah
masyarakat yang dapat mendorong
ombudsman maka dalam menjalankan
kewenangannya, lembaga ini bertumpu terjadinya kejahatan (Sutherland &
pada beberapa asas berikut: kepatutan; Cressey, 1955:629)
keadilan; non-diskriminasi; tidak Menurut Steven P. Lab, pencegahan
memihak; akuntabilitas; keseimbangan; kejahatan dapat dibagi dalam 3 pendekatan
keterbukaan; dan kerahasiaan (Pasal 3 UU yakni primer, sekunder dan tersier. (Lab,
ombudsman). 2010:27). Pencegahan primer difokuskan
pada pencegahan masyarakat yang dimulai
Metode
Sebagai suatu karya ilmiah, kajian ini dari lingkungan rumah tangga, tempat
menggunakan metode penelitian. Morris L. bekerja, hingga hubungannya dengan
Cohen dan Kent C. Olson mendefinisikan aktifitas di luar lingkungannya. Pencegahan
penelitian hukum sebagai the process of sekunder, lebih condong pada upaya untuk
identifing and retrieving information mengidentifikasi dan memprediksi potensi
necessary to support legal decision-making terjadinya kejahatan dengan melihat
(Cohen & Olson, 1992:1). Sesuai dengan
realitas sosial. Sedangkan pencegahan
permasalahan yang diteliti, tipe penelitian
ini adalah penelitian hukum normatif tersier merupakan upaya untuk membuat
(normative law research) atau doktrinal semacam kesepakatan dengan pelaku
yang menggunakan bahan hukum tindak pidana agar tidak lagi mengulangi
sekunder. Untuk menjawab permasalahan, perbuatannya (Lab, 2010:28-29).
akan digunakan dua pendekatan yakni Bertolak dari doktrin tersebut, dapat
pendekatan undang-undang atau statute
dikatakan bahwa manakala berbicara
approach dan pendekatan konseptual atau
conceptual approach (Marzuki, 2014:95). tentang pencegahan kejahatan atau tindak
pidana pada dasarnya tidak dapat
Pembahasan dilepaskan dari faktor pendorongnya dan
1. Menerapkan Teori Pencegahan proses penegakan hukumnya—pasca
Kejahatan Terhadap Korupsi kejahatan terjadi. Maka posisi aparat
Pelayanan Publik. penegak hukum, peradilan yang efektif, dan
Berbicara tentang pencegahan
hukum yang berwibawa dapat menjadi
kejahatan sesungguhnya menjadi domain
benteng kokoh untuk mencegah
ilmu kriminologi. Demikian halnya dengan
terulangnya kejahatan di masa depan.
pencegahan korupsi pelayanan publik
Selain itu, peran serta masyarakat dan
maka pendekatan yang dapat digunakan
upaya responsif dalam mengidentifikasi
adalah pendekatan kriminologi yang
potensi kejahatan oleh aparat penegak
berada dalam bingkai kebijakan kriminal
hukum menjadi poin yang tidak kalah
sehingga dapat diketahui akar masalahnya
pentingnya (Satria, 2019:11).
termasuk cara mengendalikannya
Terkait dengan itu, Adam Graycar
(Knepper, 2007:4).
dan Tim Prenzler, menegaskan bahwa
Edwin H. Sutheralnd dan Donald R.
khusus pencegahan korupsi ada 2 teori
Cressey, menyatakan bahwa ada 3 cara
kriminilogi yang acapkali digunakan, yakni
mencegah kejahatan sebagai bagian dari
situational crime prevention (SCP) and
kebijakan kriminal. (1) menjaga segregasi
regulatory theory. Perlu diketahui bahwa
antara orang yang menunjukkan perilaku
SCP helps us understand how to examine and
jahat dengan masyarakat di sekitarnya. (2)
prevent corrupt events. Regulatory theory

175
Hariman Satria

focuses on guardianship and supports a ‘big laian: (1) increase the effort. (2) increase the
gun’ approach to corruption prevention risks. (3) reduce the rewards. (4) reduce
(Graycar & Prenzler, 2013:70). provocations. (5) remove excuses (Graycar
Graycar dan Prenzler selanjutnya & Prenzler, 2013:73). Maka beberapa hal
menyatakan situational crime prevention yang dapat dilakukan dalam mencegah
(SCP) has provided the most important kejahatan korupsi, misalnya:
framework internationally for developing meningkatkan upaya pencegahan, analisis
effective crime-prevention strategies, and it risiko, mengurangi imbalan, mengurangi
can also be used for corruption prevention. It penyebab dan menghapus pendorong
involves the introduction of measures terjadinya kejahatan korupsi.
designed to foreclose opportunities in the Berangkat dari pemikiran Graycar
location – or situation – in which offences dan Prenzler di atas, situasional crime
occur (Graycar & Prenzler, 2013:71). prevention sesungguhnya dapat digunakan
Dengan demikian, SCP menawarkan juga untuk mencegah terjadinya korupsi
kerangka kerja yang paling penting secara dalam pelayanan publik. Dalam hal ini,
internasional dalam mengembangkan melalui konsep SCP kita dapat memahami
strategi pencegahan kejahatan yang efektif dan mengupayakan mengenai cara
termasuk pencegahan korupsi. mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu,
Terdapat 4 komponen kerangka beberapa acuan pencegahan kejahatan
kerja yang menjadi acuan dalam yang ditawarkan dalam SCP menarik untuk
pencegahan kejahatan menurut konsep diterapkan, misalnya: pertama,
SCP, yakni sebagai berikut: (1) a theoretical memperhatikan kebiasaan aktifitas rutin
foundation drawing principally upon birokrasi dalam memberi layanan publik.
routine activity and rational choice Kebiasaan tersebut pada akhirnya akan
approaches; (2) a standard methodology mempengaruhi respons dan cara kerja
based on the action research paradigm; (3) birokrasi ketika dihadapkan dengan
a set of opportunity-reducing techniques; pelayanan.
and (4) a body of evaluated practice Kedua, menganalisis cara berpikir
including studies of displacement (Graycar pegawai birokrasi dalam memberi
& Prenzler, 2013:72). pelayanan kepada masyarakat. Dipercaya
Mengenai pengurangan peluang bahwa paradigma dalam birokrasi ikut
terjadinya kejahatan, ada 3 hal yang perlu mempengaruhi kualitas pelayanan.
dilakukan kata Graycar dan Prenzler yakni Semakin modern dan berintgeritas
sebagai berikut: (1) are directed at highly paradigmanya maka akan semakin baik
specific forms of crime, (2) involve the pula tindakan pelayanan yang diberikan.
management, design or manipulation of the Ketiga, mencegah atau memperkecil
immediate environment in as systematic and peluang bagi pegawai birokrasi yang
perma- nent way as possible, (3) make crime memungkinkan mereka melakukan
more difficult and risky, or less rewarding tindakan korup, seperti menerima imbalan
and excusable as judged by a wide range of dalam bentuk uang atau barang pada saat
offenders (Graycar & Prenzler, 2013:72) memberi pelayanan kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu, Cornish dan Salah satu cara yang perlu ditempuh adalah
Clarke telah memetakan beberapa teknik perbaikan sistem pelayanan publik melalui
spesifik dalam mencegah pelbagai electronic public service.
kejahatan termasuk korupsi, yang Berkaitan dengan poin ketiga
dikelompokkan dalam 5 tujuan, antara tersebut, guna memperkecil peluang

176
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

korupsi pelayanan publik maka dapat akan tindakan menyimpang sudah dapat
dilakukan beberapa langkah berikut: dibayangkan oleh pelaku.
pertama, perlu ditelaah lebih dalam Keempat, selain memperkuat
mengenai kecenderungan praktik koruptif punishment, kebijakan lain yang perlu
dalam suatu instansi birokrasi ketika ditempuh dalam sistem birokrasi adalah
memberi pelayanan publik. Hasil telaah memperkuat sistem reward kepada
tersebut kemudian dapat dijadikan dasar pegawai birokrasi yang menjaga dirinya
dalam mengambil policy agar mencegah dari praktik koruptif ketika memberi
semakin maraknya praktik korupsi di pelayanan. Dalam hal ini pegawai yang
lingkungan birokrasi. Jika masalahnya berintegritas diberi reward misalnya
adalah adanya kerawanan moral (moral promosi karir sedangkan yang berbuat
hazard) pegawai birokrasi yang gemar curang atau manipulatif, diberi sanksi tegas
menerima gratfikasi atau justru memeras misalnya demosi atau pemecatan.
masyarakat melalui pelayanan maka Uraian yang tidak kalah pentingnya
kebijakan yang dibangun mesti spesifik mengenai pencegahan korupsi pelayanan
pada kerawanan moral tersebut. publik adalah seperti kata Cornish dan
Kedua, perlu dibangun pula suatu Clarke yang menitikberatkan pada
lingkungan kerja yang sehat dalam suatu beberapa poin penting, yakni: pertama,
instansi birokrasi atau korporasi dengan memperkuat pencegahan korupsi melalui
cara yang sistematis dan terencana. sistem birokrasi yang kredibel. Sistem ini,
Lingkungan kerja yang sehat adalah mampu mendeteksi secara dini perilaku
memastikan pegawai birokrasi atau birokrasi yang mudah terpengaruh dengan
petugas layanan publik berada dalam tindakan koruptif pada saat memberi
sistem lingkungan yang secara bersama- pelayanan, misalnya membuka pengaduan
sama menghindari perilaku koruptif. secara elektronik dari masyarakat kepada
Dalam konteks ini, integritas atasan dalam atasan dari suatu instasi birokrasi yang
suatu instansi mesti menjadi patron bagi pegawainya telah melakukan tindakan
pegawai yang ada di bawahnya. Jika ini yang manipulatif atau koruptif.
dapat dilakukan maka secara perlahan Kedua, melakukan analisis resiko
akan ada gerakan massif dalam internal terhadap lingkungan birokrasi yang rentan
birokrasi yang menolak pelbagai perilaku terpapar praktik koruptif. Analisis ini, akan
koruptif. berfokus pada kebijakan internal birokrasi
Ketiga, berkaitan dengan poin dalam pelayanan publik. Dalam hal ini,
kedua—perlu dilakukan pula sistem kebijakan yang tidak kredibel dapat
punishment yang mampu memberi efek mempengaruhi perilaku pegawai dalam
jera kepada pegawai birokrasi yang suatu organisasi. Ketiga, imbalan dalam
acapkali menyalahgunakan pelayanan publik melalui masyarakat mesti
kewenangannya ketika memberi layanan dihapus sebab hal itu dapat merusak
publik. Punishment tersebut mesti keras integritas pegawai birokrasi. Keempat,
dan tegas sehingga mampu menakut- memperkuat nilai moral dan etika
nakuti pegawai birokrasi yang rentan birokrasi sehingga dapat membedakan
tindakan koruptif pada saat melakukan perbuatan baik atau buruk secara
tugasnya. Ketika hal itu dapat dilakukan konsisten.
maka pegawai birokrasi akan berhati-hati Berkaitan dengan teori pencegahan
dalam memberi pelayanan sebab resiko kejahatan yang dikemukakan oleh Lab di
atas, bila ditarik hubungannya dengan

177
Hariman Satria

korupsi pelayanan publik maka include inadequate legal powers, inadequate


pencegahan primer diarahkan pada resourcing of regulators, institutional
pencegahan yang dimulai dari lingkungan cultures of deference and ‘capture’ of
regulators by regulated industries –
rumah tangga, tempat bekerja hingga ke
including through friendships, sharing of
masyarakat luas. Sistem integritas mesti personnel and bribery (Kapardis, 2016:41).
dimulai dari dalam rumah tangga sampai Ketika itu terjadi maka suatu peraturan
kemudian berkembang ke tengah-tengah dianggap menemui kegagalan.
masyarakat. Intinya, integritas mesti Grabosky dan Braithwaite, mencatat
dibawa dari rumah ke lingkungan kerja berbagai tipologi kekusutan regulasi
atau tempat lainnya sebab dapat termasuk pihak-pihak yang mengakibatkan
kegagalan regulasi tersebut, antara lain: (1)
mempengaruhi lingkungan sosial
conciliators adalah menghindari
seseorang. Sedangkan pencegahan penuntutan dan berusaha meningkatkan
sekunder, fokusnya mengidentifikasi dan kepatuhan dengan cara memfasilitasi
memprediksi potensi terjadinya kejahatan dialog atau kesepakatan bersama antara
korupsi pelayanan publik melalui pengadu dan korporasi publik yang
perbaikan sistem birokrasi. dituduh. (2) token enforcers ialah dilakukan
Masih mengenai teori pencegahan penuntutan kepada pelaku korupsi tetapi
desainnya bahwa penuntutan tersebut
kejahatan yang dikemukakan oleh Graycar
akan menghasilkan hukuman ringan dan
dan Prenzler—selain SCP, teori lainnya sedikit efek jera (3) inspectorat diagnostic
adalah regulatory theory. Teori ini pada adalah lembaga pemerintah yang
intinya menekankan bahwa korupsi terjadi melakukan pengawasan ala kadarnya yakni
karena aturan yang kurang jelas atau sekedar menggugurkan kewajiban karena
tumpang tindih sehingga memungkinkan terjebak dalam perangkap atasan (Graycar
& Prenzler, 2013:75).
penyalahgunaan oleh birokrasi atau aparat
Selaras dengan ulasan tersebut,
penegak hukum (Graycar & Prenzler, Graycar & Prenzler menyebut ada dua
2013:74). Dalam konteks itu, terjadilah apa karakteristik regulasi, yakni smart
yang disebut sebagai illegal corruption regulation dan responsive regulation. Dalam
yaitu korupsi yang dilakukan dengan cara konteks smart regulation, suatu regulasi
salah menerapkan peraturan hukum disusun oleh pembentuk undang-undang
(Kapardis, 2016:40). Kondisi ini secara dengan cara mengesampingkan berbagai
kepentingan politik sehingga menghasilkan
ilmiah dianggap sebagai “kegagalan
peraturan yang dapat ditegakkan
regulasi”. (enforceable). Sedangkan responsive
Kegagalan regulasi pada dasarnya regulation adalah peraturan dibuat sebagai
merupakan masalah serius dan dapat respon atas situasi masyarakat yang
memicu terjadinya kejahatan korupsi. terganggu karena kejahatan, seperti
Kegagalan yang dimaksud adalah kekuatan korupsi (2013:75).
hukum suatu regulasi yang tidak Berangkat dari uraian mengenai
memenuhi prinsip kejelasan dan teori regulasi tersebut, kaitannya dengan
ketegasan, sumber daya dan integritas korupsi pelayanan publik—untuk
pembentuk undang-undang yang kurang mencegahnya maka diperlukan peraturan
dipercaya, budaya penghormatan yang memiliki kejelasan (lex certa) dan
kelembagaan, pembentuk undang-undang ketegasan (lex stricta) sehingga tidak
yang terkooptasi oleh industri melalui mudah disalahgunkan dalam praktiknya.
korporasi—termasuk melalui Ketentuan mengenai pelayanan publik,
persahabatan berbagi personel, serta misalnya aturan dalam perizinan perlu
penyuapan. Ditegaskan oleh Maria disederhanakan, diperjelas dan dipertegas.
Krambia-Kapardis, regulatory failure has Melalui cara yang demikian, pembentuk
been a recurring theme. Explanations undang-undang secara sadar telah

178
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

mengarahkan peraturan yang dibuatnya yang lemah atau tidak jujur. Ketika
mengikuti model responsive regulation dan dinyatakan tidak jujur maka hal itu
smart regulation. Kedua bentuk karakter menunjukkan rendahnya moralitas
peraturan ini akan dengan mudah dipatuhi birokrasi atau penyelenggara negara
masyarakat dan birokrasi sehingga dapat sehingga memberikan kerugian kepada
meminimalisir terjadinya korupsi masyarakat.
pelayanan publik. Oleh karena itu, dapat ditegaskan
bahwa membahas mengenai korupsi
2. Memperkuat Etika Birokrasi pelayanan publik, tentu tidak terlepas dari
Pintu masuk terjadinya korupsi maladministrasi yang hulunya adalah
pelayanan publik adalah melalui menyangkut standar moral birokrasi dalam
maladministrasi. Istilah ini diterjemahkan menyelenggarakan pelayanan publik.
dari kata maladministration (Inggris) Sehingga makin tinggi moralitas birokrasi
berarti insufficient, weak or dishonest maka pelayanan publik juga makin baik,
administration (Curzon & Richards, sebaliknya jika moral birokrasi lemah
2007:365). Jadi maladministrasi maka pelayanan akan buruk dengan
menujukkan administrasi yang lemah atau sendirinya. Atas dasar itulah pada bagian
tidak jujur sehingga tidak cukup dipercaya. ini penulis akan mengulas mengenai
Secara normatif, maladministrasi pentingnya upaya memperkuat etika
disebutkan secara tegas dalam Pasal 1 birokrasi. Dalam studi filsafat hukum,
angka 3 UU Ombudsman, bahwa standar moral acapkali disebut sebagai
maladministrasi adalah perilaku atau nilai moral atau etika. Baik moral maupun
perbuatan melawan hukum, melampaui etika, keduanya merupakan bagian dari
wewenang, menggunakan wewenang filsafat nilai (Shidarta, 2009:5).
untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan Idealnya, sikap moral penyelenggara
wewenang tersebut, termasuk kelalaian negara atau birokrasi pelayan publik mesti
atau pengabaian kewajiban hukum dalam terjaga sehingga dapat dijadikan patokan
penyelenggaraan pelayanan publik yang
bagi masyarakat umum (Shidarta, 2009:1).
dilakukan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian Secara etimologis, etika berasal dari bahasa
materiil dan/atau immateriil bagi Yunani kuno, ethos artinya adat, kebiasaan,
masyarakat dan orang perseorangan. ak hlak, watak dan perasaan. Kata ethos itu
Apabila diperhatikan ada beberapa sendiri merujuk dari kata jamak ta thea
makna dari maladministrasi tersebut, artinya adalah adat kebiasaan (Bertens,
yakni: pertama, perilaku atau perbuatan 2004:4). Jadi bila dilihat dari asal usul
melawan hukum. Kedua, melampaui
katanya, etika dapat diartikan sebagai ilmu
wewenang. Ketiga, menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari tentang adat kebiasaan atau ahlak.
pemberian wewenang tersebut. Keempat, Dalam Kamus Besar Bahasa
kelalaian atau pengabaian kewajiban Indonesia (KBBI), etika dimaknai dalam 3
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan hal, yakni: pertama, ilmu tentang apa yang
publik. Kelima, perbuatan dilakukan oleh baik atau apa yang buruk dan mengenai
penyelenggara negara atau pemerintahan. hak serta kewajiban moral. Kedua,
Keenam, maladministrasi tersebut
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
menimbulkan kerugian baik materiil
maupun immateriil. Merujuk pada makna dengan akhlak. Ketiga, asas perilaku yang
maladministrasi tersebut, eksplisit dapat menjadi pedoman (KBBI, 2015:1490).
dikatakan bahwa munculnya Masih mengenai etika, Franz Magnis
maladminisrasi bermuara dari etika atau Suseno menyatakan, etika merupakan
moral penyelenggara negara atau birokrasi orientasi bagi usaha manusia untuk
pemerintah. Mengapa demikian? Hal ini
menjawab suatu pertanyaan yang paling
tidak terlepas dari arti harfiah kata
maladministrasi yang artinya administrasi fundamental: bagaimana saya harus hidup

179
Hariman Satria

dan bertindak? Jawaban atas pertanyaan the sphere of moral, non-moral (Inggris).
tersebut, bisa saja berbeda-beda tetapi Sehingga amoral dapat diartikan sebagai
etika akan membantu kita mencari sesuatu yang tidak berhubungan dengan
orientasi. Tujuannya agar manusia tidak konteks moral atau di luar suasana etis.
hidup dengan cara ikut-ikutan saja, Sederhananya, kata amoral diartikan
melainkan agar kita dapat mengerti sendiri sebagai suatu perilaku yang netral dari
mengapa kita mesti bersikap begini atau sudut moral atau tidak mempunyai
begitu? Singkatnya, dapat ditegaskan relevansi etis. Ketiga, immoral, juga berasal
bahwa etika dapat membantu manusia dari bahasa Inggris, dijelaskan sebagai
agar mau dan mampu opposed to morality; moraly evil. Jadi
mempertanggungjawabkan kehidupannya immoral artinya adalah bertentangan
(Suseno, 2017:13). dengan moralitas yang baik. Bisa juga
Merujuk dari penjelasan tersebut, K. dikatakan, sebagai perbuatan yang secara
Bertens mendefinisikan etika dalam tiga moral buruk atau tidak etis (Bertens,
bentuk, yakni: (1) kata etika bisa dipakai 2004:6-7).
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma Kembali pada masalah etika, di
moral yang menjadi pegangan bagi dalamnya terdapat beberapa teori, antara
seseorang atau suatu kelompok dalam lain antara lain: (1) idealisme rasionalitas
mengatur tingkah lakunya. (2) etika dapat yang beranggapan bahwa rasio atau akal
diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai budi manusialah yang mengenal norma-
moral. Artinya, hal ini berhubungan dengan norma dalam bersikap dan berperilaku.
kode etik. (3) etika adalah ilmu tentang apa Jadi rasiolah yang memberi pengertian
yang baik atau buruk (Bertens, 2004:6). tentang mana perilaku yang baik atau
Sementara itu, kata moral berasal buruk. (Shidarta, 2009:57). (2) egoisme
dari bahasa Latin mos atau mores yang etis dan psikologis. Egoisme etis
berarti kebiasaan atau adat. Jadi makna menekankan, bahwa tolak ukur mengenai
kata moral sama dengan etika, seperti yang baik buruknya suatu perilaku seseorang
telah diulas di atas. Moral dapat definisikan adalah kewajiban untuk mengusahakan
sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang kebahagiaan atau kepentingannya di atas
menjadi pegangan bagi seseorang atau kepentingan orang lain. Sedangkan
suatu kelompok masyarakat dalam egoisme psikologis, meyakini bahwa semua
mengatur tingkah lakunya (Bertens, orang bertindak hanya untuk kepentingan
2004:7). Dalam kosa kata lain, moral dirinya belaka (Suseno, 2009:102-103).
merupakan acuan dalam menentukan baik Perlu diketahui bahwa baik egoisme
buruknya manusia sebagai manusia. Untuk etis maupun psikologis melahirkan salah
itu, dibutuhkan norma moral sebagai tolak satu bentuk perilaku, seperti hedonisme
ukur dalam menentukan benar-tidaknya bahwa kenikmatan merupakan kebaikan
sikap atau tindakan seseorang (Suseno, yang paling berharga dalam hidup
2016:19). manusia. Ukuran baik buruknya suatu
Perlu pula ditekankan bahwa kata sikap atau perilaku adalah sejauh mana
moral bertalian dengan 3 kata lain, yaitu sikap atau perilaku tersebut dapat
sebagai berikut: pertama, moralitas artinya memberikan kenikmatan bagi diri pribadi.
adalah segi moral atau keseluruhan asas Bertolak dari uraian mengenai etika
dan nilai yang berkenaan dengan baik atau di atas—dapatlah ditegaskan, bahwa ia
buruknya suatu perbuatan. Kedua, amoral, berkaitan erat dengan moralitas manusia.
berasal dari kata unconcerned with, out of Dalam hal ini seperti yang dikatakan oleh

180
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

Hans Kelsen, morals as regulation of Dalam sudut pandang lainnya, pelaku


internal behavior (Kelsen, 2008:60). Itu korupsi pelayanan publik dapat saja
artinya, etika merupakan bidang ilmu yang distimulasi oleh sifat yang disebut
memfokuskan dirinya pada tingkah laku hedonisme adalah hanya mencari
manusia yang berkaitan dengan moralitas. kenikmatan dalam hidup sebagai pribadi
Sehubungan dengan itu, Suseno tanpa ada pegangan nilai moral bahwa
menyatakan bahwa agar etika terjaga perbuatan tersebut dapat merugikan
dengan baik maka moralitas mesti masyarakat. Ketika penyelenggara negara
memperhatikan tiga prinsip dasar, yaitu: diganggu oleh perilaku hedonisme, maka ia
Pertama, sikap yang baik. Bahwa hanya akan mengejar kebahagiaan atau
sikap yang dituntut dari seseorang kepentingan materi atau lahiriah semata
hubungannya dengan orang lain adalah tanpa memperhatikan lagi kepentingan
sikap yang positif dan baik. Kedua, rohaniah. Kebahagiaannya ditentukan oleh
keadilan. Bahwa setiap orang mesti seberapa banyak materi yang ia peroleh.
mendapatkan perlakukan yang sama Konsekuensi dari perilaku yang demikian
terhadap semua orang dalam situasi yang adalah munculnya keinginan hidup
sama. Ketiga, menghormati diri sendiri. bermewah-mewahan tanpa didukung oleh
Bahwa setiap orang seharusnya wajib etos kerja dan kejujuran yang kuat.
memperlakukan dirinya sebagai sesuatu Apabila dikorelasikan dengan nilai-
yang bernilai bagi dirinya sendiri, seperti nilai anti korupsi, hedonisme yang menjadi
menjaga martabat atau kehormatannya cikal bakal munculnya korupsi pelayanan
(Suseno, 2016:136). publik—tidak saja bertentangan dengan
Memperhatikan beberapa nilai etos kerja tetapi juga bertolak
argumentasi mengenai etika dan moral di belakang dengan nilai kejujuran,
atas—jika dihubungkan dengan karakter kepedulian, tanggungjawab,
birokrasi atau pegawai negeri yang kesederhanaan dan keadilan. Dalam
menimbulkan korupsi pelayanan publik konteks kejujuran, penyelenggara negara
melalui maladministrasi, dapat dibaca yang terlibat dalam korupsi pelayanan
sebagai perilaku yang bertentangan publik tentu saja telah menyembunyikan
dengan etika dan moral. Dalam hal ini, perilaku buruk yang telah dilakukannya
korupsi pelayanan publik bisa disebut berupa tindakan menerima uang atau
sebagai perilaku yang sifatnya immoral barang dari masyarakat atau perorangan
yakni bertentangan dengan moralitas yang yang sedang berurusan dengan lembaga
baik atau sebagai perbuatan yang secara pelayanan publik padahal ia mengetahui
moral buruk atau tidak etis. Mengapa bahwa perbuatan yang demikian
dikatakan demikian? Apabila dilihat dari merupakan tindakan yang tidak patut
sudut substansi etika, korupsi pelayanan dilakukan. Tegasnya, birokrasi atau pejabat
publik jelas-jelas merupakan perbuatan yang berperilaku demikian, telah
yang cenderung mengarah pada egoisme melanggar prinsip kejujuran dalam
baik itu sifatnya etis maupun psikologis. menjalankan tugas atau kewajibannya.
Dalam konteks itu, pelaku korupsi Masih mengenai kejujuran,
pelayanan publik telah mempertontonkan ontologi—hal itu berkaitan dengan sifat
secara jernih perilaku individual yang amanah atau dapat dipercayanya
hanya mementingkan kebahagiaan pribadi, seseorang atas kewajiban atau jabatan
keluarga atau kroninya, ketimbang yang diberikan kepadanya. Dalam konteks
kepentingan masyarakat. agama Islam, Allah SWT berfirman: “Hai

181
Hariman Satria

orang-orang yang beriman, janganlah Sedangkan mengenai nilai


kamu mengkhianati Allah dan Rasul antikorupsi berupa etos kerja dan
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu kesederhanaan, hal ini memiliki korelasi
mengkhianati amanat-amanat yang positif satu sama lain. Pekerja keras akan
dipercayakan kepadamu, sedang kamu memperoleh kebahagiaan materiil sesuai
mengetahui.” (QS Al Anfal: 27). Tekstualitas dengan proporsinya sedangkan orang yang
Al Quran tersebut kemudian dijelaskan melakukan korupsi pelayanan publik
lebih jauh dalam beberapa hadis Rasulullah justru menunjukkan bahwa birokrasi atau
SAW antara lain: Dari Abdullah Ibn Uma, penyelanggara negara yang demikian, tidak
Muhammad SAW bersabda: “Allah memiliki etos kerja tetapi ingin
melaknat orang yang menyuap dan orang memperoleh berbagai macam kemewahan
yang menerima suap.” Hadis lain dalam hidupnya.
menyatakan bahwa, dari Usamah Ibn Malik, Terakhir mengenai nilai keadilan,
Muhammad SAW bersabda: “Hadiah itu jika merujuk pada ajaran yang
dapat menghilangkan pendengaran, dikemukakan oleh Suseno, pelaku korupsi
menutup hati dan penglihatan.” pelayanan publik menganggap keadilan
Selain itu, korupsi pelayanan publik hanya sebatas kepentingan dirinya sendiri
yang dilatari oleh perilaku hedonisme, tanpa memperhatikan pelanggaran
tentu saja dapat disebut sebagai terhadap hak-hak orang lain atau
konkritisasi dari sikapnya yang individual masyarakat pada umumnya. Intinya,
sehingga tidak memiliki kepedulian birokrasi yang melakukan korupsi
terhadap sesama. Pada saat masyarakat pelayanan publik telah menunjukkan
lain sedang mengalami himpitan ekonomi, perilaku yang tidak adil sehingga pada titik
pelaku korupsi pelayanan publik justru itulah, ia telah melakukan tindakan yang
menunjukkan sifat individualisme berupa tidak etis dan immoral.
kenikmatan pribadi tanpa memedulikan Dengan demikian, dapat penulis
lagi kepentingan khalayak. Tanpa adanya tegaskan bahwa untuk mencegah
kepedulian, maka sulit bagai siapapun terjadinya korupsi pelayanan publik yang
untuk dimintai tanggung jawab. hulunya adalah maladministrasi maka
Perilaku yang tidak memedulikan pegawai pemerintah atau birokrasi mesti
kepentingan orang lain atau diperkuat nilai etika dan moralnya
mendahulukan kepentingannya ketimbang sehingga dapat secara jelas membedakan
kepentingan umum juga dianggap sebagai perbuatan yang baik atau buruk atau
perilaku yang bertolak belakang dengan bermoral atau immoral. Tidak
nilai-nilai agama salah satunya agama mencampuradukan antara kepentingan
Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman pribadi dan kepentingan publik. Ketika itu
Allah berikut: “Dan janganlah sebagian dapat dilakukan maka pegawai birokrasi
kamu memakan harta sebagian yang lain di tersebut tengah menunjukkan perilaku
antara kamu dengan jalan yang batil dan yang adil dan bijaksana. Jika perilaku ini
(janganlah) kamu membawa (urusan) dipertahankan maka korupsi pelayanan
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat publik akan sulit terjadi. Sebab kepatuhan
memakan sebagian daripada harta benda kepada peraturan bukan karena perintah
orang lain itu dengan (jalan berbuat dosa), atasan atau takut mendapatkan sanksi dari
padahal kamu mengetahui.” (QS. Al negara tetapi memang didorong oleh
Baqarah: 188). kesadaran pribadi bahwa tindakan yang

182
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

manipulatif dan korup bertentangan persidangan terungkap jelas bahwa proses


dengan nilai moral. perizinan disesaki oleh praktik korupsi
berupa suap atau gratifikasi dari korporasi
3. Desain Peta Rawan Korupsi ke gubernur/bupati.
Perizinan, Khusus Sektor SDA Kasus yang cenderung masih baru
Sebelum lebih jauh penulis mengulas dan sedang tahap penangan oleh KPK
mengenai korupsi perizinan di sektor adalah dugaan korupsi perizinan yang
Sumber Daya Alam (SDA) terlebih dahulu dilakukan oleh mantan Bupati Konwe
akan dijelaskan makna SDA secara Utara Aswad Sulaiman. Selain beberapa
normatif. Pasal 1 butir 9 UU No. 32 Tahun kasus yang telah penulis sebutkan di atas,
2009 tentang Perlindungan dan masih ada perkara korupsi perizinan yang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, lain, misalnya: dugaan pengemplangan
menegaskan bahwa SDA adalah unsur pajak perusahaan batubara, kejahatan
lingkungan hidup yang terdiri atas sumber pencucian uang (money laundering) yang
daya hayati dan non-hayati yang secara melibatkan pejabat di SKK Migas, modus
keseluruhan membentuk kesatuan mark-up bioremediasi. Merujuk dari
ekosistem. beberapa fakta di atas, pertanyaan
Korupsi perizinan di bidang SDA kemudian adalah bagaimana cara
adalah salah satu episentrum dari mencegah korupsi pelayanan publik di
maraknya korupsi pelayanan publik yang sektor SDA tersebut? Jawaban atas
terjadi di Indonesia. Pada industri berbasis pertanyaan ini akan penulis ulas pada
SDA, seperti pertambangan, perkebunan, bagian di bawah ini.
dan kehutanan misalnya, potensi korupsi Sebagai bagian dari kebijakan
sangat mungkin terjadi di sepanjang rantai kriminal, menurut penulis ada 4 upaya
proses ekstraksi. Dalam hal ini, korupsi yang dapat dilakukan guna mencegah
terjadi sejak proses alih fungsi lahan, korupsi pelayanan publik khusus perizinan
prosedur dan proses perizinan, di sektor SDA, yakni sebagai berikut: (1)
pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan mensosialisasikan dampak korupsi di
eksploitasi, penjualan atau ekspor hasil sektor SDA secara sistematis dan massif.
produksi/penebangan, kepatuhan Menurut Kurniadi, ada 5 dampak yang
pembayaran pajak, reboisasi, maupun ditimbulkan dari korupsi sektor SDA yakni:
perencanaan serta pengalokasian dana (a) dampak ekonomi meliputi lesunya
rehabilitasi lingkungan pascatambang. pertumbuhan ekonomi karena pengelolaan
Bertalian dengan itu, terdapat modus sumber daya alam hanya dikuasai pihak-
operandi yang acapkali digunakan dalam pihak tertentu terutama yang dekat dengan
korupsi pelayanan publik berupa penguasa dan menurunnya pendapatan
perizinan, misalnya adanya suap atau kick- negara dari sektor pajak.
back. Hal ini dapat ditemui dalam beberapa (b) dampak sosial dan kemiskinan
kasus yang sedang atau telah ditangani masyarakat antara lain mahalnya harga
oleh KPK. Kasus pengurusan izin alih fungsi jasa dan pelayanan publik, pengentasan
lahan di Kabupaten Buol yang menyeret kemiskinan berjalan lambat karena aset
Amran Batalipu. Kemudian, kasus izin daerah tidak merata pemanfaataannya,
eksplorasi dan produksi industri demoralisasi. (c) Dampak runtuhnya
pertambangan di Sulawesi Tenggara yang otoritas pemerintah meliputi matinya etika
menyeret Nur Alam ke hotel prodeo. Dalam sosial dan politik, peraturan dan
kedua kasus tersebut, berdasarkan fakta perundangan tidak efektif, birokrasi tidak

183
Hariman Satria

efisien. (d) dampak terhadap politik dan gouvernance sehingga dapat dihindari
demokrasi meliputi kurang adanya sedini mungkin praktik curang di
kepercayaan masyarakat terhadap lingkungan kerja birokrasi.
pemerintah, munculnya pemimpin yang (4) tenggat waktu proses perizinan.
korup. (e) dampak kerusakan lingkungan Dalam pelayanan publik tahapan yang
antara lain menurunnya kualitas paling krusial adalah tenggat waktu proses
lingkungan dan menurunnya kualitas perizinan dimulai hingga diberikan kepada
hidup (Yuwanto, 2016:28). yang berhak. Pada titik ini, dibutuhkan
(2) sistem perizinan yang terpadu. sistem yang memadai dalam suatu instasi
Dalam konteks ini—perizinan dilihat atau antara instansi pemerintah mengenai
dalam optik yang saling terkoneksi antara kejelasan tenggat waktu perizinan. Sebab
instasi sehingga menghasilkan suatu hal ini akan dengan mudah disalahgunakan
kebijakan perizinan yang terpadu. Dalam oleh pegawai suatu instasi terhadap pihak
hal perizinan di sektor SDA, mesti ada yang mengurus perizinan. Tenggat waktu
koneksi antara izin membangun, izin tata tersebut sebaiknya dikelola secara online
ruang (bangunan), izin lingkungan, izin sehingga setiap orang atau korporasi dapat
eksplorasi sampai pada izin produksi. dengan mudah mengetahui berapa lama
Termasuk pula izin usaha industri dan izin yang dibutuhkannya pada setiap
tanda daftar gudang. instansi. Hal ini terasa sangat penting sebab
Koneksi tersebut terbangun antar dalam perspektif dunia korporasi atau
instansi atau lembaga sehingga akan bisnis ketepatan dan akurasi suatu proses
kelihatan alur proses perizinan yang administratif akan mempengaruhi sektor
diajukan oleh orang perseorangan atau usaha dari korporasi tersebut.
korporasi sehingga dapat dideteksi lebih
dini potensi kecurangan yang berujung Penutup
pada suap, gratifikasi atau kick-back. Terdapat beberapa kesimpulan
Khusus sektor usaha yang berdampak dalam naskah ini, yakni sebagai berikut: (1)
penting terhadap lingkungan hidup maka menjamurnya korupsi pelayanan publik
perlu ditambah rantai perizinannya yakni selain dilatari oleh kelemahan sistem juga
dengan analisis mengenai dampak dipengaruhi oleh rendahnya integritas
lingkungan (AMDAL) sebagaimana birokrat. (2) pencegahan korupsi
ditegaskan dalam Pasal 22 UU No. 32 pelayanan publik dalam optik kebijakan
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan kriminal mesti diarahkan pada perbaikan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. sistem dan tata kelola pelayanan publik
(3) memperbaiki budaya pelayanan dengan mengacu pada prinsip good
birokrasi. Maraknya korupsi perizinan corporate governance. (3) memberikan
salah satunya dipengaruhi oleh pelayanan sanksi pidana yang tegas bagi birokrat yang
birokrasi yang rentan disalahgunakan oleh menerima gratifikasi pada saat
segelintir kalangan. Dalam hal ini, melaksanakan tugasnya. (4) memberikan
pelayanan yang sifatnya manual atau online penghargaan kepada birokrat yang jujur.
dikelola oleh pegawai yang memiliki (5) menerapkan teori pencegahan
kerawanan moral (moral hazard) akan kejahatan, seperti situational crime
dengan mudah mewujudkan terjadinya prevention. (6) khusus pencegahan korupsi
korupsi pelayanan publik. Budaya pelayanan publik, seperti perizinan di
pelayanan birokrasi mesti mengadopsi sektor SDA, ada 4 hal yang mesti dilakukan
secara tegas prinsip good corporate yaitu: (a) mensosialisasikan dampak

184
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik

korupsi SDA secara massif dan sistematis


kepada masyarakat. (b) membentuk sistem Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
perizinan yang terpadu berbasis online. (c) Korupsi. (2018). Survei Penilaian
Integritas 2018. KPK. Jakarta.
memperbaiki budaya pelayanan birokrasi.
(d) perbaikan batas waktu proses Komite Pemantauan Pelakasanaan
perizinan. Otonomi Daerah. (2018). Tata
Kelola Ekonomi Daerah: Survei
Referensi Pemeringkatan 32 Ibukota
Ancel, Marc. (1965). Social Deffence: A Provinsi di Indonesia. KPPOD.
Modern Approach to Criminal Jakarta
Problems, (With Forward by Leon
Radzinowicz-Translated by J. L. Cohen, Moris & Olson, Kent C. (1992).
Wilson). Routledge & Kegan Paul. Legal Research. West Thompson
London. Publishing Company. New York.

Bertens, K. (2004). Etika. PT Gramedia Marzuki, Peter Mahmud. (2016). Penelitian


Pustaka Utama. Jakarta Hukum. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta.
Curzon, L.B & Richards P.H. (2007). The
Longman Dictionary of Law. Muladi dan Arief, Barda Nawawi. (1992).
Perason Longman. London Teori-Teori dan Kebijakan Pidana
(Edisi Revisi). Alumni. Bandung.
Graycar, Adam dan Prenzler, Tim. (2013).
Understanding and Preventing P. Lab, Steven. (2010). Crime Prevention:
Corruption. Palgrave Macmillan. Approaches, Practices, and
London Evaluations. Lexis Nexis Group.
New York
Hoefnagels, G. Peter. (1969) The Other Side
of Criminology: An Inversion of The Pope, Jeremy. (2000). Confronting
Concept of Crime. Springer Corruption: The Elements of
Bussines Media. Deventer Holand. National Integrity System.
Transparency International.
Indonesia Corruption Watch. (2018). London
Annual Report. ICW. Jakarta
Reksodiputro, Marjono. (2009)
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2015). PT Menyelaraskan Pembaruan
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hukum. Komisi Hukum Nasional.
Jakarta
Kapardis, Maria Krambia. (2016).
Corporate Fraud and Corruption: A Satria, Hariman. (2019). Politik Hukum
Holistic Approach to Preventing Tindak Pidana Politik Uang Dalam
Financial Crises. Palgrave Pemilihan Umum di Indonesia.
Macmillan. London Jurnal Integritas, 5 (1), 5-6.

Kelsen, Hans. (2008). Pure Theory of Law Shidarta. (2009). Moralitas Profesi Hukum:
(Revised Edition). The Lawbook Suatu Tawaran Kerangka Berpikir.
Exchange Ltd. New Jersey. Refika Aditama. Bandung.

Knepper, Paul. (2007). Criminology and Sudarto, (1983). Hukum Pidana dan
Social Policy. Sage Publication. Perkembangan Masyarakat:
London Kajian Terhadap Pembaharuan

185
Hariman Satria

Hukum Pidana. Sinar Baru. Criminology. J.B. Lippincot


Bandung Company. Chicago-New York.

Suseno, Frans Magnis. (2016). Etika Dasar: Yuwanto, Listyo. (2016). Kinerja
Masalah-Masalah Pokok Filsafat Penanganan Tindak Pidana
Moral. PT Kanisius. Yogyakarta. Korupsi Sumber Daya Alam dan
Kepercayaan Terhadap Komisi
Sutherland, Edwin H dan Cressey. Donald Pemberantasan Tindak Pidana
R. (1955). Principle of Korupsi. Jurnal Integritas, 2 (1),
28-29.

186

Anda mungkin juga menyukai