Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL TUGAS AKHIR

A. Judul Tugas Akhir


Pengukuran Beban Kerja dan Waktu Kerja dengan menggunakan metode
SWAT (Subjektive Workload Assessment Technique) Dan Work Sampling Di PT
Lhoknga Beton Aceh Besar (Divisi Bengkel)

B. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Peneletian hanya akan dilakukan di bagian bengkel di PT Lhoknga Beton.


2. Pada penelitian ini yang akan di ukur adalah beban kerja dan waktu kerja
yang akan dilakukan pada para pekerja pada bagian bengkel di PT
Lhoknga Beton.

Kata kunci : SWAT, Beban kerja, Work Sampling

C. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, banyak perusahaan yang memberikan perhatian khusus
pada efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut,
perusahaan dapat melihat secara optimal terhadap sumber daya yang dimiliki serta
pencapaiannya terhadap target yang diinginkan. Sumber daya manusia merupakan
aset perusahaan yang sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar pengelolaan sumber daya
manusia di dalam lingkungan perusahaan dilakukan secara optimal. Dalam usaha
meningkatkan efisiensi sumber daya manusia di perlukan analisis dan pendekatan
yang tepat untuk menganalisis beban kerja pekerja sehingga dapat engoptimalkan
pemakaian waktu kerja.
Kondisi lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar
tempat kerja. Kondisi lingkungan kerja yang baik akan menunjang karyawan
dalam melakukan kerja yang maksimal (Purwaningsih dan Sugiyanto 2007).
Faktor-faktor seperti temperatur, kebisingan, vibrasi, dan ketenangan dapat secara
langsung memengaruhi kinerja tugas ketika mereka bekerja, hal ini disebabkan
beban tekanan psikologis pekerja yang meningkat. Beban tekanan psikologis
mengacu pada kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan,
frustasi yang terkait dengan kinerja tugas, sehingga membuat penyelesaian tugas
menjadi lebih sulit untuk dilaksanakan Tekanan psikologis yang semakin tinggi
akan menyebabkan beban kerja mental yang dirasakan oleh pekerja semakin
meningkat.
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengukuran secara objektif dan subjektif. Pengukuran beban kerja mental secara
subjektif merupakan teknik pengukuran yang paling banyak digunakan karena
mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan
dengan pengukuran lain (Simanjutak 2010). Menurut Widyanti (2010), salah satu
metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif yang banyak
diaplikasikan di Indonesia adalah Subjective Workload Assessment Technique
(SWAT). Dalam penerapannya, SWAT akan memberikan skala subjektif yang
sederhana dan mudah dilakukan untuk mengkuantitatifkan beban kerja dari
aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja.
Waktu merupakan elemen yang sangat menentukan dalam merancang atau
memperbaiki suatu sistem kerja. Peningkatan efisiensi suatu sistem kerja
berhubungan dengan waktu kerja yang digunakan dalam berproduksi. Pengukuran
waktu kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh
seorang operator/pekerja yang memiliki keahlian rata-rata dan terlatih baik dalam
melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal,
secara garis besar pengukuran waktu kerja ada 2 jenis, yaitu pengukuran secara
langsung dan pengukuran secara tidak langsung (Wignjusubroto 2000, dalam
Rinawati 2012). Work sampling adalah suatu aktifitas pengukuran kerja untuk
mengestimasikan proporsi waktu yang hilang (idle/delay) selama siklus kerja
berlangsung atau untuk melihat proporsi kegiatan tidak produktif yang terjadi
(ratio delay study) (Wignjosoebroto 2000, dalam Kiayai 2010). Pengamatan
dilaksanakan secara random selama siklus kerja berlangsung untuk beberapa saat
tertentu. Sebagai contoh aktivitas ini sering kali diaplikasikan guna
mengoptimasikan jumlah waktu yang diperlukan atau harus dialokasikan guna
memberi kelonggaran waktu (allowances) untuk personal needs, melepas lelah
ataupun unavoidable delays.
Sudah ada beberapa studi kasus yang menerapkan metode SWAT dan Work
Sampling dalam melakukan pengukuran beban kerja, diantaranya, penelitian yang
dilakukan oleh Sri Rahayuningsih (2014) tentang analisis perbaikan kondisi
lingkungan kerja terhadap beban kerja mental di PR Rezeki Abadi. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini kondisi lingkungan kerja termasuk kedalam kondisi
yang berat sehingga perlu dilakukannya perbaikan. Selanjutnya ada penelitian dari
Jono (2015) tentang pengukuran beban kerja tenaga kerja dengan metode work
sampling (Studi Kasus di PT. XY Yogyakarta), hasil yang diperoleh dari
penelitiannya adalah Waktu baku yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit
produk pada stasiun meja makan adalah 298,98 menit, sehingga beban yang
diterima oleh pekerja masih terlalu besar sehingga perlunya perbaikan dari pihak
manajemen. Selanjutnya ada penelitian dari Asrar Fuad Rasfa (2014) tentang
beban mental masinis kereta api berdasarkan SWAT dan aktivitas amilase dalam
air liur, hasil yang diperoleh dari penelitian ini beban mental yang diterima oleh
masinis sangat tinggi disebabkan oleh faktor, seperti kondisi individu atau
masinis itu sendiri, lingkungan fisik tempat kerja, prosedur kerja, dan faktor
organisasi kerja.
PT Lhoknga Beton adalah sebuah pabrik yang bergerak dibidang pengecoran
semen. Perusahaan ini terletak di Desa Bradeun Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar
merupakan perusahaan yang menganut sistem make to order. Dalam sistem make
to order, Perusahaan akan berproduksi jika ada pesanan dari konsumen. PT
Lhoknga Beton di divisi bengkelnya berdasarkan hasil survei lapangan masih
terdapat beberapa permasalahan, masih banyak pekerjaan yang belum teratur
dalam proses pengerjaannya, beberapa pekerja bengkel belum efektif dalam
menyelesaikan pekerjaannya dan juga kadang-kadang pekerja harus bekerja
sampai malam jika pekerjaan dibengkel sudah sangat banyak, sehingga beban
kerja yang diterima oleh pekerja kurang sesuai sehingga perlunya dilakukan
penelitian ini untuk melihat kondisi mental para pekerja.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penelitian dengan judul Pengukuran
Beban Kerja Dengan Menggunakan Metode SWAT (Subjektive Workload
Assessment Technique) Dan Work Sampling Di PT Lhoknga Beton Aceh Besar
(Divisi Bengkel) sangat diharapkan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak manajemen untuk memperbaiki atau merancang sistem-sistem pekerjaan
yang ada di divisi bengkel sehingga dapat mengurangi beban kerja yang diterima
oleh perkerja dengan demikian pekerjaan yang dilakukannya bisa lebih efektif.

D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana beban kerja mental yang diterima oleh pekerja bengkel di PT
Lhoknga Beton ?
2. Berapa waktu baku untuk pekerjaan service semen truk ?

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui beban kerja mental yang diterima oleh pekerja bengkel
di PT Lhoknga Beton.
2. Untuk mengetahui Berapa waktu baku untuk pekerjaan service truk.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi penulis sekaligus menjadi
penambah wawasan dan pengetahuan baru di bidang beban kerja dan
pengukuran waktu kerja.
2. Bagi perusahaan objek penelitian, hasil penelitian bisa menjadi acuan
untuk mengetahui kondisi beban mental pekerja dan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu yang wajar.

F. Tinjauan Pustaka
1. Beban Kerja
Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Banyak
ahli yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat beberapa
definisi yang berbeda mengenai beban kerja. Beban merupakan suatu konsep
yang multi-dimensi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja mengenai
definisi yang tepat (Cain 2007, dalam Shahrash 2016). Menurut Gopher & Doncin
(1986 dalam Wicaksana, 2016) mengartikan beban kerja sebagai suatu konsep
yang timbul akibat adanya keterbatasan kapasitas dalam memroses informasi. Saat
menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut
pada suatu tingkat tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki individu tersebut
menghambat/menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan,
berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang diharapkan dan
tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya
kegagalan dalam kinerja (performance failures). Hal inilah yang mendasari
pentingnya pemahaman dan pengukuran yang lebih dalam mengenai beban kerja.
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-
hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut
tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, jadi
definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.
Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima seorang harus
sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif
maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban dapat berupa
beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan
seperti mengangkat, mengangkut, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja
mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki
individu dengan individu lainnya. (Manuaba 2000, dalam Prihatini 2008)
Menurut Menpan (dalam Wicaksana 2016) pengertian beban kerja adalah
sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit
organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban
kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang
efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang
dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik
analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan
pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen
untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan
pengkajianyang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan
agar dapat digunakan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang
kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pegawai menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban kerja
merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan bagi seorang tenaga kerja
untuk mendapatkan keserasian dan produktivitas kerja yang tinggi selain unsur
beban tambahan akibat lingkungan kerja dan kapasitas kerja (Sudiharto 2001,
dalam Mahendrawan 2015). Menurut KEPMENPAN no.75/2004 (dalam
Wicaksana 2016) beban kerja adalah :sejumlah target pekerjaan atau target hasil
yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu. Sedangkan pengertian
beban keja menurut PERMENDAGRI no.12/2008 ; Beban kerja adalah besaran
pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan
merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.
Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan metode pengukuran
subjektif. Dalam penelitiannya, menurut Widyanti dkk (2010) menjelaskan bahwa
Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran beban
kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/pekerja.
Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dalam berbagai prosedur, namun
ODonnell dan Eggemeier 1986 (dalam Monika 2015) telah menggolongkan
secara garis besar ada tiga kategori pengukuran beban kerja. Tiga kategori tersebut
yaitu :
1. Pengukuran subjektif, yakni pengukuran yang didasarkan kepada penilaian
dan pelaporan oleh pekerja terhadap beban kerja yang dirasakannya dalam
menyelesaikan suatu tugas. Pengukuran jenis ini pada umumnya
menggunakan skala penilaian (rating scale).
2. Pengukuran kinerja, yaitu pengukuran yang diperoleh melalui pengamatan
terhadap aspek-aspek perilaku/aktivitas yang ditampilkan oleh pekerja. Salah
satu jenis dalam pengukuran kinerja adalah pengukuran yang diukur
berdasarkan waktu. Pengukuran kinerja dengan menggunakan waktu
merupakan suatu metode untuk mengetahui waktu penyelesaian suatu
pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja yang memiliki kualifikasi tertentu, di
dalam suasana kerja yang telah ditentukan serta dikerjakan dengan suatu
tempo kerja tertentu.
3. Pengukuran fisiologis, yaitu pengukuran yang mengukur tingkat beban kerja
dengan mengetahui beberapa aspek dari respon fisiologis pekerja sewaktu
menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan tertentu. Pengukuran yang dilakukan
biasanya pada refleks pupil, pergerakan mata, aktivitas otot dan respon-
respon tubuh lainnya.

a. Jenis Beban Kerja


Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar
(dalam Prihatini 2008) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :
1. Beban kerja kuantitatif, meliputi :
a. Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam kerja.
b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan.
c. Kontak langsung pegawai peserta secara terus menerus selama jam kerja.
d. Rasio pegawai dan peserta
2. Beban kerja kualitatif, meliputi :
a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.
b. Tanggung jawab yang tinggi
c. Harapan pimpinan terhadap pelayanan yang berkualitas.
d. Tuntutan keluarga peserta terhadap keselamatan peserta.
e. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
f. Menghadapi peserta dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi
terminal.

b. Beban tambahan kerja


Beban kerja ada dua macam, yaitu beban kerja utama dan beban kerja
tambahan. Beban kerja utama merupakan beban yang ditimbulkan akibat dari
suatu pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan beban tambahan merupakan beban
yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan dalam suatu pekerjaan yang dapat
berakibat atau mempengaruhi kondisi jasmani dan rohani (Kurniawati dan
Mubarak 2015), Beban tambahan kerja ini dapat berupa kondisi atau lingkungan
yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan
karna lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh tenaga
kerja atau karyawan yang bersangkutan (Kurniawati dan Mubarak 2015).

c. Faktor-faktor yang dapat menjadi beban tambahan


Beban tambahan diperoleh dari lingkungan atau situasi kerja. Ada beberapa
faktor yang dapat menjadi beban tambahan menurut (Kurniawati dan Mubarak
2015), antara lain:
1) Faktor fisik, meliputi bangunan gedung, volume udara perkapita, luas lantai
kerja, penerangan,suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan
aliran udara, kebisingan, vibrasi/ getaran, radiasi gelombang elektromagnetik,
dan lain sebagainya.
2) Faktor kimiawi, meliputi semua zat kimia organik dan anorganik yang dapat
berupa gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan ataupun
zat padat.
3) Faktor biologis, meliputi semua makhluk hidup yang berada dalam
lingkungan kerja yang dapat mengganggu pekerjaan.
4) Faktor fisiologis/ ergonomi, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya, seperti konstruksi mesin yangdisesuaikan
dengan fungsi alat indera manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometri dan fisiologi manusia.
5) Faktor mental dan psikologi, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap
suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan
prosedur organisasi pelaksana kerja dan lain-lain.

d. Dampak beban kerja


Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik
maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit
dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan
kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena tugas atau pekerjaan
yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. Sehingga
secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, dalam Prihatini 2008).

2. Metode Pengukuran
a. SWAT (Subjektive Workload Assessment Technique)
SWAT khusus didesain untuk mengukur workload pekerjaan dalam system
yang bervariasi untuk beberapa tugas. SWAT mengkombinasikan rating pada tiga
dimensi workload; time load, mental efford load, dan stress load (Reid 1989,
dalam Purwaningsih, 2007). Tiga dimensi workload tersebut adalah:
1. Time load atau beban waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia
di dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.
2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti benyaknya usaha mental
dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan
tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) dikembangkan


oleh Gary B. Reid (1989) dari Divisi Human Engineering pada Armstrong
Laboratory, Ohio-USA digunakan menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh
seseorang yang harus melakukan aktivitas (baik yang merupakan beban kerja fisik
maupun mental) yang bermacam-macam. Dalam penerapannya, SWAT akan
memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk
mengkuantifikasikan beban kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang
harus dilakukan oleh seorang pekerja (Purwaningsih 2007).
SWAT juga akan menggambarkan sistem kerja sebagai sebuah model multi
dimensional dari beban kerja yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu (1)
Beban Waktu, (2) Beban Usaha Mental (3) Beban Tekanan Psikologis. Masing-
masing terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Dalam
penerapannya setiap tigkatan untuk ketiga faktor tersebut akan dikombinasikan
sehingga akhirnya membentuk 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental.
Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan
penskalaan (Scale Development) dan tahap penilaian (Event Scoring).
Pada langkah pertama, 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental diurutkan
dengan berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden. Data hasil
pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari
beban kerja dengan range 0-100. Pada tahap penilaian, sebuah aktivitas atau
kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang,
dan/atau tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang
berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap penskalaan)
kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan.
Semaksimal mungkin diusahakan agar selama proses pengumpulan data dalam
penerapan metode SWAT tidak mengganggu pekerjaan dari subjek (pekerja) yang
diteliti.
Dimensi skala rating/skor metode SWAT (Reid 1989, dalam Rokhima 2015).
a) Beban Waktu (Time Load)
Menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan
dan monitoring tugas. Hal ini berkaitan sangat erat dengan analisis batas waktu
untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugasnya dalam rentang
waktu yang telah ditentukan. Tingkatan deskriptor beban waktu dalam SWAT,
adalah sebagai berikut:
1) Selalu mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas tidak
terjadi atau jarang terjadi kadang-kadang mempunyai waktu luang,
interupsi,atau overlap diantara aktivitas tidak sering terjadi.
2) Kadang-kadang mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara
aktivitas sering terjadi. Beban Usaha Mental (mental effort load).
3) Tidak mempunyai waktu lebih. Interupsi atau overlap diantara aktivitas sering
terjadi atau selalu terjadi.

b) Beban tekanan Psikologis (psychological stress load)


Menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental dalam
perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Jika beban usaha
mental rendah, konsentrasi dan perhatian yang dibutuhkan untuk melakukan suatu
aktivitas rendah. Dan jika beban usaha mental ini meningkat, konsentrasi dan
perhatian meningkat pula. Adapun tingkatan deskriptor beban usaha mental dalam
SWAT, yaitu:

1) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat kecil. Aktivitas yang
dilakukan hampir otomatis dan tidak membutuhkan perhatian Stress dengan
tingkat sedang akibat kebingungan, resiko, frustasi, kegelisahan, sebagai
beban tambahan, Diperlukan kompensasi secara signifikan untuk
mempertahankan performasi yang baik.
2) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sedang. Kerumitan aktivitas
sedang hingga tinggi sejalan dengan ketidakpastian, ketidakmampu prediksian
dan ketidak kenalan. Perhatian tambahan diperlukan.
3) Kebutuhan konsentrasi dan usaha mental sadar sangat besar dan diperlukan
sekali. Aktivitas yang kompleks dan membutuhkan perhtaian total.

c) Beban Stres Psikologis (Psychological Stress Load)


Mengukur jumlah risiko, kebingungan, frustasi yang dihubungkan dengan
performansi atau penampilan tugas. Pada tingkat stres rendah, orang cenderung
rileks. Seiring dengan meningkatnya stress, terjadi pengacauan konsentrasi
terhadap aspek yang relevan dari suatu pekerjaan yang lebih disebabkan oleh
faktor individual subjek, yaitu motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian,
suhu, kebisingan, getaran, dan kenyamanan. Sebagian besar dari faktor ini
mempengaruhi performansi subjek secara langsung jika merekan sampai pada
tingkatan yang tinggi. Tingkatan deskriptor beban psikologis dalam SWAT adalah:
1) Kebingungan, resiko, frustasi atau kegelisahan dapat diatasi dengan mudah.
2) Stress yang muncul dan berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan
kegelisahan menambah beban kerja yang dialami. Kompensasi tambahan perlu
dilakukan untuk menjaga performansi subjek.
3) Stress yang tinggi dan intens berkaitan dengan kebingungan, frustasi, dan
kegelisahan. Membutuhkan pengendalian diri yang sangat besar.

b. Work Sampling
Work sampling sendiri telah dikembangkan di Inggris oleh seorang bernama
L.H.C Tippet dipabrik-pabrik tekstil di Inggris, tetapi karena kegunaannya cara ini
kemudian dipakai di Negara-negara lain secara lebih luas. Namanya dapat diduga
bahwa cara ini menggunakan prinsip-prinsip dari ilmu statistik. Cara jam henti
sebenarnya juga menggunakan ilmu statistik dan juga sampling, tetapi pada
sampling pekerjaan hal ini tampak lebih nyata (Sutalaksana 1979 dalam Kiayi
2010). Work sampling termasuk cara bersama dengan pengukuran waktu jam
henti, merupakan cara langsung karena dilakukan dengan pengukuran sacara
langsung ditempat berjalan nya pekerjaan. Bedanya dengan jam henti adalah
bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada di
tempat pekerjaan melainkan mengamati (ditempat bekerja) hanya pada waktu-
waktu tertentu secara acak (Sutalaksana 1979, dalam Kiayi 2010).
Sampling kerja adalah suatu aktifitas pengukuran kerja untuk
mengestimasikan proporsi waktu yang hilang (idle/delay) selama siklus kerja
berlangsung untuk melihat proporsi kegiatan tidak produktif yang terjadi (ratio
delay study). Pengamatan dilaksanakan secara random selama siklus kerja
berlangsung untuk beberapa saat tertentu. Sebagai contoh aktivitas ini seringkali
diaplikasikan guna mengestimasikan jumlah waktu yang diperlukan atau harus
dialokasikan guna memberi kelonggaran waktu (allowance) personal untuk
melepas lelah (Wignjosoebroto 2000 dalam Kiayi 2010).
Secara garis besar ada dua macam sampling (Nasution 2002, dalam Kiayi
2010) yaitu:
1. Probability sampling, yang memberi kemungkinan yang sama bagi setiap
unsur populasi untuk dipilih Probality sampling antara lain:
a. Simple sampling random sampling atau sampling acakan sederhana
dilakukan dengan cara: Undian, menggunakan tabel, menggunakan komputer.
b. Sampling acakan dengan stratifikasi
c. Sampling acakan tak proporsional berdasarkan stratifikasi
d. Sampling area
2. Non Probability Sampling; yang tidak memberi kemungkinan yang sama bagi
tiap unsur populasi untuk dipilih. Non probability sampling antara lain:
a) Sampling sistematis.
b) Sampling aksidental.
c) Saturation sampling.
d) Snowball sampling.
Menurut Sinaga (2004) Sampling pekerjaan mempunyai kegunaan di bidang
produksi untuk menghitung waktu penyelesaian. Kegunaan-kegunaan tersebut
antara lain adalah:
1) Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh
pekerja atau kelompok kerja.
2) Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat pabrik.
3) Untuk menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak langsung.
4) Untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.

Untuk melakukan work sampling digunakan 3 langkah menurut Sutalaksana


(2006, dalam Kiayi)
1) Melakukan Sampling Pendahuluan; Disini dilakukan senjumlah kunjungan
yang banyaknya bilangan random ditentukan oleh pengukur biasanya tidak
kurang dari 30.
2) Pengujian Keseragaman Data; untuk itu kita tentukan batas-batas
kontrolnya yaitu
1 P

BKA = P +3 P (1)


1 P

BKB = P -3 P .(2)


Ket :
P = Produktif
n = Banyaknya Pengamatan
3) Kecukupan Data
1600 (1 p)
N= p (3)

Ket=
N= Sampel
Melakukan perhitungan Waktu Baku, dengan cara bahwa dari data yang
terkumpul, dilakukan analisa terhadap :
a. Waktu Siklus
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada
umumnya akan diselesaikan dalam waktu yang sama persis. Sehingga waktu
siklus adalah harga akan sedikit berbeda dari siklus-siklus kerja sekalipun
operator bekerja pada kecepatan normal dan uniform, tiap-tiap elemen dalam
siklus yang berbeda tidak selalu rata-rata dari sub group dibagi harga banyaknya
sub group yang terbentuk.
Rumus Waktu Siklus
xi
Ws= N ...(4)

Ket:
Ws = Waktu Siklus
Xi = Waktu Pengamatan
N = Jumlah Pengamatan yang dilakukan

b. Waktu Normal
Waktu Normal didapat jika operator bekerja secara wajar (tidak cepat dan
tidak lambat). Ketidak normalan dari waktu kerja yang terjadi bisa diakibatkan
oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau
kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Untuk menormalkan waktu kerja
yang diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal ini dilakukan dengan mengadakan
penyesuaian yaitu dengan cara mengalikan waktu pengamatan rata-rata (bisa
waktu siklus atau waktu tiap-tiap elemen) dengan waktu faktor penyesuaian/
rating P.

Rumus Waktu Normal :

Wn=Ws p .(5)
Ket;
Wn= Waktu Normal
P = Faktor Penyesuaian

c. Waktu Baku
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata untuk
menunjukan bahwa searang operator yang berkualitas baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Waktu baku
adalah sama dengan waktu normal kerja dengan waktu longgar.
Pertimbangan waktu longgar antara lain :
2. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan personal (Personal Allowance).
3. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatique Allowance).
4. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (Delay
Allowance).

Rumus Waktu Baku


Wb = Wn + L (Wn) .....(6)
Ket:
Wb= Waktu Baku
L = Faktor Kelonggaran

G. Metodologi Penelitian
Berikut ini merupakan gambar Flow Chart untuk metode penelian :
Pendahuluan
Pengolahan Data dan Analisa HasilPengumpulan data
Kesimpulan

Gambar Flow Chart Metodologi Penelitian


Berikut penjelasan langkah-langkah metodologi penelitian berdasarkan Flow
Chart di atas :
1. Pendahuluan
Tahap pendahuluan adalah merupakan tahap awal dalam kegiatan
penelitian ini. Pada tahap ini dilakukan study literatur dan study lapangan. Studi
literatur dilakukan untuk mendapatkan gambaran teori-teori, konsep dan hal-hal
lain terkait beban kerja, pengukuran waktu kerja dengan menggunakan metode
SWAT dan Work Sampling untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan,
agar didapatkan kesesuaian antara dasar-dasar teori dengan masalah yang
berkaitan dengan konsep yang dibahas, serta untuk mendukung dan memberikan
dasar kebenaran yang kuat dari hasil penelitian sehingga akan memberikan
pemecahan masalah yang terbaik.
. Sedangkan studi lapangan yang berlangsung pada PT. Lhoknga Beton divisi
Bengkel dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai objek penelitian
sehingga dapat memahami dan mengidentifikasi masalah yang terdapat pada PT. .
Lhoknga Beton divisi Bengkel dengan tepat. Langkah-langkah yang dilakukan
pada tahapan ini yaitu pengamatan situasi dan kondisi saat ini dari lingkungan
kerja PT. . Lhoknga Beton divisi Bengkel secara umum dan wawancara dengan
manager perusahaan dan pekerja di divisi bengkel mengenai pekerjaan-pekerjaan
atau perbaikan yang dilakukan di bengkel. Pengamatan awal ini dilakukan untuk
memberikan gambaran sebelum dilakukan pengambilan data untuk penelitian
yaitu identifikasi masalah, penetapan perumusan masalah dan tujuan serta manfaat
yang ingin dicapai.
2. Pengumpulan Data
Setelah melakukan studi literature dan studi lapangan tahan selanjutnya
pengumpulan data. Data yang dikumpulkan adalah data pengukuran waktu kerja
pada pekerja di bagian bengkel di PT Lhoknga Beton, data diukur dengan
menggunakan stopwatch pada setiap pekerjaan yang sudah ditentukan, hasil
pengukuran akan dicatat di lembar pengamatan, pengukuran tidak dilakukan
secara keseluruhan tetapi akan dilakukan secara acak/random. Sebelum
pengukuran data terlebih dahulu ditetapka faktor penyesuaian dan faktor
kelonggaran.
Sedangkan untuk data beban kerja yang diukur untuk metode SWAT adalah
data waktu beban, data usaha mental dan data beban stres psikologis, data tersebut
diukur dalam bentuk kuisioner yang akan diberikan kepada pekerja dibengkel.
3. Pengolahan Data
Pada tahap ini data-data yang sudah dikumpulkan. Sebelum data tersebut
diolah maka terlebih dahulu dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data.
Selanjutnya data tersebut akan dihitung secara manual untuk mendapatkan data
waktu siklus, waktu normal dan waktu baku. Data pengukuran kerja di perlukan
untuk melihat seberapa efektifnya pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja
dibengkel.
Data beban kerja yang didapat dengan menggunakan kuisioner yang
diberikan kepada pekerja kemudian akan diukur persentasenya seberapa besar
beban yang diterima oleh pekerja di bengkel tersebut ketika bekerja dan juga
untuk melihat beban yang paling besar yang diterima oleh pekerja, apakah beban
kerja, beban usaha mental atau beban stres psikologis.

4. Analisa Hasil dan Pembahasan


Setelah melakukan pengolahan data maka akan didapatkan hasilnya
kemudian dilihat seberapa efektifkah pekerja melakukan pekerjaannya dan
seberapa besar beban mental yang diterima oleh pekerja apakah masih sesuai
dengan yang sudah ditetapkan.

5. Kesimpulan Dan saran


Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam melakukan penelitian ini, pada
tahap ini akan disimpulkan beberapa kesimpulan berdasarkan hasil yang didapat
selama melakukan penelitian dan akan memberikan beberapa saran atau
rekomendasi kepada pekerja dibengkel PT Lhoknga Beton.

Daftar Pustaka
Jono. (2015) Pengukuran Beban Kerja Tenaga Kerja Dengan Metode Work
Sampling (Studi Kasus di PT. XY Yogyakarta)
Kiayai, S. D. (2010). Analisis Perancangan Waktu Kerja dengan Menggunakan
Metode Work Sampling (Studi Kasus di Kawasan Industri Agro Terpadu
Kab. Bone Bolango)
Kurniawati, T., & Mubarak, A. (2015). Hubungan antara Beban Kerja dan
Motivasi Kerja pada Pegawai Departemen Alat Peralatan Kapal Laut
(APKL) PT. Pindad (Persero).
Mahendrawan, I. G., & Indrawati, A. D. (2015). Pengaruh Beban Kerja Dan
Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Pt. Panca Dewata Denpasar
Rahayuningsih, S. (2014). Analisis Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja
Terhadap Beban Kerja Mental. Jurnal Teknik Industri,
Rinawati, D. I., Sari. (2012). Penentuan Waktu Standar dan Jumlah Tenaga Kerja
Optimal Pada Produksi Batik Cap (Studi Kasus: IKM Batik Saud Effendy,
Laweyan)
Rokhima, C. Z., Alghofari, A. K., & Muslimah, E. (2014). Evaluasi Beban Kerja
Mental dengan Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) di PT.
Air Mancur
Shahrash, I. (2016). Pengaruh Insentif, Stress Kerja Dan Beban Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Survey Pada Karyawan Bank BJB Kantor Cabang
Utama Bandung)
Simanjuntak, R. A. (2010). Analisis Pengaruh Shift Kerja Terhadap Beban Kerja
Mental Dengan Metode Subjective Workload Assessment Technique
(SWAT). Jurnal Teknologi
Sinaga, T. S., & Sembiring, M. T. (2004). Work Sampling Study Kasus Pekerjaan
Bertender Pada Sebuah Cafe
Prihatini, L. D. (2008). Analisis hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat
di tiap ruang rawat inap RSUD Sidikalang.
Purwaningsih, R., & Sugiyanto, A. (2007). Analisis Beban Kerja Mental Dosen
Teknik Industri Undip Dengan Metode Subjective Workload Assessment
Technique (SWAT)
Wicaksana, S. (2015). Pengaruh Beban Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap
Kinerja Perawat Pada Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI
Widyanti, A., Johnson, A., & de Waard, D. (2010). Pengukuran Beban Kerja
Mental Dalam Searching Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort
(RSME). J@ TI UNDIP: JURNAL TEKNIK INDUSTRI

Anda mungkin juga menyukai