JAWABAN
a) CUACA
Kondisi cuaca yang berubah-ubah atau fenomena alam yang tak menentu menjadi salah
satu alasan pesawat dapat tergelincir (overrun) saat berada di landasan. Misalnya saja
akibat hujan deras dan petir yang membuat landasan pacu pesawat menjadi basah dan
licin. Akibatnya, pilot kesulitan untuk mengemudikan kendali pesawat. Hal inilah yang
terjadi pada Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia saat hendak mendarat di Bandara
Adi Soetjipto, Yogykarta pada Minggu (25/11).
Contoh kasus :
Pesawat Garuda bernomor GA210 dengan rute penerbangan Cengkareng-Yogyakarta itu
tergelincir lantaran runway terlalu basah akibat guyuran hujan. Selain hujan lebat,
kondisi angin yang terlalu kuat akan mempersulit pilot untuk mengendalikan pesawat.
Secara tidak langsung, cuaca buruk juga bisa mempengaruhi lambatnya pembaruan
perangkat cuaca yang diberikan Air Traffic Controller (ATC) pada pilot, sehingga data
yang diterima menjadi tidak akurat. Kesalahan seperti ini, akan membuat pilot salah
menghitung teknik pendaratan mereka saat hendak mencapai runway.
b) KESALAHAN PILOT
Jika cuaca menjadi salah satu faktor yang tidak bisa diinterupsi kehadirannya, maka
berbeda dengan pilot error (kesalahan pilot). Pilot error dapat diminimalisir atau
dihindari jika pilot yang bertugas telah memiliki jam terbang yang tinggi, atau mampu
berkoordinasi secara baik dengan pihak-pihak terkait. Ada berbagai bentuk kesalahan
yang dilakukan pilot yang dapat mengakibatkan overrun. Misalnya saja salah menilai
kondisi cuaca atau landasan yang akan digunakan, sehingga menyebabkan pesawat
mendarat atau terbang terlalu cepat atau terlalu lama saat berada di landasan.
Kesalahan lainnya yaitu melakukan teknik dan gaya pengereman yang tidak tepat,
sehingga membuat pesawat tidak dapat berhenti tepat waktu atau tidak seimbang saat
pendaratan.
Overrun juga dapat disebabkan oleh pola pikir 'Missionitis' yang dialami pilot. Pola pikir
ini membuat pilot ingin menyelesaikan misi pendaratan pesawat, bahkan dalam kondisi
cuaca buruk atau situasi yang kurang memadai, ketimbang melakukan pengalihan rute
agar lebih aman.
1. Jumlah penumpang pengguna jasa transportasi udara. Hal ini berpengaruh pada kapasitas
penerimaan dan pelayanan penumpang pada terminal bandar udara, seperti perkiraan
kebutuhan ruangan pelayanan pada terminal bandar udara (ruang tunggu keberangkatan,
front-counteruntuk pemesanan tiket, fasilitas pelayanan barang (baggage claim) dan
koridor terminal.
2. Processing, yaitu suatu fasilitas pada terminal bandar udara yang melayani pemesanan
tiket, pengurusan barang-barang penumpang (baggage claim) dan pemeriksaan
administratif dokumen kepabeanan (paspor, visa dsb)
3. Flight interface, yaitu suatu fasilitas pada terminal bandar udara yang mengatur
penumpang menuju ke pesawat terbang sesuai dengan tujuan penerbangan maupun untuk
proses kedatangan penumpang. Fasilitas yang terdapat pada bagian ini adalah gate (pintu
penghubung untuk penumpang menuju ke pesawat terbang yang dilengkapi dengan
passengers nose).
Ada 2 macam konsep dalam perencanaan terminal pada bandar udara, yaitu:
Konsep Distribusi Horisontal (Single Level Terminal)
Merupakan konsep pelayanan pada terminal bandar udara dengan pengaturan dan
pendistribusian kegiatan proses keberangkatan dan kedatangan penumpang melalui satu
tingkat terminal
Konsep distribusi ini terdiri atas:
Konsep Distribusi Linear
Konsep ini merupakan cara konvensional dalam pengaturan letak pesawat terbang di
terminal, yakni posisi pesawat terbang berbaris memanjang dengan arah ke dalam (nose-
in) Konsep ini digunakan untuk pelayanan penumpang pesawat terbang sejumlah 200.000
per tahun