BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan CBR
1. Mengulas bab materi dengan cara meringkas isi buku.
2. Menyelesaikan tugas wajib CBR dalam mata kuliah Fisika Matematika
Mat ematika I
3. Mencari dan mengetahui informasi mengenai setiap topik tersebut yang terkandung
dalam buku.
4. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan pada buku.
1.3. Manfaat CBR
1. Mampu berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh buku.
2. Menambah wawasan dan informasi terutama tentang materi yang terkandung dalam
buku tersebut.
1
BAB II
ISI
2.1. Identitas Buku
1. Judul : Matematika Fisika
2. Pengarang : Dr. Nurdin Siregar, M.Si
Drs. Togi Tampubolon, M.Si, Ph.D
3. Penerbit : UNIMED PRESS
4. Tahun Terbit : 2018
5. Jumlah Halaman : 116 halaman
2.2. Ringkasan Buku
∑ ∑
Sifat 2: Jika suku ke-n
ke-n dari deret tidak menuju 0 maka deret itu divergen.
Sifat 4: Penghapusan beberapa suku yang berhingga banyaknya dari suatu deret juga
merubah konvergensi atau divergensi deret itu. Demikian juga dengan penambahan
berhingga sebuah suku-suku.
2
∑= limlim ∞0
→ = , sedangkan
Contoh:
1. Selidiki konvergensi dari deret (i) ∑=
dan (ii) ∑= ! dengan n! = (n-1)(n-2)… dengan
3
121
121
141
31
61
81
4
41
241
161
5
5
20
32
2. Gunakan uji banding untuk menentukan apakah konvergen atau divergen ∑→ =1+
⋯ !
3
Penyelesaian:
−= − , maka deret ∑→
adalah deret konvergen
Deret =1+
∑→→ !!
konvergen jika n .
untuk n
3 ⋯ ≥ 4, dimana
!
!
, maka deret
∑
→
→ !
! ,
Uji ini dilakukan dengan cara integrasi kontini terhadap n dimana menjadi ∑=
dndn jika hasilnya terbatas maka deret tersebut adalah konvergen, selanjutnya jika
∫hasilnya tidak terhingga maka deret tersebut dinyatakan sebagai deret divergen. Hal ini
dipenuhi jika 0 + .
Contoh:
1. Tentukan konvergensi deret ∑~ =
Penyelesain:
+
maka dapat di uji integral sehingga, f(n)=
sehingga, f(n)= →
2. Gunakan uji integral untuk menentukan apakah deret konvergen atau divergen: ∑ +
dn maka ndn = ½ du sehingga: ∫ + ∫ ∫ − − │
=, maka deret adalah: konvergen.
dn
dn=
= = =- u(
∑ +
11.1.4. │ Uji Bagi atau Rasio
Tinjau deret ∑= , selanjutnya deret ini dimisalkan →ǀ ǀ =
apabila: 1 maka deret tersebut konvergen
Contoh:
1. Gunakan uji rasio/bagi untuk menentukan apakah deret konvergen atau divergen
∑
→
→ !
!
4
!
Penyelesaian: ∑→ =1+
⋯
ℎℎ = ǀ
ǀ ǀ ǀ
! ! ! ! ! +
+ ! diperoleh:
− − − …
ǀ +−−− ǀ ǀ + ǀ
maka lim 0 sehingga deret tersebut konvergen
→
1.1.5. Uji Banding Limit (Uji Lebniz)
a. Uji konvergensi, jika terdapat deret positif ∑= yang konvergen →ǀ ǀ ~ ,
maka deret konvergen.
b. Uji devergensi jika deret positif ∑= yang divergen, sehingga →ǀ ǀ 0 , maka
deret ∑= divergen.
Contoh:
..∑∑→~→ +
+
b.
∑ ~→ +
→ +
+ ,
Penyelesaian: a. + maka
maka
untuk n besar maka ∑ ~
→
adalah divergen.
+ . ǀ →~ǀ + ǀ10
→~ǀ + ∑ ~
→ +
Juga
++ maka deret
+ adalah
divergen.
→~ǀ +
+ . ǀ1 maka deret ∑~→ ++
adalah konvergen.
Dalam hal ini kita akan membahas deret tak tetap positif istimewa yang suku-sukunya
bergantian bernilai positif dan negatif, seperti deret berikut :
1 ⋯ = −
(2.22)
Deret ini tergolong deret istimewa yang disebut deret bolak-balik atau berayun
5
Marilah kita lihat kembali deret (2.22) dan memeriksa apakah deret ini konvergen atau
divergen. Karena deretnya tak tetap positif, maka kita uji dulu apakah dia konvergen mutlak.
Deret mutlak adalah
1 ⋯ =
Ini adalah deret harmonik yang telah kita perlihatkan adalah divergen. Namun demikian kita
belumlah mengetahui secara pasti kekonvergenan deret bolak-balik
Deret bolak-balik
dipenuhi :
∑= a = ∑=1++||| konverge, jika kedua syarat berikut
Contoh :
Satu hal yang perlu diperhatikan pada deret tak tetap positif adalah bahwa bila deret
tersebut konvergen tetapi tak konvergen mutlak, maka pengubahan urutan suku-sukunya
dapat terjadi dan memberi hasil yang jumlah yang berbeda.
Contoh :
Pandang deret bolak-balik (2.22). Karena telah kita perlihatkan deret ini konvergen,
maka jumlahnya ada, katakanlah S, yaitu :
1 ⋯ (2.24)
Akan kita perlihatkan bahwa deret yang diperoleh dari (2.24) dengan susunan urutan suku-
sukunya sebagai berikut :
1 9 ⋯ (2.25)
Memiliki jumlah
≠
6
Bukti :
Deret (2.25) dapat kita peroleh dengan cara sebagai berikut. Pertama, kalikan deret
(2.24) dengan , yang memberikan deret :
⋯
(2.26)
1 9 ⋯
Hasil jumlahnya : S +
, seperti disebutkan diatas
Perhatikan bahwa dalam notasi deret pangkat ini kita telah sengaja memilih indeks nol untuk
menyatakan suku pertama deret, , yang selanjutnya akan kita sebut suku ke nol. Penamaan
indeks atau suku ini hanyalah sekedar untuk memudahkan penulisan, terutama bila kelak kita
membahas uraian sebuah fungsi kedalam deret pangkat, yakni uraian Taylor.
Contoh :
− ∑ −
1. 1 ⋯ + + .... ≡ =
1.5. Deret Binomial
7
Contoh :
Penyelesaian :
f(x) =
−−− −−−
1
= 1-x +
! !
+ +....
Hitunglah deret nilai sisa deret 1 - pada suku ke enam
Penyelesaian :
, a= 1, r = -
S=
−
=
S=
+/
S = 1 - = S- = 0,6666-0,65 = 0,0106
BAB II BILANGAN KOMPLEKS
x1,2 = ......................
.........................................
.........................................
.........................................
................... (2.2)
−±√ √ −
−±
Jika diskriminan D = b2 –
– 4ac
4ac < 0, maka tak ada akar-akar yang real (dua buah akar
yang gabungan kompleks), dan untuk melukiskan akar-akar ini, maka dinyatakan dengan
bilangan : bilangan khayal(imajiner) ai dengan a bilangan riel dan i satuan kayal yang
memenuhi aturan :
i= √ 11...........................................
.................................................................
............................................
...........................................
..................... (2.3)
√ 11
suatu bilangan kompleks adalah suatu bilangan dengan
de ngan bentuk :
8
c = a + ib.........................................
ib...............................................................
............................................
............................................
...................... (2.4)
a = Re c = bagian riel c
b = Im c = bagian imajiner?kayal c
c = Re c + Im c
Contoh 1
d. 0 + 0i
→→ sebuah bilangan riel
sebuah bilangan kompleks
2.2. Aljabar Bilangan Kompleks
Misalkan dua bilangan kompleks c1 = a1 + ib1 dan c2 = a2 + ib2, maka operasi aljabar
antara kedua bilangan kompleks ini didefenisikan memberikan pula suatu bilangan kompleks
baru.
a. Penjumlahan/Pengurangan
Penjumlahan/Pengurangan
c1 ± c2 = (a1 + ib2) ±(a2 + ib2) = (a1 ± a2) + i(b1 ± b2)......................
).......................................
................. (2.5)
b. Perkalian
= (a1a2 –
– b
b1 b2) + i(a1 b2 + a2 b1).....................
).......................................
........................................
...................................
............. (2.6)
c. Pembagi
9
Contoh 2.
a. c1 + c2 d. c1.c2
b. c1 - c2 e. c1 / c2
Penyelesaian :
Pada sistem koordinat suku dapat digambarkan suatu pasangan bilangan yang
dapat menyatakan sebuah titik dalam bidang, dan sebaliknya suatu titik dapat menyatakan
suatu pasangan bilangan. Karena suatu pasangan bilangan (x,y) ditentukan oleh suatu
bilangan kompleks z = x + iy, maka setiap bilangan kompleks z = x + iy dapat dinyatakan
sebagai sebuah titik P (x,y) pada suatu bidang xy dan sebalikmya sebuah titik P (x,y) sesuai
dengan suatu bilangan kompleks z = x + iy. Bilangan xy tersebut dinamakan bidang
P(x,y) = x + iy = (r,ɵ)
10
Y
ʳ
Letak titik P(x,y) dalam koordinat siku dengan r adalah jarak titik asal 0 ke titik
P(x,y) dan sudut sudut positif yang diapit garis OP dengan sumbu x positif, dapat juga
0
ditentukan dengan koordinat polar (r, ). X
Hubungan dengan koordinat adalah :
z = x + iy = r cos + ir sin
atau : z = r(cos + i sin )......................................(2.1
)......................................(2.13)
3)
Jika
( cos + i sin
) dan = ( cos + i sin )
Maka perkalian :
=
11
Duah buah bilangan konpleks adalah sama, jika dan hanya jika bagian real nya sama,
dan juga bagian kayal/imajiner sama. Contohnya x + iy = 2 +3i. Adalah suatu persamaan
kompleks dengan x = 2 dan y = 3 sebagai variabel-variabel riel.
Suatu persamaan kompleks yang menghasilkan hanya satu persamaan riel, akan
memberikan pemecahan dengan x dan y saling bergantungan. Saling bergantungan ini, pada
bilangan kompleks, menggambarkan
menggambarkan sebuah kurva.
Jika kita memiliki sebuah persamaan kompleks yang memberikan hanya satu
persamaan rill atau f(z) = C dimana z = x + iy, dengan f( z ) dan C masing-masing berharga
rill, maka sistem persamaan tersebut akan memberikan pemecahan dalam variabel x dan y
yang saling tergantung, sehingga menggambarkan suatu kurva dalam bidang x – y
y tersebut
Contoh :
Penyelesaian :
a) = 1
b) 2 = 0
Penyelesaian :
12
2.5. Deret kompleks
Seperti halnya ketika kita membahas deret pangkat pada sistem bilangan riil pada bab
1, dalam sistem bilangan kompleks kita juga dapat membangun suatu deret pangkat tak-
hingga yang didefinisikan sebagai:
Dengan z=x+iy
z=x+iy,, dan an merupakan bilangan kompleks.
kompleks. Untuk menguji konvergensi
konvergensi dari
dari
deret tersebut, kita dapat memakai kembali semua perangkat yang telah kita bahas di bab 1
lalu. Tinjau deret berikut:
1+
2 3 4 ⋯ =1
Untuk menentukan konvergensi dari deret pangkat kompleks bolak-balik ini kita uji
s yarat konvergen mutlaknya. Dari lim ǀ ǀ = 0
bahwa deret ini konvergen karena memenuhi syarat
→
∞
dan ǀ
ǀ ǀ ǀ. Jelas bahwa deret ini konvergen karena memenuhi syarat konvergen
+
mutlak. Selanjutnya untuk mengetahui harga z yang
yang membuat deret tersebut konvergen kita
gunakan uji rasio:
∞
ǀ ǀ ǀ 1
Li→m ǀ ++
Dengan demikian dipero leh untuk harga ǀ ǀ 1 deret konvergen. Mengingat ǀ ǀ 1
tidak
lain adalah kurva lingkaran dalam bidang kompleks, maka untuk semua nilai ( x
x,, y)
y) yang
berada di dalam kurva tersebut deret tersebut konvergen. Untuk ( x,
x y)
,y) yang berada tepat di
lingkaran yaitu ketika z =1,
=1, maka kita harus melakukan uji terpisah untuk menentukan
konvergensinya dan mengingat analisis pemeriksaannya cukup panjang, maka hal ini tidak
kita lakukan.
Deret tak hingga kompleks adalah pernyataan penjumlahan bilangan kompleks yang
tak hingga banyaknya berbentuk:
13
Dengan setiap suku adalah suatu bilangan kompleks yang tergantung pada
bilangan bulat n. Jumlah parsial/pembagiannya
parsial/pembagiannya deret tak hingga kompleks dituliskan:
dengan:
∑= 1,2,3…
∞
Jika n → ,
∞ menuju s= x+iy, maka deret kompleksnya konvergen, dengan s jumlahnya.
menuju
→ →
Berarti jika maka deret bagian riel dan kayal adalah konvergen.
Contoh:
|| 1
adalah konvergen jika |z| =
adalah sehingga disebut lingkaran konvergensi.
Seperti halnya pada pembahasan deret pangkat riil, setiap deret pangkat kompleks
yang konvergen akan mendefinisikan sebuah fungsi
fungsi f ( z
z ) dengan variabel kompleks z
dalam daerah konvergensi deret tersebut dan deret tersebut secara khusus dinamakan
sebagai uraian taylor. Sekarang kita akan meninjau
meninjau uraian taylor dari fungsi k
kompleks
ompleks () z
ezf = di sekitar 0 =z sebagai berikut (buktikan!):
1 ∑= !
∞
14
fungsi f (z)
(z) = juga memiliki rentang konvergensi yang sama. Dapat diperlihatkan pula
bahwa perkalian dan pembagian dua fungsi eksponensial kompleks juga memenuhi
memenuhi hubungan
yang sama dengan fungsi eksponensial riil yaitu:
+
−
misalkan kita ambil z =
= iy atau z murni bilangan imajiner. Dengan memasukkannya ke dalam
persamaan, kemudian mengelompokkannya
mengelompokkannya dalam bagian riil dan imajiner diperoleh:
− !+!+!+⋯
+⋯ − !+!+!+⋯
+⋯
+ S
Bagian imajiner dari ruas kanan persamaan tidak lain adalah uraian taylor
taylor untuk fungsi
sin y , sedangkan bagian riilnya dapat ditunjukkan merupakan uraian taylor fungsi cos y
y .
Sehingga dengan demikian kita dapati bahwa bentuk fungsi eksponensial bilangan imajiner
ekuivalen dengan representasi trigonometrik:
Cossin
Hubungan yang diberikan oleh persamaan (17) di atas dikenal sebagai rumusan euler.
Contoh:
Soal!!
a.
jawab:
2 ±552
= ±
15
2. hitunglah konjugat kompleks dan modulus dari soal dibawah ini
a. (2+5i)
jawab:
konjugat ∗
( ) = a-ib
= 2-5i
Modulus |c| = =
|
|
25√ 25
2.7. Fungsi Logaritma Kompleks
z=
ekuivlen dengan w = ln z
Dari defenisi bilangan kompleks dengan menggunakan ungkapan z = , diperoleh salah
satu sifat logaritma, yaitu:
Dari sifat ini kita dapat menghitung bagian real dan bagian imajiner dari fungsi
logaritma kompleks. Rumus fungsi logaritma kompleks : ln z
ln z = Lnr
= Lnr +
+ +2nπ
positif r . tampak bahwa fungsi logaritma kompleks bernilai jamak, tergantung pada nilai n
yang tak hingga banyaknya (n=0)
Besar Ln
Besar Ln r dikenal sebagai nilai utama (principal value) dari
dari Ln
Ln z .
Penyelesaian :
√ 2.2. √ 2.2.
2.8. Fungsi Trigonometri dan Hiperbolik Kompleks
16
tan z =
cot z =
sec z =
csc z =
BAB III ALJABAR VEKTOR
Vector adalah besaran yang mempunyai besar dan arah. Contoh besaran fisika vector
adalah kecepatan, percepatan, gaya, momentum sudut, medan listrik, dll.
Agar dapat dibedakan besaran scalar dan besaran vector, maka lambang untuk besaran
scalar ditulis dengan huruf a, b, A; sedangkan lambang vector ditulis dengan tanda anak
panah a , b , A . Besar vector A ditulis A = |A| dan arah vector A ditentukan oleh suatu vector
satuan pada arah A dengan besar satu satuan yaitu A yang didefenisikan sebagai:
A
A =
Dengan | A | = 1 satuan
Operasi penjumlahan dan pengurangan vector sama sekali berbeda dengan operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan-bilangan dalam aljabar biasa. Jika A dan B adalah
dua buah vector sembarang, maka jumlah kedua vector didefenisikan sebagai:
A + B = B + A (aturan komutatif)
Jika B adalah sebuah vector, maka - B didefenisikan sebagai vector yang sama besarnya
dengan arah yang berlawanan dengan vector B . Maka mengurangkan vector A dengan
vector B
B sama artinya menambahkan vector A dengan vector negative - B
A - B = + A + (- B )
Vector sembarang A di dalam ruang berdimensi tiga dapat diuraikan atas tiga komponen
yang saling tegak lurus satu sama lain dengan menggunakan sistem koordinat Cartesius,
dengan meletakkan titik tangkap A pada titik asalnya 0.
17
Vector-vektor x̂
x
ˆ Ax, ŷ
y
ˆ Ay, dan z
ˆ Az dinamakan vector-vektor komponen yang segaris
dengan sumbu x, sumbu y, dan sumbu z. maka vector A dinyatakan dalam komponen
sebagai:
A = x̂
x
ˆ Ax + y
ŷ
ˆ Ay + z
ˆ Az
Jika A dan B adalah dua buah vector tak nol yang mengapit sudut , maka perkalian
scalar (titik) dari dua vector A dan B didefenisikan sebagai:
A . B = A B cos = AB cos
A . B = B . A
Di dalam perkalian scalar dua vector dapat dijumpai beebrapa keadaan istimewa, antara lain:
A x B = n̂
nˆ (AB sin )
= vector satuan dengan arah tegak lurus pada bidang (A,B) dan arah positif
n̂
n
ˆ
Perkalian silang dari dua vector A dan B , yaitu A x B , mempunyai 3 buah komponen yang
didefenisikan sebagai:
( A x B )y ≡ AzBx –
– A
AxBz
( A x B )z ≡ AxBy –
– A
AyBx
18
1. ( A . B ) C
2. A .( B x C )
3. A x ( B x C )
Sebuah garis lurus L dalam ruang ditentukan oleh dua buah titik berbeda P 1 dan P2 yang
dilaluinya. Dalam rumusan vector, ini berarti bahwa jika OP 1 dan OP 2 adalah berturut-turut
vector kedudukan P1 dan P2, relative terhadap titik acuan O, maka setiap titik P yang terletak
pada garis , memenuhi persamaan vector
Misalkan L adalah sebuah garis lurus dan P sembarang titik yang tepat terleta di garis L. dari
geometri kita ketahui bahwa melalui bahwa melalui titik P hanya ada satu bidang datar V
yang memotong tegak lurus garis L.
Jadi, sebuah bidang v tertentukan oleh sebuah titik P 0(x0,y0,z0), yang dilewatinya, dan sebuah
vector N = A i = B jĵ + C k yang tegak lurus padanya. Jadi, jika P(x,y,z) adalah sembarang
ˆ ˆ
titik pada bidang v, maka vector P 0 P tegak lurus vector N, atau dalam rumusan hasil kali
titik:
P 0 P . N = 0
19
Misalkan Q(xq,yq,zq) sebuah titik di luar bidang v. jika Q’ adalah proyeksi tegak Q pada
bidang, jadi vector QQ tegak lurus bidang v, maka jarak d dari titik Q ke bidang v, adalah
'
d = | QQ
'|
'
untuk menghitung panjang vector QQ ini secara analistis, kita tidak menghitung langsung
koordinat titik Q’, melainkan menempuh langkah berikut. Pertama, kita pilih sembarang titik
P1(x1,y1,z1) pada bidang v. kemudian kita bentuk vector P 1Q . Karena vector QQ tegak lurus '
yakni | QQ | adalah panjang proyeksi vector P 1Q pada vector normal N. jadi,
' n̂
n
ˆ = N/N
adalah vector satuan, maka
| QQ
' | = ( P
1Q ) . n̂
n
ˆ
4.1. Fungsi Periodik
Sebuah fungsi yang terkait dengan suatu variabel tertentu dikatakan periodik jika
bentuknya akan kembali berulang setelah rentang tertentu. Misalkan fungsi
fungsi tersebut
merupakan fungsi dari waktu t , jika , dimana n adalah sebuah bilangan
integer, maka fungsi tersebut mendefinisikan sebuah fungsi periodik dengan kuantitas T
dinamakan periode dari fungsi tersebut. Contoh sederhana dari fungsi seperti ini adalah
fungsi sin(t
sin(t ),
), dengan t dalam
dalam radian. Telah kita ketahui akan memiliki
memili ki harga yang sama pada
t + n2 atau sin(t
sin(t ) = sin( t + n2 ). Dalam hal ini jelas bahwa T = 2
Suatu fungsi f(x) disebut mempunyai periode T (atau periodic dengan periode T) bila
f(x+t) = f((x)…………………………………………………………………(4.1)
Dimana t adalah suatu konstanta positif. Harga terkecil dari T 0 disebut periode terkecil
atau periode dari f(x) saja
Contoh 1.
1. Periode dari sin nx atau cos nx dimana n adalah suatu bilangan bulat positif adalah
2 /
20
4.2. Deret Fourier
Misalkan f(x) didefenisikan dalam selang (-L,L) dan diluar selang ini oleh f(x+2L)=
f(x). Jadi f(x) mempunyai priode 2L.
Deret Forier atau Forier yang berhubungan dengan f(x) ditentukan oleh :
= (4.2)
a dan b adalah :
n
− (4.3)
n=0,1,2,3,....
+
c sembarang
Dimana ∫ bilangan
nyata. (4.6)
Suatu fungsi f(x) disebut ganjil bila f(-x) = - f(x) dan disebut fungsi genap bila f(-x) =
f(x). Dalam deret Fourier yang berhubungan dengan suatu fungsi ganjil, hanya mungkin ada
suku-suku sinus, dan deret Fourier yang berhubungan dengan fungsi genap, maka yang
mungkin ada hanya suku-suku cosinus ( atau mungkin konstanta yang akan kita pandang
sebagai suatu cosinus ).
Hal ini disebabkan karena fungsi sinus adalah merupakan fungsi ganjil dan fungsi
cosinus merupakan fungsi genap.
Contoh :
21
Penyelesaian :
Deret Fourier Sinus atau deret Fourier Cosinus adalah berturut-turut suatu deret
dimana hanya ada suku-suku sinus atau hanya suku-suku cosinus. Jika suatu deret setengah
daerah yang berhubungan dengan suatu fungsi yang diinginkan maka fungsi itu umumnya
didefenisikan dalam selang ( 0, L ) [ yang merupakan setengah dari selang ( -L, L ), untuk
yang menyebabkan nama setengah daerah ( half range ) ] atau didefenisikan akan selang ( -L,
0 ).
Contoh soal :
Ekspansikan f(x) = x; 0<x<2 ke dalam;
a. Deret sinus setengah jangkauan
22
Sehingga an = 0
Sehingga bn = 0
23
4.5. Identitas Parseval
Identitas parsevsal mengatakan bahwa :
∫− { } ∑=( ) ……...................(4.9)
Bila an dan bn adalah koefisien-koefisien Fourier yang berhubungan dengan f(x)
f(x) dan deret
Fourier konvergen uniform pada selang (-L, L).
Bukti :
yang merupakan koefisien-koefisien Fourier. Lalu kedua dibagi dengan L sehingga didapat
identitas Parseval.
Contoh 6.
a. Tulis identitas Parseval yang berhubungan dengan Fourier dari :
24
0
Identitas Parseval menjadi :
∫− { }
∑=( )
turunannya terhadap salah satu peubah (variabel) dengan peubah lainnya dipertahankan
25
1. Turunan parsial pertama dari f terhadap x (y dianggap konstan) didefinisikan sebagai
berikut
2. Turunan parsial pertama dari f terhadap y (x dianggap konstan) didefinisikan sebagai
berikut
f ( x, y h) f ( x, y)
f y ( x, y ) lim
h 0 h
Contoh:
3 2
Tentukanf xdanf y f ( x, y ) x
y 4 xy
2 2
f (x
(x,y
,y)) = 3 x y + 4 y
Jawab :
Contoh:
1. z = 2x + y
2
2. z = ln x 2 y 4
1
3. z = 1 – 2
2
2 si
sin
n x
si
sin
n y
4. xy + xz – yz
yz = 0
5. xy - e x si
sin
n y= 0
2 y
6. ln x y 2 arctan =0
x
y
7. arc tan x - 2z = 0
26
Pada contoh di atas, fungsi yang ditulis dalam bentuk eksplisit adalah pada contoh
1,2, dan 3. Sedangkan contoh 4, 5, 6, dan 7 adalah fungsi yang ditulis dalam bentuk implisit.
Semua fungsi dalam bentuk eksplisit dengan mudah dapat dinyatakan dalam bentuk implisit.
Akan tetapi tidak semua bentuk implisit dapat dinyatakan dalam bentuk eksplisit.
z
konstan dan selanjutnya y diturunkan. Demikian pula untukmenentukan sama artinya
y
de
deng
ngan
an men
menur
uruk
ukan
an var
variab
iable
le y da
dan
n varia
variable
ble x dian
diangg
ggap
ap kon
konsta
stant
nt lal
lalu
u ditu
dituru
runk
nkan
an..
Dengan cara yang sama, andaikan W = F(x,y,z) adalah fungsi tiga peubah yang
terdefinisi dalam selang tertentu maka turunan parsial pertama dinyatakan dengan
W W W
, , dan yang secara berturut didefinisikan oleh:
x y z
27
y
1. Ditentukan F(x,y,z) = xyz + 2 tan
x
Untuk latihan para pembaca tentukan turunan persial fungsi-fungsi di bawah ini:
Selanjutnya turunan parsial fungsi dua peubah atau lebih dapat ditentukan turunan
parsial ke n, untuk n 2 turunan parsialnya dinamakan turunan
turunan parsial tingkat tinggi.
Dengan menggunakan analogi fungsi satu peubah dapat ditentukan turunan parsial tingkat 2,
3 dan seterusnya.
2 2 2 2
z z z z
Turunan parsial tingkat dua adalah 2
, 2
, , dan
x y x y y x
2 2 2 2 2 2 2 2 2
W W W W W W W W W
Turunan parsial tingkat dua adalah 2
, 2
, 2
, , , , , ,
x y z x y x z y z y x z x z y
n
Demikian seterusnya. Banyaknya turunan tingkat ditentukan oleh rumus m , dimana m
banyaknya variabel dan n menunjukkan
menunjukkan turunan ke-n
Contoh
2 2
z z
Tentukan 2
dan 2
dari fungsi berikut:
x y
x
xyy
1. z =
x y
Jawab
28
x
xyy z y ( x y ) xy(1)
Dari z = , diperoleh
x y x ( x y ) 2
y 2
=
( x y) 2
2
x
= 2
( x y )
z z 2
Sehingga
x x x 2
y 2
=
x ( x y) 2
2 2
0( x y) ( y )(2)( x y)(1)
=
( x y)4
2 xy 2 2 y 3
= 4
( x y )
z
2
x 2
Dan =
2
y
2
y ( x y)
2 2 3 2
= 0( x y ) x (2)( x y )(
1) = 2 x yx
( x y ) 4
( x y) 4
x y
2. z = 2
2
y x
Diferensial dx dan dy untuk fungsi y = f(x) dari satu variabel bebas x didefinisikan
sebagai :
29
∆
∆
∆
........................................................(5.4)
Contoh
:
⋯
Carilah diferensial total :
Penyelesaian :
32
23
30
parsialnya :
dan kontinu, dan jika x dan y merupakan fungsi variabel t yang
dideferensiabel , maka z
maka z adalah
adalah fungsi t dan disebut turunan total z
,ℎ
total z ke t .
Contoh 4.
, jika diketahui : ,
,
Cari
. dan
Penyelesaian :
2 ; −
−
2.
5.4. Fungsi Implisit
→ bentuk eksplisit ketergantungan satu variabel dengan variabel yang lain.
bentuk implicit.
∅,, 0 →
Diferensial total :
31
∅ ∅
∅/
Jika suatu fungsi y = f(x) bernilai ekstrem (maksimum atau minimum) pada sebuah
Jika variabel x dan y adalah bebas, maka persoalan ekstrem ini disebut ekstrem tak terkendala
(unconstraint)
Untuk menciptakan jenis ekstremnya, maka perlu menghitung turunan parsial keduanya,
c. Titik pelana (saddle), jika (a,b) < 0 dan D > 0
32
Contoh :
Carilah titik ekstrem dari fungsi f(x,y) = xy - 224 , dan tentukan jenis
ekstremnya.
Penyelesaian:
= y – 2x
2x – 2
2 = 0
= x – 2y
2y – 2
2 = 0
Atau,
x = y = -2
Jadi titik P(-2, -2) adalah satu-satunya titik ekstrem fungsi f. Jenis ekstremnya, di tentukan
dari turunan kedua fungsi f :
Karena = -2 < 0 dan D = 3 > 0, maka titik ekstrem maksimum fungsi f. Nilai ekstremnya
adalah :
f( -2, -2) = 8
Pada percobaan ekstrem fungsi f (x,y,z) yang ditinjau diatas, variable x dan y berubah
secara bebas. Tetapi dalam berbagai persoalaan fisika dan geometri, variable x dan y
seringkali disyaratkan memenuhi suatu hubungan tertentu, ∅,, 0
dalam bab ini akan
dibahas dua cara pemecahannya, yaitu cara eliminasi dan pengali lagrange.
Cara Eliminas
33
Pada cara eliminasi, dipecahkan dahulu persamaan kendala ∅,, 0 untuk salah satu
variable, kemudian menggunakannya untuk mengeliminasi variabel bersangkutan dari fungsi
f, dan selanjutnya mencarikan nilai ekstrem fungsi f dalam variabel yang sisa. Sebagai contoh
soal berikut:
Contoh 6
Tentukan letak titik P(a,b) pada sebuah permukaan bidang V: x-y+2z=2, yang jaraknya
terdekat ketitik asal nol.
Penyelesaian
Pada bab 3 dipelajari bahwa jarak sebuah titik P(x,y,z) ke titik asal nol adalah:
, ,
Maka dapat diambil f sebagai fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya. Karena titik P
(x,y,z) haruslah terletak pada bidang V : x-y+2z=2, maka persamaan bidang ini adalah
persamaan kendala
Metode Eliminasi
Cara jelas untuk memecahkan persoalaan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi. Yaitu,
memecahkan dahulu persamaan kendala bagi salah satu variabel kemudian disisipkan pada
fungsi f. dari persamaan kendala di peroleh:
y = x + 2z – 2
2
,
, ,, , 22
4440
34
41080
Pemecahannya memberikan: x = 1/3, dan z = 2/3. Untuk menyelidiki jenis ekstrem f yang
bersangkutan yang bersangkutan, dalam variable (x,y), dihitung lagi turunan parsial
keduanya:
4
Metode Pengali Langrange
10,
4
Persamaan kendala ∅, , 0 seringkali sangatlah rumit untuk dipecahkan, begitu pula
halnya dengan pemecahan syarat ekstrem : 0, 0 atau dalam dua variable lainnya.
Untuk mengatasinya, matematikawan perancis Louis langrange mengembangkan metode
pengali langrange, yang menghasilkan suatu system persamaan setara yang relative mudah
mencari penyelesaiannya. Gagasan
Gagasan dasarnya betolak dari hasil penalaran berikut:
0
Dengan memandang x,y, dan z bebas, maka dx, dy, dan dz juga bebas sehingga diperoleh
Perhatikan suatu pelat datar berhingga (dua dimensi), dengan distribusi massa tak
seragam (non uniform) dalam daerah tertentu R dalam bidang xy (bidang kartesis xy). = f
(x,y) adalah massa atau massa persatuan luas pada setiap titik (x,y).
Daerah R dibagi atas n buah elemen daerah kecil dan dengan meninjau sebuah titik
(xi, yi) didalam elemen daerah (i= 1,2,….n).
∆ ||
=
, || ............................................
..................................................................
............................................
......................................
................ (6.1)
||
= luas elemen daerah
M=
→
lim ∑== , | ∆∆ | .................................................
......................................................................
..................................
............ (6.3)
Maka integral lipat dua fungsi , dalam daerah R didefenisikan sebagai berikut :
1. Jika f = f(x,y) dan g = g(x,y), dua fungsi terdefenisikan pada daerah R, maka :
∬ ±
∬∬
±± ∬
2. Jika c sebuah tetapan, maka :
∬ ∬
= c
3. Jika R merupakan gabungan daerah R 1 dan R 2 atau R= R 1 ∪ R 2 dengan R 1 ∩ R 2 =c
sebuah kurva batas, maka :
∬ ∬ ±
± ∬
=
1. Sumbu x, jika setiap garis sumbu x hanya memotong dua kurva batas R yang
fungsi koordinatnya y = y1 (x) dan y = y2 (x) tak berubah bentuk.
36
2. Sumbu y, jika setiap garis sumbu y hanya memotong dua kurva batas R yang
funsi koordinatnya x= x1(y) dan x = x2(y) tak berubah bentuk.
Jika z = f (x,y) adalah sebuah persamaan permukaan, maka integral lipat dua sebagai
berikut :
V= ∬ ∬ ,
, ............................................................
.................................................................................
........................ (6.5)
Adalah volume bagian ruang tegak antara daerah R pada bidang xy dengan permukaan z =
f(x,y)
Contoh
Penyelesaian
=
3 /2
/2110
442
=3
1. Kelinieran
∭
∪ ∭∩ ± ∭
37
Contoh
Penyelesaian :
=
∫= ∫= = 8 = ∫=
= ∫= = ∫=
= 4
110
10
= ∫= 2
=1
1. Jika f(x,y,z) = adalah masa benda yang menempati volume ruang v, maka massa total
benda adalah :
M=
→ =
2. Jika rli(x,y,z)
m ∑ adalah
∆ jarak elemen
massa ...........................................
..............................................
∭∆ dalam elemen volume ∆ ke garis L, ... (6.11)
maka :
Momen inersianya ke sumbu L adalah :
∆ ∆
=
Momen inersia benda ke sumbu L adalah :
lim ∑= ∭
→ = ........................................
........................................ (6.12)
Jika L adalah sumbu z, maka r 2 = x2 + y2, momen lembam benda adalah :
I= ∭ ..........................................
................................................................
I= ∭ ..........................................
................................................................
............................................
...................... (6.14)
I= ∭ . .................................................
.......................................................................
.....................................
............... (6.15)
∫ −− ∫
∫ ∫
38
Dapat diubah variabelnya yaitu dengan cara melakukan transformasi koordinat dari system
(x,y) ke system (u,v) menurut persamaan transformasi.
X=x (u,v)
Y = y (u,v) ............................................
...................................................................
.............................................
............................................
.............................
....... (6.18)
Maka setiap elemen diferensial vector bertransformasi menjadi :
=
|
| |
, ,det[
,det[/ /]
Karena elemen luas tak berubah, maka :
............................................
...................................................................
.................................
.......... (6.22)
b. ...........................................................................................................................Dala
m tiga dimensi
Suatu integral lipat tiga :
39
/
, , ,,det//
,, // // ..........................................
.....................................................
........... (6.25)
(6.25)
/ /
6.5. Sistem Koordinat Selinder dan Bola
Titik P dalam system koordinat kartesis dicirikan (x,y,z) dan dalam system
koordinat selinder dicirikan (r, Ө,z )
40
X= r cosӨ
Y = r sinӨ
Z=z
Hubungan elemen volume dv dalam system koordinat kartesis dan selinder adalah :
............................................
..................................................................
........................................
.................. (6.26)
Contoh
Hitunglah faktor Jacobi transformasi koordinat dari koordinat kartesis ke kordinat selinder
se linder :
X= r cosӨ
Y = r sinӨ
Z=z
Penyelesaian
/ / /
, , , ,, det // // //
,,
, , ,,det
,, ,,detsin0 co0s 01
,,
, , ,,
41
X= r sinӨ cos ∅
Y = r sinӨ sin ...........................................
.................................................................
............................................
............................................
...................... (6.27)
Z= r cos Ө
∅
Hubungan elemen volume dv dalam system koordinat kartesis dan bola adalah :
sin ∅
∅ .........................................
...............................................................
.....................................
............... (6.28)
BAB VII Fungsi Vektor Satu Variabel
= r(t)
Vektor kedudukan r(t) pada persamaan diatas adalah contoh fungsi vector satu
variabel, yang secara geometris menyatakan sebuah kurva C dalam ruang dengan parameter t.
t.
ˆ
(t) k dengan ketiga komponennya Ax,
= A x(u) i + A y(u) jĵ + A z (t)
Secara umum vector A = A ˆ ˆ
A = A ˆ ˆ
t) k
= A x(u) i + A y(u) ĵj + A z ((t) ˆ
= A (u)
Pada gambar (a), C adalah kurva lintasan benda. Misalkan pada saat t = t 1 benda
berada dititik P dengan vector kedudukan r (t 1), dan pada saat t = t 2 ia berada di titik Q dengan
vector kedudukan r (t 2). Selisih kedua vector ini, yakni:
∆r = r (t 2) - r (t 1)
42
= [ x(
x(t 2) - x
- x((t 1)] i
ˆ
+ [ y( - y((t 1)] jĵ + [ z
y(t 2) - y ˆ
- z (t 1)] k
z (t 2) - z ˆ
= ∆x i + ∆y ˆ
j + ∆z k
ĵ
ˆ ˆ
Disebut vektor perpindahan benda. ∆r adalah vector PQ . Maka, dalam selang waktu ∆t = (t 2-
t1), kecepatan rata-rata v benda didefenisikan sebagai berikut:
Rumus Diferensiasi
Jika A(u), B(u) dan C(u) adalah fungsi-fungsi vector diferensiabel dari scalar u, maka:
2. Gradien dan Turunan Arah
Tinjaulah sebuah medan scalar ɸ(x, y, z) yang didefenisikan dalam daerah D, misalkan
suhu dalam ruang. Diferensial totalnya, d ɸ diberikan oleh:
dɸ =
ɸ dx + ɸ dy + ɸ dz
ˆ ˆ
ˆ ˆ ˆ ˆ
dɸ = ( i +
ɸ
ɸ j +
ɸ k ) . (dx i + dy j +dz k )
43
ini adalah hasil kali titik antara vector dr dengan medan vector i (
ɸ) + jĵ (
ɸ) + k (
ɸ).
ˆ
ˆ
ˆ
Medan vector ini disebut gradient yang dilambangkan dengan gradient ɸ atau ɸ. Secara
defenisi:
ɸ = grad
= grad ɸ =
ɸ) + ĵj ( ɸ) +
i
ˆ
(
ˆ
k (
ˆ
ɸ)
Vektor Normal Permukaan
Tinjau sebuah permukaan S dalam ruang R 3 yang persamaannya diberikan dalam
bentuk implisit: ɸ(x, y, z) = c, dengan c sebuah tetapan. Maka, pada permukaan S ini berlaku:
d ɸ=0 atau ɸ. dr = 0
karena koordinat (z, y, z) S, maka dr menyinggung permukaan setiap kurva pada
permukaan S, atay dengan kata lain, dr
dr menyinggung permukaan S.
. A = (i + k Ax + ĵ j Ay + k Az )
ˆ
+ ĵ j
X Y Z) . ( ˆ
ˆ
i
ˆ ˆ ˆ
. A = (
+ + )
X X X
b. Curl
Jika A(x, y, z) adalah medan vector diferensiabel maka curl dari A didefenisikan sebagai
berikut:
x A = (i + ĵ j + k ) x ( i Ax + ĵ j Ay + k Az )
ˆ
X ˆ
Y ˆ
Z ˆ ˆ ˆ
i
ˆ
ĵ
j
ˆ
k
ˆ
x A =
/Ax x A/y y A/z z
Bila A dan ɸ masing-masing adalah medan vector dan medan scalar sembarang di dalam
ruang V maka bentuk bentuk integral:
44
∫ A . d r ,
∫ A x d r ,
∫ ɸ d r
Yang dihitung dari titik a ke titik b mengikuti suatu lintasan C dinamakan integral-
integral garis.
Untuk memperlihatkan hubungan antara integral garis dengan rotasi dari suatu medan
vector, akan dihitung integral garis dari medan vector A mengelilingi empat persegi panjang
yang cukup kecil dengan ukuran ∆x dan ∆y, yang terletak pada bidang x y. integral garis
∮ A . d r berasal dari sumbangan-sumbangan sebagai berikut:
- Sepanjang AB : Ax∆x
- Sepanjang BC : (Ay +
∆x) ∆y
- Sepanjang CD : - (Ax +
∆y) ∆y
- Sepanjang DA : -Ay∆y
5. Integral luasan, integral volume dan teorema divergensi Gauss
Permukaan seluas S dibagi-bagi menjadi unsur-unsur luasan yang banyaknya tak terhingga.
Bila dianggap adalah nilai medan vector A di daerah unsur luasan nomor I (∆Si) maka
besaran:
l→∆Sim ∑== i
A . n̂ i
n
ˆ ∆Si ≡
∬ A. n̂
n
ˆ Ds
45
Berlaku kaitan
∮
A. d r =
∮
A. d r +
∮ A. d r +
∮
A. d r
∮
A. d r =
∬ x A )z dx dy
∮
A. d r =
∬ x A )x dy dz
∮
A. d r =
∬ x A )y dx
46
BAB III
PEMBAHASAN
1. Didalam buku ini tidak terdapat salah pengetikan atau cetakan serta bahasa yang
mudah dipahami
dipahami
2. Pembahasannya sangat jelas dan sesuai dengan materi yang dibahas
dibahas
3. Buku ini beriskan banyak contoh soal serta latihan-latihan
latihan-latihan
4. Memiliki grafik yang membuat pembaca semakin mengerti
mengerti
5. Kertas yang digunakan baik
1. Didalam buku tidak terdapat daftar pustaka sehingga pembaca tidak mendapat
informasi lain dari materi tersebut
tersebut
2. Cover buku kurang menarik
3. Ada beberapa bab yang sulit di pahami dengan kata-kata yang kurang dimengerti
dimengerti
47
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Jadi buku yang berjudul “Matematika Fisika” ini memiliki kekurangan serta
kelebihan. Walaupun
Walaupun demikian, buku ini
ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai salah
satu sumber belajar dan digunakan untuk menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih
mendalam lagi tentang Fisika dan Matematika dan akan berguna jika kita melanjutkan
pendidikan S2 pada jurusan fisika.
4.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, ke depannya penulis harus
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan menulis didalamnya
sumber - sumber yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Materi tentang Fisika
Matematika ini harus dibaca dan diterapkan dalam pembelajaran
pembelajaran Fisika dan juga Matematika
agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang Fisika ataupun
Matematika.
Mohon maaf bila ada salah kata dan penulisan makalah. Untuk saran bisa berisi kritik
yang membangun dan saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.
48