PENDAHULUAN
Mata kuliah Matematika Fisika merupakan salah satu bahan ajar yang dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir analitis, kuantitatif, dan prediktif berdasarkan model
penalaran yang dirumuskan. Materi kajian mata kuliah Matematika Fisika pada intinya
adalah cara-cara perumusan dan pemecahan persamaan diferensial sebagai rumusan proses
atau gejala fisika. Berdasarkan hal tersebut, baik persamaan diferensial biasa (PDB)
maupun persamaan diferensial parsial (PDP ) memiliki peranan sangat penting di dalam
perumusan model penalaran proses dan gejala-gejala fisika.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa mata kuliah Fisika Matematika bertujuan agar
mahasiswa memiliki kemampuan merumuskan berbagai proses fisika ke dalam pernyataan
matematis dan mampu menyelesaikannya secara analitis. Oleh karena itu, mata kuliah
Matematika Fisika merupakan bahan pelajaran yang diharapkan dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir analitis, kuantitatif, dan prediktif berdasarkan model penalaran yang
dirumuskan.
1
1.3 Manfaat
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika Fisika
2. Melatih kemampuan Penulis dalam mengkritisi suatu buku.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Matematika Fisika
BAB II
PEMBAHASAN
Negeri Medan
Tahun Terbit : 2018
Kota Terbit : Medan
Bab yang direview : Bab I – bab XIX
Halaman : iii ± 112 halaman
BAB I
1.1 Pendahuluan
Deret merupakan penjumlahan urutan bilangan atau variabel yang membentuk pola
tertentu. Secara umum deret dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
u0 + u1 + u2 + … + un
Jika u0 adalah bilangan maka deret dinamakan deret bilangan dan dituliskan bentuk
a0 + a1 + a2 + … + an
2
1.2 Konvergensi dan Divergensi Deret
Deret tak hingga adalah pernyataan penjumlahan bilangan yang tak hingga banyaknya
berbentuk:
a1 + a2 + a3 + … + an……………………………………………………………..(1)
an = f(n), n = 1,2,3…………………………………………………………....(2)
Jadi deret tak hingga persamaan (1) dalam notasi jumlah ditulis sebagai berikut:
∞
a1 + a2 + a3 + … + an = ∑ a n……………………………………………….……(3)
n −1
divergen.
Sifat 2 : Jika suku ke-n dari deret tidak menuju 0 maka deret itu divergen.
→ lim S n=0.
n→ ∞
Sifat 3 : Mengalikan semua suku – suku suatu deret dengan suatu bilangan konstanta
yang tidak sama dengan nol, tidak akan merubah konvergensi.
Sifat 4 : Penghapusan bebarapa suku yang berhingga banyaknya dari suatu deret juga
tidak merubah konvergen atau divergen deret itu.
∞
2
a + ar + ar + ar n-1
+…= ∑ ar n−1, r > 0
n →1
3
Jumlah parsial n suku deret geometri ditulis dengan:
a ( 1−r n)
sn = , r≠ 1
1−r
∑ Sn = a
S= , jika dan hanya jika |r|< 1
n→∞ 1−r
Uji banding adalah untuk menguji konvergensi dan divergensi dari suatu deret
misalnya ∑ an dengan membandingkan deret yang sudah diketahui konvergensinya atau
∞ ∞
Uji ini dilakukan dengan cara integrasi kontini terhadap n dimana ∑ an menjadi ∫ an
n =1 0
dn jika hasilnya terbatas maka deret tersebut adalah konvergen, selanjutnya jika hasilnya
tidak terhingga maka deret tersebut dinyatakan sebagai deret divergen. Hal ini dipenuhi jika 0
¿ a n+1 <an .
∞
an +1
Tinjau deret ∑ an, selanjutnya deret ini dimisalkan lim ¿n →∞ ¿ǀ ǀ = ρn
n =1 an
4
1.3.5 Uji Banding Limit (Uji Lebniz)
∞
Tinjau deret posirtif ∑ an,kemudian:
n =1
∞
a
a. Uji konvergensi, jika terdapat deret positif ∑ bn yang konvergen lim ¿a → ∞ ǀ bnn ǀ< ¿, maka
n =1
deret konvergen.
∞
a
b. Uji devergensi jika deret positif ∑ bn yang divergen, sehingga lim ¿a → ∞ ǀ bnn ǀ< 0¿, maka
n =1
∞
deret ∑ an divergen.
n =1
Deret bolak-balik disebut juga dengan istilah deret bilangan selang-seling yang
artinya deret bilangan yang tanda suku berurutan mempunyai tanda positif dan negatif
berselang-seling, dituliskan dalam bentuk:
∞
a1 – a2 + a3 – a4 + ... + (-1) an ¿ ∑ (−1 ) n-1an
n-1
n=1
∞ ∞
(−1)n−1
∑ an = ∑ n │an│
n =1 n =1
∞
Kekonvergenan ∑ (−1)n-1 an ini ditentukan oleh sifat deret mutlaknya, jika
n =1
∞ ∞
a. ∑ │(−1) n-1
an│konvergen maka ∑ (−1) n-1
an bersifat konvergen mutlak. Jika deret
n =1 n =1
5
∞ ∞
b. ∑ │(−1) n-1
an│divergen maka ∑ (−1) n-1
an bersifat konvergen bersyarat. Jika deret
n =1 n =1
konvergen bersyarat maka deret itu konvergen dan deret mutlaknya divergen.
Dengan x sebuah variabel sedangkan a dan c n bilangan tetap, disebut “deret pangkat” atau
“deret kuasa”
Deret pangkat konvergen untuk |x| < R dan divergen untuk |x| > R disebut jari-jari
konvergensi dari deret itu.
Interval |x| < R, |x| < R atau |x| ≤ R, |x| ≥ R, disebut interval konvergensi.
BAB II
BILANGAN KOMPLEKS
−b ± √b 2−4 ac
x1,2 = ........................................................................................... (2.2)
2a
Jika diskriminan D = b2 – 4ac < 0, maka tak ada akar-akar yang real (dua buah akar
yang gabungan kompleks), dan untuk melukiskan akar-akar ini, maka dinyatakan dengan
6
bilangan : bilangan khayal(imajiner) ai dengan a bilangan riel dan i satuan kayal yang
memenuhi aturan :
i = √ −1............................................................................................................(2.3)
c = a + ib........................................................................................................(2.4)
a = Re c = bagian riel c
b = Im c = bagian imajiner?kayal c
c = Re c + Im c
Misalkan dua bilangan kompleks c1 = a1 + ib1 dan c2 = a2 + ib2, maka operasi aljabar
antara kedua bilangan kompleks ini didefenisikan memberikan pula suatu bilangan kompleks
baru.
a. Penjumlahan/Pengurangan
b. Perkalian
c. Pembagi
7
a. Konjugat kompleks atau kompleks sekawan
c* = a* + i*b*
dengan sifat :
a* = a,b* = b dan i* = -i
sehingga
c* = a – ib
b. Modulus.
|c| = √ (a+ib)(a−ib)= √ a2 +b 2
Suatu pasangan bilangan (x,y) ditentukan oleh suatu bilangan kompleks z=x+iy, maka
setiap bilangan kompleks z=x+iy dapat dinyatakan sebagai sebuah titik P (x,y) pada suatu
bidang xy dan sebaliknya sebuah titik P (x,y) sesuai dengan suatu bilangan kompleks z = x +
iy. Bidang xy tersebut dinamakan bidang kompleks atau diagram Argand.
Y
P(x,y)=x+iy=(r,
r X
X = rcosϴ y=rsinϴ
8
y
r= √ x 2+ y 2 ϴ=arc tan
x
z = x + iy = rcos ϴ + ir sin ϴ
Maka perkalian :
z1z2=z2=r2 (cos2ϴ+isin2ϴ)
z2 = r2 (cos2ϴ+isin2ϴ)
selanjutnya jika ada nz yang tidak berbeda masing-masing sama dengan z = r(cosϴ+isinϴ),
maka diperoleh :
Suatu persamaan kompleks yang menghasilkan hanya satu persamaan riel, akan
memberikan pemecahan dengan x dan y saling bergantungan. Saling bergantungan ini, pada
bilangan kompleks, menggambarkan sebuah kurva.
Deret tak hingga kompleks adalah pernyataan penjumlahan bilangan kompleks yang
tak hingga banyaknya terbentuk:
9
∞
C1 + C2 + C3 + … + Cn + … ≡ ∑ ( Cn )
n =1
dengan setiap suku Cn adalah suatu bilangan kompleks yang tergantung pada bilangan bulat
n.
Dengan:
∞
Sn = ∑ ( Ck ) k=1,2,3,…,n
n =1
z2 z3 zn
ez = 1 + z + + + ..... +
2! 3! n!
x2 x3
ex = 1 + x + + + .....
2! 3!
iy2 iy 3
eiy = 1 + iy + + + .....
2! 3!
y2 y4 y3 y5
= (1 - + + … ¿ + i (y - + −… ¿
2! 4 ! 3! 5 !
iθ 2 iθ 3 iθ 4 iθ 5
eiθ = 1 + θ + ( ) + ( ) +( ) + ( ) + ......
2! 3! 4! 5!
θ2 θ3 θ4 θ5
= 1 + iθ + + + + + ......
2! 3! 4 ! 5!
10
θ2 θ 4 θ3 θ5
= (1 - +¿ - ......) + i( θ - + +…¿
2! 4! 3! 5 !
harga prinsipal, 0 ≤ θ ≤ 2 π
z1, z2 = e w 1. e w 2=e i (w + w )
1 2
z n=¿
dengan : ¿ ¿
11
1
n
w=z
maka :
1 1 θ 2m
z =( r ) e
i( + )
n n n πn
, m=0 , ± 1, ± 2 ,…
θ θ
={ cos ( + 2mπ /n ¿+i sin ( +2 mπ /n)
n n
Fungi trigonometri cos θ dan sin θ dapat dinyatakan dalam bentuk eksponensial yang
bulatan , karena cos (-θ ) = cos θ dan sin (-θ ) = - sin θ, maka dari rumus Euler, diperoleh:
Sehingga :
z
e z−e− z e z +e− z tan h= e −e
−z
sin h= ; cos h= ;
2i 2 e z + e−z
12
cos hy = cos iy = - i sin iy
Deret untuk :
z 3 z 5 z7
Sin hz = z + + + +…
3! 5 ! 7 !
z2 z4 z6
Cos hz = 1 + + + +…
2! 4 ! 6 !
BAB III
ALJABAR VEKTOR
panah a , b , A . Besar vector A ditulis A = |A| dan arah vector A ditentukan oleh
suatu vector satuan pada arah A dengan besar satu satuan yaitu A yang didefenisikan
sebagai:
A =❑
A
Dengan | A | = 1 satuan
Operasi penjumlahan dan pengurangan vector sama sekali berbeda dengan operasi
A + B = B + A (aturan komutatif)
atau A - B = + A + (- B )
13
Vector-vektor ^x Ax, ^y Ay, dan ^z Az dinamakan vector-vektor komponen yang
segaris dengan sumbu x, sumbu y, dan sumbu z. maka vector A dinyatakan dalam
komponen sebagai:
A = x^ Ax + y^ Ay + z^ Az
Jika A dan B adalah dua buah vector tak nol yang mengapit sudut θ , maka
A . B = A B cos θ = AB cos θ
A . B = B . A
Di dalam perkalian scalar dua vector dapat dijumpai beebrapa keadaan istimewa, antara lain:
dengan B
A x B = n^ (AB sin θ )
14
Perkalian silang dari dua vector A dan B , yaitu A x B , mempunyai
3 buah komponen yang didefenisikan sebagai:
( A x B )x ≡ AyBz - AzBy
( A x B )y ≡ AzBx – AxBz
( A x B )z ≡ AxBy – AyBx
1. ( A . B ) C
2. A .( B x C )
3. A x( B x C )
15
Sebuah garis lurus L dalam ruang ditentukan oleh dua buah titik berbeda P 1 dan P2
yang dilaluinya. Dalam rumusan vector, ini berarti bahwa jika OP1 dan OP2 adalah
berturut-turut vector kedudukan P1 dan P2, relative terhadap titik acuan O, maka setiap titik P
yang terletak pada garis , memenuhi persamaan vector
Atau P1 P = t P2 P
Persamaan bidang
Sebuah bidang v tertentukan oleh sebuah titik P 0(x0,y0,z0), yang dilewatinya, dan
sebuah vector N = A i = B
^j ^
+C k yang tegak lurus padanya. Jadi, jika P(x,y,z) adalah
sembarang titik pada bidang v, maka vector P0P tegak lurus vector N, atau dalam
rumusan hasil kali titik:
P0P .N=0
Misalkan Q(xq,yq,zq) sebuah titik di luar bidang v. jika Q’ adalah proyeksi tegak Q
pada bidang, jadi vector QQ' tegak lurus bidang v, maka jarak d dari titik Q ke bidang v,
d=| QQ' |
BAB IV
DERET FOURIER
16
A. Fungsi Periodik
Suatu fungsi f(x) disebut mempunyai periode T (atau periodikdengan periode T) bila
untuk semua x berlaku :
F( x + T ) = f(x)
Harga terkecil dari T > 0 disebut periode terkecil atau periode dari f(x) saja.
B. Deret Fourier
Misalkan f(x) didefenisikan dalam selang (-L, L) dan diluar selang ini oleh f(x + 2L) = f(x).
Jadi f(x) mempunyai periode 2L.
Deret Fourier atau Fourier yang berhubungan dengan f(x) ditentukan oleh :
a0 ∞
f(x) = +∑ ¿ ¿
2 n=1
L
1 nπx
a n= ∫ f ( x ) cos dx
L –L L
L
1 nπx
b n= ∫ f ( x ) sin dx
L –L L
n = 0, 1, 2, 3,.........
L
1
untuk: n=0 a 0= ∫ f ( x ) dx
L –L
c+2 L
1 nπx
a n= ∫ f ( x ) cos dx
L c L
c+2 L
1 nπx
b n= ∫ f ( x ) sin dx
L c L
Suatu fungsi f(x) disebut ganjil bila f(-x) = -f(x) dan disebut fungsi genap bila f(-x) =
f(x). Dalam deret Fourier yang berhubungan dengan suatu fungsi ganjil, hanya mungkin ada
suku-suku sinus, dan deret Fourier yang berhubungan dengan satu fungsi genap.
Deret Fourier Sinus atau deret Fourier Cosinus adalah berturut-turut suatu deret
dimana hanya ada suku-suku sinus atau hanya suku-suku cosinus.
L
2 nπx
an = 0, bn= ∫ f ( x ) sin dx … (1)
L0 L
L
2
bn = 0, an =
L0
∫ f ( x ) cos nπx
L
dx … (2)
E. Identitas Parseval
L ∞
1 2 a0 2
∫ { f ( x ) } dx = + ∑ (a n2 +b n2)
L −L 2 n =1
Bila an dan bn adalah koefisien – koefisien Fourier yang berhubungan dengan f (x) dan deret
Fourier konvergen uniform pada selang (-L,L).
Bukti:
∞
a0 nπx nπx
f(x) = + ∑ (a n cos + bn sin )
2 n =1 L L
−L n =1
{
∫ { f ( x ) } dx= 2 ∫ f ( x ) dx+∑ a ∫ f ( x ) cos nπx
n
L−L
dx +b ∫ f ( x ) sin
n
nπx
−LL
dx }
∞
a0 2 2 2
= L + L ∑ (a n +b n )
2 n =1
∫ f ( x ) cos nπx
L
dx=L an
−L
∑ f ( x ) sin nπx
L
dx=L bn
−L
Dan ∫ f ( x ) dx=L a0
−L
yang merupakan koefisien – koefisien Forier. Lalu kedua dibagi dengan L sehingga didapat
identitas Paseval.
BAB V
TURUNAN PARSIAL
a. x berubah-ubah, y tetap.
b. y berubah-ubah, x tetap.
c. x dan y berubah-ubah bersama.
∂z f ( x+ ∆ x , y )−f (x )
fx(x,y) = = lim ..........................................(5.1)
∂ x ∆ y→ 0 ∆x
∂2 z
→ Turunan parsial kedua dari z = f(x,y) ke x
∂ x2
∂2 z
→ Turunan parsial pertama dari z = f(x,y) ke y
∂ y∂ x
∂z
→ Turunan parsial pertama dari z = f(x,y) ke y
∂y
∂2 z
→ Turunan parsial pertama dari z = f(x,y) ke y
∂ y2
∂2 z
→ Turunan parsial pertama dari z = f(x,y) ke x
∂ y∂ x
Jika z = f(x,y) dan turunan parsialnya kontinu, maka:
∂2 z ∂2 z
=
∂ y∂ x ∂ y∂ z
Diferensial dx dan dy untuk fungsi y = f(x) dari satu variabel bebas x didefenisikan sebagai
dx = ∆ x
dy
dy = f(x) = dx
dx
dx = ∆ x, dy = ∆ y
Jika x berubah dan y tetap, maka z merupakan fungsi x diferensial parsial z terhadap x
adalah:
∂z
dxz = fx(x,y)dy = dx
∂x
20
dyz = fy(x,y)dy
∂z
= dy
∂y
∂z ∂z
dz = dx + dy...................................................................................(5.3)
∂x ∂y
∂w ∂w ∂w ∂w
dw = dx + dy + dz + .... + dt.............................................(5.4)
∂x ∂y ∂z ∂t
Jika z = f(x,y) suatu fungsi kontinu dari variabel-variabel x dan y dengan turunan parsialnya
∂z ∂z
dan kontinu, dan jika x dan y merupakan fungsi variabel t yang dideferensiabel
∂x ∂y
∂z
x=g(t), y=h(t), maka z adalah fungsi t dan disebut turunan total z ke t
∂t
dz ∂ z dx ∂ z dy
= +
dt ∂ y dt ∂ y dt
W = f(x,y,z,...)
x = g(t)
y = h(t)
z = s(t)
dx ∂ w dx ∂ w dy ∂ w
= + + +...
dt ∂ x dt ∂ y dt ∂t
21
y = f(x) → bentuk eksplisit ketergantungan satu variabel dengan variabel yang lain. ∅(x,y) =
0 → bentuk implisit.
Diferensial Total:
∂∅ ∂∅
d∅ =
∂x
dx + ∂y
dy = 0
∂∅ ∂∅
=
∂x
dx + ∂y
dy = 0
∂∅ ∂∅
∂y
dy =- ∂x
dx
dy ∂ ∅/∂ x
dx
= ∂ ∅ /∂ y
→ ∂ ∅ /∂ x ≠ 0.....................................................................(5.7)
Secara geometris, fungsi implisit ∅(x,y) = 0 menyatakan sebuah kurva pada bidang xy, dan
dy/dx menyatakan kemiringan garis singgungnya di titik (x,y) dimana : ∂ ∅ /∂ y ≠ 0
Jika suatu fungsi y = f(x) bernilai ekstrem (maksimum atau minimum). Pada sebuah
dy df
titik P(x0,y0), jika turunan pertamanya di titik tersebut adalah nol: = 0 atau (x0) = 0.
dx dx
Dengan demikian berlaku syarat yang ekstrem seperti pada fungsi satu variabel, tetapi
dalam hal ini ada persamaan, yakni:
Untuk mencirikan jenis ekstremnya, maka perlu menghitung turunan parsial keduanya, fxx, ,
fyy, , fx,y, dan besaran:
f xx f xy
D = det f [
yx
]
f yy .....................................................................................(5.9)
Pada persoalan ekstrem fungsi f(x,y,z) yang ditinjau diatas, variabel x dan y berubah
secara bebas.
22
Cara Eliminasi:
Pda cara eliminasi, di pecahkan dahulu persamaan kendala ∅(x,y,z) = 0 untuk salah satu
variabel, kemudian menggunakannya untuk mngeliminasi variabel bersangkutan dari fungsi f
dan selanjutnya mencarikan nilai ekstrem fungsi f dalam variabel yang sisa.
Metode Eliminasi:
Cara jelas untuk memecahkan persoalan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi. Yaitu,
memecahkan dahulu persamaan kendala bagi salah satu variabel kemudian disisipkan ke
dalam fungsi f.
Persamaan kendala ∅(x,y,z) = 0 seringkali sangatlah rumit untuk dipecahkan, begitu pula
halnya dengan pemecahan syarat ekstrem: fx = 0, fz = 0 atau dalam dua variabel lainnya.
Telah di lihat bahwa syarat perlu bagi fungsi f(x,y,z) memiliki suatu nilai ekstrem adalah : fx
= 0, fy = 0, fz = 0. Karena df = fx dx + fy dy + fz, maka titik ekstrem berlaku:
df = fx dx + fy dy + fz, = 0........................................................................(5.10)
∅(x,y,z) = 0..............................................................................................(5.11)
d∅ = ∅ x dx + ∅ y dy + ∅ z dz = 0................................................................(5.12)
Kalikan persamaan (5.12) dengan sebuah parameter kemudian jumlahkan dengan (5.10)
memberikan:
dengan memandang x,y dan z bebas, maka dx, dy, dan dz juga bebas sehingga diperoleh:
fx + α ∅x dx = 0 fy + α ∅y dy = 0 fz + α ∅z dz = 0...........................(5.14)
23
BAB VI
y1 + ∆y1 σi
y1
x1 x1 + ∆x1
∆m1 = ρ|σ 1|
= f (x1, y1) |σ 1|
∞ ∞
M ≅ ∑ ∆ m1= ∑ f ( x 1, y 1)|σ 1|
i=l i=l
Untuk integral lipat dua fungsi f (x1, y1) dalam daerah R didefenisikan sebagai berikut:
∬ f ( x , y ) dx dy=lim
n→∞
f (x 1 , y 1)|∆ x 1 , ∆ y 1|
R
24
Sifat Integral Lipat Dua sebagai berikut:
1. Jika f = f (x) dan g = g(x), dua fungsi terdefenisikan pada daerah R, maka:
❑ ❑ ❑
∬ (cf ) dx dy ± c ∬ f dx dy
R R
∬ (f )dx dy ±∬ f dx dy ± ∬ f dx dy
R R1 R2
Jika z = f(x,y) adalah sebuah persamaan permukaan, maka integral lipat dua sebagai
berikut:
❑ ❑
v = ∬ z dx dy=¿ ∬ f ( x , y ) dx dy ¿
R R
❑ ❑
∬ f ( x , y , z ) dx dydz=lim
n→∞
f ( x 1 , y 1 , z 1)|∆ x 1 , ∆ y 1 , ∆ z 1|
R
25
Sifat Integral Lipat Tiga sebagai berikut:
1. Kelinieran :
❑ ❑ ❑
∭ ( f ± g ) dx dy dz =∭ fdx dy dx dy dz ±∭ g dx dy dz
v v v
∭ ( f ) dx dy dz =∭ fdx dy dx dy dz ±∭ f dx dy dz
v v1 v2
∞
M = ∑ ∆ m1= ρ( x 1 , y 1 , z 1)dv1 = ∭ p dv
i=l
2. Jika r (x,y,z) adalah jarak elemen massa ∆ m1 dalam elemen volume ∆ v 1 ke garis L,
maka:
∆ LiL = r2 ( x 1 , y 1, z 1) ∆m
= r2 ( x 1 , y 1, z 1) ρ( x 1 , y 1 , z 1) dv1
Momen inersia benda ke sumbu L adalah:
Lt = nlim
→∞
r 2 ( x 1 , y 1, z 1) ρ( x 1 , y 1 , z 1) dv1 = r 2
∭ p dv
Jika L adalah sumbu z maka, r2 = x2 + y2, momen inersia lembam benda adalah:
2
L = ∭ ( x + y 2) p dv
3. Pusat massa benda terhadap masing – masing bidang koordinat:
−¿ x dM ¿
∫ ¿ = ∫ x dM
m
−¿ y dM ¿
∫ ¿ = ∫ y dM
m
Dapat diubah variabelnya yaitu dengan cara melakukan transformasi koordinat dari
sistem (x,y) ke sistem (u,v), menurut persamaan transformasi:
26
x = x (u,v)
y = y (u,v)
dx= ( ∂∂ ux )du+( ∂∂ vx ) ´ = u du
du
dy = ( ∂∂ uy ) du+( ∂∂ vy ) ´ = u dv
dv
dA = |dx xd ¿|
∂x ∂x
x, y ∂u
J ( u , v ¿ = det ∂ y
∂u
[ ]∂v
∂y
∂v
∬ f ( x , y , z ) dx dydz
R
dv = (dx x dy) dz
( x, y ,z )
dv = J u , v , w dudvdw
∂x ∂x ∂x
x, y ,z
∂u
∂y
J ( u , v , w ¿ = det ∂ u
∂z
∂u
[ ]
6.5 Sistem Koordinat Selinder dan Bola
∂v
∂y
∂v
∂z
∂v
∂w
∂y
∂w
∂z
∂w
27
a. Sistem Koordinat Silinder
Sistem koordinat silinder merupakan perluasan sistem koordinat polar (r,θ ¿ dalam
bidang xy kedalaman ruang tiga dimensi.
x = r cos θ
y = r sin θ
z=z
Hubungan elemen volume dv dalam sistem koordinat kartesuis dan silinder adalah
dv = (dxdydz) = r (drdθdz)
b. Sistem Koordinat Bola
x = r sin θ cos ∅
y = r sin θ sin ∅
z = cos θ
Hubungan elemen volume dv dalam sistem koordinat kartesis dan bola adalah:
BAB VII
ANALISIS VEKTOR
r = x(t) ^i + y(t)
^j ^
+ z(t) k
= r(t)
A = Ax(u) ^i + Ay(u)
^j ^
+ Az(t) k
28
= A (u)
∆r = r(t2) - r(t1)
= ∆x ^i + ∆y
^j + ∆z k^
Rumus Diferensiasi
Jika A(u), B(u) dan C(u) adalah fungsi-fungsi vector diferensiabel dari scalar u, maka:
d dA dB
1. (A + B) = +
du du du
2. Jika ɸ(u) adalah sebuah fungsi diferensiabel dari u, maka:
d dɸ dA
(ɸA) = A+ɸ
du du du
d dA dB
3. (A.B) = .B + A.
du du du
d dA dB
4. (AxB) = xB + Ax
du du du
d dC dB dA dC
5. ( A . BxC )= A . Bx + A. Xc + x (Bx )
du du du du du
d dC dB dA dC
6. (AxBxC) = Ax (Bx ) + Ax ( xC+ x (Bx )
du du du du du
ɸ ɸ ɸ
dɸ = dx + dy + dz
x y z
^i ( ɸ ) + ^j ( ɸ ) + k^ ( ɸ ).
x y z
Medan vector ini disebut gradient yang dilambangkan dengan gradient ɸ atau ∇ ɸ. Secara
defenisi:
∇ ɸ = grad ɸ = ^i ( ɸ ) + ^j ( ɸ ) + k^ ( ɸ )
x y z
29
Vektor Normal Permukaan
d ɸ=0 atau ∇ ɸ. dr = 0
∇ . A = ( ^i ❑ + ^j ❑ + k^ ❑ ) . ( ^i Ax + ^j Ay + k^ Az )
X Y Z
∇ . A = (Ax + A y + Az)
X X X
b. Curl
Jika A(x, y, z) adalah medan vector diferensiabel maka curl dari A didefenisikan sebagai
berikut:
∇ x A = ( ^i ❑ + ^j ❑ + k^ ❑ ) x ( ^i Ax + ^j Ay + k^ Az ) ∂
X Y Z
∇ x A = ¿x ¿ y ¿ z
Ax Ay Az
Bila A dan ɸ masing-masing adalah medan vector dan medan scalar sembarang di
dalam ruang V maka bentuk bentuk integral:
b b b
∫ ❑.d r , ∫ ❑xd r , ∫ɸ d r
a a a
- Sepanjang AB : Ax∆x
Ax
- Sepanjang BC : (Ay + ∆x) ∆y
x
30
Ax
- Sepanjang CD : - (Ax + ∆y) ∆y
y
- Sepanjang DA : -Ay∆y
4. Integral luasan, integral volume dan teorema divergensi Gauss
Permukaan seluas S dibagi-bagi menjadi unsur-unsur luasan yang banyaknya tak
terhingga. Bila dianggap adalah nilai medan vector A di daerah unsur luasan nomor I (∆Si)
maka besaran:
n ❑
lim ∑ i . n^ i ∆Si ≡ ∬ ❑. n^ Ds
∆ S i i=t
s
n→
5. Teorema Green
∇ . A = ∇ . (ɸ ∇ψ ) = ɸ ∇ 2 ψ + ∇ ɸ. ∇ ψ
Sehingga diperoleh
❑
∭¿¿ ɸ ∇ 2 ψ + ∇ ɸ. ∇ ψ ) . n^ dS
v
6. Teorema Stokes
Berlaku kaitan
❑ ❑ ❑ ❑
∮ ❑. d r = ∮ ❑. d r + ∮ ❑. d r + ∮ ❑. d r
ABC OAB OBC OCA
∮ ❑. d r = ∬ ¿ ¿x A )z dx dy
OAB OAB
❑ ❑
∮ ❑ . d r = ∬ ¿ ¿x A )x dy dz
OBC OBC
❑ ❑
∮ ❑. d r = ∬ ¿ ¿x A )y dx dz
OCA OCA
31
1. Penggunaan dan pemilihan kata-kata pada buku utama ini sudah dapat dikatakan
baik karena mudah untuk di mengerti.
2. Buku memiliki cover depan yang menarik sehingga dapat membuat para
mahasiswa tertarik untuk membacanya.
3. Penyajian materi buku utama su dah cukup lengkap, sehingga buku utama dapat di
gunakan sebagai buku referensi mahasiswa untuk belajar tentang Matematika
Fisika seperti turunan parsial.
4. Pada buku ini juga dilengkapi dengan gambar, sehingga pembaca tertarik untuk
membaca buku ini.
5. Buku ini terdapat contoh soal dan soal – soal latihan sebagai latihan untuk
membantu dalam memperdalam belajar matematika fisika.
Kelemahan Buku:
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari materi diatas dapat disiimpulan bahwa setiap buku memiliki kelemahan dan
kelebihannya masing-masing sehingga pembaca harus menyesuaikan buku mana yang
nyaman dan menurutnya pas untuk dibaca sebagai sumber ilmu pengetahuannya.
B. Rekomendasi
Saya menyadari bahwa dalam CBR yang saya susun ini masih banyak yang kurang atau
dikatakan masih jauh dari sempurna oleh karena itu, saya berharap para pembaca
memberikan saran atau masukannya untuk penyempurnaannya.
33