Anda di halaman 1dari 2

Batik Notohadinegoro

Pada zaman modern ini, kebutuhan sandang sudah menjadi sesuatu yang tidak lepas dari
kehidupan kita. Beragam motif dan model hasil tekstil apik nan menarik dijajakan di pasaran
guna melengkapi nilai estetika dari pakaian itu sendiri, tak terkecuali batik. Motif khas
Indonesia ini sudah dikenal hingga manca negara. Banyak orang yang kagum akan keindahan
kain batik. Salah satunya Indi Naidha Wulandari. Karena kekagumannya, ia gemas
mendesain batik dan mengirimkannya ke produsen batik lokal yang ada di beberapa daerah.
Batik yang didesain oleh Indi disukai oleh banyak konsumen. Akhirnya ia memutuskan untuk
mendirikan sendiri rumah produksi batik di Jember, pada pertengahan tahun 2015.
Dengan modal beberapa canting, Indi memulai usaha batiknya. Semua proses pembatikan
dilakukan secara manual di rumah produksinya, mulai proses mendesain, pewarnaan, dan
pelilinan. Ia menamai usaha kecilnya dengan nama “Batik Notohadinegoro” yang nantinya
menjadi salahs atu UMKM yang dibawahi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten merekrut pegawai untu menembangkan usahanya. Indi tak membuat persyaratan
khusus untuk calon pegawainya. Mulai dari remaja yang ingin bekerja lepas, hingga ibu
rumah tangga sekitarnya, ia bina untuk menjadi produktif.

UMKM yang satu ini tidak main-main dalam pengembangannya. Berkat ketekunan yang
mereka lakukan, kini penghasilan Batik Notohadnegoro mencapai 60 hingga 70 juta rupiah
per bulannya. “Saya pikir, keberhasilan usaha ini hanyalah sebuah bonus. Namun yang utama
adalah manfaat batik ini kepada orang di sekitarnya.” papar wanita kelahiran 1984 tersebut.

Menurut Indi, salah satu hal yang penting dalam melakukan usaha ini adalah pemasaran. Ia
memanfaatkan berbagai macam media serta jaringan yang ada di sekitarnya agar produknya
dapat dikenal masyarakat luas. Indi menggunakan media sosial dengan membuat web serta
akun instagram untuk memamerkan hasil produksinyaa. Terbukti, rata-rata konsumen Batik
Notohadinegoro mengetahui produk mereka dari media sosial. Ia juga memanfaatkan
jaringannya dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Jember untuk mengenalkan produknya
kepada wisatawan yang berkunjung ke Jember. Wanita kelahiran Banyuwangi ini berkata ia
juga mengandalkan para mahasiswa dalam hal pemasaran di kalangan kawula muda.

Keberhasilan UMKM asal Jember ini juga dapat dilihat dari prestasinya. Mereka berhasil
terplih untuk berpartisipasi dalam pemilihan Duta Batik Jember sebagai penyedia busana.
Bahkan mereka sempat diundangg untuk menghadiri HIPMI Bali Fashion Week. Disana,
mereka berhasil memanfaatkan momentum, sehingga pelancong internasional pun bisa
mengenal produk dari Batik Notohadinegoro. Mereka juga pernah berkolaborasi dengan
Fashion Designer ternama, yaitu Monalisa Lambang. Dikutip dari situs resmi Lokakarya, saat
ini Griya Batik Notohadinegoro telah melenggang ke negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat. Sedangkan dalam segi kepuasan konsumen, Indi mengaku banyak konsumen Batik
Notohadinegoro kembali lagi setelah membeli produk mereka. Ditambah, ia menawarkan
harga khusus bagi mereka yang kembali bersama konsumen baru. Dengan strategi ini, ia
dapat meraih konsumen lebih banyak tanpa harus mengerahkan banyak tenaga. “Harapan
saya, bukan sekedar ingin memajukan usaha Batik Notohadinegoro, namun lebih kepada
ingin memberikan kehidupan yang lebih baik kepada karyawan saya, dan berguna bagi
orang-orang di sekitar saya.” Ucapan menutup wawancara. Pada akhirnya, kreativitas bukan
berputar pada ide saja, namun dampaknya pada masyarakat luas.

Relevansi yang dihadapi di jaman sekarang oleh Batik Notohadinegoro yakni Semakin tinggi
pohon, semakin kencang pula angin yang berhembus menerpanya. Begitu juga dalam usaha,
dala setiap usaha tentunya harus siap menghadapi kendala yang ada, Indhi pun mengakuinya.
Namun selama ini malah ia menganggap kendala adalah sesuatu yang akan semakin membuat
usahanya berkembang dan besar. Termasuk dalam menghadapi competitor dan persaingan
bisnis batik yang terjadi, Indhi menganggap itu semua adalah tantangan yang harus
diselesaikan.
“Semakin banyak kompetitor justru memacu semangat saya untuk berkarya lagi
meningkatkan kualitas dan kuantitas. Justru kalau gampang puas kita akan tertinggal”,
pungkas Indhi Wulandari.

Anda mungkin juga menyukai