660-Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
660-Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X
DOI: 10.32697/integritas.v6i2.660
©Komisi Pemberantasan Korupsi
hariman85antikorupsi@gmail.com
Abstract
The widespread of corruption in public services is not only triggered by its poor system but also
by the moral vulnerability of the state officials. This study aims to give a comprehensive account
of the prevention of corruption in public services, specifically in the criminal policy domain. The
study presents normative legal research through statute and conceptual approaches. In line with
the corruption issue, the government needs to take adequate and relevant strategies to eradicate
corruption. They include adopting crime prevention theory such as situational crime prevention,
enhancing ethical and professional employee culture through good corporate governance,
imposing strict sanctions for unprofessional employees, maximizing incentives for professional
employees, disseminating massive and systematic impact of corruption in natural resource
sectors, implementing an integrated online-based licensing system, reforming the public service,
and improving the license approval process.
Abstrak
Massifnya korupsi pelayanan publik selain dilatari oleh kelemahan sistem juga karena adanya
kerawanan moral penyelenggara negara sehingga mesti dicegah. Penelitian ini ditujukan untuk
menguraikan mengenai pencegahan korupsi pelayanan publik dalam optik kebijakan kriminal.
Metode kajian menggunakan penelitian hukum normatif, melalui pendekatan undang-undang
dan konseptual. Ada beberapa kebijakan yang mesti ditempuh oleh pemerintah guna
mencegah korupsi pelayanan publik, yakni: mengadopsi teori pencegahan kejahatan, seperti
situasional crime prevention, memperkuat etika dan tata kelola birokrasi melalui good
corporate governance, pemberian sanksi yang tegas bagi birokrat yang menerima gratifikasi
dalam melaksanakan tugasnya, memberikan penghargaan kepada birokrat yang jujur,
mensosialisasikan dampak korupsi SDA secara masif dan sistematis kepada masyarakat,
membentuk sistem perizinan yang terpadu berbasis online, menata budaya pelayanan
birokrasi, dan perbaikan batas waktu proses perizinan.
169
Hariman Satria
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kejahatan korupsi, masih menjadi sama lain. Terlepas dari perdebatan
persoalan serius di Indonesia. Hal ini panjang mengenai nawaitu dan cara antara
tercermin dari Indeks Persepsi Korupsi pemerintah dengan DPR yang berkongsi
(IPK) RI yang belum lama ini dirilis oleh mengubah UU KPK sehingga terkesan lebih
Transprancy Internasional (TI). Menurut mengarahkan KPK sebagai lembaga
lembaga yang berpusat di London itu, IPK pencegah korupsi—kedua konsep tersebut
RI pada tahun 2019 adalah 40. Asumsinya, diadopsi secara normatif dalam UU No. 19
semakin besar angka IPK, maka negara Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 30
tersebut dipersepsikan makin bersih dari Tahun 2002 tentang Komisi
korupsi. Sebaliknya, semakin kecil angka Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
IPK suatu negara, maka menunjukkan KPK).
semakin terjerembab-nya suatu negara Secara epistemologi, jenis korupsi
dalam kubangan korupsi. Secara yang acapkali ditemukan dalam lingkungan
matematis, Indonesia berada di peringkat pemerintahan entah itu di pusat atau
ke-85 dari 180 negara yang dikaji. Itu daerah adalah korupsi yang berkaitan
artinya, Indonesia hanya membaik 8 poin dengan pelayanan publik. Dalam hal ini,
bila dibandingkan dengan IPK 2012. kejahatan korupsi terjadi dalam
Apabila ditelusuri lebih jauh, korupsi lingkungan birokrasi atau unit layanannya.
bertalian erat dengan aktifitas Hasil studi Komite Pemantauan
pemerintahan yang ikut mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
transformasi sosial, ekonomi dan politik. tentang Tata Kelola Ekonomi Daerah Tahun
Governance Indeks Indonesia pada 2020 2018, menunjukkan bahwa korupsi
adalah 5,4 dari skala 0-10. Perlu diketahui, pelayanan publik yang paling sering terjadi
bahwa semakin tinggi skor indeks adalah perizinan atau izin usaha. Sebagian
pemerintahan maka semakin baik pula pelaku usaha menyatakan mengalami
capaian suatu negara. Terkait dengan itu, hambatan untuk mendapatkan izin usaha,
skala 5,4 yang dicapai Indonesia, seperti prosedur yang rumit, waktu yang
menunjukkan masih berkutatnya negeri ini lama, dan biaya yang tidak terduga. Dalam
dengan kejahatan korupsi yang tak kunjung hal integritas kepala daerah, sepertiga
dapat diselesaikan. Alhasil, kebijakan pelaku usaha berpendapat bahwa
mencegah dan memberantas korupsi bupati/walikota terlibat dalam aktivitas
dalam setiap periode pemerintahan bisa korupsi bagi kepentingan pribadinya.
dikatakan jalan ditempat sebab sejak 2012, (KPPOD, 2018:5).
skor Indonesia pada indikator mengatasi Temuan KPPOD tersebut, sejalan
korupsi stagnan dinilai 4. Dengan dengan survei penilaian integritas yang
demikian, dalam konteks kejahatan dilakukan oleh KPK pada 2018 yang lalu.
korupsi—Indonesia konsisten di jalan yang Hasilnya, menunjukkan bahwa pelayanan
salah. publik menjadi tempat yang paling rawan
Maraknya kejahatan korupsi sebagai dikorupsi karena dipengaruhi oleh budaya
extra ordinary crime membutuhkan upaya organisasi, sistem anti korupsi tiap instansi
yang luar biasa (extra ordinary measures) dan pengelolaan sumber daya manusia
guna mencegah dan memberantasnya. (KPK, 2018:17). Hasil survei tersebut juga
Keduanya ibarat dua sisi dari satu mata menunjukkan bahwa pelayanan publik
uang yang tidak terpisah-pisahkan satu seperti perizinan menjadi lahan basah bagi
170
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
171
Hariman Satria
designating human behavior as crime dan defence) and to achieve social welfare
the science of crime prevention (Hoefnagels, (Ancel, 1965:6-7).
1973:57 & 100). Jadi, kebijakan kriminal Pelaksanaan kebijakan kriminal
menyangkut pula kebijakan yang tersebut, secara teori terdiri atas 3 tahap,
mengarah pada perilaku orang sebagai yakni kebijakan formulasi, kebijakan
kejahatan dan sebagai ilmu pengetahuan aplikasi dan kebijakan eksekusi. Kebijakan
tentang pencegahan kejahatan. formulasi merupakan tahap awal yang
Berkaitan dengan pencegahan paling startegis dari keseluruhan
kejahatan, Hoefnagels kembali menyatakan perencanaan proses fungsionalisasi atau
bahwa hal itu dapat ditempuh melalui tiga operasionalisasi hukum pidana. Tahap ini
cara yaitu: (1) criminal law aplication atau menjadi domain pihak legislatif untuk
penerapan hukum pidana. (2) prevention menetapkan dua hal utama yaitu
without punishment atau pencegahan tanpa penentuan perbuatan apa yang seharusnya
pidana. (3) influencing views of society on dijadikan tindak pidana dan sanksi apa
crime and punishment atau mempengaruhi yang sebaiknya digunakan atau dikenakan
pandangan masyarakat mengenai kepada si pelanggar (Sudarto, 1983:152).
kejahatan dan pemidanaan (Hoefnagels, Selanjutnya kebijakan aplikasi
1973:56). adalah tahap pelaksanaan peraturan
Pertanyaan kemudian adalah apakah pidana oleh hakim. Kemudian, kebijakan
yang dimaksud sebagai usaha rasional eksekusi adalah dijatuhkannya pidana
masyarakat dalam pengendalian kepada seseorang yang dilaksanakan oleh
kejahatan? Marjono Reksodiputro kekuasaan administrasi. Secara dogmatik
menyatakan bahwa usaha rasional yang hukum, tahap pertama sering juga disebut
dimaksud adalah memilih langkah yang sebagai tahap pemberian pidana in
tepat dengan sengaja dan sadar melalui abstracto. Sedangkan tahap kedua dan
pendekatan integral dalam mengendalikan ketiga disebut tahap pemberian pidana in
kejahatan. Pendekatan integral ini bisa concreto (Muladi & Arief, 1992:91-92).
melalui sarana penal atau sarana non Berdasarkan uraian tersebut di atas,
penal. Makna lain adalah sebagai upaya dapat dikatakan bahwa fokus kebijakan
memilih dan menetapkan hukum pidana kriminal atau politik kriminal adalah
sebagai sarana dalam menanggulangi menghasilkan suatu peraturan pidana yang
kejahatan dengan memperhitungkan memiliki daya guna sehingga dapat
semua faktor yang dapat mendukung dimanfaatkan untuk pengendalian
bekerjanya hukum pidana dalam kejahatan. Cara ini, diharapkan pula, dapat
kenyataan (Reksodiputro, 2009:325). melindungi masyarakat dari kejahatan,
Masih mengenai kebijakan juga mampu mensejahterakan masyarakat.
kriminal—arahnya adalah merumuskan Secara sistematis, kebijakan kriminal
perundang-undangan pidana yang lebih bertumpu pada kebijakan formulasi pada
baik, guna melindungi masyarakat dari tataran yang abstrak, serta aplikasi dan
kejahatan yang pada ujungnya dapat eksekusi pada tataran yang konkrit.
melahirkan kesejahteraan masyarakat. 2. Hakikat Pencegahan Korupsi
Secara gamblang dikatakan oleh Ancel, the Frasa pencegahan korupsi, bukanlah
viewpoint of criminal law can be called an hal yang baru dalam studi pemberantasan
effort to make and formulate a good korupsi. Istilah ini acapkali dipadankan
criminal law. This formulation aims to dengan istilah lain yang tidak kalah
provide protection to the community (social pentingnya yakni pemberantasan tindak
172
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
173
Hariman Satria
174
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
175
Hariman Satria
focuses on guardianship and supports a ‘big laian: (1) increase the effort. (2) increase the
gun’ approach to corruption prevention risks. (3) reduce the rewards. (4) reduce
(Graycar & Prenzler, 2013:70). provocations. (5) remove excuses (Graycar
Graycar dan Prenzler selanjutnya & Prenzler, 2013:73). Maka beberapa hal
menyatakan situational crime prevention yang dapat dilakukan dalam mencegah
(SCP) has provided the most important kejahatan korupsi, misalnya:
framework internationally for developing meningkatkan upaya pencegahan, analisis
effective crime-prevention strategies, and it risiko, mengurangi imbalan, mengurangi
can also be used for corruption prevention. It penyebab dan menghapus pendorong
involves the introduction of measures terjadinya kejahatan korupsi.
designed to foreclose opportunities in the Berangkat dari pemikiran Graycar
location – or situation – in which offences dan Prenzler di atas, situasional crime
occur (Graycar & Prenzler, 2013:71). prevention sesungguhnya dapat digunakan
Dengan demikian, SCP menawarkan juga untuk mencegah terjadinya korupsi
kerangka kerja yang paling penting secara dalam pelayanan publik. Dalam hal ini,
internasional dalam mengembangkan melalui konsep SCP kita dapat memahami
strategi pencegahan kejahatan yang efektif dan mengupayakan mengenai cara
termasuk pencegahan korupsi. mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu,
Terdapat 4 komponen kerangka beberapa acuan pencegahan kejahatan
kerja yang menjadi acuan dalam yang ditawarkan dalam SCP menarik untuk
pencegahan kejahatan menurut konsep diterapkan, misalnya: pertama,
SCP, yakni sebagai berikut: (1) a theoretical memperhatikan kebiasaan aktifitas rutin
foundation drawing principally upon birokrasi dalam memberi layanan publik.
routine activity and rational choice Kebiasaan tersebut pada akhirnya akan
approaches; (2) a standard methodology mempengaruhi respons dan cara kerja
based on the action research paradigm; (3) birokrasi ketika dihadapkan dengan
a set of opportunity-reducing techniques; pelayanan.
and (4) a body of evaluated practice Kedua, menganalisis cara berpikir
including studies of displacement (Graycar pegawai birokrasi dalam memberi
& Prenzler, 2013:72). pelayanan kepada masyarakat. Dipercaya
Mengenai pengurangan peluang bahwa paradigma dalam birokrasi ikut
terjadinya kejahatan, ada 3 hal yang perlu mempengaruhi kualitas pelayanan.
dilakukan kata Graycar dan Prenzler yakni Semakin modern dan berintgeritas
sebagai berikut: (1) are directed at highly paradigmanya maka akan semakin baik
specific forms of crime, (2) involve the pula tindakan pelayanan yang diberikan.
management, design or manipulation of the Ketiga, mencegah atau memperkecil
immediate environment in as systematic and peluang bagi pegawai birokrasi yang
perma- nent way as possible, (3) make crime memungkinkan mereka melakukan
more difficult and risky, or less rewarding tindakan korup, seperti menerima imbalan
and excusable as judged by a wide range of dalam bentuk uang atau barang pada saat
offenders (Graycar & Prenzler, 2013:72) memberi pelayanan kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu, Cornish dan Salah satu cara yang perlu ditempuh adalah
Clarke telah memetakan beberapa teknik perbaikan sistem pelayanan publik melalui
spesifik dalam mencegah pelbagai electronic public service.
kejahatan termasuk korupsi, yang Berkaitan dengan poin ketiga
dikelompokkan dalam 5 tujuan, antara tersebut, guna memperkecil peluang
176
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
korupsi pelayanan publik maka dapat akan tindakan menyimpang sudah dapat
dilakukan beberapa langkah berikut: dibayangkan oleh pelaku.
pertama, perlu ditelaah lebih dalam Keempat, selain memperkuat
mengenai kecenderungan praktik koruptif punishment, kebijakan lain yang perlu
dalam suatu instansi birokrasi ketika ditempuh dalam sistem birokrasi adalah
memberi pelayanan publik. Hasil telaah memperkuat sistem reward kepada
tersebut kemudian dapat dijadikan dasar pegawai birokrasi yang menjaga dirinya
dalam mengambil policy agar mencegah dari praktik koruptif ketika memberi
semakin maraknya praktik korupsi di pelayanan. Dalam hal ini pegawai yang
lingkungan birokrasi. Jika masalahnya berintegritas diberi reward misalnya
adalah adanya kerawanan moral (moral promosi karir sedangkan yang berbuat
hazard) pegawai birokrasi yang gemar curang atau manipulatif, diberi sanksi tegas
menerima gratfikasi atau justru memeras misalnya demosi atau pemecatan.
masyarakat melalui pelayanan maka Uraian yang tidak kalah pentingnya
kebijakan yang dibangun mesti spesifik mengenai pencegahan korupsi pelayanan
pada kerawanan moral tersebut. publik adalah seperti kata Cornish dan
Kedua, perlu dibangun pula suatu Clarke yang menitikberatkan pada
lingkungan kerja yang sehat dalam suatu beberapa poin penting, yakni: pertama,
instansi birokrasi atau korporasi dengan memperkuat pencegahan korupsi melalui
cara yang sistematis dan terencana. sistem birokrasi yang kredibel. Sistem ini,
Lingkungan kerja yang sehat adalah mampu mendeteksi secara dini perilaku
memastikan pegawai birokrasi atau birokrasi yang mudah terpengaruh dengan
petugas layanan publik berada dalam tindakan koruptif pada saat memberi
sistem lingkungan yang secara bersama- pelayanan, misalnya membuka pengaduan
sama menghindari perilaku koruptif. secara elektronik dari masyarakat kepada
Dalam konteks ini, integritas atasan dalam atasan dari suatu instasi birokrasi yang
suatu instansi mesti menjadi patron bagi pegawainya telah melakukan tindakan
pegawai yang ada di bawahnya. Jika ini yang manipulatif atau koruptif.
dapat dilakukan maka secara perlahan Kedua, melakukan analisis resiko
akan ada gerakan massif dalam internal terhadap lingkungan birokrasi yang rentan
birokrasi yang menolak pelbagai perilaku terpapar praktik koruptif. Analisis ini, akan
koruptif. berfokus pada kebijakan internal birokrasi
Ketiga, berkaitan dengan poin dalam pelayanan publik. Dalam hal ini,
kedua—perlu dilakukan pula sistem kebijakan yang tidak kredibel dapat
punishment yang mampu memberi efek mempengaruhi perilaku pegawai dalam
jera kepada pegawai birokrasi yang suatu organisasi. Ketiga, imbalan dalam
acapkali menyalahgunakan pelayanan publik melalui masyarakat mesti
kewenangannya ketika memberi layanan dihapus sebab hal itu dapat merusak
publik. Punishment tersebut mesti keras integritas pegawai birokrasi. Keempat,
dan tegas sehingga mampu menakut- memperkuat nilai moral dan etika
nakuti pegawai birokrasi yang rentan birokrasi sehingga dapat membedakan
tindakan koruptif pada saat melakukan perbuatan baik atau buruk secara
tugasnya. Ketika hal itu dapat dilakukan konsisten.
maka pegawai birokrasi akan berhati-hati Berkaitan dengan teori pencegahan
dalam memberi pelayanan sebab resiko kejahatan yang dikemukakan oleh Lab di
atas, bila ditarik hubungannya dengan
177
Hariman Satria
178
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
mengarahkan peraturan yang dibuatnya yang lemah atau tidak jujur. Ketika
mengikuti model responsive regulation dan dinyatakan tidak jujur maka hal itu
smart regulation. Kedua bentuk karakter menunjukkan rendahnya moralitas
peraturan ini akan dengan mudah dipatuhi birokrasi atau penyelenggara negara
masyarakat dan birokrasi sehingga dapat sehingga memberikan kerugian kepada
meminimalisir terjadinya korupsi masyarakat.
pelayanan publik. Oleh karena itu, dapat ditegaskan
bahwa membahas mengenai korupsi
2. Memperkuat Etika Birokrasi pelayanan publik, tentu tidak terlepas dari
Pintu masuk terjadinya korupsi maladministrasi yang hulunya adalah
pelayanan publik adalah melalui menyangkut standar moral birokrasi dalam
maladministrasi. Istilah ini diterjemahkan menyelenggarakan pelayanan publik.
dari kata maladministration (Inggris) Sehingga makin tinggi moralitas birokrasi
berarti insufficient, weak or dishonest maka pelayanan publik juga makin baik,
administration (Curzon & Richards, sebaliknya jika moral birokrasi lemah
2007:365). Jadi maladministrasi maka pelayanan akan buruk dengan
menujukkan administrasi yang lemah atau sendirinya. Atas dasar itulah pada bagian
tidak jujur sehingga tidak cukup dipercaya. ini penulis akan mengulas mengenai
Secara normatif, maladministrasi pentingnya upaya memperkuat etika
disebutkan secara tegas dalam Pasal 1 birokrasi. Dalam studi filsafat hukum,
angka 3 UU Ombudsman, bahwa standar moral acapkali disebut sebagai
maladministrasi adalah perilaku atau nilai moral atau etika. Baik moral maupun
perbuatan melawan hukum, melampaui etika, keduanya merupakan bagian dari
wewenang, menggunakan wewenang filsafat nilai (Shidarta, 2009:5).
untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan Idealnya, sikap moral penyelenggara
wewenang tersebut, termasuk kelalaian negara atau birokrasi pelayan publik mesti
atau pengabaian kewajiban hukum dalam terjaga sehingga dapat dijadikan patokan
penyelenggaraan pelayanan publik yang
bagi masyarakat umum (Shidarta, 2009:1).
dilakukan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian Secara etimologis, etika berasal dari bahasa
materiil dan/atau immateriil bagi Yunani kuno, ethos artinya adat, kebiasaan,
masyarakat dan orang perseorangan. ak hlak, watak dan perasaan. Kata ethos itu
Apabila diperhatikan ada beberapa sendiri merujuk dari kata jamak ta thea
makna dari maladministrasi tersebut, artinya adalah adat kebiasaan (Bertens,
yakni: pertama, perilaku atau perbuatan 2004:4). Jadi bila dilihat dari asal usul
melawan hukum. Kedua, melampaui
katanya, etika dapat diartikan sebagai ilmu
wewenang. Ketiga, menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari tentang adat kebiasaan atau ahlak.
pemberian wewenang tersebut. Keempat, Dalam Kamus Besar Bahasa
kelalaian atau pengabaian kewajiban Indonesia (KBBI), etika dimaknai dalam 3
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan hal, yakni: pertama, ilmu tentang apa yang
publik. Kelima, perbuatan dilakukan oleh baik atau apa yang buruk dan mengenai
penyelenggara negara atau pemerintahan. hak serta kewajiban moral. Kedua,
Keenam, maladministrasi tersebut
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
menimbulkan kerugian baik materiil
maupun immateriil. Merujuk pada makna dengan akhlak. Ketiga, asas perilaku yang
maladministrasi tersebut, eksplisit dapat menjadi pedoman (KBBI, 2015:1490).
dikatakan bahwa munculnya Masih mengenai etika, Franz Magnis
maladminisrasi bermuara dari etika atau Suseno menyatakan, etika merupakan
moral penyelenggara negara atau birokrasi orientasi bagi usaha manusia untuk
pemerintah. Mengapa demikian? Hal ini
menjawab suatu pertanyaan yang paling
tidak terlepas dari arti harfiah kata
maladministrasi yang artinya administrasi fundamental: bagaimana saya harus hidup
179
Hariman Satria
dan bertindak? Jawaban atas pertanyaan the sphere of moral, non-moral (Inggris).
tersebut, bisa saja berbeda-beda tetapi Sehingga amoral dapat diartikan sebagai
etika akan membantu kita mencari sesuatu yang tidak berhubungan dengan
orientasi. Tujuannya agar manusia tidak konteks moral atau di luar suasana etis.
hidup dengan cara ikut-ikutan saja, Sederhananya, kata amoral diartikan
melainkan agar kita dapat mengerti sendiri sebagai suatu perilaku yang netral dari
mengapa kita mesti bersikap begini atau sudut moral atau tidak mempunyai
begitu? Singkatnya, dapat ditegaskan relevansi etis. Ketiga, immoral, juga berasal
bahwa etika dapat membantu manusia dari bahasa Inggris, dijelaskan sebagai
agar mau dan mampu opposed to morality; moraly evil. Jadi
mempertanggungjawabkan kehidupannya immoral artinya adalah bertentangan
(Suseno, 2017:13). dengan moralitas yang baik. Bisa juga
Merujuk dari penjelasan tersebut, K. dikatakan, sebagai perbuatan yang secara
Bertens mendefinisikan etika dalam tiga moral buruk atau tidak etis (Bertens,
bentuk, yakni: (1) kata etika bisa dipakai 2004:6-7).
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma Kembali pada masalah etika, di
moral yang menjadi pegangan bagi dalamnya terdapat beberapa teori, antara
seseorang atau suatu kelompok dalam lain antara lain: (1) idealisme rasionalitas
mengatur tingkah lakunya. (2) etika dapat yang beranggapan bahwa rasio atau akal
diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai budi manusialah yang mengenal norma-
moral. Artinya, hal ini berhubungan dengan norma dalam bersikap dan berperilaku.
kode etik. (3) etika adalah ilmu tentang apa Jadi rasiolah yang memberi pengertian
yang baik atau buruk (Bertens, 2004:6). tentang mana perilaku yang baik atau
Sementara itu, kata moral berasal buruk. (Shidarta, 2009:57). (2) egoisme
dari bahasa Latin mos atau mores yang etis dan psikologis. Egoisme etis
berarti kebiasaan atau adat. Jadi makna menekankan, bahwa tolak ukur mengenai
kata moral sama dengan etika, seperti yang baik buruknya suatu perilaku seseorang
telah diulas di atas. Moral dapat definisikan adalah kewajiban untuk mengusahakan
sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang kebahagiaan atau kepentingannya di atas
menjadi pegangan bagi seseorang atau kepentingan orang lain. Sedangkan
suatu kelompok masyarakat dalam egoisme psikologis, meyakini bahwa semua
mengatur tingkah lakunya (Bertens, orang bertindak hanya untuk kepentingan
2004:7). Dalam kosa kata lain, moral dirinya belaka (Suseno, 2009:102-103).
merupakan acuan dalam menentukan baik Perlu diketahui bahwa baik egoisme
buruknya manusia sebagai manusia. Untuk etis maupun psikologis melahirkan salah
itu, dibutuhkan norma moral sebagai tolak satu bentuk perilaku, seperti hedonisme
ukur dalam menentukan benar-tidaknya bahwa kenikmatan merupakan kebaikan
sikap atau tindakan seseorang (Suseno, yang paling berharga dalam hidup
2016:19). manusia. Ukuran baik buruknya suatu
Perlu pula ditekankan bahwa kata sikap atau perilaku adalah sejauh mana
moral bertalian dengan 3 kata lain, yaitu sikap atau perilaku tersebut dapat
sebagai berikut: pertama, moralitas artinya memberikan kenikmatan bagi diri pribadi.
adalah segi moral atau keseluruhan asas Bertolak dari uraian mengenai etika
dan nilai yang berkenaan dengan baik atau di atas—dapatlah ditegaskan, bahwa ia
buruknya suatu perbuatan. Kedua, amoral, berkaitan erat dengan moralitas manusia.
berasal dari kata unconcerned with, out of Dalam hal ini seperti yang dikatakan oleh
180
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
181
Hariman Satria
182
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
183
Hariman Satria
efisien. (d) dampak terhadap politik dan gouvernance sehingga dapat dihindari
demokrasi meliputi kurang adanya sedini mungkin praktik curang di
kepercayaan masyarakat terhadap lingkungan kerja birokrasi.
pemerintah, munculnya pemimpin yang (4) tenggat waktu proses perizinan.
korup. (e) dampak kerusakan lingkungan Dalam pelayanan publik tahapan yang
antara lain menurunnya kualitas paling krusial adalah tenggat waktu proses
lingkungan dan menurunnya kualitas perizinan dimulai hingga diberikan kepada
hidup (Yuwanto, 2016:28). yang berhak. Pada titik ini, dibutuhkan
(2) sistem perizinan yang terpadu. sistem yang memadai dalam suatu instasi
Dalam konteks ini—perizinan dilihat atau antara instansi pemerintah mengenai
dalam optik yang saling terkoneksi antara kejelasan tenggat waktu perizinan. Sebab
instasi sehingga menghasilkan suatu hal ini akan dengan mudah disalahgunakan
kebijakan perizinan yang terpadu. Dalam oleh pegawai suatu instasi terhadap pihak
hal perizinan di sektor SDA, mesti ada yang mengurus perizinan. Tenggat waktu
koneksi antara izin membangun, izin tata tersebut sebaiknya dikelola secara online
ruang (bangunan), izin lingkungan, izin sehingga setiap orang atau korporasi dapat
eksplorasi sampai pada izin produksi. dengan mudah mengetahui berapa lama
Termasuk pula izin usaha industri dan izin yang dibutuhkannya pada setiap
tanda daftar gudang. instansi. Hal ini terasa sangat penting sebab
Koneksi tersebut terbangun antar dalam perspektif dunia korporasi atau
instansi atau lembaga sehingga akan bisnis ketepatan dan akurasi suatu proses
kelihatan alur proses perizinan yang administratif akan mempengaruhi sektor
diajukan oleh orang perseorangan atau usaha dari korporasi tersebut.
korporasi sehingga dapat dideteksi lebih
dini potensi kecurangan yang berujung Penutup
pada suap, gratifikasi atau kick-back. Terdapat beberapa kesimpulan
Khusus sektor usaha yang berdampak dalam naskah ini, yakni sebagai berikut: (1)
penting terhadap lingkungan hidup maka menjamurnya korupsi pelayanan publik
perlu ditambah rantai perizinannya yakni selain dilatari oleh kelemahan sistem juga
dengan analisis mengenai dampak dipengaruhi oleh rendahnya integritas
lingkungan (AMDAL) sebagaimana birokrat. (2) pencegahan korupsi
ditegaskan dalam Pasal 22 UU No. 32 pelayanan publik dalam optik kebijakan
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan kriminal mesti diarahkan pada perbaikan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. sistem dan tata kelola pelayanan publik
(3) memperbaiki budaya pelayanan dengan mengacu pada prinsip good
birokrasi. Maraknya korupsi perizinan corporate governance. (3) memberikan
salah satunya dipengaruhi oleh pelayanan sanksi pidana yang tegas bagi birokrat yang
birokrasi yang rentan disalahgunakan oleh menerima gratifikasi pada saat
segelintir kalangan. Dalam hal ini, melaksanakan tugasnya. (4) memberikan
pelayanan yang sifatnya manual atau online penghargaan kepada birokrat yang jujur.
dikelola oleh pegawai yang memiliki (5) menerapkan teori pencegahan
kerawanan moral (moral hazard) akan kejahatan, seperti situational crime
dengan mudah mewujudkan terjadinya prevention. (6) khusus pencegahan korupsi
korupsi pelayanan publik. Budaya pelayanan publik, seperti perizinan di
pelayanan birokrasi mesti mengadopsi sektor SDA, ada 4 hal yang mesti dilakukan
secara tegas prinsip good corporate yaitu: (a) mensosialisasikan dampak
184
Kebijakan Kriminal Pencegahan Korupsi Pelayanan Publik
Kelsen, Hans. (2008). Pure Theory of Law Shidarta. (2009). Moralitas Profesi Hukum:
(Revised Edition). The Lawbook Suatu Tawaran Kerangka Berpikir.
Exchange Ltd. New Jersey. Refika Aditama. Bandung.
Knepper, Paul. (2007). Criminology and Sudarto, (1983). Hukum Pidana dan
Social Policy. Sage Publication. Perkembangan Masyarakat:
London Kajian Terhadap Pembaharuan
185
Hariman Satria
Suseno, Frans Magnis. (2016). Etika Dasar: Yuwanto, Listyo. (2016). Kinerja
Masalah-Masalah Pokok Filsafat Penanganan Tindak Pidana
Moral. PT Kanisius. Yogyakarta. Korupsi Sumber Daya Alam dan
Kepercayaan Terhadap Komisi
Sutherland, Edwin H dan Cressey. Donald Pemberantasan Tindak Pidana
R. (1955). Principle of Korupsi. Jurnal Integritas, 2 (1),
28-29.
186