Anda di halaman 1dari 16

ANALISA BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE NASA

TLX DAN SWAT PADA OPERATOR LOKAL DI PLTU


TENAYAN
Sri Bayu Pamungkas*)

Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Riau,


Jl. KH. Ahmad Dahlan, Suka Jadi, Pekanbaru, Riau, Indonesia 28156
Sribayupamungkas@gmail.com

Abstrak

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tenayan Raya unit bisnis jasa operasi dan maintenance
PT PLN Nusantara Power, memiliki kapasitas spesifikasi 2 x 110 MW, PLTU Tenayan merupakan
Pembangkitan Listrik berbahan bakar Batubara. Dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat sehingga
dalam pengoprasian & pemeliharaannya harus dimanajemen dengan baik. Adapaun perusahaan terkait yaitu
PT Mitra Karya Prima yang menyelenggarakan usaha pelayanan jasa untuk lebih mengsupport
pengoptimalan pengoperasian & maintenance untuk tercapai kehandalan dan continuity pasokan kelistrikan
sesuai dengan jadwal sistem operasi pembangkit (SOP), adapun aktivitas yang dilakukan Operator lokal
PT MKP yang bertugas langsung di lapangan guna membantu langsung dan kepanjangan tangan dari
Operator yang berada di Control Room oleh karena itu operator lokal tidak jarang mendapat tekanan yang
tinggi sehingga beban kerja mental Operator Lokal meningkat. Untuk itu perlu dilakukan analisis seberapa
besar beban kerja mental yang dialami dan faktor apa yang mempengaruhinya. Sehingga PT PLNNP
bersama pihak penyedia jasa PT MKP dapat menentukan langkah yang tepat untuk memperbaiki kondisi
tersebut. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur beban kerja mental adalah metode NASA-
TLX & metode SWAT.

PENDAHULUAN

Manusia menggunakan fisik dan pikiran dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, besar tenaga fisik
dan pikiran yang digunakan tergantung dari tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan. Tingkat kesulitan
yang berbeda-beda pada tiap kegiatan manusia menyebabkan beban kerja yang berbeda pula. Beban kerja
merupakan usaha yang harus dikeluarkan seseorang untuk memenuhi ‘tujuan’ dari pekerjaan tersebut,
beban kerja didefinisikan sebagai kapasitas terbatas seorang pekerja dalam menjalankan tugasnya. Beban
kerja yang dialami manusia dapat digolongkan menjadi dua yaitu beban kerja fisik dan beban kerja mental.
Beban kerja fisik merupakan beban kerja karena aktivitas penggunaan otot manusia. Sedangkan, beban
kerja mental adalah beban kerja karena aktivitas penggunaan otak atau pikiran manusia. Beban kerja fisik
dan mental tidak dapat dipisahkan secara sempurna mengingat terdapat hubungan yang erat antara satu
dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari energi yang dikeluarkan , maka kerja fisik mengeluarkan energi
yang lebih banyak daripada kerja mental. Namun dalam hal peran dan tanggung jawab, kerja mental
mengeluarkan energi lebih banyak daripada kerja fisik. Manusia sebagai bagian penting dari suatu
organisasi memiliki perbedaan baik pada kemampuan dan keterbatasan energi. Agar manusia dapat bekerja
dan menghasilkan output yang optimal maka penting untuk memperhatikan berbagai aspek yang terkait
dengan pekerjaan manusia tersebut. Untuk mengetahui kapasitas beban kerja yang dirasakan manusia maka
perlu dilakukan pengukuran beban kerja. Pengukuran beban kerja sangat diperlukan untuk mengetahui
kemampuan kerja dan menetapkan pekerjaan terhadap karakteristik yang terdapat pada manusia.
Dalam aktivitas pengukuran beban kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu pengukuran beban kerja
fisik dan beban kerja mental. Pada pengukuran beban kerja fisik output yang dihasilkan dapat dilihat dari
hasil pekerjaan seorang pekerja. Sedangkan, agak sulit untuk melakukan pengukuran beban kerja mental
hanya dengan pengamatan lapangan. Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan menggunakan
metode-metode yang mempertimbangkan aspek-aspek dalam pengukuran beban kerja mental. Salah satu
contoh metode yang dapat digunakan adalah metode NASA-TLX & metode SWAT

1. NASA TLX
Metode NASA-TLX merupakan metode pengukuran beban kerja mental dengan
mempertimbangkan enam dimensi untuk menilai beban mental. Dari enam dimensi akan ditentukan
pembobotan dimensi yang paling mempengaruhi kerja, dan dilanjutkan dengan penghitungan skor
dari 0 – 100 pada setiap skala.
2. SWAT (Subjective Workload Assessment Technique)
SWAT merupakan metode yang digunakan untuk mengukur beban kerja yang dihadapi oleh
seseorang yang harus melakukan aktivitas baik yang merupakan beban kerja fisik maupun mental
yang bermacam-macam dan muncul akibat meningkatnya kebutuhan akan pengukuran subjektif
yang dapat digunakan dalam lingkungan yang sebenarnya (real world environment) (Gary, B. Reid:
1989). Alat bantu SWAT merupakan 27 buah kartu yang didalamnya memuat tentang
penggambaran beban kerja kepada karyawan, serta memuat penskalaan tentang beban Waktu (T),
beban Usaha (E), dan beban Mental (S) dengan tingkatan rendah, sedang, dan tinggi.

PT Mitra Karya Prima merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Jasa operasi &
pemeliharaan di salah satu perusahaan pembangkitan listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara . Aktivitas
yang terjadi di operator lokal PT MKP meliputi :
1. Pengoprasian peralatan sesuai SOP
2. First Line Maintenance peralatan
3. Patrol check peralatan (melaporkan setiap terjadi kelainan peralatan)
4. Melakukan rutin 5S peralatan
5. Pencatatan Log Sheet dan Log Book operasi per shift

Dalam melakukan aktivitasnya tentunya banyak aktivitas kerja fisik dan kerja mental yang terjadi
pada operator lokal. Aktivitas pekerjaan ini dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama karena
padatnya aktivitas. Maka dari itu perlu dilakukan pengukuran beban kerja mental pada pekerja PT CS untuk
mengukur aspek apa yang mempengaruhi pekerjaan mereka dengan metode NASA-TLX dan SWAT, dari
skor yang didapatkan akan ditentukan usulan perbaikan apa yang dapat diberikan untuk operator lokal PT
MKP.

BAHAN DAN METODE

1. Metode NASA TLX

NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E.
Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981. Metode ini berupa kuesioner dikembangkan
berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah namun lebih sensitif pada
pengukuran beban kerja (Hancock, 1988). NASA-TLX menggunakan enam dimensi untuk menilai beban
mental :mental demand, physical demand , temporal demand, effort, dan frustation. Dua puluh langkah
digunakan untuk mendapatkan peringkat untuk dimensi ini. Skor dari 0 sampai 100 didapatkan pada setiap
skala . Prosedur pembobotan digunakan untuk menggabungkan enam peringkat skala individu menjad skor
akhir; prosedur ini memerlukan perbandingan yang berbentuk pasangan antara dua dimensi sebelum
penilaian beban kerja. Perbandingan berpasangan memerlukan operator (responden) untuk memilih
dimensi yang lebih relevan dengan beban kerja di semua pasang keenam dimensi tersebut. Jumlah dimensi
yang terpilih sebagai bobot yang lebih relevan sebagai yang skala dimensi untuk tugas yang diberikan untuk
Operator itu . Skor beban kerja dari 0 sampai 100 diperoleh untuk setiap skor dimensi dengan mengalikan
berat dengan skor skala dimensi (rating), menjumlahkan seluruh dimensi, dan membaginya dengan 15 (
jumlah total perbandingan berpasangan) (Rubio, 2004). Berikut merupakan indikator beban mental yang
akan diukur dalam NASA-TLX.

Tabel 1. Indikator Beban Mental NASA – TLX


skala rating keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang
Mental Demand (MD) Rendah, Tinggi
dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari
Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (misalnya:
Physical Demand (PD) Rendah, Tinggi
mendorong, menarik, mengontrol putaran)

Temporal Demand (TD) Rendah, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang
dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung
Tidak tepat, Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam
Performance (OP)
Sempurna pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya
Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu,
Frustation (FR) Rendah, Tinggi dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan.

Effort (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan

A. Pembobotan

Pada bagian ini responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih
dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang
diberikan berbentuk perbandingan berpasangan yang terdiri dari 15 perbandingan berpasangan. Dari
kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally
ini kemudian akan menjadi bobot untuk setiap indicator beban mental.

Tabel perbandingan indikator


MD PD TD OP EF FR
MD MD TD OP EF MD
PD PD OP EF PD
TD TD EF TD
OP OP OP
EF FR
FR

Data Pembobotan
Indikator
objek TOTAL
MD PD TD OP EF FR
OPERATOR 2 2 3 4 3 1 15
B. Pemberian Rating

Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indikator beban mental. Rating
yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut.
Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden
tersebut. Untuk mendapatkan skor beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator
dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
1. Mental Demand (MD)
Seberapa besar usaha mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


2. Physical Demand (PD)
Seberapa besar usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


3. Temporal Demand (TD)
Seberapa besar tekanan yang dirasakan berkaitan dengan waktu untuk menyelesaikan
pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


4. Own Performance (OP)
Seberapa besar tingkat keberhasilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini ?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


5. Effort (EF)
Sberapa besar kerja mental dan fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


6. Frustation (FR)
Seberapa besar kecemasan, perasaan tertekan, dan stres yang dirasakan untuk
menyelesaikan pekerjaan ini ?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)

Gambar rating NASA TLX

Tabel data hasil rating


Indikator
objek
MD PD TD OP EF FR
OPERATOR 60 60 70 85 80 30
C. Menghitung Nilai Produk

Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing masing deskriptor.
Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6 indikator (MD, PD, TD, CE, FR, EF) :

Produk = rating x bobot faktor

Tabel total nilai produk


Indikator
objek
MD PD TD OP EF FR
OPERATOR 120 120 210 340 240 30

D. Weighted Workload (WWL)


weighted workload diperoleh dengan menjumlahkan keenamnilai produk hasil dapat dilihat pada
tabel dibawah

Tabel total nilai weighted workload


Indikator
objek TOTAL
MD PD TD OP EF FR
OPERATOR 120 120 210 340 240 30 1060

Rata rata weighted workload diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot yaitu 15,
hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel perhitungan rata rata Weighted Workload


Indikator
objek TOTAL
MD PD TD OP EF FR
OPERATOR 8 8 14 22,67 16 2 70,67

E. Interprestasi skor NASA TLX


Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981) dalam teori NASA TLX, skor beban kerja
yang diperoleh terbagi dalam 3 bagian yaitu :

Tabel skor NASA-TLX


Golongan nilai
Beban Kerja
Rendah 0-9
Sedang 10-29
Agak tinggi 30-49
Tinggi 50-79
Sangat tinggi 80-100

Dari total rata-rata WWL yang didapatkan kemudian dihubungkan dengan skor NASA-TLX untuk
menentukan golongan beban kerja. Didapatkan kategori beban kerja Tinggi dengan nilai sebesar
70,67
F. Analisis Skor Akhir NASA TLX.
Secara keseluruhan beban kerja mental Operator Lokal PT MKP tergolong tinggi hal ini
dikarenakan dalam melakukan pekerjaanya Operator Lokal menerapkan pembagian kerja sendiri
sendiri/ area, disamping itu beberapa faktor mempengaruhi tingkat beban kerja seperti pada saat
melakukan patrol check 4x persift operator harus berjalan menuju lapangan dan atau menaiki anak
tangga untuk mencapai lokasi lapangan dengan jarak kurang lebih 400 m dari jarak antara lapangan
dan ruang control, & Operator Lokal harus selalu menjalankan standar operasional prosedur(SOP)
yang bertujuan memastikan pekerjaan dan kegiatan operasional berjalan dengan lancar.
Berdasarkan perhitungan faktor dominan yang diakibatkan dari beban kerja yang tinggi pada
Operator lokal adalah faktor Own Performance dengan bobot 22,67 dimana kinerja operator lokal
sangat berpengaruh terhadap tercapainya kehandalan operasi dan keberlangsungan pasokan
kelistrikan untuk masyarakat. Atau dalam hal ini performa dari operator lokal berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan.

Gambar Grafik Bobot Elemen Kerja Operator Lokal

2. Metode SWAT

Salah satu metode yang digunakan dalam pengukuran beban kerja mental secara subjektif adalah
dengan menggunakan metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique). Metode SWAT
dikembangkan oleh Reid dan Nygren pada Amstrong Medical Research Laboratory. Dimensi-dimensi yang
digunakan dalam SWAT terdiri dari tiga dimensi yaitu beban waktu (Time Load), beban usaha mental
(Mental Effort Load) dan beban tekanan psikologis (Psychological Stress Load) (Reid, 1989). Yang
dimaksud dengan masing-masing dimensi secara definis adalah sebagai berikut:
a. Time Load adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan
dan monitoring tugas, terdiri dari tiga kategori rating yaitu, rendah, menengah dan tinggi.
b. Mental Effort Load adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental dalam
perencanaan yang diperlukan untukmelaksanakan tugas, terdiri dari tiga kategori rating yaitu, rendah,
menengah dan tinggi.
c. Psychological Stress Load adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi yang dihubungkan
dengan performansi atau penampilan tugas, terdiri dari tiga kategori rating yaitu, rendah, menengah dan
tinggi.
Alat bantu SWAT merupakan 27 buah kartu yang didalamnya memuat tentang penggambaran
beban kerja kepada karyawan, serta memuat penskalaan tentang beban Waktu (T), beban Usaha (E), dan
beban Mental (S) dengan tingkatan rendah, sedang, dan tinggi.
Work Sampling merupakan metode Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja (work
sampling) adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dan
delay dari mesin atau pekerja (operator) (Heri Purnomo dan W.T. Bhirawa, 2016).
Ada tiga kegunaan utama dari sampling kerja. Pertama, activity and delay sampling, yaitu untuk
mengukur aktifitas dan penundaan aktifitas dari seorang pekerja. Contohnya adalah dengan mengukur
presentase seseorang bekerja dan presentase seseorang tidak bekerja. Kedua, performance sampling yaitu
untuk mengukur waktu yang digunakan untuk bekerja, dan waktu yang tidak digunakan untuk bekerja.
Ketiga, work measurement, untuk menentapkan waktu standar dari suatu kegiatan. Ketiga, berdasarkan
permasalahan di area kerja Operator Lokal diharapkan dengan penerapan metode SWAT (Subjective
Workload Assessment Technique) dan Work Sampling dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana
beban kerja mental yang dirasakan oleh operator dan bagaimana persentasi produktifitasnya.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur beban kerja dan produktifitas dari Operator
Lokal PLTU Tenayan

A. Tahap Penskalaan (Scale Development)

Dalam mengimplementasikan metode SWAT, ada dua tahapan pengumpulan data yang dilakukan,
yakni Scale Development Phase dan Event Scoring Phase. Pada Scale Development Phase. pada Scale
Development Phase kartu SWAT dibagikan kepada responden yang berjumlah 27 kemudian diurutkan
sesuai persepsi masing masing tentang tingkatan beban kerja dari yang paling rendah sampai yang paling
tinggi. Berikut adalah data hasil dari pengurutan kartu SWAT. Berikut adalah data hasil pengurutan kartu
SWAT seperti pada tabel berikut

Tabel 2.1 pengurutan Kartu SWAT


karyawan
NO
I
1 N
2 B
3 X
4 F
5 J
6 G
7 Q
8 C
9 M
10 W
11 S
12 L
13 T
14 V
15 ZZ
16 U
17 E
18 Z
19 K
20 R
21 P
22 Y
23 A
24 D
25 O
26 H
27 I
Pengolahan data Pada table 2.1 setelah itu dimasukan ke software DosBox 0.74 untuk diolah dan
didapat nilai skala SWAT Data yang sudah didapat kemudian diinputkan ke dalam software DOSBox 0.74.
Sebelumnya data diuji validitasnya oleh software dengan uji Kendall’s Coefficient of Concordance untuk
menghasilkan koefisien kendall
Pada tahap penskalaan dilakukan pengolahan data dan penentuan prototipe untuk beban kerja salah
satu karyawan. Sedangkan tujuan penentuan prototipe adalah untuk mengetahui beban kerja karyawan
dapat digolongkan menurut prototipe masing-masing yaitu Time (T), Effort (E) atau Stress (S) dengan
perhitungan koefisien korelasi Spearman. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi Spearman dan
prototipe untuk masing-masing responden yang didapatkan dari pengurutan 27 kartu SWAT dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 2.2 prototipe untuk responden


Responden TES TSE ETS EST SET STE prototipe
1 0.32 0.20 0.81 0.84 0.31 0,47 E

Dilihat pada table 3 menunjukkan bahwa beban kerja yang memberikan kontribusi paling tinggi adalah
beban kerja time yaitu 32%, beban kerja Effort 83% , dan beban kerja Stress 30%

B. Tahap Penilaian
Tahap penilaian merupakan tahap lanjutan dari tahap penskalaan. Pada tahap ini dilakukan pembuatan
skala akhir SWAT sehingga dapat ditentukan kategori dari masing-masing beban kerja yang dialami oleh
karyawan yang berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya. Kategori tersebut terdiri dari tiga tingkatan,
yaitu rendah (1) dengan skala interval 0 – 40, sedang (2) dengan skala interval 41 – 60 dan tinggi (3) dengan
skala interval 61 - 100.
Adapun rekapitulasi kategori beban kerja karyawan berdasarkan penskalaan akhir SWAT dapat
dilihat pada Tabel berikut
Tabel 2.3 Kategori Beban Kerja
Responden Nilai Beban Kerja Kategori
1 62,49 Tinggi

Adapun penjelasan kategori beban kerja karyawan dan faktor yang paling berpengaruh menurut Operator
Lokal adalah sebagai berikut. Berdasarkan persepsi Pekerja, faktor Effort (E) memiliki pengaruh yang
paling besar dalam pekerjaannya dan termasuk dalam kategori tinggi. Dari hasil pengamatan, dapat dilihat
salah satu aktivitas yang menuntut karyawan dalam hal Effort yaitu pada saat melakukan pekerjaanya, dan
mengawasi peralatan. Pada aktivitas ini, Pekerja dituntut untuk memiliki sikap yang handal dan mampu
berkomunikasi dengan baik terhadap oprator control room CHCB dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.

C. Pengolahan Data Work Sampling


Sampling kerja atau work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan
terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses atau pekerja/ operator (Wignjosoebroto, S. 2006). Pengukuran
kerja dengan metode work sampling ini diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung karena
pelaksanaan kegiatan pengukuran harus secara langsung ditempat kerja yang diteliti. Dalam penelitian ini
pengamatan dilakukan selama 15 hari kerja dengan 60 kali pengamatan setiap harinya sehingga total
pengamatan sebanyak 900 kali pengamatan. Data tersebut kemudian diolah melalui beberapa tahap antara
lain perhitungan persentase waktu produktif, uji keseragaman data, uji kecukupan data dan perhitungan
tingkat ketelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan
tingkat ketelitian sebesar 5%. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, tidak diperoleh data out of control
Jika dibandingkan antara waktu produktif aktual (diperoleh dari hasil pengamatan secara langsung)
dengan waktu produktif seharusnya (dengan allowance/ kelonggaran yang diberikan), maka dapat diketahui
bahwa karyawan masih memiliki waktu non produktif
Adapun rekapitulasi waktu produktif, waktu non produktif dan allowance pada pekerja dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan Waktu Produktif Aktual, Waktu Non Produktif dan Allowence
waktu produktif Waktu non Allowence yang Selisih Allowence dan
Responden
aktual (%) Produktif (%) Diberikan (%) Waktu Non produktif (%)
1 88.6 11.4 9 2.4

Penjelasan mengenai waktu produktif aktual, allowance yang diberikan dan waktu non produktif
untuk pekerja cleaning adalah sebagai berikut: Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pekerja memiliki
waktu produktif sebesar 88,6%. Dari hasil pemberian allowance sebesar 9% maka waktu yang seharusnya
digunakan karyawan untuk bekerja adalah 91% dari 7 jam kerja perhari. Maka persentase waktu yang
digunakan karyawan untuk kegiatan non produktif adalah 11,4%. Kegiatan non produktif seperti tiba di
lapangan tidak tepat waktu dan kembali ke Lapangan lebih lama dari jam istirahat selesai.

3. KESIMPULAN

Hasil pengukuran beban kerja dengan metode NASA-TLX & Subjective Workload Assessment
Technique (SWAT). Dalam pengukuran beban mental menggunakan NASA-TLX Berdasarkan perhitungan
faktor dominan yang diakibatkan dari beban kerja yang tinggi pada Operator lokal adalah faktor Own
Performance dengan bobot 22,67 dimana kinerja operator lokal sangat berpengaruh terhadap tercapainya
kehandalan operasi dan keberlangsungan pasokan kelistrikan untuk masyarakat. Atau dalam hal ini
performa dari operator lokal berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.& dalam pengukuran beban kerja
mental dengan metode SWAT menunjukkan bahwa beban kerja yang memberikan kontribusi paling tinggi
adalah beban kerja time yaitu 32%, beban kerja Effort 83% , dan beban kerja Stress 30%

4. SARAN
1. Diharapkan dalam hal ini adalah HRD untuk lebih memperhatikan beban kerja karyawan pada
masing-masing pekerjaan.
2. Dari hasil evaluasi beban kerja di harapkan mampu memberikan evaluasi bagi perusahaan untuk
memperhatikan karyawannya.
3. Diharapkan persusahaan dapat memfasilitasi kendaraan berupa sepeda untuk menunjang kinerja,
efisiensi tenaga dan waktu operator lokal untuk tiba dilapangan
Daftar Pustaka

Adelina, Risma. 2010. Analisis Pengaruh Shift Kerja Terhadap Beban Kerja Mental dengan
Metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT). Institut Sains &
Teknologi AKPRIND : Yogyakarta. 13
Grandjean, E. 1982. Fitting he Task to The Man: An Ergonomic Approach. London : Taylor &
Francis.
Hancock, A. Peter and N. Meshkati (1988). Human Mental Workload. Netherlands: Elsevier
Science Publishing Company, INC Nurmianto,
Eko. (2004), Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Prima Printing, Surabaya.
Rubio, et al (2004), “Evaluation of Subjective Mental Workload: A Comparison of SWAT,
NASATLX and Workload Profile Methods”, International Journal of Applied
Psychology, Vol. 1, hlm 61-86.
Tarwaka. dkk. 2004. Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja, dan 5 produktivitas.
Surakarta : Penerbit Uniba Press.
Tarwaka. 2011. Ergonomi Industri : Dasar-dasar pengetahuan ergonomi dan aplikasi di tempat
kerja. Cetakan kedua. Surakarta : Harapan Press Solo.
Wignjosoebroto, Sritomo, (2008). “Ergonomi Studi Gerak dan Waktu”, Gunpa Widya, Surabaya
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH KONDISI KERJA DAN BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP STRES KERJA
OPERATOR LOCAL DI PLTU TENAYAN

NAMA :
UMUR :
MASA KERJA :
UNIT KERJA :

Dengan Hormat,
Bersama ini saya sampai sampaikan bahwa saya bermaksud mengadakan penelitian beban mental kerja
pada Operator Lokal PT MKP di PLTU Tenayan

. Sehubungan dengan maksud di atas, saya sangat mengharapkan bantuan saudara untuk bersedia mengisi
instrumen penelitian ini sesuai dengan apa fakta kenyataan didalam situasi dan kondisi kerja. Oleh karena
itu saudara dapat di harapkan dapat memberikan jawaban sejujur-jujurnya sesuai dengan dengan keadaan
sesungguhnya. Dan untuk bantuannya kami ucapkan terima kasih.
Dalam melakukan pengukuran NASA-TLX terdapat 6 indikator yang harus diperhatikan oleh responden,
yaitu :
skala rating keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang
Mental Demand (MD) Rendah, Tinggi
dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari
Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (misalnya:
Physical Demand (PD) Rendah, Tinggi
mendorong, menarik, mengontrol putaran)

Temporal Demand Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang


Rendah, Tinggi
(TD) dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung

Performance (OP) Tidak tepat, Sempurna Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam
pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya
Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu,
Frustation (FR) Rendah, Tinggi dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan.

Effort (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan

1. Perbandingan berpasangan dari sub-skala


Instruksi: pilih lah salah satu anggota dari setiap pasangan sub skala yang menjadi sumber paling
signifikan terhadap variasibeban kerja mental dari jenis pekerjaan ini
PD VS MD TD VS PD TD VS FR
TD VS MD OP VS PD TD VS EF
OP VS MD FR VS PD OP VS FR
FR VS MD EF VS PD OP VS EF
EF VS MD TD VS OP EF VS FR
2. Skala rating
Instruksi: berilah penilaian yang menunjukkan besarnya pengaruh masing masing faktor terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan dalam skala 0 – 100 !
1. Mental Demand (MD)
Seberapa besar usaha mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


2. Physical Demand (PD)
Seberapa besar usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


3. Temporal Demand (TD)
Seberapa besar tekanan yang dirasakan berkaitan dengan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan
ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


4. Own Performance (OP)
Seberapa besar tingkat keberhasilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini ?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


5. Effort (EF)
Sberapa besar kerja mental dan fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


6. Frustation (FR)
Seberapa besar kecemasan, perasaan tertekan, dan stres yang dirasakan untuk menyelesaikan
pekerjaan ini ?

0(rendah) 50(sedang) 100(tinggi)


Pengurutan kartu SWAT oleh subyek. Kartu SWAT berjumlah 27 kartu yang berisi kombinasi
dari ketiga deskriptor SWAT yang diurutkan dari kartu yang menunjukkan beban kerja terendah
sampai dengan beban kerja yang tertinggi menurut persepsi subyek. Adapun 27 kartu SWAT
tersebut antara lain:
Beban Kerja
kartu
Beban Waktu (T) Beban Mental € Beban Tekanan Psikologis (S)
a 3 2 2
b 1 1 2
c 1 2 3
d 3 1 3
e 2 3 2
f 1 2 1
g 2 1 2
h 3 1 1
i 3 3 3
j 1 2 2
k 2 3 1
l 3 3 1
m 1 3 3
n 1 1 1
o 3 2 3
p 3 1 2
q 2 2 2
r 2 3 3
s 1 3 2
t 3 3 2
u 2 1 1
v 2 2 1
w 1 1 3
x 1 3 1
y 3 2 1
z 2 1 3
zz 2 2 3
a. Time Load : adalah yang menunjuk- kan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring tugas. Beban waktu rendah, beban waktu sedang, beb an waktu
tinggi)
b. Mental Effort Load : adalah mendu- ga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental
dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. (beban usaha mental
rendah, beban usaha mental sedang, beban usaha mental tinggi)
c. Psychological Stress Load : adalah mengukur jumlah resiko, kebingung- an, frustasi yang
duhubungkan dengan performansi atau penampil- an tugas. (Beban tekanan psikologis
rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban tekanan psikologis tinggi)

Anda mungkin juga menyukai