Anda di halaman 1dari 2

Asfrik Thandie Larasati_072111233081_Jurnal Individu_Week 13_Sejarah Diplomasi

Perubahan Bentuk dan Praktik Diplomasi Era COVID-19

Pada tahun 2020, dunia mengalami pandemi yang menyebabkan krisis yang sangat besar
terutama pada sektor ekonomi. Pandemi ini merupakan wabah penyakit menular yaitu
COVID-19. Penyakit ini pertama ditemukan di Wuhan, China dan tidak lama menyebar luas
hingga seluruh dunia. Penyebaran virus ini terjadi sangat pesat dikarenakan dapat tertular
dengan mudah melalui kontak fisik. Akibat pandemi ini, negara harus melakukan pencegahan
agar virus ini tidak masuk atau semakin menyebar di negara mereka dengan melarang setiap
penduduknya untuk melakukan aktivitas diluar rumah dan menutup seluruh perbatasan gara
tidak ada yang keluar maupun masuk ke dalam negara tersebut. Tentunya hal ini membawa
dampak yang sangat buruk bagi sektor politik, ekonomi, hingga sosial budaya. Pandemi
COVID-19 sangat menjadi hambatan bagi negara untuk melakukan hubungan diplomatik dan
interdepensi negara menjadi terbatas dikarenakan tidak dapat melakukan interaksi secara
langsung. Namun dengan adanya COVID-19 ini sangat merubah dinamika diplomasi. Hal ini
dikarenakan diplomasi harus tetap berjalan dengan melakukan interaksi jarak jauh untuk
membahas isu yang sedang terjadi dan merundingkan penyelesaian untuk pandemi COVID-
19 agar seluruhnya dapat berjalan dengan normal kembali.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seluruh interaksi tidak dapat dilakukan secara
langsung secara tatap muka. Sehingga seluruh interaksi harus dilakukan secara daring atau
virtual. Seluruh komunikasi mulai dari pemerintah sehingga masyarakat dilakukan melalui
sosial media seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya. Penggunaan sosial media
ini tentunya mempengaruhi proses diplomasi setiap negara. Hal ini menciptakan bentuk
diplomasi baru yaitu diplomasi digital untuk dapat mencapai kepentingan negara. Negara
banyak yang melakukan diplomasi publik melalui diplomasi digital untuk membantu situasi
domestik negara tersebut dan memproyeksikan kegiatan negara tersebut. Tentunya
penggunaan sosial media digunakan untuk bertukar informasi untuk masyarakat dan juga
bagi negara agar dapat memberi bantuan terhadap negara lain. Penggunaan sosial media ini
sangat berdampak positif untuk proses diplomasi karena mengurangi biaya transportasi,
waktu yang tidak terlalu lama untuk mengambil keputusan, dan berkurangnya ruang
interkonektivitas yang mempermudah melakukan proses diplomasi publik (Labott 2020).

Tidak hanya diplomasi publik, namun adanya COVID-19 juga mendorong negara-negara
untuk melakukan diplomasi kesehatan yang dilakukan secara bersamaan dengan diplomasi
publik. Beberapa negara maju banyak memberi bantuan kesehatan untuk negara lain untuk
mengatasi penularan COVID-19 seperti masker, alat-alat kesehatan, dan vaksin. Salah satu
contoh negara yang melakukan hal ini adalah Korea Selatan. Korea Selatan menggunakan
bentuk diplomasi yaitu hallyu dengan memanfaatkan teknologi dan sosial media. Korea
Selatan pada saat itu berhasil untuk mengurangi angka penyebaran COVID-19 di negaranya
dengan melakukan beberapa kebijakan. Salah satu kebijakan tersebut adalah melakukan
karantina dan melakukan tes COVID-19 secara gratis. . Tentu hal ini menjadi sorotan bagi
seluruh masyarakat dunia dan menyebabkan reputasi Korea Selatan meningkat di mata
publik. Kesempatan ini digunakan oleh Korea Selatan untuk melakukan diplomasi kesehatan
seperti mengirimkan masker kepada Amerika Serikat dan juga mengirimkan APD dan alat tes
Asfrik Thandie Larasati_072111233081_Jurnal Individu_Week 13_Sejarah Diplomasi

COVID-19 kepada Indonesia (Lee dan Kim 2021). Tak hanya itu, COVID-19 juga
melahirkan bentuk diplomasi yaitu Twiplomacy. Twiplomacy merupakn bentuk diplomasi
dengan menggunakan twitter sebagai alat untuk melaksanakan kepentingan dan membangun
reputasi negara. Banyak negara-negara di dunia menggunakan cara ini seperti contohnya
Amerika Serikat, China, dan Indonesia. Tidak hanya negara saja, tetapi juga organisasi-
organisasi internasional terutama World Health Organization (WHO) yang berperan sebagai
organisasi internasional terpenting dalam pandemi COVID-19 ini. Seluruh aktor
menyampaikan kepentingan masing-masing melalui sosial media dan mendapatkan interaksi
satu sama lain (Alden 2021).

Referensi:

Alden, Chris, dan Chan, Kendrick. 2021. Twitter and Digital Diplomacy: China and COVID-

19. LSE Ideas.

Labott, E., 2020. Redefining Diplomacy in the Wake of the COVID-19 Pandemic. The

Meridian Center for Diplomatic Engagement.

Lee, Seow, dan, Kim, Hun, 2021. “Nation Branding in the COVID-19 Era: South Korea’s

Pandemic Public Diplomacy”, Place Branding and Public Diplomacy.

Anda mungkin juga menyukai