Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS BEBAN KERJA COLLECTOR DI PT KCTU

DENGAN METODE NASA-TLX


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap perusahaan yang ada pasti menginginkan hasil kerja yang maksimal,
baik perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur maupun jasa. Produktifitas
para pekerja memegang peranan penting untuk mencapai hasil maksimal dari
suatu perusahaan, terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
Aktifitas-aktifitas seorang pekerja dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja
mental, aktifitas pekerjaan setiap orang berbeda-beda dan setiap pekerjaan
memiliki beban kerjanya sendiri. Setiap beban kerja yang diterima seseorang
harus sesuai dengan kapasitas dan kemampuan pekerja itu sendiri agar tidak
terjadi kelelahan, seorang pekerja yang mengalami tuntutan pekerjaan yang tinggi
akan mengalami beban kerja mental yang pada akhirnya jika beban kerja mental
berlebihan maka akan terjadi stres kerja.
PT KCTU merupakan perusahaan yang bergerak di bidang finansial
teknologi, berbasis P2P lending. PT KCTU memiliki berbagai macam divisi
dengan pekerjaan yang berbeda untuk mendukung proses kerjanya, salah satu
divisi tersebut adalah bagian collection. Divisi Collection sendiri merupakan
bagian yang bertugas untuk melakukan peringatan dan atau penagihan atas
pengembalian pinjaman kepada nasabah yang terlambat melakukan pembayaran.
Sebagai pekerja yang melakukan penagihan terhadap nasabah collector/deskcoll
sebagai representatif dari PT KCTU harus menjalankan tugas sesuai dengan SOP
yang ada, dan harus memenuhi target yang diberikan. Collector yang ada
mengalami beban kerja dikarenakan banyak tuntutan dengan berbagai batasan
yang ada dan jumlah pekerja yang tidak sebanding dengan nasabah yang dimiliki.
PT KCTU saat ini memiliki 5 orang collector yang bekerja setiap harinya
pada hari kerja dan Senin s.d Jumat dengan jam kerja mulai dari pukul 08.30-
17.45. Jumlah nasabah yang dimiliki PT KCTU saat ini berkisar 7000-8000 orang,
dengan target penagihan yang harus dilakukan oleh collector sebanyak 40 orang

I - 14
I - 15

setiap harinya. Penagihan dilakukan melalui chat menggunakan aplikasi


Whatsapp dan telpon kepada nasabah dan kepada kontak darurat yang
dilampirkan nasabah saat melakukan pengajuan, perusahaan menyediakan ponsel
untuk digunakan collector dalam melakukan penagihan. PT KCTU memberikan
collector sejumlah keuntungan berupa gaji pokok setiap bulannya, serta insentif
yang akan didapatkan ketika berhasil melakukan penagihan dan nasabah
melakukan pembayaran.
Atas permasalahan tersebut., penulis melakukan penelitian terhadap beban
kerja mental yang dialami collector menggunakan metode National Aeronautics
and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX). National Aeromautics
and Space Administration Task Load Index atau NASA TLX merupakan metode
yang digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh
pekerja yang harus melaksanakan berbagai aktivitas dan pekerjaannya. Metode
NASA TLX mengukur beban kerja pekerjaan menggunakan enam indikator yaitu
kebutuhan mental/Mental Demand (MD), kebutuhan fisik/Physical Demand (PD),
kebutuhan waktu/Time Demand (TD), performansi/Own Performance (OP),
tingkat usaha/Effort (EF), dan tingkat frustasi/Frustation (FR) untuk menentukan
apakah beban kerja mental yang dirasakan tergolong rendah, sedang, agak tinggi,
tinggi, atau sangat tinggi.
NASA-TLX dipilih sebagai metode pengukuran beban kerja dikarenakan
NASA-TLX merupakan alat pengukur beban kerja secara subjektif, yang
mengukur lebih detail karena mempunyai 6 indikator yang merupakan bagian
detail dari kehidupan sehari-hari dalam dunia kerja. Karena NASA-TLX
mengukur beban kerja secara subjektif, metode ini dapat diterapkan lebih mudah
dan cepat dan biaya yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode pengukuran
objektif. Melalui penelitian ini harapan penulis agar bisa mengetahui faktor
penyebab beban kerja yang dialami collector PT KCTU.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
I - 16

1. Bagaimana aspek apa yang paling berpengaruh pada besarnya beban kerja
mental collector PT KCTU ?
2. Bagaimana gejala kelelahan kerja apa yang paling sering disarakan collector PT
KCTU ?
3. Bagaimana rekomendasi perbaikan untuk mengurangi beban kerja mental
collector PT KCTU ?

1.3 Pembatasan Masalah


Pembatasan masalah adalah Batasan-batasan yang dilakukan agar
pembahasan dalam penulisan laporan penelitian tidak menyimpang terlalu jauh
dari pokok pembahasan. Pembatasan masalah dalam penulisan ini antara lain
sebagai berikut:
1. Pengambilan data dilakukan terhadap 5 collector PT KCTU pada tanggal 29
Mei 2020.
2. Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner NASA-TLX.
3. Pengujian data menggunakan Microsoft Excel.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian berisikan mengenai hal-hal yang ingin dicapai agar
penulisan laporan penelitian lebih terfokus. Tujuan penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi aspek yang paling mempengaruhi besarnya beban kerja
mental collector PT KCTU.
2. Mengidentifikasi gejala kelelahan kerja yang sering dirasakan collector PT
KCTU
3. Memberikan rekomendasi perbaikan untuk mengurangi beban kerja mental
yang dirasakan oleh collector PT KCTU.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beban Kerja


Beban kerja adalah jumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang
ataupun sekelompok orang selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal.
Beban kerja normal dalam arti volume pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
kerja cukup sulit, sehingga selalu terjadi ketidakseimbangan meskipun
penyimpangannya kecil. Beban kerja terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu beban
kerja diatas normal artinya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
lebih besar dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan melebihi kemampuan
pekerjaan, beban kerja normal artinya waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan sama dari jam kerja tersedia atau volume pekerjaan
sama dengan kemampuan pekerja dan beban kerja dibawah normal artinya waktu
yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan lebih kecil dari jam kerja tersedia
atau volume pekerjaan lebih rendah dari kemampuan pekerjaan (Herrianto, 2010).
Penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik.
Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh.
Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang
ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Secara
moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan
aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar) dari pada kerja
otot (blue-collar). Beban kerja mental adalah beban kerja yang tidak hanya
memanfaatkan kinerja fisik tetapi lebih dipusatkan pada pemikiran sehingga
mempengaruhi mental si pekerja. Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak
didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor, dan pimpinan sebagai
pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar, pekerja di bidang
teknik informasi, pekerja dengan menggunakan teknologi tinggi, pekerjaan
dengan kesiapsiagaan tinggi, pekerjaan yang bersifat monoton, dan lain-lain
(Tarwaka, 2004).

II - 17
II - 18

Beban kerja mental merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari
suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam

kondisi termotivasi (Henry, 1988; Hancock, 1988). Beban kerja mental


dapat diukur dengan pendekatan fisiologis (karena terkuantifikasi dengan
kriteria objektif, maka disebut metode objektif). Kelelahan mental pada
seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh dan
pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain (Widyanti,
2010):
1. Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye blink rate)
2. Flicker test
3. Pengukuran kadar asam saliva
4. Pengukuran variabilitas denyut jantung
5. Dan lain lain
Metode pengukuran beban kerja secara subyektif merupakan pengukuran
beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden atau pekerja.
Beberapa jenis metode pengukuran subjektif yaitu national aeronautics and space
administration task load index (NASA TLX), subjective workload assessment
technique (SWAT), modified cooper harper scaling, multidescriptor scale, dan
rating scale mental effort (RSME) (Widyanti, 2010).
Tahapan pengukuran beban kerja mental secara subjektif yaitu menentukan
faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan yang diamati, menentukan range dan
nilai interval, memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk tugas-
tugas yang spesifik, menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan
berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban kerja. Tujuan
pengukuran beban kerja mental secara subjektif adalah menentukan skala terbaik
berdasarkan perhitungan eksperimental dalam percobaan, menentukan perbedaan
skala untuk jenis pekerjaan yang berbeda, mengidentifikasi faktor beban kerja
mental yang secara signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan
subjektif dengan menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu.
Berdasarkan metode-metode subjektif tersebut, metode yang paling banyak
II - 19

digunakan dan terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah NASA-TLX
dan SWAT (Hancock, 1988).

2.2 NASA Task Load Index (NASA TLX)


NASA-TLX merupakan metode beban kerja subjektif yang popular
digunakan. Metode NASA TLX dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-
Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University
pada tahun 1981. Metode ini berupa kuesioner dikembangkan berdasarkan
munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari skala sembilan
faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental
performansi, frustasi, stres, dan kelelahan). Sembilan faktor ini disederhanakan
lagi menjadi 6 yaitu kebutuhan mental, kebutuhan fisik, kebutuhan waktu,
performansi, tingkat usaha, dan tingkat frustasi. Pengukuran metode NASA-TLX
dibagi menjadi dua tahap, yaitu perbandingan tiap skala (Paired Comparison) dan
pemberian nilai terhadap pekerjaan (Event Scoring) (Hancock, 1988). Metode
pengukuran dengan NASA-TLX ini banyak digunakan dibandingkan metode
objektif karena cukup sederhana dan tidak membutuhkan banyak waktu serta
biaya. Peneliti cukup membuat kuesioner dan menyebarkannya pada para pekerja
yang akan diukur beban mentalnya. Perlu digarisbawahi bahwa yang diukur disini
merupakan beban kerja dari jenis pekerjaannya, bukan beban kerja yang dimiliki
oleh masing-masing pekerja. Data yang diambil harus lebih dari satu sumber
untuk meminimasi subjektifitas. Selain itu, dalam proses pengolahan kuesioner
juga harus memperhatikan kevalidan dari data yang digunakan. Data yang
dianggap tidak sesuai atau outlier harus dieliminasi agar tidak mengganggu hasil
pengukuran (Hancock, 1988)
Pengukuran NASA-TLX dilakukan dengan adanya 6 indikator yang harus
diperhatikan. Keenam indikator tersebut terdiri dari Mental Demand (MD) atau
kebutuhan mental, Physical Demand (PD) atau kebutuhan fisik, Temporal
Demand (TD) atau kebutuhan waktu, Own Performance (OP) atau performansi,
Frustation (FR) atau frustasi, Effort (EF) atau usaha. Berikut Tabel 2.1 merupakan
II - 20

penjelasan mengenai Indikator yang digunakan pada kuesioner NASA-TLX


(Hancock, 1988)

Tabel 2.1 Indikator NASA TLX


Skala Pembebanan Keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang
Kebutuhan Mental dibutuhkan untuk melihat, mengingat, dan mencari.
Rendah, Tinggi
(PD) Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit,
sederhana atau kompleks, longgar atau ketat.
Kebutuhan Fisik Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan untuk (misal
Rendah, Tinggi
(MD) mendorong, menarik, mengontrol putaran, dll).
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang
Kebutuhan Waktu dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung.
Rendah, Tinggi
(TD) Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat
dan melelahkan.
Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam
Tidak Tepat,
Performansi (OP) pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil
Sempurna
kerjanya.
Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung.
Tingkat Frustasi (FR) Rendah, Tinggi Terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman,
puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan
Seberapa keras kerja mental dan fisik yang
Tingkat Usaha (EF) Rendah, Tinggi
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
(Sumber: Hancock, 1998)
2.3 Langkah-langkah Pengukuran Metode NASA-TLX
Langkah-langkah pengukuran metode NASA-TLX terdiri dari
pembobotan, pemberian rating, menghitung nilai produk, menghitung weighted
work load (WWL), menghitung rata-rata WWL, interpretasi skor (Hancock,
1988). 1. Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua
indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental
terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa
perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap
indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot untuk
tiap indikator beban mental. Indikator beban mental dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Indikator Beban Mental
No Indikator Beban Mental
1 Kebutuhan Mental Kebutuhan Fisik
2 Kebutuhan Mental Kebutuhan Waktu
3 Kebutuhan Mental Performansi
4 Kebutuhan Mental Usaha
5 Kebutuhan Mental Frustasi
II - 21

6 Kebutuhan Fisik Kebutuhan Waktu


7 Kebutuhan Fisik Performansi
8 Kebutuhan Fisik Usaha
9 Kebutuhan Fisik Frustasi
10 Kebutuhan Waktu Performansi
11 Kebutuhan Waktu Usaha
12 Kebutuhan Waktu Frustasi
13 Performansi Usaha
14 Performansi Frustasi
15 Usaha Frustasi
(Sumber: Hancock, 1988)
2. Pemberian Rating
Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indikator
beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban
mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Pada tahap peringkat (rating)
pada masing-masing deskriptor diberikan skala 1-100, kemudian responden
akan memberikan skala sesuai dengan beban kerja yang telah dialami dalam
pekerjaannya. Berikut adalah klasifikasi rating nilai beban kerja pada Tabel 2.3
dan contoh lembar pemberian skala rating pada kuesioner NASA-TLX yang
dapat dilihat pada Gambar 2.3
Tabel 2.3 Klasifikasi Rating Nilai Beban Kerja
No Rating Nilai Kategori Beban Kerja
1 0-9 Rendah
2 10-29 Sedang
3 30-49 Agak Tinggi
4 50-79 Tinggi
5 80-100 Tinggi Sekali
(Sumber: Simanjuntak, 2010)
Pemberian rating ini sesuai dengan beban kerja yang telah dialami responden
dalam melakukan pekerjaannya. Berikut ini adalah contoh lembar kuesioner
yang yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
II - 22

Gambar 2.1 Lembar Pemberian Rating


(Sumber: Hancock, 1998)
3. Menghitung Nilai Produk
Nilai produk diperoleh dengan mengalikan peringkat dengan bobot faktor
untuk masing-masing indikator, dengan demikian didapatkan nilai keenam
indikator tersebut. Rumus nilai indikator dapat dilihat pada Rumus 2.1
(Hancock, 1988).
Nilai Indikator = rating × bobot faktor …….......…….(2.1)
4. Menghitung Nilai Beban Kerja
Beban kerja (Weighted Workload) diperoleh dengan menjumlahkan keenam
nilai indikator tersebut. Rumus beban kerja dapat dilihat pada Rumus 2.2
(Hancock, 1988).
Beban Kerja (WWL) = ∑ nilai produk …….......…..…….(2.2)

5. Menghitung Rata-rata Beban Kerja


Rata-rata beban kerja diperoleh dengan membagi beban kerja dengan jumlah
bobot total. Rumus menghitung rata-rata WWL dapa dilihat pada Rumus 2.3
(Hancock, 1988).
II - 23

…..………

…..
…………(2.3)
6. Interpretasi Skor
Nilai yang didapat dalam perhitungan dapat digolongkan menjadi lima
golongan, dan akan digolongkan sesuai dengan hasil perhitungan.

2.4 Stress Kerja


Stres merujuk pada kondisi internal individu untuk menyesuaikan
diri secara baik terhadap perasaan yang mengancam kondisi fisik dan
psikis atau gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas,
dan ketidaknyamanan. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi
bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres
akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada
diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Stres kerja dapat
mengakibatkan hal-hal seperti seperti stres kerja fisik yang meliputi
hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan, menstruasi, dan lain-lain.
Selain menimbulkan stres kerja fisik, terdapat stres kerja psikologis yang
meliputi gangguan psikis ringan sampai berat. Gangguan psikis ringan
seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis, dan kurang
konsentrasi. Gangguan psikis berat seperti depresi dan ansietas (Prihatini,
2007)
Gejala stres kerja terdiri dari gejala fisik, gejala mental, dan gejala
sosial atau perilaku. Gejala fisik terjadi pada pekerja apabila pekerja
merasakan beberapa keluhan secara fisik seperti sakit kepala, sakit perut,
mudah terkejut, gangguan pola tidur lesu, kaku leher belakang sampai
punggung, nafsu makan menurun, dan lain-lain. Gejala mental terjadi pada
pekerja apabila pekerja merasakan beberapa keluhan seperti mudah lupa,
sulit konsentrasi, cemas, waswas, mudah marah, mudah tersinggung,
II - 24

gelisah, dan putus asa. Gejala sosial dapat dialami oleh pekerja jika
pekerja berperilaku seperti banyak merokok, minum alkohol, menarik diri
dan menghindar (Anoraga, 2001)

2.5 Sumber Stress Kerja


Sumber stres kerja menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal
maupun jatuh sakit, tidak hanya datang dari satu macam pembangkit tetapi
juga dari beberapa pembangkit stres. Sebagian dari waktu adalah untuk
bekerja, karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh besar
terhadap kesehatan seorang pekerja. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar terhadap jatuh sakitnya seorang
tenaga kerja (Munandar, 2001).
Sumber stres kerja terdiri dari empat sumber yaitu lingkungan kerja,
beban kerja berlebih, deprivational stres, dan pekerjaan beresiko tinggi.
Sumber stres kerja akibat lingkungan kerja mengartikan kondisi kerja yang
buruk berpotensi menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stres, dan
menurunkan produktivitas. Sumber stres kerja akibat beban kerja berlebih
(work overload) terdiri dari beban kerja kuantitatif atau beban kerja
kualitatif. Beban kerja kuantitatif terjadi bila target kerja melebihi
kemampuan pekerja yang mengakibatkan mudah lelah, sedangkan beban
kerja kualitatif terjadi jika pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi. Sumber stres kerja akibat deprivational stres dapat terjadi jika
pekerjaan tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai
keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan bekerja dan lain sebagainya.
Sumber stres kerja akibat pekerjaan beresiko tinggi terjadi jika pekerjaan
yang dilakukan berbahaya bagi keselamatan (Cary, 1995)

2.6 Tahapan Stress Kerja


II - 25

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari


karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru
dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi
kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan
lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Amberg membagi tahapan-tahapan
stres sebagai berikut (Hawari, 2001):

1. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
a. Merasakan gangguan dengan perutnya
b. Merasa di luar kendali serta berlebihan dalam semua kegiatan
c. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
d. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya
e. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa
disadari cadangan energi semakin menipis disertai rasa gugup berlebihan.
2. Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana
diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan
yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari,
karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Keluhan-keluhan yang sering
dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai
berikut:
a. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar
b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang
c. Lekas merasa lelah menjelang sore hari
d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman serta meningkatnya
nafsu makan
II - 26

e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)


f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
g. Tidak bisa santai.
3. Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya keluhan maag, buang
air besar tidak teratur (diare)
b. Ketegangan otot-otot semakin terasa
c. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat
d. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur
(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (late insomnia)
e. Koordinasi tubuh terganggu (badan serasa mau pingsan), pusing dan sering
merasakan sakit kepala
4. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul seperti berikut:
a. Merasa jengkel, pesimis, turunnya rasa percaya diri, kurang berkoordinasi,
dan suka menggigit kuku
b. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan
menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
c. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk
merespons secara memadai (adequate)
d. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan serta
sering mengkonsumsi kafein
f. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan
II - 27

g. Daya konsentrasi daya ingat menurun


h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa
penyebabnya
5. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V,
yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and
psychological exhaustion)
b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan
dan sederhana serta selalu mengambil inisiatif terlebih dahulu
c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder) dan
sembelit
d. Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah
bingung dan panik, serta kurangnya motivasi
6. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Gambaran stres tahap VI ini
adalah sebagai berikut
a. Sukar mengambil keputusan
b. Debaran jantung teramat keras
c. Susah bernapas (sesak)
d. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
e. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
f. Pingsan atau kolaps (collapse)

2.7. Akibat Stress Kerja


Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun
fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai
usaha mengatasi stres (Prihatini, 2007).
II - 28

Stres kerja dapat mengakibatkan hal-hal seperti seperti stres kerja


fisik yang meliputi hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan,
menstruasi, dan lain- lain. Selain menimbulkan stres kerja fisik, terdapat
stres kerja psikologis yang meliputi gangguan psikis ringan sampai berat.
Gangguan psikis ringan seperti mudah gugup, tegang, marah-marah,
apatis, dan kurang konsentrasi. Gangguan psikis berat seperti depresi dan
ansietas (Prihatini, 2007).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian merupakan tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian
yang disusun secara sistematis. Metodologi penelitian diawali dari identifikasi
masalah sampai penarikan kesimpulan. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

3.2 Penjelasan Diagram Alir Metode Penelitian


Diagram alir merupakan aliran kegiatan yang dilakukan dalam penelitian.
Tahap awal dalam melakukan penelitian ini adalah diawali dari identifikasi

III - 29
III - 30

masalah sampai penarikan kesimpulan. Berikut ini adalah penjelasan dari tiap
tahapan-tahapan.

3.2.1 Pengumpulan Data Primer


Pengumpulan data primer menggunakan alat berupa kuesioner.
Pengumpulan data terdiri dari data responden, gejala yang dirasakan, bobot
indikator beban mental, serta skala indikator beban mental. Pembuatan kuesioner
mengenai gejala yang dirasakan untuk mengetahui apakah collector merasakan
gejala stres kerja akibat beban kerja dari pekerjaannya tersebut. Kuesioner
mengenai gejala yang dirasakan ini memiliki jenis kuesioner tertutup
menggunakan Skala Guttman. Kuesioner pembobotan sampai pemberian rating
dibuat berdasarkan ketentuan metode NASA-TLX. Penyebaran kuesioner
dilakukan ke semua collector PT KCTU. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada
semua collector karena jumlah tersebut merupakan populasi atau jumlah
sebenarnya. Cara mengurangi sifat subjektifitas dari metode NASA-TLX adalah
dengan memberikan kuesioner kepada jumlah responden sebenarnya atau
populasi.

3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder


Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara melakukan studi
terhadap berbagai sumber yang tersedia, berupa buku, jurnal, atau penelitian lain
yang dapat mendukung kelengkapan penjelasan topik dalam melakukan
penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa teori,
dan rumus-rumus dalam metode NASA-TLX

3.2.3 Pengolahan Data


Tahap pengolahan data dengan menggunakan metode perhitungan NASA-
TLX yaitu terdiri dari pembobotan hasil kuesioner, pemberian rating, perhitungan
nilai weighted work load (WWL), perhitungan rata-rata weighted work load
(WWL), dan menginterpretasikan skor. Langkah pertama perhitungan NASA-
TLX adalah pembobotan hasil kuesioner yang merupakan tahap pengolahan data
III - 31

awal, data yang diolah didapatkan dari kuesioner pada bagian data pembobotan
dengan melakukan penjumlahan tiap indikator tiap respondennya. Pada tahap ini
dihasilkan jumlah pembobotan tiap operator. Langkah kedua perhitungan NASA-
TLX adalah pemberian rating dari skala 0-100. Pada pemberian rating ini,
dilakukan rekapitulasi tiap indikator setiap respondennya dari kuesioner pada
bagian pemberian nilai. Langkah ketiga perhitungan NASA-TLX adalah
perhitungan nilai weighted work load (WWL). Perhitungan nilai WWL ini
dilakukan dengan mengalikan bobot setiap indikator tersebut dengan rating setiap
indikator. Nilai dari WWL kemudian dibagi dengan jumlah bobot berpasangan
yaitu 15. Kemudian didapat rata-rata WWL yang akan di interpretasikan termasuk
kategori beban kerja sangat tinggi, tinggi, agak tinggi, sedang, atau rendah.

3.2.4 Rekomendasi Perbaikan


Berdasarkan akibat yang telah dianalisis, maka penulis dapat memberikan
rekomendasi perbaikan kepada perusahaan. Rekomendasi perbaikan dibuat untuk
mengurangi beban kerja yang dirasakan deskcoll PT KCTU. Rekomendasi
perbaikan ini diberikan baik dari segi pekerjaan, sikap operator, lingkungan kerja,
maupun hal-hal yang perlu dilakukan perusahaan.

3.2.5 Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan didapat dari hasil analisis atau dari hasil pengolahan data yang
telah dilakukan untuk menjawab tujuan penulisan dari penelitian. Sedangkan
saran merupakan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan laporan
penelitian selanjutnya.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

4.1 Deskripsi Pekerjaan


Ringkasan pekerjaan yang dilakukan collector PT KCTU yaitu melakukan
peringatan dan penagihan atas kewajiban nasabah untuk melakukan pembayaran.
Tanggung jawab seorang collector PT KCTU yaitu melakukan permintaan data
dengan dari divisi operasional untuk melakukan penagihan, melakukan peringatan
kepada nasabah ketika mendekati waktu pembayaran dan pada saat tempo
pembayaran, serta melakukan penagihan kepada nasabah yang terlambat
melakukan pembayaran.
Selain tanggung jawab tersebut seorang collector PT KCTU juga bertugas
dalam memahami ketentuan dan prosedur penagihan yang sudah ditetapkan oleh
perusahaan, membuat laporan dari hasil penagihan baik melalui sosial media
maupun telepon, mengirimkan bukti pembayaran dari nasabah kepada divisi
terkait jika nasabah melakukan pembayaran, serta menyiapkan data yang akan
dikirimkan kepada pihak ke-3

4.2 Pengukuran Beban Kerja


Pengukuran beban kerja dengan metode NASA TLX menggunakan 6
indikator, yaitu Kebutuhan Mental/Mental Demand (MD), Kebutuhan
Fisik/Physical Demand (PD), Kebutuhan Waktu/Time Demand (TD),
Performansi/Own Performance (OP), Usaha/Effort (EF), dan Frustasi/Frustation
(FR).
1. Pembobotan Beban Kerja
Kuesioner diberikan kepada 5 orang pegawai deskcoll PT KCTU. Langkah
pertama yang dilakukan yaitu pembobotan. Tahapan pembobotan dilakukan
dengan menyajikan 15 pasangan indikator untuk menentukan salah satu dari dua
indikator yang dirasa lebih dominan mengakibatkan beban kerja. Tahapan
pembobotan dilakukan untuk mengukur bobot masing-masing indikator. Bobot

IV - 32
IV - 33

masing-masing indikator diperoleh dari banyaknya indikator terpilih yang dirasa


lebih dominan mengakibatkan beban kerja. Hasil pembobotan masing-masing
indikator dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Pembobotan Indikator
Indikator
Responden Total
MD PD TD OP FR EF
Dias Syasya 5 0 2 2 4 2 15
Ahmad Effendi 2 2 5 2 0 4 15
Muhammad Rizki 3 3 4 1 1 3 15
Dimas 2 1 3 4 0 5 15
Febritista Yubinas 5 1 1 3 3 2 15

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa collector 1 memberikan bobot


tertinggi pada kebutuhan mental (MD), collector 2 memberikan bobot tertinggi
pada kebutuhan waktu (TD), collector 3 memberikan bobot tertinggi pada
kebutuhan waktu (TD), collector 4 memberikan bobot tertinggi pada usaha (EF),
dan collector 5 memberikan bobott tertinggi pada kebutuhan mental (MD).
2. Pemberian Rating
Pemberian rating merupakan tahap lanjutan setelah tahap pembobotan. Pemberian
rating dilakukan terhadap keenam indikator. Rating yang diberikan subjektif
tergantung pada beban kerja yang dirasakan setiap responden operator. Skala pada
pemberian rating ini mulai dari 0-100. Hasil dari pemberian rating dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Pemberian Rating
Indikator
Responden
MD PD TD OP FR EF
Dias Syasya 90 70 80 80 90 80
Ahmad Effendi 80 70 90 90 70 80
Muhammad Rizki 70 60 90 90 60 90
Dimas 70 60 70 100 50 80
Febritista Yubinas 90 70 80 90 90 80
Rata-rata 80 66 82 90 72 82

Dapat dilihat bahwa rata-rata tertinggi yaitu pada indikator Performansi (OP)
denngan nilai 90 dan terendah yaitu pada indikator Kebutuhan Fisik (PD) dengan
nilai 66.
IV - 34

3. Perhitungan Nilai Weighted Work Load (WWL)


Tahap yang dilakukan setelah pemberian rating adalah menghitung nilai Weighted
Work Load. Perhitungannya adalah perkalian masing-masing bobot indikator
beban kerja pada Tabel 4.1 dikalikan dengan nilai rating masing- masing indikator
beban kerja pada Tabel 4.2. Berikut perhitungan nilai Weighted Work Load yang
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perhitungan Nilai Weighted Workload (WWL)
Indikator
Nama Total
MD PD TD OP FR EF
Dias Syasya 450 0 160 160 360 160 1290
Ahmad Effendi 160 140 450 180 0 320 1250
Muhammad Rizki 210 180 360 90 60 270 1170
Dimas 140 60 210 400 0 400 1210
Febritista Yubinas 450 70 80 270 270 160 1300

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai WWL tertinggi diperoleh oleh
deskcoll 5 sebesar 1300. Berikut contoh perhitungan indikator beban kerja
Kebutuhan Mental (MD) yang dirasakan deskcoll 5:
Nilai Produk MD = rating x bobot faktor
= 90 x 5
= 450
Nilai indikator beban kerja yang telah didapat kemudian dijumlahkan dengan
kelima nilai indikator beban kerja yang lain. Berikut contoh perhitungan nilai
WWL deskcoll 5:
Total WWL = ∑ nilai produk
= MD + PD + TD + OP + FR + EF
= 450 + 70 + 80 + 270 + 270 + 160
= 1300
4. Perhitungan Rata-Rata Weighted Work Load (WWL)
Tahap selanjutnya adalah perhitungan rata-rata WWL dengan melakukan
pembagian antara total WWL dengan jumlah bobot total yaitu 15. Rata-rata
tersebut kemudian diklasifikasikan termasuk ke dalam kategori beban kerja
rendah, sedang, agak tinggi, tinggi, atau tinggi sekali. Berikut contoh perhitungan
rata-rata WWL deskcoll 5:
IV - 35

produk
Skor =
15
1200
=
15
= 80
5. Interpretasi Skor
Masing-masing kategori memiliki nilai skala. Kategori rendah memiliki nilai
skala 0-9, kategori sedang memiliki nilai skala 10-29, kategori agak tinggi
memiliki nilai skala 30-49, kategori tinggi memiliki nilai skala 50-79, kategori
tinggi sekali memiliki nilai skala 80-100. Berikut interpretasi skor yang dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Interpretasi Skor Beban Kerja
Nama Skor Kategori Beban Kerja
Dias Syasya 86 Tinggi Sekali
Ahmad Effendi 83,33 Tinggi Sekali
Muhammad Rizki 78 Tinggi
Dimas 80,67 Tinggi Sekali
Febritista Yubinas 86,67 Tinggi Sekali
Rata-rata 82,93 Tinggi Sekali

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat dilihat kategori beban kerja yang dominan
adalah Tinggi Sekali, kategori tersebut dialami oleh 4 dari 5 orang collector.
Secara keseluruhan, beban kerja yang dirasakan oleh kelima collector PT KCTU
memiliki skor beban kerja sebesar 82,93 yang tergolong dalam kategori sangat
tinggi.
Perbandingan indikator beban kerja kelima collector dapat dilihat dari
keenam indikator yang ada meliputi kebutuhan mental (MD), kebutuhan fisik
(PD), kebutuhan waktu (TD), performansi (OP), frustasi (FR), dan usaha (EF).
Perbandingan indikator beban kerja mental dibuat dalam bentuk diagram pareto.
Perbandingan indikator beban kerja tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.
IV - 36

Gambar 4.1 Perbandingan Indikator Beban Kerja


Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa 80% indikator beban kerja dominan
yang dirasakan oleh collector adalah kebutuhan mental sebesar 22,7%, usaha
sebesar 21,1%, kebutuhan waktu sebesar 20,3%, dan performansi sebesar 17,7%.
Kebutuhan mental menjadi indikator dominan dikarenakan collector melakukan
penagihan dalam jumlah banyak kepada berbagai macam nasabah dan
mendapatkan respon yang beragam. Dalam proses penagihan collector juga harus
menggunakan bahasa yang sopan bagaimanapun respon dari nasabah yang
dihubungi, serta terus mencoba melakukan penagihan kepada nasabah meskipun
nasabah menolak, mengulur atau tidak merespon. Indikator usaha berpengaruh
dalam beban kerja dikarenakan collector diharuskan untuk mencapai target yang
diberikan oleh perusahaan dalam melakukan penagihan, serta membuat laporan
atas hasil penagihan yang dilakukan collector juga diharuskan mampu memandu
nasabah dalam melakukan pembayaran serta menjawab pertanyaan-pertanyaan
nasabah mengenai pinjaman yang dilakukan. Indikator kebutuhan waktu
berpengaruh dalam beban kerja dikarenakan collector memilik deadline dalam
melakukan penagihan atas 40 orang setiap harinya, dan harus membuat laporan
setelah melakukan penagihan. Performansi menjadi indikator dominan
dikarenakan collector harus berhasil memenuhi target penagihan dan juga
melakukan penagihan dengan baik kepada setiap nasabah sesuai dengan ketentuan
perusahaan. collector juga akan dinilai dari berapa banyak nasabah yang
melakukan pembayaran setelah dilakukan penagihan. Indikator kebutuh fisik
IV - 37

merupakan indicator yang kurang dominan dikarenakan pekerjaan yang dilakukan


oleh collector tidak banyak membutuhkan aktivitas fisik.

4.3 Pengukuran Kelelahan kerja


Pengukuran kelelahan kerja dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang
dibuat melalui teori gejala-gejala tahapan stres kerja menurut Dr. Robert J.
Amberg. Kuesioner berisikan gajala-gajala umum kelelahan kerja secara subjektif.
Gejala-gejala kelelahan kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Gejala Kelelahan Kerja
No Gejala yang Dirasakan
1 Semangat bekerja besar
2 Dapat melakukan pekerjaan tanpa mengalami gangguan penglihatan
3 Mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya
4 Sulit berkonsentrasi setelah bekerja seharian
5 Lekas lelah menjelang sore hari
6 Membutuhkan waktu untuk merespons suatu masalah
7 Merasa letih saat bangun pagi
8 Ada keluhan lambung atau perut
9 Jantung terasa berdebar
10 Otot-otot terasa tegang
11 Kurang dapat bersantai atau menikmati aktivitas sehari-hari
12 Sering mengalami gangguan pencernaan
13 Ketegangan otot setelah bekerja masih dirasakan pada keesokan harinya
14 Sering merasa tidak tenang atau cemas
Sulit untuk mulai tidur, terbangun tengah malam dan sulit kembali tidur,
15
atau terbangun terlalu pagi dan tidak dapat kembali tidur
16 Tubuh sering merasa melayang
17 Jenuh dengan aktivitas sehari-hari
18 Setelah istirahat makan siang, tubuh merasa lelah kurang semangat
19 Kurang dapat memenuhi jadwal kegiatan yang telah dirancang
20 Sering mengalami mimpi buruk
21 Sering menolak ajakan keluar rumah
Senang dengan pekerjaan dan bertambah semangat atau merasa tertantang jika
22
beban kerja bertambah
23 Sering timbul rasa takut atau cemas tanpa sebab
24 Merasakan kelelahan fisik dan mental yang mendalam
25 Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
26 Mengalami gangguan pencernaan yang akut
Sering merasa takut, cemas, mudah bingung, dan kepanikan jika dihadapkan pada
27
keadaan yang tidak biasa
28 Jantung berdebar keras seperti habis lari
29 Sering mengalami sesak nafas
30 Sekujur badan terasa gemetar, dingin, disertai keringat yang bercucuran
31 Kehilangan tenaga untuk beraktivitas
32 Mengalami pingsan
IV - 38

Berdasarkan kuesioner diatas responden akan memilih ‘Pernah’ atau ‘Tidak


Pernah’ atas setiap pernyataan yang ada dalam kuesioner tersebut. Hasil kuesioner
akan menunjukkan gejala-gekala stres kerja yang dialami oleh collector
PT KCTU. Grafik gejala kelelahan kerja dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Gejala Kelelahan Kerja

Berdasarkan grafik gejala kelelahan kerja diatas, dari 32 pernyataan terdapat 9


gejala yang sering dialami antara lain semangat bekerja besar, dapat melakukan
pekerjaan tanpa mengalami gangguan penglihatan, mampu menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya, lekas lelah menjelang sore hari, membutuhkan
waktu untuk merespons suatu masalah, merasa letih saat bangun pagi, jenuh
dengan aktivitas sehari-hari, kurang dapat memenuhi jadwal kegiatan yang telah
dirancang, dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Gejala stres
semangat bekerja keras, dapat melakukan pekerjaan tanpa mengalami gangguan
penglihatan, dan mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya termasuk
dalam gejala stres kerja tahap 1. Berikutnya gejala lekas lelah menjelang sore hari,
dan merasa letih saat bangun pagi merupakan gejala stres kerja tahap 2.
Membutuhkan waktu untuk merespons suatu masalah, jenuh dengan aktivitas
sehari-hari, dan kurang dapat memenuhi jadwal kegiatan yang telah dirancang
merupakan gejala stres tahap 4. Satu gejala stres tahap 5 juga dirasakan collector
PT KCTU yaitu tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.
IV - 39

4.4 Rekomendasi Perbaikan


Berdasarkan nilai beban kerja, kelelahan kerja yang tinggi, serta gejala stres
yang dialami maka terdapat beberapa rekomendasi perbaikan yang diberikan
untuk mengurangi beban kerja yang dirasakan collector PT KCTU. Rekomendasi
perbaikan dapat diberikan antara lain sebagai berikut:
Tabel 4.6 Rekomendasi Perbaikan
Keadaan di Perusahaan Rekomendasi Perbaikan
Memiliki 5 orang deskcoll yang melakukan Menambah jumlah deskcoll agar beban kerja
penagihan setiap individu berkurang
Memiliki target penagihan sejumlah 40 data Mengurangi jumlah target deskcoll agar beban
nasabah setiap harinya kerja setiap individu berkurang
Mengimplementasikan pengingat pembayaran
Mengingatkan untuk melakukan pembayaran
secara otomatis sebelum dan/atau saat jatuh
saat jatuh tempo
tempo
Memberikan tambahan fasilitas lain
Fasilitas yang disediakan untuk melakukan sepertiaplikasi untuk menelpon melalui
penagihan berupa 1 unit handphone PC/Laptop, serta layanan Whatsapp for
Business
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
didapatkan kesimpulan untuk menjawab tujuan penulisan. Adapun
kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan laporan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Indikator yang paling berpengaruh terhadap beban kerja yang dirasakan
collector PT KCTU adalah kebutuhan mental, usaha, kebutuhan waktu,
serta performansi. Beban kerja Tinggi Sekali dirasakan oleh collector 5
sebesar 86,67, collector 1 sebesar 86, collector 2 sebesar 83,33, serta
collector 4 sebesar 80,67. Beban kerja Tinggi dirasakan hanya oleh
collector 3 dengan nilai sebesar 86,67. Sehingga rata-rata kelima collector l
sebesar 82,93 dan termasuk kategori Tinggi Sekali.
2. Gejala-gejala kelelahan kerja yang paling sering dirasakan oleh collector PT
KCTU adalah semangat bekerja besar, dapat melakukan pekerjaan tanpa
mengalami gangguan penglihatan, mampu menyelesaikan pekerjaan lebih
dari biasanya, lekas lelah menjelang sore hari, membutuhkan waktu untuk
merespons suatu masalah, merasa letih saat bangun pagi, jenuh dengan
aktivitas sehari-hari, kurang dapat memenuhi jadwal kegiatan yang telah
dirancang, dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
3. Rekomendasi perbaikan yang diberikan untuk mengurangi beban kerja
collector PT KCTU adalah menambah jumlah tenaga kerja agar beban kerja
setiap individu berkurang, mengurangi target collector agar beban kerja
setiap individu berkurang, mengimplementasikan pengingat pembayaran
secara otomatis sebelum dan/atau saat jatuh tempo, memberikan tambahan
sarana yang dapat digunakan collector untuk penagihan selain ponsel,
seperti aplikasi untuk menelpon melalui PC/Laptop, serta layanan Whatsapp
for Business.

V - 40
V - 41

5.2 Saran
Saran merupakan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan
selanjutnya maupun untuk perbaikan perusahaan kedepannya. Saran yang
diberikan yaitu antara lain: Dalam penelitian berikutnya peneliti dapat
menggunakan metode lain seperti subjective workload assessment technique
(SWAT) sebagai bahan perbandingan
V - 42

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Panji. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta


Cary, Cooper dan Straw Alison. 1995. Stres Management. Jakarta: Kesain
Blanch.
Hancock, P.A., dan Meshkati, N. 1988. Human Mental Workload. Netherlands:
Elsevier Science Publisher B.V.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: FKM
UI.
Henry, R. J. 1988. Human Mental Workload. New York, USA: Elsevier Science
Publisher B.V.
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit UI.
Prihatini, Lilis. 2007. Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Dtress Kerja
Perawat Di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidakalang. Medan: Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Sedarmayanti. 2009. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar
Maju,
Simanjuntak, R. A., & Situmorang, D. A. (2010). Analisis Pengaruh Shift Kerja
terhadap Beban Kerja Mental dengan Metode Subjective Workload
Assessment Technique (SWAT). Jurnal Teknologi, 3
Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri, Dasar-dasar Pengetahuan dan Aplikasi di
Tempat Kerja Edisi Ke-1. Surakarta: Harapan Press.
Widyanti, A., dkk. 2010. Pengukuran Beban Kerja Mental Dalam Searching Task
Dengan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME). Semarang:
Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai