PRIMER
1
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
*Correspondence Author
Gita Nur Apriani
Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Nasional, Bandung 40123, Indonesia
Email: gnurapriani@gmail.com
Telp : +6281232334894
ANALISIS PAPARAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT LALU LINTAS DI JALAN ARTERI
PRIMER
ABSTRAK
Pendahuluan : Tingginya volume kendaraan di jalan raya di Kota Bandung dapat menyebabkan
kebisingan roadside. Akan tetapi, belum diketahui dengan jelas tingkat paparan yang ditimbulkan.
Tujuan penelitian ini menganalisis tingkat paparan bising yang diakibatkan oleh kendaraan
bermotor di jalan arteri dengan membandingkan jarak pada setiap titik. Metode: Paparan
kebisingan dianalisis dengan dua metode yaitu Pengukuran langsung di roadside dengan sound
level meter (SLM) dan pengukuran ditiap titik berbeda dengan model prediksi Calculation of Road
Traffic Noise (CoRTN). Pengukuran dilakukan pada empat titik berbeda yaitu pada roadside,
lapangan sekolah, depan kelas I dan depan kelas VI. Hasil dan pembahasan: Hasil pengukuran
SLM menunjukan kebisingan pada roadside sebesar 86,01 dBA, lapangan: 70,88 dBA, Kelas I:
75,78 dBA dan kelas IV: 76,42 dBA sedangkan pada prediksi CoRTN dilakukan pada empat titik
yaitu 5m, 8m, 16 m, 32 m dari roadside, dari perhitungan tersebut didapatkan hasil berturut-turut
yaitu 87,69 dbA; 86,22 dBA; 83,15 dBA dan 81,43 dBA. Kesimpulan: peningkatan kebisingan akan
terus ada keberadaanya dengan semakin meningkatnya aktivitas lalu lintas dan sebanding dengan
dampak yang ditimbulkan bahwa tingkat kebisingan di SDN Cihaurgeulis 132 Bandung melebihi
sehingga untuk menurunkan kebisingan perlu dilakukan mitigasi dampak akibat lalu lintas jalan.
Kata kunci :Kebisingan pada kawasan sekolah, Paparan bising, Kebisingan jalan arteri, Model
CoRTN
ANALYSIS OF EXPOSURE LEVELS DUE TO TRAFFIC NOISE ON THE PRIMARY ARTERIAL
STREET
ABSTRACT
Introduction : The high volume of vehicles on Highway in Bandung city can cause roadside noise.
However, the exposure level is not yet clearly known. This research aimed to analyze the level of
noise exposure caused by motorized vehicles on the arterial road by comparing the distance at
each point. The noise exposure was analyzed with two different methods. Methods: Direct
measurement at the roadside used sound level meter (SLM) and measurements on each different
points used the prediction model of Calculation of Road Traffic Noise (CoRTN). The measurements
were made in four points including roadside, school court, a classroom close to the highway (First
grade) and the classroom far from the highway (Sixth grade). Result and discussion: The result of
measurement used by SLM showed that the noise exposure on the roadside is 86,01 dBA, School
court: 70,88 dBA, First grade: 75,78 dBA, and Sixth Grade: 76,42 dBA whereas the prediction
model used by CoRTN were made in four points which are 5m, 8m, 16m, and 32m from the
roadside, these calculations obtained successive results there are 87,69 dBA; 86,22 dBA; 83,15
dBA and 81,43 dBA. Conclusion: noise exposure in SDN Cihaurgeulis 132 Bandung was
Keywords: noise in the school area, noise exposure, arterial road noise, CoRTN Model
PENDAHULUAN
Volume kendaraan bermotor yang tinggi dapat memberikan dampak lingkungan berupa bising di
sepanjang jalan yang dilewati kendaraan. Kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor
dapat berasal dari pengoperasian kendaraan seperti suara knalpot kendaraan, suara klakson
kendaraan serta aktivitas dari mesin kendaraan lainnya, yang kemudian dapat menyebabkan
Jumlah kendaraan di Kota Bandung pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1.811.498 kendaraan
dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor sebesar 5,5% di tahun 2016-2017 (3). Jumlah
kendaraan bermotor yang terus meningkat sangat berpotensi menyebabkan kebisingan pada jalan
yang dilewatinya, termasuk sekolah yang berada di ruas jalan arteri primer dan sekunder. Kawasan
sekolah memerlukan kondisi lingkungan yang bebas dari gangguan kebisingan sehingga proses
belajar mengajar berlangsung dengan baik. Akan tetapi, di berbagai kota besar di Indonesia
termasuk Kota Bandung, sekolah sering kali berada pada jalur transportasi yang ramai sehingga
Besarnya paparan bising di lingkungan sekolah dan besarnya paparan bising yang diterima
masing-masing murid di sekolah sangat dipengaruhi oleh intensitas kendaraan bermotor di jalan
raya, frekuensi paparan, lamanya paparan bising, serta jarak ke sumber bising (jalan raya). Oleh
karena itu diperlukan analisis tingkat paparan bising yang ditimbulkan dari aktivitas kendaraan
bermotor di jalan raya pada skala spasial dan temporal. Intensitas kebisingan pada suatu area
umumnya diketahui dengan melakukan pengukuran langsung menggunakan alat Sound Level
Meter (SLM). Akan tetapi, pengukuran dengan SLM akan memerlukan periode pengukuran yang
panjang dan sumber daya manusia yang banyak jika diinginkan data intensitas kebisingan dengan
skala temporal dan spasial yang baik (2), dan dapat mengukur paparan bising secara individu. Oleh
karena itu penentuan paparan bising berdasarkan hasil pengukuran SLM perlu dilengkapi dengan
metode lain yang dapay memprediksi intensitas kebisingan dengan resolusi spasial dan temporal
yang baik. Tujuan dari studi ini adalah untuk memprakirakan tingkat paparan kebisingan pada
METODE PENELITIAN
Studi mengenai analisis paparan kebisingan jalan raya ini dilakukan di SDN Cihaurgeulis 132
Bandung yang terletak di Jalan Surapati, salah satu jalan arteri primer di Kota Bandung. Jalan
Surapati, salah satu jalar arteri primer di Kota Bandung. Jalan Surapati memiliki volume kendaraan
bermotor rata-rata sebesar 3.907 smp/jam (6). Paparan kebisingan yang dianalisis adalah paparan
kebisingan dari jalan raya di lingkungan sekolah (paparan lingkungan. Paparan bising di lingkungan
ditentukan berdasarkan: (i) Intensitas kebisingan ekuivalen yang merupakan hasil pengukuran
langsung dengan Digital Sound Level Meter (SLM); dan (ii) hasil prediksi kebisingan intensitas
Tingkat kebisingan aktual diukur dengan menggunakan alat digital sound level meter 2310 L.
Pengukuran dilakukan selama 6 jam ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan tiga
periode pengukuran sebagai berikut: jam 07.00 mewakili jam 07.00-09.00 (L1); jam 09.00 mewakili
jam 09.00-11.00 (L2), dan jam 11.00 mewakili jam 11.00-12.00 (L3). Sampling intensitas bising
lingkungan dilakukan di 4 titik berbeda, pemodelan Calculation of Road Traffic Noise (CoRTN)
digunakan untuk memprediksi intensitas bising pada titik yang tidak diukur oleh SLM. Prosedur
pemodelan CoRTN ini mengacu pada Metode Bina Mrga Pd.T-10-2004-B. Pada penelitian ini,
model CoRTN digunakan untuk memprediksi intensitas bising pada 4 titik yaitu: 5 meter dari sumbu
jalan, 8 meter dari sumbu jalan, 16 meter dari sumbu jalan dan 32 meter dari sumbu jalan. Tiga titik
prediksi diantaranya juga merupakan titik yang diukur oleh SLM. Dengan demikian hasil
pengukuran kebisingan dengan SLM pada tiga titik tersebut dapat dibandingkan untuk
Data yang dibutuhkan untuk model CoRTN mencakup: volume kendaraan, kecepatan rata-rata
kendaraan, kondisi permukaan jalan, dan jarak sumber bunyi dengan penerima. Pengukuran
volume kendaraan dan kecepatan rata-rata kendaraan juga dilakukan pada periode kegiatan
belajar mengajar, yaitu jam 07.00-12.00 WIB. Pengukuran volume kendaraan mengacu pada
menggunakan aplikasi traffic counter mobile. Volume kendaraan per jam dicatat berdasarkan tiga
kategori kendaraan yaitu: sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV) yang mencakup : mobil
pribadi, angkutan umum, microbis, pick up; dan kendaraan berat (HV) yang terdiri dari truk ringan,
truk sedang, truk 3 sumbu, truk semitrailer, bus kecil dan bus besar. Pengukuran kecepatan
kendaraan, pedoman yang digunakan sesuai dengan Panduan Survai dan Perhitungan Waktu
Pengukuran kecepatan kendaraan diambil pada tiga periode pengukuran (jam 07.00; 09.00 dan
11.00) yang mewakili tiap jamnya. Pengukuran kecepatan kendaraan dilakukan berdasarkan tiga
jenis kategori kendaraan (MC,LV dan HV) dengan jumlah kendaraan yang diamati sebanyak 15
sampel kendaraan untuk setiap kategori kendaraan yaitu sepeda motor (MC), Kendaraan ringan
HASIL
Hasil-hasil kompilasi data pengukuran tingkat kebisingan pada SDN Cihaurgeulis 132 Bandung
Volume Kendaraan
Pengukuran volume kendaraan pada lingkungan SDN Cihaurgeulis 132 Bandung memiliki volume
kendaraan yang bervariasi, dimana pada tiap jamnya terjadi peningkatan dan penurunan volume
kendaraan. Berdasarkan Table 1 menunjukan bahwa volume kendaraan untuk sepeda motor (MC)
lebih tinggi dibanding kendaraan lainnya dan kendaraan paling rendah yaitu kendaraan berat (HV).
Pada jam 09.00-10.00 WIB memiliki volume kendaraan paling tinggi yaitu sepeda motor (MC)
sebanyak 14.308 kendaraan, kendaraan penumpang (LV) sebanyak 2.194 kendaraan dan
kendaraan berat (HV) sebanyak 114 kendaraan sehingga didapatkan jumlah kendaraan pada jam
Kecepatan rata-rata kecepatan kendaraan paling tinggi adalah kendaraan bermotor (MC) diikuti
kendaraan ringan (LV) dan kecepatan yang paling rendah adalah kendaraan berat (HV). Kecepatan
kendaraan paling tinggi terjadi pada jam 11.00 WIB yaitu sebesar 64,88 km/jam untuk MC; 36,24
km/jam untuk LV dan 32,89 km/jam untuk HV dan paling renda terjadi pada jam 07.00 WIB yaitu
Hasil pengukuran SLM menunjukan nilai bising pada tiap jam memiliki hasil yang berbeda-beda.
Hasil pengukuran nilai intensitas bising mengalami kenaikan dan penurunan. Hasil menunjukan
pada jam 07.00-09.00 nilai bising pada titik 1 sampai dengan titik 4 secara berturut-turut 86,01 dBA;
70,88 dBA; 75,78 dBA; dan 76,42 dBA. Pada jam 09.00-11.00 00 nilai bising pada titik 1 sampai
dengan titik 4 secara berturut-turut 79,09 dBA; 76,98 dBA, 70,68 dBA dan 72,60 dBA. Pada jam
11.00-12.00 nilai bising pada titik 1 sampai dengan titik 4 secara berturut-turut 86,18 dbA; 71,84
dBA; 80,43 dBA dan 74,14 dBA. Nilai tingkat kebisingan ekuivalen (Leq) tertinggi berdasarkan ke
empat titik yaitu pada waktu 11.00-12.00 nilai Leq 86,18 dBA (T1) ; pada waktu 09.00-11.00 dengan
nilai Leq 76,98 dBA (T2); pada waktu 11.00-12.00 dengan nilai Leq 80,43 dBA (T3); pada waktu
Dari hasil perhitungan CoRTN menunjukan hasil perhitungan CoRTN memiliki nilai > 70 dBA.
Tingkat bising paling tinggi berada pada jam 09.00-11.00 WIB yaitu 83,40 dBA (T1); 81,93 dBA
Pada model prediksi terdapat 3 titik yang diukur oleh SLM yaitu titik 1, titik 2 dan titik 3. Hasil
perbandingan dan prediksi menunjukan selisih dari pengukuran memiliki rentang 0,62-7,91 dBA.
Setiap titik memiliki selisih yang berbeda-beda. Selisih nilai tersebut 3,6 dBA pada titik 1, 7,91 dBA
Pola aktivitas lalu lintas pada Jalan Surapati mengalami peningkatan dan penurunan pada setiap
jam. Peningkatan volume lalu lintas terjadi pada jam puncak pagi hari dan siang hari. Hal ini
disebabkan karena jam-jam tersebut merupakan jam masuk kantor dan masuk dan keluarnya
sekolah. Pada jam 09.00-10.00 volume lalu lintas yang paling tinggi yaitu sepeda motor
dikarenakan pada jam tersebut adalah waktu pulang kelas I-III, dimana siswa yang pulang tersebut
dijemput oleh orang tuanya dengan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan peningkatan lalu
lintas. Hasil komposisi kendaraan melintas yang diukur juga diperoleh berdasarkan volume
kendaraan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan kebisingan akan terus ada
keberadaanya dengan semakin meningkatnya aktivitas lalu lintas dan sebanding dengan dampak
yang ditimbulkan.
Menurut Departemen of Transport, UK London, 1998) kebisingan yang ditimbulkan sepeda motor
lebih tinggi dari pada kebisingan pada kendaraan penumpang. Kebisingan pada kendaraan
bermotor terutama dihasilkan oleh mesin kendaraan pada saat pembakaran, knalpot, klakson,
pengerman dan akibat interaksi antar roda dengan jalan yang berupa gesekan yang menghasilkan
bunyi. Penelitian Malkhamah (1992), menunjukan bahwa kendaraan diesel memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kebisingan. Jenis kendaraan truk yang bermesin diesel dan tenaga yang
dihasilkan mesin lebih besar, menghasilkan tingkat kebisingan lebih besar 15 dBA dari kendaraan
pribadi. Bunyi pembakaran tingkat kebisingan lebih besar 15 dBA dari kendaraan pribadi. Bunyi
pembakaran yang terjadi pada mesin menghasilkan kontribusi yang besar dalam penyebab
Menurut Berglund (1999), kebisingan kendaraan adalah sumber utama dari polusi kebisingan
terhadap lingkungan, termasuk lalu lintas jalan, lalu lintas rel dan lalu lintas udara.Kecepatan
adalah jarak yang ditempuh satuan waktu area nilai perubahan jarak terhadap waktu (Abu bakar,
1999). Penelitian yang dilakukan Makhmah (1992), menunjukan tingkat kebisingan minimal tercapai
pada kecepatan rata-rata 20 km/jam dan 30 km/jam untuk berbagai volume dan persentase
kendaraan diesel.
Menurut Morlok (1995), peningkatan kecepatan lalu lintas dan peningkatan arus kendaraan sangat
mempengaruhi tingkat kebisingan. Kebisingan yang ditimbulkan dari kendaraan umumnya berasal
dari getaran mesin, saluran pemasukan udara ke mesin, saluran pembuangan gas hasil
pembakaran (exhaust), transmisi, gesekan roda dengan permukaan jalan, rem, faktor aerodinamis
merupakan parameter penting dalam menentukan kebisingan, semakin tinggi kecepatan maka
tingkat kebisingan akan semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karean pada kecepatan yang tinggi
putaran mesin akan tinggi pula dan putaran mesin yang tinggi menghasilkan suara bising.
Dari hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan kecepatan kendaraan pada masing-masing
kategori jenis kendaraan (table 2). Menurut Fadilah (2018), perbedaan kecepatan kendaraan
dikarenakan dimensi kendaran dan dimensi jalan. Sepeda motor yang memiliki dimensi lebar yang
kecil sehingga memudahkan berkedara pada dimensi jalan yang besar, berbeda hal dengan
kendaraan ringan dan kendaraan berat yang memiliki dimensi lebar yang lebih besar dibanding
motor sehingga menyebabkan kecepatan kendaraan tidak lebih cepat dari sepeda motor.
Berdasarkan Permenhub No.PM 111 (2015), batas kecepatan jam masuk atau pulang sekolah
paling tinggi untuk semua kendaraan adalah 30 km/jam dan diluar jam masuk atau pulang sekolah
batas kecepatan paling tinggi adalah 50 km/jam untuk kendaraan bermotor dan 40 km/jam untuk
sepeda motor. Namun, hasil kecepatan ini memiliki rentang 29,76 – 64,88 km/jam, hal ini dapat
disimpulkan bahwa rentang kecepatan lalu lintas Jl. Surapati melebih kecepatan maksimum yang
selama 6 jam diatas 70 dB yang melewati standar baku mutu tingkat kebisingan berdasarkan
11.00-12.00 WIB memiliki nilai bising paling tinggi dari jam-jam yang lain yaitu sebesar 86,18 dBA
pada titik satu dan paling rendah pukul 09.00-10.00 WIB yaitu sebesar 70,68 dBA pada titik 3. Nilai
bising yang melebih baku mutu memberikan efek gangguan pada anak sekolah. Penelitian yang
dilakukan Melawati (2014) menjelaskan efek kebisingan yang terpapar pada siswa mengakibatkan
penurunan performa belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Hal ini
proses belajar mengajar. Intensitas kebisingan jalan raya sebesar 70 dBA mempengaruhi
konsentrasi belajar di sekolah. Selain kebisingan berpengaruh terhadap konsentrasi selain itu
kebisingan dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi salah satu
gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur, 2003). Tingkat kebisingan yang dapat diterima
oleh manusia dari segi kesehatan tergantung pada berapa lama pendengaran terpaparan
kebisingan. Tingkat kebisingan yang masih bias ditolerir oleh seseorang tergantung kegiatan yang
dilakukan. Seseorang yang sakit, beribadah dan belajar akan merasa terganggu dengan
kebisingaan (2).
Woolner et. Al (2010) menjelaskan dampak kebisingan dalam belajar yaitu kondisi bising yang
memapar ruang belajar dapat memberikan efek negative langsung pada oembelajaran, khusunya
permasalahan tersebut yaitu pada pelajar sering mengalami perasaan bingung atau jengkel ketika
Ikron (2007) menjelaskan kebisingan lalu lintas >61,8 dBA menyebabkan gangguan psikologis 11,8
kali dibandingan dengan kebisingan lalu lintas jalan <61,8 dBA. Penelitain Alex (2012) menunjukan
kebisingan 70 dbA atau setara 53 dBA selama 4 jam dapat mempengaruhi performa anak. Pada
kawasan sekolah tersebut direpresentasikan oleh choice reaction time dan psycho bahwa anak
akan terpengaruh secara negative jika kondisi ruang kelas mereka terlalu bising sehingga kondisi
Jarak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan. Gelombang bunyi
memerlukan waktu untuk merambat. Gelombang bunyi merambat melalui udara di permukaan
bumi. Gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas karena gesekan dengan udara
dalam perjalananya. Oleh karena itu, semakin jauh jarak sumber kebisingan maka akan semakin
kecil intensitas kebisingan (7). Bising lalu lintas berkurang dengan bertambahnya jarak. Semakin
jauh jarak dengan sumber bising menghasilkan tingkat tekanan sura yang semakin kecil, sehingga
tingkat tekanan suara berbanding terbalik dengan jarak. Dengan menggadankan jarak, bising
berkurang sekitar 3 dBA pada saat merambat di atas permukaan yang keras (perkerasan jalan)
sedangkan bising pada saat merambat dipermukaan halus (rumput) bising berkurang sekitar 4,5
Dari hasil pengukuran dengan SLM dapat dilihat Pada Gambar 2, tingkat kebisingan mengalami
penurunan pada titik pengukuran 2 dan kenaikan nilai bising pada titik pengukuran 3. Berdasarkan
teori salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan adalah jarak. Semakin jauh jarak
pengukuran dari sumber kebisingan maka nilai tingkat kebisingan akan menurun. Namun pada
pengukuran ini nilai bising meningkat pada titik pengukuran 3, hal ini disebabkan karena pada
pengukuran titik 3 berada di depan kelas I, dimana pada titik tersebut suara bising yang ditimbulkan
berasal dari suara siswa kelas I dan siswa yang melewati kelas I yang menyebabkan suara bising
itu muncul. Sehingga mempegaruhi hasil kebisingan yang didapat dan ditangkap oleh alat ukur
SLM. Sedangkan pada model prediksi CoRTN, pada Gambar 3 dapat dilihat untuk nilai kebisingan
hasil model prediksi dari titik satu sampai titik 4 mengalami penurunan, hal ini disebabkan faktor
variabel lain yang mempengaruhi hasil model prediksi seperti jalur perambatan pada perhitungan
Model Calculation of Road Traffic Noise (CoRTN) merupakan model prediksi dan evaluasi tingkat
kebisingan akibat lalu lintas yang dinyatakan dalam L10 atau Leq. Model CoRTN digunakan di jalan
perkotaan dan antara kota. Model CoRTN mempertimbangkan beberapa faktor yang berpengaruh
yaitu rentang kecepatan rata-rata kendaraan yang dapat digunakan sebagai faktor koreksi adalah
20 km sampai 300 km/jam, Volme lalu lintas diukur dalam 1 jam atau 18 jam, Persentase
kendaraan berat berkisar 0% sampai 100%, Geometrik jalan, dengan mempengaruhi lebar jalan,
panjang segmen, dan surpvelensi jalan, Gradien jalan yang digunakan sebagai faktor koreksi antar
0%- 15%, Jenis permukaan jalan, efek pemantulan, sudut pandang dan bangunan prendam bising
yang memperhatikan tinggi bangunan perendam bising, jarak bangunan perendam dari tepi jalan
terdekat, dan bahan bangunan perendam terbuat dari bahan yang solid/ kedap suara. Pada
penelitian ini kondisi eksiting SDN Ciharugeulis 132 Bandung tidak memiliki barrier sehingga
variable bangunan perendam bising tidak dilakukan perhitungan. Perhitungan yang dilakukan pada
prediksi Model CoRTN adalah volume kendaraan, kecepatan kendaraan, persentase kendaraan
berat, sudut pandang, perekerasan jalan, gradient jalan, dan efek pemantulan. Perhitungan
prediksi kebisingan CoRTN dilakukan menentukan volume kendaraan dan kecepatan rata-rata
kendaraan. Pada Gambar 4 dapat dilihat hasil tingkat kebisingan gabungan (Lgab) berdasarkan
waktu penelitian yang paing tinggi saat jam 09.00-10.00 (L2) dan terendah pada saat jam 11.00-
12.00 (L3). Dari grafik dapat di analisis bahwa pada rentang waktu tersebut merupakan waktu
puncak volume lalu lintas, pada jam 09.00-10.00 memiliki nilai volume lalu lintas yang lebih tinggi.
Hal ini disebabkan pada jam tersebut merupakan waktu pulang anak kelas I-III di mana kendaraan
lalu lintas paling banyak sepeda motor. Sehingga, hal ini menyebabkan operasional lalu lintas terus
meningkat dengan bertambahnya volume lalu lintas berdampak pada tingkat kebisingan prediksi.
Model prediksi CoRTN menggunakan data volume dan kecepatan kendaraan dalam
perhitungannya sehingga prediksi kebisingan berbanding lurus dengan volume lalu lintasVolume
lalu lintas yang diukur adalah 1 jam selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dari hasil
model prediksi pada setiap titik nilai kebisingan yang diperoleh > 70 dBA melebihi baku mutu
semua faktor terlingkupi atau tidak. Selain itu kecermatan dan ketepatan suatu instrument
penelitian sesuai dengan alasan teoritis dan fakta (objek penelitian yang diteliti). Berdasarkan Tabel
3 pada tiga titik pengukuran memiliki persentase perbedaan dengan hasil analisa dengan rentang
0,62-7,91 dBA. Perbedaan pengukuran langsung dan hasil prediksi model CoRTN dikarenakan
kemungkinan dari faktor meterologi yaitu kecepatan angin dan arah angin yang tidak dihitung,
adanya pemantulan suara dan kerapatan medium perambatan yang dapat mempengaruhi proses
pengambilan data dengan perhitungan langsung menggunakan Sound Level Meter (SLM). Hasil
pengukuran SLM lebih kecil dibandingkan hasil prediksi hal ini disebabkan tipe jalan besar dengan
dimensi badan jalan yang lebar menyebabkan suara-suara tidak sepenuhnya terekam oleh alat
SLM, sehingga hasil kebisingan yang diperoleh dari pengukuran lebih kecil dari nilai kebisingan
hasil prediksi (16). Suara yang ditangka oleh SLM bukan hanya suara yang merambat ke SLM
tetapi terdapat pula suara yang ditangkap akibat pantulan baik itu dari bangunan, pengaruh jarak,
sensor SLM yang tidak kita sadari pada saat pengukuran dan lain-lain (12). Berdasarkan model
ASJ-RTN 2008, suatu model dapat diterima dengan baik apabila selisih rata-rata pengukuran
langsung dan prediksi < 3 dB, sehingga model yang diterima hanya pada titik 1 dengan selisih 3,6
dBA dan titik 3 dengan selisih 0,62 dBA. Perbedaan hasil ini kemungkinan dapat dikarenakan
adanya suatu kesalahan ketika pengukuran volume kendaraan, penentuan kecepatan kendaraan
atau pun tingkat kebisingan yang tidak disadari oleh peneliti pada saat pengukuran akibat dari
hasil pengukuran langsung maupun hasil prediksi yang dibandingkan dengan baku mutu
kegiatan sekolah nilai baku mutu yang diperbolehkan sebesar 45 dBA. Bila tingkat kebisingan yang
terjadi berada diatas baku mutu kebisingan yang disyaratkan, maka diperlukan upaya rekomendasi
dari perencanaan mitigasi agar penanganan dampak kebisingan dapat diminimalisir dengan baik.
Berikut merupakan hasil tingkat kebisingan dengan baku mutu secara spasial dapat dilihat pada
Gambar 5
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa hasil prediksi CoRTN dan tingkat kebisingan langsung telah
melebih baku mutu kebisingan dengan rentang 21,18 – 32,69 dBA. Hal ini dikarenakan SDN
Cihaurgeulis 132 Bandung terletak di Jalan Surapati merupakan jalan arteri primer, dimana pada
jalan tersebut menghubungkan kegiatan pusat nasional dengan kegiatan pusat wilayah sehingga
banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalan tersebut menyebabkan terpapar kebisingan lalu
lintas.
Faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan tingkat kebisingan langsung adalah kondisi
lingkungan, jarak dan status jalan. Kondisi lingkungan sekitar pada saat pengukuran, berdasarkan
pengamatan kondisi eksisting pada saat pengukuran. Hal ini jika terkoordinasi dengan baik dapat
menyebabkan kondisi bias (background noise yang terlalu tinggi terekam oleh alat : suara siswa di
lokasi dan bunyi klakson atau sirine kendaraan). Jarak titik pengukuran terhadap sumber dapat
mempengaruhi rambatan suara yang diterima oleh alat. Semakin dekat sumber kebisingan ke
penerima maka semakin tinggi juga nilai kebisingan yang didapat. Status jalan (sumber bising),
Jalan Surapati adalah jalan nasional yang merupakan jalan arteri primer yang menghubungkan
antar ibu kota provinsi dan jalan strategis nasional. Sehingga banyaknya kendaraan yang melintas
Dampak yang ditimbulkan akibat kebisingan berupa perubahan morfologi dan fisiologi suatu
organisma yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress
tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisma terhadap pengaruh efk faktor lingkungan
yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang
suatu organ atau sesorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan
berupa gangguan pendengaran, gangguan komunikasi, kinerja, ketidak nyamanan dan gangguan
berbagai aktivitas sehari-hari (10). Sehingga dengan hasil pada Gambar 5, membutuhkan suatu
upaya untuk mengurangi dampak yang diterima. Upaya mitigasi dampak dapat dilakukan pada
penerima, jalur perambatan maupun pada sumber yang dapat disesuaikan dengan kondisi eksisting
serta literatur yang ada agar tindakan penanganan atau mitigasi yang dilakukan dapat tepat guna
Pemetaan Kebisingan
Pemetaan tingkat kebisingan dilakukan dengan menentukan titik sampling pada aplikasi Google
earth. Koordinat titik survey dan nilai kebisingan yang diperoleh dibuat kontur untuk mengetahui
sebagran tingkat kebisingan di kawasan SDN Ciharugeulis 132 Bandung. Peta kontur tingkat
kebisingan di kawasan SDN Cihaurgeulis 132 Bandung dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan
Gambar 3, tingkat kebisingan diatas 70 dB yang ditandai dengan warna hijau dan jingga terdapat
pada titik 1 dan titik 2. Titik 1 memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi dikarenakan pada titik
tersebut berada di pinggir jalan raya dan titik 2 berada di area lapangan sekolah. Penyebab
tingginya tingkat bising pada titik 2 disebebkan karena pegukuran dilakukan saat adanya aktivitas di
lapangan sekolah. Pada titik 3 ditandai dengan warna biru, pada area tersebut nilai tingkat
kebisingan lebih rendah dibandingkan titik lain hal ini disebabkan pada titik tersebut diukur pada
area depan kelas. Namun kebisingan yang ditimbulkan tetap melebih baku mutu dikarenakan
kondisi kelas yang berdekatan sehingga menimbulkan suara bising dari siswa. Pada gambar 3
menunjukan nilai bising pada setiap titip melebih nilai baku mutu berdasarkan KepMenKes
bising.
Upaya Mitigasi
Tindakan mitigasi bertujuan agar dampak lingkungan pada SDN Cihaurgeulis 132 Bandung yang
diakibatkan oleh lalu lintas di Jalan Surapati dapat diatasi dengan baik, sehingga hal ini tidak
menjadi suatu masalah maupun perubahan lingkungan yang dapat mengurangi efektifitas seluruh
siswa dan aktivitas akademik baik pada kegiatan belajar maupun kegiatan lainnya di SDN
Cihaurgeulis 132 Bandung. Penanganan kebisingan pada jalur perambatan bising dapat dilakukan
dengan 5 cara antara lain : (i) tipe karakteristik dan pertimbangan implementasi; (ii) Prinsip kerja
Bangunan Perendam Bising (BPB); (iii) Penghalang dengan tanaman; (iv) timbunan; (v)
penghalang buatan. Pemilihan upaya mitigasi terdapat 3 bagian yaitu pengendalian bising pada
sumber, pengendalian bising pada jalur perambatan dan pengendalian bising pada pada titik
dua pengendalian kebisingan yaitu pada kebisingan pada sumber dan kebisingan pada jalur
perambatan.
Pengendalian bising yang dilakukan pada sumber berupa pengaturan kecepatan kendaraan
dengan rentang kecepatan 30 km/jam s/d 60 km/jam yang dapat mengurangi kebisingan 1 dBA
sampai dengan 5 dBA. Kelebihan dari pengendalian ini yaitu mudah diterapkan dan dapat
disesuaikan dengan regulasi peruntukan khusus kawasan pendidikan. Selain itu pembiayaan
murah, tidak ada perubahan estetika dan efektifitas dapat membantu mengurangi kebisingan
secara signifikan.
Penanganan kebisingan pada jalur perambatan suara umumnya dilakukan dengan pemasangan
prendam bising (BPB). PB dapat berupa penghalang alami (natural barrier) dab penghalang buatan
(artificial barrier). Penghalang alami bisanya menggunakan berbagai kombinasi tanaman dan
gundukan tanah, sedangkan penghalang buatan dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti tembok,
kayu, kaca, almunium dna bahan lainnya. BPB bekerja dengan memberikan efek pemantulan
Pemantulan dilakukan oleh dinding penghalang, penyerapan dilakukan oleh bahan pembentuk
dinding, sedangkan pembelokan dilakukan oleh ujung bagian atas penghalang. Tingkat kebisingan
yang sampai pada penerima merupakan penggabungan antara tingkat suara sisa penyerapan dan
hasil pembelokan.
Pengendalian pada jalur perambatan berupa penghalang tanaman dan penghalang buatan.
Efektifitas penghalang tanaman kebisingan dipengaruhi oleh jenis tanaman yang digunakan dengan
rata-rata pengurangan 1 dBA sampai dengan 15 dBA sedangkan efetifitas bangunan perendam
kebisingan dipengaruhi oleh bahan dan dimensi bangunan. Tanaman yang digunakan untuk
penghalang kebisingan harus memilki kerimbunan dan kerapatan yang cukup merata mulai dari
permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman
penutup tanah, perdu dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang
menjadi optimum. Tanaman yang digunakan untuk penanganan kebisingan yaitu penutup tanah
(rumput), Perdu (Bambu Pringgadoni, Likuan-yu, Anak nakal, Kakaretan, Soka, Sebe), Pohon
(Akasia, Johar dan pohon yang rimbun dengan cabang rendah). Salah satu tanaman yang dapat
digunakan adalah Heliconia Sp atau Seba yang dapat mereduksi kebisingan sebesar 3,4 dBA.
Kelebihan dari pengendalian ini mudah diterapkan, dapat disesuikan dengan peruntukan kawasan
pendidikan jalan sektor sekunder perkotaan, efektifitas dapat mengurangi kebisingan tinggi dan
Hasil perbandingan indikatif dari berbagai upaya mitigasi tersebut dapat digunakan sebagai
perambatan dan titik penerima. Perbandingan ini, dapat memperlihatkan kelebihan dan kekurangan
dari masing-masing upaya mitigasi mitigasi yang direkomendasikan. Sehingga pemilihan alternative
KESIMPULAN
Dari hasil analisis tingkat kebisingan di SDN Cihaurgeulias 132 Bandung, maka dapat disimpulkan
bahwa. Tingkat kebisingan di SDN Cihaurgeulis dibagi menjadi 4 titik pengukuran (roadside,
lapangan, depan kelas I dan dpan kelas IV) hasil pengukuran didapat nilai kebisingan paling tinggi
pada waktu 11.00-12.00 yaitu sebesar 86,18 dBA pada titik satu, 71,84 dBA pada titik dua, 80,43
dBA pada titik tiga dan 74,14 dBA pada titik empat. Sedangkan hasil pengukuran dari CoRTN
menujukan nilai bising pada pengukuran 4 titik (5 meter, 8 meter, 16 meter, dan 32 meter dari
roadside) hasil paling tinggi yaitu saat jam 09.00-10.00 yaitu sebesar 83,40 dBA pada titik satu;
81,93 dBA pada titik dua; 78,02 dBA pada titik 3; 77,14 dBA pada titik empat. Dari hasil pengukuran
CoRTN terdapat tiga titik yang diukur oleh SLM, maka dilakukan evalusi model pada tiga titik
pengukuran memiliki selisih perbedaan dengan hasil analisa dengan rentang 0,62-7,91 dBA, dari
titik tersebut model yang diterima hanya pada titik satu dengan selisih 3,6 dBA dan titik tiga dengan
Volume kendaraan untuk sepeda motor (MC) lebih tinggi dibanding kendaraan lainnya dan
kendaraan paling rendah yaitu kendaraan berat (HV). Pada jam 09.00-10.00 WIB memiliki volume
kendaraan paling tinggi yaitu sepeda motor sebanyak 14.308 kendaraan, kendaraan penumpang
sebanyak 2.194 kendaraan dan kendaraan berat sebanyak 114 kendaraan sehingga didapatkan
jumlah kendaraan pada jam 09.00-10.00 WIB sebesar 16.661 unit kendaraan. Kecepatan
kendaraan paling tinggi terjadi pada jam 11.00 WIB yaitu sebesar 64,88 km/jam untuk kendaraan
sepeda motor. Perbedaan kecepatan kendaraan dikarenakan dimensi kendaran dan dimensi jalan.
Sepeda motor yang memiliki dimensi lebar yang kecil sehingga memudahkan berkedara pada
dimensi jalan yang besar, berbeda hal dengan kendaraan ringan dan kendaraan berat yang
memiliki dimensi lebar yang lebih besar dibanding motor sehingga menyebabkan kecepatan
Dari hasil pengukuran SLM dan Model CoRTN menunjukan terdapat hubungan antara kebisingan
dengan jarak. Nilai kebisingan akan menurun dengan bertambahnya jarak penerima ke sumber.
Selain jarak terdapat hubungan bising dengan volume kendaraan dan kecepatan. Pada kendaraan
semakin banyak kendaraan yang melintas akan mempengaruhi nilai bising dan untuk kecepatan,
semakin cepat kendaraan yang melintas pada jalan raya akan mempengaruhi nilai bising
Pada pengukuran kebisingan SLM dan Model CoRTN menunjukan nilai bising pada dua metode
Bandung melebihi baku mutu dan memerlukan upaya mitigasi. Upaya mitigasi yang diberikan
adalau berupa pengendalian dari sumber dan pengendalian jalur perambatan. Alternatif yang dipilih
yaitu pengaturan kecepatan kendaraan dengan rentang kecepatan 30 km/jam s/d 60 km/jam,
Adapun saran yang diberikan untuk penelitian ini Kepada pihak sekolah, dinas pendidikan dan
pengajaran serta pemerintah kota untuk dapat mengurangi kebisingan di lingkungan SDN
Cihaurgeulis 132 Bandung dengan membuat alat perendam bising seperti barrier noise ataupun
menanam pohon disekitar sekolah sehingga kebisingan yang dihasilkan dapat direduksi dan
memasang perendam di dalam ruangan sekolah. Kepada peneliti selanjutnya Perlu dilakukan
pengukuran kebisingan pada area sekitar sekolah sehingga dapat diketahui hal-hal yang dianggap
ACKNOWLEDGEMENTS
Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada SDN Cihaurgeulis 132 Bandung yang telah
memberikan izin untuk melalukan penelitian dan terima kasih pada responden yang telah bersedia
REFERENSI
1. Djalante S. Analisis Tingkat Kebisingan Di Jalan Raya Yang Menggunakan Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APIL) (Studi kasus: Simpang Ade Swalayan). J SMARTek. 2010;
Negeri 06 Tanjung Duren, Jakarta Barat (Study of Noise Level in Education Areas SD
Negeri 06 Tanjung Duren, West Jakarta). Semin Nas Kota Berkelanjutan. 2018;
3. BPS, Badan Pusat Statistik Kota Bandung. Statistik Daerah Kota Bandung . Badan Pusat
Mengajar (Studi Kasus pada Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bandung). Bandung :
5. Purwadi,Joko 2006. Analisis Tingkat Kebisingan Dan Emisi Gas Buangdi Jalan Slamet
Riyadi Dan Alternatif Solusinya( Kajian Empirikal Dan Non Empirikal ). Surakarta :
Universitas Muhammadiyah
6. Bimaputra Ardhitya. Analisis Kinerja Simpang dan Ruas Jalan di Kawasan Jalan Pahlawan,
7. Subaris, H. Dan Haryono. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta: Mitra Cendekia Pres.
2008.
9. Asyari A. Studi Intensitas Kebisingan Akibat Lalu Lintas Lingkungan Sekolah (Studi Kasus :
12. Direktorat Jenderal Bina Marga. Panduan Survai dan Prhitungan Waktu Perjalanan Lalu
13. Fadillah, T. Analisis Kebisingan Simpat Empat Bersinyal Jalan Veteran Utara Makasar,
pada Rumah Sakit dan Sekolah Akibat Arus Lalulintas di Jalan L.L.R.E Martadinata Kota
15. Ikron, Made D, Ririn AW. Pengaruh Kebisingan LaluLintas Jalan Terhadap Gangguan
16. Indrawati Susilo. Analisis Kebisingan Arus Lalu Lintas terhadap Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) di SMA Swasta Surabaya. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember; 2017.
17. Mahmud, A. Model Prediksi Kebisingan Lalu Lintas Heterogen Berbasis Model ASJ-RTN
2008 Untuk Lingkungan Jalan Utama Komersial. Makasar: universitas Hasanudin; 2017.
18. Kementerian Lingkungan Hidup RI. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
19. Kementerian Lingkungan Hidup RI. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep
51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja. Jakarta; 1999.
20. Ramli, M.I. Studi Tingkat Kebisingan Pada SMP Negeri 6 Kota Makasar. Makasar :
21. Ramli, Y.R. Model Prediksi Kebiisngan Lalu Lintas Heterogen Berbasis Model ASJ-RTN
22. Sam,F. Jurnal Studi Model Hubungan Karakteristik Lalu Lintas dengan Tingkat Kebisingan
Kendaraan pada Ruas Jalan Tol Ir. Sutami Makasar. Makasar : Universitas Hasanudin;
2012.
23. Departemen Pekerjaan Umum Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Pedoman Prediksi
24. Departemen Pekerjaan Umum Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Survai Pencacahan
Lalu Lintas dengan Cara Manual Pd T-19-2004-B. Jakarta : Badan Litbang; 2004.
25. Departemen Pekerjaan Umum Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Mitigasi Dampak
Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan Pd. T-16-2005-B. Jakarta : Badan Litbang; 2005.
26. Peraturan Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah RI No 26 tahun 1985 tentang Jalan.
Jakarta; 1985.
27. Setiya Rahayu, Trapsilo Prihandono, Rifati Dina Handayani. 2015. Pengaruh Tingkat
Sekolah Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan (Studi kasus di SMPM Negeri 3 Bangil
Tabel 1
Pengukuran Volume Kendaraan pada Tanggal 23 September 2019 di Dua Arus Jalan Surapati
Tabel 2
Titik Pengukuran T1 T2 T3
60
50
40
30
20
10
0
07.00-09.00 09.00-11.00 11.00-12.00
T1 T2 T3 T4
84.00 84.09
82.53
Leq day (dBA) 82.00
80.00
78.00 78.31
76.55
76.00
74.00
72.00
T1 T2 T3 T4
Tiitik Pengukuran
Gambar 2 Hubungan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Terhadap Jarak dari Sumber
90.00
88.00 87.69
86.00 86.22
Leq day (dBA)
84.00
83.15
82.00
81.43
80.00
78.00
T1 T2 T3 T4
Titik Pengukuran
Gambar 3 Hubungan Tingkat Kebisingan Prediksi Lalu Lintas Terhadap Jarak dari Sumber
Distribusi Temporal Lgab Prediksi
CoRTN
90.00
85.00
80.00 T1
Kebisingan (dBA)
75.00 T2
70.00 T3
65.00 T4
60.00
55.00
50.00
07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00
Waktu Pengukuran
90.00
85.00
80.00
Kebisingan dBA
75.00
70.00
Kebisingan Prediksi (Lgab)
65.00 Kebisingan Langdung (Le-
qday)
60.00
55.00
50.00
T1 T2 T3
Titik Pengukuran
Gambar 5 Grafik Distribusi Spasial Perbandingan Tingkat Kebisingan Prediksi Cortn dan
Tingkat Kebisingan Pengukuran Langsung
Gambar 3 Peta Sebaran Kebisingan di SDN Ciharugeulis 132 Bandung