Anda di halaman 1dari 2

DIPLOMASI BUDAYA YANG LAHIR DAN HILANG PADA MASA PANDEMI

Abstract

Cultural diplomacy is a significant instrument for nations to communicate with other


countries, facilitate cross-cultural activities, and achieve foreign objectives. However, since
the emergence of the 2019 Novel Coronavirus pandemic, certain methods of cultural
diplomacies fade away and newer methods are born in the period. This article will discuss
about cultural diplomacies that appear and disappear amidst the COVID-19 pandemic.

Keywords: Cultural Diplomacy, Pandemic, COVID-19

Muhammad Fadhli Syarafi Ismail

Program Studi Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Email: muhammad18088@mail.unpad.ac.id

1. Pendahuluan

Sudah dua tahun kita menghadapi pandemi Covid-19, yang di Indonesia dimulai dengan
terdeteksinya kasus pertama sejak tanggal 2 Maret 2020. Pandemi ini mengakibatkan
banyak sekali keterhambatan aspek kehidupan, baik dalam segi sosial maupun
budaya,diakibatkan lockdown sebagai protokol kesehatan. Diplomasi, yakni metode atau
praktik dengan dialog atau negosiasi dengan pemerintahan asing, terdampak berat akibat
pandemi ini, mengutip artikel Grincheva (2021) dalam jurnal Place Branding and Public
Diplomacy. Menurutnya, diplomasi sudah selalu menjadi alat komunikasi dengan dunia
luar melalui kontak antar manusia. Lockdown dan pembatasan sosial mengurangi kontak
antar manusia tersebut, yang berdampak pada praktik diplomasi itu sendiri.

Cummings (2003) mendefinisikan diplomasi budaya sebagai “pertukaran ide, informasi,


seni, serta aspek budaya lainnya di antara berbagai negara untuk memperkuat
pemahaman bersama.” Seperti yang kita ketahui sebelumnya, diberlakukan pembatasan
sosial atau yang kita kenal sebagai “social distancing” demi mengurangi penyebaran virus
corona. Akibat darinya adalah pembatalan acara internasional serta penutupan ruang
publik seperti bandar udara dan museum. Terhitung oleh statistik CINARS pada tahun
2020 bahwa 62% perhelatan internasional dibatalkan, sementara 38% sisanya ditunda.
Tentunya, hal tersebut mempersulit pelaksanaan diplomasi budaya.

Isu tersebut mendorong masyarakat serta pemerintah untuk berinovasi untuk


melahirkan upaya baru dalam menjaga kontak sosial walau tidak saling bertatap muka.
Perkembangan teknologi menciptakan era dalam jaringan (daring), memperbolehkan
manusia untuk saling terhubung melalui internet, misalnya dengan adanya kelas daring
ataupun perhelatan online melalui live streaming. Orang-orang sudah beradaptasi dengan
kebiasaan baru, atau secara global dikenal dengan istilah new normal. Beragam upaya
tersebut turut mendukung lahirnya metode baru dalam pelaksanaan diplomasi budaya.

Isu tersebut akan dirumuskan menjadi suatu masalah: apa saja bentuk diplomasi budaya
yang lahir dan hilang pada masa pandemi Covid-19 silam? Artikel ini ditulis untuk
mengumpulkan, mengolah, dan memaparkan informasi mengenai sejumlah bentuk
diplomasi budaya yang lahir dan hilang pada masa pandemi, Acuan artikel ini meliputi
jurnal “Place Branding and Public Diplomacy” volume 18 yang diterbitkan pada bulan
Maret tahun 2022.

2. Pembahasan

Bab ini akan membahas secara menyeluruh mengenai sejumlah bentuk diplomasi budaya
yang hilang dan lahir pada masa pandemi Covid-19, dimulai dari yang hilang. Lenyapnya
beberapa bentuk diplomasi budaya diakibatkan pada pandemi tersebut memaksa kita
untuk tetap tinggal di rumah dan membatasi kontak sosial. Berdasarkan artikel yang
ditulis oleh Ilan Manor (2022) pada jurnal Place Branding and Public Diplomacy mengenai
pengamatan dampak Covid-19 terhadap diplomasi publik dan digital,

3. Penutup

Setelah pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

4. Daftar Pustaka

Grincheva, N. (2022). Cultural Diplomacy Under The “Digital Lockdown”: Pandemic


Challenges and Opportunities in Museum Diplomacy. Place Branding and Public
Diplomacy, 18(1).

Anda mungkin juga menyukai