Anda di halaman 1dari 48

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Critical Book Report adalah penganalisisan, penilaian, dan pengevaluasian mengenai


keunggulan & kelemahan buku, bagaimana isi artikel tersebut bisa mempengaruhi cara
 berpikir kita & menambah pemahaman kita terhadap kajian Fisika Matematika.
Melalui critical review 
review  kita menguji pikiran pengarang/ penulis berdasarkan sudut pandang
kita berdasarkan pengetahuan & pengalaman yang kita miliki. Maksud pemberian tugas
kuliah berupa critical review ini adalah memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika
Matematika I.

1.2. Tujuan CBR
1.  Mengulas bab materi dengan cara meringkas isi buku.
2.  Menyelesaikan tugas wajib CBR dalam mata kuliah Fisika Matematika
Mat ematika I
3.  Mencari dan mengetahui informasi mengenai setiap topik tersebut yang terkandung
dalam buku.
4.  Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan pada buku.

1.3. Manfaat CBR
1.  Mampu berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh buku.
2.  Menambah wawasan dan informasi terutama tentang materi yang terkandung dalam
 buku tersebut.

1
 

BAB II

ISI

2.1. Identitas Buku
1.  Judul : Matematika Fisika
2.  Pengarang : Dr. Nurdin Siregar, M.Si
Drs. Togi Tampubolon, M.Si, Ph.D
3.  Penerbit : UNIMED PRESS
4.  Tahun Terbit : 2018
5.  Jumlah Halaman : 116 halaman

2.2. Ringkasan Buku

BAB I DERET TAK HINGGA DAN PERHITUNGAN NUMERIK


1. Konvergen Dan Divergen Deret
Jumlah dari suatu deret, dapat menghasilkan suatu jumlah tertentu disebut dengan
konvergen sedang deret yang tidak menuju sutau jumlahh tertentu disebut dengan divergen.
Misalkan suatu deret dinyatakan sebagai =  ∑  lim 
, dimana dalam deret ini terdapat n buah
∞
 barisan. Deret tersebut dikatakan konvergen
konvergen   jika:
>    = S dengan S   artinya
 berhingga. Jika S divergen bila lim  ∞ → ∞
> =  atau S  artinya limit tidak ada.

Sifat-sifat Utama Deret :


Sifat 1: Jika∑  konvergen, maka lim 
→ =0, tetapi kebalikannya tidak selalu berlaku maka
deret  dapat juga konvergen tetapi dapat juga divergen.

∑  ∑ 
Sifat 2: Jika suku ke-n
ke-n dari deret tidak menuju 0 maka deret itu divergen.

lim  ≠0 maka ∑  


lim =0, andaikan jika →
Bukti : Jika   konvergen maka
→
konvergen. Karena ∑    konvergen lim  =0. Hal ini bertentangan dengan
→
 pengandaian bahwa lim  ≠0, jadi pengandaian salah. Dengan perkataan lain jika
→
lim  ≠0 deret divergen.
→
Sifat 3: Mengalikan semua suku-suku suatu deret dengan suatu bilangan konstanta yang tidak
sama dengan 0, tidak akan merubah konvergensi.

Sifat 4:  Penghapusan beberapa suku yang berhingga banyaknya dari suatu deret juga
merubah konvergensi atau divergensi deret itu. Demikian juga dengan penambahan
 berhingga sebuah suku-suku.

2
 

1.1. Uji Konvergensi Deret


Uji konvergensi tak hingga hanya dilakukan untuk deret bersuku positif.

1.1.1. Uji Pendahuluan


Memeriksa apakah untuk barisan yang tidak hingga lim  ≠0 jika hal ini dipenuhi
→
maka deret tersebut adalah divergen.
Contoh :
Deret
∑== 
  merupakan deret tak hingga yang divergen karena:

∑=  limlim ∞0
 → = , sedangkan

untuk deret tak hingga  memiliki kemungkinan konvergen Karena


→ = .
1.1.2. Uji Banding
Uji banding adalah untuk menguji divergensi dan divergensidari suatu deret misalnya
∑    ∑ 
d
dengan
engan membandingkan deret yang sudah diketahui konvergensinya atau divergensinya
<  ≥0 ≥
misalnya  . Jika kondisi   dan   dipenuhi untuk semua   maka deret
tersebut adalah konvergen. Selanjutnya jika,
deret ∑=  divergen.
∑=   divergen,  ≥ 0 ││≥ 
 dan  maka

Contoh:
1. Selidiki konvergensi dari deret (i) ∑= 
 dan (ii) ∑= !  dengan n! = (n-1)(n-2)… dengan

deret pembanding ∑   dari perbandingan dan diperolah sebagai berikut.


  
Untuk deret (1) selaku berlaku
    untuk seluruh n, maka deret tersebut adalah
   
divergen. Sedangkan deret (ii) terlihat bahwa untuk n  ≥  4 selalu terpenuhi kondisi
! 
maka deret (ii) konvergen.

 N −   !−   2−  


1 1 1 12  

3
121  
121
 
141
 

31 
61
 
81
 

4
41
 
241  
161  

5
5
 
20  
32  

2. Gunakan uji banding untuk menentukan apakah konvergen atau divergen ∑→   =1+

    ⋯  ! 
3
 

Penyelesaian:

Deret geometri ∑→ !         ⋯      


 =1+    dan  

 
  −= − , maka deret ∑→ 
  adalah deret konvergen

Deret   =1+
∑→→ !!
konvergen jika n .

 
 

   untuk n
 3    ⋯ ≥ 4,   dimana
!

 !  
 , maka deret
∑

→
→ !

 ! ,

1.1.3. Uji Integral

 Uji ini dilakukan dengan cara integrasi kontini terhadap n dimana  menjadi ∑= 
   dndn   jika hasilnya terbatas maka deret tersebut adalah konvergen, selanjutnya jika
∫hasilnya tidak terhingga maka deret tersebut dinyatakan sebagai deret divergen. Hal ini
dipenuhi jika 0 +   .

Contoh:
1. Tentukan konvergensi deret ∑~ =  
Penyelesain:
+   
 maka dapat di uji integral sehingga, f(n)=
sehingga,  f(n)=     →     

Maka I= ∫~  ∫~  I~   = ln   = ln ~lnN ~


  sehingga, I =   dan deret tersebut
dinamakan divergen.

2. Gunakan uji integral untuk menentukan apakah deret konvergen atau divergen: ∑ +  

∑ + ∫    1


Penyelesaian:  dibentuk menjadi
 + dn Misalkan u=  sehingga du
du   = 2n

dn maka ndn = ½ du sehingga: ∫ + ∫    ∫ −  − │     
=, maka deret    adalah: konvergen.
dn
dn=
= = =-       u(

∑ +
11.1.4. │ Uji Bagi atau Rasio
Tinjau deret ∑= , selanjutnya deret ini dimisalkan →ǀ ǀ =   
apabila: 1  maka deret tersebut konvergen

1 maka deret tersebut divergen

1  deret tersebut tidak dapat ditentukan divergen atau konvergen

Contoh:

1.  Gunakan uji rasio/bagi untuk menentukan apakah deret konvergen atau divergen
∑

→
→ !

 !  

4
 

     !
Penyelesaian: ∑→   =1+
    ⋯  


ℎℎ  = ǀ 
 ǀ  ǀ ǀ
! ! ! ! !  +
+ !   diperoleh:
 − − − … 
  ǀ +−−− ǀ  ǀ + ǀ 
maka  lim   0 sehingga deret tersebut konvergen
→
1.1.5.  Uji Banding Limit (Uji Lebniz)

Tinjau deret posirtif ∑=  ,kemudian:

a. Uji konvergensi, jika terdapat deret positif ∑=    yang konvergen →ǀ  ǀ  ~ ,
maka deret konvergen. 
 b. Uji devergensi jika deret positif ∑=   yang divergen, sehingga →ǀ  ǀ  0 , maka
deret ∑=   divergen.

Contoh:

1. uji konvergensi deret:

..∑∑→~→ +
+
  b.
∑ ~→ +
→ +
+    ,
 


Penyelesaian: a.   + maka
maka

untuk n  besar maka ∑ ~
→ 
  adalah divergen.
+ .  ǀ  →~ǀ  + ǀ10
→~ǀ + ∑ ~
→ +
Juga
  ++   maka deret
+   adalah
divergen.

a.  ∑~→ ++ →   ++


 untuk n  besar maka:    , ∑~→ 
 adalah konvergen jadi

→~ǀ + 
 + .  ǀ1  maka deret ∑~→ ++
 adalah konvergen. 

1.2.  Deret Bolak-Balik

Dalam hal ini kita akan membahas deret tak tetap positif istimewa yang suku-sukunya
 bergantian bernilai positif dan negatif, seperti deret berikut :

  
1        ⋯ = − 
 (2.22)

Deret ini tergolong deret istimewa yang disebut deret bolak-balik atau berayun

Deret : ∑=   a =  ∑=1++|||   (2.23) 

Disebut deret bolak-balik atau berayun.

5
 

Marilah kita lihat kembali deret (2.22) dan memeriksa apakah deret ini konvergen atau
divergen. Karena deretnya tak tetap positif, maka kita uji dulu apakah dia konvergen mutlak.
Deret mutlak adalah

   
1        ⋯ =  
Ini adalah deret harmonik yang telah kita perlihatkan adalah divergen. Namun demikian kita
 belumlah mengetahui secara pasti kekonvergenan deret bolak-balik

1.2.1. Uji Deret


Deret Bolak
Bolak Balik

Deret bolak-balik
dipenuhi :
∑=   a =   ∑=1++|||  konverge, jika kedua syarat berikut

a.  |+| ||


 <  
 b.  lim ||
→  = 0

Contoh :

Untuk deret bolak-balik (2.22), karena


  = , maka

 +  <
  dan
| | | | | | lim | |  lim
→  → 
  =
0. Jadi, menurut Teorema ,deret ini konvergen

1.3.  Konvergen Bersyarat

Satu hal yang perlu diperhatikan pada deret tak tetap positif adalah bahwa bila deret
tersebut konvergen tetapi tak konvergen mutlak, maka pengubahan urutan suku-sukunya
dapat terjadi dan memberi hasil yang jumlah yang berbeda.

Contoh :

Pandang deret bolak-balik (2.22). Karena telah kita perlihatkan deret ini konvergen,
maka jumlahnya ada, katakanlah S, yaitu :

1       ⋯   (2.24)

Akan kita perlihatkan bahwa deret yang diperoleh dari (2.24) dengan susunan urutan suku-
sukunya sebagai berikut :

1            9      ⋯   (2.25)

Memiliki jumlah
  ≠  
6
 

Bukti :

Deret (2.25) dapat kita peroleh dengan cara sebagai berikut. Pertama, kalikan deret


(2.24) dengan , yang memberikan deret :

      ⋯    
    (2.26)

Jumlahkan deret (2.24) dengan (2.26), kita peroleh deret (2.25) :

1            9      ⋯
  
Hasil jumlahnya : S +
   , seperti disebutkan diatas

1.3.1. Defenisi Konvergen


Konvergen Bersyarat
Bersyarat
Jika deret tak tetap positif ∑=   a
konvergen tetapi tak konvergen mutlak, maka
konvergensinya disebut konvergen bersyarat. Sebuah deret yang konvergen bersyarat tak
 boleh diubah urutan suku-sukunya.
suku-sukunya.
1.4.  Deret Pangkat
Selama ini kita hanya membahas deret takhingga yang semua sukunya berupa
 bilangan tetap. Dalam sisa bab ini, kita akan mempelajari deret takhinggal variabel. Yaitu,
deret yang semua bergantung pada sebuah variabel x; secara khusus, yang suku-sukunya
 berbentuk fungsi pangkat:
=  
(x) =  dengan koefisien  
 membentuk suatu barisan bilangan tetap.

1.4.1. Defenisi Deret Pangkat

Deret tak hingga variabel,

∑=      ≡  


  +  (x-a) +  
 + .... +  +.... (2.28)

Dengan x sebuah variabel sedangkan a dan


“deret kuasa” 
 bilangan
 bilangan tetap,
  tetap, disebut “deret
“deret pangkat” atau

Perhatikan bahwa dalam notasi deret pangkat ini kita telah sengaja memilih indeks nol untuk

menyatakan suku pertama deret, , yang selanjutnya akan kita sebut suku ke nol. Penamaan
indeks atau suku ini hanyalah sekedar untuk memudahkan penulisan, terutama bila kelak kita
membahas uraian sebuah fungsi kedalam deret pangkat, yakni uraian Taylor.

Contoh :

     −  ∑ −
1.  1     ⋯ +   + .... ≡ =   
 
    
1.5.  Deret Binomial

Deret binomial dituliskan sebagai berikut :

7
 

  − ⋯−  ∑= −! −


 = +  b +
 b  b + =  

Contoh :

1.  Uraikan fungsi f(x) = sin x atas deret Maclaurin

Penyelesaian :

f(x) =
−−− −−−
1  
= 1-x +
! !
+ +....

Hitunglah deret nilai sisa deret 1          -  pada suku ke enam
Penyelesaian :
 , a= 1, r = - 
S=
− 
  =  
S=
+/ 
   
S = 1     -  = S-  = 0,6666-0,65 = 0,0106

    
BAB II BILANGAN KOMPLEKS 

2.1. Bilangan Real dan Imajiner

Tiap-tiap persamaan dengan bentuk :


ax2 + bx + c = 0..........................................
0................................................................
............................................
...............................
......... (2.1)

dinamakan persamaan kuadrat, yang akar-akar persamaannya adalah :


x1,2 =  ......................
.........................................
.........................................
.........................................
................... (2.2)
−±√ √  −
−±
Jika diskriminan D = b2   – 
–  4ac
  4ac < 0, maka tak ada akar-akar yang real (dua buah akar
yang gabungan kompleks), dan untuk melukiskan akar-akar ini, maka dinyatakan dengan
 bilangan : bilangan khayal(imajiner) ai dengan a bilangan riel dan i satuan kayal yang
memenuhi aturan :

i= √ 11...........................................
.................................................................
............................................
...........................................
..................... (2.3)

i2 =  ) = -1,i3 = -i,t4 = 1,t4n = 1

√ 11
suatu bilangan kompleks adalah suatu bilangan dengan
de ngan bentuk :

8
 

c = a + ib.........................................
ib...............................................................
............................................
............................................
...................... (2.4)

dengan c = bilangan kompleks

a = Re c = bagian riel c

 b = Im c = bagian imajiner?kayal c

sehingga sebuah bilangan kompleks c dapat ditulis sebagai :

c = Re c + Im c

Contoh 1

 Nyatakanlah apakah bilangan kompleks


kompleks real atau imajiner soal dibawah ini :

a.  10 + 5i →  sebuah bilangan kompleks


 b.  0 + 8i atau 8i  sebuah bilangan imajiner
c.  10 + 0i atau 10

d.  0 + 0i
→→  sebuah bilangan riel
 sebuah bilangan kompleks
2.2. Aljabar Bilangan Kompleks

Misalkan dua bilangan kompleks c1 = a1 + ib1 dan c2 = a2 + ib2, maka operasi aljabar
antara kedua bilangan kompleks ini didefenisikan memberikan pula suatu bilangan kompleks
 baru.

a. Penjumlahan/Pengurangan
Penjumlahan/Pengurangan

c1 ± c2 = (a1 + ib2) ±(a2 + ib2) = (a1 ± a2) + i(b1 ± b2)......................
).......................................
................. (2.5)

b. Perkalian

c1.c2  = (a1 + ib2) (a2 + ib2) = a1a2 + ia1 b2+ 1 b1a2 + i2 b1 b2 

= (a1a2 – 
  –  b
 b1 b2) + i(a1 b2 + a2 b1).....................
).......................................
........................................
...................................
............. (2.6) 

c. Pembagi

9
 

 = + = +


+− = + −
 + +
+−  + +   
+ i  

Contoh 2.

Jika c1 = 2 –  3i


 3i dan c2 = -5 + i , hitunglah :

a. c1 + c2 d. c1.c2

 b. c1 - c2 e. c1 / c2

Penyelesaian :

a. c1 + c2 = -3 –  2i d. c1 c2 = -7 + 17i

 b. c1 - c2 = 7 - 4i e. c1 / c2 = (-1 + i)/2

Di dalam operasi aljabar bilangna kompleks berlaku sifat-sifat :

c1 + c2 = c2 + c1  →  aturan kumulatif

c1 .c2 = c2 .c1  →  aturan kumulatif

(c1 + c2) + c3 = c1 + (c2 + c3) →  aturan asosiatif

(c1 .c2) + c3 = c1(c2 + c3) →  aturan asosiatif

c1 (c2 + c3) = c1 .c2 + c2 .c3 →  aturan distributif

0+c=c+0=c  aturan distributif



2.3. Bidang Kompleks / Diagram argand 

Pada sistem koordinat suku dapat digambarkan suatu pasangan bilangan yang
dapat menyatakan sebuah titik dalam bidang, dan sebaliknya suatu titik dapat menyatakan
suatu pasangan bilangan. Karena suatu pasangan bilangan (x,y) ditentukan oleh suatu
 bilangan kompleks z = x + iy, maka setiap bilangan kompleks z = x + iy dapat dinyatakan
sebagai sebuah titik P (x,y) pada suatu bidang xy dan sebalikmya sebuah titik P (x,y) sesuai
dengan suatu bilangan kompleks z = x + iy. Bilangan xy tersebut dinamakan bidang

kompleks atau diagram Argand.

P(x,y) = x + iy = (r,ɵ)
10
 

ʳ 
Letak titik P(x,y) dalam koordinat siku dengan r adalah jarak titik asal 0 ke titik

P(x,y) dan sudut   sudut positif yang diapit garis OP dengan sumbu x positif, dapat juga
0
ditentukan dengan koordinat polar (r, ).  X 
 
Hubungan dengan koordinat adalah :

x = r cos     y = r sin   ...................................(( 2.11)


...................................

r=      arctan  ................................(2.12)

Berdasarkan hubungan koordinat, diperoleh bentuk kutub (polar) bilangan kompleks :

  
z = x + iy = r cos  + ir sin  

 
atau : z = r(cos  + i sin  )......................................(2.1
)......................................(2.13)
3)

Dengan : r = modulus atau harga mutlak z

 = argumen z = sudut = fase

Jika    
( cos + i sin    
) dan = ( cos + i sin  )

Maka perkalian :

=  

Dan jika  , cos   sin    


cos
ℎ :

           

          

Selanjutnya jika ada nz yang tidak berbeda masing-masing sama dengan z =


  , maka diperoleh :

        
    

Persamaan ini dikenal dengan Teorema De Moivre

2.4. Persamaan Kompleks dan Kurva Bilangan Kompleks

11
 

Duah buah bilangan konpleks adalah sama, jika dan hanya jika bagian real nya sama,
dan juga bagian kayal/imajiner sama. Contohnya x + iy = 2 +3i. Adalah suatu persamaan
kompleks dengan x = 2 dan y = 3 sebagai variabel-variabel riel.

Suatu persamaan kompleks yang menghasilkan hanya satu persamaan riel, akan
memberikan pemecahan dengan x dan y saling bergantungan. Saling bergantungan ini, pada
 bilangan kompleks, menggambarkan
menggambarkan sebuah kurva.

Jika kita memiliki sebuah persamaan kompleks yang memberikan hanya satu
 persamaan rill atau f(z) = C dimana  z = x + iy, dengan f( z ) dan C masing-masing berharga
rill, maka sistem persamaan tersebut akan memberikan pemecahan dalam variabel x dan y
yang saling tergantung, sehingga menggambarkan suatu kurva dalam bidang x –  y
 y tersebut

Contoh :

1. Cari pemecahan persamaan kompleks   1  dengan z = x + iy.

Penyelesaian :

 Nyatakan persamaan tersebut dalam variabel rill x dan y sebagai berikut.

   = 1. Selanjutnya kita jabarkan persamaan tersebut menjadi  2  1  


sehingga diperoleh persamaan untuk bagian rill dan imajiner masing-masing

a)      = 1
 b)  2 = 0

Dari persamaan b) jika x = 0 maka dari persamaan a) diperoleh    dan karena y

  1 yang memberikan nilai rill bagivariabel


1 x. Dengan
seharusnya merupakan bilangan rill, maka hasil ini bukan pemecahan persamaan yang kita
tinjau. Jika y = 0 maka diperoleh
demikian pemecahan persamaan tersebut adalah {x = ± 1, y = 0} atau z = ±1

2. Tentukan kurva yang terkait persamaan |  3|  1  

Penyelesaian :

Ungkapkan persamaan tersebut dalam variabel x dan y adalah |3| 


  3
  3     = 1 lalu kuadratkan kedua ruas sehingga diperoleh persamaan lingkaran

3    1  dengan titik pusat di (3,0) dan berjari-jari 1.

12
 

2.5. Deret kompleks

Seperti halnya ketika kita membahas deret pangkat pada sistem bilangan riil pada bab
1, dalam sistem bilangan kompleks kita juga dapat membangun suatu deret pangkat tak-
hingga yang didefinisikan sebagai:

  =   

Dengan  z=x+iy
 z=x+iy,, dan an  merupakan bilangan kompleks.
kompleks. Untuk menguji konvergensi
konvergensi dari
dari
deret tersebut, kita dapat memakai kembali semua perangkat yang telah kita bahas di bab 1
lalu. Tinjau deret berikut:

1+ 
  2  3  4 ⋯  =1  

Untuk menentukan konvergensi dari deret pangkat kompleks bolak-balik ini kita uji
 
s yarat konvergen mutlaknya. Dari   lim  ǀ ǀ = 0
 bahwa deret ini konvergen karena memenuhi syarat
→ 

dan ǀ
 ǀ  ǀ ǀ. Jelas bahwa deret ini konvergen karena memenuhi syarat konvergen
+ 
mutlak. Selanjutnya untuk mengetahui harga  z  yang
  yang membuat deret tersebut konvergen kita
gunakan uji rasio:


ǀ ǀ ǀ  1
Li→m ǀ ++    

Dengan demikian dipero leh untuk harga ǀ ǀ  1 deret konvergen. Mengingat ǀ ǀ  1
    tidak
lain adalah kurva lingkaran dalam bidang kompleks, maka untuk semua nilai ( x
 x,,  y)
y) yang
 berada di dalam kurva tersebut deret tersebut konvergen. Untuk (  x,
x  y)
,y) yang berada tepat di
lingkaran yaitu ketika  z =1,
=1, maka kita harus melakukan uji terpisah untuk menentukan
konvergensinya dan mengingat analisis pemeriksaannya cukup panjang, maka hal ini tidak
kita lakukan.

Deret tak hingga kompleks adalah pernyataan penjumlahan bilangan kompleks yang
tak hingga banyaknya berbentuk:

13
 

      ⋯  ⋯ ∑=  …………. ∞


 

Dengan setiap suku    adalah suatu bilangan kompleks yang tergantung pada
 bilangan bulat n. Jumlah parsial/pembagiannya
parsial/pembagiannya deret tak hingga kompleks dituliskan:

       dengan:

  ∑=  1,2,3…

 

     .  

Jika n  → ,  
 ∞ menuju s= x+iy, maka deret kompleksnya konvergen, dengan s jumlahnya.
menuju
  →      → 
Berarti jika  maka deret bagian riel dan kayal adalah konvergen.

Contoh:

Ujilah konvergensi deret kompleks berikut ini:

∑=  ∑=()   ∑=   → 



 = ∞
 

 
  

  ǀ  ǀ = Li→m ||



 

|| 1
 adalah konvergen jika |z| =
 adalah  sehingga disebut lingkaran konvergensi.

2.6. Fungsi Eksponensial Dan Rumus Euler

Seperti halnya pada pembahasan deret pangkat riil, setiap deret pangkat kompleks
yang konvergen akan mendefinisikan sebuah fungsi
fungsi f ( z 
 z ) dengan variabel kompleks z
dalam daerah konvergensi deret tersebut dan deret tersebut secara khusus dinamakan
sebagai uraian taylor. Sekarang kita akan meninjau
meninjau uraian taylor dari fungsi k
kompleks
ompleks () z
ezf = di sekitar 0 =z sebagai berikut (buktikan!):

 1 !  !  !  ⋯  

 1  ∑= !

 

14
 

Dapat dibuktikan bahwa deret ∑= !



  konvergen untuk seluruh z, sehingga uraian taylor

fungsi  f (z)
(z) =    juga memiliki rentang konvergensi yang sama. Dapat diperlihatkan pula
 bahwa perkalian dan pembagian dua fungsi eksponensial kompleks juga memenuhi
memenuhi hubungan
yang sama dengan fungsi eksponensial riil yaitu:

    + 
  − 

misalkan kita ambil  z  =
 = iy atau z murni bilangan imajiner. Dengan memasukkannya ke dalam
 persamaan, kemudian mengelompokkannya
mengelompokkannya dalam bagian riil dan imajiner diperoleh:

− !+!+!+⋯
+⋯ − !+!+!+⋯
+⋯
    +  S  

Bagian imajiner dari ruas kanan persamaan tidak lain adalah uraian taylor
taylor untuk fungsi
 sin y  , sedangkan bagian riilnya dapat ditunjukkan merupakan uraian taylor fungsi cos y 
y  .
Sehingga dengan demikian kita dapati bahwa bentuk fungsi eksponensial bilangan imajiner
ekuivalen dengan representasi trigonometrik:

 Cossin  

Hubungan yang diberikan oleh persamaan (17) di atas dikenal sebagai rumusan euler.

Contoh:

 Nyatakan bilangan kompleks a=   ke dalam bentuk eksponensial kompleks.


Modulus bilangan tersebut adalah : |a| = √ 32
3 2
√ 32
3 2 dari argumennya argarctan √    ,

sehingga repsentasinya dalam bentuk eksponesial kompleks adalah    2/ 

Soal!!

1.  Jika   2  5   52,  ℎ ℎ 

a.      
 jawab:
 

2 ±552
=    ± 
 

15
 

2.  hitunglah konjugat kompleks dan modulus dari soal dibawah ini
a.  (2+5i)
 jawab:
konjugat ∗
( ) = a-ib
= 2-5i

Modulus |c| =  =
    
|    

|
  25√ 25
  
2.7. Fungsi Logaritma Kompleks

Kita akan mempelajari bagaimana menentukan nilai logaritma dari sembarang


 bilangan kompleks
kompleks z≠0, termasuk
termasuk bilangan negative
negative sebagai
sebagai kasus khusus.
khusus.

Seperti diketahui bentuk eksponensial

z=
   ekuivlen dengan w = ln z
Dari defenisi bilangan kompleks dengan menggunakan ungkapan z =    , diperoleh salah
satu sifat logaritma, yaitu:

    +   atau ln      


 =  = ln  + ln  

Dari sifat ini kita dapat menghitung bagian real dan bagian imajiner dari fungsi
logaritma kompleks. Rumus fungsi logaritma kompleks : ln z 
ln z  = Lnr 
 = Lnr  +
 + +2nπ  

Dengan Ln r menunjukkan logaritma dengan bilangan pokok e  dari bilangan real

 positif   r . tampak bahwa fungsi logaritma kompleks bernilai jamak, tergantung pada nilai n
yang tak hingga banyaknya (n=0)

Besar Ln
Besar Ln r dikenal sebagai nilai utama (principal value) dari
dari Ln
 Ln z .

Contoh soal : Hitunglah ( l –  i


 i )4

Penyelesaian :

Jika z = l-i, maka r= √ 2 5π/4


 dan . Bentuk eksponensialnya adalah:

z= /, sehingga (l-i) = (


4 /) = 4  = -4
4

√ 2.2.  √ 2.2. 
2.8. Fungsi Trigonometri dan Hiperbolik Kompleks 
16
 

 Fungsi trigonometri kompleks

   −) dan cos z =   (  −)


Sin z =  (
 
Untuk semua bilangan kompleks z

Empat fungsi trigonometri yang lain didefinisikan:

        
tan z =
 cot z =
 sec z =
  csc z =

BAB III ALJABAR VEKTOR  

1.  Defenisi Vektor

Vector adalah besaran yang mempunyai besar dan arah. Contoh besaran fisika vector
adalah kecepatan, percepatan, gaya, momentum sudut, medan listrik, dll.

Agar dapat dibedakan besaran scalar dan besaran vector, maka lambang untuk besaran
scalar ditulis dengan huruf a, b, A; sedangkan lambang vector ditulis dengan tanda anak
 panah a , b ,  A . Besar vector A ditulis A = |A| dan arah vector  A  ditentukan oleh suatu vector
satuan pada arah  A  dengan besar satu satuan yaitu  A  yang didefenisikan sebagai:

 A
 A  =
 
Dengan |  A | = 1 satuan

2.  Penjumlahan dan pengurangan vector

Operasi penjumlahan dan pengurangan vector sama sekali berbeda dengan operasi
 penjumlahan dan pengurangan bilangan-bilangan dalam aljabar biasa. Jika  A  dan  B  adalah
dua buah vector sembarang, maka jumlah kedua vector didefenisikan sebagai:

 A  +  B  =  B  +  A  (aturan komutatif)

Jika  B  adalah sebuah vector, maka -  B  didefenisikan sebagai vector yang sama besarnya
dengan arah yang berlawanan dengan vector  B . Maka mengurangkan vector  A   dengan

vector   B
B  sama artinya menambahkan vector  A  dengan vector negative -  B  

 A -  B  = +  A + (-  B )

3.  Komponen Vektor

Vector sembarang  A di dalam ruang berdimensi tiga dapat diuraikan atas tiga komponen
yang saling tegak lurus satu sama lain dengan menggunakan sistem koordinat Cartesius,
dengan meletakkan titik tangkap  A  pada titik asalnya 0.

17
 

Vector-vektor  x̂
 x
ˆ Ax,  ŷ
 y
ˆ Ay, dan  z 
ˆ Az dinamakan vector-vektor komponen yang segaris
dengan sumbu x, sumbu y, dan sumbu z. maka vector  A   dinyatakan dalam komponen
sebagai:

 A =  x̂
 x
ˆ Ax +  y
 ŷ
ˆ Ay +  z 
ˆ Az 

Besar vector  A  = |  A | = (Ax2 + Ay2 + Az2 ) ½

4.  Perkalian Skalar Dua Vektor

Jika A dan B adalah dua buah vector tak nol yang mengapit sudut   , maka perkalian
scalar (titik) dari dua vector  A  dan  B  didefenisikan sebagai:

 A  .  B  =  A    B  cos    = AB cos    

Karena |  A ||  B | cos   , maka berlaku hubungan komutatif

 A .  B =  B .  A  

Di dalam perkalian scalar dua vector dapat dijumpai beebrapa keadaan istimewa, antara lain:

1.  Jika  A .  B = AB cos    = dan  A ≠ 0 ,  B ≠ 0 , maka cos   = 0, atau   =1/2 π, sehingga


vector  A  tegak lurus pada vector vector  B  
2.  Jika    = 0 maka  A .  B  = AB cos    = AB, yaitu pada saat  A  sejajar dengan  B  
3.  Jika     = π maka  A .  B   = AB cos π = -AB, yaitu pada saat  A   anti parallel
(berlawanan arah) dengan  B .
5.  Perkalian Silang

Perkalian silang dari dua vector dan didefenisikan sebagai:

 A x  B = n̂
nˆ (AB sin   )

Dengan,    = sudut antara  A dan  B  

  = vector satuan dengan arah tegak lurus pada bidang (A,B) dan arah positif

n
ˆ

ditentukan dengan putaran sekrup

AB = luas jajaran genjang yang sisi-sisinya


sisi-sisin ya adalah vector  A dan  B  

Perkalian silang dari dua vector  A  dan  B , yaitu  A x  B , mempunyai 3 buah komponen yang
didefenisikan sebagai:

(  A x  B )x ≡ AyBz - AzBy

(  A x  B )y ≡ AzBx   – 
–   A
AxBz 

(  A x  B )z ≡ AxBy   – 
–   A
AyBx 

18
 

Dapat dituliskan menjadi:

(  A x  B ) = (AyBz - AzBy)  x̂   – 


 x  + (AzBx ˆ
–   A
AxBz )  ŷ
 y
ˆ  + (AxBy   – 
–   A
AyBx )  z   
ˆ

6.  Hasil Kali Tripel

Berdasarkan tiga buah vector  A ,  B dan C   diperoleh 3 jenis perkalian, yaitu:

1.  (  A .  B ) C   
2.   A .(  B x C  )
3.   A x (  B x C  )

Masing-masing penafsiran sebagai berikut:

1.   A .  B = AB cos     adalah sebuah scalar, sehingga (  A .  B ) C    adalah sebuah vector


yang sejajar C  
2.   A .(  B x C  ) disebut hasil kali tripel/ perkalian ganda tiga scalar.
7.  Persamaan
Persamaan Garis Lurus dan Bidang

Persamaan garis lurus

Sebuah garis lurus L dalam ruang ditentukan oleh dua buah titik berbeda P 1  dan P2  yang
dilaluinya. Dalam rumusan vector, ini berarti bahwa jika OP 1  dan OP 2 adalah berturut-turut
vector kedudukan P1 dan P2, relative terhadap titik acuan O, maka setiap titik P yang terletak
 pada garis , memenuhi persamaan vector

OP   = OP 1  +  P 1 P  = OP 1  + t ( O P 2 - O  P 1 )

Atau  P 1 P   = t  P 2 P   

Dengan τ sebuah parameter real.  


Persamaan bidang

Misalkan L adalah sebuah garis lurus dan P sembarang titik yang tepat terleta di garis L. dari
geometri kita ketahui bahwa melalui bahwa melalui titik P hanya ada satu bidang datar V
yang memotong tegak lurus garis L.

Jadi, sebuah bidang v tertentukan oleh sebuah titik P 0(x0,y0,z0), yang dilewatinya, dan sebuah
vector N = A i   = B   jĵ + C k   yang tegak lurus padanya. Jadi, jika P(x,y,z) adalah sembarang
ˆ ˆ

titik pada bidang v, maka vector  P 0 P  tegak lurus vector N, atau dalam rumusan hasil kali
titik:

 P 0 P  . N = 0  

Jarak Titik ke Bidang

19
 

Misalkan Q(xq,yq,zq) sebuah titik di luar bidang v. jika Q’ adalah proyeksi tegak Q pada
 bidang, jadi vector QQ  tegak lurus bidang v, maka jarak d dari titik Q ke bidang v, adalah
'

 panjang vector QQ   '

d = | QQ
  '|

'

untuk menghitung panjang vector QQ   ini secara analistis, kita tidak menghitung langsung
koordinat titik Q’, melainkan menempuh langkah berikut. Pertama, kita pilih sembarang titik
P1(x1,y1,z1) pada bidang v. kemudian kita bentuk vector  P 1Q . Karena vector QQ  tegak lurus '

' berarti , panjang vector QQ ,


 bidang v, maka QQ  sejajar vector normal bidang v, yakni N. ini berarti, '

yakni | QQ | adalah panjang proyeksi vector  P 1Q   pada vector normal N. jadi,
  ' n̂
n
ˆ   = N/N
adalah vector satuan, maka

| QQ
  ' | = ( P 
  1Q ) . n̂
n
ˆ
 

BAB IV DERET FOURIER

4.1. Fungsi Periodik  

Sebuah fungsi yang terkait dengan suatu variabel tertentu dikatakan periodik jika
 bentuknya akan kembali berulang setelah rentang tertentu. Misalkan fungsi
fungsi tersebut
merupakan fungsi dari waktu t , jika    , dimana n adalah sebuah bilangan
integer, maka fungsi tersebut mendefinisikan sebuah fungsi periodik dengan kuantitas T
dinamakan periode dari fungsi tersebut. Contoh sederhana dari fungsi seperti ini adalah
fungsi sin(t 
sin(t ),
), dengan t  dalam
 dalam radian. Telah kita ketahui akan memiliki
memili ki harga yang sama pada

t + n2  atau sin(t  
sin(t ) = sin( t + n2  ). Dalam hal ini jelas bahwa T = 2  
Suatu fungsi f(x) disebut mempunyai periode T (atau periodic dengan periode T) bila

untuk semua x berlaku:

f(x+t) = f((x)…………………………………………………………………(4.1) 

Dimana t adalah suatu konstanta positif. Harga terkecil dari T 0   disebut periode terkecil
atau periode dari f(x) saja

Contoh 1.

1.  Periode dari sin nx atau cos nx dimana n adalah suatu bilangan bulat positif adalah
2 /  

2.  Periode dari tan x adalah  



3.  Periode dari suatu konstanta adalah sembarang bilangan positif

20
 

4.2. Deret Fourier
Misalkan f(x) didefenisikan dalam selang (-L,L) dan diluar selang ini oleh f(x+2L)=
f(x). Jadi f(x) mempunyai priode 2L.
Deret Forier atau Forier yang berhubungan dengan f(x) ditentukan oleh :
 =       (4.2)

   ∫  ∑Fourier


Dimana koefisien
n


a  dan b  adalah : 
 n
   
 −     (4.3)

   ∫−      (4.4)

n=0,1,2,3,....

untuk n = 0    ∫−   


atau boleh juga dipakai :

   ∫+     (4.5)

 
 +
 c sembarang
Dimana ∫  bilangan 

 nyata.   (4.6)

4.3. Fungsi Ganjil dan Genap

Suatu fungsi f(x) disebut ganjil bila f(-x) = - f(x) dan disebut fungsi genap bila f(-x) =
f(x). Dalam deret Fourier yang berhubungan dengan suatu fungsi ganjil, hanya mungkin ada
suku-suku sinus, dan deret Fourier yang berhubungan dengan fungsi genap, maka yang
mungkin ada hanya suku-suku cosinus ( atau mungkin konstanta yang akan kita pandang
sebagai suatu cosinus ).

Hal ini disebabkan karena fungsi sinus adalah merupakan fungsi ganjil dan fungsi
cosinus merupakan fungsi genap.

Contoh :

Apakah fungsi ganjil dan genap!

a.       3  2  


 b.    sin  
c.    cos  
d.   
e. 
   2   

21
 

Penyelesaian :

a.        3  2     3 2 


   
Jadi fungsi ganjil
 b.    sin  sin   
Adalah Fungsi ganjil

c.    coscos  


Adalah Fungsi genap

d.         


Adalah fungsi ganjil

e.     2  2   


Adalah Fungsi genap
4.4. Deret Fourier Jangkauan Setengah

Deret Fourier Sinus atau deret Fourier Cosinus adalah berturut-turut suatu deret
dimana hanya ada suku-suku sinus atau hanya suku-suku cosinus. Jika suatu deret setengah
daerah yang berhubungan dengan suatu fungsi yang diinginkan maka fungsi itu umumnya
didefenisikan dalam selang ( 0, L ) [ yang merupakan setengah dari selang ( -L, L ), untuk
yang menyebabkan nama setengah daerah ( half range ) ] atau didefenisikan akan selang ( -L,
0 ).

Dalam hal ini didapatkan :

 0,    ∫  sin    ⋯ 4.7  

Untuk deret Fourier sinus, dan

 0,    ∫  cos    ⋯ 4.8  

Contoh soal :
Ekspansikan f(x) = x; 0<x<2 ke dalam;
a. Deret sinus setengah jangkauan

 b. Deret cosinus setengah jangkauan


Penyelesaian
Penyelesaia n:

22
 

a. Deret sinus setengah jangkauan.


f (x) = x ; 0 < x < 2 diperluas dalam bentuk fungsi ganjil sepanjang interval -2 < x < 2
(dengan periode 4), sebagai berikut:

Sehingga an = 0

Jadi deret sinus setengah jangkauannya :

 b.  Deret cosinus setengah jangkauan.


f (x) = x ; 0 < x < 2 diperluas dalam bentuk fungsi genap sepanjang interval -2 < x < 2
(dengan periode 4), sebagai berikut:

Sehingga bn = 0

Jadi deret cosinus setengah jangkauannya :

23
 

4.5. Identitas Parseval
Identitas parsevsal mengatakan bahwa :
 ∫− {  }     ∑=(  )  ……...................(4.9) 
 
Bila an  dan bn  adalah koefisien-koefisien Fourier yang berhubungan dengan  f(x)
 f(x)   dan deret
Fourier konvergen uniform pada selang (-L, L).
Bukti :

     ∑=   cos     sin    

dengan f(x) dan integrasikan dari – L ke L:


Kalikan dengan f(x)
 ∫− {  }    ∫−  
  ∑ 
=  ∫   cos    ∫−   sin    
−
   
 ∑ (   )
02     =     
2
Dimana telah didapatkan hasil :

∫   cos      


−
∑     
− sin       
Dan,

∫−   cos      

yang merupakan koefisien-koefisien Fourier. Lalu kedua dibagi dengan L sehingga didapat
identitas Parseval.

Contoh 6.
a.  Tulis identitas Parseval yang berhubungan dengan Fourier dari :

24
 

  1 ∑=   242 cos1 cos 2    

 b.  Tentukan dari a jumlah dari deret :


      ⋯ 
  
Penyelesaian:

a.  Disini L = 2,   = 2

   cos1 ≠ 0 untuk n  

  0 
Identitas Parseval menjadi :
 ∫− {  } 
    ∑=(  )
   

 ∫−        ∑=     cos1


    
      
  2:         ⋯ 
Jadi
     ⋯    2  
    
 9 
 b.  S = Jumlah deret
     ⋯        ⋯       ⋯ 
        
 9         ⋯  
   
1 9 
1   
9
  9   9 
BAB V TURUNAN PARSIAL

5.1.  Turunan Parsial 


Parsial 

a.  Definisi Turunan Persial


Dalam matematika, 
matematika,  turunan parsial sebuah fungsi matematikapeubah  banyak adalah

turunannya terhadap salah satu peubah (variabel) dengan peubah lainnya dipertahankan

25
 

(konstan). Ini dibedakan dengan turunan total, 


total,  yang membolehkan semua variabelnya
untuk berubah. Misalkan f(x,y) adalahfungsiduapeubah x dan y.

1.  Turunan parsial pertama dari f terhadap x (y dianggap konstan) didefinisikan sebagai
 berikut

 f   x ( x, y )  lim  f  ( x  h,  y )   f  ( x,  y )


h 0
h  

2.  Turunan parsial pertama dari f terhadap y (x dianggap konstan) didefinisikan sebagai
 berikut
 f  ( x, y  h)   f  ( x,  y)
 f   y ( x, y )  lim
h 0 h  
Contoh:
3 2
Tentukanf xdanf y   f  ( x, y )     x
   y  4 xy  
2 2
f (x
(x,y
,y)) = 3 x y + 4 y  
Jawab :

Fungsi dua peubah atau lebih


Fungsi dua peubah atau lebih dapat ditulis dalam bentuk eksplisit atau implisit. Jika fungsi
dua peubah dinyatakan dalam bentuk eksplisit, maka secara umum ditulis dalam bentuk z =
F(x,y). Sebaliknya jika fungsi dituliskan dalam bentuk
bentuk implisit, secara umum ditulis dalam
 bentuk F(x,y,z) = 0.

Contoh:

1.  z = 2x + y
2
2.  z = ln  x    2 y 4  

1
3.  z = 1 –  2
 2  
2 si
sin
n  x 
  si
sin
n  y

4.  xy + xz –  yz
 yz = 0

5.  xy - e  x si
sin
 n y= 0

2  y
6.  ln  x   y  2  arctan =0
 x

 y
7.  arc tan  x - 2z = 0

26
 

Pada contoh di atas, fungsi yang ditulis dalam bentuk eksplisit adalah pada contoh
1,2, dan 3. Sedangkan contoh 4, 5, 6, dan 7 adalah fungsi yang ditulis dalam bentuk implisit.
Semua fungsi dalam bentuk eksplisit dengan mudah dapat dinyatakan dalam bentuk implisit.
Akan tetapi tidak semua bentuk implisit dapat dinyatakan dalam bentuk eksplisit.

Turunan Parsial Fungsi Dua dan Tiga Peubah


Misal z = F(x,y) adalah fungsi dengan variable bebas x dan y. Karena x dan y variable bebas
maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu:

1.  y dianggap tetap, sedangkan x berubah-ubah.


2.  x dianggaptetap, sedangkan y berubah-ubah
3.  x dan y berubahbersama-sama sekaligus.
Definisi

Misal z = F(x,y) adalahfungsiduapeubah yang terdefinisi pada interval tertentu, turunan


 z   z 
 parsial pertama z terhadap x dan y dinotasikandengan  x  dan  y dan didefinisikan oleh

 Z   F ( x   x, y )    F ( x, y )  Z   F ( x,  y   y )   F 


  ( x,  y )
 =  Lim  dan  =  Lim  
 x  x  0  x  y  y  0  y

Asalkan limitnya ada.

Untuk memudahkan dalam menentukan turunan parcial dapat dilakukan dengan


menggunakan metode sederhana sebagai berikut. Andaikan z = F(x,y) maka untuk
 z 
menentukan   sama artinya dengan menurunkan variabel x dan variabel y dianggap
 x

 z 
konstan dan selanjutnya y diturunkan. Demikian pula untukmenentukan   sama artinya
 y

de
deng
ngan
an men
menur
uruk
ukan
an var
variab
iable
le y da
dan
n varia
variable
ble x dian
diangg
ggap
ap kon
konsta
stant
nt lal
lalu
u ditu
dituru
runk
nkan
an..

Dengan cara yang sama, andaikan W = F(x,y,z) adalah fungsi tiga peubah yang
terdefinisi dalam selang tertentu maka turunan parsial pertama dinyatakan dengan
W  W  W 
, , dan  yang secara berturut didefinisikan oleh:
 x  y  z 

W   F ( x   x,  y, z )   F ( x,  y, z )


 x   Lim
 x o  x  

27
 

W   F ( x,  y   y, z )   F ( x,  y, z )


  Lim  
 y  y o  y

W   F ( x,  y, z    z )   F ( x,  y, z )


  Lim  
 z   z o  z 

Asalkan limitnya ada.


Contoh:

  y 
1.  Ditentukan F(x,y,z) = xyz + 2 tan   
  x 
Untuk latihan para pembaca tentukan turunan persial fungsi-fungsi di bawah ini:

Selanjutnya turunan parsial fungsi dua peubah atau lebih dapat ditentukan turunan
 parsial ke n, untuk n 2 turunan parsialnya dinamakan turunan
turunan parsial tingkat tinggi.

Dengan menggunakan analogi fungsi satu peubah dapat ditentukan turunan parsial tingkat 2,
3 dan seterusnya.

Jadi andaikan z = F(x,y) maka:

2 2 2 2
  z    z    z    z 
Turunan parsial tingkat dua adalah 2
, 2
, , dan  
 x  y  x y  y x

Demikian pula, jika W = F(x,y,z)

2 2 2 2  2 2 2 2 2
 W   W   W   W   W   W   W   W   W 
Turunan parsial tingkat dua adalah 2
, 2
, 2
, , , , , ,  
 x  y  z   x y  x z   y z   y x  z  x  z  y

n
Demikian seterusnya. Banyaknya turunan tingkat ditentukan oleh rumus m , dimana m
 banyaknya variabel dan n menunjukkan
menunjukkan turunan ke-n

Contoh

2 2
  z    z 
Tentukan 2
 dan 2
 dari fungsi berikut:
 x  y

 x
 xyy
1.  z =  
 x   y

Jawab

28
 

 x
 xyy  z   y ( x   y )  xy(1)
Dari z = , diperoleh   
 x   y  x ( x   y ) 2

  y 2
=  
( x   y) 2

 z    x( x   y )   xy( 1)  


 y ( x   y) 2

2
 x
= 2
 
( x   y )

  z     z   2

Sehingga    
 x  x   x  2

     y 2  
=   
 x  ( x   y) 2  

2 2
0( x   y)  ( y )(2)( x   y)(1)
=  
( x   y)4

2 xy 2  2 y 3
= 4
 
( x   y )

  z 
2
    x 2  
Dan  =   
2 
 y
2
 y  ( x   y)  

2 2 3 2

= 0( x  y )  x (2)( x  y )(
1) =  2 x   yx  
( x   y ) 4
 ( x   y) 4 

 x  y
2.  z = 2
 2
 
 y  x

3.  z = sin 3x cos 4y

5.2.  Diferensial Total

Diferensial dx dan dy untuk fungsi y = f(x) dari satu variabel bebas x didefinisikan
sebagai :

29
 

 ∆  

     

Untuk fungsi dua variabel bebas x dan y, z = (x,y) dan difenisikan :

 
 ∆
 ∆  

Jika x berubah dan y tetap, maka z merupakan


me rupakan fungsi x diferensial parsial z terhadap x
adalah :

  ,,     

Dengan cara yang sama, diperoleh :

  ,, 


 

Diferensial total dz didefenisikan sebagai jumlah diferensial parsialnya yaitu :

     ............................................


..................................................................
............................................
.............................(5.3)
.......(5.3)

Untuk fungsi w = f(x,y,z,........,t), diferensial total dw :

    ........................................................(5.4)
Contoh 
:
     ⋯  
Carilah diferensial total :               

Penyelesaian :

  32   

    23  

      

30
 

 32     23  

5.3. Aturan Rantai Untuk Fungsi Bersusun


Jika,
 
  suatu fungsi kontinu dari variabel-variabel  x dan  y dengan turunan

 parsialnya :
  dan   kontinu, dan jika  x dan  y merupakan fungsi variabel t yang
dideferensiabel , maka z 
maka z  adalah
 adalah fungsi t dan  disebut turunan total z
  ,ℎ 
 total z ke t .

       ⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯5.5  

Dengan cara yang sama untuk :


  ,,  , …   
     
  ℎ   
         ⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯⋯5.6
     

Contoh 4. 
, jika diketahui :   ,
,      
Cari

.     dan      
Penyelesaian :
   2  ;   −  

   2  ;    


        
 + −  +   

    −
 2.     
5.4. Fungsi Implisit
→  bentuk eksplisit ketergantungan satu variabel dengan variabel yang lain.

 bentuk implicit.
∅,,   0 →
Diferensial total :

31
 

∅∅ ∅  ∅ 0  

 ∅  ∅ 0  

∅  ∅ 
 
 ∅/  

Secara ∅/ →∅/≠0…….………………………………5.7


  geometris, fungsi implicit ∅,
,   0 menyatakan sebuah kurva pada bidang  xy xy,, dan
dy/dx menyatakan
dy/dx menyatakan kemiringan garis singgungnya di titik (x,y) dimana : ∅/≠0 .
5.5 Persoalan Ekstrem Tak Terkendala

Jika suatu fungsi y = f(x) bernilai ekstrem (maksimum atau minimum) pada sebuah

,    0 atau    0 


titik P( , jika turunan pertamanya di titik tersebut adalah nol :
 
Pada fungsi dari dua variabel z = f(x,y), atau lebih, berlaku pula persyaratan ekstrem
yang sama, yang dapat dinalar sebagai berikut. Misalkan P( ,   adalah titik ekstrem fungsi

z = f(x,y), dengan memilih y =


   = tetap, maka z = f(x, ) menjadi fungsi dari satu variabel
  
x, sedangkan jika dipilih x =   tetap, maka z = f(  ,  menjadi fungsi dari satu variabel y.
Dengan demikian berlaku syarat ekstrem seperti pada fungsi satu variabel, tetapi dalam hal
ini ada dua persamaan, yakni :

 ,  0⋯⋯⋯⋯


 ,   0   (5.8)

Jika variabel x dan y adalah bebas, maka persoalan ekstrem ini disebut ekstrem tak terkendala
(unconstraint)

Untuk menciptakan jenis ekstremnya, maka perlu menghitung turunan parsial keduanya,

 , ,  



 :  ,
[     ]  

Penentuan jenis ekstremnya sebagai berikut :

Titik (a, b) adalah titik ekstrem fungsi f(x,y) jenis :

a.  Maksimum, jika    (a,b) < 0 dan D > 0


 b.  Minimum, jika  (a,b) > 0 dan D > 0

   
c.  Titik pelana (saddle), jika  (a,b) < 0 dan D > 0

32
 

Jika D = 0, tak ada yang dapat di simpulkan mengenai jenis ekstrem


ekstr em fungsi z = f(x,y)

Contoh :

Carilah titik ekstrem dari fungsi f(x,y) = xy -    224 , dan tentukan jenis
ekstremnya.

Penyelesaian:

Dari syarat ekstrem (5.8), diperoleh :

   = y –  2x
 2x –  2
 2 = 0

   = x –  2y
 2y –  2
 2 = 0

Atau,

x = y = -2

Jadi titik P(-2, -2) adalah satu-satunya titik ekstrem fungsi f. Jenis ekstremnya, di tentukan
dari turunan kedua fungsi f :

  2,  2,   1


Dari nilai diskriminanya di titik (-2,
( -2, -2) adalah :

D=       2222  1  = 3 > 0

Karena    = -2 < 0 dan D = 3 > 0, maka titik ekstrem maksimum fungsi f. Nilai ekstremnya

adalah :
f( -2, -2) = 8

5.6 Persoalaan Ekstrem Terkendala

Pada percobaan ekstrem fungsi f (x,y,z) yang ditinjau diatas, variable x dan y berubah
secara bebas. Tetapi dalam berbagai persoalaan fisika dan geometri, variable x dan y
seringkali disyaratkan memenuhi suatu hubungan tertentu, ∅,,   0
 dalam bab ini akan
dibahas dua cara pemecahannya, yaitu cara eliminasi dan pengali lagrange.

Cara Eliminas

33
 

Pada cara eliminasi, dipecahkan dahulu persamaan kendala ∅,,   0   untuk salah satu
variable, kemudian menggunakannya untuk mengeliminasi variabel bersangkutan dari fungsi
f, dan selanjutnya mencarikan nilai ekstrem fungsi f dalam variabel yang sisa. Sebagai contoh
soal berikut:

Contoh 6
Tentukan letak titik P(a,b) pada sebuah permukaan bidang V: x-y+2z=2, yang jaraknya
terdekat ketitik asal nol.

Penyelesaian

Pada bab 3 dipelajari bahwa jarak sebuah titik P(x,y,z) ke titik asal nol adalah:

̅||        karena ̅|| minimum jika fungsi:

   
 ,  ,       
Maka dapat diambil f sebagai fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya. Karena titik P
(x,y,z) haruslah terletak pada bidang V : x-y+2z=2, maka persamaan bidang ini adalah
 persamaan kendala

∅,  , 220  

Metode Eliminasi

Cara jelas untuk memecahkan persoalaan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi. Yaitu,
memecahkan dahulu persamaan kendala bagi salah satu variabel kemudian disisipkan pada
fungsi f. dari persamaan kendala di peroleh:

y = x + 2z –  2
 2

sisipkan ke dalam fungsi kuadrat jarak f, memberikan:

 ,
, ,, ,     22    

2 45 484  

Penerapan syarat ekstrem, memberikan:

  4440 
34
 

  41080  

Pemecahannya memberikan: x = 1/3, dan z = 2/3. Untuk menyelidiki jenis ekstrem f yang
 bersangkutan yang bersangkutan, dalam variable (x,y), dihitung lagi turunan parsial
keduanya:

   4
Metode Pengali Langrange

 10, 
 
     4 

Persamaan kendala ∅,  ,  0   seringkali sangatlah rumit untuk dipecahkan, begitu pula
halnya dengan pemecahan syarat ekstrem :   0,  0  atau dalam dua variable lainnya.
Untuk mengatasinya, matematikawan perancis Louis langrange mengembangkan metode
 pengali langrange, yang menghasilkan suatu system persamaan setara yang relative mudah
mencari penyelesaiannya. Gagasan
Gagasan dasarnya betolak dari hasil penalaran berikut:

Dititik ekstrem berlaku:  

  0
Dengan memandang x,y, dan z bebas, maka dx, dy, dan dz juga bebas sehingga diperoleh

   ∅0      ∅0    ∅0


   

BAB VI. INTEGRAL-INTEGRAL


INTEGRAL-INTEGRAL BERLIPAT

6.1 Integral Berlipat

Perhatikan suatu pelat datar berhingga (dua dimensi), dengan distribusi massa tak
seragam (non uniform) dalam daerah tertentu R dalam bidang xy (bidang kartesis xy).   = f

(x,y) adalah massa atau massa persatuan luas pada setiap titik (x,y).

Gambar 6.1. Daerah R pada bidang xy dengan elemen kecil


  
35
 

Daerah R dibagi atas n buah elemen daerah kecil dan dengan meninjau sebuah titik
(xi, yi) didalam elemen daerah (i= 1,2,….n). 

Massa setiap elemen daerah adalah :

∆   ||  

=
  ,  || ............................................
..................................................................
............................................
......................................
................ (6.1)

|| 
 = luas elemen daerah  

Massa total (M) pelat dalam dearah R adalah :

M ≅ ∑= ∆ ∑= ,  ||


 =  ............................................
...................................................................
..................................
........... (6.2)

Selanjutnya jika daerah  || → 0


 sangat kecil, maka  dan jmlah daerah n → ∞  . Jika  
 berbentuk segi empa t ( ∆ dan ∆
  || | ∆∆ |
), maka  =  sehingga :

M=
→
lim ∑== ,  | ∆∆ |  .................................................
......................................................................
..................................
............ (6.3)

Dimana : ∆ →0,∆ → 0  

Maka integral lipat dua fungsi  ,   dalam daerah R didefenisikan sebagai berikut :

∬  ,, → lim ∑= ,  | ∆∆ |   .........................................


.........................................................
................ (6.4)

Sifat integral lipat dua sebaai berikut :

1.  Jika f = f(x,y) dan g = g(x,y), dua fungsi terdefenisikan pada daerah R, maka :

 
∬  ± 
∬∬ 
±± ∬ 
2.  Jika c sebuah tetapan, maka :
∬ ∬ 
 = c  
3.  Jika R merupakan gabungan daerah R 1 dan R 2 atau R= R 1 ∪   R 2 dengan R 1 ∩   R 2 =c
sebuah kurva batas, maka :

∬  ∬ ±
 ± ∬   
 =  

Defenisi daerah normal sebagai berikut :

1.  Sumbu x, jika setiap garis sumbu x hanya memotong dua kurva batas R yang
fungsi koordinatnya y = y1 (x) dan y = y2 (x) tak berubah bentuk.

36
 

2.  Sumbu y, jika setiap garis sumbu y hanya memotong dua kurva batas R yang
funsi koordinatnya x= x1(y) dan x = x2(y) tak berubah bentuk.

Integral Lipat Dua Sebagai Volume

Jika z = f (x,y) adalah sebuah persamaan permukaan, maka integral lipat dua sebagai

 berikut :

V= ∬  ∬ ,
,   ............................................................
.................................................................................
........................ (6.5)

Adalah volume bagian ruang tegak antara daerah R pada bidang xy dengan permukaan z =
f(x,y)

Dengan cara yan sama diperoleh :

1.  X = f (y,z) → ∬  ∬  , ,


  ..............................................
 .............................................. (6.8)

2.  Y = f (x,z) → ∬  ∬ ,,   ........................................


...............................................
........ (6.7)

Contoh

Hitunglah ∫= ∫= 3  

Penyelesaian

∫= ∫= 3 ∫ 3 ∫ dy


 =  

=

3 /2
/2110
442  

=3

6.2 Integral Lipat Tiga

Sifat Integral Lipat Tiga sebagai berikut :

1.  Kelinieran

∭   ±  ∭   ± ∭   

2.  Jika v = v1   v2 dan v1   v2 = S (suatu permukaan), maka :

∭  
∪ ∭∩  ± ∭   
37
 

Contoh

Hitunglah ∫= ∫= ∫= 8   

Penyelesaian :

=
∫= ∫= = 8  = ∫=
= ∫= = ∫=
= 4
110   

 10
= ∫= 2     

=1

6.3 Aplikasi Integral Dalam Fisika

1.  Jika f(x,y,z) = adalah masa benda yang menempati volume ruang v, maka massa total
 benda adalah :

M=
→ =
2.  Jika rli(x,y,z)
m ∑ adalah    
∆ jarak elemen 
  massa   ...........................................
..............................................
 ∭∆ dalam elemen volume ∆ ke garis L, ... (6.11)

maka :
Momen inersianya ke sumbu L adalah :
∆  ∆  
=    
Momen inersia benda ke sumbu L adalah :
lim ∑=  ∭ 
  →  =  ........................................
 ........................................ (6.12)

Jika L adalah sumbu z, maka r 2 = x2 + y2, momen lembam benda adalah :

I= ∭      ..........................................
................................................................

Dengan cara yang sama, diperoleh untuk sumbu x dan y yaitu :


............................................
...................... (6.13)

I= ∭      ..........................................
................................................................
............................................
...................... (6.14)

I= ∭     . .................................................
.......................................................................
.....................................
............... (6.15)

3.  Pusat massa benda terhadap masing-masing bidang koordinat :

∫ −− ∫   

∫ −  ∫    ............................................


..................................................................
............................................
..........................
.... (6.16)
 

∫   ∫ 
38
 

6.4. Transformasi Variabel Integral

a.  Dalam dua dimensi


Andaikan dipunya suatu integral lipat dua :
  ∬ ,, ∬ ,, ||   .............................................
...............................................................
.................. (6.17)

Dapat diubah variabelnya yaitu dengan cara melakukan transformasi koordinat dari system
(x,y) ke system (u,v) menurut persamaan transformasi.
X=x (u,v)
Y = y (u,v) ............................................
...................................................................
.............................................
............................................
.............................
....... (6.18)
Maka setiap elemen diferensial vector bertransformasi menjadi :

 _  = udu

     

Elemen luas dA dalam koordinat (u,v) adalah :


 

=

|
| |    

 || ,  ,   .........................................


...............................................................
.....................................
............... (6.19)

  ,  ,det[// //]  ........................................................


.............................................................................
...................... (6.20)

  = faktor Jacobi yang bersangkutan


Transformasi koordinat yang memiliki invers
U = u (x,y)
V = v (x,y) ............................................
...................................................................
.............................................
............................................
.............................
....... (6.21)

  ,  ,det[
,det[/ /]
Karena elemen luas tak berubah, maka :
  ............................................
...................................................................
.................................
.......... (6.22)

  ,  ,  || ,  ,  ,  ,  

Yang adalah taat azas jika :

  1   ,  ,   ,  , −


  ,  ,  ,  ,   

 b.  ...........................................................................................................................Dala
m tiga dimensi
Suatu integral lipat tiga :

∭ ,,    .............................................


...................................................................
............................................
.................................
........... (6.23)

39
 

Dalam beberapa himpunan variable x,y,z.


Persamaan transformasi koordinat dari system (x,y,z) ke system
s ystem (u,v,w) adalah :
X= x(u,v,w)
Y = y (u,v,w) ............................................
..................................................................
............................................
............................................
..........................
.... (6.24)
Z = z (u,v,w)

Hubungan transformasi elemen volume dv = dxdydz dalam system koordinat (x,y,z)


dengan dv =dudvdw dalam system koordinat (u,v,w).
Elemen volume dv =dxdydz, dapat dipandang sebagai hasil kali tripel scalar :
Dv = (ds x dy ) dz
Dv = J (x,y,z/u,v,w)
( x,y,z/u,v,w) dudvdw

   /  
, ,  ,,det//
  ,, // //   ..........................................
.....................................................
........... (6.25)
(6.25)
/ /
6.5. Sistem Koordinat Selinder dan Bola

a.  Sistem Koordinat Silinder


Sistem koordinat silider merupakan perluasan system koordinat polar ( r, Ө) dalam
 bidang xy, kedalam ruang tiga dimensi.

Gambar 6.5 Sistem koordinat selinder

Titik P dalam system koordinat kartesis dicirikan (x,y,z) dan dalam system
koordinat selinder dicirikan (r, Ө,z ) 

Persamaan transformasi dan koordinat kartesis (x,y,z) dengan koordinat selinder


adalah :

40
 

X= r cosӨ 
Y = r sinӨ 
Z=z
Hubungan elemen volume dv dalam system koordinat kartesis dan selinder adalah :
  
    ............................................
..................................................................
........................................
.................. (6.26)

Contoh
Hitunglah faktor Jacobi transformasi koordinat dari koordinat kartesis ke kordinat selinder
se linder :
X= r cosӨ 
Y = r sinӨ 
Z=z
Penyelesaian

   /     /    /  
, ,  , ,, det // // //
  ,,  

, ,  ,,det
  ,, ,,detsin0 co0s 01   

  ,,
, ,  ,,  

b.  Sistem Koordinat Bola


Ditinjau titik asal koordinat 0 sebagai pusat simetri, maka titik P dengan koordinat
dalam system koordinat bola dicirikan dengan (r, ,∅  

Gambar 6.6 Sistem Koordinat Bola

41
 

Persamaan transformasi koordinat dari system


s ystem (x,y,z) ke system (r, ,∅  adalah :

X= r sinӨ cos ∅  
Y = r sinӨ sin  ...........................................
.................................................................
............................................
............................................
...................... (6.27)
Z= r cos Ө

Hubungan elemen volume dv dalam system koordinat kartesis dan bola adalah :
  
 sin  ∅
∅  .........................................
...............................................................
.....................................
............... (6.28)
BAB VII Fungsi Vektor Satu Variabel

Tinjau sebuah partikel yang bergerak dalam ruang berdimensi, koordinatnya


kedudukannya (x, y, z) selalu berubah, atau bergantung pada waktu t:

r = x(t) i + y(t)   jĵ + z(t) k   


ˆ ˆ ˆ

= r(t)

Vektor kedudukan r(t) pada persamaan diatas adalah contoh fungsi vector satu
variabel, yang secara geometris menyatakan sebuah kurva C dalam ruang dengan parameter t.
t.

ˆ
(t) k    dengan ketiga komponennya Ax,
=  A x(u) i + A y(u)   jĵ + A z (t)
Secara umum vector A = A ˆ ˆ

Ay, Az merupakan fungsi dari sebuah variabel u, yakni:

A = A ˆ ˆ
t) k   
= A x(u) i + A y(u)   ĵj + A z ((t) ˆ

= A (u)

Adalah sebuah fungsi variabel. 

1.  Differensial Fungsi Vektor Satu Variabel

Pada gambar (a), C adalah kurva lintasan benda. Misalkan pada saat t = t 1  benda
 berada dititik P dengan vector kedudukan r (t 1), dan pada saat t = t 2 ia berada di titik Q dengan
vector kedudukan r (t 2). Selisih kedua vector ini, yakni:

∆r = r (t 2) - r (t 1)

42
 

= [ x(
 x(t 2) - x
- x((t 1)] i
ˆ
+ [ y( - y((t 1)]   jĵ + [  z 
 y(t 2) - y ˆ
- z (t 1)] k   
z (t 2) - z  ˆ

= ∆x i + ∆y ˆ
 j  + ∆z k   
 ĵ
ˆ ˆ

Disebut vektor perpindahan benda. ∆r adalah vector  PQ . Maka, dalam selang waktu ∆t = (t 2-
t1), kecepatan rata-rata v benda didefenisikan sebagai berikut:

<v> = ∆∆ = ( ∆∆ ) i


ˆ
+( ∆∆  )  ĵ j + ( ∆∆ )
ˆ
k   
ˆ

Jika ∆t dibuat sekecl mungkin, maka vector perpindahan ∆r yang bersangkutan


semakin menghampiri busur kurva lintasan C, seperti diperlihatkan pada gambar (b). bila
∆t0, maka vector ∆r  dr, yang kini berimpit dengan busur kurva dan arahnya sejajar garis
singgung kurva lintasan di r(t). pada keadaan limit ini, kecepatan rata-rata yang bersangkutan
 praktis adalah kecepatan benda pada saat ketika kedudukannya di r(t), yang disebut kecepatan
kecepatan
sesaat atau kecepatan benda, yakni:

v= l∆→im ∆∆ ∆→


 = ( lim ∆∆
lim ∆∆ ∆→  ) i
ˆ
+(  )  ĵ j + (
ˆ
l∆→im ∆∆ ) k   
ˆ

Rumus Diferensiasi
Jika A(u), B(u) dan C(u) adalah fungsi-fungsi vector diferensiabel dari scalar u, maka:

  (A + B) =  +  


1. 
  
2.  Jika ɸ(u) adalah sebuah fungsi diferensiabel dari u, maka:
  (ɸA) = ɸ  A + ɸ  
  
3. 
  (A.B) =  .B + A.  
4. 
  (AxB) =  xB + Ax     
5. 
    .
.  .  + A.  Xc +  x(Bx )
6.   (AxBxC) = Ax (Bx ) + Ax (  xC+  x (Bx  )

    
2.  Gradien dan Turunan Arah

Tinjaulah sebuah medan scalar ɸ(x, y, z) yang didefenisikan dalam daerah D, misalkan
suhu dalam ruang. Diferensial totalnya, d ɸ diberikan oleh:

dɸ =
 ɸ dx + ɸ dy + ɸ dz
 
    

ruas kanan dapat dituliskan dalam pernyataan hasil kali titik:

   ˆ ˆ
ˆ ˆ ˆ ˆ

dɸ = (    i  +
ɸ 
ɸ    j  + 
ɸ   k ) . (dx i  + dy  j  +dz k )

43
 

ini adalah hasil kali titik antara vector dr dengan medan vector i  (
 ɸ) +   jĵ (
 ɸ) + k    (
 ɸ).
ˆ

  ˆ

  ˆ

 
Medan vector ini disebut gradient yang dilambangkan dengan gradient ɸ  atau  ɸ. Secara
defenisi:

 ɸ = grad
 = grad ɸ =
ɸ) +   ĵj ( ɸ) +
i
ˆ
 (

ˆ

k   (
ˆ
 ɸ)
  


Vektor Normal Permukaan
 
Tinjau sebuah permukaan S dalam ruang R 3  yang persamaannya diberikan dalam
 bentuk implisit: ɸ(x, y, z) = c, dengan c sebuah tetapan. Maka, pada permukaan S ini berlaku:

d ɸ=0 atau  ɸ. dr = 0
karena koordinat (z, y, z)    S, maka dr menyinggung permukaan setiap kurva pada
 permukaan S, atay dengan kata lain, dr
dr menyinggung permukaan S.

3.  Divergensi dan Curlk  


a.  Divergensi

Andaikan suatu medan vector  A (x, y, z) = i


ˆ
Ax  +  j ĵ Ay  + k    Az terdefenisikan dan
ˆ ˆ

diferensiabel dalam suatu daerah tertentu dari ruang.

Divergensi A didefenisikan sebagai berikut

    
 .  A  = (i  + k    Ax +  ĵ j Ay + k   Az )
ˆ


 +  ĵ j
X Y Z) . ( ˆ


ˆ


i
ˆ ˆ ˆ

 .  A  = (
  +  + )  
 X X X  

b.  Curl

Jika A(x, y, z) adalah medan vector diferensiabel maka curl dari A didefenisikan sebagai
 berikut:

    
 x  A  = (i  +  ĵ j  + k    ) x ( i Ax +  ĵ j Ay + k   Az )  
ˆ

 X ˆ

 Y ˆ

 Z ˆ ˆ ˆ

i
ˆ
 ĵ
 j
ˆ

ˆ

 x  A  =
 /Ax x A/y y A/z z
        
 

4.  Integral garis dan teorema Green pada bidang datar

Bila  A dan ɸ masing-masing adalah medan vector dan medan scalar sembarang di dalam
ruang V maka bentuk bentuk integral:

44
 

∫   A  . d r  ,

∫   A  x d r  ,

∫ ɸ  d r   

Yang dihitung dari titik a ke titik b mengikuti suatu lintasan C dinamakan integral-
integral garis.

Integral garis pada bidang datar dan teorema Green

Untuk memperlihatkan hubungan antara integral garis dengan rotasi dari suatu medan
vector, akan dihitung integral garis dari medan vector  A mengelilingi empat persegi panjang
yang cukup kecil dengan ukuran ∆x dan ∆y, yang terletak pada  bidang x y. integral garis
∮   A  . d r   berasal dari sumbangan-sumbangan sebagai berikut:

-  Sepanjang AB : Ax∆x

-  Sepanjang BC : (Ay +
 ∆x) ∆y  
 

-  Sepanjang CD : - (Ax +
 ∆y) ∆y  
 
-  Sepanjang DA : -Ay∆y
5.  Integral luasan, integral volume dan teorema divergensi Gauss  

Permukaan seluas S dibagi-bagi menjadi unsur-unsur luasan yang banyaknya tak terhingga.
Bila dianggap adalah nilai medan vector  A   di daerah unsur luasan nomor I (∆Si) maka
 besaran:

l→∆Sim ∑== i

  A  . n̂ i
n
ˆ ∆Si ≡ 
∬   A. n̂
n
ˆ  Ds

Dinamakan integral luasan dari medan vector  A  meliputi luasan S, dengan n̂


n
ˆ  adalah vector
satuan yang tegak lurus pada dS.

6.  Teorema Green 

Bila di dalam teorema Gauss diambil  A = ɸ     


Maka

 .  A  =  . ( ɸ    ) = ɸ  2   +   ɸ .     


Sehingga diperoleh

45
 

∭   ɸ  2   +  ɸ .    ) . nn̂  dS


ˆ

Yang dinamakan identitas Green I.

7.  Teorema Stokes 

Berlaku kaitan

∮
  A. d r   =

∮
  A. d r   +

∮   A. d r  +

∮
  A. d r   

Sebab sumbangan-sumbangan yang berasal dari integral-integral sepanjang OA, OB dan OC


saling melenyapkan

∮
  A. d r  =

∬   x  A )z dx dy

∮
  A. d r  =

∬   x  A )x dy dz

∮
  A. d r  =

∬   x  A )y dx 

46
 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.  Kelebihan Buku

1.  Didalam buku ini tidak terdapat salah pengetikan atau cetakan serta bahasa yang
mudah dipahami 
dipahami 
2.  Pembahasannya sangat jelas dan sesuai dengan materi yang dibahas 
dibahas 
3.  Buku ini beriskan banyak contoh soal serta latihan-latihan 
latihan-latihan  
4.  Memiliki grafik yang membuat pembaca semakin mengerti 
mengerti  
5.  Kertas yang digunakan baik

3.2.  Kekurangan Buku 


Buku 

1.  Didalam buku tidak terdapat daftar pustaka sehingga pembaca tidak mendapat
informasi lain dari materi tersebut 
tersebut  
2.  Cover buku kurang menarik  
3.  Ada beberapa bab yang sulit di pahami dengan kata-kata yang kurang dimengerti 
dimengerti 

47
 

BAB IV

PENUTUP

4.1.  Kesimpulan 

Jadi buku yang berjudul “Matematika Fisika” ini memiliki kekurangan serta
kelebihan. Walaupun
Walaupun demikian, buku ini
ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai salah
satu sumber belajar dan digunakan untuk menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih
mendalam lagi tentang Fisika dan Matematika dan akan berguna jika kita melanjutkan
 pendidikan S2 pada jurusan fisika.

4.2.  Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, ke depannya penulis harus
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan menulis didalamnya

sumber - sumber yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Materi tentang Fisika
Matematika ini harus dibaca dan diterapkan dalam pembelajaran
pembelajaran Fisika dan juga Matematika
agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang Fisika ataupun
Matematika.

Mohon maaf bila ada salah kata dan penulisan makalah. Untuk saran bisa berisi kritik
yang membangun dan saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

48

Anda mungkin juga menyukai