B. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
C. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, banyak perusahaan yang memberikan perhatian khusus
pada efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut,
perusahaan dapat melihat secara optimal terhadap sumber daya yang dimiliki serta
pencapaiannya terhadap target yang diinginkan. Sumber daya manusia merupakan
aset perusahaan yang sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar pengelolaan sumber daya
manusia di dalam lingkungan perusahaan dilakukan secara optimal. Dalam usaha
meningkatkan efisiensi sumber daya manusia di perlukan analisis dan pendekatan
yang tepat untuk menganalisis beban kerja pekerja sehingga dapat engoptimalkan
pemakaian waktu kerja.
Kondisi lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar
tempat kerja. Kondisi lingkungan kerja yang baik akan menunjang karyawan
dalam melakukan kerja yang maksimal (Purwaningsih dan Sugiyanto 2007).
Faktor-faktor seperti temperatur, kebisingan, vibrasi, dan ketenangan dapat secara
langsung memengaruhi kinerja tugas ketika mereka bekerja, hal ini disebabkan
beban tekanan psikologis pekerja yang meningkat. Beban tekanan psikologis
mengacu pada kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan,
frustasi yang terkait dengan kinerja tugas, sehingga membuat penyelesaian tugas
menjadi lebih sulit untuk dilaksanakan Tekanan psikologis yang semakin tinggi
akan menyebabkan beban kerja mental yang dirasakan oleh pekerja semakin
meningkat.
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengukuran secara objektif dan subjektif. Pengukuran beban kerja mental secara
subjektif merupakan teknik pengukuran yang paling banyak digunakan karena
mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan
dengan pengukuran lain (Simanjutak 2010). Menurut Widyanti (2010), salah satu
metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif yang banyak
diaplikasikan di Indonesia adalah Subjective Workload Assessment Technique
(SWAT). Dalam penerapannya, SWAT akan memberikan skala subjektif yang
sederhana dan mudah dilakukan untuk mengkuantitatifkan beban kerja dari
aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja.
Waktu merupakan elemen yang sangat menentukan dalam merancang atau
memperbaiki suatu sistem kerja. Peningkatan efisiensi suatu sistem kerja
berhubungan dengan waktu kerja yang digunakan dalam berproduksi. Pengukuran
waktu kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh
seorang operator/pekerja yang memiliki keahlian rata-rata dan terlatih baik dalam
melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal,
secara garis besar pengukuran waktu kerja ada 2 jenis, yaitu pengukuran secara
langsung dan pengukuran secara tidak langsung (Wignjusubroto 2000, dalam
Rinawati 2012). Work sampling adalah suatu aktifitas pengukuran kerja untuk
mengestimasikan proporsi waktu yang hilang (idle/delay) selama siklus kerja
berlangsung atau untuk melihat proporsi kegiatan tidak produktif yang terjadi
(ratio delay study) (Wignjosoebroto 2000, dalam Kiayai 2010). Pengamatan
dilaksanakan secara random selama siklus kerja berlangsung untuk beberapa saat
tertentu. Sebagai contoh aktivitas ini sering kali diaplikasikan guna
mengoptimasikan jumlah waktu yang diperlukan atau harus dialokasikan guna
memberi kelonggaran waktu (allowances) untuk personal needs, melepas lelah
ataupun unavoidable delays.
Sudah ada beberapa studi kasus yang menerapkan metode SWAT dan Work
Sampling dalam melakukan pengukuran beban kerja, diantaranya, penelitian yang
dilakukan oleh Sri Rahayuningsih (2014) tentang analisis perbaikan kondisi
lingkungan kerja terhadap beban kerja mental di PR Rezeki Abadi. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini kondisi lingkungan kerja termasuk kedalam kondisi
yang berat sehingga perlu dilakukannya perbaikan. Selanjutnya ada penelitian dari
Jono (2015) tentang pengukuran beban kerja tenaga kerja dengan metode work
sampling (Studi Kasus di PT. XY Yogyakarta), hasil yang diperoleh dari
penelitiannya adalah Waktu baku yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit
produk pada stasiun meja makan adalah 298,98 menit, sehingga beban yang
diterima oleh pekerja masih terlalu besar sehingga perlunya perbaikan dari pihak
manajemen. Selanjutnya ada penelitian dari Asrar Fuad Rasfa (2014) tentang
beban mental masinis kereta api berdasarkan SWAT dan aktivitas amilase dalam
air liur, hasil yang diperoleh dari penelitian ini beban mental yang diterima oleh
masinis sangat tinggi disebabkan oleh faktor, seperti kondisi individu atau
masinis itu sendiri, lingkungan fisik tempat kerja, prosedur kerja, dan faktor
organisasi kerja.
PT Lhoknga Beton adalah sebuah pabrik yang bergerak dibidang pengecoran
semen. Perusahaan ini terletak di Desa Bradeun Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar
merupakan perusahaan yang menganut sistem make to order. Dalam sistem make
to order, Perusahaan akan berproduksi jika ada pesanan dari konsumen. PT
Lhoknga Beton di divisi bengkelnya berdasarkan hasil survei lapangan masih
terdapat beberapa permasalahan, masih banyak pekerjaan yang belum teratur
dalam proses pengerjaannya, beberapa pekerja bengkel belum efektif dalam
menyelesaikan pekerjaannya dan juga kadang-kadang pekerja harus bekerja
sampai malam jika pekerjaan dibengkel sudah sangat banyak, sehingga beban
kerja yang diterima oleh pekerja kurang sesuai sehingga perlunya dilakukan
penelitian ini untuk melihat kondisi mental para pekerja.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penelitian dengan judul Pengukuran
Beban Kerja Dengan Menggunakan Metode SWAT (Subjektive Workload
Assessment Technique) Dan Work Sampling Di PT Lhoknga Beton Aceh Besar
(Divisi Bengkel) sangat diharapkan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak manajemen untuk memperbaiki atau merancang sistem-sistem pekerjaan
yang ada di divisi bengkel sehingga dapat mengurangi beban kerja yang diterima
oleh perkerja dengan demikian pekerjaan yang dilakukannya bisa lebih efektif.
D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana beban kerja mental yang diterima oleh pekerja bengkel di PT
Lhoknga Beton ?
2. Berapa waktu baku untuk pekerjaan service semen truk ?
F. Tinjauan Pustaka
1. Beban Kerja
Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Banyak
ahli yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat beberapa
definisi yang berbeda mengenai beban kerja. Beban merupakan suatu konsep
yang multi-dimensi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja mengenai
definisi yang tepat (Cain 2007, dalam Shahrash 2016). Menurut Gopher & Doncin
(1986 dalam Wicaksana, 2016) mengartikan beban kerja sebagai suatu konsep
yang timbul akibat adanya keterbatasan kapasitas dalam memroses informasi. Saat
menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut
pada suatu tingkat tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki individu tersebut
menghambat/menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan,
berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang diharapkan dan
tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya
kegagalan dalam kinerja (performance failures). Hal inilah yang mendasari
pentingnya pemahaman dan pengukuran yang lebih dalam mengenai beban kerja.
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-
hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut
tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, jadi
definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.
Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima seorang harus
sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif
maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban dapat berupa
beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan
seperti mengangkat, mengangkut, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja
mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki
individu dengan individu lainnya. (Manuaba 2000, dalam Prihatini 2008)
Menurut Menpan (dalam Wicaksana 2016) pengertian beban kerja adalah
sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit
organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban
kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang
efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang
dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik
analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan
pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen
untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan
pengkajianyang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan
agar dapat digunakan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang
kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pegawai menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban kerja
merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan bagi seorang tenaga kerja
untuk mendapatkan keserasian dan produktivitas kerja yang tinggi selain unsur
beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Sudiharto 2001,
dalam Mahendrawan 2015). Menurut KEPMENPAN no.75/2004 (dalam
Wicaksana 2016) beban kerja adalah :sejumlah target pekerjaan atau target hasil
yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu. Sedangkan pengertian
beban keja menurut PERMENDAGRI no.12/2008 ; Beban kerja adalah besaran
pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan
merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan metode pengukuran
subjektif. Dalam penelitiannya, menurut Widyanti dkk (2010) menjelaskan bahwa
Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran beban
kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/pekerja.
Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dalam berbagai prosedur, namun
ODonnell dan Eggemeier 1986 (dalam Monika 2015) telah menggolongkan
secara garis besar ada tiga kategori pengukuran beban kerja. Tiga kategori tersebut
yaitu :
1. Pengukuran subjektif, yakni pengukuran yang didasarkan kepada penilaian
dan pelaporan oleh pekerja terhadap beban kerja yang dirasakannya dalam
menyelesaikan suatu tugas. Pengukuran jenis ini pada umumnya
menggunakan skala penilaian (rating scale).
2. Pengukuran kinerja, yaitu pengukuran yang diperoleh melalui pengamatan
terhadap aspek-aspek perilaku/aktivitas yang ditampilkan oleh pekerja. Salah
satu jenis dalam pengukuran kinerja adalah pengukuran yang diukur
berdasarkan waktu. Pengukuran kinerja dengan menggunakan waktu
merupakan suatu metode untuk mengetahui waktu penyelesaian suatu
pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja yang memiliki kualifikasi tertentu, di
dalam suasana kerja yang telah ditentukan serta dikerjakan dengan suatu
tempo kerja tertentu.
3. Pengukuran fisiologis, yaitu pengukuran yang mengukur tingkat beban kerja
dengan mengetahui beberapa aspek dari respon fisiologis pekerja sewaktu
menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan tertentu. Pengukuran yang dilakukan
biasanya pada refleks pupil, pergerakan mata, aktivitas otot dan respon-
respon tubuh lainnya.
2. Metode Pengukuran
a. SWAT (Subjektive Workload Assessment Technique)
SWAT khusus didesain untuk mengukur workload pekerjaan dalam system
yang bervariasi untuk beberapa tugas. SWAT mengkombinasikan rating pada tiga
dimensi workload; time load, mental efford load, dan stress load (Reid 1989,
dalam Purwaningsih, 2007). Tiga dimensi workload tersebut adalah:
1. Time load atau beban waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia
di dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.
2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti benyaknya usaha mental
dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan
tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.
1) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat kecil. Aktivitas yang
dilakukan hampir otomatis dan tidak membutuhkan perhatian Stress dengan
tingkat sedang akibat kebingungan, resiko, frustasi, kegelisahan, sebagai
beban tambahan, Diperlukan kompensasi secara signifikan untuk
mempertahankan performasi yang baik.
2) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sedang. Kerumitan aktivitas
sedang hingga tinggi sejalan dengan ketidakpastian, ketidakmampu prediksian
dan ketidak kenalan. Perhatian tambahan diperlukan.
3) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat besar dan diperlukan
sekali. Aktivitas yang kompleks dan membutuhkan perhtaian total.
b. Work Sampling
Work sampling sendiri telah dikembangkan di Inggris oleh seorang bernama
L.H.C Tippet dipabrik-pabrik tekstil di Inggris, tetapi karena kegunaannya cara ini
kemudian dipakai di Negara-negara lain secara lebih luas. Namanya dapat diduga
bahwa cara ini menggunakan prinsip-prinsip dari ilmu statistik. Cara jam henti
sebenarnya juga menggunakan ilmu statistik dan juga sampling, tetapi pada
sampling pekerjaan hal ini tampak lebih nyata (Sutalaksana 1979 dalam Kiayi
2010). Work sampling termasuk cara bersama dengan pengukuran waktu jam
henti, merupakan cara langsung karena dilakukan dengan pengukuran sacara
langsung ditempat berjalan nya pekerjaan. Bedanya dengan jam henti adalah
bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada di
tempat pekerjaan melainkan mengamati (ditempat bekerja) hanya pada waktu-
waktu tertentu secara acak (Sutalaksana 1979, dalam Kiayi 2010).
Sampling kerja adalah suatu aktifitas pengukuran kerja untuk
mengestimasikan proporsi waktu yang hilang (idle/delay) selama siklus kerja
berlangsung untuk melihat proporsi kegiatan tidak produktif yang terjadi (ratio
delay study). Pengamatan dilaksanakan secara random selama siklus kerja
berlangsung untuk beberapa saat tertentu. Sebagai contoh aktivitas ini seringkali
diaplikasikan guna mengestimasikan jumlah waktu yang diperlukan atau harus
dialokasikan guna memberi kelonggaran waktu (allowance) personal untuk
melepas lelah (Wignjosoebroto 2000 dalam Kiayi 2010).
Secara garis besar ada dua macam sampling (Nasution 2002, dalam Kiayi
2010) yaitu:
1. Probability sampling, yang memberi kemungkinan yang sama bagi setiap
unsur populasi untuk dipilih Probality sampling antara lain:
a. Simple sampling random sampling atau sampling acakan sederhana
dilakukan dengan cara: Undian, menggunakan tabel, menggunakan komputer.
b. Sampling acakan dengan stratifikasi
c. Sampling acakan tak proporsional berdasarkan stratifikasi
d. Sampling area
2. Non Probability Sampling; yang tidak memberi kemungkinan yang sama bagi
tiap unsur populasi untuk dipilih. Non probability sampling antara lain:
a) Sampling sistematis.
b) Sampling aksidental.
c) Saturation sampling.
d) Snowball sampling.
Menurut Sinaga (2004) Sampling pekerjaan mempunyai kegunaan di bidang
produksi untuk menghitung waktu penyelesaian. Kegunaan-kegunaan tersebut
antara lain adalah:
1) Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh
pekerja atau kelompok kerja.
2) Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat pabrik.
3) Untuk menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak langsung.
4) Untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
Ket=
N= Sampel
Melakukan perhitungan Waktu Baku, dengan cara bahwa dari data yang
terkumpul, dilakukan analisa terhadap :
a. Waktu Siklus
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada
umumnya akan diselesaikan dalam waktu yang sama persis. Sehingga waktu
siklus adalah harga akan sedikit berbeda dari siklus-siklus kerja sekalipun
operator bekerja pada kecepatan normal dan uniform, tiap-tiap elemen dalam
siklus yang berbeda tidak selalu rata-rata dari sub group dibagi harga banyaknya
sub group yang terbentuk.
Rumus Waktu Siklus
xi
Ws= N ...(4)
Ket:
Ws = Waktu Siklus
Xi = Waktu Pengamatan
N = Jumlah Pengamatan yang dilakukan
b. Waktu Normal
Waktu Normal didapat jika operator bekerja secara wajar (tidak cepat dan
tidak lambat). Ketidak normalan dari waktu kerja yang terjadi bisa diakibatkan
oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau
kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Untuk menormalkan waktu kerja
yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal ini dilakukan dengan mengadakan
penyesuaian yaitu dengan cara mengalikan waktu pengamatan rata-rata (bisa
waktu siklus atau waktu tiap-tiap elemen) dengan waktu faktor penyesuaian/
rating P.
Wn=Ws p .(5)
Ket;
Wn= Waktu Normal
P = Faktor Penyesuaian
c. Waktu Baku
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata untuk
menunjukan bahwa searang operator yang berkualitas baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu baku
adalah sama dengan waktu normal kerja dengan waktu longgar.
Pertimbangan waktu longgar antara lain :
2. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan personal (Personal Allowance).
3. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatique Allowance).
4. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (Delay
Allowance).
G. Metodologi Penelitian
Berikut ini merupakan gambar Flow Chart untuk metode penelian :
Pendahuluan
Pengolahan Data dan Analisa HasilPengumpulan data
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Jono. (2015) Pengukuran Beban Kerja Tenaga Kerja Dengan Metode Work
Sampling (Studi Kasus di PT. XY Yogyakarta)
Kiayai, S. D. (2010). Analisis Perancangan Waktu Kerja dengan Menggunakan
Metode Work Sampling (Studi Kasus di Kawasan Industri Agro Terpadu
Kab. Bone Bolango)
Kurniawati, T., & Mubarak, A. (2015). Hubungan antara Beban Kerja dan
Motivasi Kerja pada Pegawai Departemen Alat Peralatan Kapal Laut
(APKL) PT. Pindad (Persero).
Mahendrawan, I. G., & Indrawati, A. D. (2015). Pengaruh Beban Kerja Dan
Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Pt. Panca Dewata Denpasar
Rahayuningsih, S. (2014). Analisis Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja
Terhadap Beban Kerja Mental. Jurnal Teknik Industri,
Rinawati, D. I., Sari. (2012). Penentuan Waktu Standar dan Jumlah Tenaga Kerja
Optimal Pada Produksi Batik Cap (Studi Kasus: IKM Batik Saud Effendy,
Laweyan)
Rokhima, C. Z., Alghofari, A. K., & Muslimah, E. (2014). Evaluasi Beban Kerja
Mental dengan Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) di PT.
Air Mancur
Shahrash, I. (2016). Pengaruh Insentif, Stress Kerja Dan Beban Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Survey Pada Karyawan Bank BJB Kantor Cabang
Utama Bandung)
Simanjuntak, R. A. (2010). Analisis Pengaruh Shift Kerja Terhadap Beban Kerja
Mental Dengan Metode Subjective Workload Assessment Technique
(SWAT). Jurnal Teknologi
Sinaga, T. S., & Sembiring, M. T. (2004). Work Sampling Study Kasus Pekerjaan
Bertender Pada Sebuah Cafe
Prihatini, L. D. (2008). Analisis hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat
di tiap ruang rawat inap RSUD Sidikalang.
Purwaningsih, R., & Sugiyanto, A. (2007). Analisis Beban Kerja Mental Dosen
Teknik Industri Undip Dengan Metode Subjective Workload Assessment
Technique (SWAT)
Wicaksana, S. (2015). Pengaruh Beban Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Perawat Pada Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI
Widyanti, A., Johnson, A., & de Waard, D. (2010). Pengukuran Beban Kerja
Mental Dalam Searching Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort
(RSME). J@ TI UNDIP: JURNAL TEKNIK INDUSTRI