Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH MODIFIKASI SIFAT FISIKOKIMIA TERHADAP

DISOLUSI TABLET DAN NILAI AUC OBAT


1. Tujuan Percobaan
a. Menguraikan penjelasan mengenai disolusi
b. Menampilkan praktek uji disolusi sediaan tablet

2. Tinjauan Pustaka
Obat sebagian besar merupakan senyawa eksogen yang berasal dari
luar tubuh, namun beberapa obat ada yang secara normal terdapat di dalam
tubuh (senyawa endogen). Pemberian obat yang merupakan senyawa endogen
ditujukan untuk mengatasi penyakit yang terjadi akibat kekurangan zat-zat
normal di dalam tubuh. Beberapa penyakit tersebut antara lain diabetes
mellitus (DM) akibat kekurangan insulin, hipotiroid akibat kekurangan tiroid,
dan kretinisme akibat kekurangan hormon pertumbuhan (Parfati, and Rani,
2018).
Bentuk sediaan obat pada dasarnya berfungsi untuk menghantar
molekul obat menuju ke tempat kerja obat (site of action; site of receptor)
melalui rute pemberian yang tepat untuk menghasilkan efek terapi yang
dikehendaki. Tujuan utama pembuatan bentuk sediaan (dosage forms) adalah
membuat desain untuk mencapai respon terapi yang dapat diprediksi dari suatu
obat dalam suatu proses formulasi, bahkan untuk manufaktur dalam skala besar
(Parfati, and Rani, 2018).
Obat dengan dosis yang sangat kecil atau bersifat sangat poten
membutuhkan suatu perantara bentuk sediaan yang memfasilitasi pengguna
memperoleh dosis secara tepat. Sebagian besar obat digunakan dalam jumlah
milligram untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Jumlah tersebut terlalu
kecil untuk dapat ditimbang (Parfati, and Rani, 2018).
Uji disolusi merupakan salah satu parameter uji yang dipersyaratkan
farmakope dalam rangka menjamin kualitas produk sediaan padat, seperti
tablet dan kapsul. Tujuan dilakukannya uji disolusi adalah untuk mengetahui
profil pelepasan zat aktif obat dari sediaannya dalam media pelarut dibawah
kondisi yang telah ditetapkan dan memastikan kualitas produk terjaga secara
terus menerus. Uji disolusi secara in vitro memperlihatkan korelasi yang baik
untuk memperkirakan ketersediaan hayati bahan aktif obat yang terlarut secara
in vivo. Pengembangan metoda disolusi yang mempunyai kekuatan
diskriminating dan tervalidasi, terutama untuk bahan aktif farmasi (BAF) yang
sangat sukar larut dalam air, sangat diperlukan untuk dapat memastikan uji
tersebut cukup handal dan berkorelasi dengan mutu produk (kurniawan,2013).
Disolusi sering merupakan faktor penentu proses absorpsi obat dalam
tubuh manusia, terutama apabila zat aktif tersebut mempunyai kelarutan yang
kecil dalam medium gastrik intestinal. Disolusi merupakan proses kinetik,
sehingga cerminan prosesnya diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat
aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu. Penggambaran
proses yang terjadi selama disolusi ini, sering diungkapkan dalam persamaan-
persamaan matematis yang terus dikembangkan oleh peneliti Disolusi adalah
proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sediaan obat ke dalam suatu
medium. Pada umumnya medium yang digunakan berupa air. (Fudholi, 2012).
Kecepatan disolusi dan kelarutan merupakan parameter
yang sangat penting dalam mendesain suatu sediaan farmasi khususnya
obat peroral. Kelarutan obat merupakan proses awal yang terjadi dalam cairan
pencernaan sebelum bahan obat diabsorbsi di tempat absorbsi obat
Sediaan yang tingkat kelarutannya tinggi maka kecepatan disolusi zat aktif
dari bentuk sediaan akan lebih cepat, sebaliknya sediaan yang
kecepatan disolusinya rendah maka kecepatan disolusi zat aktif dari
bentuk sediaan akan lebih lambat, sehingga laju absorbsi obat lebih lambat
dan menghasilkan bioavailabilitas yang rendah (Abdou, 1989). Obat
oral yang memiliki kecepatan disolusi yang rendah sering membutuhkan
dosis yang tinggi untuk memperbaiki absorbsi dan efektivitas obat yang
rendah agar mencapai konsentrasi terapeutik(Kusumo & Mita, n.d.).
Pengatasan dengan peningkatan dosis obat merupakan alternatif solusi yang
kurang aman sehingga peneliti telah banyak melakukan modifikasi
fisika, kimia, dan teknik lainnya untuk meningkatkan kecepatan disolusi
(Sagala, 2019).
3. Metode Percobaan
a. Alat
 Dissolution tester
 Spektrofotometer UV-VIS
 Pipet ukur
 Labu ukur 1000
 Gelas beaker
 Mortir dan stemper
 Chamber
 Gelas ukur
b. Bahan
 Tablet asam mefenamat 500 mg
 Cangkang kapsul
 Etanol
 NaOH 0,2 M
 NaOH
 Larutan dapar fosfat pH 7,2
 KH2PO4 0,2 M
 KH2PO4
 Aquadest

c. Cara Kerja Skematis

1. Pembuatan larutan KH2PO4

27,2 gram KH2PO4 ditimbang kemudian, masukkan ke dalam labu ukur


1000 ml, add aquadest sampai tanda batas.

Kocok hingga homogen


2. Pembuatan larutan NaOH 0,2
M

8 gram NaOH add aquadest sampai tanda batas dalam labu ukur

Pembuatan larutan dapar fosfat pH 7,2

250 ml KH2PO4 0,2 M ditambahkan aquadest dan NaOH 0,2M masukkan


dalam labu ukur 1000 ml aduk hingga homogen.

Kemudian ukur dengan pH

Jika pH belum mencapai 7,2 maka tambahkan NaOH sedikit


demi sedikit hingga mencapai pH 7,2.

3. Pembuatan kurva baku

Masukka 100 mg asam mefenamat ke dalam labu ukur 100 ml


add NaOH sampai tanda batas

Kemudian buat dengan beberapa konsentrasi ( 5,10,15,20,25 ppm


)
Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam
mefenamat 285 nm

Hasil yang diperoleh kemudian diplotkan dalam grafik hubungan


konsentrasi dengan absorbansi sehingga didapatkan persamaan
regresi linier y = a ± bx

3. Rekristalisasi

2,5 gram asam mefenamat dilarutkan dalam etanol dan diuapkan


hingga terbentuk kristal

Kemudian masukkan ke dalam cangkang kapsul

Lakukkan uji disolusi dengan metode keranjang

4. Dispersi padat

Asam mefenamat + zat pendisperi ( urea ) dilarutkan dengan


etanol hingga terbentuk serbuk kemudian masukkan dalam
cangkang

Lakukkan uji disolusi dengan metode keranjang


5. Penentuan profit disolusi

Wadah disolusi ( chamber ) diisi dengan air dan atur suhu pada
37° C

Kemudian chamber diisi medium disolusi sebanyak 900 ml

Sampel tablet dimasukkan dalam chamber yang sudah terisi


medium disolusi kemudian alat disolusi diatur pada kecepatan 50
rpm

Larutan diambil sebanyak 5 ml, pada menit ke 5, 10, 15, 30, dan
45.

Setiap pengambilan harus digantikan dengan medium lagi


dengan volume dan suhu yang sama.

Masing-masing larutan diukur serapannya pada panjang


gelombang maksimum 285 nm dengan spektrofotometer UV-VIS

Kemudian tentukan kadar zat aktif yang terdisolusi per satuan


waktu menggunakan kurva kalibrasi

Kadar zat aktif yang terdisolusi dapat dihitung denga cara :


Menghitung nilai x ( ppm ) menggunakan persamaan regresi
linier y = ±

a ± bx
x=(y± a)/±b y absorbansi sampel

Menghitung nilai C (mg) menit pencuplikan C = ( X*


Volume medium* FP) / 1000

Menghitung faktor koreksi (FK)


FK = ( volume pencuplikan / volume medium )* C menit
sebelumnya

Menghitung kadar obat (mg) terdisolusi


Kadar obat (mg) terdisolusi = C = FK kumulatif

Menghitung % kadar terdisolusi


% kadar terdisolusi = ( mg terdisolusi / mg zat aktif )*100%
4. Daftar Pustaka
Sagala, R.J., 2019. Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi
Dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal
of Pharmacy)(e-Journal), 5(1), pp.84-92.
Fudholi, A. 2012. Disolusi dan Pelepasan Obat In-Vitro. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta. Hal 1-7, 59-114, 137-156.
Parfati, N., & Rani, K. C. (2018). Buku Ajar Sediaan Tablet Orodispersibel.

Anda mungkin juga menyukai