Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera. Bagian ini ikut
memasok darah ke retina.1.
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu
permukaan pipih dengan aperture bulat yang terletak ditengah pupil. Khoroid
adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera.1.
Gejala traktus evealis tergantung tempat terjadinya penyakit itu. Misalnya
karena terdapat serabut-serabut nyeri di iris, pasien dengan iritis akan mengeluh
sakit dan fotofobia. Penyakit koroid sendiri tidak menimbulkan sakit atau
penglihatan kabur. Karena dekatnya koroid pada retina, penyakit koroid selalu
melibatkan retina (misalnya: korioretinitis). Jika daerah macula retina terkena,
penglihatan sentral akan terganggu. Vitreus juga dapat menjadi keruh sebagai
akibat infiltrasi sel dari bagian koroid dan retina yang meradang.2

Anatomi Traktus Uvealis


Traktus Uvea (juga dikenal sebagai lapisan pigmentasi vaskuler, tunica
vaskulosa, dan uvea) berasal dari bahas latin, yaitu: uva (anggur) karena warna
nya gelap dan bentuk dari strukturnya seperti anggur. Struktur traktus uvea ini
sendiri terdiri atas iris, badan silier, dan koroid.1,3
Koroid merupakan segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid
tersusun atas 3 lapisan pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin
dalam pembuluh terletak dibelakang koroid, semakin lebar lumennya. Bagian
pembuluh darah koroid dikeanal sebagai khoriokarpikalis. Darah dari pembuluh
darah khoroid dialirkan melalui empat vena vorteks, satu di masing-masing
kuadran posterior. Khoroid disebelah dalam dibatasi oleh membrane Bruch dan
disebelah luar oleh sclera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera.
Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, koroid
bersambung dengan korpus siliaris.1

1
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, dan multi
lapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hamper sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir
di tepi ora serata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid, dan
sclera.1

Gambar 1. Anatomi Traktus Uvea3

Uveitis
Radang uvea atau uveitis adalah istilah umum untuk peradangan jaringan
uvea.4 Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapat mengenai satu
atau ketiga bagian secara bersamaan. Gejala penyakit uveitis inipun tergantung
tempat terjadinya penyakit itu. Uveitis bisa terjadi pada bagian anterior (dikenal
dengan uveitis anterior) melibatkan organ-organ seperti: iris dan badan siliar. Jika
terkena pada bagian posterior (dikenal dengan uveitis posterior) melibatkan organ

2
koroid. Namun, pada uveitis posterior, retina juga hamper selalu terinfeksi secara
sekunder. Ini dikenal dengan chorioretinitis. Dan, jika mengenai dan melibatkan
organ-organ di seluruh traktus uvealis, dikenal dengan istilah uveitis difus.2

Klasifikasi uveitis5

1. Berdasarkan lokasi utama dari bercak peradangan


a. Uveitis anterior : meliputi iritis, irido siklitis dan uveitis intermediate
b. Uveitis posterior : koroiditis, chorioretinitis (bila peradangan koroidnya
lebih menonjol), retinokoroiditis (bila peradangan retinanya lebih
mennjol), retinitis, dan uveitis diseminata
c. Uveitis difus atau pan uveitis

2. Berat dan perjalanan penyakit


a. Akut
b. Sub akut
c. Kronik
d. Rekurens

3. Patologinya
a. Non granulomatosa
b. granulomatosa

4. Demografi, lateralitas dan factor penyebab


a. Distribusi menurut umur
b. Distribusi menurut alat kelamin
c. Distribusi suku bangsa atau ras
d. Unilateral atau bilateral
e. Penyakit yang menyertai atau mendasari

5. Penyebab yang diketahui


a. Bakteri: tuberkulosa, sifilis

3
b. Virus: herpes simpleks, hepes zoster, CMV, penyakit Vogt-koyanagi-
harada, sindrom behcet
c. Jamur: kandidiasis
d. Parasit: toksoplasma, toksokara
e. Imunologik: lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
f. Penyakit sistemik: penyakit kolagen, atritis rematoid, multiple sclerosis,
sarkoiditis, penyakit vaskuler.
g. Neoplastik: limfoma, reticulum cell sarcoma
h. Lain-lain: AIDS

Pada uveitis posterior, organ yang terlibat adalah koroid dan sering juga
melibatkan retina. Retina dan koroid dipengaruhi sejumlah penyakit infeksi dan
non-infeksi. Kebanyakan kasus uveitis posterior bersamaan dengan salah satu
bentuk penyakit sistemik. Penyebab uveitis posterior seringkali dapat ditegakkan
berdasarkan: Morfologi lesi, Cara onset dan perjalanan penyakit, atau
Hubungannya dengan penyakit sitemik.2

Gambar 2. Klasifikasi organ-organ uveitis3

PEMBAHASAN
1. Definisi

4
Chorioretinitis (CR) adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
traktus uvealis bagian posterior, yaitu koroid.6 Istilah chorioretinitis sering di sama
artikan dengan uveitis posterior. Pada uveitis posterior, retina juga hampir selalu
terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal dengan chorioretinitis.2

Gambar 3. Uveitis Posterior6

2. Epidemiologi
 Frekuensi
Di Amerika serikat, penyebab paling umum uveitis posterior
(Chorioretinitis) adalah retinitis sitomegalovirus, toksoplasmosis, penyakit
Behcet, dan penyakit Vogt-Koyanagi Harada.2,6

 Mortalitas/Morbiditas
Jika terjadi suatu kondisi dimana tidak berespon terhadap
pengobatan, chorioretinitis bisa menyebabkan kehilangan penglihatan
partial ataupun total. Morbiditas dapat menyebabkan kerusakkan sistem-
sistem organ utama, khususnya kerusakkan otak (contohnya;
keterlambatan perkembangan, seizures). Mortalitas pada chorioretinitis
tergantung pada keprogesivan penyakit ini. 6

 Umur
Chorioretinitis congenital terjadi pada awal perkembangan
kelahiran. Chorioretinitis didapat dapat terjadi pada semua umur.6

5
Chorioretinitis pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh
sindorm samara seperti retinoblastoma atau leukemia. Penyebab
chorioretinitis pada kelompok umur ini adalah infeksi sitomegalovirus,
toksoplasmosis, sifilis, retinitis, herpes dan infeksi rubella.2
Dalam kelompok umur 4 – 15 tahun, penyebab chorioretinitis
termasuk toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediet, infeksi
sitomegalovirus, sindrom samara, panensefalitis sklerosis subakut dan
kurang sering infeksi bakteri atau fungi pada segmen posterior.2
Dalam kelompok umur 16 – 40 tahun, yang termasuk diagnosis
diferensial adalah toksoplamosis, penyakit Behcet, sindro Vogt-Koyanagi-
Harada, sifilis, endoftalmitis candida dan kurang sering, infeksi bakteri
endogen.2
Pasien chorioretinitis dan berumur diatas 40 tahun mungkin
menderita sindrom nekrosis retina akut, toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus, retinitis, sarcoma sel reticulum atau krioptokokosis.2

3. Etiologi
Uveitis Posterior (Chorioretinitis) dapat disebabkan oleh:6
 Penyakit Infeksi
-
Virus
CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus
epstein barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut
-
Bakteri
Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan
endemic, nocardia, neisseria meningitidis, mycobacterium avium-
intracellulare, yersinia, dan borrelia (penyebab penyakit Lyme).

-
Fungus
Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
-
Parasit
Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.

6
 Penyakit Non Infeksi
-
Autoimun
Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis
nodosa, oftalmia simpatis, vaskulitis retina
-
Keganasan
Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi
metastatik
-
Etiologi tak diketahui
Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid
multifokal akut, retinopati “birdshot”, epitellopati pigment retina

4. Patofisiologi
Chorioretinitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun reaksi radang
lainnya. Proses inflamasi ini akan menyebabkan perubahan kondisi di strukur
uvea itu sendiri. Bila peradangan chorioretinitis terjadi di bagian perifer, maka
tidak akan mengganggu pada tajam penglihatan. Tajam penglihatan pada keadaan
ini hanya terjadi pada akibat penyerbukan sel radang ke dalam badan kaca atau
media penglihatan. Makin tebal kekeruhan, akan mengakibatkan bertambah
beratnya penurunan ketajaman penglihatan. Radang infeksi ini biasanya
disebabkan infeksu yang meluas, seperti tuberculosis dan infeksi fokal lainnya.8
Bila peradangan mengenai daerah macula lutea, maka penglihatan akan
cepat menurun tanpa terlihat tanda kelainan dari luar. Biasanya radang sentral ini
disebabkan karena infeksi congenital akibat toxoplasmosis. Akibat terbentuknya
jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan organisasi yang merusak seluruh
susunan jaringan koroid dan retina. Jaingan fibrosis ini akan berwarna pucat putih.
Warna putih ini juga terjadi akibat sclera terlihat melalui koroid yang menipis.
Biasanya bersama-sama dengan keadaan ini terjadi pergeseran pigmen koroid.8

7
Gambar 4. Area pada Uveitis Posterior9

5. Manifestasi Klinis dan Diagnosis


 Umur pasien
Penyakit koroiditis ini sendiri disesuaikan dengan epidemiologi
pada umur-umur tertentu.2

 Lateralisasi
Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat
toksoplasmosis, kandidiasis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut
atau infeksi bakteri endogen.2

 Gejala
1. Penurunan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis
uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis
banding.2

2. Injeksi mata
Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang
terkena. Jadi gejala ini jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada
histoplasmosis.2

8
3. Sakit
Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina
akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, sikleritis posterior, dan pada
kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien toksoplasmosis,
toksokariasis dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai
glaucoma umumnya tanpa rasa sakit pada mata. Penyakit segmen
posterior noninfeksi lain yang khas tidak sakit adalah epiteliopati
pigmen plakoid multifocal akut, koroiditis geografik dan sindrom
Vogt-Koyanagi-Harada.2

4. bintik terbang (floater)5,6,7,8

5. fotofobia5.6.7

 Tanda
Tanda yang penting untuk diagnose uveitis posterior adalah
hipopion, pembentukan granuloma, glaucoma, vitritis, morfologi lesi,
vaskulitis, hemolagi retina dan parut lama.2

1. Hipopion
Penyakit segmen posterior yang menunjukkan perubahan-
perubahan peradangan dalam uvea anterior disertai hipopion adalah
leukemia, penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis dan infeksi bakteri
endogen.2

2. Jenis uveitis
Uveitis granulomatoa anterior dapat disertai kondisi yang
mengenai retina posterior dan koroid. Sarkoidosis, tuberculosis,
toksoplasmosis, sifilis, sindrom Vogt-Kayanagi-Harada dan oftalmia
simpatis dapat menimbulkan perubahan peradangan dalam segmen
posterior mata dan umumnya disertai KP “mutton fat”. Sebaliknya,
uveitis posterior nongranulomatosa dapat menyertai penyakit Behcet,

9
epiteliopati pigmen plakoid multifocal akut, brucellosis, sarcoma sel
retikulu dan sindrom nekrosis retina akut.2

3. Glaucoma
Sindroma sekunder mungkin terjadi pada pasien sindrom nekrosis
retina akut, toksoplasmosis, tuberculosis atau sarkoiditis.2

4. Vitritis
Peradangan corpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior.
Peradangan dalam vitreum berasal dari focus-fokus radang disegmen
posterior mata. Peradangan dalam vitreus tidak terjadi pada pasien
koroiditis geografik atau histoplasmosis. Sedikit sel radang dalam
vitreus terlihat pada pasien sarcoma sel reticulum, infeksi
sitomegalovirus dan rubella dan pada beberapa kasus toksoplasmosis
dengan focus-fokus lesi kecil pada retina. Sebaliknya , peradangan
berat dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada
tuberculosis, toksokasiasis, sifilis, penyakit Behcet, nonkardiosis dan
toksoplasmosis dan pada pasien endoftalmitis bakteri atau kandida
endogen.2

5. Morfologi dan Lokasi Lesi


a. Retina
Retina adalah sasaran utama banyak jenis agen infeksi.
Toksoplasmosis adalah contoh khas, yang terutama menimbulkan
retinitis dengan peradangan koroid didekatnya. Selain ini, infeksi
sitomegalovirus, virus herpes, virus rubella, dan virus rebeola pada
umumnya mengenai retina secara primer dan lebih banyak
mnyebebkan retinitis daripada koroiditisnya.2

b. Koroid
Pada pasien tuberculosis, koroid adalah sasaran utama
proses granulomatosa yang juga mengenai retina. Pasien
tuberculosis mungkin menunjukkan koroiditis geografik.
Sebalikya, pasien dengan dengan sindrom histoplasmosisokuler

10
memiliki banyak lesi mirip uang logam kecil yang tidak pernah
mengeruhkan vitreus diatasnya. Sering ada tanda parut peripapiler
dan lesi macular yang berakibat neovaskularisasi subretina. Pada
umumnya, tidak ada tanda penyakit sistemik pada pasien dengan
sindroma histoplasmosis okuler, namun sinar-X toraks dapat
menunjukkan adanya disseminasi dan pekapuran diperifer paru.
Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit atau
tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita penyakit sistemik.
Koroid, sebaliknya, terlibat secara primer pada oftalmia simpatis
dan penyakit Lyme.2

c. Ciri morfologi
Lesi aktif pada berbagai penyakit yang menyebabkan
uveitis posterior bervariasi bentuknya, ada yang geografik dan
yang lain punctata atau nummular . lesi geografik terlihat pada
retinitis sitomagalovirus, tuberculosis, toksokariasis, koroiditis
geografik dan sindroma nekrotik retina akut. Lesi pnctata atu
nummular terlihat pada pasien dengan infeksi virus Epstein-Barr,
rubella, rubeola, penyakit Behcet, epiteliopati pigmen plakoid
multifocal akut (AMPPE) dan toksoplasmosis. Pada sindrom Vogt-
Kayanagi-Harada dan oftalmia simpatis, tampak nodul Dalen-
Funchs. Sarkoiditis merusak sembarangan jaringan mata dan dapat
menunjukkan lesi geografik, vaskulitis retina dan candle wax
drippings, eksudat yang khas disepanjang pembuluh darah retina.
Pada pasien infeksi sitomegalovirus, herpes simplek, rubella,
rubeola dan sindrom nekrosis retina akut lesi ini semata-mata
diretina dengan sedikit atau tanpa peradangan pada jaringan
didekatnya. Pada pasien dengan infeksi virus Epstein-Barr,
histoplasmosis, tuberculosis, sifilis, sifilis nonendemik dan
kriptokokosis, lesi radangnya koroidal dan multifocal. Sebaliknya
pada pasien sindrom Vogt-Kayanagi_Harada dan AMPPE, lesi itu
terdapat diepitel pigmen retina. Lesi putih nekrotik meninggi

11
terdapat pada pasien retinitis kandida dan toksoplasmosis. Selain
itu, pasien retinitis kandida dapat pula menunjukkan tampilan
string of pearls didalam vitreus selain kekeruhan mirip bola salju
mengapung didalam vitreus. Ablasio retina eksudatif secara khas
terlihat pada pasien dengan sindrom Vogt-Kayanagi-Harada dan
penyakit Lyme. Koroiditis difus terlihat pada sindrom vogt-
kayanagi-harada, oftalmia simpatis, leukemia dan penykit lyme.2

e. Trauma
Riwayat trauma penting untuk menyingkirkan benda asing
intraokuler atau oftalmia simpatis pada pasien dengan uveitis,
trauma bedah termasuk operasi rutin termasuk ekstraksi katarak,
dapat memasukkan mikroorganisme kedalam mata. Infeksi berat
seperti endoftalmitis stafilokok, bila tidak diobati dapat merusak
seluruh struktur intern mata.2

f. Modus onset
Onset uveitis posterior bias akut dan mendadak atau lambat
tanpa gejala. Penyakit pada segmen posterior mata yang onsetnya
mendadak adalah retinitis toksoplasmi, ekrosis retina akut dan
infeksi bacterial. Kebayakan penyebab uveitis posterior yang lain
beronset diam-diam.2

Serta, dapat pula ditemukan tanda-tanda lain, seperti:


-
edema papil
-
perdarahan retina
-
vascular sheating7

Pemeriksaan Funduskopi

12
Pada pemeriksaan funduskopi koroid akan terlihat daerah yang meradang
berwarna kuning akibat tertimbunnya sel radang. Gambaran pembuluh darah
diatasnya atau retina semakin jelas terlihat pada dasar fundus yang lebih pucat ini.
Bila sel badan koroid masuk ke dalam retina, maka retina akan lebih pucat.
Pembuluh darah retina akan terbungkus sel radang yang akan mengakibatkan
warna pembulub darah ini tidak cerah lagi.8

Gambar 5. Hasil pemeriksaan Funduskopi4

6. Diagnosis Banding
Diagnosis Banding pada Chorioretinitis, yaitu:6

 Lymphocytic
 Aspergillosis Choriomeningitis
 Neonatal Lupus and
 Atypical Mycobacterial Cutaneous Lupus Erythematosus in
Infection Children
 Bruton
Agammaglobulinemia  Rubella
 Candidiasis  Sarcoidosis
 Severe Combined
 Catscratch Disease Immunodeficiency
 Chronic Granulomatous
Disease  Syphilis

13
 Cytomegalovirus  Systemic Lupus
Infection Erythematosus
 Echovirus  Toxocariasis
 Enteroviral Infections  Toxoplasmosis
 Herpes Simplex Virus
Infection  Tuberculosis
 Histoplasmosis  Varicella
 Human
Immunodeficiency Virus  Yersinia Enterocolitica
Infection Infection
 Juvenile Rheumatoid
Arthritis
 Lyme Disease

7. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium ini mencakup: darah rutin; pemurunan
dari eritrosit, leukosit, trombosit, Test Fungsi hati, Tes Fungsi ginjal2,6

 Pemeriksaan PCR, teter immunoglobulin spesifik, kultur.


Pemeriksaan ini ditujukan untuk menentukan kausa dari penyebab
chorioretinitis ini.6

 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini juga ditujukan untuk membantu menentukan
kausa dari penyebab chorioretinitis, misalnya: foto polos dada untuk
melihat apakah paru-parunya juga mengalami infeksi akibat
Mycobacterium Tuberkulosis.6
 Pemeriksaan Histopatologi

14
Biasanya pada hasil biopsy, ditemukan adanya infiltrasi limfosit,
ataupun perubahan granulomatosus.6

8. Tatalaksana
Pada prinsipnya pengobatan tergantung dari penyebabnya dan ditujukan
untuk mempertahankan penglihatan sentral, mempertahankan lapang pandangan,
mencegah atau mengobati perubahan-perubahan struktur mata yang terjadi seperti
katarak, glaucoma sekunder, sinekia posterior, kekeruhan badan kaca, ablasia
retina dan sebagainya.5
Medikamentosa yang sering dipakai pada Chorioretinitis yaitu:
-
Steroid peri-ocular
-
Steroid sistemik (oral/injeksi)
-
Antibiotik  apabila penyebabnya bakteri, dan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya infeksi sekunder
-
Antiviral  apabila penyebabnya adalah virus.
-
Immunosupressant
-
Implant steroid intra vitreum (masih dalam penelitian)9

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat sering timbul akibat chorioretinitis ini adalah
glaucoma, katarak, dan ablatsi retina7

10. Prognosis
Pada prinsipnya, prognosis pada chorioretinitis ini tergantung dari etiologi dan
keberhasilan pengobatan.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

15
Korioretinitis bila sel radang koroid masuk kedalam retina, maka retina
akan pucat. Pembuluh darah retina akan terbungkus sel radang yang akan
mengakibatkan warna pembuluh darah ini tidak cerah lagi.
Bila peradangan korioretinitis terjadi dibagian perifer, maka tidak akan
banyak mengganggu pada tajam penglihatan. Biasanya disebabkan infeksi lues
dan TBC selain daripada reuma dan infeksi local lainnya.
Bila peradangan mengenai daerah macula lutea, maka penglihatan akan
cepat menurun tanpa terlihat tanda kelainan dari luar. Biasanya disebabkan infeksi
kongeital akibat toksoplasmosis.
Pengobatan korioretinitis selain daripada mencari penyebab juga diberikan
steroid.

REFERENSI

1. Riordan-Eva, Paul, 2000, Anatomi dan Embriologi Mata dalam


Oftalmologi Umum, Edisi Keempatbelas, Widya Medika: Jakarta. 7-9

16
2. Hodge, William G., 2000, Traktus Uvealis dan Sklera dalam Oftalmologi
Umum, Edisi Keempatbelas, Widya Medika: Jakarta. 160-164

3. E. Lang ,Gabriele dan Gerhard K. Lang, 2007, Uveal Tract (Vascular


Pigmented Layer) dalam Opthalmologhy – A Pocket Textbook Atlas,
Edisi Kedua, Thieme: Stuttgart - New York. 205-207

4. http://www.afv.org.hk/uveitis_e.htm
Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese
University of Hong Kong, Sept 2002
Diakses tanggal: 24 April 2010

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata, 2002, Radang Uvea dalam Ilmu


Penyakit Mata, Edisi kedua, CV. Agung Seto: Jakarta. 159-175

6. www.eMedicine.com/ Cystosarcoma Phyllodes.mht


Author: Ayesha Mirza, MD, Assistant Professor, Pediatric Infectious
Diseases, University of Florida College of Medicine Jacksonville
Coauthor(s): Diana E Guinazu, MD, Fellow in Pediatric Infectious
Diseases, University of Florida College of Medicine
Updated: Oct 16, 2009
Diakses tanggal: 16 April 2010

7. Ilyas, Sidarta, 2004, Penglihatan Turun Mendadak Tanpa Mata Merah


dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. 199

8. Ilyas, Sidarta, 2005, Korioretinitis dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata,


Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 144-145

9. http://www.uveitis.net/patient/posterior.php

17
Phil Hibbert B.D.S. L.D.S. R.C.S., dalam diskusi panel sub spesialis
uveitis.
last updated Aug 07
Diakses tanggal: 24 April 2010

18

Anda mungkin juga menyukai