Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS PAPARAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT LALU LINTAS DI JALAN ARTERI

PRIMER

ANALYSIS OF EXPOSURE LEVELS DUE TO TRAFFIC NOISE ON THE PRIMARY ARTERIAL


STREET

Gita Nur Apriani1, Mila Dirgawati2

1
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Nasional, Bandung 40123, Indonesia


2
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Nasional, Bandung 40123, Indonesia

*Correspondence Author
Gita Nur Apriani
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Nasional, Bandung 40123, Indonesia
Email: gnurapriani@gmail.com
Telp : +6281232334894
ANALISIS PAPARAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT LALU LINTAS DI JALAN ARTERI

PRIMER

ABSTRAK

Pendahuluan : Tingginya volume kendaraan di jalan raya di Kota Bandung dapat menyebabkan

kebisingan roadside. Akan tetapi, belum diketahui dengan jelas tingkat paparan yang ditimbulkan.

Tujuan penelitian ini menganalisis tingkat paparan bising yang diakibatkan oleh kendaraan

bermotor di jalan arteri dengan membandingkan jarak pada setiap titik. Metode: Paparan

kebisingan dianalisis dengan dua metode yaitu Pengukuran langsung di roadside dengan sound

level meter (SLM) dan pengukuran ditiap titik berbeda dengan model prediksi Calculation of Road

Traffic Noise (CoRTN). Pengukuran dilakukan pada empat titik berbeda yaitu pada roadside,

lapangan sekolah, depan kelas I dan depan kelas VI. Hasil dan pembahasan: Hasil pengukuran

SLM menunjukan kebisingan pada roadside sebesar 86,01 dBA, lapangan: 70,88 dBA, Kelas I:

75,78 dBA dan kelas IV: 76,42 dBA sedangkan pada prediksi CoRTN dilakukan pada empat titik

yaitu 5m, 8m, 16 m, 32 m dari roadside, dari perhitungan tersebut didapatkan hasil berturut-turut

yaitu 87,69 dbA; 86,22 dBA; 83,15 dBA dan 81,43 dBA. Kesimpulan: peningkatan kebisingan akan

terus ada keberadaanya dengan semakin meningkatnya aktivitas lalu lintas dan sebanding dengan

dampak yang ditimbulkan bahwa tingkat kebisingan di SDN Cihaurgeulis 132 Bandung melebihi

baku mutu yang diijinkan KepMenKes No.1429/MENKES/SK/XII/2006 yaitu sebesar 45 dBA,

sehingga untuk menurunkan kebisingan perlu dilakukan mitigasi dampak akibat lalu lintas jalan.

Kata kunci :Kebisingan pada kawasan sekolah, Paparan bising, Kebisingan jalan arteri, Model

CoRTN
ANALYSIS OF EXPOSURE LEVELS DUE TO TRAFFIC NOISE ON THE PRIMARY ARTERIAL
STREET

ABSTRACT

Introduction : The high volume of vehicles on Highway in Bandung city can cause roadside noise.

However, the exposure level is not yet clearly known. This research aimed to analyze the level of

noise exposure caused by motorized vehicles on the arterial road by comparing the distance at

each point. The noise exposure was analyzed with two different methods. Methods: Direct

measurement at the roadside used sound level meter (SLM) and measurements on each different

points used the prediction model of Calculation of Road Traffic Noise (CoRTN). The measurements

were made in four points including roadside, school court, a classroom close to the highway (First

grade) and the classroom far from the highway (Sixth grade). Result and discussion: The result of

measurement used by SLM showed that the noise exposure on the roadside is 86,01 dBA, School

court: 70,88 dBA, First grade: 75,78 dBA, and Sixth Grade: 76,42 dBA whereas the prediction

model used by CoRTN were made in four points which are 5m, 8m, 16m, and 32m from the

roadside, these calculations obtained successive results there are 87,69 dBA; 86,22 dBA; 83,15

dBA and 81,43 dBA. Conclusion: noise exposure in SDN Cihaurgeulis 132 Bandung was

exceeded the quality standard of noise rate, 45 dBA from KepMenKes

No.1429/MENKES/SK/XII/2006. With the result, to reduce noise it is necessary to mitigate the

impact caused by traffic road.

Keywords: noise in the school area, noise exposure, arterial road noise, CoRTN Model
PENDAHULUAN

Volume kendaraan bermotor yang tinggi dapat memberikan dampak lingkungan berupa bising di

sepanjang jalan yang dilewati kendaraan. Kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor

dapat berasal dari pengoperasian kendaraan seperti suara knalpot kendaraan, suara klakson

kendaraan serta aktivitas dari mesin kendaraan lainnya, yang kemudian dapat menyebabkan

gangguan kenyamanan, gangguan komunikasi bahkan gangguan kesehatan terutama bagi

masyarakat yang tinggal di sekitar jalan raya(1).

Jumlah kendaraan di Kota Bandung pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1.811.498 kendaraan

dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor sebesar 5,5% di tahun 2016-2017 (3). Jumlah

kendaraan bermotor yang terus meningkat sangat berpotensi menyebabkan kebisingan pada jalan

yang dilewatinya, termasuk sekolah yang berada di ruas jalan arteri primer dan sekunder. Kawasan

sekolah memerlukan kondisi lingkungan yang bebas dari gangguan kebisingan sehingga proses

belajar mengajar berlangsung dengan baik. Akan tetapi, di berbagai kota besar di Indonesia

termasuk Kota Bandung, sekolah sering kali berada pada jalur transportasi yang ramai sehingga

dapat mengakibatkan kebisingan yang menganggu kegiatan belajar mengajar (4).

Besarnya paparan bising di lingkungan sekolah dan besarnya paparan bising yang diterima

masing-masing murid di sekolah sangat dipengaruhi oleh intensitas kendaraan bermotor di jalan

raya, frekuensi paparan, lamanya paparan bising, serta jarak ke sumber bising (jalan raya). Oleh

karena itu diperlukan analisis tingkat paparan bising yang ditimbulkan dari aktivitas kendaraan

bermotor di jalan raya pada skala spasial dan temporal. Intensitas kebisingan pada suatu area

umumnya diketahui dengan melakukan pengukuran langsung menggunakan alat Sound Level

Meter (SLM). Akan tetapi, pengukuran dengan SLM akan memerlukan periode pengukuran yang

panjang dan sumber daya manusia yang banyak jika diinginkan data intensitas kebisingan dengan

skala temporal dan spasial yang baik (2), dan dapat mengukur paparan bising secara individu. Oleh

karena itu penentuan paparan bising berdasarkan hasil pengukuran SLM perlu dilengkapi dengan
metode lain yang dapay memprediksi intensitas kebisingan dengan resolusi spasial dan temporal

yang baik. Tujuan dari studi ini adalah untuk memprakirakan tingkat paparan kebisingan pada

berbagai lokasi di lingkungan sekolah selama proses belajar-mengajar berlangsung.

METODE PENELITIAN

Studi mengenai analisis paparan kebisingan jalan raya ini dilakukan di SDN Cihaurgeulis 132

Bandung yang terletak di Jalan Surapati, salah satu jalan arteri primer di Kota Bandung. Jalan

Surapati, salah satu jalar arteri primer di Kota Bandung. Jalan Surapati memiliki volume kendaraan

bermotor rata-rata sebesar 3.907 smp/jam (6). Paparan kebisingan yang dianalisis adalah paparan

kebisingan dari jalan raya di lingkungan sekolah (paparan lingkungan. Paparan bising di lingkungan

ditentukan berdasarkan: (i) Intensitas kebisingan ekuivalen yang merupakan hasil pengukuran

langsung dengan Digital Sound Level Meter (SLM); dan (ii) hasil prediksi kebisingan intensitas

kebisingan dengan menggunakan pemodelan CoRTN

Tingkat kebisingan aktual diukur dengan menggunakan alat digital sound level meter 2310 L.

Pengukuran dilakukan selama 6 jam ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan tiga

periode pengukuran sebagai berikut: jam 07.00 mewakili jam 07.00-09.00 (L1); jam 09.00 mewakili

jam 09.00-11.00 (L2), dan jam 11.00 mewakili jam 11.00-12.00 (L3). Sampling intensitas bising

lingkungan dilakukan di 4 titik berbeda, pemodelan Calculation of Road Traffic Noise (CoRTN)

digunakan untuk memprediksi intensitas bising pada titik yang tidak diukur oleh SLM. Prosedur

pemodelan CoRTN ini mengacu pada Metode Bina Mrga Pd.T-10-2004-B. Pada penelitian ini,

model CoRTN digunakan untuk memprediksi intensitas bising pada 4 titik yaitu: 5 meter dari sumbu

jalan, 8 meter dari sumbu jalan, 16 meter dari sumbu jalan dan 32 meter dari sumbu jalan. Tiga titik

prediksi diantaranya juga merupakan titik yang diukur oleh SLM. Dengan demikian hasil

pengukuran kebisingan dengan SLM pada tiga titik tersebut dapat dibandingkan untuk

mengevaluasi hasil prediksi dengan model CoRTN.

Data yang dibutuhkan untuk model CoRTN mencakup: volume kendaraan, kecepatan rata-rata

kendaraan, kondisi permukaan jalan, dan jarak sumber bunyi dengan penerima. Pengukuran
volume kendaraan dan kecepatan rata-rata kendaraan juga dilakukan pada periode kegiatan

belajar mengajar, yaitu jam 07.00-12.00 WIB. Pengukuran volume kendaraan mengacu pada

Pedoman Tata CaraPelaksanaan Survai Lalu Lintas, Manual No.061/T/BNKT/1990 dengan

menggunakan aplikasi traffic counter mobile. Volume kendaraan per jam dicatat berdasarkan tiga

kategori kendaraan yaitu: sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV) yang mencakup : mobil

pribadi, angkutan umum, microbis, pick up; dan kendaraan berat (HV) yang terdiri dari truk ringan,

truk sedang, truk 3 sumbu, truk semitrailer, bus kecil dan bus besar. Pengukuran kecepatan

kendaraan, pedoman yang digunakan sesuai dengan Panduan Survai dan Perhitungan Waktu

Perjalanan Lalu Lintas, Manual No.001/T/BNKT/1990 untuk metode kecepatan setempat.

Pengukuran kecepatan kendaraan diambil pada tiga periode pengukuran (jam 07.00; 09.00 dan

11.00) yang mewakili tiap jamnya. Pengukuran kecepatan kendaraan dilakukan berdasarkan tiga

jenis kategori kendaraan (MC,LV dan HV) dengan jumlah kendaraan yang diamati sebanyak 15

sampel kendaraan untuk setiap kategori kendaraan yaitu sepeda motor (MC), Kendaraan ringan

(LV) dan kendaraan berat (HV).

HASIL

Hasil-hasil kompilasi data pengukuran tingkat kebisingan pada SDN Cihaurgeulis 132 Bandung

disajikan pada sub-bagian berikut.

Volume Kendaraan

Pengukuran volume kendaraan pada lingkungan SDN Cihaurgeulis 132 Bandung memiliki volume

kendaraan yang bervariasi, dimana pada tiap jamnya terjadi peningkatan dan penurunan volume

kendaraan. Berdasarkan Table 1 menunjukan bahwa volume kendaraan untuk sepeda motor (MC)

lebih tinggi dibanding kendaraan lainnya dan kendaraan paling rendah yaitu kendaraan berat (HV).

Pada jam 09.00-10.00 WIB memiliki volume kendaraan paling tinggi yaitu sepeda motor (MC)

sebanyak 14.308 kendaraan, kendaraan penumpang (LV) sebanyak 2.194 kendaraan dan

kendaraan berat (HV) sebanyak 114 kendaraan sehingga didapatkan jumlah kendaraan pada jam

09.00-10.00 WIB sebesar 16.661 unit kendaraan.


Kecepatan Kendaraan

Kecepatan rata-rata kecepatan kendaraan paling tinggi adalah kendaraan bermotor (MC) diikuti

kendaraan ringan (LV) dan kecepatan yang paling rendah adalah kendaraan berat (HV). Kecepatan

kendaraan paling tinggi terjadi pada jam 11.00 WIB yaitu sebesar 64,88 km/jam untuk MC; 36,24

km/jam untuk LV dan 32,89 km/jam untuk HV dan paling renda terjadi pada jam 07.00 WIB yaitu

MC: 46,32 km/jam; LV 34,15 km/jam dan HV 29,76 km/jam.

Intensitas Bising Aktual

Hasil pengukuran SLM menunjukan nilai bising pada tiap jam memiliki hasil yang berbeda-beda.

Hasil pengukuran nilai intensitas bising mengalami kenaikan dan penurunan. Hasil menunjukan

pada jam 07.00-09.00 nilai bising pada titik 1 sampai dengan titik 4 secara berturut-turut 86,01 dBA;

70,88 dBA; 75,78 dBA; dan 76,42 dBA. Pada jam 09.00-11.00 00 nilai bising pada titik 1 sampai

dengan titik 4 secara berturut-turut 79,09 dBA; 76,98 dBA, 70,68 dBA dan 72,60 dBA. Pada jam

11.00-12.00 nilai bising pada titik 1 sampai dengan titik 4 secara berturut-turut 86,18 dbA; 71,84

dBA; 80,43 dBA dan 74,14 dBA. Nilai tingkat kebisingan ekuivalen (Leq) tertinggi berdasarkan ke

empat titik yaitu pada waktu 11.00-12.00 nilai Leq 86,18 dBA (T1) ; pada waktu 09.00-11.00 dengan

nilai Leq 76,98 dBA (T2); pada waktu 11.00-12.00 dengan nilai Leq 80,43 dBA (T3); pada waktu

07.00-09.00 dengan nilai Leq 76,42 dBA (T4).

Model prediksi CoRTN

Dari hasil perhitungan CoRTN menunjukan hasil perhitungan CoRTN memiliki nilai > 70 dBA.

Tingkat bising paling tinggi berada pada jam 09.00-11.00 WIB yaitu 83,40 dBA (T1); 81,93 dBA

(T2); 78,02 dBA (T3); 77,14 dBA (T4).

Hasil Pengukuran dan Prediksi Tingkat Kebisingan

Pada model prediksi terdapat 3 titik yang diukur oleh SLM yaitu titik 1, titik 2 dan titik 3. Hasil

perbandingan dan prediksi menunjukan selisih dari pengukuran memiliki rentang 0,62-7,91 dBA.

Setiap titik memiliki selisih yang berbeda-beda. Selisih nilai tersebut 3,6 dBA pada titik 1, 7,91 dBA

pada titik 2, dan 0,62 dBA pada titik 3.


PEMBAHASAN

Hubungan Volume Kendaraan dengan Kebisingan

Pola aktivitas lalu lintas pada Jalan Surapati mengalami peningkatan dan penurunan pada setiap

jam. Peningkatan volume lalu lintas terjadi pada jam puncak pagi hari dan siang hari. Hal ini

disebabkan karena jam-jam tersebut merupakan jam masuk kantor dan masuk dan keluarnya

sekolah. Pada jam 09.00-10.00 volume lalu lintas yang paling tinggi yaitu sepeda motor

dikarenakan pada jam tersebut adalah waktu pulang kelas I-III, dimana siswa yang pulang tersebut

dijemput oleh orang tuanya dengan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan peningkatan lalu

lintas. Hasil komposisi kendaraan melintas yang diukur juga diperoleh berdasarkan volume

kendaraan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan kebisingan akan terus ada

keberadaanya dengan semakin meningkatnya aktivitas lalu lintas dan sebanding dengan dampak

yang ditimbulkan.

Menurut Departemen of Transport, UK London, 1998) kebisingan yang ditimbulkan sepeda motor

lebih tinggi dari pada kebisingan pada kendaraan penumpang. Kebisingan pada kendaraan

bermotor terutama dihasilkan oleh mesin kendaraan pada saat pembakaran, knalpot, klakson,

pengerman dan akibat interaksi antar roda dengan jalan yang berupa gesekan yang menghasilkan

bunyi. Penelitian Malkhamah (1992), menunjukan bahwa kendaraan diesel memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap tingkat kebisingan. Jenis kendaraan truk yang bermesin diesel dan tenaga yang

dihasilkan mesin lebih besar, menghasilkan tingkat kebisingan lebih besar 15 dBA dari kendaraan

pribadi. Bunyi pembakaran tingkat kebisingan lebih besar 15 dBA dari kendaraan pribadi. Bunyi

pembakaran yang terjadi pada mesin menghasilkan kontribusi yang besar dalam penyebab

kebisingan terutama pada saat truk mencapai kecepatan 80 km/jam (AASHTO,1993)

Hubungan Kecepatan Kendaraan dengan Kebisingan

Menurut Berglund (1999), kebisingan kendaraan adalah sumber utama dari polusi kebisingan

terhadap lingkungan, termasuk lalu lintas jalan, lalu lintas rel dan lalu lintas udara.Kecepatan
adalah jarak yang ditempuh satuan waktu area nilai perubahan jarak terhadap waktu (Abu bakar,

1999). Penelitian yang dilakukan Makhmah (1992), menunjukan tingkat kebisingan minimal tercapai

pada kecepatan rata-rata 20 km/jam dan 30 km/jam untuk berbagai volume dan persentase

kendaraan diesel.

Menurut Morlok (1995), peningkatan kecepatan lalu lintas dan peningkatan arus kendaraan sangat

mempengaruhi tingkat kebisingan. Kebisingan yang ditimbulkan dari kendaraan umumnya berasal

dari getaran mesin, saluran pemasukan udara ke mesin, saluran pembuangan gas hasil

pembakaran (exhaust), transmisi, gesekan roda dengan permukaan jalan, rem, faktor aerodinamis

dan muatan. Departement of Transport, UK London (1998) menjelaskan bahwa kecepatan

merupakan parameter penting dalam menentukan kebisingan, semakin tinggi kecepatan maka

tingkat kebisingan akan semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karean pada kecepatan yang tinggi

putaran mesin akan tinggi pula dan putaran mesin yang tinggi menghasilkan suara bising.

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan kecepatan kendaraan pada masing-masing

kategori jenis kendaraan (table 2). Menurut Fadilah (2018), perbedaan kecepatan kendaraan

dikarenakan dimensi kendaran dan dimensi jalan. Sepeda motor yang memiliki dimensi lebar yang

kecil sehingga memudahkan berkedara pada dimensi jalan yang besar, berbeda hal dengan

kendaraan ringan dan kendaraan berat yang memiliki dimensi lebar yang lebih besar dibanding

motor sehingga menyebabkan kecepatan kendaraan tidak lebih cepat dari sepeda motor.

Berdasarkan Permenhub No.PM 111 (2015), batas kecepatan jam masuk atau pulang sekolah

paling tinggi untuk semua kendaraan adalah 30 km/jam dan diluar jam masuk atau pulang sekolah

batas kecepatan paling tinggi adalah 50 km/jam untuk kendaraan bermotor dan 40 km/jam untuk

sepeda motor. Namun, hasil kecepatan ini memiliki rentang 29,76 – 64,88 km/jam, hal ini dapat

disimpulkan bahwa rentang kecepatan lalu lintas Jl. Surapati melebih kecepatan maksimum yang

diperuntukan untuk kawasan jalan sekolah.

Analisis Bising Aktual


Dari hasil pengukuran menunjukan (Gambar 1) dapat dilihat bahwa Leq untuk setiap jamnya

selama 6 jam diatas 70 dB yang melewati standar baku mutu tingkat kebisingan berdasarkan

KepMenKes No.1429/MENKES/SK/XII/2006 yaitu sebesar 45 dBA. Tingkat kebisingan pada pukul

11.00-12.00 WIB memiliki nilai bising paling tinggi dari jam-jam yang lain yaitu sebesar 86,18 dBA

pada titik satu dan paling rendah pukul 09.00-10.00 WIB yaitu sebesar 70,68 dBA pada titik 3. Nilai

bising yang melebih baku mutu memberikan efek gangguan pada anak sekolah. Penelitian yang

dilakukan Melawati (2014) menjelaskan efek kebisingan yang terpapar pada siswa mengakibatkan

penurunan performa belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Hal ini

disebabkan kebisingan menyebabkan menurunnya tingkat konsentrasi siswa dalam mengikuti

proses belajar mengajar. Intensitas kebisingan jalan raya sebesar 70 dBA mempengaruhi

konsentrasi belajar di sekolah. Selain kebisingan berpengaruh terhadap konsentrasi selain itu

kebisingan dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi salah satu

penyebab gangguan pendengaran. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan

pendengaran, gangguan komunikasi, gangguan psikofisiologis, ketidak nyamanan dan juga

gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur, 2003). Tingkat kebisingan yang dapat diterima

oleh manusia dari segi kesehatan tergantung pada berapa lama pendengaran terpaparan

kebisingan. Tingkat kebisingan yang masih bias ditolerir oleh seseorang tergantung kegiatan yang

dilakukan. Seseorang yang sakit, beribadah dan belajar akan merasa terganggu dengan

kebisingaan (2).

Woolner et. Al (2010) menjelaskan dampak kebisingan dalam belajar yaitu kondisi bising yang

memapar ruang belajar dapat memberikan efek negative langsung pada oembelajaran, khusunya

pemahaman bahasa dan perkembangan membaca. Sedangkan, penyebab tak langsung

permasalahan tersebut yaitu pada pelajar sering mengalami perasaan bingung atau jengkel ketika

terjadi kebisingan pada saat kegiatan belajar mengajar.

Ikron (2007) menjelaskan kebisingan lalu lintas >61,8 dBA menyebabkan gangguan psikologis 11,8

kali dibandingan dengan kebisingan lalu lintas jalan <61,8 dBA. Penelitain Alex (2012) menunjukan

kebisingan 70 dbA atau setara 53 dBA selama 4 jam dapat mempengaruhi performa anak. Pada
kawasan sekolah tersebut direpresentasikan oleh choice reaction time dan psycho bahwa anak

akan terpengaruh secara negative jika kondisi ruang kelas mereka terlalu bising sehingga kondisi

lingkungan kelas perlu dijaga agar optimal.

Hubungan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Terhadap Jarak Dari Sumber

Jarak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan. Gelombang bunyi

memerlukan waktu untuk merambat. Gelombang bunyi merambat melalui udara di permukaan

bumi. Gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas karena gesekan dengan udara

dalam perjalananya. Oleh karena itu, semakin jauh jarak sumber kebisingan maka akan semakin

kecil intensitas kebisingan (7). Bising lalu lintas berkurang dengan bertambahnya jarak. Semakin

jauh jarak dengan sumber bising menghasilkan tingkat tekanan sura yang semakin kecil, sehingga

tingkat tekanan suara berbanding terbalik dengan jarak. Dengan menggadankan jarak, bising

berkurang sekitar 3 dBA pada saat merambat di atas permukaan yang keras (perkerasan jalan)

sedangkan bising pada saat merambat dipermukaan halus (rumput) bising berkurang sekitar 4,5

dBA setia 2 penggadaan jarak. (8)

Dari hasil pengukuran dengan SLM dapat dilihat Pada Gambar 2, tingkat kebisingan mengalami

penurunan pada titik pengukuran 2 dan kenaikan nilai bising pada titik pengukuran 3. Berdasarkan

teori salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan adalah jarak. Semakin jauh jarak

pengukuran dari sumber kebisingan maka nilai tingkat kebisingan akan menurun. Namun pada

pengukuran ini nilai bising meningkat pada titik pengukuran 3, hal ini disebabkan karena pada

pengukuran titik 3 berada di depan kelas I, dimana pada titik tersebut suara bising yang ditimbulkan

berasal dari suara siswa kelas I dan siswa yang melewati kelas I yang menyebabkan suara bising

itu muncul. Sehingga mempegaruhi hasil kebisingan yang didapat dan ditangkap oleh alat ukur

SLM. Sedangkan pada model prediksi CoRTN, pada Gambar 3 dapat dilihat untuk nilai kebisingan

hasil model prediksi dari titik satu sampai titik 4 mengalami penurunan, hal ini disebabkan faktor

variabel lain yang mempengaruhi hasil model prediksi seperti jalur perambatan pada perhitungan

koreksi jarak horizontal.


Prediksi Model CoRTN

Model Calculation of Road Traffic Noise (CoRTN) merupakan model prediksi dan evaluasi tingkat

kebisingan akibat lalu lintas yang dinyatakan dalam L10 atau Leq. Model CoRTN digunakan di jalan

perkotaan dan antara kota. Model CoRTN mempertimbangkan beberapa faktor yang berpengaruh

yaitu rentang kecepatan rata-rata kendaraan yang dapat digunakan sebagai faktor koreksi adalah

20 km sampai 300 km/jam, Volme lalu lintas diukur dalam 1 jam atau 18 jam, Persentase

kendaraan berat berkisar 0% sampai 100%, Geometrik jalan, dengan mempengaruhi lebar jalan,

panjang segmen, dan surpvelensi jalan, Gradien jalan yang digunakan sebagai faktor koreksi antar

0%- 15%, Jenis permukaan jalan, efek pemantulan, sudut pandang dan bangunan prendam bising

yang memperhatikan tinggi bangunan perendam bising, jarak bangunan perendam dari tepi jalan

terdekat, dan bahan bangunan perendam terbuat dari bahan yang solid/ kedap suara. Pada

penelitian ini kondisi eksiting SDN Ciharugeulis 132 Bandung tidak memiliki barrier sehingga

variable bangunan perendam bising tidak dilakukan perhitungan. Perhitungan yang dilakukan pada

prediksi Model CoRTN adalah volume kendaraan, kecepatan kendaraan, persentase kendaraan

berat, sudut pandang, perekerasan jalan, gradient jalan, dan efek pemantulan. Perhitungan

prediksi kebisingan CoRTN dilakukan menentukan volume kendaraan dan kecepatan rata-rata

kendaraan. Pada Gambar 4 dapat dilihat hasil tingkat kebisingan gabungan (Lgab) berdasarkan

waktu penelitian yang paing tinggi saat jam 09.00-10.00 (L2) dan terendah pada saat jam 11.00-

12.00 (L3). Dari grafik dapat di analisis bahwa pada rentang waktu tersebut merupakan waktu

puncak volume lalu lintas, pada jam 09.00-10.00 memiliki nilai volume lalu lintas yang lebih tinggi.

Hal ini disebabkan pada jam tersebut merupakan waktu pulang anak kelas I-III di mana kendaraan

lalu lintas paling banyak sepeda motor. Sehingga, hal ini menyebabkan operasional lalu lintas terus

meningkat dengan bertambahnya volume lalu lintas berdampak pada tingkat kebisingan prediksi.

Model prediksi CoRTN menggunakan data volume dan kecepatan kendaraan dalam

perhitungannya sehingga prediksi kebisingan berbanding lurus dengan volume lalu lintasVolume

lalu lintas yang diukur adalah 1 jam selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dari hasil
model prediksi pada setiap titik nilai kebisingan yang diperoleh > 70 dBA melebihi baku mutu

kebisingan kawasan sekolah sebesar 45 dBA.

Analisis Evalusi Model Prediksi


Validasi model perlu dilakukan untuk melihat apakah suatu model yang telah digunakan cocok dan

semua faktor terlingkupi atau tidak. Selain itu kecermatan dan ketepatan suatu instrument

penelitian sesuai dengan alasan teoritis dan fakta (objek penelitian yang diteliti). Berdasarkan Tabel

3 pada tiga titik pengukuran memiliki persentase perbedaan dengan hasil analisa dengan rentang

0,62-7,91 dBA. Perbedaan pengukuran langsung dan hasil prediksi model CoRTN dikarenakan

kemungkinan dari faktor meterologi yaitu kecepatan angin dan arah angin yang tidak dihitung,

adanya pemantulan suara dan kerapatan medium perambatan yang dapat mempengaruhi proses

pengambilan data dengan perhitungan langsung menggunakan Sound Level Meter (SLM). Hasil

pengukuran SLM lebih kecil dibandingkan hasil prediksi hal ini disebabkan tipe jalan besar dengan

dimensi badan jalan yang lebar menyebabkan suara-suara tidak sepenuhnya terekam oleh alat

SLM, sehingga hasil kebisingan yang diperoleh dari pengukuran lebih kecil dari nilai kebisingan

hasil prediksi (16). Suara yang ditangka oleh SLM bukan hanya suara yang merambat ke SLM

tetapi terdapat pula suara yang ditangkap akibat pantulan baik itu dari bangunan, pengaruh jarak,

sensor SLM yang tidak kita sadari pada saat pengukuran dan lain-lain (12). Berdasarkan model

ASJ-RTN 2008, suatu model dapat diterima dengan baik apabila selisih rata-rata pengukuran

langsung dan prediksi < 3 dB, sehingga model yang diterima hanya pada titik 1 dengan selisih 3,6

dBA dan titik 3 dengan selisih 0,62 dBA. Perbedaan hasil ini kemungkinan dapat dikarenakan

adanya suatu kesalahan ketika pengukuran volume kendaraan, penentuan kecepatan kendaraan

atau pun tingkat kebisingan yang tidak disadari oleh peneliti pada saat pengukuran akibat dari

background noise lain yang menganggu di sekitar penelitian.


Penilaian Dampak Kebisingan
Penilaian dampak kebisingan dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kebisingan, baik itu kebisingan

hasil pengukuran langsung maupun hasil prediksi yang dibandingkan dengan baku mutu

KepMenKes No.1429/MENKES/SK/XII/2006 sesuai dengan peruntukan kawasan atau lingkungan

kegiatan sekolah nilai baku mutu yang diperbolehkan sebesar 45 dBA. Bila tingkat kebisingan yang

terjadi berada diatas baku mutu kebisingan yang disyaratkan, maka diperlukan upaya rekomendasi

dari perencanaan mitigasi agar penanganan dampak kebisingan dapat diminimalisir dengan baik.

Berikut merupakan hasil tingkat kebisingan dengan baku mutu secara spasial dapat dilihat pada

Gambar 5

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa hasil prediksi CoRTN dan tingkat kebisingan langsung telah

melebih baku mutu kebisingan dengan rentang 21,18 – 32,69 dBA. Hal ini dikarenakan SDN

Cihaurgeulis 132 Bandung terletak di Jalan Surapati merupakan jalan arteri primer, dimana pada

jalan tersebut menghubungkan kegiatan pusat nasional dengan kegiatan pusat wilayah sehingga

banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalan tersebut menyebabkan terpapar kebisingan lalu

lintas.

Faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan tingkat kebisingan langsung adalah kondisi

lingkungan, jarak dan status jalan. Kondisi lingkungan sekitar pada saat pengukuran, berdasarkan

pengamatan kondisi eksisting pada saat pengukuran. Hal ini jika terkoordinasi dengan baik dapat

menyebabkan kondisi bias (background noise yang terlalu tinggi terekam oleh alat : suara siswa di

lokasi dan bunyi klakson atau sirine kendaraan). Jarak titik pengukuran terhadap sumber dapat

mempengaruhi rambatan suara yang diterima oleh alat. Semakin dekat sumber kebisingan ke

penerima maka semakin tinggi juga nilai kebisingan yang didapat. Status jalan (sumber bising),

Jalan Surapati adalah jalan nasional yang merupakan jalan arteri primer yang menghubungkan

antar ibu kota provinsi dan jalan strategis nasional. Sehingga banyaknya kendaraan yang melintas

pada jalan ini.

Dampak yang ditimbulkan akibat kebisingan berupa perubahan morfologi dan fisiologi suatu

organisma yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress
tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisma terhadap pengaruh efk faktor lingkungan

yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang

suatu organ atau sesorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan

berupa gangguan pendengaran, gangguan komunikasi, kinerja, ketidak nyamanan dan gangguan

berbagai aktivitas sehari-hari (10). Sehingga dengan hasil pada Gambar 5, membutuhkan suatu

upaya untuk mengurangi dampak yang diterima. Upaya mitigasi dampak dapat dilakukan pada

penerima, jalur perambatan maupun pada sumber yang dapat disesuaikan dengan kondisi eksisting

serta literatur yang ada agar tindakan penanganan atau mitigasi yang dilakukan dapat tepat guna

dan tepat sasaran sebagaimana semestinya.

Pemetaan Kebisingan

Pemetaan tingkat kebisingan dilakukan dengan menentukan titik sampling pada aplikasi Google

earth. Koordinat titik survey dan nilai kebisingan yang diperoleh dibuat kontur untuk mengetahui

sebagran tingkat kebisingan di kawasan SDN Ciharugeulis 132 Bandung. Peta kontur tingkat

kebisingan di kawasan SDN Cihaurgeulis 132 Bandung dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan

Gambar 3, tingkat kebisingan diatas 70 dB yang ditandai dengan warna hijau dan jingga terdapat

pada titik 1 dan titik 2. Titik 1 memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi dikarenakan pada titik

tersebut berada di pinggir jalan raya dan titik 2 berada di area lapangan sekolah. Penyebab

tingginya tingkat bising pada titik 2 disebebkan karena pegukuran dilakukan saat adanya aktivitas di

lapangan sekolah. Pada titik 3 ditandai dengan warna biru, pada area tersebut nilai tingkat

kebisingan lebih rendah dibandingkan titik lain hal ini disebabkan pada titik tersebut diukur pada

area depan kelas. Namun kebisingan yang ditimbulkan tetap melebih baku mutu dikarenakan

kondisi kelas yang berdekatan sehingga menimbulkan suara bising dari siswa. Pada gambar 3

menunjukan nilai bising pada setiap titip melebih nilai baku mutu berdasarkan KepMenKes

No.1429/MENKES/SK/XII/2006 yaitu sebesar 45 dBA. Sehingga diperlukan upaya pengendalian

bising.
Upaya Mitigasi

Tindakan mitigasi bertujuan agar dampak lingkungan pada SDN Cihaurgeulis 132 Bandung yang

diakibatkan oleh lalu lintas di Jalan Surapati dapat diatasi dengan baik, sehingga hal ini tidak

menjadi suatu masalah maupun perubahan lingkungan yang dapat mengurangi efektifitas seluruh

siswa dan aktivitas akademik baik pada kegiatan belajar maupun kegiatan lainnya di SDN

Cihaurgeulis 132 Bandung. Penanganan kebisingan pada jalur perambatan bising dapat dilakukan

dengan 5 cara antara lain : (i) tipe karakteristik dan pertimbangan implementasi; (ii) Prinsip kerja

Bangunan Perendam Bising (BPB); (iii) Penghalang dengan tanaman; (iv) timbunan; (v)

penghalang buatan. Pemilihan upaya mitigasi terdapat 3 bagian yaitu pengendalian bising pada

sumber, pengendalian bising pada jalur perambatan dan pengendalian bising pada pada titik

penerima. Berdasarkan beberapa pertimbangan pemilihan alternative pada penelitian digunakan

dua pengendalian kebisingan yaitu pada kebisingan pada sumber dan kebisingan pada jalur

perambatan.

Pengendalian bising yang dilakukan pada sumber berupa pengaturan kecepatan kendaraan

dengan rentang kecepatan 30 km/jam s/d 60 km/jam yang dapat mengurangi kebisingan 1 dBA

sampai dengan 5 dBA. Kelebihan dari pengendalian ini yaitu mudah diterapkan dan dapat

disesuaikan dengan regulasi peruntukan khusus kawasan pendidikan. Selain itu pembiayaan

murah, tidak ada perubahan estetika dan efektifitas dapat membantu mengurangi kebisingan

secara signifikan.

Penanganan kebisingan pada jalur perambatan suara umumnya dilakukan dengan pemasangan

prendam bising (BPB). PB dapat berupa penghalang alami (natural barrier) dab penghalang buatan

(artificial barrier). Penghalang alami bisanya menggunakan berbagai kombinasi tanaman dan

gundukan tanah, sedangkan penghalang buatan dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti tembok,

kayu, kaca, almunium dna bahan lainnya. BPB bekerja dengan memberikan efek pemantulan

(insulation), penyerapan (absorption), dan pembelokan (diffraction) jalur perambatan suara.

Pemantulan dilakukan oleh dinding penghalang, penyerapan dilakukan oleh bahan pembentuk

dinding, sedangkan pembelokan dilakukan oleh ujung bagian atas penghalang. Tingkat kebisingan
yang sampai pada penerima merupakan penggabungan antara tingkat suara sisa penyerapan dan

hasil pembelokan.

Pengendalian pada jalur perambatan berupa penghalang tanaman dan penghalang buatan.

Efektifitas penghalang tanaman kebisingan dipengaruhi oleh jenis tanaman yang digunakan dengan

rata-rata pengurangan 1 dBA sampai dengan 15 dBA sedangkan efetifitas bangunan perendam

kebisingan dipengaruhi oleh bahan dan dimensi bangunan. Tanaman yang digunakan untuk

penghalang kebisingan harus memilki kerimbunan dan kerapatan yang cukup merata mulai dari

permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman

penutup tanah, perdu dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang

menjadi optimum. Tanaman yang digunakan untuk penanganan kebisingan yaitu penutup tanah

(rumput), Perdu (Bambu Pringgadoni, Likuan-yu, Anak nakal, Kakaretan, Soka, Sebe), Pohon

(Akasia, Johar dan pohon yang rimbun dengan cabang rendah). Salah satu tanaman yang dapat

digunakan adalah Heliconia Sp atau Seba yang dapat mereduksi kebisingan sebesar 3,4 dBA.

Kelebihan dari pengendalian ini mudah diterapkan, dapat disesuikan dengan peruntukan kawasan

pendidikan jalan sektor sekunder perkotaan, efektifitas dapat mengurangi kebisingan tinggi dan

dapat menyesuaikan kondisi untuk perubahan estetika lingkungan.

Hasil perbandingan indikatif dari berbagai upaya mitigasi tersebut dapat digunakan sebagai

pertimbangan penanganan yang disesuaikan berdasarkan penanganan pada sumber, jalur

perambatan dan titik penerima. Perbandingan ini, dapat memperlihatkan kelebihan dan kekurangan

dari masing-masing upaya mitigasi mitigasi yang direkomendasikan. Sehingga pemilihan alternative

upaya mitigasi dapat disesuaikan dengan hasil.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis tingkat kebisingan di SDN Cihaurgeulias 132 Bandung, maka dapat disimpulkan

bahwa. Tingkat kebisingan di SDN Cihaurgeulis dibagi menjadi 4 titik pengukuran (roadside,

lapangan, depan kelas I dan dpan kelas IV) hasil pengukuran didapat nilai kebisingan paling tinggi

pada waktu 11.00-12.00 yaitu sebesar 86,18 dBA pada titik satu, 71,84 dBA pada titik dua, 80,43
dBA pada titik tiga dan 74,14 dBA pada titik empat. Sedangkan hasil pengukuran dari CoRTN

menujukan nilai bising pada pengukuran 4 titik (5 meter, 8 meter, 16 meter, dan 32 meter dari

roadside) hasil paling tinggi yaitu saat jam 09.00-10.00 yaitu sebesar 83,40 dBA pada titik satu;

81,93 dBA pada titik dua; 78,02 dBA pada titik 3; 77,14 dBA pada titik empat. Dari hasil pengukuran

CoRTN terdapat tiga titik yang diukur oleh SLM, maka dilakukan evalusi model pada tiga titik

pengukuran memiliki selisih perbedaan dengan hasil analisa dengan rentang 0,62-7,91 dBA, dari

titik tersebut model yang diterima hanya pada titik satu dengan selisih 3,6 dBA dan titik tiga dengan

selisih 0,62 dBA.

Volume kendaraan untuk sepeda motor (MC) lebih tinggi dibanding kendaraan lainnya dan

kendaraan paling rendah yaitu kendaraan berat (HV). Pada jam 09.00-10.00 WIB memiliki volume

kendaraan paling tinggi yaitu sepeda motor sebanyak 14.308 kendaraan, kendaraan penumpang

sebanyak 2.194 kendaraan dan kendaraan berat sebanyak 114 kendaraan sehingga didapatkan

jumlah kendaraan pada jam 09.00-10.00 WIB sebesar 16.661 unit kendaraan. Kecepatan

kendaraan paling tinggi terjadi pada jam 11.00 WIB yaitu sebesar 64,88 km/jam untuk kendaraan

sepeda motor. Perbedaan kecepatan kendaraan dikarenakan dimensi kendaran dan dimensi jalan.

Sepeda motor yang memiliki dimensi lebar yang kecil sehingga memudahkan berkedara pada

dimensi jalan yang besar, berbeda hal dengan kendaraan ringan dan kendaraan berat yang

memiliki dimensi lebar yang lebih besar dibanding motor sehingga menyebabkan kecepatan

kendaraan tidak lebih cepat dari sepeda motor.

Dari hasil pengukuran SLM dan Model CoRTN menunjukan terdapat hubungan antara kebisingan

dengan jarak. Nilai kebisingan akan menurun dengan bertambahnya jarak penerima ke sumber.

Selain jarak terdapat hubungan bising dengan volume kendaraan dan kecepatan. Pada kendaraan

semakin banyak kendaraan yang melintas akan mempengaruhi nilai bising dan untuk kecepatan,

semakin cepat kendaraan yang melintas pada jalan raya akan mempengaruhi nilai bising

dikarenakan adanya gesekan ban pada jalan.

Pada pengukuran kebisingan SLM dan Model CoRTN menunjukan nilai bising pada dua metode

bersebut berkisar >70 dBA berdasarkan KepMenKes No.1429/MENKES/SK/XII/2006 kebisingan


pada sekolah yang diizinkan adalah 45 dBA. Sehingga nilai bising pada SDN Ciharugeulis 132

Bandung melebihi baku mutu dan memerlukan upaya mitigasi. Upaya mitigasi yang diberikan

adalau berupa pengendalian dari sumber dan pengendalian jalur perambatan. Alternatif yang dipilih

yaitu pengaturan kecepatan kendaraan dengan rentang kecepatan 30 km/jam s/d 60 km/jam,

penghalang tanaman dan penghalang buatan.

Adapun saran yang diberikan untuk penelitian ini Kepada pihak sekolah, dinas pendidikan dan

pengajaran serta pemerintah kota untuk dapat mengurangi kebisingan di lingkungan SDN

Cihaurgeulis 132 Bandung dengan membuat alat perendam bising seperti barrier noise ataupun

menanam pohon disekitar sekolah sehingga kebisingan yang dihasilkan dapat direduksi dan

memasang perendam di dalam ruangan sekolah. Kepada peneliti selanjutnya Perlu dilakukan

pengukuran kebisingan pada area sekitar sekolah sehingga dapat diketahui hal-hal yang dianggap

mempengaruhi tingkat kebisingan di sekolah.

ACKNOWLEDGEMENTS

Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada SDN Cihaurgeulis 132 Bandung yang telah

memberikan izin untuk melalukan penelitian dan terima kasih pada responden yang telah bersedia

untuk berpartisipasi pada penelitian ini.

REFERENSI

1. Djalante S. Analisis Tingkat Kebisingan Di Jalan Raya Yang Menggunakan Alat Pemberi

Isyarat Lalu Lintas (APIL) (Studi kasus: Simpang Ade Swalayan). J SMARTek. 2010;

2. Trixy A, Yulinawati H, Iswanto B. Kajian Tingkat Kebisingan di Kawasan Pendidikan SD

Negeri 06 Tanjung Duren, Jakarta Barat (Study of Noise Level in Education Areas SD

Negeri 06 Tanjung Duren, West Jakarta). Semin Nas Kota Berkelanjutan. 2018;
3. BPS, Badan Pusat Statistik Kota Bandung. Statistik Daerah Kota Bandung . Badan Pusat

Statistik Kota bandung; 2018

4. Maknun Johar. Pengaruh Kebisingan LaluLintas terhadap Efektivitas Proses Belajar

Mengajar (Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bandung). Bandung :

Universitas Pendidikan Indonesia; 2016.

5. Purwadi,Joko 2006. Analisis Tingkat Kebisingan Dan Emisi Gas Buangdi Jalan Slamet

Riyadi Dan Alternatif Solusinya( Kajian Empirikal Dan Non Empirikal ). Surakarta :

Universitas Muhammadiyah

6. Bimaputra Ardhitya. Analisis Kinerja Simpang dan Ruas Jalan di Kawasan Jalan Pahlawan,

Kota Bandung. Semarang : Universitas Diponegoro; 2017.

7. Subaris, H. Dan Haryono. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta: Mitra Cendekia Pres.

2008.

8. Amwal H, Amel Y, Mustafa N. Pengaruh Kebisingan Lalulintas terhadap konsentrasi belajar

siswa SMPN 1 Padang. Padang : Universitas Andalas. 2015

9. Asyari A. Studi Intensitas Kebisingan Akibat Lalu Lintas Lingkungan Sekolah (Studi Kasus :

SMA Negeri 1 Bandung. Bandung : Institut Teknologi Nasional Bandung; 2019.

10. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1429/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan

Sekolah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2006.

11. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI; 1995.

12. Direktorat Jenderal Bina Marga. Panduan Survai dan Prhitungan Waktu Perjalanan Lalu

Lintas No 001/T/BNKT.1990. Jakarta : Direktorat Pembinaan Jalan Kota; 1990.

13. Fadillah, T. Analisis Kebisingan Simpat Empat Bersinyal Jalan Veteran Utara Makasar,

Universitas Hasanudin, makasar/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan. Jakarta; 2016.


14. Heru Sanjaya, Pertiwi Supriyani, Angga aditama Sultan Sufanir Perhitungan Kebisingan

pada Rumah Sakit dan Sekolah Akibat Arus Lalulintas di Jalan L.L.R.E Martadinata Kota

Bandung. 2018 Bandung : Intitut Teknologi Nasional

15. Ikron, Made D, Ririn AW. Pengaruh Kebisingan LaluLintas Jalan Terhadap Gangguan

Kesehatan Psikologis Anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara. Jakarta :

Universitas Indonesia. 2007

16. Indrawati Susilo. Analisis Kebisingan Arus Lalu Lintas terhadap Kegiatan Belajar Mengajar

(KBM) di SMA Swasta Surabaya. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember; 2017.

17. Mahmud, A. Model Prediksi Kebisingan Lalu Lintas Heterogen Berbasis Model ASJ-RTN

2008 Untuk Lingkungan Jalan Utama Komersial. Makasar: universitas Hasanudin; 2017.

18. Kementerian Lingkungan Hidup RI. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor

Kep 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta; 1996.

19. Kementerian Lingkungan Hidup RI. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep

51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja. Jakarta; 1999.

20. Ramli, M.I. Studi Tingkat Kebisingan Pada SMP Negeri 6 Kota Makasar. Makasar :

Universitas Hasanudin; 2017.

21. Ramli, Y.R. Model Prediksi Kebiisngan Lalu Lintas Heterogen Berbasis Model ASJ-RTN

2008 Untuk Tipe Jalan 4/2D. Makasar : Universitas Hasanudin; 2017.

22. Sam,F. Jurnal Studi Model Hubungan Karakteristik Lalu Lintas dengan Tingkat Kebisingan

Kendaraan pada Ruas Jalan Tol Ir. Sutami Makasar. Makasar : Universitas Hasanudin;

2012.

23. Departemen Pekerjaan Umum Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Pedoman Prediksi

Kebisingan Akibat Lalu Lintas pd T-10-2004-B. Jakarta : Badan Litbang; 2004.

24. Departemen Pekerjaan Umum Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Survai Pencacahan

Lalu Lintas dengan Cara Manual Pd T-19-2004-B. Jakarta : Badan Litbang; 2004.

25. Departemen Pekerjaan Umum Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Mitigasi Dampak

Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan Pd. T-16-2005-B. Jakarta : Badan Litbang; 2005.
26. Peraturan Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah RI No 26 tahun 1985 tentang Jalan.

Jakarta; 1985.

27. Setiya Rahayu, Trapsilo Prihandono, Rifati Dina Handayani. 2015. Pengaruh Tingkat

Kebisingan Lalu Lintas Terhadap Tingkat Kenyamanan Siswa Saat Pembelajaran di

Sekolah Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan (Studi kasus di SMPM Negeri 3 Bangil

dan MTs Negeri Bangil). Surabaya : Universitas Jember.

Tabel 1

Pengukuran Volume Kendaraan pada Tanggal 23 September 2019 di Dua Arus Jalan Surapati

Sepeda Kendaraan Ringan


Waktu Kendaraan Berat (HV) Jumlah (kendaraan)
Motor ( MC) (LV)

07.00-08.00 7132 1430 112 8674

08.00-09.00 8063 1451 86 9600

09.00-10.00 14308 2194 114 16616

10.00-11.00 10513 2716 575 13804

11.00-12.00 5722 1542 113 7377

Total 45738 9333 1000 56071

Tabel 2

Hasil Pengukuran Rata-Rata Kecepatan Kendaraan dengan n = 15 Kendaraan/ Kategori

Jenis Kendaaraan (km/jam)


Waktu Pengukuran ∑n
MC LV HV

07.00 15 46,32 34,15 29,76

09.00 15 60,81 36,4 33,98

11.00 15 64,88 36,24 32,89


Tabel 3 Perbandingan Hasil Pengukuran dan Prediksi Tingkat Kebisingan

Titik Pengukuran T1 T2 T3

Pemodelan (dBA) 87,69 86,22 83,15

Pengukuran (dBA) 84,09 78,31 82,53

Persentase Selisih (dBA) 3,6 7,91 0,62

Distribusi Temporal Tingkat Kebisingan


100
90 86.01 86.18
79.0976.98 80.43
80 75.7876.42 74.14
70.88 70.6872.60 71.84
70
Kebisingan (dBA)

60
50
40
30
20
10
0
07.00-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00

T1 T2 T3 T4

Gambar 1 Distribusi Temporal Tingkat Kebisingan


86.00

84.00 84.09
82.53
Leq day (dBA) 82.00

80.00

78.00 78.31

76.55
76.00

74.00

72.00
T1 T2 T3 T4
Tiitik Pengukuran

Gambar 2 Hubungan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Terhadap Jarak dari Sumber

90.00

88.00 87.69
86.00 86.22
Leq day (dBA)

84.00
83.15
82.00
81.43
80.00

78.00
T1 T2 T3 T4
Titik Pengukuran

Gambar 3 Hubungan Tingkat Kebisingan Prediksi Lalu Lintas Terhadap Jarak dari Sumber
Distribusi Temporal Lgab Prediksi
CoRTN
90.00
85.00
80.00 T1
Kebisingan (dBA)

75.00 T2
70.00 T3
65.00 T4
60.00
55.00
50.00
07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00
Waktu Pengukuran

Gambar 4 Distribusi Temporal Lgab Prediksi CoRTN

90.00

85.00

80.00
Kebisingan dBA

75.00

70.00
Kebisingan Prediksi (Lgab)
65.00 Kebisingan Langdung (Le-
qday)
60.00

55.00

50.00
T1 T2 T3
Titik Pengukuran

Gambar 5 Grafik Distribusi Spasial Perbandingan Tingkat Kebisingan Prediksi Cortn dan
Tingkat Kebisingan Pengukuran Langsung
Gambar 3 Peta Sebaran Kebisingan di SDN Ciharugeulis 132 Bandung

Anda mungkin juga menyukai