Anda di halaman 1dari 3

Diplomasi Kontemporer dalam Situasi Pandemi Covid-19

Perkembangan globalisasi modern memiliki pengaruh yang sangat besar pada masa
ini. Perkembangan tersebut telah membawa babak baru dalam berbagai aspek kehidupan. Hal
ini berkaitan dengan pengaplikasian ilmu dan teknologi dalam berbagai sektor kehidupan
manusia yang berkembang dengan pesat. Salah satu aspek yang juga berubah dalam
perkembangan globalisasi saat ini adalah interaksi pada level internasional.

Tantangan yang dihadapi pada level internasional saat ini sudah berbeda jika
dibandingkan dengan masa-masa sebelum berakhirnya perang dingin. Runtuhnya imperium
Uni Soviet juga menandai terhapusnya struktur bipolar yang telah mendominasi hubungan
internasional selama lebih dari setengah abad. Munculnya aktor-aktor beserta isu-isu baru
akibat globalisasi tentunya berdampak pada perkembangan diplomasi. Isu-isu seperti
perdagangan, keuangan, migrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan menjadi isu-isu yang
tidak cukup jika hanya diselesaikan dengan hard power.

Dampak dari globalisasi modern terhadap diplomasi berkaitan dengan perluasan


dalam bidang aktivitas. Diplomasi saat ini dapat dilakukan oleh siapapun, dimanapun, dan
dalam bentuk apapun. Perkembangan teknologi yang terjadi juga diyakini dapat
memengaruhi penyebaran akses informasi dengan lebih luas dan cepat. Dengan demikian,
Praktik diplomasi dengan menggunakan perantara media akan lebih efektif dan efisien. Inilah
apa yang disebut dengan diplomasi kontemporer. Bentuk kreativitas lain dalam praktek
diplomasi kontemporer ini juga ditemukan dari beragamnya konsep yang berkembang. Salah
satunya adalah konsep multi-track diplomacy yang diciptakan oleh Louise Diamond dan
Ambasssador McDonald. Penerapan dari diplomasi kontemporer ini juga terjadi dalam situasi
pandemi Covid-19.

Hingga 22 April 2020 saja, sudah ada 2,557,504 kasus dari covid-19. Hal ini
mendorong urgensi kerjasama internasional dalam menangani wabah yang berasal dari Kota
Wuhan tersebut. Di sisi lain, ketegangan internasional juga terjadi sebagai salah satu akibat
dari outbreak Covid-19 ini.

Pandemi ini mendorong penerapan dari aspek-aspek diplomasi kontemporer dalam


kerjasama internasional yang sudah berkembang sebelumnya. Salah satunya adalah “health
diplomacy” atau diplomasi kesehatan. Diplomasi kesehatan merupakan praktek dimana
pemerintah dan aktor non-negara berusaha untuk mengkoordinasikan kebijakan internasional.
Relevansi dari diplomasi kesehatan ini semakin meningkat karena hal ini berhubungan
dengan tiga aspek besar dalam agenda internasional: ekonomi internasional, keamanan
internasional, dan kemanusiaan.

Dalam hal keamanan internasional, ancaman yang terjadi adalah ancaman non-
tradisional. Dapat dilihat bahwa dalam penyebaran wabah Covid-19, ketakutan akan wabah
ini menyebar lebih cepat dibandingkan virus itu sendiri. Inilah yang mendorong keamanan
berlapis yang dilakukan pada perbatasan negara-negara dalam membatasi ancaman kesehatan
yang mungkin terjadi akibat migrasi yang besar. Dalam bidang ekonomi, hal-hal yang
menjadi perhatian adalah kesehatan dan hubungannya dengan angka kemiskinan. Sedangkan,
dalam hal kemanusiaan, hal yang ditekankan adalah akses universal menuju fasilitas
kesehatan.

Dalam situasi seperti ini, respon diplomasi paling utama yang diperlukan berkaitan
dengan peningkatan sistem kesehatan, baik dalam level nasional maupun internasional.
Penyelesaian masalah dalam hal ini sangat berkaitan satu sama lain, dan hal ini sangat
bergantung pada bagaimana kemampuan lingkungan internasional untuk membuat respon
yang terkoordinasi antarnegara. Inilah mengapa diplomasi kontemporer sangat diperlukan.
Karena, dalam ketiadaan pemerintahan internasional (kekuatan tertinggi adalah negara),
tindakan internasional yang kolektif menjadi sangat susah untuk diwujudkan. Kesukesannya
bergantung pada negara-negara untuk bertindak secara bersamaan dengan yang lain menuju
realisasi tujuan internasional.

Salah satu contoh faktual dari penerapan diplomasi kontemporer ini adalah tindakan
Majelis Umum PBB pada Kamis 2 Maret 2020 untuk menyetujui resolusi yang menyerukan
kerja sama internasional dan multilateral dalam upaya untuk memerangi Corona COVID-19.
Dikutip dari laman Channel News Asia, resolusi ini disetujui oleh konsensus. Pihaknya
menekankan pada upaya penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia.

Kemudahan diplomasi juga memberikan ruang bagi siapapun untuk menyampaikan


pesan-pesan pencegahan covid-19 dalam berbagai platform. Tidak terbatas pada aktor-aktor
negara, penyebaran informasi juga bisa dilakukan oleh organisas-organisasi yang berkaitan
dengan pencegahan wabah. Selain itu, pendanaan menjadi lebih mudah dilakukan dengan
kemudahan jalur yang diberikan oleh globalisasi.
Dilihat dari aspek yang berbeda, praktek kontemporer juga memengaruhi hal-hal
teknis diplomasi dalam situasi seperti ini. Pertemuan, konferensi dan acara-acara diplomasi
besar lainnya ikut tertunda sebagai akibat dari wabah yang berkembang. Dalam saat krisis
seperti ini, kerjasama internasional menjadi lebih dari sekedar penting. Perlunya kerjasama
ini kemudian memaksa diplomasi untuk beradaptasi dengan situasi. Hal ini kemudian
mendorong penerapan teknologi dan media sebagai alat yang digunakan dalam pertemuan-
pertemuan internasional sebagai upaya menghambat penyebaran covid-19.

Di sisi lain, peenyebaran pandemi ini juga mendorong timbulnya berbagai ketegangan
antarnegara. Contoh yang paling kentara adalah Perselisihan antara Amerika Serikat dan
China, terutama insiden seperti saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam
untuk membekukan pendanaan untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setelah dia
menuding institusi tersebut bersikap "Chinasentris". perselisihan serupa muncul di tempat
lain - dan tidak selalu melibatkan China, yang menerima tuduhan menutupi angka kasus
Covid-19 yang sebenarnya. Selain itu, pandemi ini juga kembali memicu ketegangan yang
sudah ada sebelumnya, misalnya Kolombia dan Venezuela. Otoritas Kolombia tidak
mengakui rezim Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan kedua negara tetangga tersebut
berselisih akibat masuknya pekerja migran dari Venezuela melewati perbatasan negara.

Rentetan perselisihan tersebut semakin meyakinkan bahwa diplomasi kontemporer


sangat dibutuhkan saat ini. Upaya pencegahan pada masalah non-tradisional seperti ini tidak
bisa diselesaikan hanya dengan hard power. Konsensus internasional harus segera
diwujudkan dan hal itu hanya bisa terjadi apabila konsep diplomasi kontemporer terus
dikembangkan dan diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai