Anda di halaman 1dari 68

SKRIPSI

PENERAPAN PROSEDUR KERJA AMAN, PENGGUNAAN APD,


PELATIHAN DAN PENGETAHUAN K3 TERHADAP KEJADIAN
KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA DI BAGIAN PRODUKSI DI PT.
INDUSTRI KAPAL INDONESIA (PERSERO) MAKASSAR

A. SYALSA RIZKYAH IMASYA PUTRI

K011171544

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat dan

karunian-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan

para sahabatnya. Karena limpahan rahmat-Nya sehingga penulis akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Penerapan Prosedur Kerja Aman,

Penggunaan APD, Pelatihan dan Pengetahuan K3 Dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Pada Pekerja di Bagian Produksi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar”

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Skripsi ini tidak lain penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak

dan Mama serta kedua saudara penulis yaitu, Kakak dan Syalman. Teruntuk Bapak dan

Mama, terima kasih atas segala kepercayaan, kekuatan, kesabaran, dukungan serta doa

yang selalu menyertai setiap langkah penulis.

Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Bapak Dr. Atjo

Wahyu SKM., M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak Yahya Thamrin, SKM, M.Kes,

MOHS. Ph.D selaku pembimbing II yang telah membimbing, memberikan arahan, serta

dukungan moril dalam bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini dengan baik.

Penyusunan skripsi ini bukanlah buah dari kerja keras penulis sendiri. Semangat serta

bantuan dari berbagai pihak telah mengantarkan penulis hingga berada di titik ini. Oleh

iv
karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan kepada:

1. Bapak dr. Furqaan Naiem, M.Sc., Ph.D dan Bapak Sudirman Nasir, S. Ked., MWH.,

Ph.D selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan serta arahan

dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

2. Para dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis selama menempuh pendidikan di

fakultas ini.

3. Kakak Nita selaku staff Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang

penuh dedikasi menjalankan tugas dan amanahnya dengan baik pada saat

pengurusan administratif.

4. PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar yang telah memberikan izin

penelitian dan memberikan arahan serta dukungan selama penelitian berlangsung.

5. BCD (Khofifah, Aldi, Feby, Irba, Ayun, Uthe, Athirah, Tiwi, Fatur, Viky, dan,

Renaldi) yang selalu ada kesempatan untuk berkumpul dan tertawa bahagia dengan

berbagai cerita yang tidak ada habisnya dan selalu menemani dalam situasi apapun,

serta selalu memberikan semangat dan bantuan untuk satu sama lain. BCD, terima

kasih banyak.

6. Teruntuk MENA1, KBS, dan, BDDS yang selalu menghibur dan memberikan

support.

7. FRG yang selalu memberikan dukungan dan energi positif serta selalu menemani

penulis selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak, pikroy.

8. Teman seperjuangan, FKM Unhas angkatan 2017 (REWA) yang memberikan warna

kehidupan kampus.

v
9. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan sehingga membuat penulis untuk

segera mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Terima kasih untuk Syalsa, diri saya sendiri yang sudah kuat dan sabar dari jatuh

bangunnya penyelesaian skripsi ini. Terima kasih sudah bertahan. Ini bukanlah akhir

dan tetaplah berusaha dan berdoa untuk proses proses selanjutnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis sangat menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

kepenulisan yang lebih baik agar dapat bermanfaat bagi orang lain sebagai

pengembangan ilmu pengetahuan.

Makassar, Febuary 2021

Penulis

vi
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Makassar, Febuary 2021
A. SYALSA RIZKYAH IMASYA PUTRI
“PENERAPAN PROSEDUR KERJA AMAN, PENGGUNAAN APD,
PELATIHAN DAN PENGETAHUAN K3 TERHADAP KEJADIAN
KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA DI BAGIAN PRODUKSI DI PT.
INDUSTRI KAPAL INDONESIA (PERSERO) MAKASSAR.”

Dibimbing oleh Atjo Wahyu dan Yahya Thamrin


(xiv+145 + 19 Tabel + 3 Lampiran)
Pada galangan kapal terdapat sangat banyak risiko bahaya yang bisa mengakibatkan
kecelakaan kerja. Kecelakaan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerja aman,
penggunaan alat pelindung diri, serta pelatihan dan pengetahuan mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerapan
prosedur kerja aman, penggunaan APD, pelatihan dan pengetahuan K3 terhadap kejadian
kecelakaan kerja pada pekerja di bagian produksi di PT. Industri Kapal Indonesia
(Persero) Makassar. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode cross sectional.
Penelitian dilakukan di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar pada bulan
Januari 2020. Teknik pengambilan sampel menggunakan exhaustive sampling. Sampel
pada penelitian ini berjumlah 60 orang.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan umur (p = 0.898),
masa kerja (p=1.000), penggunaan APD (p=1.000), dan pelatihan K3 (p=0.139) dengan
kejadian kecelakaan kerja. Terdapat hubungan antara pendidikan (p=0.004), prosedur
kerja aman (p=0.002), dan pengetahuan K3 (p=0.006) dengan kejadian kecelakaan kerja.
Kesimpulan dari penelitian ini memberikan saran untuk memperhatikan penerapan
prosedur kerja aman di tempat kerja, memberikan dan memperhatikan penggunaan APD
pada pekerja, dan memberikan pelatihan K3 pada pekerja.
Kata Kunci : Kerja Aman, APD, Pelatihan, Pengetahuan, Kecelakaan Kerja

vii
ABSTRACK

Hasanuddin University
Public Health Faculty
Occupational Health and Safety
Makassar, February 2021
A. SYALSA RIZKYAH IMASYA PUTRI
“Implementation Of Safe Work Procedures, Use Of PPE, Training and
Knowledge Of OHS To Work Accident Incidents In Workers In The Production
Section At PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar”

In shipyards there are many risks of hazard that can lead to work accidents.
Accidents are associated with factors such as safe work, use of personal protective
equipment, as well as training and knowledge on occupational health and safety. This
study aims to find out the relationship between the implementation of safe work
procedures, the use of PPE, training and knowledge of OHS to the incidence of work
accidents in workers in the production section at PT. Indonesian Ship Industry (Persero)
Makassar. This study was conducted using a cross sectional method. The research was
conducted at PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar in January 2020. The
sampling technique used exhaustive sampling. The sample in this study amounted to 60
people. The results of this study showed that there is no relationship between age (p =
0.898), working period (p = 1,000), use of PPE (p = 1,000), and K3 training (p = 0.139)
with the incidence of work accidents. There is a relationship between education
(p=0.004), safe working procedures (p=0.002), and K3 knowledge (p=0.006) and work
accidents. The conclusions of this study suggest paying attention to the application of safe
work procedures in the workplace, providing and paying attention to the use of PPE in
workers, and providing OHS training to workers.

Keywords : Safe Work, PPE, Training, Knowledge

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii


RINGKASAN........... .................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR BAGAN ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 13
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 15
A. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Kerja .............................................. 15
B. Tinjauan Umum Tentang Umur ................................................................. 22
C. Tinjauan Umum Tentang Masa Kerja ........................................................ 23
D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan ......................................................... 25
E. Tinjauan Umum Tentang Penerapan Prosedur Kerja Aman ...................... 26
F. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri ............................ 29
G. Tinjauan Umum Tentang Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja .... 37
H. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja........ ................................................................................................... 40
I. Kerangka Teori...........................................................................................52
BAB III KERANGKA KONSEP ............................................................................. 52
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Ingin Diteliti ............................................ 52
B. Kerangka Konsep Variabel......................................................................... 53
C. Definisi Operasional ................................................................................... 54
D. Hipotesis Penelitian....................................................................................58
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 62
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 62
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 62
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 62
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 63
E. Instrumen Penelitian ................................................................................... 65
F. Pengolahan Data.........................................................................................65
G. Analisis Data .............................................................................................. 65
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 67
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 67
B. Pembahasan ....................................................................................... 85
C. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 100
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 101
A. Kesimpulan...................................................................................... 101
B. Saran....................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori................................................................................. 52
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 54

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karateristik Responden Berdasarkan Kelompok


Umur…………...............................................................................................70

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karateristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin …….……..............................................................................……...71
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karateristik Responden Berdasarkan
Masa Kerja.…..........................................................................………...........71

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan.........72

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden.....................................73

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja Responden............................73

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden.............................74

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penerapan Prosedur Kerja Aman


Responden......…....................................................................................……75

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan APD Responden...................76

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pelatihan K3 Responden...........................76

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan K3 Responden.....................77

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kecelakaan Kerja Responden..................78

Tabel 5.13 Hubungan Umur dengan Kecelakaan Kerja....................................................79

Tabel 5.14 Hubungan Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja..........................................80

Tabel 5.15 Hubungan Pendidikan dengan Kecelakaan Kerja...........................................81

Tabel 5.16 Hubungan Penerapan Prosedur Kerja Aman dengan Kecelakaan

Kerja................................................................................................................82

Tabel 5.17 Hubungan Penggunaan APD dengan Kecelakaan Kerja................................83

Tabel 5.18 Hubungan Pelatihan K3 dengan Kecelakaan Kerja........................................84

Tabel 5.19 Hubungan Pengetahuan K3 dengan Kecelakaan Kerja..................................85

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Safet Helmet............................................................................................... 30

Gambar 2.2 Spectacless................................................................................................. 31

Gambar 2.3 Goggles ..................................................................................................... 31

Gambar 2.4 Face Shield ................................................................................................ 31

Gambar 2.5 Earplugs .................................................................................................... 31

Gambar 2.6 Earmuff...................................................................................................... 32

Gambar 2.7 Masker ....................................................................................................... 32

Gambar 2.8 Respirator .................................................................................................. 33

Gambar 2.9 Air Purifing Respirator .............................................................................. 33

Gambar 2.10 Air Supply Respirator ............................................................................... 33

Gambar 2.11 SCUBA .................................................................................................... 33

Gambar 2.12 Sarung Tangan Kain ................................................................................. 34

Gambar 2.13 Sarung Tangan Dilapisi Pb ....................................................................... 34

Gambar 2.14 Sarung Tangan Karet ................................................................................ 34

Gambar 2.15 Sarung Tangan Gauntlets ......................................................................... 34

Gambar 2.16 Sepatu Keselamatan Kerja ........................................................................ 35

Gambar 2.17 Pakaian Pelindung .................................................................................... 36

Gambar 2.18 Harness.................................................................................................... 36

Gambar 2.19 Scuba ....................................................................................................... 37

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Output Hasil SPSS

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era teknologi yang maju saat ini, industri di Indonesia sangat

berkembang pesat dan berlomba lomba dalam meningkatkan produktivitas

kerjanya, untuk menyokong peningkatan tersebut tentu saja dibutuhkan

banyak macam alat kerja yang modern dan sumber daya manusia yang

mumpuni. Perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yaitu

karyawan. Para pekerja ini tentunya tidak terlepas dari masalah kesehatan

dan keselamatan kerja di tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja

atau K3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kerja dan

sumber daya manusia. Keselamatan kerja adalah bagian terpenting untuk

mencegah kecelakaan dan kematian karena kecelakaan. Kecelakaan selain

berdampak langsung pada karyawan juga mengakibatkan kerugian tidak

langsung yaitu kerusakan lingkungan kerja (Rudyarti, 2017).

Penerapan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting untuk

mencegah terjadinya kecelakaan kerja di lingkungan kerja. Hal ini sebagai

upaya mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta

mengurangi kecelakaan dan penyakit kerja. Jika keselamatan dan

kesehatan kerja tidak menjadi budaya di lingkungan kerja, maka tujuan

keselamatan dan kesehatan kerja tersebut tidak mungkin tercapai

(Prasetyo, 2016).

1
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan

tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda

(Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998).

Dari beberapa teori tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah

satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor utama (Three Main

Factor Theory). Berdasarkan teori tersebut dikemukakan bahwa terdapat

tiga faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu faktor manusia, lingkungan

dan peralatan. Akibat dari kecelakaan kerja dapat menimbulkan banyak

kerugian, seperti kerugian waktu dan materi, keluhan dan kesulitan

berorganisasi, kelalaian, kecacatan dan kematian. (Wahyudi, 2018).

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) telah menjadi standar penilaian

perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja sangat erat kaitannya

dengan kelangsungan operasional perusahaan, sehingga apabila

perusahaan tidak menerapkan peraturan ini akan dianggap telah

mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya. Keselamatan

kerja (Occupational Safety) yang sehari-hari disebut dengan safety, secara

filosofis diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin

keutuhan dan kesempurnaan pekerja lahir batin, terutama dari segi pekerja

dan kemanusiaan secara keseluruhan. Keselamatan kerja sangat erat

kaitannya dengan mesin, perkakas kerja, material dan proses, tempat kerja

dan lingkungan, serta cara kerja di perusahaan yang dapat menyebabkan

terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang dimaksud merupakan

kejadian atau kejadian yang tidak diinginkan yang akan merugikan

2
manusia atau dalam hal ini pekerja, dan dapat merusak harta benda.

(Darmayanti, 2018).

Kecelakaan kerja memiliki konsekuensi yang mempengaruhi

pemerintah dan masyarakat pengusaha, termasuk hilangnya nyawa

manusia, tenaga terampil, modal yang tertanam dan lain-lain. Dalam buku

berjudul Kamus Manajemen Mutu menyatakan kecelakaan kerja sebagai

teori gunung es (Iceberg Theory). Teori gunung es menjelaskan bahwa

kerugian pada kecelakaan kerja yang tampak, terlihat kerusakan akibat

kecelakaan kerja lebih kecil daripada kerugian umum. (Pratama, 2015).

Menurut International Labour Organization (ILO), setiap hari rata-rata

6.000 orang meninggal karena sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta

orang per tahun. Sebanyak 350.000 orang per tahun diantaranya

meninggal akibat kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja juga berakibat pada

biaya 1.000 Miliar USD atau 20 kali dana bantuan umum yang diberikan

ke negara berkembang. Biro Statistik Buruh (Bureau of Labour Statistics)

Amerika Serikat melaporkan terdapat 5.703 kecelakaan fatal atau 3,9 per

100.000 pekerja di tahun 2006. Pada tahun 2013, 1 pekerja di dunia

meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja

mengalami sakit akibat kerja. Tahun 2012, ILO mencatat angka kematian

dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebanyak 2 juta kasus

setiap tahun (Liambo, 2017).

Kecelakaan kerja terkait keselamatan bertanggung jawab atas sebagian

besar kematian dan kecacatan tahunan, dan menyebabkan penderitaan

3
yang sangat besar pada individu pekerja yang terkena dampak dan

keluarga mereka. Kecelakaan semacam itu juga sangat merugikan

pengusaha . Laporan Tahunan 2016 yang diterbitkan oleh Kementerian

Ketenagakerjaan dan Tenaga Kerja Korea melaporkan tingkat kecelakaan

kerja sekitar 0,5% pada tahun 2015, di mana 90.129 dari total 17.968.931

pekerja meminta cuti medis selama 4 hari atau lebih . Meskipun tingkat

kecelakaan ini sedikit menurun dari tahun 2014 (0,53%), perkiraan

kerugian ekonomi dari kecelakaan ini meningkat dari KRW (Won Korea)

19.632.795 juta menjadi KRW 20.395.540 juta, yang menunjukkan

kebutuhan mendesak untuk peningkatan manajemen keselamatan (Kim, et

al., 2017).

Angka kecelakaan kerja di Indonesia dinilai masih tinggi. Hal ini di

dukung oleh data dari Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat

adanya tren kenaikan angka kecelakaan kerja di Indonesia yang terus

meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Menteri

Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhakiri, sepanjang tahun 2018 lalu

telah terjadi 157.313 kasus kecelakaan kerja, atau meningkat dibandingkan

kasus kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2017 sebesar 123 ribu kasus.

Penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah masih rendahnya

kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan

masyarakat. Selama ini penerapan K3 seringkali dianggap sebagai cost

atau beban biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja. BPJS Ketenagakerjaan sendiri sepanjang tahun 2018

4
telah membayarkan klaim kecelakaan kerja dengan nilai mencapai Rp 1,09

triliun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2017 yang nilai klaimnya

hanya Rp 971 miliar serta tahun 2016 yang hanya sebesar Rp 792 miliar.

(Yuliandi & Ahman, 2019).

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan Wilayah Sulawesi dan Maluku, kecelakaan kerja tiga

tahun terakhir mengalami peningkatan drastis. Pada 2015 terdapat 780

kasus, 2016 turun tipis 747 kasus, namun naik drastis pada 2017 menjadi

943 kasus. Hal ini berkolerasi dengan jumlah santunan yang dibayarkan.

"Tahun 2015 santunan yang dibayarkan sekitar Rp 9,6 juta, 2016 santunan

naik drastis menjadi Rp 10,37 miliar, dan 2017 naik di angka RP 12,09

miliar (BPJS Ketenagakerjaan, 2018).

Industri perkapalan merupakan salah satu kegiatan konstruksi yang

dapat menimbulkan cedera dan kematian. Bahkan menjadi yang paling

berbahaya dalam hal pekerjaan. Salah satu penyebab kematian adalah

iklim keamanan yang rendah. Namun, ada celah dalam mengukur iklim

keselamatan. Berbagai tingkat iklim keselamatan dapat ditemukan di

antara kelompok kerja yang berbeda dalam satu organisasi. Oleh karena

itu perlu diukur dalam ruang lingkup yang lebih luas yaitu budaya

keselamatan yang mencakup seluruh organisasi (Mulyasari, 2020).

Menurut KOSHA (Korea Occupational Safety & Health Agency),

terdapat 2.587 kematian dari 95.806 bencana korban rata-rata setahun

selama 6 tahun terakhir (2003-2008), terdapat 36.605 korban bencana dan

5
646 kematian di pabrik dimana pembuatan kapal memiliki 2.287 korban,

6,25% dari total korban bencana dan 45 kematian, 6,97%. Apalagi itu

menunjukkan banyak hal tingkat kecelakaan yang lebih tinggi dalam

industri pembuatan kapal di Korea daripada negara-negara maju dalam

industri ini seperti Jepang, Singapura, Taiwan dan seterusnya sekitar 3

hingga 10 kali lebih tinggi dalam kasus kematian (Lee, 2012).

Di galangan kapal terdapat resiko kecelakaan yang tidak biasa, posisi

kecelakaan tertinggi sering terjadi pada bagian kelistrikan, bagian

pembersih badan kapal, pengecatan badan kapal, inspeksi pengelasan dan

bagian inspeksi pipa. (Mahendar & Pujutomo, 2014). Penelitian di industri

perkapalan Turki mengungkapkan bahwa pada galangan kapal banyak

terdapat bahaya seperti bahan kimia beracun tingkat tinggi, kebisingan,

dan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh pengecatan dan pengelasan.

(Celebi, et al., 2010).

Industri galangan kapal merupakan industri fabrikasi di sector alat

berat yang melibatkan penggunaan material dan praktek manufaktur

dimana penggunaan alat dan praktek dalam produksinya berdampak pada

lingkungan dan tentunya dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan

iklim. Terdapat enam faktor utama di industri galangan kapal yang dapat

berkontribusi pada isu perubahan iklim. Faktor-faktor tersebut adalah

material handling, pengerjaan logam, kebisingan, pemerintah dan

masyarakat sekitar, tingkat teknologi, dan daur ulang kapal (Hidayat,

2017).

6
Hasil identifikasi risiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada

proses pengerjaan pembuatan kapal tanker yang dilakukan oleh Setiawan,

dkk (2019) terdapat 34 risiko yang digolongkan berdasarkan sumber daya

meliputi; Risiko metode kerja, risiko lingkungan kerja, risiko material,

risiko manusia, risiko pekerjaan pemindahan material kerja, risiko

pekerjaan pengelasan, risiko pembersihan karat kapal, dan risiko pekerjaan

pemotongan menggunakan gerinda. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Fian, dkk (2017) pada proses launching kapal di galangan kapal,

bahaya yang teridentifikasi dari proses launching kapal yaitu physical

hazard diantaranya terjatuh dari ketinggian, terbentur badan kapal; energy

hazard diantaranya tersengat listrik, kebakaran dan ledakan, tekanan udara

berlebih; chemical hazard dari cat yang digunakan; dan work environment

berupa kebisingan dan getaran mekanis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Moro (2012) di Monfalcone

Shipyard ditemukan Selain debu logam (debu total), kadar debu lain dan

mangan dioksida berada di luar standar nasional hingga berbagai derajat,

dan melalui deteksi titik pengambilan sampel ditemukan kadar mangan

dioksida melebihi standar sebesar 42,8%. Konsentrasi rata-rata tertimbang

waktu maksimum pada individu adalah 27.927 mg / m (3), jauh lebih

tinggi dari batas standar nasional. Untuk deteksi gas berbahaya pada

individu, xylene adalah 38,4% di atas level standar (konsentrasi tertinggi

mencapai 1447,7 mg / m (3) selain itu, toluena dan etilbenzena melebihi

standar nasional pada tingkat yang berbeda. Di antara pekerja yang

7
terpajan kebisingan, 71% bekerja di lingkungan yang kebisingan

hariannya di atas ambang batas standar nasional (85 dB). Pemeriksaan

fisik pada tahun 2010 dan 2012 menunjukkan angka abnormalitas

audiometri pada pekerja lebih tinggi dari 15%.

Menurut penelitian Yusuf (2019) Hasil penilaian identifikasi

potensi bahaya risiko K3 perusahaan galangan kapal terdapat 4 klasifikasi

tahapan proses yang rawan terjadi kejadian kecelakaan kerja, yaitu (1)

proses pengelasan dan pemotongan yang terdiri dari kegiatan pengelasan

dan pemotongan dan pekerjaan gerinda plat; (2) proses pembersihan badan

kapal/tongkang, yang terdiri dari kegiatan sekrap, kegiatan blasting,

kegiatan washing; (3) proses pengecatan badan kapal/tongkang; dan (4)

proses kelistrikan berupa instalasi dan maintenance listrik.

Pekerjaan di industri memiliki sangat banyak risiko kecelakaan, salah

satunya pada industri galangan kapal. Dalam proses pekerjaan di galangan

kapal di penuhi dengan pekerjaan-pekerjaan yang memiliki risiko bahaya

dan kecelakaan yang cukup tinggi seperti melakukan pekerjaan hot work,

lifting and rigging, pekerjaan di ketinggian, serta banyak menggunakan

B3. Pekerjaan panas (Hot Work) memiliki risiko yang cukup tinggi untuk

pekerjaan di galangan kapal dan berpotensi menimbulkan kebakaran.

National Fire Protection Assosiation (NFPA) 51 B tahun 2009

menyatakan bahwa potensi bahaya utama pada aktivitas hot work adalah

kebakaran dan ledakan. Salah satu jenis pekerjaan panas (hot work) adalah

8
pekerjaan yang berhubungan dengan kelistrikan dan pengelasan (Lestari,

dkk., 2018).

Pada pekerjaan pengelasan di Shipyard, risiko paparan Cr dan Cr (VI)

dalam asap pengelasan yang dihasilkan oleh konstruksi pipa, pembuatan

kontainer bertekanan, dan pembangunan galangan kapal melebihi tingkat

risiko yang dapat diterima dalam paparan pekerjaan (10 -3 ), yang setara

dengan 1,3 kasus berlebih per 100.000 orang-tahun. Risiko paparan Ni

oksidan dan Ni terlarut dalam asap pengelasan dalam konstruksi pipa juga

melebihi 10 -3 . Risiko serupa ditemukan di sebuah pabrik gas dan minyak

di Iran, di mana risiko untuk Cr (VI) dan Ni melebihi 10 -2 untuk tukang

las proyek dan melebihi 10 -3 untuk tukang las pemeliharaan dan hal

tersebut dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru (Yang, et al., 2018).

Menurut laporan National Fire Protection Assosiation (NFPA)

pemadam kebakaran di Amerika Serikat menanggulangi rata-rata

kebakaran 4.400 kebakaran setahun yang melibatkan pekerjaan panas dari

2010 hingga 2014. Pada bulan Maret 2014, dua petugas pemadam

kebakaran di Boston meninggal menanggulangi kebakaran. Berdasarkan

kejadian tersebut, NFPA telah bekerja sama dengan pemerintah kota dan

pemadam kebakaran untuk memberikan pelatihan keselamatan kerja pada

pekerjaan panas bagi pekerja konstruksi di wilayah Boston (Rinawati,

2018).

Industri perkapalan merupakan salah satu industri produksi yang berat,

dan karena jenis materialnya,peralatan, tindakan, proses, dan kondisi yang

9
melibatkan pembuatan kapal, ada kemungkinan yang tinggi

untukterjadinya kecelakaan. Pembuatan kapal dikaitkan dengan banyak

risiko dan limbah berbahaya yang berpotensiuntuk berdampak negatif

pada keselamatan dan kesehatan lingkungan. Menurut pengidentifikasian

bahaya di Khulna Shipyards di Bangladesh, terdapat risiko berupa

kebakaran, ledakan listrik, cedera fisik, sengatan listrik, maupun luka

bakarn (Hossain, 2016).

Perusahaan galangan memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Kasus

kecelakaan kerja galangan kapal diantaranya kasus 4 pekerja yang tewas

akibat menghirup gas beracun saat melakukan perbaikan kapal tongkang

di salah satu perusahaan galangan kapal di Semarang pada Juli 2019.

Selain itu kasus kebakaran kapal pada kapal yang sedang dilakukan

perbaikan di galangan kapal lain di Semarang pada Juli 2019. Dengan

tingginya kasus kecelakaan kerja di galangan kapal tersebut hingga

membuat organisasi buruh dunia (ILO) mengeluarkan standar SMK3 pada

perusahaan galangan kapal (Maudica, dkk., 2020)

Di Indonesia, kasus Kecelakaan Kerja (KK) yang berkaitan dengan

pekerjaan panas yang telah dirangkum dari berbagai sumber berita dari

tahun 2009 hingga 2013 terjadi sebanyak 11 kejadian, kecelakaan terjadi

pada sektor formal maupun informal yang diakibatkan oleh pekerjaan

pengelasan (Raya, dkk., 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Wulandari dan Widajati pada tahun 2016 jumlah data kecelakaan yang

berhubungan dengan proses kegiatan pengelasan di Shipyards Surabaya

10
sebanyak 6 kasus, diantaranya 1 orang terkena luka bakar pada tangan

sampai melepuh, 2 orang terkena serpihan gram gerinda yang mengenai

mata, 1 orang terkena luka bakar di wajah, dan 2 orang terkena luka bakar

pada lengannya. Survei awal pada penelitian yang dilakukan Pisceliya dan

Mandayani pada tahun 2018 ditemukan 6 pekerja pengelasan yang

diwawancarai dan ternyata 6 orang pekerja ini mengalami kecelakaan

kerja pada saat bekerja yaitu 1 orang terjatuh, 1 orang terkena percikan

gerinda yang masuk ke mata, 2 orang terluka karena gerinda dan 2 orang

mengalami luka bakar.

PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar menjelaskan

mengenai kecelakaan kerja yang terjadi dapat diketahui bahwa kecelakaan

akibat kerja pada tahun 2004 sebanyak 7 orang, tahun 2005 sebanyak 3

orang, tahun 2006 sebanyak 6 orang, tahun 2007 sebanyak 5 orang dan

pada tahun 2008 sebanyak 2 orang, dengan jenis kecelakaan seperti

terjepit, luka lecet, terjatuh, keseleo, batuk dan sakit mata. (Data sekunder

PT. Industri Kapal Indonesia dalam Bora, 2009).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar kecelakaan kerja tidak

terjadi ialah dengan patuh menggunakan alat pelindung diri (APD).

Penggunaan APD sangat penting bagi para pekerja, terutama untuk

mencegah penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja. Namun

demikian pada kenyataannya masih banyak tenaga kerja yang masih

belum mengenakannya saat bekerja. Rendahnya tingkat kepatuhan dalam

mengenakan APD biasanya menunjukan sistem manajemen keselamatan

11
yang gagal, terbatasnya faktor stimulan pimpinan, keterbatasan sarana,

rendahnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan kerja dan lain-lain

(Liswanti dkk, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan Sovian Piri pada 2012,

menunjukkan bahwa pekerja yang selalu menggunakan alat pelindung diri

lebih berpotensi untuk tidak mengalami kecelakaan kerja dibandingkan

dengan pekerja yang kadang-kadang saja menggunakan maupun pekerja

yang tidak menggunakan alat pelindung diri. Data menunjukkan bahwa

pekerja yang kadangkadang saja menggunakan APD dan yang tidak

menggunakan APD semuanya pernah mengalami kecelakaan kerja.

Terdapat 25 pekerja yang selalu menggunakan APD dan hanya 2

diantaranya yang pernah mengalami kecelakaan.

Pencegahan kecelakaan kerja yang efektif membutuhkan pelaksanaan

yang tepat di tempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari

bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi

perusahaan serta cara pengendaliannya serta memahami dan menerapkan

prosedur kerja yang aman di tempat kerja. Oleh karena itu, pelatihan

diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan tentang

keselamatan dan kesehatan kerja atau dikemas dalam pelatihan lainnya

(Depnaker RI, 1996:48).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pekerja

yang tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak 357 orang semuanya

pernah mengalami kecelakaan kerja. Terlihat juga bahwa hanya 13 orang

12
yang pernah mengikuti pelatihan kerja dan dari jumlah tersebut hanya 2

orang yang pernah mengalami kerja (Piri, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Rifai pada tahun 2017 pada

perawat, diketahui bahwa responden dengan pengetahuan rendah pernah

mengalami kejadian kecelakaan kerja, yaitu ada 38 (100%) dan yang tidak

pernah mengalami kecelakaan kerja ada 0 (0%). Sedangkan responden

perawat dengan pengetahuan tinggi yang pernah mengalami kejadian

kecelakaan kerja ada 25 (78,1%) dan yang tidak pernah kecelakaan kerja

ada 7 (21,9%). sebanyak 100% responden yang berpengetahuan rendah,

pernah mengalami kecelakaan ditempat kerja lebih besar dibandingkan

dengan responden yang berpengetahuan tinggi (78.1%).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

mengenai penerapan prosedur kerja aman, penggunaan APD, pelatihan

dan pengetahuan K3 terhadap kejadian kecelakaan kerja di bagian

produksi (pipa dan lambung) di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero)

Makassar.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan penerapan prosedur kerja aman,

penggunaan APD, pelatihan dan pengetahuan K3 terhadap kejadian

kecelakaan kerja di bagian produksi (pipa dan lambung) di PT. Industri

Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

13
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

penerapan prosedur kerja aman, penggunaan APD, pelatihan dan

pengetahuan K3 terhadap kejadian kecelakaan kerja di bagian

produksi (pipa dan lambung) di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero)

Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan umur pekerja dengan kejadian

kecelakaan kerja di bagian produksi di PT. Industri Kapal

Indonesia (Persero) Makassar.

b. Untuk mengetahui hubungan masa kerja pekerja dengan

kejadian kecelakaan kerja di bagian produksi di PT. Industri

Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan pekerja dengan

kejadian kecelakaan kerja di bagian produksi di PT. Industri

Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

d. Untuk mengetahui hubungan penerapan prosedur kerja aman

dengan kejadian kecelakaan kerja di bagian produksi di PT.

Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

e. Untuk mengetahui hubungan penggunaan alat pelindung diri

dengan kejadian kecelakaan kerja di bagian produksi di PT.

Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

14
f. Untuk mengetahui hubungan pelatihan keselamatan dan

kesehatan kerja pada pekerja anaylisis dengan kejadian

kecelakaan kerja di bagian produksi di PT. Industri Kapal

Indonesia (Persero) Makassar.

g. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan keselamatan dan

kesehatan kerja pada pekerja dengan kejadian kecelakaan kerja

di bagian produksi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero)

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain

yang akan meneliti mengenai hal yang terkait dengan penerapan

prosedur kerja aman, penggunaan APD, pelatihan dan pengetahuan

K3 pada pekerja terhadap kejadian kecelakaan kerja.

2. Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi

terkait dengan penerapan prosedur kerja aman, penggunaan APD,

pelatihan dan pengetahuan K3 pada pekerja terhadap kejadian

kecelakaan kerja.

3. Manfaat Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan

ataupun masukan bagi perusahaan dalam menanggulangi kejadian

15
kecelakaan kerja di bagian produksi (pipa dan lambung) di PT.

Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Kerja

Tidak ada seorang pun yang menginginkan kecelakaan terjadi, maka

dari itu pada dasarnya kecelakaan merupakan sesuatu hal yang terjadi

secara kebetulan melainkan memiliki sebab. World Health Organization

(WHO) mengartikan kecelakaan sebagai kejadian yang tidak dapat

dipersiapkan sebelumnya untuk pencegahan sehingga mengakibatkan

cedera yang sebenarnya. Menurut Bennett Silalahi dan Rumondang

Silalahi, kecelakaan kerja mengacu pada setiap tindakan atau kondisi tidak

aman yang dapat menimbulkan kecelakaan. Menurut definisi yang berlaku

umum di perusahaan Indonesia, pengertian kecelakaan kerja adalah

kejadian atau kejadian yang tidak direncanakan, dan diharapkan tidak

terjadi kejadian atau kejadian yang akan menimbulkan rasa sakit pada

pekerja di perusahaan tersebut. (Wahyudi B., 2018).

Menurut Permenaker No.10 Tahun 2016, kecelakaan kerja adalah

kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang

terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya,

dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Permenaker, 2016).

Menurut Bird & Germain (1990), jenis tingkat kecelakaan berdasarkan

efek yang ditimbulkan dibagi atas tiga, yaitu :

15
1. Accident : adalah kejadian yang tidak diinginkan yang

menimbulkan kerugian baik bagi manusia maupun terhadap harta

benda.

2. Incident : adalah kejadian yang tidak diinginkan yang belum

menimbulkan kerugian.

3. Near miss : adalah kejadian hampir celaka dengan kata lain

kejadian ini hampir menimbulkan kejadian incident ataupun

accident.

Menurut ILO (1962) , yang dikutip oleh Susilo (2015), kecelakaan

kerja diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

a. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan seperti terjatuh, tertimpa

benda, tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda,

gerakan-gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena

arus listrik, kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

b. Klasifikasi menurut Penyebab

1) Mesin, misalnya mesin pemotong, mesin kayu, dll.

2) Alat angkut, misalnya alat angkut darat, udara, dan, air.

3) Peralatan lain, misalnya alat-alat listrik, tangga, perancah, dll.

4) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, zat

kimia, dll.

5) Lingkungan kerja, misalnya di luar gedung, di dalam gedung,

maupun di bawah tanah.

16
6) Lain-lain, misalnya hewan.

c. Klasifikasi menurut Jenis Luka

Klasifikasi menurut jenis lukanya misalnya fraktur/retak,

dislokasi, terkilir, amputasi, gegar otak dan remuk, memar, terbakar,

dll.

d. Klasifikasi menurut Letak Kelainan/Luka di Tubuh

Klasifikasi menurut letak kelainan/luka di tubuh misalnya kepala,

leher, badan, anggota tubuh atas, maupun anggota tubuh bawah.

Menurut H.W. Heinrich dalam terjadinya kecelakaan kerja

dipengaruhi oleh 2 (dua) penyebab langsung yaitu unsafe action (tindakan

tidak aman) dan unsafe condition (kondisi tidak aman). Unsafe action

adalah Faktor yang berhubungan dengan perilaku manusia dalam

pekerjaan industri. Kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan memiliki

dampak buruk bagi pengusaha, pekerja, pemerintah dan masyarakat,

termasuk korban jiwa, hilangnya atau berkurangnya kesempatan kerja,

pekerja terampil, modal investasi, dll. Dalam buku berjudul Kamus

Manajemen Mutu menyatakan kecelakaan kerja sebagai teori gunung es

(Iceberg Theory). Teori gunung es menjelaskan bahwa kerugian pada

kecelakaan kerja yang tampak, terlihat lebih kecil dari pada kerugian

keseluruhannya (Pratama, 2015).

Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan

persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandards).

Sebab utama kecelakaan kerja meliputi:

17
a. Faktor Manusia atau Tindakan Tidak Aman (unsafe actions)

dalah perilaku pekerja yang berbahaya, dan mereka mungkin

termotivasi karena berbagai alasan, termasuk: kurangnya pengetahuan dan

keterampilan, ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (lack of

knowledge and skill), ketidakmampuan untuk bekerja secara normal

(inadequate capability), ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak

nampak (bodilly defect), kelelahan dan kejenuhan (fatique and boredom),

sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe attitude and habits),

kebingungan dan stres (confuse and stress) karena prosedur kerja yang

baru belum dapat dipahami, belum menguasai atau belum terampil dengan

peralatan atau mesin baru (lack of skill), penurunan konsentrasi (difficulty

in concentrating) dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan, sikap masa

bodoh (ignorance) dari tenaga kerja, kurang adanya motivasi kerja

(improper motivation) dari tenaga kerja, kurang adanya kepuasaan kerja

(low job satisfaction), dan sikap cenderung umtuk mencelakai diri sendiri.

b. Faktor Lingkungan atau Kondisi Tidak Aman (unsafe conditions)

Faktor lingkungan atau kondisi tidak aman mengacu pada kondisi

mesin, peralatan, material, lingkungan kerja, proses kerja, sifat pekerjaan

dan sistem kerja yang tidak aman. Dalam arti luas, lingkungan dapat

diartikan tidak hanya sebagai lingkungan fisik, tetapi juga sebagai faktor

yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia dulu dan

sekarang sebelum bekerja, pengaturan organisasi kerja, hubungan

18
karyawan, serta kondisi ekonomi dan politik yang dapat mengganggu

konsentrasi.

c. Interaksi Manusia dan Sarana Pendukung Kerja

Interaksi interpersonal dan fasilitas penunjang kerja merupakan akar

penyebab kecelakaan. Interaksi antara keduanya yang tidak sesuai akan

menimbulkan kesalahan yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Jika

terdapat gap atau interaksi yang tidak terkoordinasi antara orang, pekerja,

tugas atau pekerjaan, peralatan kerja dan lingkungan kerja dalam

organisasi kerja, maka akan terjadi kecelakaan kerja. (Barizqi, 2015).

Kecelakaan kerja telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

sejarah kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Ada beberapa teori

tentang penyebab tejadinya kecelakaan kerja, antara lain:

a. Heinrich’s Domino Theory

Teori ini mengatakan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh serangkaian

kejadian. Rangkaian peristiwa ini melibatkan lima faktor, yaitu:

lingkungan, kesalahan manusia, perilaku atau kondisi yang tidak aman,

kecelakaan dan cedera atau kerugian. Hubungan antara kelima faktor ini

ibarat kartu domino, jadi jika salah satu rangkaiannya hilang, rangkaian

kartu berikutnya tidak akan terbentuk. Oleh karena itu, jika salah satu dari

empat faktor pertama dapat dicegah, tidak ada kerugian atau kerugian yang

akan terjadi. Metode pencegahan kecelakaan yang diusulkan oleh Heinrich

adalah dengan mencegah perilaku tidak aman dan bahaya mekanis atau

19
fisik di lingkungan kerja. Kelima faktor dalam Teori Domino Heinrich

tersebut adalah:

1) Ancestry and Social Environment, atau disebut juga sebagai faktor

hereditas merupakan faktor keturunan dan lingkungan sosial yang sulit

diubah seperti keras kepala, gugup, penakut, tidak mau bekerjasama,

ceroboh, sehingga dapat menyebabkan kurang hati-hati dan

mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.

2) Fault of Person, atau kesalahan manusia adalah serangkaian dari faktor

keturunan dan lingkungan yang menjurus pada tindakan salah dalam

melakukan pekerjaan. Beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang

melakukan kesalahan-kesalahan yaitu, pendidikan, pengetahuan, dan

keterampilan yang rendah, dan keadaan fisik seseorang yang tidak

memenuhi syarat seperti cacat fisik atau mental.

3) Unsafe Action and Unsafe Condition. Unsafe action atau tindakan tidak

aman dari manusia seperti misalnya tidak mau menggunkan alat

keselamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman atau bekerja sambil

bergurau. Tindakan ini dapat membahayakan dirinya atau orang lain

yang dapat berakhir dengan kecelakaan. Unsafe condition atau kondisi

tidak aman yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat, material atau

lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Sebagai contoh

laintai yang licin, tangga yang rusak dan patah, penerangan yang

kurang baik atau kebisingan yang melampaui batas aman yang

diperkenankan.

20
4) Accident, yaitu fase terjadinya kecelakaan atau kejadian yang tidak

diharapkan yang dapat menyebabkan cedera pada manusia dan

kerusakan pada harta benda.

5) Injury, yaitu cedera yang timbul akibat terjadinya kecelakaan, seperti

misalnya pada pekerja terjadi luka, cacat, tidak mampu bekerja atau

meninggal duinia. Selain terjadi cedera pada pekerja, dampak kerugian

lain juga akan dirasakan oleh perusahaan, seperti pada supervisor

terkena kerugian biaya langsung dan tak langsung, sedangkan pada

konsumen pesanan menjadi tertunda dan barang menjadi langka.

b. Multiple Causation Theory

Teori ini berdasarkan kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari

satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab-penyebab ini mewakili

perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman.

c. Gordon’s Theory

Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi

antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan dan lingkungan

yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan

mempertimbangkan salah satu dari tiga faktor yang terlibat. Oleh karena

itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya

kecelakaan, maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara

terjadinya kecelakaan dan lingkungan yang mendukung harus dapat

diketahui secara detail.

d. Updated Domino Theory

21
Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori

yang mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja

adalah adanya ketimpangan manajemen. Widner dan Bird’s & Loftus

mengembangkan Heinrich’s Domino Theory untuk memperlihatkan

pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

Ketimpangan manajemen (kurangnya manajemen kontrol)

menyebabkan kejadian-kejadian yang mengarah pada terjadinya

kecelakaan tidak dapat diketahui secara dini. Menurut teori ini, kontrol

melalui manajemen merupakan faktor terpenting dan cara terbaik untuk

mencegah terjadinya kecelakaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan di tempat kerja dapat

dibagi menjadi lingkungan dan psikologis Kim dan Ahn berpendapat

bahwa stres cenderung disertai dengan respons psikologis negatif seperti

kecemasan dan depresi, serta respons fisiologis negatif seperti hipertensi,

akselerasi kardiovaskular, sakit kepala, dan kesadaran berkurang. Menurut

peneliti, tanggapan tersebut bisa menyebabkan kesalahan manusia, yang

selanjutnya meningkatkan risiko kecelakaan kerja (Kim, 2017).

Beban kerja juga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

Beban kerja pelabuhan ternyata tinggi, baik itu ciri individu dan pekerjaan

tersebut dapat mempengaruhi beban kerja pelabuhan. Populasi pekerja

dermaga fokus pada penelitian ini terkena kondisi kerja yang tidak

memadai, terkait dengan tingkat beban kerja, dari jenis kegiatan. Pekerjaan

di pelabuhan melibatkan prosedur pemuatan, pembongkaran,

22
pengangkutan dan penyimpanan barang. Di sisi lain, itu hadir kondisi stres

dan berbahaya bagi pekerja secara langsung terlibat dalam proses ini.

Tuntutan mental pada pekerjaan pelabuhan dapat dijelaskan oleh

kebutuhan pekerja untuk selalu waspada, karena,jika tidak, mungkin ada

hasil negatif, seperti kecelakaan, akibat yang ditimbulkan dan hilangnya

nyawa (Cezar-Vaz, et al., 2016)

B. Tinjauan Umum Tentang Umur

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan di dalam

penyelidikan epidemiologi. Pada umumnya orang yang berusia lanjut,

kemampuan fisiknya juga akan menurun. Proses menua akan disertai

dengan beberapa tanda fisik seperti kurangnya kemampuan untuk bekerja

disebabkan adanya perubahan-perubahan pada fungsi tubuh seperti, sistem

kardiovaskuler dan hormonal. Dari umur dapat dikenali ada beberapa

kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan reaksi

menurun sesudah usia 40 tahun. Makin tua usia maka akan makin sulit

bagi seseorang untuk beradaptasi dan makin cepat pula menjadi lelah

(Suma’mur, 2009).

Bertambahnya usia disertai dengan menurunnya kemampuan fisik akan

tetapi semakin tua usia seseorang maka semakin banyak pengalaman kerja

yang ia miliki sehingga berdampak baik pada kemampuan bekerja nya.

Usia mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan

akibat kerja. Golongan usia tua mempunyai kecenderungan yang lebih

tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan

23
golongan usia muda karena usia muda mempunyai reaksi dan kegesitan

yang lebih tinggi. Namun usia muda pun sering mengalami Kasus

kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin terjadi akibat kecerobohan,

kurang perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti kata hati dan suka

tergesa-gesa (Kristiawan & Abdullah, 2020).

Semakin tua umur seseorang maka cenderung lebih terpuaskan dengan

pekerjaan yang dilakukannya. Alasan yang melatarbelakangi antara lain

pengharapan-pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian yang lebih

baik terhadap situasi kerja karena pengalaman yang dimiliki. Sedangkan

pada pekerja yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan karena

berbagai pengharapan yang lebih tinggi dan kurangnya penyesuaian diri.

Efek dari ketidakkepuasan kerja dapat dilihat dari tingkah laku pekerja

ketika bekerja, yaitu cenderung ceroboh dan lalai dalam tugas, sehingga

dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Handoko, 1987).

C. Tinjauan Umum Tentang Masa Kerja

Masa kerja adalah keahlian atau kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang pada suatu bidang pekerjaan yang diperoleh dengan belajar

dalam kurun waktu tertentu yang tentunya dilihat dari kemampuan

intelejensi, baik pengalaman bahwa masa kerja berkorelasi positif dengan

yang berasal dari luar perusahaan maupun dari dalam perusahaan

(Koesindratmono & Septarini, 2011). Masa kerja dapat didefinisikan

sebagai jangka waktu seseorang bekerja yang dihitung dari dia mulai

bekerja sampai sekarang dia masih bekerja. Semakin lama pekerja dalam

24
bekerja maka senakin besar pula mereka memiliki risiko terpapar bahaya

yang ditimbulkan lingkungan kerja (Apladika, Denny, & Wahyuni, 2016).

Masa kerja seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya dan

dapat menghindarkan dari kelelahan dan kebosanan. Dari keseluruhan

keluhan yang dirasakan tenaga kerja dengan masa kerja kurang dari satu

tahun paling banyak mengalami keluhan. Kemudian keluhan tersebut

berkurang pada tenaga kerja setelah bekerja selama 1-5 tahun. Namun,

keluhan akan meningkat pada tenaga kerja setelah pada masa kerja lebih

dari lima tahun (Tarwaka, 2004).

Internasional Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa masalah

usia dan masa kerja merupakan faktor kunci penyebab kecelakaan tetapi

harus diingat pula bahwa tingginya usia tidak otomatis dapat disamakan

dengan banyaknya masa kerja. Studi di Amerika serikat menunjukan

bahwa kurangnya pengalaman kerja merupakan faktor terpenting dalam

penyebab kecelakaan.

D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan

Tingkat pendidikan menggambarkan seseorang telah menjalani

kegiatan belajar secara formal di suatu instansi pendidikan dengan

memperoleh tanda tamat pada setiap jenjangnya. Semakin tinggi jenjang

pendidikan yang dijalani seseorang diharapkan semakin banyak

pengetahuan berarti mengenai berbagai macam paham ilmu”. Pendidikan

seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam menjalani

pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Selain itu, pendidikan juga akan

25
mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan

dalam rangka melaksanakan pekerjaan atau Keselamatan dan Kesehatan

kerja (K3) ((Kristiawan & Abdullah, 2020).

Pendidikan rendah mempunyai risiko yang tinggi untuk mengalami

kecelakaan kerja karena pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap

pola pikir seseorang dalam menghadapi pekerjaannya. Orang yang

memiliki pendidikan tinggi cenderung berpikir lebih panjang atau dalam

memandang sesuatu pekerjaan dari berbagai segi. Sedangkan orang

dengan pendidikan yang lebih rendah cenderung akan berpikir lebih

pendek atau bisa dikatakan ceroboh dalam bertindak. Selain itu,

pendidikan juga mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan

yang diberikan alam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan

kerja. Pendidikan tidak hanya pendidikan formal, namun ada pula

pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan

potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan dan

keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

profesional (Martiwi, dkk., 2017).

E. Tinjauan Umum Tentang Prosedur Kerja Aman

Prosedur kerja yang sistematis dalam pelakasanaan tugas di tempat

kerja merupakan faktor terpenting dalam sistem manajemen keselamatan,

dan Kesehatan kerja secara keseluruhan. Pekerjaan dibutuhkan Instruksi

untuk memandu petugas untuk mengurangi kejadian kecelakaan. Setiap

pekerja harus mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan. Prosedur

26
tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk Standar Operasional Prosedur

(SOP) (Andani & Hariyono, 2017).

Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan ditempat kerja adalah

dengan menerapkan dan menyusun prosedur pekerjan dan melatih semua

pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efesien dan aman. (Alwi,

dkk., 2017). Prosedur kerja yang baik pada prinsipnya sederhana, tidak

terlalu rumit, dan berbelit-belit. Prosedur kerja yang baik akan mengurangi

beban pengawasan karena penyelesaian pekerjaan telah mengikuti

langkah-langkah yang ditetapkan. (Maryati, 2014).

Perilaku tidak aman berperan dalam salah satu penyebab terjadinya

kecelakaan kerja, untuk menghindari dilakukannya hal hal yang

melenceng maka dari itu para pekerja harus menaati dan mengikuti

prosedur kerja aman dengan patuh. Prosedur kerja aman disusun dengan

melihat identifikasi bahaya lalu dibuatlah susunan tata kerja aman agar

bahaya tersebut tidak terjadi. Menurut Permenpan No. 35 Tahun 2012

Standar Operasional Prosedur atau lebih sering disebut sebagai “Prosedur”

memiliki manfaat untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab individual aparatur dan

organisasi secara keseluruhan, dan dalam penyusunan maupun

pelaksanaannya juga memiliki prinsip seperti efisiensi, efektivitas, dan

konsisten.

Apabila prosedur operasi/kerja untuk suatu pekerjaan belum atau tidak

tersedia, JHSEA (Job Health Safety Enviromental Analysis) harus dibuat

27
dan digunakan untuk menjadi dasar dalam pembuatan prosedur

operasi/kerja untuk pekerjaan tersebut. JHSEA merupakan salah satu

usaha dalam menganalisis tugas dan prosedur yang ada di suatu industri.

JHSEA didefinisikan sebagai metode mempelajari suatu pekerjaan untuk

mengidentifikasi bahaya dan potensi insiden yang berhubungan dengan

setiap langkah, mengembangkan solusi yang dapat menghilangkan dan

mengontrol bahaya serta incident. Bila bahaya telah dikenali maka dapat

dilakukan tindakan pengendalian yang berupa perubahan fisik atau

perbaikan prosedur kerja yang dapat mereduksi bahaya kerja.

Job Safety Analysis (JSA) atau dapat disebut juga sebagai Job Hazard

Analysis (JHA) merupakan sebuah proses dimana langkah langkah kerja

dalam suatu pekerjaan dianalisis dan diurutkan dalam sebuah daftar. Setiap

langkah tersebut dianalisis untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang

ada di dalamnya. JSA dapat didefinisikan sebagai teknik yang berfokus

pada tugas-tugas dalam pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya sebelum

bahaya tersebut terjadi. Tahapan dalam analisis yang diperlukan dalam

melakukan JHSEA menurut Goetsch, (2017) diantaranya menentukan

jenis pekerjaan yang akan dianalisis, menjabarkan pekerjaan menjadi

langkah-langkah kerja, meneliti dan menentukan bahaya yang mungkin

terjadi pada setiap langkah kerja, kemudian menentukan tindakan

pencegahan yang dapat dilakukan dari setiap bahaya (Sukapto, dkk.,

2018).

28
Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan ditempat kerja adalah

dengan menerapkan dan menyusun prosedur pekerjan dan melatih semua

pekerja untuk menerapkan metode kerja yang efesien dan aman.

Menyusun prosedur kerja yang benar mrupakan salah satu keuntungan dari

menerapkan metode JHSEA yang meliputi mempelajari dan membuat

laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya pekerjaan yang

sudah ada atau potensi (baik kesehatan dan keselamatan), dan menentukan

jalan terbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini (Alwi, dkk.,

2017).

JHSEA adalah teknik pencegahan kecelakaan yang digunakan untuk

mengidentifikasi potensi bahaya yang terkait dengan pekerjaan dan

memberikan tindakan pengendalian untuk meminimalkan bahaya. Analisis

mencakup lima langkah (Jaiswal, et al., 2014) :

1. Pilih pekerjaan.

2. Bagi pekerjaan menjadi beberapa langkah.

3. Identifikasi potensi bahaya.

4. Terapkan kontrol pada bahaya.

5. Evaluasi kontrol.

F. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap kesehatan dan

keselamatan kerja. Dasar hukum sebagai pedoman dalam penerapan

pemakaian alat pelindung diri (APD) yaitu: Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1970. Pasal 12 ayat (1) butir b: Dengan peraturan perundangan

29
diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.

Permenakertrans Nomor 1 Tahun 1981 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan

kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi

tenaga kerja untuk menggunakannya sebagai pencegahan penyakit akibat

kerja. Permenakertrans Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 4 ayat (1) APD wajib

digunakan di tempat kerja. Pasal 5 pengusaha atau pengurus wajib

mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu mengenai

kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.

Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi antara

terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh (Tim

K3 FT UNY, 2014).

Adapun jenis-jenis dari APD dalam (Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor.08/Men/VII/2010

tentang Alat Pelindung Diri) adalah sebagai berikut:

1. Alat Pelindung Kepala

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang fungsinya

untuk melindungi kepala dari benturan, tersandung, jatuh atau

tertimpa benda tajam atau benda keras yang melayang atau

tergelincir di udara, terkena radiasi panas, kebakaran, bahan kimia,

dampak mikroorganisme (mikroba), dan suhu ekstrim.Adapun

Jenis Jenis alat pelindung kepalaterdiri dari helm pengaman

(safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman

rambut, dan lain-lain.

30
Gambar 2.1 Safety Helmet
Sumber: google.com

2. Alat Pelindung Mata dan Muka

Pelindung mata dan wajah adalah sejenis alat pelindung yang

digunakan untuk melindungi mata dan wajah dari zat kimia

berbahaya, paparan partikel yang melayang di udara dan air,

percikan benda kecil, uap panas atau panas, radiasi gelombang

elektromagnetik terionisasi atau tidak terionisasi, bercahaya,

benturan atau benturan benda keras atau tajamJenis Jenis alat

pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman

(spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam,

tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face

masker).

Gambar 2.2 Spectacless


Sumber: google.com

Gambar 2.3 Goggles

31
Sumber: google.com

Gambar 2.4 Face Shield


Sumber: google.com

3. Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi

untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau

tekanan. Jenis Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat

telinga (ear plug) danpenutup telinga (ear muff).

Gambar 2.5 Earplugs


Sumber: google.com

Gambar 2.6. Earmuff


Sumber: google.com

4. Alat Pelindung Pernapasan

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat

pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan

dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau

32
menyaringcemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel

yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume,

dan sebagainya. Jenis Jenis alat pelindung pernapasan dan

perlengkapannya terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister,

Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine,

Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-

Contained Underwater Breathing Apparatus/SCUBA), Self-

Contained Breathing Apparatus (SCBA),dan emergency breathing

apparatus.

Gambar 2.7 Masker


Sumber: google.com

Gambar 2.8 Respirator


Sumber: google.com

33
Gambar 2.9 Air Purifing Respirator
Sumber: google.com

Gambar 2.10 Air Supply Respirator


Sumber: google.com

Gambar 2.11 SCUBA


Sumber: google.com

5. Alat Pelindung Tangan

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung

yang berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari

pajanan api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik,

radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan

dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus dan bakteri) dan jasad

renik. Jenis Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang

terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis,

karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.

34
Gambar 2.12 Sarung tangan kain
Sumber: google.com

Gambar 2.13 Sarung tangan dilapisi Pb


Sumber: google.com

Gambar 2.14 Sarung tangan karet


Sumber: google.com

Gambar 2.15 Sarung Tangan Gauntlets

Sumber: google.com

6. Alat Pelindung Kaki

Alat pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari

benda berat, benturan, tertusuk benda tajam, paparan cairan panas

atau dingin, uap panas, paparan suhu ekstrim, paparan bahan kimia

berbahaya dan mikroorganisme, serta terpeleset. Jenis Jenis

Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan

peleburan, pengecoran logam,industri,kontruksi bangunan,

pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan,bahaya listrik,tempat

35
kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau

bahaya binatang dan lain-lain.

Gambar 2.16 Sepatu Keselamatan Kerja


Sumber: google.com

7. Pakaian Pelindung

Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi sebagian atau

seluruh tubuh dari suhu yang sangat tinggi atau suhu rendah,

paparan api dan benda panas, zat kimia, cairan panas dan percikan

logam, uap panas, mesin, benturan peralatan dan bahaya goresan,

radiasi, hewan, Mikroorganisme patogen pada manusia, hewan,

tumbuhan dan lingkungan, seperti virus, bakteri dan jamur.Jenis

pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek

(Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi

sebagian atau seluruh bagian badan.

Gambar 2.17 Pakaian Pelindung


Sumber: google.com

8. Alat Pelindung Jatuh Peorangan

Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak

pekerja agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh

36
atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan

dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta

membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.

Jenis-jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk

pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard),

tali pengaman (safety rope), alat penjepit tali (ropeclamp), alat

penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile

fallarrester), dan lain-lain.

Gambar 2.18 Harness


Sumber: google.com

9. Pelampung

Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja

di atas air atau dipermukaan air agar terhindar dari bahaya

tenggelam dan atau mengatur keterapungan (buoyancy)

pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative

buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air. Jenis-jenis

pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket),rompi

keselamatan (life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy

Control Device).

37
Gambar 2.19 Life Jacket
Sumber: google.com

Penggunaan APD bersifat wajib sebagaimana tertuang dalam UU RI

nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Peraturan tersebut

menyebutkan bahwa “Pengusaha atau pengurus wajib menyediakan APD

secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki

tempat kerja”. Penggunaan APD bukan untuk mencegah kecelakaan,

melainkan untuk mengurangi dampak atau konsekuensi dari suatu kejadian

kecelakaan.

G. Tinjauan Umum Tentang Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

1. Definisi Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja, perlu adanya

peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Fasilitas

pelatihan untuk setiap karyawan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan

keterampilan dan mencegah terjadinya peningkatan kecelakaan kerja

akibat kurangnya pengalaman dan pelatihan karyawan (Kartika, dkk.,

2015).

Tingkat pengetahuan karyawan dapat ditingkatkan dengan

memberikan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja secara rutin di

awal bekerja, serta pembaruan rutin dan pemahaman mendalam.

38
Pelatihan ini dapat membantu pekerja melindungi diri dari bahaya yang

ada di tempat kerja (HR, 2014)

Pelatihan di semua tingkatan harus dilakukan untuk

meningkatkan kondisi kerja dan lingkungan kerja. Namun, dalam dunia

yang sangat kompetitif saat ini, pelatihan keselamatan kerja belum

dianggap sebagai isu penting untuk perkembangannya. (Sholihah,

2018).

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah

pelatihan yang diselenggarakan untuk membekali, meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan pekerja mengenai K3, biasanya tentang

prosedur pelaksanaan pekerjaan dan pengetahuan tentang bahaya-

bahaya yang ada di sekitar mereka dan pencegahannya.

Mengingat sebagian besar kecelakaan terjadi pada pekerja yang

tidak terbiasa bekerja dengan aman, maka pelatihan K3 menjadi sangat

penting. Alasannya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau

pemahaman tentang bahaya, bahkan jika mereka mengetahui

bahayanya. Oleh karena itu, pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja harus menjadi prioritas utama perusahaan, dan program

pelatihan K3 yang berkelanjutan harus menjadi kewajiban dan harus

dilaksanakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman.

(Hasibuan, dkk., 2020)

Menurut Mondy (2010) dalam (S & Ferijani, 2019) Pelatihan K3

adalah pelatihan yang diselenggarakan untuk membekali, meningkatkan

39
dan mengembangkan kemampuan pekerja mengenai K3, biasanya

tentang prosedur pelaksanaan pekerjaan dan pengetahuan tentang

bahaya-bahaya yanga ada di sekitar mereka dan pencegahannya

2. Jenis-Jenis Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Kartika, Hamid, & Ruhana (2015), salah satu cara yang

dilakukan dalam melindungi karyawan dari kecelakaan kerja adalah

meningkatkan pengetahuan pekerja dengan mengadakan pelatihan.

Pelatihan tersebut dapat berupa pengoperasian mesin produksi,

pengeboran, edging, vacum, pengoperasian alat berat, serta penggunaan

alat perlindungan diri.

Menurut Fathun (2020) pada umumnya program pelatihan K3

antara lain:

a. Kebijakan K3 Perusahaan

b. Cara bagaimana K3 dapat diorganisir di tempat eraktivitas

c. Prosedur K3 dalam perusahaan

d. Pengendalian bahaya dan resiko

e. Undang-undang K3

f. Prosedur keadaan darurat

g. Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

h. Epidemiologi dan desinfeksi

Menurut Hardianingtyas (2011) dapat dilakukan berbagai macam

pelatihan antara lain:

a. WISE Academy Training

40
b. Penanggulangan Bahaya Kebakaran

c. Pelatihan Fire Alarm System

d. Pelatihan SMK3

e. Pelatihan Dasar-dasar K3 dan Pengelolaan Lingkungan

f. Training CSMS (Contractor’s Safety Management System)

g. Pelatihan Internal Audit SMK3 OHSAS

h. Training Ergonomi

i. Pelatihan Pengurus dan Anggota P2K3

H. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kemampuan untuk memahami dan

mendeskripsikan informasi yang diperoleh dari penglihatan dan

pendengaran. Hasil visual dan auditori diperoleh melalui pembelajaran,

informasi media cetak dan elektronik, serta pengalaman pribadi.

Pengetahuan merupakan salah satu elemen penting yang membentuk

perilaku manusia, karena perilaku berbasis pengetahuan lebih tahan

lama dibandingkan perilaku non berbasis pengetahuan. (Widhiarni &

Lukmandono, 2017).

Pengetahuan adalah keadaan yang sangat dihargai di mana

seseorang berada dalam kontak kognitif dengan realitas. Oleh karena

itu, ini adalah suatu relasi. Di satu sisi relasi adalah subjek yang sadar,

41
dan di sisi lain adalah bagian dari realitas yang secara langsung atau

tidak langsung terkait dengan yang mengetahui (Zagzebski, 2017).

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Menurut Notoatmojo (2005), pengetahuan memiliki enam tingkatan,

yaitu :

a. Tahu (Know)

Mengetahui adalah kemampuan untuk mengingat materi yang

dipelajari sebelumnya. Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja yang dapat digunakan untuk

mengukur pengetahuan seseorang antara lain: menyebutkan,

mendeskripsikan, mendefinisikan, dan menyatakan

b. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek tidak hanya memahami objek, tidak

hanya untuk dapat merujuk pada objek tersebut, tetapi orang

tersebut juga harus dapat menafsirkan dengan benar objek yang

diketahuinya. Misalnya seorang pekerja memahami cara

penggunaan alat kerja yang ia gunakan sehingga mengurangi

terjadinya bahaya akibat salah penggunaan alat kerja.

b. Aplikasi (Application)

42
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip

yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

c. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan orang untuk mendeskripsikan dan /

atau memisahkan, lalu mencari masalah atau hubungan yang

diketahui antara komponen yang terdapat dalam objek.

d. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk meringkas

atau menempatkan komponen pengetahuannya dalam hubungan

logis. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk

mengumpulkan informasi baru dari resep yang sudah ada.

e. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

membuktikan atau mengevaluasi objek tertentu. Penilaian itu

sendiri didasarkan pada standar atau norma yang ditentukan oleh

masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Notoatmodjo (2014) ialah :

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk gaya

hidup seseorang terutama dalam memotivasi dirinya untuk

43
berpartisipasi dalam pembangunan, pada umumnya semakin tinggi

jenjang pendidikannya maka semakin mudah untuk memperoleh

informasi. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang, termasuk

gaya hidup seseorang terutama untuk memotivasi dirinya

berpartisipasi dalam pembangunan, pada umumnya semakin tinggi

jenjang pendidikannya maka semakin mudah memperoleh

informasi.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara

mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

tantangan.

3) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun. Semakin tua orang tersebut, semakin

matang pemikiran dan tingkat pekerjaan seseorang.

Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Faktor Sosial Budaya

44
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

Pengetahuan pekerja tentang kecelakaan kerja atau bahaya yang ada

di tempat kerja tergantung dari tingkat pendidikan yang diperoleh baik

secara formal maupun nonformal, dimana tingkat pendidikan akan

memberikan pengaruh pada cara-cara seseorang memahami

pengetahuan tentang kecelakaan kerja yang dapat terjadi dalam setiap

proses produksi di tempat kerjanya. Pekerja dengan tingkat

pengetahuan yang tinggi akan mampu membedakan dan mengetahui

bahaya di sekitarnya serta dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan

prosedur yang ada karena mereka sadar akan risiko yang diterima

sehingga kecelakaan kerja dapat dihindari. Sedangkan pekerja dengan

tingkat pengetahuan yang rendah cenderung akan mengabaikan bahaya

di sekitarnya dan tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur

karena ketidaktahuan risiko yang akan diterima.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang pekerja tentang

kecelakaan kerja dan akibat dari kecelakaan kerja maka kecelakaan

kerja dapat diminimalisir. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hidayat (2014) diketahui bahwa pengetahuan bahaya dan risiko di

tempat kerja kerja yang rendah menyebabkan tingginya tindakan tidak

aman yang akan berdampak pada timbulnya kecelakaan kerja (Martiwi,

dkk., 2017)

b. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

45
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu

bentuk upaya mewujudkan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas

lingkungan, sehingga dapat melindungi tempat kerja dan terhindar dari

kecelakaan kerja, serta pada akhirnya meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak hanya menimbulkan korban

jiwa, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi pekerja dan

pengusaha, tetapi juga merusak seluruh proses produksi, merusak

lingkungan, dan berdampak pada masyarakat luas. (Bando, dkk., 2020).

Produksi yang aman adalah cara utama untuk mencegah kecelakaan,

kecacatan, dan kematian karena cedera terkait pekerjaan. Keamanan

kerja yang baik adalah pintu gerbang menuju keselamatan karyawan.

Selain berdampak langsung pada pekerja, kecelakaan industri juga

menimbulkan kerugian tidak langsung yaitu kerusakan lingkungan

kerja. Pekerja yang bekerja di perusahaan membutuhkan perlindungan.

Perlindungan pekerja mencakup berbagai aspek, yaitu perlindungan

keselamatan, kesehatan dan moral di tempat kerja, serta perlakuan yang

sesuai dengan martabat manusia dan standar agama. Perlindungan ini

dirancang untuk memastikan pekerja melakukan pekerjaan sehari-hari

dengan aman dan meningkatkan produksi (Suma’mur dalam Rudyarti,

2017).

Konsep dasar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah

melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja saat melakukan

pekerjaan dengan cara mengendalikan potensi bahaya di lingkungan

46
tempat kerja. Jika semua potensi bahaya dikendalikan dan memenuhi

standar keselamatan, hal itu akan berkontribusi pada lingkungan kerja

yang aman dan sehat serta proses produksi yang lancar, yang pada

akhirnya akan mengurangi risiko kerugian dan memengaruhi

produktivitas.. Menurut International Association of Safety

Professional, Filosofi K3 terbagi menjadi 8 filosofi, yakni:

a. Safety is an ethical responsibility, K3 adalah tanggung jawab

moral/etik. Masalah K3 hendaklah menjadi tanggung awab moral

untuk menjaga keselamatan sesama manusia.

b. Safety is an ethical responsibility, K3 adalah tanggung jawab

moral/etik. Masalah K3 hendaklah menjadi tanggung awab moral

untuk menjaga keselamatan sesama manusia. K3 bukan sekedar

pemenuhan perundangan atau kewajiban.

c. Management is responsible, manajemen perusahaan adalah yang

paling bertanggung jawab mengenai K3.

d. Employee must be trained to work safety, setiap tempat kerja

memiliki karakteristik dan persyaratan K3 yang berbeda. K3 harus

ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan.

e. Safety is a condition of employment, kondisi K3 dalam perusahaan

adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam

perusahaan.

f. All injuries are preventable, prinsip dasar dari K3 adalah semua

kecelakaan dapat dicegah karena kecelakaan ada sebabnya.

47
g. Safety program must be site specific, program K3 harus dibuat

berdasarkan kebutuhan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat

kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur,

kemampuan finansial, dll.

Safety is good business, melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai

pemborosan atau biaya tambahan. Kinerja K3 yang baik akan

memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan (Tim K3 FT UNY,

2014).

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) berkomitmen untuk

menciptakan suasana kerja yang aman, nyaman dan produktivitas

tertinggi. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di segala bidang

pekerjaan sangatlah penting, tidak terkecuali proyek gedung seperti

apartemen, hotel, pusat perbelanjaan, dan lain-lain, karena penerapan

K3 dapat mencegah dan mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit

akibat pekerjaan. (Waruwu & Yuamita, 2016).

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2018 Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang

selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya

pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Lingkungan

kerja merupakan aspek kebersihan tempat kerja yang meliputi faktor

fisik, kimiawi, biologis, ergonomis dan psikologis yang mempengaruhi

keselamatan dan kesehatan tempat kerja. Keselamatan dan Kesehatan

48
Kerja Lingkungan Kerja yang selanjutnya disebut dengan K3

Lingkungan Kerja adalah semua kegiatan untuk menjamin dan

melindungi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja dengan cara

mengendalikan lingkungan kerja dan melaksanakan tindakan higienis di

tempat kerja. (Permenaker, 2018).

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) telah menjadi standar

penilaian perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja sangat erat

kaitannya dengan kelangsungan operasional perusahaan, oleh karena itu

apabila perusahaan tidak melaksanakan peraturan tersebut maka akan

dianggap tidak bermutu dan tidak peduli dengan keselamatan dan

kesehatan pekerja. Keselamatan kerja (Occupational Safety) yang

sehari-hari disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmaniah maupun rohaniah pekerja pada khususnya dan manusia pada

umumnya.

Keselamatan kerja sangat erat kaitannya dengan mesin, perkakas

kerja, material dan proses, tempat kerja dan lingkungan, serta cara kerja

di perusahaan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja yang dimaksud merupakan kejadian atau kejadian

yang tidak diinginkan yang akan merugikan manusia atau dalam hal ini

pekerja, dan dapat merusak harta benda. (Darmayanti, 2018).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) antara:

49
a. Beban kerja

Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga

upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya

perlu diperhatikan.

b. Kapasitas kerja

Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,

keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan

sebagainya.

c. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik,

ergonomik, maupun psikososial (Putri, 2018).

K3 memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah :

a. Agar setiap pegawai mendapatjaminan keselamatan dan kesehatan

kerja, baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-

baiknya

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya

d. Agar ada jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

gizi pegawai

e. Agar meningkatan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi

kerja

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan atau kondisi kerja

50
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Manfaat penting dalam penerapan K3, yaitu :

a. Perlindungan karyawan, tujuan inti penerapan sistem manajemen

K3 adalah memberi perlindungan kepada pekerja.

b. Memperlihatkan kepatuhan pada Peraturan dan Undang - undang.

Perusahaan telah menunjukan itikad baiknya dalam memenuhi

peraturandan perundang - undangan sehingga dapat beroperasi

normal tanpa menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan.

c. Mengurangi Biaya

d. Sistem Manajemken K3, dapat mencegah terjadinya kecelakaan,

kerusakan, atau sakit akibat kerja, sehingga dapat mengurangi

biaya

e. Sistem Manajemen K3, dapat mencegah terjadinya kecelakaan,

kerusakan, atau sakit akibat kerja, sehingga dapat mengurangi

biaya seperti premi asuransi

f. Membuat sistem menejemen yang efektif

g. Adanya prosedur yang terdokumentasi maka segala aktivitas dan

kegiatan yang terjadi akan terorganisir, terarah dan berada dalam

koridor yang teratur. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan

pelanggan

h. Dengan adanya pengakuan penerapan Sistem Manajemen K3, citra

organisasi terhadap kinerjanya akan semakin meningkat, dan tentu

51
ini akan berdampak kepada peningkatan kepercayaan pelanggan

(Korneilis dan Gunawan, 2018)

I. Kerangka Teori

Faktor Manusia
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Penggunaan APD
4. Pengetahuan
5. Pelatihan K3
6. Peraturan K3

Faktor Lingkungan
1. Kebisingan Kecelakaan
2. Suhu Udara
Kerja
3. Penerangan
4. Lantai Licin

Faktor Peralatan
1. Kondisi Mesin
2. Letak Mesin

1. Lack of Control and


Management (Standard
Kerja)
2. Basic Concepts and
Origins
3. Immediate Causes and
Sympton (Unsafe Acts and
Unsafe Condition)
4. Accident and Contact
5. Injury Damage and Loss

Sumber : Wahyudi (2018) & Teori Domino Frank E. Bird

52

Anda mungkin juga menyukai