Anda di halaman 1dari 16

1.

1 Barisan dan Deret


Gejala alam banyak menunjukkan persoalan yang dapat diselesaikan dengan
menerapkan konsep deret pada matematika. Setetes air hujan yang diikuti dengan
tetesan air hujan berikutnya dapat diketahui jaraknya jika waktunya diketahui. Begitu
pula sebuah kelereng yang dijatuhkan dari ketinggian yang cukup akan mengalami
pemantulan berulang-ulang kali sebelum berhenti dapat diketahui jarak total yang
ditempuh adalah contoh yang dapat diselesaikan dengan cara deret.
Jika diperlihatkan suatu bentuk :
1, 3, 5, 7, 9, … (1-1)
maka dengan mudah ditentukan bahwa bentuk tersebut adalah barisan bilangan ganjil,
dan suku keenam dan seterusnya dapat ditentukan pula. Tetapi jika diperlihatkan
bentuk:
2, 6, 8, 9, 13, … (1-2)
maka suku keenam sulit untuk ditentukan. Hal ini disebabkan karena pada ungkapan
persamaan (1-2) sulit ditentukan rumusan apa yang berkenaan dengan barisan tersebut.
Jumlah dari barisan-barisan tersebut didefinisikan sebagai deret. Deret
merupakan penjumlahan urutan bilangan atau variabel yang membentuk pola tertentu.
Setiap bilangan atau variabel yang dijumlahkan dinamakan suku dari deret tersebut.
Jadi, deret mempunyai urutan suku yang berpola. Deret tak hingga adalah suatu
pernyataan bilangan yang takhingga banyaknya bilangan berbentuk :
a1 + a2 + a3 + . . . + an + . . . (1-3)
dengan suku ke-n adalah sebuah fungsi dari bilangan bulat n.
Perhatikan deret tak hingga istimewa berikut :

a + ap + ap2 + ap3 + . . . + apn-1 + . . . = (1-4)

disebut deret ukur. Misalkan bentuk umum pernyataan jumlah pembagian kita sebut
sebagai Sn, suatu fungsi dari n. Jika persamaan (1-4) dikalikan dengan p, maka :
ap + ap2 + ap3 + . . . + apn + . . . (1-5)
dan disebut dengan Sn.p ika persamaan (1-4) dikurangkan dengan persamaan (1-5)
diperoleh :

1
Sn = (1-6)

dengan a = suku pertama dan p = rasio antara suku-suku yang ada pada deret tersebut.

Karena akan berharga  atau 0 tergantung dari p apakah >, < atau = 1, sehingga

persamaan (1-6) dapat ditulis :

S= (1-

6a)
Sehingga (1-6) dapat diketahui jumlah terhingganya jika deretnya terbatas. Jika harga n
membesar maka harga Sn juga membesar, dengan suku-suku n positif. Akibat lainnya,
walaupun n terus membesar, belum tentu harga Sn terus membesar.

S= (1-6b)

Deret S dikatakan divergen jika n tak terhingga, maka Sn juga menjadi tak terhingga.
Sebaliknya deret S tersebut konvergen ke suatu limit apabila n terhingga sehingga S n
mendekati suatu harga tertentu yang terbatas mendekati harga limitnya.
Sehingga untuk deret yang suku-sukunya membesar, yakni an+1 > an, maka deret
tersebut dikatakan divergen. Sebaliknya, deret dengan suku-sukunya mengecil, sehingga

an+1 < an belum tentu konvergen, apabila deret tersebut divergen.

Dari apa yang dikemukakan di atas, maka dapat diberikan definisi seperti
berikut:

1. Jika Sn adalah jumlah perbagian deret tak terhingga , maka


jumlahnya didefinisikan sebagai :
=

2. Jika = S adalah berhingga dan tunggal, maka deret


dikatakan konvergen dengan jumlah S
3. Jika adalah , atau = Sk ( k=1,2,3, ... p) berhingga,

tetapi tidak tunggal (ada sejumlah p buah limit), maka deret


dikatakan divergen.
4. Jika konvergen, maka Rn = S – Sn disebut sisa deret setelah suku
ke n

2
Bingkai 1: Deret ukur 5 – 10 + 20 – 40 + . . .
Tentukan apakah deret tersebut konvergen ?
Jika jawabanmu, deret tersebut konvergen, karena suku ke- n-nya adalah 5/3,
berarti berhingga, maka jawabmu benar, karena deret ukur yang diberikan
mempunyai a = 5 dan p = -2.
Bingkai 2: Tentukan limit barisan 0,3333 dan selidiki kebenaran jawaban tersebut ?
Akan diberikan 0,3333 dalam bentuk deret

yang memberikan harga a = dan p = dan memasukkannya ke

persamaan (1-6a) akan memberikan harga S = . Untuk menyeldiki, bahwa

adalah limit barisan yang diinginkan, harus ditunjukkan bahwa bilamana

diberikan  > 0, dapat ditentukan N (bergantung pada ) sehingga < ,

untuk n > N, sehingga

= 

Jika 10 >  yakni n > log ( ) = N. Jadi terbukti bahwa limit barisannya

seperti yang ingin diselidiki.

1.2 Beberapa Uji Tentang Deret


Ada beberapa cara untuk menentukan konvergensi suatu deret, tergantung pada
bentuk deretnya, walaupun suatu deret dapat ditentukan dengan berbagai cara. Berikut
ini adalah cara yang sering dipakai.
a. Cara pembandingan

Jika diketahui sebuah deret di mana an > 0 adalah konvergen dan ada deret

lain yaitu , dimana bn > 0, dengan , maka deret adalah

konvergen.

Bingkai 3 : Ujilah deret =…?

3
Untuk deret =1+

deret ini akan dibandingkan dengan deret

yang tidak lain adalah deret turun, dan kelihatannya deret juga , maka deret

juga konvergen.

b. Cara Integral

Diketahui deret , maka fungsi f (x) sedemikian sehingga :

a. Jika f (x) an, dengan n > N (N adalah batas) dan ternyata ada dan

terbatas, maka adalah konvergen.

b. Jika f (x) an, dengan n > N (N adalah batas) dan ternyata = ,

maka

adalah divergen.

Uji integral dalam menerapkannya dilakukan juga dengan uji pembandingan,


sehingga dua-duanya dapat dilakukan pada saat menguji konvergensi deret. Perhatikan

deret . Deret ini mempunyai penyebut dengan , sehingga dengan

membandingkannya dengan , maka dengan mudah dapat diputuskan bahwa

deret tersebut konvergen. Dengan menggunakan uji integral dengan bentuk

akan diperoleh ¼ ln 5, terbatas sehingga disimpulkan konvergen.

Bingkai 4: Buktikan, bahwa adalah konvergen dengan memakai uji

integral?
Penyelesaian:
Lakukan langkah-langkah seperti berikut:

4
Masukkan dalam fungsi = - = 1, ternyata hasilnya terbatas,

maka

deret konvergen.

Bingkai 5: Dengan menggunakan uji integral, tunjukkan bahwa adalah :

a) konvergen jika p > 1, dan


b) divergen jika p  1
Lakukan langkah-langkah seperti berikut:

1. Menguji konvergensi deret jika p > 1

i. Masukkan sesuai fungsi f(x) dx. Fungsi yang sersesuaian adalah dan

akan dihitung integralnya.

ii. Hitung integralnya

iii. Lihat hasilnya. Jika p > 1, limit ini ada harganya dan terbatas, sehingga
deretnya konvergen.

2. Menguji divergensi deret jika p  1

Untuk p < 1, maka dari langkah 2) di atas, limitnya tidak ada dan deretnya

divergen. Untuk p = 1, maka : , sehingga deretnya juga

divergen.
c. Cara Nisbah (Rasio)

Tinjau deret positif , dan misalkan n =

= n = (1-7)

dan jika :

a.  < 1, maka adalah konvergen.

5
b.  > 1, maka adalah divergen.

c.  = 1, maka dikatakan uji dengan cara ini gagal, sehingga harus dilakukan uji
dengan cara lain.

Bingkai 6: Ujilah deret dengan memakai uji rasio.

n = = dan limitnya adalah 2, dan karena 2

sehingga deret adalah divergen.

1.3 Deret Selang-Seling


Diketahui deret seperti berikut :

(1-8)

deret ini adalah sebuah deret selang-seling, karena harganya berselang antara positif dan
negatif. Seperti halnya deret positif, deret selang-seling tak akan konvergen dalam artian
mencapai nilai limit tertentu, apabila nilai mutlak suku-sukunya an, tidak semakin kecil.
Dalam deret positif, mengecilnya suku-suku bahkan sampai mendekati nol, belum
mencukupi syarat konvergensinya. Untuk deret selang-seling, mengecilnya suku-suku
sampai mendekati nol, sudah cukup untuk menjamin konvergensinya.
Jika kita menuliskan deret selang-seling dalam bentuk :
S = a1 – a2 + a3 – a4 + . . . (1-8a)
dengan mengelompokkan suku-suku yang berharga negatif, maka persamaan (1-8a)
dapat ditulis dalam bentuk :
S = (a1 – a2) + (a3 - a4) + . . .
dengan an > 0, untuk semua n, diperoleh harga S bernilai positif. Persamaan (1-8a) dapat
pula ditulis dalam bentuk :
S = a1 – (a2 – a3) – (a4 – a5) - . . . (1-8b)
dan diperoleh harga S lebih kecil daripada a1. Dari (1-8a) dan (1-8b) maka harga S
mempunyai harga pada
0 < S < a1 (1-8c)
Jika harga S pada persamaan (1-8c) digeser menjadi S2n, maka deret selang-seling tadi
mempunyai suku pertama a2n+1, sehingga (1-8c) berubah menjadi :
0 < S - S2n < a2n+1 (1-8c)

6
dengan memasukkan S2n ke masing-masing ruas pada (1-8c), maka persamaan tersebut
berubah menjadi
S2n < S < S2n+1 (1-8c)

mengingat S2n + a2n+1 = S2n+1. Dari hubungan di atas, jelaslah bahwa apabila =

0 yang berarti pula = 0, maka :

yang berarti baik S2n+1 maupun S2n dan begitu pula secara umum Sn, mendekati suatu
harga tertentu, yakni S. Harga S ini kita sudah buktikan bahwa deret tersebut konvergen.

Suatu deret selang-seling akan konvergen jika = 0, dan <1.

1.4 Deret Pangkat


Berlaku deret selang seling. Jika suatu deret tergantung kepada suatu variabel,
yaitu yang suku-sukunya bergantung kepada variabel secara khusus, dan suku ke-n nya
berbentuk :
an = an (x) = cn xn (1-9)
di mana cn adalah bilangan konstan, maka deret itu disebut deret pangkat.

Bentuk umum xn dengan an adalah koefisien ke-n dan x adalah variabel, maka :

xn = ao + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + … + anxn + …. (1-10)

Deret pangkat suatu fungsi perlu diketahui apakah deret tersebut konvergen atau
divergen. Untuk menguji kekonvergenan suatu deret pangkat digunakan uji nisbah
seperti pada persamaan (1-7).
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh yang berkenaan dengan deret
pangkat :

a)

b) (1-10a)

c)

7
d)

Bingkai 7: Carilah selang konvergensi untuk deret ?

Lakukan tahapan seperti berikut :

= n =

jadi n = <1

artinya n = atau

sedangkan batasnya diambil :

x=- , sehingga , deret ini divergen.

x= , sehingga , deret ini divergen.

Karena dua-duanya divergen, maka selang konvergensinya diambil .

Perhatikan tanda keberlakuan x di atas.

Bingkai 8: Carilah selang konvergensi untuk deret (1-10a) bagian (d) di atas ?
Lakukan langkah-langkah seperti berikut :
a) Cari harga n dengan melakukan uji nisbah seperti (1-7)

n =

b) Tentukan  dengan menggunakan persamaan (1-7), sehingga

= n =

atau

=

Deret akan konvergen jika < 1, atau -1< x + 2 < 1 atau -3 < x + 2 < -
1
c) Tentukan selang konvergensinya

8
Jika x = -3, maka :

1-

Deret ini akan konvergen dengan uji selang-seling.


Jika x = - 1, maka :

1-

Deret ini konvergen dengan uji selang-seling.

1+

Deret ini divergen dengan uji integral, sehingga selang konvergensi deret
pada (1-10a) bagian (d) adalah -3  x < -1.

1.5 Uraian Mac-Laurin


Uraian Mac-Laurin sebenarnya tidak lain daripada deret fungsi yang berupa
polinomial variabel fungsi.
Jika f(x) diuraikan dalam deret di sekitar x = 0, maka :

f (x) = (1-11)

dengan f (0) (x) = f (x) dan 0! = 1


Maka uraian deretnya dapat ditentukan seperti berikut :
Fungsi f (x) = (1+x)p, dengan p real tidak nol.
f ‘(x) = p (1+x)p-1 dan f ‘(0) =p
f’‘(x) = p (p-1)(1+x)p-2 dan f ‘‘(0) = p (p-1)
f’’‘(x) = p(p-2) (p-1) (1+x)p-3 dan f ‘‘‘(0) = p (p-1)(p-2)
dan seterusnya, sehingga :

(1+x)p = 1 + p x +

Bingkai 9: Tunjukkan bahwa :

sin x  x -

sin x akan dinyatakan sebagai suatu deret pangkat x yang semakin membesar,
dengan bentuk deretnya adalah :
sin x  a + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + … + anxn + (1-12)

9
Dengan a, a1, a2, a3, a4, dan seterusnya adalah koefisien-koefisien yang konstan.
Pertama masukkan harga x = 0 ke persamaan (1-12), begitu seterusnya, sehingga
harga a dapat diperoleh
sin 0 = a0 + 0 + 0 + 0 + 0 + ......
dengan a0 = 0. Ini kita baru mengetahui a0 = 0.
Kuncinya adalah kembali perhatikan persamaan (1-12) dan lakukan diferensiasi,
sehingga ruas kiri kita memperoleh cos x, dan suku-suku pada ruas kanan
mengandung x, jadi diperoleh :
cos x = a1 + 2a2x + 3a3x2 + 4a4x3 + … + nanxn-1 +
Kemudian masukkan kembali harga x = 0 dan diperoleh a 1 = 1. Ini menjadi mudah
dan untuk mencari koefisien yang lain, tinggal kita melakukan hal yang sama dan
akhirnya kita tinggal memasukkan kembali harga koefisien-koefisien konstan ini ke
dalam persamaan (1-11), sehingga :

sin x = 0 + 1.x + 0.x2 -

dan seterusnya kemudian menggabungkan harga-harga di atas diperoleh :

sin x  x - (1-12a)

seperti yang diinginkan.


Dengan cara yang sama kita dapat membuktikan fungsi lain. Pindahkan ke
dalam catatan anda fungsi berikut :

konvergen untuk
cos x = 1 - semua x

ex =1+x+ semua x

ln ( 1 + x ) = x - -1x1

Dari harga-harga di atas, dapat ditentukan harga fungsi lain atau gabungan
fungsi di atas, seperti pada bingkai 10 berikut.
Bingkai 10: Tentukan deret dari ex cos x, sampai empat suku pertama ?
Lakukan langkah-langkah seperti berikut :

10
a) Perhatikan apakah fungsi tersebut sudah ada dalam catatanmu, jika tidak
maka buatlah seperti pada bingkai 9.
b) Cari fungsi tersebut, ternyata merupakan gabungan dari fungsi ex dan cos x
yang ada di dalam catatanmu, sehingga :

ex = 1 + x +

dan

cos x = x -

c) Lakukan perkalian tersebut, sehingga

ex cos x = (1 + x + )

(1 - )

d) Hasilnya :

ex cos x = 1 + x + +...

+
+
e cos x
x
=1+x+0x - 2
- =1+x- -

Untuk menyelesaikan soal seperti ini, maka yang perlu diperhatikan adalah lakukan
perkalian dengan setiap suku-sukunya, kemudian susun dalam bentuk kolom yang
sesuai, sehingga tersusun dalam bentuk x3. x2 dan seterusnya.

1.6 Penerapan Deret dalam Masalah Fisika


Beberapa persoalan fisika dalam hal ini matematikanya dapat diselesaikan
dengan mudah, jika pengetahuan yang kita pelajari tentang deret diterapkan. Persoalan
tersebut, yakni : 1) Persamaan diferensial, dan 2) Pengecekan integral.
Persamaan diferensial orde dua dalam gerak ayunan sederhana, dinyatakan
dalam bentuk :

11
(1-13)

Persamaan (1-13) tidak dapat diselesaikan dengan pengetahuan matematika sebelum


mempelajari kalkulus. Tetapi, jika pengetahuan kita tentang fungsi sin , seperti yang
dibahas pada (1-12) dengan  dalam radian, maka persoalan ini dengan mudah dapat
diselesaikan. Solusi persamaan diferensial orde dua ini adalah :

 (t) = A sin dan  (t) = B cos (1-14)

dengan A dan B adalah konstan. Ini akan dibahas lebih lanjut pada persoalan gerak
harmonik sederhana pada persamaan diferensial orde dua.
Persoalan lain, misalnya peluruhan unsur radioaktif. Jika sebuah unsur radioaktif
pada saat t = 0, jumlah unsur adalah N o. Jika diketahui bahwa sisa unsur pada saat t
diberikan oleh rumus :
N = No e-t (1-15)
di mana  adalah konstanta peluruhan. Pengukuran  dilakukan di laboratorium dan
biasanya berkaitan dengan waktu paruh (T1/2) suatu unsur. Waktu paruh (T 1/2) adalah
waktu yang diperlukan suatu unsur agar aktivitasnya menjadi setengah aktivitas mula-
mula. Dalam penggunaannya, biasanya dilakukan dengan melakukan plot setiap harga

dengan interval waktu t.

Sehingga dari grafik tersebut dapat diperoleh hubungan antara persamaan (1-15)
Dengan jumlah unsur yang meluruh (dN) persatuan waktu (t).

Karena maka:

-  No e-t = (1-16)

Persamaan (1-16) dikalikan dengan dan diperoleh :

- t = - =
(1-17)
karena t = t2 – t1, persamaan (1-17) dapat dituliskan dalam deret pangkat jika t
menjadi kecil, sehingga :

- t = - t -

12
- t =1+

(1-18)

Karena  t cukup kecil, sehingga suku dapat diabaikan, maka :

=1

atau -

akhirnya (1-19)

ini biasanya digunakan untuk melakukan plot grafik, dan dengan mudah diketahui.

Selanjutnya aplikasi lain dari deret adalah pengecekan integral. Banyak fungsi
integral yang dipakai dalam ilmu terapan sulit untuk dianalisis secara biasa. Misalnya
integral Fresnel (integral dari sin x2 dan cos x2) yang terjadi pada masalah difraksi
Fresnel untuk topik optik.

Perhatikan bentuk integral

Bentuk integral ini akan dengan mudah diselesaikan dengan pendekatan deret,
karena seperti yang diungkapkan (1-12a) :

sin x = x -

dan

sin x2 = x2 -

maka

= 0,33333 – 0,02381 + 0,00076 -0,00001323

0,31027

Beberapa penggunaan dari deret lainnya dapat dilihat pada penggunaan


kalkulator dalam menghitug operasi matematika. Pada prinsipnya kalkulator

13
menghitung operasi-operasi tersebut dengan membuatnya dalam bentuk deret kemudian
melihat keberartian angka yang dihitungnya.

Jumlah dari barisan-barisan tersebut didefinisikan sebagai deret. Deret


merupakan penjumlahan urutan bilangan atau variabel yang membentuk pola tertentu.
Setiap bilangan atau variabel yang dijumlahkan dinamakan suku dari deret tersebut.
Untuk menguji konvergensi sebuah deret dapat dilakukan dengan: (1) cara
pembandingan, (2) cara integral, dan (3) cara nisbah (rasio).
Jika suatu deret tergantung kepada suatu variabel, yaitu yang suku-sukunya
bergantung kepada variabel secara khusus, dan suku ke-n nya berbentuk:
an = an (x) = cn xn, di mana cn adalah bilangan konstan, maka deret itu disebut
deret pangkat. Bentuk umumnya adalah

xn = ao + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + … + anxn + ….

Uraian Mac-Laurin tidak lain daripada deret fungsi yang berupa polinomial
variabel fungsi. Jika f(x) diuraikan dalam deret di sekitar x = 0, maka :

f (x) = , dengan f (0) (x) = f (x) dan 0! = 1

1. Tuliskan suku pertama sampai kelima untuk masing-masing deret berikut :

a. b. c.

2. Tentukan berapa limit dari :


a. 0,61111… d. 0,818181... g. 0,583333...
b. 0,55555… e. 0,77777... h. 0,26666...
c. 0,185185.... f. 0,694444... i. 0,243243...
3. Misalkan sebuah kelereng dijatuhkan dan menumbuk sebuah lantai dasar dari bahan
semen yang licin. Bila kelereng memiliki kelentingan yang tinggi, maka kelereng
akan terpantul kembali ke udara dan kemudian jatuh kembali – berulang kali - dengan
ketinggian yang semakin rendah hingga akhirnya jatuh kembali dan diam. Bila
ketinggian mula-mula adalah 1 meter dan ketinggian yang dicapai kelereng adalah ¾
kali dari ketinggian sebelumnya, maka ketinggian pencapaiannya secara berturut-turut
adalah :

14
1 + ¾ + ( ¾ )2 + ( ¾ )3 + . . .
Berapakah jarak total yang ditempuhnya sampai kelereng itu diam ?
4. Apakah deret di bawah ini konvergen atau divergen ?

a) b)

5. Uji konvergensilah deret berikut dengan uji integral?

a) b) c)

6. Uji konvergensilah deret berikut dengan menggunakan uji rasio?

a). b). c). d).

e) f) g). h).

i) j) k)

7. Tentukan selang konvergensi deret berikut :

a) b) c). d)

e). f). g) h)

i). j) k) l)

m) n) o) p)

8. Dengan memakai deret Taylor, hitunglah : (dalam 5 desimal)


a). ln 1,2 b). sin 46o c). cos 61o
9. Buatlah dalam bentuk deret fungsi berikut sampai 4 (empat) suku pertama dengan
menggunakan deret Mac-Laurin ?
a) x b) x2 ln (1-x)

c) d)

15
d) esin x f)

16

Anda mungkin juga menyukai