Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Beban Kerja

2.1.1 Definisi Beban Kerja

Beban kerja merupakan kondisi yang membebani seorang pekerja dalam

pekerjaannya (Lestari, 2015). Terdapat tuntutan mental bagi pekerja untuk pekerjaan

yang dilakukannya, beban kerja dibagi menjadi aktifitas fisik dan aktifitas mental.

Beban kerja dipengaruhi oleh keterlibatan faktor luar dan faktor dalam, faktor luar

yaitu faktor yang dapat berinteraksi dengan tubuh seperti faktor biologi, fisika, kimia,

dan faktor mekanis, sedangkan faktor dalam seperti psikologi dan psikis (Fahmi,

2017). Faktor internal yang mempengaruhi beban kerja adalah faktor somatis dan

faktor psikis (Sanjaya, Gunawan, Eddyman, 2016).

Pekerjaan bisa menyita waktu banyak pada setiap individu, dengan berbagai

tuntutan pekerjaan yang berbeda-beda (Diliyanti, 2018). Faktor faktor yang

memengaruhi beban kerja seprti faktor psikologi, aktivitas fisik, usaha, waktu,

performa, dan tingkat frustasi. Faktor psikologi adalah faktor yang mempengaruhi

psikologi pekerja terhadap kondisi kerja yang dapat menyebabkan masalah Psikologi

pekerja jika beban psikologi didalam pekerjaan tidak sesuai, faktor tersebut meliputi

cara kerja, dedline kerja, interaksi dengan manajer, rekan kerja, super visor dan klien

(Aisyah, 2013). Faktor beban kerja fisik meliputi pekerjaan fisik di dalam pekerjaan

yang dapat mempengaruhi beratnya beban kerja fisik seperti mengangkat beban dan

sebagainya yang melibatkan aktifitas fisik (Sanjaya, Gunawan, Eddyman, 2016).

8
9

2.1.2 Jenis-Jenis Beban Kerja

Macam-macam jenis kerja diantaranya adalah:

1. Beban Kerja Mental atau Psikologis

Beban kerja mental adalah kerja dimana informasi masih harus di proses di

otak. Kerja mental meliputi kerja otak dan proses mengelola informasi. Kerja

otak dalam pengertian sempit adalah proses berfikir yang memerlukan

kreatifitas, misalnya membuat mesin, membuat rencana produksi,

mempelajari file dan menulis laporan. Beban kerja mental yaitu beban suatu

pekerjaan yang cenderung lebih membutuhkan tuntutan mental atau

psikologis dibandingkan dengan fisik. Aspek psikologis dalam suatu pekerjaan

berubah setiap saat. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan aspek

psikologis dapat berasal dari dalam diri sendiri (internal) atau dari luar diri

sendiri seperti pekerjaan dan lingkungan (eksternal).

2. Beban Kerja Fisik atau Fisiologis

Beban kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi, jika pengeluaran energi

berlebih dapat berpengaruh pada kemampuan kerja. Dalam memaksimalkan

kemampuan kerja, patut diperhatikan pengeluaran energi dan pemulihan

energi selama sedang bekerja. Faktor yang mempengaruhu seberapa keluarnya

energi dalam bekerja diantaranya yaitu cara bagaimana melakukan pekerjaan,

kecepatan bekerja, sikap dalam bekerja dan seperti apa kondisi lingkungan

kerja. Faktor yang mempengaruhi pemulihan energi antara lain adalah

lamanya waktu istirahat, periode istirahat, dan frekuensi istirahat (Sanjaya,

Gunawan, Eddyman, 2016).


10

2.1.3 Pengukuran Beban Kerja

Pengukuran beban kerja dibagi berdasarkan jenis beban kerja, diantaranya:

1. Pengukuran beban kerja fisik

Secara teoritis metode penentuan beban kerja dapat dibedakan sebagai

berikut

a. Pengukuran beban kerja fisik.

Pengukuran beban kerja fisik dilakukan dengan pemeriksaan beberapa

aspek fisiologis, aspek-aspek tersebut yaitu:

1) Pengukuran denyut jantung

Pengukuran ini digunakan untuk mengukur beban kerja seseorang

sebagai gambar dari seberapa besar dan berat gerakan otot. Cara ini

biasanya dilakukan dengan perekaman gambar video, untuk kegiatan

motion study.

2) Pengukuran cairan dalam tubuh

Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kadar asam, karena ketika

seseorang beraktifitas terlalu berat dapat terjadi penumpukan asam

laktat berlebih dalam darah dan otot.

3) Pengukuran waktu kedipan mata

Durasi kedipan mata dapat memperlihatkan tingkat beban kerja yang

dialami seseorang. Orang yang mengalami kerja berat durasi kedipan

matanya cenderung lebih lama jika dibandingkan dengan orang yang

bekerja ringan yang durasi kedipan matanya relatif lebih cepat.


11

4) Pola gerakan bola mata

Gerakan mata yang berirama menunjukkan beban kerja optimal jika

dibanding dengan gerakan mata yang tidak beraturan (Sanjaya,

Gunawan, Eddyman, 2016).

b. Pengukuran beban kerja mental

Pengukuran beban kerja menta dapat dilakukan dengan beberapa metode,

dua diantarnya adalah:

a. The National Aeronautical and Space Administration Task Load Index

(NASA-TLX)

Menurut Hoonakker, Carayon, Gurses, Brown, Khunlertkit, McGuire,

Walker, (2011), NASA-TLX merupakan suatu metode untuk mengukur

beban kerja secara subjektif mengguanakan kuesioner. Metode ini

merupakan metode yang paling andal dan paling valid untuk mengukur

beban kerja. NASA-TLX adalah salah satu instrumen yang paling

banyak digunakan untuk mengukur beban kerja mental. Dalam sebuah

tinjauan baru-baru ini, diperkirakan bahwa NASA-TLX telah

digunakan di lebih dari 300 studi, terutama di lalu lintas udara kontrol,

dan penerbangan sipil atau militer Metode NASA-TLX yang

dikembangkan oleh Sandra G. hart berupa kuisioner yang dapat

memuat enam indikator yaitu tuntutan mental, tuntutan fisik, tuntutan

waktu, kinerja, usaha, dan tingkat frustasi.

Indikator-indikator NSA-TLX adalah:

a) Mental Demand (Tuntutan mental)

Tuntutan mental pada tingkat yang rendah (underload) juga tidak

bagus untuk pekerjaan karena seseorang akan cenderung kehilangan


12

ketertarikan terhadapa pekerjaan yang akan dilakukannya. Pada

tingkat beban kerja yang sangat tinggi atau overload, informasi

penting lebih mudah hilang akibat dari pendangkalan atau

pemfokusan perhatian hanya pada satu aspek dari keseluruhan

pekerjaan.

b) Physical Demand (Tuntutan fisik)

Tuntutan fisik adalah tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang

dibutuhkan seperti mendorong, menarik, memutar, mengontrol,

mengoperasikan dan sebagainya. Selanjutnya mengenai tugas fisik

yang dilakukan tersebut apakah termasuk dalam katagori mudah atau

sulit untuk dikerjakan, gerakan yang dilakukan selama aktivitas cepat

atau lambat, serta melelahkan atau tidak.

c) Temporal Demand

Tuntutan waktu adalah kemampuan pekerja menggunakan waktu

dalam menjalankan suatu aktivitas. Hal ini berkaitan erat dengan

kedisiplinan waktu apakah subjek dapat menyelesaikan tugas dalam

batas waktu yang diberikan.

d) Performance (Kinerja)

Kinerja memiliki pengertian tentang seberapa sukseskah atau

berhasil pekerja ketika menyelesaikan pekerjaan yang telah

ditugaskan oleh atasannya. Serta apakah pekerja puas dengan kinerja

dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya.


13

e) Effort (Usaha)

Usaha yang dimaksud usaha dalam poin ini adalah seberapa besar

usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

f) Frustration Level (Tingkat frustasi)

Pada keadaan stress rendah, orang akan cenderung santai. Selaras

dengan stress yang meningkat, maka dapat terjadi pengacauan

konsentrasi terhadap pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi. hal

ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain motivasi, kelelahan,

ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan, getaran, dan

kenyamanan (Hoonakker, Carayon, Gurses, Brown, Khunlertkit,

McGuire, Walker, 2011),

b. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)

Menurut Maulana, Gustopo, dan Galuh (2019), Metode Subjective

Workload Assessment Technique (SWAT) dikembangkan oleh Gary B. Reid

(1989), dari Divisi Human Engineering pada Armstrong Laboratory di Ohio

Amerika, adalah digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang

dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas yang

bermacam-macam. Dalam pengaplikasiannya, SWAT memberikan

penskalaan sederhana dan mudah dilakukan dalam mengukur14beban

kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang harus dilakukan oleh

seorang pekerja. Dalam analisisnya SWAT juga menggambarkan sistem

beban kerja mental terdiri dalam tiga aspek yaitu:

i. Beban Waktu,

ii. Beban Usaha Mental


14

iii. Beban Tekanan Psikologis.

Setiap aspek terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah, sedang dan

tinggi. Dalam pengaplikasiannya setiap tingkatan dari ketiga aspek

tersebut akan dikombinasikan sehingga nantinya membentuk 27

kombinasi tingkatan beban kerja mental.

2. Pengukuran beban kerja fisik

a. Perhitungan kalori yang dibutuhkan

Kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalah kebutuhan akan oksigen

yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam

menghasilkan energi. Jadi banyaknya oksigen yang dipergunakan oleh

tubuh adalah salah satu indikator pembebanan dalam bekerja. Dengan

demikian dalam setiap aktivitas pekerjaan selalu memerlukan energi yang

dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan hal yang telah disebutkan

maka kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai indikator dalam

menentukan besar atau ringannya beban kerja fisik.

1) Beban kerja ringan: 100-200 Kilo kalori/jam

2) Beban kerja sedang: > 200-350 Kilo kalori/jam

3) Beban kerja berat: >350-500 Kilo kalori/jam

Kebutuhan kalori seseorang yang bekerja selama 24 jam ditentukan oleh

tiga hal:

1) Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, dipengaruhi oleh berbagai

hal seperti usia dan jenis kelamin.

2) Kebutuhan kalori untuk kerja, kebutuhan kalori sangat ditentukan

dengan jenis aktivitas dan seberapa berat riangannya pekerjaan.

3) Kebutuhan kalori untuk berbagai aktivitas lain diluar jam kerja.


15

b. Pengukuran denyut jantung

Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Merasakan denyut jantung menggunakan jari yang ada pada arteri radial

di pergelangan tangan.

2. Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope.

3. Menggunakan ECG (Electrocardiograph), yaitu mengukur signal elektrik

yang diukur melalui otot jantung pada permukaan kulit dada (Maulana,

Gustopo, & Galuh 2019).

2.1.4 Dampak Beban Kerja Mental Berlebih

Beban kerja yang berlebih bisa mengakibatkan ketegangan diri dalam

seseorang sehingga dapat mengakibatkan stres. Hal ini dapat dikarenakan tingkat

keahlian yang dituntut terlalu tinggi, ketepatan waktu kerja yang terlalu tinggi, dan

volume kerja juga dirasa terlalu banyak dan lain sebagainya, sehingga dapat

mengakibatkan stres kerja. Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber stres dari kerja

yang dapat membuat individu bereaksi berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan juga

perilaku. Lingkungan kerja adalah salah satu yang memiliki potensi terbesar
16 yang
menyebabkan stres kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang

dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan yang bisa mengakibatkan stres dalam

bekerja (Muhith, Rizqina, & Zulailah 2019).

Menurut Adam (2013), stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang

mengakibatkan adanya reaksi ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang memengaruhi

mental, proses berfikir, dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu tinggi bisa

mempengaruhi kemampuan individu dalam mengahadi lingkungan sekitar. Sebagai


16

hasilnya, pada diri individu berkembang berbagai macam gejala stres yang bisa

menghambat dalam melaksanakan tugas pekerjaan.

Menurut Fadiansyah, Muhith, Saputra, dan Fenty (2017), menjelaskan stes

kerja sebagai kondisi ketegangan yang dapat mempengaruhi emosi, jalan berpikir, dan

kondisi fisik individu. Stres menyebabkan individu mengalami kelelahan kerja yang

dapat berlanjut pada kelelahan mentalnya dan akan memengaruhi kelelahan secara

fisik. Perawat yang mengalami stres kerja cenderung berperilaku tidak normal seperti

gugup, tegang, selalu cemas, gangguan pencernaan, dan tekanan darah tinggi. Gejala-

gejala tersebut bisa terlihat pada kondisi mental tertentu seperti sulit tidur, sikap

kurang bersahabat, putus asa, gampang marah, sulit mengendalikan emosi dan

cenderung bersifat lebih agresif.

Ada tiga gejala dari dampak tingginya beban kerja mental yang terlalu tinggi.

Menurut Hardika (2017), tiga gejala tersebut, yaitu:

1. Gejala Fisik

Nyeri kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola tidur, anemia, kaku

leher belakang sampai punggung, kehilangan nafsu makan, dan lain

sebagainya.

2. Gejala Mental

Mudah lupa, sulit konsentrasi, was-was, cemas, mudah emosi, mudah

tersinggung, gelisah, dan mudah putus asa.

3. Gejala Perilaku Sosial

Banyak merokok, minum-minuman beralkohol, menarik diri, dan

menghindar
17

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Beban Kerja

Dalam Rahmaniah, Rizany, dan Setiawan (2020), menurut The Natinal Institute

Occuptional Safety and Health (NIOSH) (2017), menjelaskan bahwa pekerjaan-pekerjaan

yang berhubungan dengan rumah sakit atau kesehtan memiliki kecenderungan tinggi

untuk terkena stress kerja atau depresi, sedangkan America National Association for

Occuptional Healt (ANAOH) (2016), menempatkan kejadian stress kerja pada perawat

berada pada urutan paling atas dari empat puluh kass pertama pada stress kerja.

Menurut Budiawan (2015), faktor-faktor yang memengaruhi beban kerja

adalah sebagai berikut:

1. Faktor Eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar

tubuh pekerja. Aspek beban kerja eksternal sering disebut sebagai stressor,

yang termasuk beban kerja eksternal adalah:

a. Tugas-tugas (task).

Tugas ada yang bersifat fisik seperti tata ruang kerja, stasiun kerja, alat

dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan alat bantu kerja. Tugas juga

ada yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan dan tanggung18jawab

terhadap pekerjaan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2015), menjelaskan bahwa

terdapat 78,8% perawat yang melakukan tugas kebersihan, 63,3% melakukan

tugas administrasi dan lebih dari 90% melakukan tugas non keperawatan

misalnya membuat resep, menetapkan diagnose penyakit dan melakukan

tindakan pengobatan dan hanya 50% yang melakukan asuhan keperawatan

sesuai dengan fungsinya. Sedangkan menurut Ambarwati (2015), bila

banyaknya beban kerja dan tugas yang tidak sebanding dengan kemampuan
18

fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia maka akan menjadi sumber

stress.

b. Organisasi kerja.

Organisasi kerja yang mempengaruhi beban kerja misalnya, lamanya

waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilirn, sistem pengupahan, kerja malam,

tugas, dan wewenang.

Rumah sakit adalah salah satu organisasi yang bergerak di bidang

kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat di

suatu wilayah (Rahmaniah, Rizany, & Setiawan, 2020). Rahmaniah, Rizany,

dan Setiawan (2020) menambahkan bahwa konflik yang seringkali terjadi di

Rumah Sakit antara lain karena adanya perbedaan persepsi, perbedaan cara

merealisasikan tujuan, persaingan yang kurang sehat di antara perawat, adanya

permasalahan pribadi yang terbawa saat bekerja dan perasaan sedih saat

bertengkar dengan sesama perawat. Apabila konflik yang ada dikelola dengan

baik, maka akan menghasilkan efektifitas organisasi yang tinggi dan

meningkatkan semangat kerja sehingga kelelahan kerja akibat konflik kerja

dapat diminimalisir.

c. Ligkungan kerja.

Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja misalnya saja

lingkungan kerj afisik (penerangan, kebisingan, getaran, mekanis), lingkungan

kerja kimiawi (debu, gas, pencemar udara) lingkungan kerja biologis (bakteri

virus, dan parasit) dan lingkungan kerja psikologis (penempatan tenaga kerja).

Menurut Annur, Martono (2017), sumber-sumber stres beban kerja di

lingkungan kerja yang dapat menimbulkan stres psikologis, yaitu ruangan

kerja fisik yang kurang baik, beban kerja terlau berat, tempo kerja terlalu
19

cepat, pekerjaan terlalu sederhana, konflik peran, hubungan dengan atasan

maupun teman kerja yang kurang baik serta iklim organisasi yang kurang

menyenangkan.

2. Faktor Internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut

dikenal dengan strain. Secara ringkas faktor internal meliputi:

a. Faktor somatis, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi

kesehatan, status gizi

b. Faktor psikis, yaitu motivasi, peersepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan,

dan lain sebagainya.

Menurut Bataha (2019), faktor internal merupakan daya penggerak dari dalam

untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan. etos kerja dalam mengahadapi

beban kerja dari segi internal bisa dilihat dari tiga indikator terdiri dari arah

perilaku (direction of behavior), tingkat usaha (level of effort) dan tingkat kegigihan (level

of persistence).

Anda mungkin juga menyukai