Anda di halaman 1dari 8

Risalah HUKUM Fakultas Hukum Unmul, Desember 2008, Hal. 120 - 127 Vol. 4, No.

2
ISSN 021-969X

Reduksi Otonomi Seluas-Luasnya Dalam Undang-undang Nomor 32


Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Extensively Autonomy Reduction in Pursuant to Undang-undang


Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)

ACHMAD AZIS
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo
Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan
e-mail: bagaskoro_azis@yahoo.com

ABSTRACT

Article 18 in Amandement of Indonesia’s Constitution (UUD 1945) recognizes authority of local


government by which it regulates it’s authority by self government, that was regulated in
Constitution. Article 18 section (5) of Indonesia’s Constitution explained that local government can
apply it’s autonomy to regulate authories in line with the Constitution except those remarked as
the authorities of central government. Meanwhile, Act of 32 of 2004 applied principle of autonomy
of local goverment that has reducted. Based on this explanation, the aim of this research is the first
attempt to analyze principle of autonomy of local goverment in Constitution and secondly to
analyze the implimentation of local government authority according to Act of 32 of 2004. This
research applies an inquiry of analytical jurisprudence paradigm. This methode has applied
to research “the existing national law in its day to day practice, and the law in action” of each
system, therefore this is explanatoris and analysis research.

Key words: otonomi (autonomy), pemerintahan daerah (local government)

PENDAHULUAN Amandemen UUD NRI 1945 menyatakan


secara tegas mengenai bentuk dan susunan
A. Latar Belakang Masalah pemerintahan daerah dalam kerangka Negara
Ketentuan Pasal 181 Undang-Undang Kesatuan Republik Indonesia.
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945
(UUD NRI 1945) memberikan hak kepada menyebutkan bahwa pemerintahan daerah
pemerintahan daerah untuk mengatur merupakan daerah otonom yang dapat
kewenangannya2. Dengan ketentuan ini menjalankan urusan pemerintahan dengan
otonomi yang seluas-luasnya serta mendapat
hak untuk mengatur kewenangan
1
Amandemen UUD 1945 yang kedua dilakukan pemerintahannya kecuali urusan pemerintahan
melalui Sidang Tahunan MPR yang yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
diselenggarakan mulai tanggal 7 s/d 18 Agustus urusan Pemerintah Pusat. Sekalipun sifat
2000, di samping menghasilkan Perubahan Kedua otonomi itu seluas-luasnya, namun terdapat
UUD 1945 juga menghasilkan sembilan urusan-urusan tertentu yang menjadi urusan
Ketetapan MPR. Lihat Sri Soemantri M, 2006, Pemerintah Pusat sebagaimana terumuskan
Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, dalam kalimat “kecuali urusan pemerintahan
Alumni, Bandung, hlm. 291.
2 yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
Istilah “kewenangan” sering disejajarkan dengan
istilah “wewenang”. Dalam istilah hukum urusan Pemerintah Pusat”, sehingga ketentuan
Belanda “wewenang” digunakan dalam bentuk ini menjadi dasar yuridis ketentuan peraturan
kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah perundang-undangan yang berlaku, yakni
“bevoegheid”. Lihat Abdul Rasyid Thalib, 2006, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Wewenang Mahkamah Konstitusi Dan
Implikasinya Dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 210.
Vol. 4, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 121

tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (5)
Tahun 2004). UUD 1945 dan Pasal 10 UU No. 32 Tahun
Terkait dengan ketentuan yang 2004, secara implisit prinsip ini menyebutkan
mengatur urusan Pemerintah Pusat disebutkan bahwa pembagian kewenangan antara Pusat
dalam Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun dan Daerah menganut residual power on local
2004 bahwa urusan pemerintahan yang governments. Namun, bila mencermati
menjadi urusan Pemerintah Pusat adalah : (a) kewenangan yang berkaitan dengan
Politik luar negeri; (b) Pertahanan; (c) pembagian urusan dalam Pasal 11 ayat (3) UU
Keamanan; (d) Yustisi; (e) Moneter dan fiskal No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
nasional; dan (f) Agama. Bila menganut teori urusan tersebut dikelompokkan atas urusan
residual power maka selain urusan Pemerintah yang bersifat wajib dan urusan yang bersifat
tersebut merupakan urusan pemerintahan pilihan.4 Sedangkan, dalam penjelasan UU No.
daerah. Tampaknya, teori ini lebih tepat 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pembagian
disandangkan pada Undang-Undang Nomor urusan pemerintahan daerah bersifat konkuren
22 Tahun 1999(UU No. 22 Tahun 1999) yang berarti urusan pemerintahan yang
tentang Pemerintahan Daerah. Sebagaimana penanganannya dalam bagian atau bidang
disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) yang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara
menyatakan bahwa Kewenangan Daerah Pemerintah dan pemerintahan daerah.
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang Ditegaskan pula bahwa untuk membagi urusan
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam pemerintahan secara proporsional antara Pusat,
bidang politik luar negeri, pertahanan Pemerintahan Daerah Provinsi dan
keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota maka
serta kewenangan bidang lain. disusunlah kriteria-kriteria, yaitu kriteria
Sedang mengenai asas pemerintahan eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi.
disebutkan dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945
yang menguraikan bahwa Pemerintahan B. Perumusan Masalah
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota Berpijak dari uraian tersebut, tulisan ini
mengatur dan mengurus sendiri urusan dimaksudkan untuk membahas beberapa hal
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas berikut, yaitu Prinsip penyelenggaraan
pembantuan. Secara teoretis di dalam literatur, pemerintahan daerah menurut UUD NRI 1945
pengertian otonomi adalah kebebasan dan dan prinsip penyelenggaran pemerintahan
kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004.
untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan
pemerintahan. Adapun pengertian otonomi PEMBAHASAN
daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah
: “hak, wewenang, dan kewajiban daerah Secara historis, perumusan bentuk dan
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri susunan negara yang dilakukan oleh Badan
urusan pemerintahan dan kepentingan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan
perundang-undangan”. Perumusan ini, Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam
memiliki paradigma yang berbeda dengan pembahasan naskah UUD 1945 adalah
ketentuan yang terdapat dalam UU No. 22 Negara Kesatuan (eenheidsstaat). Dalam
Tahun 1999, yaitu :“Otonomi daerah adalah perumusan itu bentuk dan susunan negara
kewenangan daerah otonom untuk mengatur Indonesia meliputi Negara Kesatuan
dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
Dalam Lingkungan Negara Kesatuan RI
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
perundang-undangan”.3 Penataran Singkat Hukum Laut Internasional
Universitas Padjadjaran. (Bandung 11-16
Desember 2006).
3 4
Kuntana Magnar, Kedudukan Daerah Otonom Lihat Pasal 11,13 dan 14 UU No. 32 tahun 2004.
122 ACHMAD AZIS Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

(eenheidsstaat) atau Negara Serikat dengan teori residual power on central


(bondstaat) atau Negara Persekutuan government ini biasa dianut oleh Negara
(federatie/staatbond), lalu disepakati bahwa Canada. Sedangkan pola ultra vires dikenal
bentuk dan susunan negara Indonesia adalah dengan teori residual power on local
Negara Kesatuan5. Karena bentuk negara government, sistem ini biasa dianut oleh
eenheidsstaat, maka di dalam lingkungan Negara Amerika. Kedua pola ini dalam
Indonesia tidak dimungkinkan adanya daerah pembagian urusan pemerintahan disebutkan
yang berbentuk staat pula. Bila ditelaah lebih secara langsung di dalam konstitusi.
dalam, the founding fathers dalam
merumuskan UUD 1945 belum menjelaskan 1. Prinsip Penyelenggaraan Pemerinta-
bagaimana ciri Negara Kesatuan, yaitu han Daerah Menurut UUD 1945
menyangkut kewenangan yang diberikan Ketentuan Pasal 18 UUD NRI 1945
kepada Pemerintah dan pemerintahan memberikan hak kepada pemerintahan daerah
daerah. Soal kewenangan pemerintahan, untuk mengatur kewenangannya. Pemberian
Soepomo menyatakan bahwa kewenangan kewenangan secara konstitusional mengenai
apa yang diserahkan kepada Pemerintah bentuk pemerintahan daerah merupakan
Pusat dan pemerintahan daerah, baik besar bentuk pembatasan kekuasaan Pemerintah
maupun kecil, itu semua tergantung pada terhadap Daerah atas dasar territorial. Sebagai
doelmatigheid, berhubungan dengan tempat dasar konstitusional, UUD 1945 menegaskan
dan waktunya 6. bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan
Miriam Budiardjo menyebutkan daerah menganut asas desentralisasi.
bahwa esensi Negara Kesatuan adalah Disebutkan dalam Pasal 18 ayat (2)
kekuasaan terletak pada Pemerintah Pusat. bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah
Pemerintah Pusat berwenang menyerahkan kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
kekuasannya kepada daerah berdasarkan hak sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi. Kedaulatannya, baik kedaulatan ke otonomi dan tugas pembantuan. Dalam
dalam maupun ke luar, sepenuhnya terletak ketentuan ini, asas desentralisasi dapat berupa
pada Pemerintah Pusat.7 Dinamika otonomi otonomi dan tugas pembantuan. Pengertian
dan bentuk pemerintahan daerah yang yang sama, disebutkan dalam Kamus
menyangkut hubungan Pusat dan Daerah di Fockema Andreae, desentralisasi sebagai asas
era reformasi juga menunjukkan konstelasi pemerintahan, diartikan dengan asas itu
bentuk pemerintahan daerah. sebagian besar tugas pemerintah dilimpahkan
Oleh karena itu, UUD 1945 sebelum pelaksanaannya kepada alat pemerintahan
maupun setelah amandemen tidak mengenal daerah dan alat pemerintahan setempat, baik
pola general competence dan pola ultra kepada pemerintahan dari daerah yang
vires, karena UUD 1945 tidak mengatur mengurus rumah tangganya sendiri
secara langsung baik kewenangan (autonome lichamen) maupun kepada jawatan
Pemerintah atau kewenangan Daerah. Pola negara yang disentralisasikan
general competence yang juga disebut (gedecentraliseer de Rijksdiensten).8
Penjabaran asas desentralisasi ke dalam
bentuk susunan pemerintahan daerah di
5
Sekretriat Negara Republik Indonesia, 1998, dalam UU No. 32 Tahun 2004 tidak
Risalah Sidang Badan Penyelidik Persiapan dijelaskan secara eksplisit yang dimuat dalam
Kemendekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia pasal tertentu, berbeda dengan UU No. 22
Persiapan Kemendekaan Indonesia (PPKI) 28 Tahun 1999 yang menyatakan secara tegas
Mei 1945-22 Agustus 1945, Sekretariat Negara dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) serta
RI, Jakarta, hlm. 41.
6
Muhammad Yamin, 1959, Naskah Persiapan
Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I, Jajasan
8
Prapantja, Jakarta, hlm. 115. N.E. Algar et. al., 1977, Kamus Istilah Hukum
7
Miriam Budiardjo, 1988, Dasar-Dasar Ilmu Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Binacipta,
Politik, PT. Gramedia, Jakarta, hlm. 140. Bandung, hlm. 89.
Vol. 4, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 123

Pasal 4 ayat (1). Pasal 2 ayat (1) menjelaskan No. 32 Tahun 2004 tetap merupakan urusan
pelaksanaan asas otonomi pada tingkat Pusat, begitu juga dengan zelfpolitie karena
pemerintahan daerah kabupaten/kota, kedua pengertian ini termaktub dalam
sedangka Pasal 2 ayat (2) menjelaskan kewenangan Pusat yang dikecualikan, yakni
kedudukan daerah provinsi dengan asas Yustisi.
pembantuan. Sementara Pasal 4 ayat (1)
menegaskan bahwa susunan pemerintahan 2. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan
daerah dapat mengatur dan mengurus Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004
kepentingan masyarakat menurut prakarsa Guna memahami prinsip penyeleng-
sendiri. garan pemerintahan daerah tersebut, maka
Sedangkan prinsip otonomi dalam diuraikan analisa sebagai beikut :
ketentuan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 a. Pendekatan Sistematis
dinyatakan bahwa pemerintahan daerah Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan PP
menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, No. 38 Tahun 2004 terdapat penggunaan 2
kecuali urusan pemerintahan yang oleh (dua) nomenklatur hukum yang digunakan
undang-undang ditentukan sebagai urusan secara beriringan, yaitu “urusan pemerintahan
Pemerintah Pusat. Ketentuan pasal ini yang menjadi kewenangannya”. Hal ini
menegaskan bahwa asas desentralisasi yang berbeda dengan istilah yang digunakan di
dianut adalah prinsip otonomi yang seluas- dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25
luasnya. Tahun 2000, yaitu hanya istilah kewenangan.
Secara teoritik, prinsip yang dianut Bila ditelaah secara sistematis,
dalam UUD 1945 kongruen dengan pengertian kewenangan pemerintahan daerah dalam Bab
otonomi (dalam bahasa Belanda) berarti III dengan sub judul (menggunakan istilah)
zelfregeling (pemerintahan sendiri), “zelf” “pembagian urusan pemerintahan”, yakni di
berarti sendiri, sedang “regeling” berarti dalam ketentuan pasal-pasal terkait (Pasal 10,
pemerintahan.9 Secara dogmatik, Van Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14),
Vollenhoven membagi “zelfregeling” ke sehingga menimbulkan interpretasi makna
dalam empat pengertian : (1) Zelfwetgeving bahwa UU No. 32 Tahun 2004 tidak lagi
(membuat undang-undang sendiri); (2) mengatur kewenangan daerah. Sementara itu,
di dalam UU No. 22 Tahun 1999 ketentuan
Zelfuitvoering (melaksanakan sendiri); (3)
mengenai kewenangan pemeritahan daerah, di
Zelfrechtspraak(mengadili sendiri); (4)
muat pada Bab IV dengan sub judul
Zelfpolitie (polisi sendiri).10 Ajaran dari Van
“kewenangan daerah”, begitu pula istilah yang
Vollenhoven ini tidak sesuai dengan digunakan di dalam pasal-pasal yang terkait11
perumusan yang dimuat dalam Pasal 10 ayat adalah istilah “kewenangan”.
(3) UU No. 32 Tahun 2004 bahwa urusan Dari aspek sistematika UU No. 22
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Tahun 1999 mengatur secara tegas
adalah : (a) Politik luar negeri; (b) Pertahanan; kewenangan pemerintahan daerah, sehingga
(c) Keamanan; (d) Yustisi; (e) Moneter dan dengan sistematika ini merupakan authority
fiskal nasional; dan (f) Agama. yang bersumber langsung dari UU (delegatie
Zelfwetgeving dapat disepadankan van wetgeving). Dasar yuridis ini merupakan
dengan pembuatan peraturan daerah, sedang dasar yuridis kewenangan untuk melakukan
zelfuitvoering terkandung dalam asas otonomi tindakan hukum. Dalam mewujudkan
dalam menjalankan pemerintahan daerah. tindakannya setiap lembaga pemerintahan
Namun, pengertian zelfrechtpraak dalam UU harus memiliki instrumen hukum dalam
rangka melaksanakan kekuasaan yang
9 dimilikinya. Kewenangan ini menurut Ten
Susi Moeimam & Hein Steinhauer, 2005, Kamus
Belanda – Indonesia, Gramedia Jakarta.
10
Sarundajang, 1999, Arus Balik Kekuasaan Ke
11
Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 33- Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11
34. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
124 ACHMAD AZIS Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

Berge harus memiliki dasar yuridis, dalam fungsi untuk menyelenggarakan urusan
argumentasinya dinyatakan: Een pemerintahan baik di pusat maupun di
overheidsorgaan moet voor het nemen van daerah”. Definisi ini memperjelas bahwa
publiekrechtelijk beslissingen beschikken over administrasi negara merupakan pelaksanaan
expliciet toegekende, dan wel door het recht urusan pemerintahan dalam menjalankan
veronderstelde bevoegheiden.12 Dijelaskan fungsi pemerintahan baik dalam arti hubungan
bahwa penetapan keputusan pemerintahan antar Pemerintah dan pemerintahan daerah
oleh organ yang berwenang harus didasarkan atau antara pemerintah dengan rakyat.
pada wewenang yang secara jelas telah diatur, Sehingga, uraian ini mendeskripsikan bahwa
dimana wewenang tersebut telah ditetapkan HAN itu meliputi peraturan-peraturan hukum
dalam aturan hukum. Di dalam negara hukum yang mengatur pelaksanaan fungsi
setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. 13 Dapat ditarik kesimpulan
pemerintahan harus mendasarkan diri kepada bahwa pasal-pasal yang dimuat dalam Bab III
hukum yang mengatur mengenai dasar sub judul “pembagian urusan pemerintahan”
kewenangan yang diberikan oleh undang- merupakan peraturan-peraturan yang mengatur
undang. pelaksanaan fungsi pemerintahan.
b. Penafsiran Gramatikal Kewenangan(authority, gezag) dari
Meminjam alat penafsiran gramatikal badan menurut Stroink, secara implisit
dalam mengkonstruksikan hukum terhadap menyiratkan adanya “hak” dan juga
ketentuan yang dimuat dalam UU No. 32 “kewajiban” berdasarkan hukum publik.
Tahun 2004 mengenai urusan pemerintahan, Dalam “kewenangan” dapat dilihat semata-
dua istilah tersebut (urusan pemerintahan dan mata sebagai hak, sebagai kuasa. Namun,
kewenangan) tidak dapat disejajarkan. dalam menjalankan hak berdasarkan hukum
Nomenklatur kewenangan di dalam berbagai publik terkait kewajiban yang mengikat
literatur merupakan istilah hukum yang bedasarkan hukum publik yang tidak tertulis.14
merujuk kepada pengertian kuasaan yang Dengan kata lain, di dalam “kewenangan”
diberikan (atribusi/delegasi) UU untuk terkandung pengertian adanya “hak” dan
melakukan tindakan. Sedangkan pengertian “kewajiban”, sehingga dengan sendirinya
urusan pemerintahan memiliki makna pengertaian “urusan pemerintahan” sudah
pelaksanaan, karena di dalam kata “urusan” termaktub di dalamnya. Sedangkan dalam kata
mengandung makna fungsi, sehingga kata “urusan pemerintahan” hanya mengandung
“urusan pemerintahan” mensinyalir pada pengertian kewajiban, yaitu adanya kewajiban
pengertian fungsi yang harus dilaksanakan untuk menjalankan fungsi bestuur. Derajat
pemerintah. Perspektif yang demikian ini pengertian yang demikian bukan lagi otonomi,
mengandung pengertian bestuur dalam arti melainkan desentralisasi fungsional atau tugas
fungsional dan instruksional atau struktural. pembantuan.
Paradigma ini dalam perspektif hukum c. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
merupakan Hukum Administrasi Negara Dalam penjelasan UU No. 22 Tahun
(HAN) disebut dengan pengertian state in 1999 huruf (b) prinsip penyelenggaraan
beweging. pemerintahan daerah adalah
Untuk mengelaborasi pemahaman yang penyelenggaraan asas desentralisasi secara
intrinsik, diungkapkan kedudukan HAN utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Kabupaten dan Daerah Kota. Penjelasan ini
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang
berbunyi : “Tata Usaha Negara adalah 13
Administrasi Negara yang melaksanakan Diana Halim Koentjoro, 2004, Hukum
Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor,
hlm. 2.
14
F.A.M Stroing, 2006, Pemahaman Tentang
12
J.B.J.M. Ten Berge, 1996, Besturen Door de Dekonsentrasi. Penerjemah : Prof. Dr. H. Ateng
Overheid, W.E.J. Tjeenk Willink, Deventer, Syafrudin, SH. , Refika Aditama, Bandung, hlm.
hlm. 142. 24.
Vol. 4, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 125

merupakan reasoning dari ketentuan Pasal urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah,
18 ayat (5) UUD 1945, yakni dianutnya ada bagian yang diserahkan kepada Provinsi,
prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan
kabupaten/kota. “kriteria eksternalitas”16 adalah
Selain itu, pembagian kewenangan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan
dalam UU No. 22 Tahun 1999 secara tegas ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan
disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) yang jangkauan dampak yang timbul akibat
menyatakan bahwa Kewenangan Daerah penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang Pengertian “kriteria akuntabilitas” adalah
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam penanggungjawab penyelenggaraan suatu
bidang politik luar negeri, pertahanan urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan
keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, kedekatannya dengan luas, besaran, dan
serta kewenangan bidang lain. Pembagian jangkauan dampak yang timbul akibat
kewenangan yang menjadi urusan Daerah penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
dalam UU ini menganut teori residual power sedangkan, yang dimaksud dengan “kriteria
on local government, sehingga efisiensi” adalah penyelenggaraan suatu
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan
diterjemahkan dilaksanakan menurut prakarsa perbandingan tingkat daya guna yang paling
daerah sendiri berdasarkan aspirasi tinggi yang dapat diperoleh.
masyarakat. Hanya saja kelemahan model Di samping itu dalam Pasal 11 ayat (3)
pengaturan yang demikian adalah apabila UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak urusan pemerintahan daerah diklasifikasikan
diimbangi kesiapan daerah dalam menjalankan lagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan.
otonomi, maka daerah akan terjebak pada Urusan yang bersifat wajib adalah urusan yang
polarisasi kepentingan sehingga fungsi bestuur sangat mendasar berkaitan dengan hak dan
pemerintahan daerah sebagaimana diinginkan pelayanan dasar warga negara yang meliputi :
UU tidak akan tercapai. (a) perlindungan hak konstitusional; (b)
Sebaliknya UU No. 32 Tahun 2004 perlindungan kepentingan nasional,
prinsip penyelenggaran pemerintahan daerah kesejahteraan rakyat, ketentraman dan
tidak dinyatakan secara tegas, tetapi dalam ketertiban umum; (c) pemenuhan komitmen
bagian Penjelasan Umum angka 3 (tiga) nasional yang berhubungan dengan perjanjian
dijelaskan bahwa dalam pembagian urusan dan konvensi internasional. Sedangkan, urusan
pemerintahan ditetapkan sifat konkuren, dan pilihan dalam Pasal 14 ayat (2) adalah urusan
Pasal 11 ayat (1) menyebutkan pemerintahan yang secara nyata ada dan
penyelenggaraan urusan pemerintahan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
ditetapkan berdasarkan kriteria eksternalitas, masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
akuntabilitas dan efisiensi. Konkuren memiliki dan potensi unggulan daerah yang
pengertian bahwa urusan pemerintahan yang bersangkutan. Sementara dalam Peraturan
penanganannya dalam bagian atau bidang Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 (PP No.38
tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Tahun 2007) tentang Pembagian Urusan
Pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya, Pemerintahan Antara Pemerintah, Dan
setiap urusan yang bersifat Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
konkuren(concurrent)15 senantiasa ada bagian disebutkan urusan pilihan ditetapkan secara
kategoris sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat
15 (2). Di dalam PP No. 38 Tahun 2007 juga
Di dalam Kamus Terminologi Hukum Inggris –
dijelaskan mengenai pelaksanaan urusan
Indonesia disebutkan concurrent mempunyai
pengertian : (1) Memiliki wewenang bersama; pemerintahan daerah wajib dan pilihan. Dalam
(2) Persaingan. I.P.M. Ranuhandoko, 1992,
Terminologi Hukum Inggris – Indonesia, Sinar
16
Harapan, Jakarta, hlm. 153. Ibid.
126 ACHMAD AZIS Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul

rangka pelaksanaan urusan tersebut, maka penetapan urusan yang ditetapkan dengan cara
ditetapkan pedoman penyelenggaraan yang tertentu pula.
meliputi pedoman, norma, standar, prosedur Uraian yang kedua, ketentuan lebih
dan kriteria pelaksanaan urusan wajib dan lanjut dalam pelaksanaan urusan wajib dan
urusan pilihan.17 pilihan ditetapkan juga pedoman24 dari
Menganalisa pembagian urusan menteri/kepala lembaga negara non
pemerintahan tersebut, apakah derajat departemen berupa norma, standar, prosedur,
otonomi itu mencerminkan otonomi terbatas dan kriteria dapat digolongkan sebagai sistem
atau otonomi luas, dalam pendapat yang supervisi dan pengawasan, sehingga daerah
diintrodusir Bagir Manan,18 dapat kehilangan kemandiriannya untuk menentukan
menggunakan kriteria, yakni digolongkan secara bebas mengatur dan mengurus rumah
otonomi terbatas dan otonomi luas. tangga daerahnya.
Digolongkan otonomi terbatas apabila : (1) Uraian yang ketiga, sebagaimana
Urusan-urusan rumah tangga ditentukan disebutkan bahwa maksud ditetapkannya
secara kategoris dan pengembangannya standar pelayanan minimal25 adalah
diatur dengan cara tertentu pula. (2) Apabila mengingat kemampuan anggaran yang
sistem supervisi dan pengawasan dilakukan masih terbatas, maka pelaksanaan bidang
sedemikian rupa, sehingga daerah otonom yang menjadi urusan wajib pemerintahan
kehilangan kemandirian untuk menentukan daerah dilaksanakan secara bertahap dengan
secara bebas cara-cara mengatur dan mendahulukan sub-sub bidang urusan wajib
mengurus rumah tangga daerahnya. (3) yang bersifat prioritas. Di sini,
Sistem hubungan keuangan antara pusat dan mengindikasikan sistem hubungan keuangan
daerah yang menimbulkan hal-hal seperti antara pusat dan daerah yang menimbulkan
keterbatasan kemampuan keuangan asli keterbatasan kemampuan keuangan asli
daerah yang akan membatasi ruang gerak daerah yang akan membatasi ruang gerak
otonomi daerah. otonomi daerah.
Uraian yang pertama, ditetapkannya Sementara digolongkan otonomi luas,
sifat,19 kriteria20 dan klasifikasi21 (sifat wajib apabila bertolak dari prinsip bahwa semua
dan pilihan) serta perincian bidang-bidang urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi
urusan22 dapat digolongkan sebagai penentuan urusan rumah tangga daerah, kecuali yang
secara kategoris dan pedoman23 merupakan ditentukan sebagai urusan pusat. Dari
beberapa perspektif di atas, tampak bahwa
pengaturan otonomi yang dianut dalam UU
17
Lihat Pasal 9 ayat (1), (2), (3), Pasal 10 ayat (1) No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 38 Tahun
dan (2), dan Pasal 11PP No. 38 Tahun 2007. 2007 dapat dikategorikan sebagai bentuk
18
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar otonomi secara terbatas.
Otonomi, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum
UII, Yogyakarta, hlm.37.
19
Sifat konkuren Penjelasan Umum UU No. 32
PENUTUP
Tahun 2004 dan Pasal 2 ayat (1), (2), (3) PP No.
38 Tahun 2007. A. Kesimpulan
20
Criteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi Berpijak pada uraian di atas, maka dapat
Pasal 11 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 dan ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (4) PP No. 38 Tahun 2007. 1. Prinsip penyelenggaraan pemerintahan
21
Urusan pemerintahan wajib dan pilihan Pasal 11 daerah menurut UUD 1945 adalah asas
ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 ayat desentralisasi dengan prinsip otonomi
(2) PP No. 38 Tahun 2007.
22
Urusan pemerintahan dirinci menjadi 31 bidang.
Lihat Pasal 2 ayat (4) PP No. 38 Tahun 2007.
23 24
Pedoman yang dimaksud adalah untuk Lihat ketentuan Pasal 9, 10, dan 11 PP No. 38
melaksanakan urusan wajib ditetapkan standar Tahun 2007.
25
pelayan minimal oleh Pemerintah. Lihat Pasal 8 Lihat memorie van toelichting Pasal 8 ayat (1) PP
ayat (1), (2), (3), dan (4) PP No. 38 Tahun 2007. No. 38 Tahun 2007.
Vol. 4, No. 2 Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul 127

yang seluas-luasnya dan tugas Dalam Lingkungan Negara Kesatuan RI


Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945,
pembantuan. Secara teoritis,
Penataran Singkat Hukum Laut Internasional
desentralisasi dapat berwujud otonomi Universitas Padjadjaran, Bandung 11-16
luas yang dipraktikkan pada Desember 2006.
pemerintahan daerah kabupaten/kota Manan, Bagir, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi,
dan tugas pembantuan adalah praktik Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII,
Yogyakarta.
pemerintahan daerah provinsi. Moeimam, Susi & Steinhauer, Hein, 2005, Kamus
2. Prinsip penyelenggaraan pemerintahan Belanda – Indonesia, Gramedia, Jakarta.
daerah menurut UU No. 32 Tahun Ranuhandoko, I.P.M., 1992, Terminologi Hukum Inggris
2004 adalah prinsip otonomi terbatas. – Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta.
Sarundajang, 1999, Arus Balik Kekuasaan Ke Daerah,
Dengan ditetapkannnya pedoman, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
norma, standar dan prosedur Sekretriat Negara Republik Indonesia, l998, Risalah
pelaksanaan pemerintahan daerah, Sidang Badan Penyelidik Persiapan
Kemendekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia
maka prinsip pelaksanaan otonomi
Persiapan Kemendekaan Indonesia (PPKI) 28
adalah pelaksanaan otonomi secara Mei 1945-22 Agustus 1945, Jakarta : Sekretariat
terbatas. Negara RI.
Soemantri M, Sri, 2006, Prosedur Dan Sistem
Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung.
B. Saran Stroing, F.A.M, 2006, Pemahaman Tentang
1. Perlu adanya revisi terhadap UU No. Dekonsentrasi. Penerjemah : Prof. Dr. H. Ateng
32 Tahun 2004 dan revisi terhadap Syafrudin, SH., Refika Aditama, Bandung.
peraturan pelaksananya, yakni PP No. Thalib, Abdul Rasyid, 2006, Wewenang Mahkamah
38 Tahun 2007. Konstitusi Dan Implikasinya Dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya
2. Perlu adanya judicial review terhadap Bakti, Bandung.
pengaturan kewenangan pemerintahan Yamin, Muhammad, 1959, Naskah Persiapan Undang-
daerah yang dimuat dalam UU No. 32 Undang Dasar 1945, Jilid I, Jajasan Prapantja,
Jakarta.
Tahun 2004.
B. Peraturan Perundang-undangan
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
A. Literatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Algar, N.E., et. al., 1977, Kamus Istilah Hukum Fockema Peradilan Tata Usaha Negara.
Andreae Belanda-Indonesia, Binacipta, Bandung. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Berge, J.B.J.M., Ten, 1996, Besturen Door de Overheid, Pemerintahan Daerah.
W.E.J. Tjeenk Willink, Deventer. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Budiardjo, Miriam, 1988, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Pemerintahan Daerah.
Gramedia, Jakarta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Koentjoro,Diana Halim, 2004, Hukum Administrasi Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Negara, Ghalia Indonesia, Bogor Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Magnar, Kuntana, 2006, Kedudukan Daerah Otonom Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Anda mungkin juga menyukai