Anda di halaman 1dari 55

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah Lanjut I

Dosen MK : Dr. Rosyidah Arafat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB

KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PASIEN
DENGAN STROKE

OLEH:
KELOMPOK II

LELY JUMRIANI BAKTI (R012221023)


DEBY (R012221035)
INAYAH SRI ANSHARI (R012221001)
NIRMASARI (R012221006)
NASRAWATI P. (R012221005)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang senantiasa melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pasien Dengan Stroke” dapat terselesaikan tepat
waktu.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Sehubungan dengan itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi meningkatkan kualitas makalah ini dan
meningkatkan keilmuan kita di bidang keperawatan khususnya terkait asuhan
keperawatan pada pasien stroke. Terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Ibu
Dr. Rosyidah Arafat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.M.B selaku dosen pengampu
mata kuliah KMB Lanjut dan seluruh pihak yang membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Demikian, harapan kami makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca
terutama dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan.

Makassar, 03 April 2023

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan .............................................................................................. 3
BAB II KONSEP MEDIS STROKE .......................................................... 4
A. Definisi Stroke .................................................................................. 4
B. Etiologi Stroke ................................................................................. 5
C. Tanda dan Gejala............................................................................... 8
D. Anatomi Fisiologi Sistim Persarafan.................................................. 10
E. Penatalaksanaan ................................................................................ 27
F. Komplikasi ........................................................................................ 28
G. Prognosis........................................................................................... 30
H. Tes Diagnostik .................................................................................. 30
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 32
A. Penerapan Teori Keperawatan ........................................................... 32
B. Pengkajian Keperawatan ................................................................... 32
C. Analisa Data ..................................................................................... 37
D. Web Of Caution (WoC) / Pathoflow................................................... 40
E. Prioritas Diagnosis Keperawatan ....................................................... 41
F. Luaran dan Intervensi Keperawatan ................................................... 41
G. Rehabilitasi Terkait Kasus ................................................................. 41
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 46
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 49
A. Kesimpulan ....................................................................................... 49
B. Rekomendasi ..................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 51

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat.
Hampir di seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kejadian penyakit kardiovaskuler. Serangan stroke yang mendadak dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan mental serta kematian, baik pada usia
produktif maupun lanjut usia (Dewi & Pinzon, 2016). Stroke merupakan
penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab utama kematian yang sering
terjadi di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia
dibawah 45 tahun terus meningkat (Handayani & Dominica, 2019).
Menurut data dari World Health Organization (WHO) (2021) Secara
global, stroke merupakan penyebab kematian nomor dua dan penyebab
kecacatan nomor tiga. Diperkirakan 70% stroke terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah, yang juga menyebabkan 87% kematian
terkait stroke dan masa hidup yang disesuaikan dengan kecacatan. Setiap
tahunnya di dunia, terdapat sekitar 795.000 kasus stroke, baik itu kasus baru
maupun rekuren. 610.000 diantaranya adalah kasus yang baru dan 185.000
adalah kasus rekuren. Setiap 40 detik, seseorang di Amerika Serikat terkena
serangan stroke dan setiap 4 menit seseorang di Amerika meninggal akibat
stroke. Sebanyak 8,7% kasus stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) yang terjadi akibat tersumbatnya aliran darah
menuju ke 2 otak. Pasien stroke iskemik memiliki risiko kematian 20%.
Angka kelangsungan hidup setelah stroke iskemik pertama sekitar 65% pada
tahun pertama, sekitar 50% pada tahun kelima, 30% pada tahun ke delapan
dan 25% pada tahun ke sepuluh (Wicaksana et al., 2017).
Serangan stroke dapat mengakibatkan lumpuh atau kelemahan
(Sebagian/seluruh) anggota gerak secara tiba-tiba, kehilangan kemampuan
berbicara, berjalan, hingga kematian. Kepastian penentuan patolgi stroke
1
secara dini dibutuhkan untuk menetukan pengobatan yang tepat guna untuk
mencegah dampak yang lebih fatal (Arifianto, 2014; Wicaksana et al., 2017).
Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik biasanya disebabkan oleh
kerusakan integritas dan struktur tulang, penurunan kendali otot, penurunan
massa otot, penurunan kekuatan otot dan sendi, juga nyeri sehingga pada
pasien dengan gangguan mobilitas fisik tidak segera ditangani maka pasien
akan mengalami kesulitan menggerakkan tubuhnya dalam waktu lama dan
fisiknya akan terus lemah (Ayuningtyas, 2020).
Penurunan kemampuan perawatan diri merupakan salah satu dampak
dari serangan stroke yang dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari seperti ketergantungan dalam melakukan aktivitas fisik dan
pemenuhan kebutuhan diri. Individu, khususnya pasien pasca stroke, harus
memiliki suatu kemampuan atau kekuatan untuk dapat mengendalikan
kapasitas fisik agar dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Tenaga
kesehatan perlu mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan
perawatan diri pada pasien pascastroke (Eka Nurhayati, 2015).
Salah satu teori keperawatan yang sesuai untuk pasien stroke
sehubungan dengan perawatan diri adalah teori self-care oleh Dorothea
Elizabeth Orem. Teori keperawatan self care deficit yang berpusat pada
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri secara
mandiri sebagai upaya mempertahankan kehidupan, status kesehatan, dan
kesejahteraan (Alligood, 2013). Kebutuhan akan perawatan diri pasien pasca
stroke penting untuk mendapatkan perhatian, untuk mengetahui kemampuan
atau batas toleransi pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya, oleh karena
itu penulis tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan pada
pasien stroke dihubungkan dengan teori keperawatan self care deficit dari
Dorothea Elizabeth Orem.

2
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep medis Stroke?
2. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien Stroke?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis Stroke.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien stroke.
3. Untuk memperoleh gambaran langsung penerapan asuhan keperawatan
pada pasien stroke dikaitkan dengan teori keperawatan Dorothea
Elizabeth Orem tentang Self Care Deficit.

3
BAB II
KONSEP MEDIS STROKE

A. Definisi Stroke
Stroke menurut WHO (2006), didefenisikan sebagai tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena
adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otsak dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dan diduga berasal dari
masalah pembuluh darah. American Stroke Association (2018)
mendefenisikan stroke penyakit yang mempengaruhi arteri yang menuju ke
dan di dalam otak. Stroke merupakan kondisi ketika pembuluh darah yang
membawa oksigen dan nutrisi ke otak tersumbat oleh gumpalan atau pecah
(atau pecah). Ketika itu terjadi, bagian otak tidak bisa mendapatkan darah
(dan oksigen) yang dibutuhkannya, sehingga otak dan sel-sel otak mengalami
kematian.
Stroke sering pula disebut serangan otak, terjadi ketika ada sesuatu
yang menghalangi suplai darah ke bagian otak atau ketika pembuluh darah di
otak pecah (Centers For Disease Control and Prevention, 2022).
Stroke adalah kondisi yang terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami
penyumbatan atau pecah. Akibatnya sebagian otak tidak
mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan
sehingga mengalami kematian sel/jaringan (Kementerian Kesehatan RI,
2019). Stroke adalah istilah umum, menggambarkan kondisi di mana pasien
mengalami kehilangan kemampuan secara tiba-tiba dari semua aktivitas
pikiran, dengan gejala mengalami nyeri mendadak, kehilangan kemampuan
berbicara, buang air kecil tanpa kesadaran dan tidak responsive (Coupland et
al., 2017).
Stroke diklasifikasi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke Iskemik (Stroke Sumbatan), adalah jenis stroke yang paling sering
terjadi. Stroke iskemik terbagi atas:

4
1. Stroke Emboli: Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam jantung
atau pembuluh arteri besar yang terangkut menuju otak.
2. Stroke Trombotik: Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam
pembuluh arteri yang mensuplai darah ke otak.
Stroke Hemoragik (Stroke Berdarah) berdasarkan lokasi perdarahannya
terbagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral: Pecahnya pembuluh darah dan darah masuk ke
dalam jaringan yang menyebabkan sel-sel otak mati sehingga berdampak
pada kerja otak berhenti. Penyebab tersering adalah Hipertensi
2. Perdarahan Subarachnoid: Pecahnya pembuluh darah yang berdekatan
dengan permukaan otak dan darah bocor di antara otak dan tulang
tengkorak. Penyebabnya bisa berbeda-beda, tetapi biasanya karena
pecahnya aneurisma (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

B. Etiologi Stroke
Menurut Junaidi (2011), penyakit stroke dapat disebabkan oleh:
1. Penyebab stroke iskemik
Atheroma, pada stroke iskemik penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu atheroma
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Emboli,
endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di
dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis
dan arteri vebrialis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena
adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung
atau katupnya. Infeksi, stroke juga bisa terjadi bila ada peradangan atau
infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke
otak. Selain peradangan umum oleh bakteri, peradangan juga bisa dipicu
oleh asam urat (penyebab rematik gout) yang berlebih dalam darah.
Obat-obatan, obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke seperti
kokain, amfetamin, epinefrin, adrenalin, dan sebagainya dengan jalan
mempersempit diameter pembuluh darah di otak dan menyebabkan

5
stroke. Fungsi obat-obatan diatas menyebabkan kontraksi arteri sehingga
diameternya mengecil. Hipotensi, penurunan tekanan darah yang tiba-
tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah keotak, yang biasanya
menyebabkan seseorang pingsan.
2. Penyebab stroke perdarahan
Terhalangnya suplay darah ke otak pada stroke perdarahan
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya
misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis
berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat
disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.

Penyebab umum terjadinya stroke di terbagi atas (Saferi, et al., 2013):


1. Trombosis serebral
Aterosklerosis serebral dan perlambatan aliran darah serebral
merupakan penyebab umum dari kejadian stroke. Ditemukan 40% dari
semua kasus stroke disebabkan oleh thrombosis. Hal ini berkaitan dengan
kerusakan lokal pada dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis
(Saferi et al., 2013).
2. Emboli serebri
Embolisme serebri menjadi penyebab umum kedua dari kejadian
stroke. Emboli serebri bersumber dari suatu thrombus dalam jantung,
sehing permasalahan sesungguhnya merupakan kelanjutan dari penyakit
jantung.
3. Hemoragik
Perdarahan (hemoragik) yang paling sering terjadi yaitu didaerah
diluar duramater (hemoragik ekstradural/epidural), dibawah duramater
(hemoragik subdural), diruang sub arachnoid (hemoragik sub arachnoid),
atau dalam substansial otak (hemoragik intra serebral).

6
Menurut Tilong (2014), faktor resiko stroke terbagi sebagai berikut:
1. Faktor risiko tidak dapat diubah.
Keturunan atau faktor genetik, sesuai dengan penemuan para ahli
kesehatan bahwa faktor genetik atau keturunan hamper menjadi faktor
resiko dari semua penyakit, tidak terkecuali penyakit stroke. Sebagian
besar dari penyebab stroke adalah karena faktor keturunan pada anggota
keluarga yang memiliki sejarah menderita penyakit stroke. Jenis kelamin,
menurut studi kasus yang sering kali ditemukan, laki-laki lebih beresiko
tiga kali lipat dibandingkan wanita. Akan tetapi, ini bukan berati bahwa
kaum wanita sama sekali tidak mempunyai resiko stroke, melainkan
hanya lebih cepat laki-laki yang terkena stroke. Stroke yang menyerang
kaum laki-laki biasanya jenis stroke iskemik, sedangkan pada perempuan
stroke hemoragik.
Umur, semakin tua umur seseorang maka risiko stroke akan
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena proses penuaan dimana semua
organ tubuh mengalami penurunan fungsi yang terjadi secara alamiah.
Pada orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena adanya plak.
Tetapi belakangan ini, stroke juga stroke juga bisa menyerang usia muda.
Ini disebabkan karena pada pola makan dan jenis makanan yang
dikonsumsi. Untuk itu, stroke menyerang segala umur dan jenis kelamin.
2. Faktor yang dapat diubah
Hipertensi, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan stroke. Selain
itu, hipertensi juga menyebabkan rusaknya sel-sel endotel pembuluh
darah melalui pengrusakan lipid dibawah otot polos. Dengan begitu,
penderita dianjurkan untuk mengatur atau menormalkan tekanan darah.
Penyakit jantung, stroke juga dapat disebabkan oleh penyakit jantung
yang diderita seseorang. Bahkan orang yang melakukan pemasangan
katup jantung buatan akan meningkatkan resiko stroke.
Diabetes mellitus, diabetes juga merupakan bagian dari faktor
resiko stroke. Karenanya, penderita diabetes mempunyai resiko terserang
stroke. Hal ini disebabkan oleh pembuluh darah yang kaku, sehingga

7
peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah yang secara tiba-tiba
juga dapat menyebabkan kematian otak. Oleh karena itu, bagi seseorang
terutama menderita stroke agar mengatur kadar gulanya.
Obesitas, biasanya orang yang mengalami obesitas cenderung
menderita serangan stroke. Hal ini disebabkan karena kadar lemak dan
kolesterol meninggi pada penderita obesitas. Disini, pada orang obesitas
kadar LDL lebih tinggi didandingkan dengan kadar HDL. Tidak hanya
stroke, obesitas juga dapat meningkatkan hiperkolesterol, dan diabetes
mellitus.
Gaya hidup tidak sehat, gaya hidup juga bagian dari salah satu
faktor resiko terserang stroke seperti merokok dan minum alkohol serta
obat-obatan terlarang. Menurut para ahli kesehatan, rokok sangat banyak
mengandung nikotin. Sehingga mengakibatkan terjadinya denyut jantung
yang meningkat, tekanan darah meninggi, menurunkan kolesterol HDL,
meningkatkan kolesterol LDL, dan mempercepat arteriosclerosis.
Dengan demikian, merokok menjadi faktor resiko yang berpotensi
terhadap serangan stroke akibat pecahnya pembuluh darah pada daerah
posterior otak. Alkohol dan obat-obatan terlarang dapat menyebabkan
sempitnya pembuluh darah diotak dan menyebabkan terjadinya stroke.
Hal ini disebabkan karena pembuluh darah yang berfungsi mengirim
oksigen kedaerah otak terganggu.

C. Tanda dan Gejala


Nurmalita (2021) menyatakan bahwa jenis stroke yang berbeda bisa
menyebabkan gejala yang sama karena masing-masing mempengaruhi aliran
darah di otak. Satu-satunya cara untuk menentukan jenis stroke yang mungkin
dihadapi adalah dengan mendapatkan pertolongan medis seperti dilakukan
CT-Scan untuk membaca keadaan otak. National Stroke Association
merekomendasikan metode FAST untuk membantu mengindentifikasi tanda
dan gejala stroke:

8
1. F (face/wajah) saat tersenyum, apakah satu sisi wajah turun kebawah
(senyum mencong) / ada rasa baal disekitar mulut?
2. A (arms/lengan) bila mengakat kedua lengan, apakah satu lengan terkulai
lemas jatuh kebawah?
3. S (speech/bicara) apakah ucapan tidak jelas, suara pelo / parau / cadel /
sengau, apakah ada perubahan dari volume suara, apakah sulit untuk
bicara.
4. T (time/waktu) jika mengalami gejala ini segera pergi ke rumah sakit
terdekat, hal ini diperlukan agar dapat menerima perawatan di unit stroke
rumah sakit dalam waktu 3 jam sejak kedatangan.
Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah yang
terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang umumnya
terjadi yaitu kelemahan alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan
penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala, dan gangguan
keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal,
dan mengenai satu sisi (LeMone, et.al., 2015).
Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada wajah,
lengan, atau kaki (terutama pada satu sisi tubuh), kebingungan/konfusi atau
perubahan status mental, sulit berbicara atau memahami pembicaraan,
gangguan visual, kehilangan keseimbangan, pening, kesulitan berjalan atau
sakit kepala berat secara mendadak (Brunner & Suddarth, 2013).
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. Gejala yang sering
didapatkan antara lain (Pradana, 2018) :
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa

9
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

D. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan


1. Bagian-bagian Sel Saraf
Sel saraf terdiri dari Neuron dan Sel Pendukung
a. Neuron
Adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan
perpanjangan sitoplasma.
1) Badan sel atau perikarion
Suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron.
Bagian ini tersusun dari komponen berikut:
a) Satu nukleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel
lain seperti konpleks golgi dan mitochondria, tetapi nucleus
ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.
b) Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan
ribosom-ribosom bebas serta berperan dalam sintesis
protein.
c) Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat
dilihat melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan
dengan perak.
2) Dendrit
Perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek
serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.

10
3) Akson
Suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari
dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke
neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel
neuron yang menjadi asal akson.

Stuktur Neuron

b. Sel Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam sel
yang secara keseluruhan menyokong, melindungi dan sumber nutrisi
sel saraf pada otak dan medulla spinalis, sedangkan sel Schwann
merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron diluar sistem
saraf pusat. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron
dengan perbandingan sekitar sepuluh banding satu. Ada empat sel
neuroglia yang berhasil diindentifikasi yaitu:
1) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah
prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar
darah melalui pedikel atau “kaki vascular”. Berfungsi sebagai
“sel pemberi makan” bagi neuron yang halus. Badan sel
astroglia berbentuk bintang dengan banyak tonjolan dan
kebanyakan berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki

11
perivaskular. Bagian ini juga membentuk dinding perintang
antara aliran kapiler darah dengan neuron, sekaligus
mengadakan pertukaran zat diantara keduanya. Dengan kata
lain, membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris
yang sesuai untuk konduksi impuls dan transmisi sinaptik.
Dengan cara ini pula sel-sel saraf terlindungi dari substansi yang
berbahaya yang mungkin saja terlarut dalam darah, tetapi
fungsinya sebagai sawar darah otak tersebut masih memerlukan
pemastian lebih lanjut, karena diduga celah endothel kapiler
darahlah yang lebih berperan sebagai sawar darah otak.
2) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil
dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
Merupakan sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan
myelin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan
dengan subtansi lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang
sel saraf sehingga terbentuk selubung myelin.
3) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan
dipercaya memiliki peran fagositik. Sel jenis ini ditemukan di
seluruh sistem saraf pusat dan dianggap berperan penting dalam
proses melawan infeksi.
4) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi
rongga serebral dan ronggal medulla spinalis. Merupakan
neuroglia yang membatasi system ventrikel sistem saraf pusat.
Sel-sel inilah yang merupakan epithel dari Plexus Coroideus
ventrikel otak,
c. Selaput Myelin
Merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang
mengisolasi tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran Natrium dan
Kalium melintasi membran neuronal dengan hamper sempurna.
Selubung myelin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf dan
terdapat celah-selah yang tidak memiliki myelin, dinamakan nodus

12
ranvier, Tonjolan saraf pada sumsum saraf pusat dan tepi dapat
bermielin atau tidak bermielin. Serabut saraf yang mempunyai
selubung myelin dinamakan serabut myelin dan dalam sistem saraf
pusat dinamakan massa putih (substansia Alba). Serabut-serabut
yang tak bermielin terdapat pada massa kelabu (subtansia Grisea).
Myelin ini berfungsi dalam mempercepat penjalaran impuls
dari transmisi di sepanjang serabut yang tak bermyelin karena impuls
berjalan dengan cara “meloncat” dari nodus ke nodus lain di
sepanjang selubung myelin. Cara transmisi seperti ini dinamakan
konduksi saltatorik. Hal terpenting dalam peran myelin pada proses
transmisi di sebaut saraf dapat terlihat dengan mengamati hal yang
terjadi jika tidak lagi terdapat myelin disana. Pada orang-orang
dengan Multiple Sclerosis, lapisan myelin yang mengelilingi serabut
saraf menjadi hilang. Sejalan dengan hal itu orang tersebut mulai
kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-otonya dan akhirnya
menjadi tidak mampu sama sekali.

Struktur Myelin dan Nodus Ranvier

d. Synaps
Synaps merupakan tempat dimana neuron mengadakan kontak
dengan neuron lain atau dengan organ-organ efektor dan merupakan
satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu
neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan
neuron berikutnya dikenal dengan celah sinaptik (Synaptic cleft).
13
Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju sinaps disebut
neuron prasinaptik dan neuron yang membawa impuls dari sinaps
disebut neuron postsinaptik.

Sinaps dari Neuron

Sinaps sangat rentan terhadap perubahan kondisi fisiologis:


1) Alkalosis
Diatas PH normasl 7,4 meningkatkan eksitabilitas neuronal.
Pada PH 7,8 konvulsi dapat terjadi karena neuron sangat mudah
tereksitasi sehingga memicu output secara spontan.
2) Asidosis
Dibawah PH normal 7,4 mengakibatkan penurunan yang sangat
besar pada output neuronal. Penurunan 7,0 akan mengakibatkan
koma.
3) Anoksia
Biasa yang disebut deprivasi oksigen, mengakibatkan penurunan
eksitabilitas neuronal hanya dalam beberapa detik.
4) Obat-obatan
Dapat meningkatkan atau menurunkan eksitabilitas neuronal.

14
2. Impuls Saraf
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan
menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena
disengaja atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini
disampaikan melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai
berikut.
Impuls > Reseptor > Saraf Sensorik > Otak > Saraf Motorik >
Efektor (Otot)
b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.
Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan
yang sangat singkat dan tidak melewati otak.
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
1) Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
2) Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda
asing yang masuk ke mata.
3) Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
4) Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
5) Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.

15
3. Pembagian Sistem Saraf

Pembagian Sistem Saraf

Sistem saraf dibagi dua yakni:


a. Saraf Pusat berupa Otak dan Medulla Spinalis.
b. Saraf Tepi

4. Saraf Pusat Manusia


Sistem saraf pusat adalah pusat dari seluruh kendali dan regulasi
pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama
yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum
tulang belakang.
Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh
tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi
oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-
sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya.

16
Membran pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam
keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter, arachnoid dan durameter.
Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang belakang dari
goncangan dan benturan. Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:
a. Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem
saraf pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.
b. Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara
piamater dan duramater.
c. Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak.
Daerah di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang
disebut cairan serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan
lebih tahan terhadap goncangan dan benturan dengan kranium.
Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan meninges,
baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.

Lapisan Otak

17
1) Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat
kompleks. Berat total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total
berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan mempunyai sekitar
12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan pada
bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron
sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk
sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya.
Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak
lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut
sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan
girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang
dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara
di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga
bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak
vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi
khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak
tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi
dalam penciuman.

Otak

18
a) Prosencephalon
Prosencephalon terdiri atas cerebrum, talamus, dan
hipotalamus.
(1) Cerebrum
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup
85% dari volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu
merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan
informasi yang Anda terima dari mata, hidung, telinga,
dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas
dua belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak
kanan. Setiap belahan tersebut akan mengatur kerja
organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua belahan,
yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak
kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh
bagian kiri, serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan
masalah yang berkaitan dengan seni atau kreativitas.
Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh
bagian kanan serta bekerja aktif pada saat Anda berpikir
logika dan penguasaan bahasa atau komunikasi. Di
antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat
jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut
dengan corpus callosum.

19
Belahan pada Prosencephalon
(2) Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan
informasi menuju otak besar. Talamus memilih data
menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal
sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat menekan
suatu sinyal dan memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu
talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak
yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi.
(3) Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan
berbagai macam hormon. Hipotalamus juga dapat
mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa
haus dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut
sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh
obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti
amphetamin dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus,
terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai
jam biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh
harian, seperti siklus tidur dan bangun tidur. Di bagian
permukaan otak besar terdapat bagian yang disebut
telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon,
terdapat banyak sumber kelenjar yang menyekresikan
hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari
(hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian luar
yang mudah kita amati dari model torso

20
Pembagian Fungsi pada Cerebrum

Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang


berbeda terhadap informasi yang masuk. Bagian-bagian
tersebut adalah sebagai berikut.
Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls
cahaya dari penglihatan.
Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit
serta berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh.
Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses
ingatan dan perencanaan kegiatan manusia.
b) Mesencephalon
Mesencephalon merupakan bagian terkecil otak yang
berfungsi dalam sinkronisasi pergerakan kecil, pusat
relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil
pada mata. Mesencephalon terletak di permukaan bawah
cerebrum. Pada mesencephalon terdapat lobus opticus yang
berfungsi sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian
mesencephalon, banyak diproduksi neurotransmitter yang
mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan pada
bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson.
Sebagai pusat relaksasi, bagian mesencephalon banyak
menghasilkan neurotransmitter dopamin.

21
c) Myelencephalon
Myelencephalon tersusun atas cerebellum, medula
oblongata, dan pons varoli. Myelencephalon berperan dalam
keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot.
Myecenphalon akan mengintegrasikan impuls saraf yang
diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting dalam
menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja
myelencephalon berhubungan dengan sistem keseimbangan
lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan
di telinga yang menjaga keseimbangan posisi tubuh.
Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang
diolah di bagian cerebrum akan diterima oleh cerebellum
melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian
cerebellum terdapat saluran yang menghubungkan antara
otak dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan
medula oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam
mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan
penyempitan pembuluh darah, gerak menelan, dan batuk.
Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang
tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut
sebagai sumsum lanjutan.

Cerebellum, pons varoli, dan medula oblongata

22
Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan
sebagai pengatur sistem sirkulasi, kecepatan detak jantung,
dan pencernaan, juga berperan dalam pengaturan
pernapasan. Bahkan, jika otak besar dan otak kecil
seseorang rusak, ia masih dapat hidup karena detak jantung
dan pernapasannya yang masih normal. Hal tersebut
dikarenakan fungsi medula oblongata yang masih baik.
Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami
koma yang berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons
varoli dan medula oblongata membentuk unit fungsional
yang disebut batang otak (brainstem).
2) Medulla Spinalis
Medulla spinalis merupakan perpanjangan dari sistem
saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang
dilindungi oleh tengkorak kepala yang keras, medula spinalis
juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Medula spinalis
memanjang dari pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila
medula spinalis ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka
akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa
menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti
anggota gerak bawah (kaki).
Secara anatomis, medula spinalis merupakan kumpulan
sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang.
Sumsum tulang belakang atau biasa disebut medulla spinalis ini,
merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara rinci,
ruas-ruas tulang belakang yang melindungi medula spinalis ini
adalah sebagai berikut:
a) Medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang
terdiri dari 7 pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari
segmen thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5 pasang
dari segmen sacralis dan 1 pasang dari segmen koxigeus

23
Gambar Medula Spinalis

b) Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7


buah dan membentuk daerah tengkuk.
c) Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah
12 buah dan membentuk bagian belakang torax atau dada.
d) Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5
buah dan membentuk daerah lumbal atau pinggang.
e) Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah
5 buah dan membentuk os sakrum (tulang kelangkang).
f) Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4
buah dan membentuk tulang koksigeus (tulang tungging)

5. Saraf Tepi Manusia


Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf
medula spinalis. Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak
sedangkan serabut saraf medula spinalis keluar dari sela-sela ruas tulang
belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau
otot, misalnya ke hidung, mata, telinga dan sebagainya. Sistem saraf tepi
terdiri atas serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa impuls

24
saraf menuju ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi
menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan
kita. Ketika Anda makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang
mengkoordinirnya. Saraf ini meneruskan impuls dari reseptor ke
sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke
semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang
saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang
keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal. Saraf-
saraf spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik.
Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut.
1) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini
merupakan saraf sensori.
2) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima
saraf tersebut merupakan saraf motorik.
3) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat
saraf tersebut merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan
motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf kranial.
b. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)
Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis dan
tidak di bawah kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut
misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak alat
pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom
ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba
Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di
depan. Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh
terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah diambil, antara lain
mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan
menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf otonom ini
dibedakan menjadi dua, yaitu:

25
1) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini
terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada
beberapa yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi
memacu, antara lain mempercepat detak jantung, memperbesar
pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan,
menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.
2) Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika di
bandingkan dengan saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki
fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil
pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat
pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi
kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan,
maka mengakibatkan keadaan yang normal.

Gambar Saraf Parasimpatik dan Simpatik

26
6. Fisiologi Sistem Saraf
Hampir seluruh fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh
sistem saraf. Secara umum sistem saraf mengendalikan aktivitas tubuh
yang cepat seperti kontraksi otot. Daya kepekan dan daya hantaran
merupakan sifat utama dari makhluk hidup dalam bereaksi terhadap
perubahan sekitarnya. Rangsangan ini disebut dengan stimulus. Reaksi
yang dihasilkan dinamakan respons. Dengan perantaraan zat kimia yang
aktif atau melalui hormon melalui tonjolan protoplasma dari satu sel
berupa benang atau serabut. Sel ini dinamakan neuron.
Kemampuan khusus yang dimiliki oleh sel saraf seperti iritabilita,
sensitivitas terhadap stimulus, konduktivitas dan kemampuan
mentransmisi suatu respon terhadap stimulus diatur oleh sistem saraf
melalui 3 cara yaitu:
a. Input sensoris yaitu menerima sensasi atau stimulus melalui respon
yang terletak di tubuh, baik eksterneal maupun internal.
b. Akivitas intergratif yaitu respons mengubah stimulus mnjdi impuls
listrik yang mejalar sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla
spinalis, kemudian menginterpretasikan stimulus sehingga respons
terhadap informasi dapat terjadi.
c. Output yaitu impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh
respons yang sesuai dari otak dan kelenjar yang disebut dengan
efektor (Setiadi, 2007).

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus
bila disertai dengan muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila
hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat berikan oksigen
1-2 liter/menit bila ada gas dan darah.
c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.

27
d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
e. Suhu tubuh harus dipertahankan.
f. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau pasien dengan kesadaran menurun,
di anjurkan menggunakan selang NGT.
g. Jika tidak ada kontraindikasi lakukan mobilisasi dan rehabilitasi
dinia.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Trombolik (streptokinase)
b. Anti platelet atau anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, dipridamil,
cilostazol)
c. Antikpagulan (pentoxyfilin)
d. Antagonis serotonim (noftidrofuyl)
e. Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)
3. Penatalaksanaan kasus komplikasi
a. Atasi kejang (antikolvusan)
b. Atasi tekanan intracranial yang meninggi dengan manitol,
gliserol,furosemid, intubasi steroid, da lain-lain
c. Atasi dekompresi (kraniotomi)
d. Untuk penatalaksanaan faktor resiko, atasi hipertensi (anti hipertensi)
atau hiperglikemia (anti hiperhilkemia) (Wijaya dan Putri, 2013).

F. Komplikasi
Penderita stroke mengalami berbagai komplikasi medis,
muskuloskeletal dan psikososial beberapa bulan hingga bertahun-tahun
setelah stroke. Komplikasi ini dapat menambah kecacatan awal akibat stroke.
Dokter perawatan primer yang berada dalam posisi ideal untuk menangani
komplikasi ini sering dipanggil untuk melakukannya. Karena stroke adalah
gangguan umum, dokter perawatan primer dapat membantu pasien stroke
dengan memahami potensi komplikasi yang dapat timbul setelah kejadian
serebrovaskular (Chohan et al., 2019).

28
Komplikasi stroke yang paling umum antara lain (Christensen et al.,
2014) :
1. Edema otak, pembengkakan otak setelah stroke.
2. Pneumonia. Stroke menyebabkan masalah pernapasan, komplikasi dari
banyak penyakit utama. Pneumonia terjadi akibat tidak bisa beraktivitas
akibat stroke. Masalah menelan setelah stroke kadang-kadang dapat
mengakibatkan hal-hal yang mengarah ke pneumonia aspirasi.
3. Infeksi saluran kemih (ISK) dan/atau pengendalian kandung kemih. ISK
dapat terjadi akibat pemasangan kateter foley untuk mengumpulkan urin
ketika penderita stroke tidak dapat mengontrol fungsi kandung kemih.
4. Kejang, aktivitas listrik abnormal di otak yang menyebabkan kejang. Ini
biasa terjadi pada stroke yang lebih besar.
5. Depresi klinis, penyakit yang dapat diobati yang sering terjadi dengan
stroke dan menyebabkan emosi yang tidak diinginkan dan reaksi fisik
terhadap perubahan dan kerugian. Ini sangat umum terjadi setelah stroke
atau mungkin memburuk pada seseorang yang mengalami depresi
sebelum stroke.
6. Luka Baring. Tekanan yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan
untuk bergerak dan tekanan pada area tubuh karena imobilitas.
7. Kontraktur ekstremitas, pemendekan otot di lengan atau kaki akibat
berkurangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh yang
terpengaruh atau kurang olahraga.
8. Nyeri bahu, berasal dari kurangnya penyangga lengan akibat kelemahan
atau kelumpuhan. Hal ini biasanya disebabkan ketika lengan yang
terkena menggantung mengakibatkan lengan tertarik ke bahu.
9. Trombosis vena dalam (DVT), bekuan darah terbentuk di vena kaki
karena imobilitas akibat stroke.

29
G. Prognosis
Pasien dengan ketergantungan fungsional prestroke memiliki prognosis
yang jauh lebih tidak menguntungkan dibandingkan dengan pasien mandiri
dengan prestroke. Ada kelangsungan hidup secara signifikan lebih rendah
pada pasien stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik, selama
30 hari pertama setelah stroke (69,3% berbanding 88,9%), sedangkan di atas
30 hari, angka kematian hampir identik. Pada 5 tahun setelah stroke, lebih
dari 2 dari 3 pasien dengan IS, dan lebih dari 3 dari 4 pasien dengan ICH,
meninggal atau bergantung secara fungsional. Kematian dini lebih tinggi
untuk ICH daripada IS, sedangkan setelah 30 hari, kelangsungan hidup
menurun pada tingkat yang sama untuk kedua kelompok. Proporsi pasien
yang bergantung secara fungsional pada orang yang selamat secara konsisten
lebih tinggi untuk ICH di semua titik waktu. Telah ada kemajuan besar dalam
perawatan dan rehabilitasi stroke jangka panjang dalam beberapa dekade
terakhir, tetapi perbaikan lebih lanjut perlu dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan di masa mendatang (Sennfält et al., 2019).

H. Tes Diagnostik
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada stroke ialah sebagai berikut:
1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carespiratori ratean lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada
subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.

30
3. CT scan. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
6. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

31
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Penerapan Teori Keperawatan


Stroke dapat menyebabkan kecacatan yang membuat pasien menjadi
tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan perawatan dirinya (self care).
Upaya perawatan diri dapat memberi kontribusi bagi integritas struktural
fungsi dan perkembangan pasien stroke. Dalam hal ini, perawat memiliki
peran penting untuk memberikan bantuan terkait pemenuhan kebutuhan self
care pasien. Dorothea Elizabeth Orem adalah tokoh keperawatan yang
mengangkat teori tentang self care dimana kebutuhan self care masing-
masing individu disesuaikan dengan kondisi dasar pasien (Alligood, 2017).
Teori ini dapat dilihat aplikasinya pada kasus stroke hemoragik dimana
kebutuhan self care pasien menjadi masalah keperawatan yang paling
dibutuhkan pasien ditengah keterbatasan fisik yang dialami.
Dasar dari teori ini adalah anggapan bahwa setiap manusia diharapkan
mandiri dan bertanggung jawab atas perawatan dirinya sendiri. Hal ini erat
kaitannya dengan apa yang dialami oleh pasien stroke hemoragik,. Mereka
memiliki potensi besar tidak dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri oleh
karena keterbatasan karena kelemahan fisik. Dalam hal ini, perawat
memegang peranan besar mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan
perawatan diri yang dibutuhkan oleh pasien.

B. Pengkajian Keperawatan
1. Data Awal
a. Nama : Tn. M
b. Tanggal Lahir/Umur : 10-01-1956 / 67 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Agama : Islam
e. Status Pasien : Baru
f. Tanggal Masuk RS : 19-03-2023
32
g. Transportasi ke IGD : Datang dibawa keluarga
h. Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien masuk dengan keluhan utama penurunan kesadaran dialami ±
3 jam sebelum masuk RS.
b. Riwayat Kesehatan Dulu
Keluarga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, tidak teratur minum obat dan
tidak rutin kontrol. Riwayat masuk rumah sakit setahun yang lalu
dengan keluhan nyeri kepala dan muntah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien Tn. M masuk melalui IGD diantarkan keluarga dalam kondisi
penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan pasien mulai kurang
beresepon baik ± 3 jam sebelum masuk RS. Keluarga mengatakan
bahwa sehari sebelumnya pasien mengalami kelemahan pada sisi
tubuh sebelah kiri yang kurang aktif digerakkan dibandingkan
sebelah kanan. Keluarga menyangkal kondisi yang dialami pasien
sebelumnya seperti bibir miring, demam, sesak, batuk, muntah, nyeri
kepala dan kejang.
3. Primary Survey
a. Airway
Upaya bernafas : Ada
Benda asing di jalan nafas : Tidak ada
b. Breathing
Jenis Pernafasan : Takipnea
Frekwensi Pernafasan : 22 x /menit
Retraksi Otot bantu nafas : Tidak terdapat retraksi dinding dada
Kelainan dinding thoraks : Dinding thoraks tampak simetris
Bunyi nafas : Tidak ada

33
c. Circulation
Perdarahan (internal/eksternal) : Tidak terdapat perdarahan eksternal,
dicurigai adanya perdarahan di otak
Kapilari Refill : ≤ 2 detik
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi radial/carotis : 110 x/menit
Akral perifer : Hangat
d. Dissability / Neurologi
GCS : E2 V2 M4 : 8
Tingkat kesadaran : Somnolen
Reflex fisiologis : Reflek pupil (+/+)
Reflex patologis : Reflek Babinski (-)
Fungsi sensorik : rasa nyeri skala 7 (Behavior Pain Scale)

5 2
Fungsi motorik : Kekuatan otot
5 2

12 nervus servical : mengalami penurunan fungsi


Skrining disfagia : tidak dilakukan karena pasien dalam
kondisi tidak sadar

4. Secondary Survey / Pemeriksaan fisik head to toe


a. Kepala : Normocephale
Kulit kepala : Tidak ada lesi
Mata : Pupil simetris
Telinga : Tampak kotor
Hidung :Tidak ada sekret
Mulut dan gigi : Mulut tampak kering dan pecah pecah, gigi
kuning,
tampak ludah merembes
Wajah : Tampak simetris, tampak pucat
b. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

34
c. Dada/thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Tampak simetris, terdapat otot bantu napas, tidak
terdapat retraksi dinding dada
Palpasi : Tidak ada benjolan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Murmur jantung (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada acites, tidak ada jejas
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada
pembesaran hepar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 8 x/menit
e. Pelvis : Dalam batas normal
f. Perineum dan Rektum : Dalam batas normal
g. Genitalia : Dalam batas normal
h. Ekstremitas
Status sirkulasi : CRT ≤ 2 detik, akral hangat, nadi teraba
Keadaan injury : Tidak terdapat injury
Kulit : Nampak kering

35
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
1) Leukosit : 12,2x10ᶟ/uL (4,0 – 10,0)
2) Eritrosit : 4,95x10⁶/uL (4,20 – 5,40)
3) Hemoglobin : 14,7 g/dL (12,0 – 16,0)
4) Hematokrit : 40,7 % (34,0 – 45,0)
5) Trombosit : 200x10ᶟ/uL (150 – 400)
6) MCHC : 36,1 g/L (32,2 – 35,5)
7) Neutrofil : 89,8 % (50 – 70)
8) Limfosit : 7,1 % (20 – 40)
9) GDS : 151 mg/dL (<140)
b. Imunologi
SARS-CoV-2 Antigen : Negatif (Negatif)
c. CT scan
Kesan : Pendarahan intracerebri lobus temporoparietal
sinistra dengan estimasi volume pendarahan ± 21
cc
6. Diagnosa Medis: Hemoragik Stroke
7. Terapi Medis
a. O₂ NC 4 lpm
b. IVFD RL 28 tpm
c. Neurosanbe 1amp/24j/drips
d. Citicolin 250mg/12j/iv
e. Vit.K 1amp/12j/iv
f. Asam tranexamat 500mg/8j.iv
g. Mannitol 100cc/6j.iv
h. Amlodipin 10 mg

36
C. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 Data Subjektif : - Hipertensi Resiko perfusi
Data Objektif : serebral tidak
Penimbunan lemak/kolesterol dalam darah
1. GCS = E2V2M4 (8) efektif
Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi
2. Tingkat kesadaran somnolen
3. Tekanan darah : 170/100 mmHg Infiltrasi limfosit ( trombus)
4. Tampak gelisah
Pembuluh darah menjadi kaku
5. Skala nyeri = 7 (Behavior Pain
Pembuluh darah menjadi pecah
Scale)
Stroke hemoragik
6. Hasil CT-scan : Pendarahan
Proses metabolisme otak terganggu
intracerebri lobus
temporoparietal sinistra dengan Penurunan suplai darah dan oksigen ke otak
estimasi volume pendarahan ±
Perfusi serebral tidak efektif
21 cc

37
2 Data Subjektif Hipertensi Gangguan
- Keluarga mengatakan bahwa mobilitas fisik
Penimbunan lemak/kolesterol dalam darah
pasien tidak dapat
Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi
menggerakkan tubuh bagian kiri
dan merasa takut saat bergerak Infiltrasi limfosit ( trombus)
- Keluarga mengatakan pasien
Pembuluh darah menjadi kaku
mulai kurang berespon sejak ± 3
Pembuluh darah menjadi pecah
jam sebelum masuk RS
Stroke hemoragik
Data Objektif
Kompresi jaringan otak
- Kelemahan pada sisi tubuh
sebelah kiri Peningkatan TIK
- Kekuatan Otot
Arteri vertebra basalis
Ekstremitas Atas : 5/2
Disfungsi N.XI
Ekstremitas bawah : 5 / 2
Kelemahan anggota gerak

Gangguan mobilitas fisik

38
3 Data Subjektif Hipertensi Defisit perawatan
- Keluarga mengatakan bahwa diri
Penimbunan lemak/kolesterol dalam darah
dalam aktifitas sehari-hari
Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi
seluruh aktivitas pasien selalu
dibantu dan menolak melakukan Infiltrasi limfosit ( trombus)
perawatan diri
Pembuluh darah menjadi kaku
Data Objektif
Pembuluh darah menjadi pecah
- Seluruh kegiatan ADL pasien
dibantu oleh keluarga Stroke hemoragik
- Kulit tampak kering
Disfungsi N.XI
- Telinga kotor
Kegagalan menggerakkan anggota tubuh
- Oral hygiene tidak terjaga
Defisit perawatan diri

39
D. Web of Caution (WoC) / Pathoflow
Faktor pencetus : hipertensi, DM, penyakit jantung
Merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik
Faktor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi Penyempitan


pembuluh darah
(okulasi vaskuler)

Infiltrasi limfosit (trombus)


Aliran darah lambat
Pembuluh darah menjadi kaku
Turbulensi
Pembuluh darah menjadi pecah
Stroke hemoragik Eritrosit bergumpal

Kompresi jaringan otak Endotel rusak

Proses metabolisme dalam otak terganggu


Cairan plasma hilang

Resiko perfusi serebral tidak Edema Serebral


Penurunan suplai darah dan oksigen ke otak
efektif
Peningkatan TIK Nyeri

Arteri Vertebra Arteri carotis Arteri cerebri


Basilaris interna media

Penurunan fungsi N.X, N.IX Disfungsi N.II Disfungsi N.XI

Kerusakan
Disfungsi N.XI
neurocerebrospinal
(Assesoris)
N.VII, N.IX, N.XII
Penurunan aliran Kegagalan
Fungsi menelan tidak efektif
darah ke retina menggerakkan
anggota tubuh

Refluks Kebutaan
Kelemahan Kehilangan fungsi Lidah jatuh ke
anggota gerak tonus otot fasial belakang Defisit perawatan
Disfagia diri

Gangguan Gangguan komunikasi Bersihan jalan nafas Gangguan


Defisit nutrisi
mobilitas fisik verbal tidak efektif menelan

40
E. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
F. Luaran dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan SLKI SIKI
SDKI (PPNI, 2019) (PPNI, 2018)
(PPNI, 2016)
Resiko Perfusi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
serebral tidak keperawatan selama 1 x24 jam Observasi:
efektif maka Perfusi Serebral 1. Monitor tanda /gejala peningkatan TIK (mis. tekanan darah meningkat,
berhubungan Meningkat dengan kriteria tekanan nadi melebar, bradikardi, pola nafas ireguler, kesadaran
dengan hasil : menurun)
embolisme 1. GCS meningkat (9-15) 2. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
2. Tingkat kesadaran 3. Monitor status pernapasan
meningkat (delirium- Terapeutik:
compos mentis) 1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
3. Sakit kepala menurun 2. Berikan posisi head up 30°
dengan skala nyeri 1-3 3. Hindari pemberian cairan IV hipotonik

41
(Behavior Pain Scale) Kolaborasi:
4. Klien nampak tenang 1. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis Manitol 200cc /4jam
2. Kolaborasi pemberian citicholin 250 mg tiap 12 jam
3. Kolaborasi pemberian analgetik metamizole 500mg/8 jam/iv
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
berhubungan diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan meningkat, dengan kriteia 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
penurunan hasil : 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
massa otot 1. Pergerakan ekstremitas 4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
meningkat ditandai dengan Terapeutik:
kemampuan menggerakkan 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
anggota tubuh yang 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
mengalami kelemahan 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat Edukasi:
Ekstremitas Atas : 5 / 4-5 1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Ekstremitas bawah : 5 / 4-5 2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari empat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

42
Defisit Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan diri : Mandi
perawatan diri keperawatan 3 x 24 jam Observasi:
berhubungan diharapkan kebutuhan 1. Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
dengan perawatan diri terpenuhi : 2. Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
kelemahan Dukungan perawatan diri 3. Monitor Kebersihan tubuh (mis.rambut, kulit, kuku)
meningkat dengan kriteria hasil Terapeutik:
: 1. Sediakan Peralatan mandi (mis. Sabun, sikat gigi, shampoo, pelembab
1. Klien melakukan aktivitas kulit)
yang mampu ditoleransi 2. Sediakan lingkungan yang nyaman
secara mandiri atau dengan 3. Fasilitasi menggosok gigi, sesuai kebutuhan
bantuan minimal. 4. Pertahankaan kebiasaan kebersihan diri
2. Klien menunjukkan minat 5. Berikan bantuan sesuai tingkat kemandirian
untuk merawat diri. 6. Lakukan message menggunakan minyak zaitun setelah mandi.
3. Kelembaban kulit terjaga. Edukasi:
4. Penampakan fisik klien 1. Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
bersih. 2. Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu
5. Oral higiene terjaga
ditandai dengan kondisi gig
dan mulut yang bersih.

43
G. Rehabilitasi Terkait Kasus
1. Disabilitas yang dialami oleh Tn. M dengan diagnosa medis syok
hemoragik adalah
a. Kelemahan anggota gerak dan wajah
b. Gangguan dalam aktivitas rutin sehari-hari
c. Gangguan pola jalan, keseimbangan, koordinasi, dan ketangkasan
(agility).
d. Gangguan komunikasi, bicara pelo (afasia, disartria, apraksia)
e. Gangguan menelan (disfagia)
Tujuan intervensi rehabilitasi adalah:
a. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
b. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memungkinkan
pemulihan fungsional yang paling optimal
c. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
d. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
2. Tahapan rencana rehabilitasi
a. Fase akut: 2 minggu pertama (masih dalam perawatan di Rumah
Sakit)
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
b. Fase sub-akut: 2 minggu-6 bulan pasca stroke
Intervensi rehabilitasi:
1) Terapi latihan gerak, sebaiknya latihan gerak fungsional.
2) Jangan biarkan pasien melakukan kegiatan gerak yang abnormal
3) Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh

44
sudah tercapai
4) Persiapkan pasien dalam kondisi prima
5) Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang
oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas
sensoris yang utuh.
c. Fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
Sama dengan fase sub-akut tetapi lebih memiliki sirkuit-sirkuit
gerak/aktivitas yang sudah terbentuk dan penguatan otot secara
bertahap.

45
BAB IV
PEMBAHASAN

Hipertensi menjadi penyebab utama terjadinya stroke hemoragik.


Berdasarkan tempat terjadinya, stroke hemoragik dibagi dua yaitu stroke
hemoragik intraserebral yang terjadi di dalam jaringan otak dan stroke
hemoragik subarachnoid yang terjadi di ruang sub arachnoid (Sacco et al.,
2013). Berdasarkan pengkajian yang dilakukan, pasien Tn. M mengalami
stroke hemoragik intraserebral.
Pengkajian keperawatan meliputi pemeriksaan fisik, anamnesis pada
pasien ataupun keluarga, dan pemeriksaan penunjang. Dalam proses
pengkajian, kompetensi perawat sangat penting untuk mengumpulkan data
dan menggali permasalahan yang dialami pasien (Muttaqin, 2008).
1. Anamnesis yang dilakukan pada Tn. M meliputi identitas, keluhan
utama, riwayat penyakit saat ini, riwayat penyakit terdahulu. Poin
penting dalam anamnesis ini adalah pasien masuk IGD dalam kondisi
tidak sadar dan memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol pengobatannya. Anamnesis ini menunjukkan penyakit
hipertensi yang dimiliki pasien menjadi faktor risiko terbesar terjadinya
stroke hemoragik (Boehme et al., 2017).
2. Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengkajian primer dan sekunder. Dari
pemeriksaan fisik tersebut, didapatkan penilaian GCS 8 (E2V2M4),
pasien gelisah, BPS 7, TD 170/100mmHg dan hasil CT scan
menunjukkan pendarahan intracerebri lobus temporoparietal sinistra
dengan estimasi volume pendarahan ± 21 cc. Data-data tersebut
mendukung adanya masalah keperawatan berupa perfusi serebral tidak
efektif. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan pasien gelisah dengan
frekuensi pernapasan 22x/menit, ada bunyi nafas, upaya bernafas dan
penggunaan otot bantu nafas. Kondisi tersebut mendukung adanya
masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Temuan lainnya

46
adalah kelemahan pada sisi tubuh sebelah kiri dengan adanya penurunan
kekuatan otot sehingga menjadi masalah keperawatan yaitu gangguan
mobilitas fisik. Dari hasil pengkajian fisik pasien, ditemukan berbagai
tanda dan gejala yang mendukung diagnosis pasien mengalami stroke
hemoragik intracerebral (Naidech et al., 2013).
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. M, ditemukan masalah
yang kemudian diangkat mejadi diagnosa keperawatan yaitu:
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme.
Pemeriksaan penunjang CT scan menjadi penentu penegakan diagnosis
stroke hemoragik atau non hemoragik, hal ini akan sangat membantu
dalam pemilihan jenis intervensi yang akan dilakukan (Ande et al.,
2022). Pada kasus stroke hemoragik, perfusi serebral menjadi tidak
efektif oleh karena adanya pembuluh darah di otak yang pecah sehingga
proses metabolisme di dalam otak menjadi terganggu.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak.
Keterbatasan aktivitas (penurunan fungsi) ekstremitas adalah temuan
umum pada individu yang hidup dengan stroke. Beberapa intervensi yang
dapat dilakukan pada maslaah gangguan mobilitas fisik yaitu melakukan
latihan pergerakan lebih dini (Louie et al., 2022) dan memberikan latihan
mental (MP) yaitu metode pelatihan yang menggunakan latihan kognitif
kegiatan untuk meningkatkan kinerja kegiatan mobilitas fisik (Barclay et
al., 2020).
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Penerapan teori keperawatan Orem sangat sesuai dengan masalah yang
dialami Tn. M. Teori keperawatan Orem merupakan pemahaman yang
berkembang dari perspektif tentang apakah Tn. M membutuhkan
perawatan atau dapat melakukan perawatan diri secara mandiri. Kondisi
Tn. M membutuhkan perawatan diri yang lebih besar daripada
kemampuan Tn. M untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
Kesenjangan inilah yang menjadi masalah keperawatan pada Tn. M yaitu
defisit perawatan diri. Dalam hal ini, keluarga menyadari pentingnya

47
perawatn diri namun ada keraguan memberikan gerakan yang lebih
banyak pada Tn. M. Dalam hal inilah perawat memiliki peranan penting
dalam mengidentifikasi kebutuhan perawatan diri pasien dalam hal
mandi, berpakaian, makan, toileting atau berhias. Perawat perlu
melibatkan keluarga dalam proses pemenuhan kebutuhan perawatan diri,
agar nantinya dapat dilanjutkan saat pasien sudah berada di rumah.

48
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke merupakan kondisi ketika pembuluh darah yang membawa
oksigen dan nutrisi ke otak tersumbat oleh gumpalan atau pecah (atau
pecah). Ketika itu terjadi, bagian otak tidak bisa mendapatkan darah (dan
oksigen) yang dibutuhkannya, sehingga otak dan sel-sel otak mengalami
kematian. Stroke diklasifikasi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke Iskemik (Stroke Sumbatan), adalah jenis stroke yang paling sering
terjadi.
Faktor risiko stroke meliputi faktor usia, genetic, dan penyakit seperti
hipertensi, diabetes mellitus, obesitas dan gaya hidup yang tidak sehat.
Penatalaksanaan umum difokuskan pada bagaimana mempertahankan
kepatenan jalan napas, mencegah terjadinya aspirasi, kontrol tekanan darah,
pertahankan suhu tubuh, pemantauan intake dan output cairan, pemberian
nutrisi via NGT bila ada masalah menelan, mobilisasi dini bila tidak ada
kontra indikasi.

B. Rekomendasi
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi tambahan
mengenai mengenai stroke agar mahasiswa mampu mengembangkan diri
dalam memberikan asuhan keperawatan dan mampu memberikan
pendidikan kesehatan bagi masyarakat mengenai stroke.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan hendaknya senantiasa mengembangkan ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa tentang konsep teori dan studi kasus agar
mahasiswa lebih faham dan mampu menerapkan asuhan keperawatan
yang sesuai pada pasien stroke.

49
3. Bagi Rumah Sakit
Pasien yang dirawat dengan stroke hendaknya diberikan perawatan yang
intensif, pemberian tindakan dilakukan secepat mungkin dengan harapan
pasien lebih cepat tertangani maka prognosis penyembuhannya akan
lebih optimal.
4. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai tenaga kesehatan perlu memperhatikan prinsip dalam
penatalaksanaan kegawatdaruratan dalam cedera kepala terutama karena
perlu penanganan yang lebih baik dan tepat.

50
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. (2017). Pakar teori Keperawatan (A. Hamid & K. Ibrahim, Eds.; 8th
ed.). Elsevier.
Ande, S. R., Grynspan, J., Aviv, R. I., & Shankar, J. J. S. (2022). Imaging for
Predicting Hemorrhagic Transformation of Acute Ischemic Stroke—A
Narrative Review. Canadian Association of Radiologists Journal, 73(1),
194–202.
https://doi.org/10.1177/08465371211018369/ASSET/IMAGES/LARGE/10.1
177_08465371211018369-FIG2.JPEG
Barclay, R. E., Stevenson, T. J., Poluha, W., Semenko, B., & Schubert, J. (2020).
Mental practice for treating upper extremity deficits in individuals with
hemiparesis after stroke. The Cochrane Database of Systematic Reviews,
5(5). https://doi.org/10.1002/14651858.CD005950.PUB5
Boehme, A. K., Esenwa, C., & Elkind, M. S. V. (2017). Stroke risk factors,
genetics, and prevention. American Heart Association.
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIRCRESAHA.116.308398
Louie, D. R., Simpson, L. A., Ben Mortenson, W., Field, T. S., Yao, J., & Eng, J.
J. (2022). Prevalence of Walking Limitation After Acute Stroke and Its
Impact on Discharge to Home. Physical Therapy, 102(1), 1–9.
https://doi.org/10.1093/PTJ/PZAB246
McEwen, M & M.Wills, E. (2014). Theorical basis for nursing (4th ed.). Wolters
Kluwer Health|Lippcont Williams & Wilkins.
Muttaqin, A. (2008). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan. Salemba Medika.
Naidech, A. M., Beaumont, J. L., Rosenberg, N. F., Maas, M. B., Kosteva, A. R.,
Ault, M. L., Cella, D., & Ely, E. W. (2013). Intracerebral Hemorrhage and
Delirium Symptoms. Length of Stay, Function, and Quality of Life in a 114-
Patient Cohort. Https://Doi.Org/10.1164/Rccm.201307-1256OC, 188(11),
1331–1337. https://doi.org/10.1164/RCCM.201307-1256OC

51
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (ed.); 1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI (ed.); 1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) (Tim Pokja SLKI
DPP PPNI (ed.); 1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Sacco, R. L., Kasner, S. E., Broderick, J. P., Caplan, L. R., Connors, J. J.,
Culebras, A., Elkind, M. S. V., George, M. G., Hamdan, A. D., Higashida, R.
T., Hoh, B. L., Janis, L. S., Kase, C. S., Kleindorfer, D. O., Lee, J. M.,
Moseley, M. E., Peterson, E. D., Turan, T. N., Valderrama, A. L., & Vinters,
H. V. (2013). An Updated Definition of Stroke for the 21st Century. Stroke,
44(7), 2064–2089. https://doi.org/10.1161/STR.0B013E318296AECA
Smith, M. C., & Parker, M. E. (2015). Nursing theories and nursing practice (4th
ed.). F. A Davis Company.

52

Anda mungkin juga menyukai