Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ERGONOMI KOGNITIF

PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE


SWAT DAN NASA-TLX

Dosen Pengampu:
Faradila Ananda Yul, ST.,M.Sc

Penyusun:
Yudi Kurnia Putra : 200103020

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2023
1. Landasan Teori
1.1 Beban Kerja Manual
Manusia dalam bekerja secara umum melibatkan dua aktivitas utama, yaitu
aktivitas fisik dan mental. Sebagian pekerjaan didominasi oleh aktivitas fisik,
sedangkan sebagian lagi melibatkan aktivitas mental. Sebagai contoh, tugas
pengangkatan beban secara manual didominasi oleh aktivitas fisik, sedangkan tugas
perumusan strategi bisnis didominasi aktivitas mental. Salah satu isu yang menjadi
fokus kajian dalam ilmu ergonomi adalah terkait beban mental manusia.
Young dan Stanton mendefinisikan beban kerja mental sebagai level sumber
daya atensi atau perhatian yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria kinerja objektif
maupun subjektif, yang muncul karena adanya tuntutan tugas, dukungan eksternal,
dan pengalaman masa lalu. Setidaknya terdapat dua teori terkait dengan definisi
beban kerja mental. Dalam satu teori, beban kerja mental dilihat sebagai tuntutan
pekerjaan yang merupakan variabel eksternal independen yang harus dipenuhi
pekerja. Sudut pandang ini didominasi oleh tuntutan untuk melakukan perancangan
tugas, terutama tugas baru yang belum perna hada sebelumnya. Dalam teori yang lain,
beban kerja mental dilihat sebagai interaksi antara tuntutan pekerjaan dan kapabilitas
manusia. Sudut pandang ini melihat adanya keberagaman manusia dalam merespon
tugas dengan kondisi dan tuntutan yang sama
Beban kerja mental merupakan sesuatu yang kompleks. Aktivitas mental
selalu dibarengi dengan aktivitas fisik. Aktivitas fisik juga akan mempengaruhi
persepsi pekerja terhadap beban mental yang diterima. Selain itu, beban kerja mental
juga memiliki interaksi yang tidak sederhana dengan tugas yang diberikan, maupun
dengan performansi. Kompleksitas beban kerja mental membuat pengukuran beban
kerja mental tidak dapat dilakukan secara sederhana.
O’Donnel dan Eggemeier menuliskan beragam teknik pengukuran beban kerja
mental menjadi tiga kategori, yaitu:
1.Metode pengukuran subjektif
2.Metode pengukuran berbasis performansi
3.Metode pengukuran fisiologis.
1.2 NASA TLX (Task Load Index)
NASA TLX dikembangkan oleh Hartdan Staveland pada tahun 1998[.
NASA TLX merupakan salah satu metode pengukuran secara subjektif. Pengukuran
alat ini sangat luas karena selain mampu mengukur beban kerja dari berbagai
dimensi, penggunaannya juga relatif mudah. Pada NASA TLX, partisipan diminta
untuk mengisi rating dari enam aspek yang berbeda. Masing-masing aspek
memiliki skala yang direpresentasikan dalam garis sepanjang 10cm yang dibagi
kedalam 20 internal. Rating untuk masing-masing aspek kemudian dikonversi ke dalam
skala 0-100.
Menurut Hart dan Staveland, enam aspek atau dimensi yang dimaksud, adalah:
1. DimensiMental (MD), adalah seberapa banyak aktivitas mental dan
perseptualyang dibutuhkan (contoh: proses berpikir, memutuskan,
mengingat, mencari, dan lain-lain). Apakah tugas termasuk mudah atau sulit,
sederhana atau kompleks?
2. Dimensi Fisik (PD), adalah seberapa banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan
(contoh: menarik, mengangkat, dan lain-lain). Apakah tugas termasuk
mudah atau sulit, lambat atau cepat, ringan atau berat?
3. Dimensi Waktu (TD), adalah berapa banyak tekanan waktu yang
dirasakan? Apakah tempo dari pekerjaan termasuk lambat dan santai, atau
cepat dantergesa-gesa?
4. Dimensi Kinerja (OP), adalah seberapa besar kesuksesan yang dirasakan
dalam mencapai target yang ditentukan?
5.Dimensi Usaha (EF), adalah seberapa keras Anda harus bekerja (mental dan
fisik) untuk mencapai tingkat kinerja yang diinginkan.
6.Dimensi Frustasi (FR), adalah seberapa besar tingkat frustasi yang muncul
akibat pekerjaan? Apakah pekerjaan menimbulkan rasa tidak aman, kecil
hati, jengkel, terganggu, atau sebaliknya. Apakah pekerjaan menimbulkan
rasa aman, puas, dan santai.
NASA TLX memiliki beberapa kelebihan, yaitu pengukuran secara
multidimensional, cepat dan sederhana dalam proses penyajian data, dan biaya
penelitian yang murah, tetapi memiliki nilai sensitivitas yang tinggi. NASA TLX
selain digunakan untuk pengukuran beban kerja mental pada perusahaan
manufaktur, metode ini juga cocok dikembangkan dalam pengukuran beban kerja
perusahaan jasa.
1.3 SWAT (Subjective Workload Assessment Technique)
Metode Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) merupakan salah
satu metode pengukuran beban mental. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh
Gary Reid dari Divisi Human Engineering pada Amstrong Laboratory, Ohio USA.
SWAT digunakan untuk menganalisis beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang
harus melakukan aktivitas baik merupakan beban kerja fisik ataupun mental yang
muncul akibat meningkatnya kebutuhan akan pengukuran subyektif yang dapat
digunakan dalam lingkungan yang sebenarnya. SWAT memberikan penskalaan
subyektif yang sederhana dan dilakukan untuk mengkuantitatifkan beban kerja dari
aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja. SWAT. mempertimbangkan 3 dimensi
pengukuran.
Tiga dimensi tersebut menurut Reid (1989) adalah:
a. Time Load Menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring tugas. Hal ini berkaitan sangat erat dengan analisis
batas waktu untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugasnya dalam
rentang waktu yang telah ditentukan. Tingkatan deskriptor beban waktu dalam
SWAT, adalah sebagai berikut:
1. Selalu mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas tidak
terjadi atau jarang terjadi.
2. Kadang-kadang mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas
sering terjadi.
3. Tidak mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas sering
terjadi atau selalu terjadi.
b. Mental Effort Load Menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental
dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Jika beban
usaha mental rendah, konsentrasi dan perhatian yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu aktivitas rendah. Dan jika beban usaha mental ini meningkat, konsentrasi dan
perhatian meningkat pula. Adapun tingkatan deskriptor beban usaha mental dalam
SWAT, yaitu:
1. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat kecil. Aktivitas yang
dilakukan hampir otomatis dan tidak membutuhkan perhatian.
2. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sedang. Kerumitan aktivitas
sedang hingga tinggi sejalan dengan ketidakpastian, ketidakmampu prediksian
dan ketidak kenalan. Perhatian tambahan diperlukan.
3. Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat besar dan diperlukan sekali.
Aktivitas yang kompleks dan membutuhkan perhtaian total.
c. Psychological Stress Load Mengukur jumlah risiko, kebingungan, frustasi yang
dihubungkan dengan performansi atau penampilan tugas. Pada tingkat stress rendah,
orang cenderung rileks. Seiring dengan meningkatnya stress, terjadi pengacauan
konsentrasi terhadap aspek yang relevan dari suatu pekerjaan yang lebih disebabkan
oleh faktor individual subjek, yaitu motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian,
suhu, kebisingan, getaran, dan kenyamanan. Sebagian besar dari faktor ini
mempengaruhi performansi subjek secara langsung jika merekan sampai pada
tingkatan yang tinggi. Tingkatan deskriptor beban psikologis dalam SWAT adalah:
1. Kebingungan, resiko, frustasi atau kegelisahan dapat diatasi dengan mudah.
2. Stress yang muncul dan berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan kegelisahan
menambah beban kerja yang dialami. Kompensasi tambahan perlu dilakukan
untuk menjaga performansi subjek.
3. Stress yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan
kegelisahan. Membutuhkan pengendalian diri yang sangat besar.
2. Metode dan Prosedur
Metodelogi penelitian dan prosedur berisi tahapantahapan secara sistematis
dalam proses penelitian. Dalam penelitian ini untuk pemecahan masalah
menggunakan perhitungan dengan metode SWAT dan metode NASA TLX. Metode
SWAT digunakan untuk menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh seseorang
yang harus melakukan aktivitas beban kerja fisik maupun mental. Sedangkan NASA
TLX digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja
dengan beberapa indikator yang menjadi penilaiannya seperti mental demand (MD),
physical demand (PD), temporal demand (TD), performance (P), effort (EF) dan
frustration demand (FR).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pembobotan
Adapun untuk rekapitulasi data yang diperoleh untuk pembahasan ini yaitu
diperoleh melalui wawancara serta mengisi kuesioner pembobotan dengan jumlah
responden yaitu 1 karyawan pada PT. Sucofindo di bagian Laboratorium,

Tabel 1. Rekapitulasi Pembobotan


Indikator Pembobotan
Nama Total
MD PD TD OP EF FR
Desi Mayasari 2 1 4 5 1 2 15
3.2. Pemberian Rating
Tahapan selanjutnya yaitu rekapitulasi data pemberian nilai rating yang didapatkan
melalui pengisian kuesioner NASA-TLX oleh karyawan pada PT.Sucofindo dengan
memilih skala rating mulai dari 0-100 dimana berdasarkan keluhan kerja yang
dirasakan oleh para karyawan pada perusahaan,
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Rating
Karyawan Dimensi
No
Nama Jabatan MD PD TD OP EF FR
1 Desi Mayasari Lab Technician 60 50 70 90 50 60

3.3. Perhitungan Nilai Produk dan Rata-rata WWL


Setelah didapatkan rating dari 10 pekerja, selanjutnya adalah perhitungan
WWL. Pada perhitungan WWL untuk hasil rata-rata WWL dibagi ke dalam 5
klasifikasi. Untuk nilai WWL 0-20 maka menunjukkan beban mental yang sangat
rendah, untuk nilai WWL 21-40 maka beban mental tersebut termasuk rendah,
kemudian untuk nilai WWL 41-60 maka beban mental tersebut termasuk sedang, untuk
nilai WWL 61-80 maka beban mental tersebut termasuk tinggi dan yang terakhir jika
nilai WWL 81-100 maka beban mental termasuk sangat tinggi. Adapun untuk hasil
perhitungan pada pengolahan data sebagai berikut.
1. Menghitung nilai produk dari dimensi beban kerja
a. Mental Demand
Nilai produk = Rating × Bobot
= 60 × 2
= 120
b. Physical Demand
Nilai produk = Rating × Bobot
= 50 × 1
= 50
c. Temporal Demand
Nilai produk = Rating × Bobot
= 70 × 4
= 280
d. Own Performance
Nilai produk = Rating × Bobot
= 90 × 5
= 450
e. Effort
Nilai produk = Rating × Bobot
= 50 × 1
= 50
f. Frustration Level
Nilai produk = Rating × Bobot
= 60 × 2
= 120

2. Menghitung nilai rata-rata WWL


WWL = ∑ Nilai Produk
= 120 + 50 + 280 + 450 + 50 + 120
= 1070
3. Menghitung skor NASA-TLX
Rata-rata WWL= ∑ Nilai Produk
Jumlah WWL
= 15
1070
= 15

= 71,33
3.4. Interpretasi Skor Beban Kerja
Sementara itu, pada rata-rata WWL dapat dilihat pada Tabel 3 setelah produk
dan WWL dihitung.

Tabel 3. Rekapitulasi Perhitungan WWL


Karyawan
No Skor WWL Klasifikasi
Nama Jabatan
1 Desi Mayasari Lab Technician 71,33 Tinggi

4. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil Pengamatan dan Perhitungan beban kerja mental pada
karyawan PT. Sucofindo bagian Lab Technician dapat disimpulkan hasil dari metode
SWAT factor psychological stress merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
keadaan beban kerja mental hal ini dapat dilihat dari nilai beban yang memberikan
kontribusi yang paling besar dalam beban kerja performansi. Sedangkan pada metode
NASA TLX didapatkan WWL dengan skor 71,33 dengan klasifikasi tinggi yang
menandakan bahwa tingkat beban kerja mental pada karyawan dibagian lab technician
tinngi sehingga karyawan merasa mudah terrtekan/stress dalam bekerja.Maka dari itu
penulis menyarankan untuk lebih menegatur lagi job dest sehingga karyawan tidak
stress memikirkan pekerjaan dengan tingkat performansi dan ketelitian tinggi
LAMPIRAN KUISIONER DAN DATA DIRI RESPONDEN

Anda mungkin juga menyukai