Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat sekarang ini, berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang
disadari ataupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan
tingkat intensitas yang berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman atau di era
globalisasi teknologi dibidang industri semakin canggih dan berkembang, hal ini
diakibatkan oleh karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kegiatan
transportasi meningkat seiring kebutuhan manusia untuk dapat berpindah tempat
dalam melaksanakan aktifitasnya. Seluruh kegiatan transportasi pasti membutuhkan
bahan bakar yang akan menghasilkan emisi saat digunakan. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya pencemaran yang akan memberikan dampak negatif pada
kehidupan manusia. Salah satu polutan akibat kegiatan transportasi adalah Total
Suspended Particulat (TSP) serta salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah
kebisingan akibat kendaraan. Di kawasan perkotaan, kendaraan bermotor merupakan
sumber utama dari emisi partikulat dan menyumbang lebih dari 50% emisi partikulat
di udara ambien (Srimuruganandam & Nagendra, 2011).
Pencemaran lingkungan akibat transportasi dapat menyebabkan dampak
kesehatan dan psikologis. Dampak kesehatan cenderung muncul akibat pajanan
senyawa- senyawa kimia dalam jumlah besar ke tubuh manusia. Sedangkan dampak
psikologis lebih diakibatkan oleh kebisingan dan getaran akibat kinerja mesin
kendaraan (Marcus, 1973). Dampak kesehatan psikologis ini diterima oleh berbagai
kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, namun anak-anak akan jauh
lebih menerima dampak negatif dari polusi udara dibandingkan dampak yang
diterima oleh orang dewasa (Kulkarni dan Grigg, 2008).
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh pendengaran manusia,
kebisingan adalah suara yang mempunyai multi frekuensi dan multi amplitudo dan
biasanya terjadi pada frekuensi tinggi. Sifat kebisingan terdiri dari berbagai macam
antara lain konstan, fluktuasi, kontinu, intermiten, impulsif, random dan impact
noise. Menurut Siswanto (2002) dalam Ramdan (2013), kebisingan adalah terjadinya
bunyi yang keras sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Sedangkan bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang
merupakan aktivitas alam dan buatan manusia (Gabriel, 1996 dan Ramdan, 2013).
Dalam pertimbangan pemilihan lokasi saat ini didasarkan atas pertimbangan
strategis sehingga perguruan tinggi berada di dekat jalur transportasi utama kota,
terutama dekat dengan lokasi jalur kereta dan mobil dengan kendaraan yang ramai.
Pertimbangan lokasi strategis ini awalnya menguntungkan perguruan tinggi karena
lokasi yang mudah dicapai oleh para mahasiswa. Namun seiring dengan
berkembangnya kota dan meningkatnya kebutuhan transportasi menyebabkan lokasi
perguruan tinggi dinilai tidak strategis dengan kenyamanan belajar di perguruan
tinggi. Jarak yang dekat justru tidak menjadi pertimbangan untuk meninggalkan
transportasi. Salah satu contohnya di Sydney, Australia dimana jumlah anak-anak ke
sekolah dengan menggunakan kendaraan bermotor meningkat dari 22.8% di tahun
1971 menjadi 66.6% di tahun 2003 (Ploeg et al, 2008).
Seperti halnya di Kota Kendari yang merupakan salah satu kota di Sulawesi
Tenggara yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang
kehidupan, salah satunya di bidang perekonomian. Seiring dengan perkembangan
ekonomi yang semakin pesat, tentu diikuti dengan semakin banyak aktivitas manusia
dan jumlah industri. Salah satu penunjang aktivitas tersebut adalah transportasi yang
terus meningkat setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan,
dari tahun 2017-2019, jumlah kendaraan bermotor di Kota Kendari terus meningkat.
Pada tahun 2017, jumlah kendaraan bermotor berjumlah 298.003 dan pada tahun
2019 menjadi 331.132. Melihat data diatas, menunjukkan bahwa salah satu faktor
utama kebisingan terus mengalami peningkatan. Tidak adanya tindakan nyata dapat
memperburuk kondisi meningkatnya kebisingan di lingkungan sekitar. Usaha dalam
pengendalian kebisingan menjadi hal yang fundamental demi menjaga serta
memelihara lingkungan. Perlu adanya suatu kegiatan survei untuk mengetahui
tingkat kebisingan.
Visual survey kebisingan pada lokasi depan Maxcell terdengar kebisingannya
pada pukul 14.00 – 15.00 yang berasal dari Lepo-lepo ke ByPass dan sekitarnya,
suara kebisingan tersebut bersumber dari kendaraan bermotor yang memiliki suara
knalpot yang sedikit berisik dan juga ada beberapa kendaraan berat dan ringan yang
lewat misalnya mobil truck dan mobil pribadi. Perdagangan dan Jasa menjadi salah
satu kawasan yang banyak dilalui oleh berbagai sarana transportasi seperti motor,
mobil, dan truk. Perkembangan jumlah dan macam sarana transportasi tersebut pada
jalan raya mempunyai dampak pada lingkungan di sepanjang jalan. Dampak negatif
yang terjadi salah satunya adalah meningkatnya intensitas polusi suara berupa
kebisingan bagi lingkungan disekitar jalan tersebut yang dapat merusak pendengaran
(Setiawan et all, 2002; Budiyono, 2001).
Oleh karena itu, kami dari kelompok I melakukan uji kebisingan pada hari
Sabtu, 13 November 2021 yang bertempat di jalan Brigjen M. Yoenoes Eks ByPass
No. 149-159. Lokasi ini memiliki arus lalu lintas kendaraan yang cukup padat.
Praktikum ini dimulai pada pukul 06.00-17.00 WITA dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kebisingan dengan alat sound level meter.
Kami menggunakan alat Sound Level Meter dikarenakan alat uji yang
diciptakan untuk mengukur seberapa tingkat atau level yang berasal dari kebisingan
suara, hal tersebut memang sangat di perlukan pada kehidupan manusia contohnya
pada lingkungan sehari-hari, misalnya saja pada jalan raya yang tiapsaat dilewati
oleh kendaraan dimana pada lingkungan sekitarnya harus melakukan uji tingkat
kebisingan suara atau tekanan suara yang ditimbulkannya terlebih dahulu, hal ini
digunakan untuk mengetahui seberapa pengaruh yang ditimbulkan terhadap
lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari praktikum uji kebisingan adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana menentukan nilai kebisingan suatu area dengan alat sound level
meter sesuai SNI 7231:2009?
2. Bagaimana membandingkan nilai kebisingan yang mana diperoleh dengan
KEPMENLH No. 48 Tahun 1996 tentang baku mutu kebisingan?
3. Bagaimana mengetahui cara mengendalikan kebisingan yang sudah melewati
ambang batas yang telah ditetapkan ?
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum uji kebisingan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan nilai kebisingan suatu area dengan alat sound level meter
sesuai SNI 7231:2009.
2. Untuk membandingkan nilai kebisingan yang mana diperoleh dengan
KEPMENLH No. 48 Tahun 1996 tentang baku mutu kebisingan.
3. Untuk mengetahui cara mengendalikan kebisingan yang sudah melewati
ambang batas yang telah ditetapkan.

1.4 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dari praktikum uji kebisingan terdiri dari beberapa aspek
yaitu:
1.4.1 Bagi Diri Sendiri
Manfaat bagi diri sendiri yaitu agar bisa mengembangkan kemampuan dalam
kegiatan praktikum serta dapat memahami prosedur dan proses dalam pengukuran
tingkat kebisingan di suatu wilayah sebagai tambahan ilmu dan pengalaman.

1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan


Melalui praktikum analisis kebisingan dapat dijadikan sumber dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pada mata kuliah Rekayasa
Penyehatan Lingkungan (RPL).

1.4.3 Bagi Instansi


Dengan hasil praktikum ini, instansi terkait dapat menjadikannya sebagai
referensi serta acuan dalam proses pengambilan keputusan guna mengurangi tingkat
kebisingan di Kota Kendari.
1.5 Penelitian Terdahulu
1. Yutong Cai, et. al (2017), Ambient air pollution, traffic noise and adult
asthma prevalence: a BioSHaRE approach
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki efek dari polusi udara ambien dan
kebisingan lalu lintas pada asma dewasa prevalensi, menggunakan data yang
diselaraskan dari tiga studi kohort Eropa didirikan pada 2006-2013 (HUNT3,
Lifelines dan UK Biobank). Paparan perumahan terhadap polusi udara ambien
(partikel dengan diameter aerodinamis 10 m (PM10) dan nitrogen dioksida
(NO2)) diperkirakan dengan model Regresi Penggunaan Lahan pan-Eropa
untuk 2007. Kebisingan lalu lintas untuk tahun 2009 dimodelkan di alamat
rumah dengan mengadaptasi penilaian kebisingan standar kerangka kerja
(CNOSSOS-EU). Sebuah analisis cross-sectional dari 646 731 peserta
berusia 20 tahun adalah dilakukan menggunakan Data SHIELD untuk
mengumpulkan data untuk analisis tingkat individu melalui "hitung ke data"
mendekati. Model regresi logistik multivariat dipasang untuk menilai efek
dari setiap paparan pada seumur hidup dan prevalensi asma saat ini. PM10
atau NO2 lebih tinggi sebesar 10 g·m−3 dikaitkan dengan 12,8% (95% CI
9,5–16,3%) dan 1,9% (95% CI 1,1-2,8%) prevalensi asma seumur hidup yang
lebih tinggi, masing-masing, terlepas dari perancu. Efeknya lebih besar pada
mereka yang berusia 50 tahun, pernah merokok dan berpendidikan rendah.
Paparan kebisingan tidak terkait secara signifikan dengan prevalensi asma.
Studi ini menunjukkan bahwa paparan PM10 ambien jangka panjang
dikaitkan dengan prevalensi asma di dewasa Eropa Barat. Kebisingan lalu
lintas tidak terkait dengan prevalensi asma, tetapi potensinya untuk
berdampak eksaserbasi asma membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.
Dan dapat disimpulkan bahwa Dalam studi cross-sectional yang melibatkan
tiga kohort Eropa besar ini, ada perbedaan yang signifikan secara statistic
hubungan positif antara polusi udara PM10 ambien dan asma yang pernah ada
dan asma saat ini prevalensi. NO2 secara signifikan terkait dengan asma yang
pernah ada tetapi bukan asma saat ini. Kami tidak menemukan hubungan
antara paparan kebisingan lalu lintas dan prevalensi asma yang pernah atau
sedang dialami. Studi ini adalah salah satu studi terbesar dari jenisnya sampai
saat ini. Eksposur yang selaras dan data kesehatan lebih dari 600.000 peserta
dari tiga kelompok dibawa bersama untuk tingkat individu yang dikumpulkan
secara integratif analisis, menggunakan Data SHIELD. Polusi udara dan
paparan kebisingan dimodelkan di alamat rumah, memberikan kesempatan
untuk menyelidiki efek kesehatan dari kedua eksposur dalam studi yang
sama.
Kesimpulannya, studi cross-sectional besar ini memberikan bukti yang
menunjukkan bahwa ambient jangka panjang polusi udara partikulat,
terutama PM10, dikaitkan dengan prevalensi asma pada orang dewasa Eropa
Barat. Tidak ada hubungan antara paparan kebisingan lalu lintas dan
prevalensi asma yang ditemukan. Analisis kami adalah dilakukan
menggunakan Data SHIELD, pendekatan baru "menghitung data", yang dapat
membantu memaksimalkan potensi ilmiah dari kelompok yang sudah mapan
dengan mengumpulkan data pribadi secara kuat namun etis untuk penelitian.

2. Ferdian Putra dan Sri Yanti Lisha (2017), TINGKAT KEBISINGAN LALU
LINTAS KENDARAAN DI GEDUNG I SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI
INDUSTRI (STTIND) PADANG
Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang terletak pada lokasi yang strategis
sehingga mudah diakses oleh lalu lintas kendaraan. Hal ini menguntungkan
dari sisi kemudahan akses tetapi menyebabkan dampak negatif lain berupa
tingkat kebisingan. Kebisingan dapat memberikan dampak kesehatan maupun
psikologis pada manusia terpapar.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kebisingan di
gedung I STTIND Padang yang dominan berasal dari lalu lintas kendaraan
karena keberadaannya di pinggir jalan raya. Pengukuran tingkat kebisingan
dilakukan pada tiga lokal/ruang kuliah yang berada di dekat akses jalan raya
dengan menggunakan alat Soud Level Meter selama 7 hari kuliah (Senin
sampai Sabtu). Dari hasil penelitian didapatkan yaitu tingkat kebisingan rata-
rata 70,37 dB (A) dengan kebisingan rata-rata tertinggi pada Hari Sabtu yaitu
72,42 dB (A) dan tingkat kebisingan rata-rata terendah pada Hari Kamis
67,53 dB (A). Lokal tertinggi kebisingannya adalah lokal 3, yaitu 71,82 dB
(A) dan terendah pada lokal 1, yaitu 68,75 db (A). Hasil pengukuran tingkat
kebisingan menunjukkan bahwa nilai kebisingan rata-rata berada di atas baku
mutu yang di tetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan untuk
kawasan sekolah atau sejenisnya adalah 55 db (A). Pengaruh jenis kendaraan
dengan tingkat kebisingan dapat dilihat dengan persamaan regresi Y =
41.20+0.03x1+0.10x2- 0.95x3. Nilai korelasi (R) yaitu 0,75 bermakna bahwa
Hubungan antara tingkat kebisingan dengan jumlah kendaraan memiliki
pengaruh yang kuat.
Memperhatikan hasil keseluruhan dari penelitian maka dapat disimpulkan
bahwa Dari ketiga lokal tempat pengukuran kebisingan nilai kebisingan
tertingi pada lokal tiga dengan rata-rata kebisingan 71,82 db (A), lokal 2 (dua)
70,53 db (A) dan yang terendah pada lokal 1 yaitu 68,75 db (A). Tingkat
kebisingan di gedung 1 pada tiga lokal yang di lakukan pengukuran melebihi
baku mutu yang telah di tetapkan oleh Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan bahwasanya untuk kawasan sekolah atau sejenisnya adalah 55 db
(A) Dari persamaan regresi yang didapatkan bahwa, apabila jumlah sepeda
motor dan kendaraan ringan mengalami kenaikan maka tingkat kebisingan
juga akan mengalami kenaikan dan pada jenis kendaraan berat berabanding
terbalik yaitu, jika jumlah kendaraan berat mengalami kenaikan maka tingkat
kebisingan akan menurun, ini di sebabkan karena jumlah kendaraan berat
lebih sedikit di bandingkan dengan jumlah sepeda motor dan kendaraan
ringan. Nilai korelasi (R) yang di dapatkan adalah 0,75 bermakna bahwa
hubungan antara variabel x1, x2, dan x3 memiliki pengaruh yang kuat
terhadap tingkat kebisingan, karena untuk nilai korelasi dari 0,60-0,799
masuk kategori tingkat hubungan yang kuat.
3. Eddy Heriyatna (2017), ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN LALU
LINTAS DI JALAN PIERRE TENDEAN BANJARMASIN
Dengan bertambahnya kendaraan bermotor pribadi yang disebabkan masih
belum terpenuhinya moda angkutan umum yang dapat mengakomodir
kebutuhan masyarakat, maka menimbulkan kepadatan lalu lintas yang
menyebabkan tundaan hingga kemacetan di kota Banjarmasin. Dampak lain
yang dirasakan akibat arus lalu lintas pada ruas jalan apabila diperhatikan
lebih jauh juga menyebabkan pencemaran suara akibat kendaraan bermotor
berupa kebisingan. Pengaruh lalu lintas terhadap kebisingan ini yang akan
diteliti untuk mengetahui sebesar apa kebisingan yang ditimbulkan pada garis
lurus dengan jarak yang sudah ditentukan.
Adapun metode yang akan digunakan untuk mengetahui pengaruh kebisingan
terhadap jarak adalah dengan korelasi dan regresi linier menggunakan
perangkat lunak microsoft excel yang hasilnya berupa grafik hubungan
kebisingan (dB) tiap-tiap jarak dengan arus lalu lintas. Pada Jarak 0 meter
(Titik-1) didapatkan persamaan regresi Logaritma dengan bentuk persamaan
y = 13.01ln(x) - 3.516, R² = 0,803 dan R = 0,896. Lalu Lintas (smp/jam)
berpengaruh terhadap Kebisingan (dB) sebesar 80,3%. Pada Jarak 17,5 meter
(Titik-2) dengan bentuk persamaan Polinomial y = -0.00074x2+0.470x-8.417,
R² = 0,744 dan R = 0,823 yang berarti Lalu Lintas (smp/jam) berpengaruh
terhadap Kebisingan (dB) sebesar 74,4%. Sedangkan pada jarak 35 meter
(Titik-3) didapat bentuk persamaan Polinomial y = -0.00089x2+0.564x -
25.20, R² = 0,662 dan nilai R = 0,814. Pada Titik-3 Lalu Lintas (smp/jam)
dengan Kebisingan (dB) berpengaruh sebesar 66,2%. Hasil uji korelasi pada
jarak 0 meter (Titik-1) kendaraan ringan berpengaruh terhadap kebisingan
dengan nilai korelasi 0,894321654 dibandingkan sepeda motor sebesar
0,849990589. Pada jarak 17,5 meter (Titik-2) sepeda motor lebih berpengaruh
terhadap kebisingan dengan nilai korelasi 0,860213119 dibandingkan
kendaraan ringan 0,725266969. Pada jarak 35 meter (Titik-3) sepeda motor
juga lebih berpengaruh terhadap kebisingan dengan nilai korelasi
0,799154739 dibandingkan kendaraan ringan sebesar 0,687017145. Jadi dapat
dikatakan bahwa semakin dekat jarak dengan lalu lintas atau sumber
kebisingan maka semakin besar suara kebisingan yang ditimbulkan dan
semakin jauh jarak dari lalu lintas semakin berkurang kebisingan yang
ditimbulkannya.
Dari hasil penelitian dan analisis Lalu Lintas (smp/jam) terhadap Kebisingan
(dB) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Arus lalu lintas yang melewati jalan Pierre Tendean pada pagi, siang dan,
sore hari tidak mengalami perubahan yang signifikan. Arus kendaraan
terbanyak pada pagi hari dan sore hari, sedangkan pada siang hari lebih
sedikit.
2. Nilai kebisingan yang disebabkan oleh arus kendaraan bermotor pada
jarak 0 meter (Titik-1) sebesar 72,10 dB, pada jarak 17,5 (Titik-2)
sebesar 66,10 dB, dan jarak 35 meter (Titik-3) sebesar 63,56 dB.
Semakin jauh jarak tangkap, semakin kecil kebisingan yang ditangkap.
3. Pada jarak 0 meter (Titik-1) kendaraan ringan (LV) lebih berpengaruh
terhadap kebisingan. Pada jarak 17,5 meter (Titik-2) sepeda motor (MC)
yang berpengaruh terhadap kebisingan, sedangkan pada jarak 35 meter
(Titik-3) juga sepeda motor (MC) yang berpengaruh terhadap kebisingan.
4. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Menkes/Per/XI/1987
seperti ditunjukan pada Tabel 2.1 Zona Tingkat Kebisingan, pada Jalan
Pierre Tendean termasuk Zona B yaitu zona yang diperuntukan bagi
perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya dengan
kebisingan maksimal 55 dB. Jadi pada Jalan Pierre Tendean di kawasan
Patung Bekantan kebisingan yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas
(smp/jam) sudah di atas ambang batas maksimal.

4. Ariyanty K.R. et. al (2017), PREDIKSI KEBISINGAN LALU LINTAS DI


KOTA MAKASSAR MENGGUNAKAN MODEL ASJ-RTN 2008
Terdapat beberapa permasalahan yang berhubungan dengan bidang
transportasi, termasuk masalah kemacetan lalu lintas dan masalah lingkungan,
seperti polusi udara dan polusi suara atau kebisingan. Penelitian ini bertujuan
untuk memprediksi kebisingan lalu lintas pada lingkungan jalan utama-
komersial di Kota Makassar dengan menggunakan model ASJ-RTN 2008.
Hasil yang didapat adalah tingkat kebisingan ekivalen atau LAeq telah
melewati batasan yang diizinkan, dengan tingkat kebisingan LAeq,day
sebesar 79,7 dB. Nilai tingkat kebisingan prediksi rata-rata adalah sebesar
78,0 dB (A) dan nilai prediksi lebih rendah dibandingkan dengan nilai tingkat
kebisingan hasil pengukuran.
Dan dapat disimpulkan bahwa dari hasil analisis data yang dilakukan,
diperoleh nilai rata-rata LAeq, day adalah sebesar 79,7 dB dan nilai rata-rata
LAeq,night sebesar 79,82 dB. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan di lingkungan jalan utama-komersial di Kota Makassar telah
melewati batasan teknis yang telah dipersyaratkan. Prediksi menggunakan
model ASJ-RTN 2008 menghasilkan nilai tingkat kebisingan prediksi rata-
rata sebesar 76,1 dB (A) dengan nilai korelasi pearson (R) sebesar 0,99 dan
RMSE sebesar 1,64. Dari hasil pengukuran dan prediksi didapat bahwa nilai
LAeq,day hasil pengukuran lebih tinggi dibandingkan dengan nilai LAeq,day
hasil prediksi. Hasil validasi memberikan nilai RMSE sebesar 1,64. Hal ini
menunjukkan bahwa model belum cukup valid, sehingga perlu dilakukan
perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai