Anda di halaman 1dari 73

A.

BAB II PERSETUJUAN LINGKUNGAN

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 1 Persetujuan lingkungan Persetujuan lingkungan adalah keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan
persetujuan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah
Pasal 3 Persetujuan lingkungan Wajib dimiliki oleh setiap usaha dan/atau kegiatan yang
memiliki dampak penting atau tidak penting terhadap
lingkungan
Menjadi syarat penerbitan perizinan berusaha atau
persetujuan pemerintah yang berakhir bersamaan
dengan berakhirnya perizinan berusaha atau persetujuan
pemerintah
Apabila perizinan berusaha berakhir dan tidak terjadi
perubahan usaha dan/atau kegiatan, perpanjangan
perizinan berusaha dapat menggunakan dasar persetujuan
lingkungan yang eksisting
Bentuk pengakhiran persetujuan lingkungan
dibuktikan dengan telah melakukan pengelolaan
lingkungan hidup di tahap pasaca operasi
Pasal 4 Kewajiban rencana Usaha yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib:
usaha dan/atau kegiatan a. Amdal
b. UKL-UPL
c. SPPL
Pasal 5 AMDAL Wajib bagi usaha yang memiliki dampak penting
terhadap lingkungan hidup, antara lain:
a. Jenis usaha yang besaran/ skala wajib amdal; dan/atau
b. Usaha yang dilakukan di dalam dan/atau berbatasan
langsung dengan kawasan lindung
Usaha yang lokasinya berbatasan langsung dengan
kawasan lindung:
a. Batas tapak proyeknya bersinggungan langsung
dengan batas kawasan lindung; dan/atau
b. Berdasarkan pertimbangan ilmiah memiliki potensi
dampak yang mempengaruhi fungsi kawasan lindung
tersebut.
Usaha melampirkan pertimbangan ilmiah dan meminta
arahan intansi linkungan sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan ringkasan pertimbangan ilmiah, tim uji
kelayakan lingkungan hidup melakukan telaah dan
memberi jawaban kepada penanggung jawab usaha
berupa:
a. Rencana usaha mempengaruhi fungsi kawasan
lindung; atau
b. Rencana usaha tidak mempengaruhi fungsi kawasan
lindung
Kawasan lindung tercantum dalam lampiran I
Pasal 6 UKL-UPL Wajib dimiliki usaha yang tidak memiliki dampak
penting terhadap lingkungan hidup
Pasal 7 SPPL Wajib dimiliki usaha yang tidak memiliki dampak
PASAL PERIHAL KETERANGAN
penting terhadap lingkungan hidup dan tidak termasuk
dalam kriteria wajib UKL-UPL
Pasal 8 Kriteria usaha wajib Terdiri atas:
amdal a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
b. Eksploitasi sumberdaya alam, baik yg terbarukan
maupun yang tidak terbarukan
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran LH and/atau kerusakan LH
serta pemborosan SDA dalam pemanfaatannya
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan,
serta lingkungan sosial dan budaya
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi SDA
dan/atau perlindungan cagar budaya
f. Introduksi jenis tumbuhan, hewan, dan jasad renik
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati
h. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i. Penerapan teknologi yang dierkirakan mempunyai
potensi besar untuk mempengaruhi LH
Pasal 9 Evaluasi usaha dan/atau Menteri melakukan evaluasi terhadap jenis usaha dan/atau
kegiatan kegiatan yang wajib amdal, wajib UKL-UPL, atau wajib
SPPL paling sedikit setiap 5 (lima) tahun sekali
Pasal 10 Usaha yang Antara lain:
dikecualikan dari amdal a. Lokasi rencana usaha berada di kab/kota yg memiliki
rencana detail tata ruang yang telah dilengkapi
dengan kajian lingkungan hidup strategis yang
dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan rinci
sesuai dengan ketentuan peraturan perudangan
b. Lokasi rencana usaha berada pada kawasan hutan
yang telah memiliki rencana kelola hutan yang
dilengkapi dengan kajian lingkungan hidup strategis
yang dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan
rinci sesuai dengan ketentuan peraturan perudangan
c. Program pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang
telah memiliki kebijakan, rencana, dan/atau program
berupa rencana induk yang telah dilengkapi dengan
kajian lingkungan hidup strategis yang dibuat dan
dilaksanakan secara komprehensif dan rinci sesuai
dengan ketentuan peraturan perudangan
d. Berbatasan langsung dengan kawasan lindung yang
dikecualikan
e. Merupakan kegiatan pemerintah dan/atau pemerintah
daerah yang dilakukan dalam rangka penelitian dan
bukan untuk tujuan komersial
f. Berada di dalam kawasan yang telah dilengkapi
dengan amdal kawasan dan persetujuan lingkungan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
kawasan
g. Berada di dalam kawasan yang berdasarkan peraturan
perundangan dipersyaratkan menyusun RKL-RPL
rinci yang telah dilengkapi dengan amdal kawasan dan
persetujuan lingkungan kawasan
h. Dalam kondisi tanggap darurat bencana
i. Dalam rangka pemulihan fungsi lingkungan hidup
yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau pemerintah
daerah di kawasan yang tidak dibebani perizinan
berusaha; dan/atau
j. Rencana usaha selain usaha dengan besaran/skala
wajib amdal, yang berbatasan langsung atau berada
dalam kawasan lindung, yang telah mendapatkan
penetapan pengecualian wajib amdal dari instansi
berwenang dan bertanggung jawab terhadap
pengelolan kawasan lindung
Kajian lingkungan hidup strategis dibuat dengan
pendekatan holistic, integrative, tematik, dan spasial.
Lebih lanjut tercantum dalam Lampiran I
Pasal 11 Rencana usaha dan/atau Rencana usaha dan/atau kegiatan dalam pasal 10 huruf a-f
kegiatan wajib UKL- dan j wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL sesuai dengan
UPL atau SPPL ketentuan yang berlaku
Rencana usaha dan/atau kegiatan dalam pasal 10 huruf g
wajib memiliki RKL-RPL rinci berdasarkan persetujuan
lingkungan kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan
RKL-RPL rinci merupakan bentuk persetujuan
lingkungan bagi pelaku usaha di dalam kawasan dan
dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disahkan oleh
pengelola kawasan dan menjadi prasyarat Perizinan
Berusaha pelaku usaha di dalam kawasan
Rencana usaha dalam pasal 10 huruf h dan i tidak
memerlukan dokumen lingkungan hidup
Pasal 12 Penetapan usaha tidak Rencana usaha dan/atau kegiatan yang:
wajib memiliki amdal a. Tidak wajib amdal; dan/atau
menjadi wajib memiliki b. Wajib UKL-UPL atau SPPL
amdal oleh menteri Dapat ditetapkan menjadi jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang wajib memiliki amdal oleh menteri
Diusulkan secara tertulis kepada menteri oleh:
a. Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non
kementerian
b. Gubernur
c. Bupati/walikota; dan/atau
d. Masyarakat
Usulan tertulis disusun dalam 1 (satu) dokumen pengajuan
penetapan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki amdal
Pasal 13 Evaluasi usulan tertulis Menteri melakukan evaluasi usulan tertulis dengan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
menugaskan pejabat yang membidangi AMDAL, UKL-
UPL, dan SPPL
Evaluasi mempertimbangkan:
a. Alasan ilmiah memiliki dampak penting terhadap LH
b. Daya dukung dan daya tamping LH di lokasi usaha
c. Tipologi ekosistem setempat
d. Teknologi pengelolaan dampak lingkungan hidup
Hasil evaluasi menunjukkan:
a. Usulan dapat diterima diterbitkan rekomendasi
penetapan rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak
wajib memiliki amdal menjadi wajib memiliki amdal
b. Usulan tidak dapat diterima diterbitkan
rekomendasi penolakan penetapan usaha dan/atau
kegiatan yang tidak wajib memiliki amdal menjadi
wajib memiliki amdal
Pasal 14 Hasil evaluasi Menjadi bahan pertimbangan menteri untuk:
a. Menetapkan keputusan suatu rencana usaha tidak
wajib memiiki amdal menjadi wajib memiliki amdal
b. Menolak usulan penetapan suatu rencana usaha tidak
wajib memiliki amdal menjadi wajib memiliki amdal
Pasal 15 Jangka waktu Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dan penetapan atau
penolakan penetapan rencana usaha dan/atau kegiatan
yang tidak wajib memiliki amdal menjadi wajib memiliki
amdal dilakukan paling lama 30 hari kerja sejak
permohonan dinyatakan lengkap
Pasal 16 Penetapan usaha yang Ditetapkan oleh menteri dan diusulkan secara tertulis
wajib memiliki amdal oleh:
menjadi tidak wajib a. Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non
memiliki amdal kementerian
b. Gubernur
c. Bupati/walikota; dan/atau
d. Masyarakat
Pasal 17 Evaluasi usulan tertulis Menteri melakukan evaluasi usulan tertulis dengan
menugaskan pejabat yang membidangi amdal, UKL-UPL,
dan SPPL
Evaluasi mempertimbangkan aspek:
a. Dampak lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau
kegiatan dapat ditanggulangi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
b. Daya dukung dan daya tamping LH di lokasi usaha
c. Berdasarkan pertimbangan ilmiah bahwa rencana
usaha tidak menibulkan dampak penting
Hasil evaluasi menunjukkan:
a. Usulan dapat diterima diterbitkan rekomendasi
penetapan rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki amdal menjadi tidak wajib memiliki amdal
b. Usulan tidak dapat diterima diterbitkan
rekomendasi penolakan penetapan suatu rencana usaha
yang wajib memiliki amdal menjadi tidak wajib
PASAL PERIHAL KETERANGAN
memiliki amdal
Pasal 18 Hasil evaluasi Menjadi bahan pertimbangan menteri untuk:
a. Menetapkan keputusan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan yang wajib memiliki amdal menjadi tidak
wajib memiliki amdal
b. Menolak usulan penetapan suatu rencana usaha yang
wajib memiliki amdal menjadi tidak wajib memiliki
amdal
Pasal 19 Jangka waktu Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dan penetapan atau
penolakan penetapan rencana usaha yang wajib memiliki
amdal menjadi tidak wajib memiliki amdal dilakukan
paling lama 30 hari kerja sejak permohonan dinyatakan
lengkap
Pasal 20 Penapisan Untuk menentukan rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki amdal, UKL-UPL, atau SPPL,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melakukan
proses penapisan secara mandiri.
Apabila penanggung jawab usaha tidak dapat melakukan
penapisan secara mandiri, maka dapat mengajukan
penetapan penapisan dari instansi LH pusat, organisasi
perangkat daerah yang membidangi LH provinsi, atau
organisasi perangkat daerah yang membidangi LH
kab/kota sesuai dengan kewenangannya.
Penetapan penapisan disampaikan oleh instansi LH terkait
dengan kewenangannya yang memuat:
a. Rencana usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki
amdal, UKL-UPL, atau SPPL; dan
b. Kewenangan uji kelayakan amdal, pemeriksaan UKL-
UPL, atau SPPL
Proses penetapan penapisan tercantum dalam lampiran I
Pasal 21 Kesesuaian lokasi Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan
ayat (3) rencana usaha dalam rencana tata ruang dibuktikan dengan konfirmasi
Penyusunan AMDAL kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau rekomendasi
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan
Pasal 22 Pendekatan penyusunan Pendekatan penyusunan amdal tunggal dan terpadu yang
ayat (5) amdal dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
saling terintegrasi dapat disusun dalam 1 (satu) amdal
yang dapat digunakan untuk penerbitan lebih dari 1 (satu)
perizinan berusaha
Pasal 23 Hasil penyusunan Hasil penyusunan AMDAL yang disusun pihak lain
ayat (3) AMDAL menjadi tanggung jawab penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan
Pasal 25 Penyusunan AMDAL Dimulai dengan penyediaan data dan informasi:
a. Hasil penapisan kewenangan penilaian AMDAL
b. Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan
c. Rona lingkungan hidup awal di dalam dan di sekitar
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
d. Hasil pengumuman dan konsultasi publik
Pasal 27 Tahapan penyusunan Penyusunan AMDAL dilakukan melalui tahapan:
AMDAL a. Pelaksanaan perlibatan masyarakat terhadap rencana
usaha dan/atau kegiatan
b. Pengisian, pengajuan, pemeriksaan, dan penerbitan
berita acara kesepakatan formulir kerangka acuan
c. Penyusunan dan penganjuan ANDAL dan RKL-RPL;
dan
d. Penilaian ANDAL dan RKL-RPL
Pemeriksaan formulir kerangka acuan dan penilaian Andal
dan RKL-RPL merupakan bagian uji kelayakan AMDAL
Pasal 28 Pelibatan masyarakat Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melibatkan
masyarakat yang terkena dampak langsung. Masyarakat
yang terkena dampak langsung berhak mengajukan saran,
pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan pada konsultasi public yang dicatat dalam berita
acara konsultasi public.
Pasal 29 Pelibatan masyarakat Berada di dalam batas wilayah studi AMDAL yang akan
terkena dampak secara langsung baik positif dan/atau
negative dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan
Pemerhati lingkungan hidup, peneliti, atau lembaga
swadaya masyarakat pendamping yang telah membina
dan/atau mendapingi masyarakat yang terkena dampak
lansung dapat dilibatkan sebagai bagian dari masyarakat
yang terkena dampak langsung
Pasal 30 Pengumuman rencana Dalam melakukan pengumuman rencana usaha dan/atau
usaha dan/atau kegiatan kegiatan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
menyampaikan informasi secara ringkas, benar, dan tepat
mengenai:
a. Nama dan alamat penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan
b. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
c. Skala/besaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan
d. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
e. Dampak potensial terhadap lingkungan yang akan
timbul dan konsep umum pengendalian dampak LH
f. Tanggal pengumuman mulai dipasang dan batas waktu
penyampaian saran, pendapat, dan tanggapan dari
masyarakat; dan
g. Nama dan alamat penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang menerima saran, pendapat, dan
tanggapan dari masyarakat
Informasi dalam pengumuman disampaikan menggunakan
Bahasa Indonesia yang baik dan benar, jelas, dan mudah
dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Informasi dapat juga disampaikan dengan menggunakan
Bahasa daerah atau local yang sesuai dengan lokasi
dimana pengumuman akan dilakukan.
Informasi disampaikan melalui:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
a. Media massa; dan/atau
b. Pengumuman pada lokasi usaha dan/atau kegiatan
Selain media wajib dapat menggunakan media lain berupa:
a. Media cetak seperti brosur, pamphlet, atau spanduk
b. Media elektronik melalui televise, laman, jejaring
sosial, pesan elektronik, dan/atau radio
c. Papan pengumuman di instansi LH dan instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan di tingkat pusat,
provinsi, atau kab/kota; dan
d. Media lain yang dapat digunakan
Pasal 31 Penyampaian saran, Masyarakat wajib mencantumkan identitas pribadi yang
ayat (3-7) pendapat, dan tanggapan jelas sesuai dengan dokumen kependudukan. Saran,
dari masyarakat pendapat, dan tanggapan dapat berupa:
a. Informasi deskriptif tentang kondisi lingkungan di
dalam dan di sekitar lokasi usaha dan/atau kegiatan
b. Nilai-nilai local yang berpotensi akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan
c. Aspirasi masyarakat, keinginan, dan harapan terkait
dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
Disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia
dan/atau Bahasa daerah sesuai dengan lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat, dan
tanggapan masyarakat
Saran, pendapat, dan tanggapan yang telah diolah wajib
digunakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan sebagai masukan dalam pengisian formulir
kerangaka acuan
Pasal 32 Cakupan pelibatan Mencakup:
masyarakat melalui a. Kelompok masyarakat rentan (vulnerable group)
konsultasi publik b. Masyarakat adat (indigenous people); dan/atau
c. Kelompok laki-laki dan perempuan dengan
memperhatikan kesetaraan gender
Pasal 33 Konsultasi publik Sebelum pelaksanaan konsultasi public, penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan:
a. Berkoordinasi dengan instansi terkait dan tokoh
masyarakat yang akan dilibatkan dalam proses
konsultasi public; dan
b. Mengundang masyarakat yang akan dilibatkan dalam
konsultasi public
Dalam undangan konsultasi public, penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan menyampaikan informasi
mengenai:
a. Tujuan konsultasi public
b. Waktu dan tampat pelaksanaan
c. Bentuk, cara, dan metode konsultasi public
d. Tempat dimana masyarakat dapat memperoleh
informasi tambahan; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
e. Lingkup saran, pendapat, dan tanggapan dari
masyarakat
Bentuk, cara, dan metode konsultasi public dilakukan
dalam jaringan atau luar jaringan mancakup:
a. Lokakarya,
b. Seminar
c. FGD
d. Temu warga
e. Forum dengar pendapat
f. Dialog interaktif; dan/atau
g. Bentuk, cara, dan metode lain untuk komunikasi 2
arah
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat memilih
salah satu kombinasi yang secara efektif dan efisien dapat
menjaring saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat
secara optimal
Pasal 34 Penyampaian informasi Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dalam konsultasi publik menyampaikan informasi paling sedikit terkait:
a. Deskripsi usaha dan/atau kegiatan
b. Dampak potensial yang akan timbul meliputi
penurunan kualitas air permukaan, penurunan kualitas
udara ambien, kerusakan lingkungan, keresahan
masyarakat, gangguan lalu lintas, gangguan kesehatan
masyarakat, kesempatan kerja, dan peluang berusaha;
dan
c. Komponen lingkungan yang akan terkena dampak dari
rencana usaha dan/atau kegiatan
Dari informasi yang disampaikan, masyarakat yang
terkena dampak langsung berhak menyampaikan saran,
pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat, dan
tanggapan yang disampaikan masyarakat.
Saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat yang telah
diolah wajib digunakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan sebagai masukan dalam pengisian
formulir kerangka acuan.
Pasal 35 Pengumuman rencana Disampaikan juga oleh penanggung jawab usaha dan/atau
usaha dan/atau kegiatan kegiatan kepada tim uji kelayakan lingkungan hidup.
hasil konsultasi publik Tim uji kelayakan LH melibatkan masyarakat dengan
menempatkan pengumuman yang disampaikan pada
system informasi dokumen lingkungan hidup bersamaan
dengan pengumuman yang dilakukan oleh penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.
Masyarakat meliputi:
a. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
b. Masyarakat berkepentingan lainnya
Masyarakat berhak mengajukan saran, pendapat, dan
tanggapan dalam jangka waktu 10 hari kerja sejak
pengumuman dipublikasikan yang disampaikan kepada
PASAL PERIHAL KETERANGAN
tim uji kelayakan LH.
Tim uji kelayakan LH menyaring saran, pendapat, dan
tanggapan yang disampaikan untuk memilah masukan
yang relevan. Kemudian disampaikan kepada penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk digunakan dalam
pengisian formulir kerangka acuan
Pasal 36 Formulir kerangka Kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang
acuan membidangi sector usaha dan/atau kegiatan wajib amdal
berkoordinasi dengan menteri menyusun formulir
kerangka acuan spesifik sesuai dengan jenis usaha
dan/atau kegiatan. Formulir kerangka acuan terdiri atas:
a. Formulir pelingkupan; dan
b. Formulir metode studi Andal
Menteri memasukkan formulir kerangka acuan speifik
yang disusun oleh kementerian/lembaga pemerintah non
kementerian dalam system informasi dokumen LH
Format formulir kerangka acuan tercantum dalam
lampiran II
Pasal 37 Penanggung jawab Mengisi formulir kerangka acuan spesifik yang tersedia
usaha dan/atau kegiatan dalam system informasi dokumen lingkungan hidup.
mengisi formulir Apabila kerangka acuan spesifik belum tersedia dalam
kerangka acuan system informasi dokumen lingkungan hidup maka
mengacu pada format formulir kerangka acuan pada
Lampiran II
Pasal 38 Pemeriksaan formulir Formulir kerangka acuan yang telah diisi dan diajukan
kerangka acuan diperiksa oleh:
a. Menteri melalui tim uji kelayakan lingkungan LH
yang berkedudukan di pusat;
b. Gubernur melalui tim uji kelayakan lingkungan LH
yang berkedudukan di provinsi
c. Bupati/walikota melalui tim uji kelayakan lingkungan
LH yang berkedudukan di kab/kota
Tim uji kelayakan dapat melibatkan:
a. Ahli terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
atau dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau
kegiatan; dan
b. Instantsi terkait dengan rencana usaha dan/atau
dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan
Pemeriksaan dilakukan paling lama 10 hari kerja sejak
diterima secara lengkap
Hasil pemeriksaan disusun dalam bentuk berita acara
kesepakatan yang memuat informasi:
a. Dampak penting hipotetik
b. Batas wilayah studi dan batas waktu kajian
c. Metode studi
d. Penetapan kategori amdal; dan
e. Waktu penyusunan dokumen Andal dan RKL-RPL
Pasal 39 Penyusunan dokumen Dokumen Andal memuat:
Andal berdasarkan a. Pendahuluan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Formulir Kerangka b. Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan beserta
Acuan alaternatifnya
c. Deskripsi rinci rona LH
d. Hasil evaluasi dan pelibatan masyarakat
e. Penentuan dampak penting hipotetik yang dikaji, batas
wilayah studi, dan batas waktu kajian
f. Prakiraan dampak penting dan penentuan sifat penting
dampak
g. Evaluasi secara holistic terhadap dampak LH
h. Daftar pustaka; dan
i. Lampiran
Andal disusun berdasarkan pedoman penyusunan yang
tercantum dalam Lampiran II
Pasal 40 Penyusunan dokumen Dokumen RKL-RPL memuat:
RKL-RPL berdasarkan a. Pendahuluan
dokumen Andal b. Matrik RKL
c. Matrik RPL
d. Persyaratan dan kewajiban terkait dengan aspek
Perlindungan dan Pengelolaan LH yang relevan terdiri
atas pengolahan dan pembuangan air limbah,
pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah,
pembuangan emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau
pengelolaan dampak lalu lintas
e. Pernyataan komitmen penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melaksanakan ketentuan yang
tercantum dalam RKL-RPL
f. Daftar pustaka; dan
g. Lampiran
RKL-RPL disusun berdasarkan pedoman penyusunan yang
tercantum dalam Lampiran II
Pasal 41 Kategori usaha dan/atau Penyusunan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL
kegiatan dibagi berdasarkan kategori usaha dan/atau kegiatan
meliputi:
a. Kategori A
b. Kategori B; atau
c. Kategori C
Kategori ditentukan berdasarkan kriteria:
a. Kompleksitas rencana usaha dan/atau kegiatan
b. Dampak rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap LH
c. Sensitifitas lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
Penetapan kategori tercantum dalam Lampiran I
Pasal 42 Penyusunan dokumen Dilakukan dalam jangka waktu:
Andal dan RKL-RPL a. Kategori A paling lama 180 hari
b. Kategori B paling lama 120 hari
c. Kategori C paling lama 60 hari
Penyusunan dokumen Andal dan RKL-RPL bersifat sangat
kompleks, jangka waktu penyusunan dapat dilakukan lebih
lama dari jangka waktu Kategori A
Penambahan waktu penyusunan dilakukan berdasarkan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
permohonan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Pasal 43 Pengajuan dokumen Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan
Andal dan RKL-RPL dokumen Andal dan RKL-RPL melalui system informasi
dokumen lingkungan hidup kepada pemerintah terkait
sesuai dengan kewenangannya
Pengajuan dokumen Andal dan RKL-RPL harus
dilengkapi dengan persetujuan teknis yang terdiri atas:
a. Pemenuhan baku mutu air limbah
b. Pemenuhan baku mutu emisi
c. Pengelolaan limbah B3; dan/atau
d. Analisis mengenai dampak lalu lintas
Pasal 44 Penilaian dokumen Penilaian dilakukan oleh:
Andal dan RKL-RPL a. Menteri melalui tim uji kelayakan LH pusat
b. Gubernur melalui tim uji kelayakan LH provinsi; atau
c. Bupati/walikota melalui tim uji kelayakan LH
kab/kota
Penilaian dilakukan melalui tahapan:
a. Penilaian administrasi; dan
b. Penilaian substansi
Dalam hal penilaian substansi (uji kualitas kajian dokumen
Andal dan RKL-RPL) terdapat dampak LH yang tidak
dapat dikelola dan harus dilakukan perubahan persetujuan
teknis, harus mendapatkan persetujuan dari
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau
organisasi perangkat daerah yang berwenang
Pasal 45 Penilaian substansi Penilaian substansi dilakukan melalui rapat tim uji
kelayakan LH secara tatap muka langsung dan/atau dalam
jaringan
Apabila usaha dan/atau kegiatan bersifat kompleks dan
melibatkan banyak pihak, rapat dapat dilakukan lebih dari
1 kali
Tim uji kelayakan LH melibatkan pihak:
a. Masyarakat yg terkena dampak langsung
b. Ahli terkait rencana dan/atau dampak usaha
c. Instansi sector penerbit persetujuan awal dan
persetujuan teknis
d. Instansi pusat, provinsi, atau kab/kota yang terkait
dengan rencana dan/atau dampak usaha
e. Masyarakat pemerhati lingkungan hidup dan/atau
masyarakat berkepentingan lainnya yang telah
menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan yang
relevan pada pelibatan masyarakat di tahap
penyusunan formulir kerangka acuan
Dalam penilaian substansi, tim uji kelayakan LH dapat
melibatkan masyarakat apabila kondisi tidak diperoleh
saran, pendapat, dan tanggapan
Hasil penilaian disusun dalam berita acara rapat yang
memuat:
a. Dokumen Andal dan RKL-RPL tidak memerlukan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
perbaikan; dan
b. Dokumen Andal dan RKL-RPL memerlukan
perbaikan
Dokumen yang tidak memerlukan perbaikan dilakukan
uji kelayakan
Dokumen yang memerlukan perbaikandilakukan
pengembalian dokumen Andal dan RKL-RPL kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
diperbaiki paling lama 30 hari kerja
Pasal 46 Penyampaian perbaikan Disampaikan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
dokumen Andal dan kegiatan sesuai ketentuan. Tim uji kelayakan LH
RKL-RPL melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi dilakukan uji
kelayakan
Pasal 47 Uji kelayakan LH Dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan (dulunya
rekomendasi). Ada tambahan 7 kriteria, meliputi:
a. kesesuaian lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan
dengan rencana tata ruang dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur terkait dengan
pemanfaatan ruang;
b. kesesuaian dengan kebijakan di bidang perlindungan
dan pengelolaan LH serta SDA yang diatur dalam UU
c. tidak mengganggu kepentingan pertahanan keamanan
d. tidak mengganggu nilai sosial atau pandangan
masyarakat (emic view)
e. tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu
entitas ekologis
f. tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang sudah ada di sekitar lokasi
g. tidak dilampauinya daya dukung dan daya tamping LH
dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
rekomendasi kelayakan LH dapat berupa rekomendasi
kelayakan bagi sebagian rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan
Pasal 48 Jangka waktu penilaian Jangka waktu penilaian substansi dokumen Andal dan
substansi dokumen RKL-RPL dan uji kelayakan LH dilakukan
paling lama 50 hari kerja sejak dokumen dinyatakan
lengkap dalam penilaian administrasi (sudah termasuk
jangka waktu perbaikan dokumen Andal dan RKL-RPL)
Pasal 49 Hasil uji kelayakan Surat keputusan kelayakan LH yang ditetapkan
ayat (3-7) merupakan:
a. bentuk persetujuan lingkungan; dan
b. prasyarat penerbitan perizinan berusa atau persetujuan
pemerintah
persetujuan pemerintah diterbitkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan
perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah
merupakan dasar pelaksanaan pengawasan usaha dan/atau
kegiatan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
surat keputusan kelayakan LH paling sedikit memuat:
a. dasar penetapan berupa rekomendasi hasil ujii
kelayakan dari tim uji kelayakan LH
b. identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
sesuai dengan identitas yang tertulis dalam perizinan
berusaha atau persetujuan pemerintah
c. lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan yang
disetujui untuk dilakukan baikk kegiatan utama
maupun pendukung
d. persetujuan teknis
e. persyaratan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk memenuhi komitmen persetujuan
teknis sebelum operasi terkait dengan lingkup
persetujuan teknis
f. kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
g. hal lain meliputi:
 ketentuan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dapat dikenakan sanksi administrative
apabila ditemukan pelanggaran administrative
 ketentuan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib memberikan akses kepada pejabat
pengawas LH untuk melakukan pengawasan sesuai
dengan kewenangan
 ketentuan masa berlaku surat keputusan kelayakan
LH
 tanggal penetapan surat keputusan kelayakan LH
surat keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup paling
sedikit memuat:
a. lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan
b. dasar pertimbangan ketidaklayakan LH
c. penetapan ketidaklayakan LH; dan
d. tanggal penetapan keputusan ketidaklayakan LH
Pasal 50 Pengumuman surat Diumumkan kepada masyarakat melalui system informasi
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau cara lainnya yang ditetapkan oleh
lingkungan hidup pemerintah. Cara lain terdiri atas:
a. media massa; dan/atau
b. pengumuman pada lokasi usaha dan/atau kegiatan
pengumuman dilakukan paling lambat 5 hari kerja sejak
diterbitkannya surat keputusan kelayakan lingkungan
hidup
Pasal 52 Formulir UKL-UPL Diisi oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
pada tahan perencanaan
Lokasi wajib sesuai dengan rencana tata ruang
Kesesuaian lokasi dibuktikan dengan konfirmasi
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan perundangan
Apabila lokasi tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
formulir UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan
dikembalikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau
PASAL PERIHAL KETERANGAN
kegiatan
Pasal 53 Penyusunan formulir Dimulai dengan penyediaan data dan informasi berupa:
UKL-UPL a. deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan; dan/atau
b. persetujuan teknis
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan lebih dari 1
perencanaan dan pengelolaannya saling terkait serta
berlokasi di dalam satu kesatuan hamparan ekosistem,
dapat dimuat dalam 1 formulir UKL-UPL
pendekatan penyusunan formulir UKL-UPL yang
dilakukan lebih dari 1 penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang saling terintegrasi dapat disusun dalam 1
formulir UKL-UPL yang dapat digunakan untuk
penerbitan lebih dari 1 perizinan berusaha atau persetujuan
pemerintah
Pasal 54 Penyusun UKL-UPL ASN yang bekerja di instansi terkait lingkungan hidup
dilarang menjadi penyusun UKL-UPL. Instansi
lingkungan hidup terkait bertugas sebagai penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan, ASN dapat menjadi
penyusun UKL-UPL bagi instansinya masing-masing
Pasal 55 Kementerian/lembaga Formulir UKL-UPL disusun dalam bentuk standar
pemerintah non pengelolaan dan pemantauan LH.
kementerian menyusun Kementerian/lembaga pemerintah nonkmeenterian yang
UKL-UPL membidangi sector usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-
UPL menyusun formulir UKL-UPL standar spesifik
sesuai dengan jenis usaha dan/atau kegiatan berkoordinasi
dengan menteri
Menteri memasukkan formulir yang telah disusun ke
dalam system informasi dokumen lingkungan hidup
Formulir UKL-UPL disusun dengan format yang
tercantum dalam Lampiran III
Pasal 56 Penanggung jawab Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengisi
usaha dan/atau kegiatan formulir UKL-UPL standar spesifik yang tersedia dalam
mengisi formulir UKL- system informasi dokumen LH.
UPL Apabila formulir UKL-UPL belum tersedia dalam system
informasi LH, pengisian mengacu pada format formulir
UKL-UPL standar yang tercantum dalam Lampiran III
Formulir UKL-UPL standar spesifik yang telah diisi
disertai dengan pernyataan kesanggupan pengelolaan LH
yang disusun menggunakan format yang tercantum dalam
Lampiran III
Pasal 57 Pemeriksaan formulir Pengajuan permohonan pemeriksaan formulir UKL-UPL
UKL-UPL standar spesifik atau standar yang telah diisi dilakukan
melalui:
a. system perizinan berusaha terintegrasi secara
elektronik, dalam hal penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan merupakan pelaku usaha; atau
b. system informasi dokumen lingkungan hidup, dalam
hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
merupakan instansi pemerintah
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pengajuan formulir UKL-UPL standar spesifik atau
standar dilengkapi dengan persetujuan teknis antara lain:
a. pemenuhan baku mutu air limbah
b. pemenuhan baku mutu emisi
c. pengelolaan limbah B3; dan/atau
d. analisis mengenai dampak lalu lintas
Dilakukan pengumuman melalui system informasi
dokumen LH untuk:
a. usaha yang teridentifikasi sebagai usaha dengan
tingkat risiko menengah rendah
b. usaha yang teridentifikasi sebagai usaha dengan
tingkat risiko menengah tinggi
c. usaha yang teridentifikasi sebagai usaha dengan
tingkat risiko tinggi; dan
d. kegiatan wajib UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi
pemerintah
masyarakat berhak menyampaikan saran, pendapat, dan
tanggapan melalui system informasi dokumen LH
Pasal 58 Pemeriksaan Pemerintah terkait melakukan pemeriksaan administrasi
administrasi melalui system informasi dokumen LH
Maksud pemeriksaan administrasi:
a. konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan
ruang
b. persetujuan awal terkait rencana usaha dan/atau
kegiatan
c. persetujuan teknis, dan
d. kesesuaian isi formulir UKL-UPL standar spesifik atau
standar dengan pedoman pengisian
hasil pemeriksaan administrative:
a. telah lengkap dan benar pemeriksaan substansi
b. belum lengkap dan benarmelengkapi formulir UKL-
UPL standar spesifik dan standar
Pasal 59 Pemeriksaan substansi Pemerintah terkait melakukan pemeriksaan substansi
formulir UKL-UPL formulir UKL-UPL standar spesifik atau standar
Menteri dapat mendelegasikan pemeriksaan substansi
formulir UKL-UPL standar spesifik atau standar kepada
gubernur atau bupati/walikota
Pasal 60 Pemeriksaan substansi Pemeriksaan susbtansi formulir UKL-UPL standar
untuk usaha dengan spesifik untuk usaha dengan tingkat resiko menengah
tingkat resiko menengah rendah dilakukan secara otomatis melalui system perizian
rendah berusaha terintegrasi secara elektronik untuk formulir
UKL-UPL standar spesifik yang diisi oleh pelaku usaha
Berdasarkan pemeriksaan substansi diterbitkan:
a. persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan LH;
atau
b. penolakan pernyataan kesanggupan pengelolaan LH
Persetujuan atau penolakan pernyataan kesanggupan
pengelolaan LH diterbitkan secara otomatis melalui
PASAL PERIHAL KETERANGAN
system perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik
untuk formulir UKL-UPL standar spesifik yang diisi oleh
pelaku usaha
Pasal 61 Pemeriksaan substansi Pemeriksaan substansi formulir UKL-UPL standar
spesifik atau standar dilakukan untuk:
a. usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi
b. usaha dengan tingkat resiko tinggi
c. kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah
Pemeriksaan substansi dilakukan terhadap kesesuaian
standar pengolahan dan pemantauan LH dengan jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan dan jenis dampak LH
yang terjadi. Dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3
hari kerja melalui system informasi dokumen lingkungan
hidup.
Pemeriksaan substansi formulir UKL-UPL standar
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja
dengan melibatkan instansi terkait. Pemeriksaan dilakukan
secara dalam jaringan dan/atau luar jaringan.
Pasal 62 Hasil pemeriksaan Hasil pemeriksaan tidak terdapat perbaikan, maka
substansi formulir UKL- pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya
UPL standar spesifik memberikan persetujuan pernyataan kesanggupan
atau standar pengelolaan LH dalam jangka waktu paling lama 2 hari
kerja melalui system informasi dokumen LH.
Hasil pemeriksaan perlu dilakukan perbaikan,
pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya
menyampaikan arahan perbaikan kepada
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan melalui system
informasi dokumen LH.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melakukan perbaikan dan menyampaikan kembali
kepada pemerintah terkait melalui system informasi
dokumen LH dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja
sejak diterima arahan perbaikan.
Berdasarkan perbaikan, pemerintah terkait sesuai
kewenangannya menerbitkan persetujuan pernyataan
kesanggupan pengelolaan LH dalam jangka waktu paling
lama 2 hari kerja sejak perbaikan diterima melalui system
informasi dokumen LH.
Apabila:
a. perbaikan yang disampaikan telah melebihi batas
waktu; atau
b. perbaikan tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan,
permohonan persetujuan pernyataan kesanggupan
pengelolaan LH ditolak dan dikembalikan ke
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Pelaksana kewenangan dilakukan oleh:
a. pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan
SPPL yang ditugaskan oleh menteri
b. kepala perangkat daerah yang membidangi LH
PASAL PERIHAL KETERANGAN
provinsi, untuk usaha dan/atau kegiatan yang
merupakan kewenangan gubernur; atau
c. kepala perangkat daerah yang membidangi LH
kab/kota, untuk usaha dan/atau kegiatan yang
merupakan kewenangan bupati/walikota
Pasal 63 Persetujuan pernyataan Persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan LH,
kesanggupan paling sedikit memuat:
pengelolaan LH a. dasar penetapan berupa rekomendasi hasil
pemeriksaan substansi formulir UKL-UPL standar
spesifik atau standar
b. identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
c. deskripsi dan lokasi rencana, baik kegiatan utama
maupun kegiatan pendukung sesuai persetujuan teknis
d. persetujuan teknis
e. persyaratan bagi penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk memenuhi ketentuan dalam
persetujuan teknis sebelum beroperasinya instalasi
dan/atau fasilitas yang terkait dengan lingkup
persetujuan teknis
f. kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Pasal 64 Persetujuan pernyataan Merupakan:
kesanggupan a. bentuk persetujuan lingkungan; dan
pengelolaan LH b. prasyarat penerbitan perizinan berusaha atau
persetujuan pemerintah
Perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah menjadi
dasar pelaksanaan pengawasan usaha dan/atau kegiatan
Persetujuan pemerintah diterbitkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan
Pasal 65 Pengisian SPPL SPPL bagi usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha
diintegrasikan ke dalam nomor induk berusaha.
SPPL bagi kegiatan yang dilakukan oleh instansi
pemerintah dilakukan melalui pengisian formulir yang
menjadi dasar penerbitan persetujuan pemerintah
Tata cara pengisian formulir tercantum dalam Lampiran
III
Pasal 66 Integrasi SPPL dan Pengintegrasian SPPL ke dalam nomor induk berusaha
formulir SPPL dilakukan melaui system perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik
Pengisian formulir SPPL dilakukan melalui system
informasi dokumen LH
Formulir SPPL memuat:
a. kesanggupan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk mematuhi peraturan perundangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan LH
b. lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki
konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfataan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
c. kewajiban dasar pengelolaann LH
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya menyetujui secara otomatis atas formulir
SPPL yang telah diisi oleh instansi pemerintah melalui
system informasi dokumen lingkungan hidup
Pasal 67 Penyusun Amdal Penyusunan dilaksanakan oleh tim penyusun Amdal yang
ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
Tim penyusun dapat berasal dari:
a. perorangan; atau
b. lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal
Tim penyusun Amdal terdiri atas: ketua dan anggota
Ketua  memiliki sertifikat kompetensi yang memenuhi
standar kualifikasi ketua tim penyusun Amdal
Anggota paling sedikit terdiri atas 2 orang yang wajib
memiliki sertifikat kompetensi yang memenuhi standar
kualifikasi anggota tim penyusun Amdal dan/atau
kualifikasi ketua tim penyusun Amdal
Penyusunan Amdal tim penyusun harus melibatkan
tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi di bidangnya
masing-masing sesuai dengan jenis usaha dan/atau
kegiatan dan dampak LH yang diakibatkan oleh rencana
usaha dan/atau kegiatan
Tim penyusun Amdal yang berasal dari perorangan
dibentuk melalui keputusan penanggung jawab kegiatan
dengan memenuhi ketentuan
Pasal 68 Sertifikat kompetensi Sertifikat kompetensi penyusun Amdal diperoleh melalui
system sertifikasi kompetensi penyusun Amdal yang
dilaksanakan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai
lembaga pelatihan kompetensi Amdal dan lembaga
sertifikasi kompetensi kompetensi Amdal. Tahapan
system sertifikasi kompetensi penyusun Amdal:
a. pelatihan penyusun Amdal;
b. uji kompetensi; dan
c. penerbitan sertifikat kompetensi penyusun Amdal
(kualifikasi ketua tim penyusun Amdal; dan kualifikasi
anggota tim penyusun Amdal)
Pasal 69 Pelatihan penyusunan Dilaksanakan oleh lembaga pelatihan kompetensi Amdal
Amdal dengan mengajukan permohonan akreditasi kepada
menteri dengan dilengkapi persyaratan meliputi:
a. identitas lembaga pelatihan kompetensi Amdal
b. penanggung jawab pelatihan kompetensi penyusun
Amdal
c. daftar pengajar tetap dan tidak tetap yang memiliki
pengalaman menyusun Amdal paling sedikit 5 tahun
d. menggunakan bahan ajar (kurikulum) Amdal
berdasarkan standar kompetensi
e. menyediakan informasi public mengenai pelaksanaan
pelatihan kompetensi penyusun Amdal; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
f. system manajemen mutu
Menteri memberikan akreditasi dalam jangka waktu paling
lama 3 hari sejak diterima persyaratan dengan lengkap dan
benar.
Lembaga pelatihan yang telah terakreditasi melaporkan
pemenuhan kepada menteri setiap 1 tahun sekali.
Pasal 70 Lembaga sertifikaasi Lembaga sertifikasi kompetensi Amdal mengajukan
kompetensi Amdal permohonan penetapan kepada menteri dengan dilengkapi
persyaratan:
a. identitas lembaga sertifikasi kompetensi Amdal
b. penanggung jawab sertifikasi kompetensi Amdal
c. system uji kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan
d. penguji yang memiliki pengalaman paling sedikit 10
tahun dibidang penyusunan Amdal
e. system informasi public yang terkait dengan
pelaksanaan uji komptensi
f. mekanisme penanganan pengaduan dari pengguna jasa
dan public; dan
g. system manajemen mutu
Lembaga yang telah ditetapkan melaporkan pemenuhan
ketentuan kepada menteri setiap 1 tahun sekali.
Pasal 71 Sertifikat kompetensi Diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi Amdal
untuk peserta dan untuk peserta yang dinyatakan lolos uji kompetensi dan
evaluasi dilakukan evaluasi terhadap pemegang sertifikat
kompetensi paling sedikit 1 kali dalam jangka waktu 3
tahun.
Evaluasi dilaksanakan terhadap mutu Amdal yang
disusun. Kriteria evaluasi mutu Amdal ditetapkan oleh
menteri.
Pasal 72 Hasi evaluasi Dari hasil evaluasi, lembaga kompetensi Amdal
melakukan:
a. keberlanjutan berlakunya sertifikat kompetensi
penyusun Amdal; atau
b. pencabutan sertifikat kompetensi penyusun Amdal
Pencabutan jika penyusun Amdal:
a. menyalahgunakan sertifikat kompetensi
b. melakukan penjiplkamm dalam penyusunan Amdal;
dan/atau
c. melakukan pemalsuan data dan informasi dalam
penyusunan Amdal
Penyusun Amdal yang sertifikatnya dicabut, dilarang
melakukan penyusunan Amdal. Lembaga sertifkasi
kompetensi melaporkan pencabutan sertifikat kompetensi
penyusun Amdal kepada menteri dan menginformasikan
kepada public.
Pasal 73 Lembaga penyedia jasa Mengajukan permohonan registrasi kepada menteri
penyusunan Amdal dengan dilengkapi persyaratan:
a. identitas pemohon
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. akte pendirian badan hokum
c. penanggung jawab sertifikasi kompetensi Amdal
d. memiliki paling sedikit 2 orang tenaga tetap penyusun
Amdal yang bersertifikat kompetensi yang memenuhi
standar kualifikasi ketua tim penyusun Amdal.
e. Memiliki paling sedikit 2 orang tenaga tetap penyusun
Amdal yang bersertifikat kompetensi yang memenuhi
standar kualifikasi anggota tim penyusun Amdal.
f. Memiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap
penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal yang memenuhi standar kualifikasi
anggota tim penyusun Amdal;
g. Memiliki perjanjian kerja dengan tenaga ahli sesuai
dengan dampak potensial yang diakibatkan oleh
rencana usaha dan/atau kegiatan
h. Memiliki system manajemen mutu; dan
i. Melaksanakan pengendalian mutu internal terhadap
pelaksanaan penyusunan Amdal, termasuk menjaga
prinsip ketidakberpihakan dan/atau menghindari
konflik kepentingan.
Menteri memberikan tanda registrasi kepada lembaga
penyedia jasa penyusunan Amdal dalam jangka waktu tiga
hari kerja setelah permohonan registrasi diterima dan
memenuhi syarat.
Lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal yang telah
teregistrasi melaporkan pemenuhan keapda menteri setiap
1 tahun sekali.
Pasal 74 Evaluasi laporan yang Menteri melakukan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan disampaikan oleh:
a. Lembaga pelatihan kompetensi Amdal
b. Lembaga sertifikasi kompetensi Amdal; dan
c. Lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal
Evaluasi dilakukan melalui inspeksi secara berkala paling
sedikit 1 kali dalam 3 tahun atau sewaktu waktu juka
diperlukan.
Pasal 75 Hasil evaluasi menteri Menunjukkan:
a. Lembaga pelatihan kompetensi Amdal tidak
memenuhi syarat akreditasi
b. Lembaga sertifikasi kompetensi Amdal tidak
memenuhi penetapan
c. Lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal tidak
memenuhi registrasi. Menteri memberikan peringatan
tertulis
Lembaga yang tidak melaksanakan ketentuan mengenai
peringatan tertulis dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak
peringatan tertulis diterima, menteri melakukan
pembekuan akreditasi, penetapan, atau registrasi lembaga.
Pembekuan diberikan dalam jangka waktu 1 tahun. Selama
masa pembekuan:
a. Lembaga pelatihan kompetensi Amdal dilarang
PASAL PERIHAL KETERANGAN
melaksanakan pelatihan kompetensi penyusunan
Amdal
b. Lembaga sertifikasi kompetensi Amdal dilarang
melaksanakan sertifikasi kompetensi penyusunan
Amdal; atau
c. Lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal dilarang
melaksanakan penyusunan Amdal
Apabila lembaga dapat melaksanakan ketentuan
peringatan tertulis, menteri mencabut pembekuan.
Apabila lembaga tidak dapt melaksanakan ketentuan
peringatan tertulis setelah berakhirnya jangka waktu
pembekuan, menteri mencabut akreditasi, penetaan, atau
registrasi lembaga.
Menteri menyampaikan keapda public mengenai
pembekuan melalui system informasi dokumen lingkungan
Pasal 76 Pembentukan lembaga Menteri membentuk lembaga uji kelayakan LH yang
dan tim uji kelayakan bertugas membantu menteri dalam:
LH a. Membentuk tim uji kelayakan LH
b. Melakukan sertifikasi asli
c. Menyusun daftar kumpulan ahli bersertifikat
d. Menyediakan sistem informasi uji kelayakan yang
merupakan bagian dari system informasi dokumen LH
e. Melakukan pembinaan kepada tim uji kelayakan LH;
dan
f. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan uji
kelayakan oleh tim uji kelayakan LH
Pasal 77 Tim uji kelayakan LH Lembaga uji kelayakan LH menyusun tim uji kelayakan
LH berdasarkan usulan dari:
a. Pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan
SPPL untuk tim uji kelayakan LH yang berkedudukan
di pusat
b. Gubernur untuk tim uji kelayakan LH yang
berkedudukan di provinsi; atau
c. Bupati atau walikota untuk tim uji kelayakan LH yang
berkedudukan di kab/kota
Menteri menetapkan tim uji kelayakan LH berdasarkan
hasil telaahan dari lembaga uji kelayakan LH.
Pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL,
gubernur, atau bupati/walikota dapat mengusulkan lebih
dari 1 tim uji kelayakan LH kepada lembaga uji kelayakan
LH dalam hal kuantitas Amdal yang harus dilakukan uji
kelayakan sangat tinggi.
Persyaratan pengusulan tim uji kelayakan LH tercantum
dalam lampiran IV.
Pasal 78 Tim uji kelayakan hidup Berdasarkan kedudukan:
a. Di pusat
b. Di provinsi; atau
c. Di kabupaten/kota
Pasal 79 Tim uji kelayakan LH Penjelasan mengenai tugas uji kelayakan Amdal untuk
PASAL PERIHAL KETERANGAN
berdasarkan kedudukan jenis usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan wilayah
kewenangan masing-masing (pusat, provinsi, atau
kab/kota)
Menteri dapat menugaskan tim uji kelayakan LH yang
berkedudukan di provinsi dan kab/kota untuk melakukan
uji kelayakan LH yang perizinan berusaha ata persetujuan
pemerintah yang diterbitkan oleh pemerintah pusat
Pasal 80 Penyusunan Amdal Apabila recana usaha dan/atau kegiatan yang penyusunan
menggunakan Amdalnya menggunakan pendekatan studi terpadu atau
pendekatan studi kawasan serta memiliki lebih dari 1 perizinan berusaha
terpadu atau kawasan atau persetujuan pemerintah dengan kewenangan
perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah berada di:
a. Pusat, provinssi, dank ab/kota
b. Pusat dan provinsi; atau
c. Pusat dan kab/kota
Uji kelayakan dilakukan oleh tim ujii kelayakan LH
yang berkedudukan di pusat.
Dapat memilih lebih dari 1 perizinan berusaha atau
persetujuan pemerintah dengan kewenangan penerbitan
perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah berada di
provinsi dan kab/kota, uji kelayakan dilakukan oleh tim
uji kelayakan LH yang berkedudukan di provinsi.
Pasal 81 Tim uji kelayakan LH Terdiri atas:
a. Ketua
b. Kepala secretariat; dan
c. Anggota
Ketua dan kepala secretariat dijabat oleh pejabat yang
menangani Amdal atau pejabat fungsional tertentu di
instansi LH pusat, organisasi perangkat daerah yang
membidangi LH provinsi, atau organisasi perangkat daerah
yang membidangi LH kab/kota yang memiliki pengalaman
dalam penilaian Amdal paling sedikit 2 tahun.
Anggota yang berkedudukan di pusat terdiri atas:
a. Paling sedikit 5 orang ahli bersertifikat dengan latar
belakang keilmuan yang beragam terkait dengan
dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; dan
b. Paling banyak 5 orang dari unsur kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan LH
Anggota yang berkedudukan di provinsi atau kab/kota
terdiri atas:
a. Paling sedikit 5 orang bersertifikat dengan latar
belakang keilmuan yang beragam terkait dengan
dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
b. 1 orang dari unsur kementerian yang meyelenggarakan
urusan pemerintah di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup; dan
c. Paling banyak 5 orang dari perangkat daerah yang
membidangi perlindungan dan pengelolaan LH
Ahli bersertifikat terdiri atas:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
a. Ahli mutu udara
b. Ahli mutu air
c. Ahli mutu tanah
d. Ahli keanekaragaman hayati
e. Ahli kehutanan
f. Ahli sosial
g. Ahli kesehatan masyarakat
h. Ahli transportasi
i. Ahli geologi
j. Ahli hidrogeologi
k. Ahli hidrologi
l. Ahli kelaautan; atau
m. Ahli lain sesuai dengan dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan
Pasal 82 Penambahan atau Lembaga uji kelayakan LH berdasarkan hasil telaahan
penggantian anggota tim dapat memberikan saran kepada menteri untuk menambah
uji kelayakan LH atau mengganti anggota tim uji kelayakan LH yang
berasal dari tenaga ahli bersertifikat yang diusulkan oleh
pejabat yang membidangi amdal, UKL-UPL, dan SPPL,
gubernur, atau bupati/walikota.
Tambahan atau penggantian ahli bersertifikat diperoleh
dari daftar kumpulan ahli bersertifikat
Pasal 83 Pembinaan terhadap Lembaga uji kelayakan LH melakukan pembinaan
pemerintah daerah terhadap pemerintah daerah untuk dapat memenuhi
persyaratan pengusulan tim uji kelayakan LH
Pasal 84 Ahli bersertifikat tim uji Ditetapkan oleh menteri sebagai anggota tim uji
kelayakan LH kelayakan LH. Penetapan dilakukan melalui lembaga uji
kelayakan LH dengan mekanisme penilaian calon ahli
bersertifikat.
Pasal 85 Penilaian asli Mekanisme penilaian dilakukan terhadap:
bersertifikat a. Latar belakang pendidikan minimal sarjana
b. Pengalaman sesuai keilmuan paling sedikit 3 tahun
c. Sertifikat pelatihan yang terkait dengan kajian dampak
lingkungan
d. Rekam jejak penilaian Amdal yang telah dilakukan
oleh ahli tersebut
e. Tulisan ilmiah dari ahli tersebut yang telah diterbitkan
di jurnal nasional dan internasional; dan/atau
f. Rekomendasi dari asosiasi keahlian
Berdasarkan hasil penilaian menteri menerbitkan tanda
ahli bersertifikat. Ahli bersertifikat harus menandatangani
pakta integritas.
Pasal 86 Dokumen evaluasi dan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah
dokumen pengelolaan melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sebelum
LH berlakunya peraturan pemerintah ini dan memenuhi
kriteria:
a. Tidak memiliki dokumen lingkugan hidup atau
dokumen LHnya tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. Lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana
tata ruang
Wajib menyusun DELH atau DPLH.
Pasal 87 Pengajuan DELH atau Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan
DPLH DELH atau DPLH yang telah disusun melalui system
informasi dokumen lingkungan hidup kepada menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
DELH atau DPLH yang telah disusun diumumkan kepada
masyarakat melalui:
a. System informasi dokumen LH oleh pemerintah
terkait sesuai dengan kewenangannya; dan
b. Pengumuman pada lokasi usaha dan/atau kegiatan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pengumuman memuat informasi:
a. Usaha dan/atau kegiatan beserta evaluasi dampak
lingkungannya; dan
b. Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
Berdasarkan pengumuman masyarakat dapat memberikan
saran, pendapat, dan tanggapan dalam jangka waktu paling
lama 5 hari sejak diumumkan.
Pasal 88 Penilaian DELH atau Pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya
pemeriksaan DPLH melakukan penilaian DELH atau pemeriksaan DPLH
melalui system informasi dokumen LH.
Dalam melakukan penilaian DELH atau pemeriksaan
DPLH:
a. Menteri menugaskan pejabat yang membidangi DELH
atau DPLH; atau
b. Gubernur atau bupati/walikota menugaskan kepala
perangkat daerah yang membidangi LH
Hasil penilaian DELH atau pemeriksaan DPLH disusun
dalam berita acara yang memuat informasi:
a. DELH atau DPLH diterima; atau
b. DELH atau DPLH perlu dilakukan perbaikan
Berdasarkan berita acara, pemerintah terkait sesuai dengan
kewenangannya menerbitkan persetujuan DELH atau
DPLH.
Persetujuan DELH atau DPLH dipersamakan dengan
persetujuan lingkungan yang digunakan sebagai prasyarat
dan termuat dalam perizinan berusaha atau persetujuan
pemerintah.
Berdasarkan berita acara, penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan melakukan perbaikan.
Tata cara penyusunan, penilaian DELH atau pemeriksaan
DPLH tercantum dalam Lampiran V.
Pasal 89 Perubahan persetujuan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
lingkungan melakukan perubahan persetujuan lingkungan apabila
usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh surat
PASAL PERIHAL KETERANGAN
keputusan kelayakan LH atau persetujuan penyataan
kesanggupan pengelolaan LH direncanakan untuk
dilakukan perubahan.
Perubahan usaha dan/atau kegiatan meliputi:
a. Perubahan spesifikasi teknik, alat produksi, bahan
baku, bahan penolong, dan/atau sarana usaha dan/atau
kegiatan yan gberpengaruh terhadap LH
b. Penambahan kapasitas produksi
c. Perluasan lahan usaha dan/atau kegiatan
d. Perubahan waktu atau durasi operasi usaha dan/atau
kegiatan
e. Terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang
ditujukan untuk peningkatan perlindungan dan
pengelolaan LH
f. Terjadi perubahan LH yang sangat mendasar akibat
peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum, dan
pada waktu usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan dilaksanakan.
g. Tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/atau
kegiatan dalam jangka waktu 3 tahun sejak
diterbitkannya surat keputusan kelayakan LH atau
persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan LH
h. Perubahan identitas penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan
i. Perubahan wilayah administrasi pemerintahan
j. Perubahan pengelolaan dan pemantauan LH
k. SLO usaha dan/atau kegiatan yang lebih ketat dari
persetujuan lingkungan yang dimiliki
l. Penciuta/pengurangan dan/atau luas areal usaha
dan/atau kegiatan; dan/atau
m. Terdapat perubahan dampak dan/atau risiko LH
berdasarkan hasil kajian analisis risiko lingkungan
hidup dan/atau audit LH yang diwajibkan.
Perubahan persetujuan lingkungan menjadi dasar
dilakukannya perubahan perizinan berusaha atau
persetujuan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.
Pasal 90 Perubahan persetujuan Dilakukan melalui:
lingkungan a. Perubahan persetujuan lingkungan dengan kewajiban
menyusun dokumen LH baru; atau
b. Perubahan persetujuan lingkungan tanpa disertai
kewajiban menyusun dokumen LH baru
Perubahan persetujuan lingkungan dengan kewajiban
menyusun dokumen lingkungan hidup baru berlaku untuk
perubahan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam
pasal 89 ayat 2 huruf a-g.
Perubahan persetujuan lingkungan tanpa disertai
kewajiban menyusun dokumen LH baru berlaku untuk
perubahan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam
pasal 89 ayat 2 huruf h-m.
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pasal 91 Perubahan persetujuan Dilakukan melalui:
lingkungan dengan a. Perubahan surat keputusan kelayakan LH dengan
kewajiban menyusun kewajiban melakukan penyusunan dan uji kelayakan
dokumen LH baru Amdal baru.
b. Perubahan persetujuan pernyataan kesanggupan
pengelolaan LH dengan kewajiban melakukan
penyusunan dan pemeriksaan formulir UKL-UPL
standar; atau
c. Perubahan surat keputusan kelayakan LH dengan
kewajiban melakukan penyusunan dan penilaian
addendum Andal dan RKL-RPL.
Apabila perubahan usaha dan/atau kegiatan yang
dilakukan menyebabkan skala/besaran kumulatif usaha
dan/atau kegiatan tersebut menjadi skala/besaran wajib
memiliki Amdal, perubahan persetujuan lingkungan
dilakukan melalui penyusunan dan uji kelayakan Amdal
baru.
Dokumen addendum Andal dan RKL-RPL terdiri atas:
a. Tipe A
b. Tipe B; dan
c. Tipe C
Pasal 92 Tata cara penyusunan Tata cara penyusunan Amdal berlaku secara mutatis
mutandis untuk penyusunan Amdal baru (pasal 91 ayat (1)
huruf a).
Tata cara penyusunan formulir UKL-UPL berlaku secara
mutatis mutandis untuk penyusunan formulir UKL-UPL
standar spesifik atau standar (pasal 91 ayat (1) huruf b).
Pasal 93 Perubahan persetujuan Dilakukan melalui:
lingkungan tanpa a. Perubahan surat keputusan kelayakan LH atau
disertai kewajiban perubahan persetujuan pernyataan kesanggupan
menyusun dokumen LH pengelolaan LH (pasal 89 ayat (2) huruf h dan i); atau
baru b. Perubahan surat keputusan kelayakan LH atau
perubahan persetujuan pernyataan kesanggupan
pengelolaan LH yang disertai perubahan pengelolaan
dan pemantauan LH (pasal 89 ayat (2) huruf j-m).
Perubahan yang dimaksud huruf b di atas terkait dengan
pengelolaan dan pemantauan LH yang memerlukan
persetujuan teknis, dilakukan berdasarkan perubahan
persetujuan teknis.
Pasal 94 Proses penapisan secara Untuk menentukan perubahan persetujuan lingkungan,
mandiri penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melakukan
proses penapisan secara mandiri.
Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
dapat melakukan penapisan secara mandiri, maka dapat
mengajukan penetapan penapisan kepada instansi LH
pusat, organisasi perangkat daerah provinsi yang
membidangi LH, atau organisasi perngkat daerah kab/kota
yang membidangi LH sesuai dengan kewenangannya
disertai dengan penyajian informasi lingkungan.
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Penyajian informasi menggunakan format yang tercantum
dalam lampiran V.
Pasal 95 Pengajuan permohonan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan
perubahan persetujuan permohonan perubahan persetujuan lingkungan kepada
lingkungan pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya melalui
system informasi dokumen LH.
Pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya
melakukan:
a. Uji kelayakan Amdal baru
b. Pemeriksaan formulir UKL-UPL standar spesifik atau
formulir UKL-UPL standar; atau
c. Penilaian addendum Andal dan RKL-RPL
Pasal 96 Tata cara uji kelayakan Tata cara uji kelayakan LH berlaku secara mutatis
LH dan tata cara mutandis untuk uji kelayakan Amdal baru
pemeriksaan formulir Tata cara pemeriksaan formulir UKL-UPL standar
UKL-UPL spesifik atau formulir UKL-UPL standar berlaku secar
mutatis mutandis.
Pasal 97 Addendum Andal dan Tim uji kelayakan LH sesuai dengan kewenangannya
RKL-RPL melakukan penilaian addendum Andal dan RKL-RPL
dengan tahapan:
a. Penerimaan permohonan penilaian addendum andal
dan RKL-RPL, dan perubahan persetujuan lingkungan
b. Pemeriksaan administrasi addendum Andal dan RKL-
RPL
c. Penilaian substansi addendum Andal dan RKL-RPL;
dan
d. Penyampaian rekomendasi kelayakan atau
ketidaklayakan LH
Pemeriksaan administrasi addendum Andal dan RKL-RPL
berupa:
a. Kesesuaian perubahan rencana usaha dan/atau
kegiatan dengan rencana tata ruang
b. Persetujuan awal usaha dan/atau kegiatan
c. Persetujuan teknis dalam hal terjadi peubahan
persetujuan teknis
d. Keabsahan tanda bukti registrasi lembaga penyedia
jasa penyusunan Amdal, apabila penyusunan Andal
dan RKL-RPL dilakukan oleh lembaga penyedia jasa
penyusunan Amdal; dan/atau
e. Keabsahan tanda bukti sertifikasi kompetensi
penyusunan Amdal
Dalam melakukan penilaian substansi addendum Andal
dan RKL-RPL untuk addendum Andal dan RKL-RPL:
a. Tipe A, tim uji kelayakan LH melibatkan pihak (pasal
45 ayat (3))
b. Tim B, tim uji kelayakan LH melibatkan:
 Instansi sector yang menerbitkan persetujuan teknis;
dan
 Instansi pusat, provinsi, atau kab/kota yang terkait
PASAL PERIHAL KETERANGAN
dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, dan/atau
dampak usaha dan/atau kegiatan; dan
c. Tipe C, tim uji kelayakan LH melibatka instansi teknis
yang menerbitkan persetujuan teknis, dalam hal
terdapat perubahan dan pemantauan LH serta terdapat
perubahan persetujuan teknis
Berdasarkan hasil pemeriksaan administrasi dan penilaian
substansi, tim uji kelayakan LH menerbitkan rekomendasi
hasil uji kelayakan.
Jangka waktu penilaian addendum Andal dan RKL-RPL
sampai dengan disampaikannya rekomendasi hasil uji
kelayakan dilakukan paling lama:
a. 50 hari kerja terhitung sejak addendum Andal dan
RKL-RPL tipe A diterima dan dinyatakan lengkap
secara administrasi
b. 30 hari kerja terhitung sejak addendum Andal dan
RKL-RPL tipe B diterima dan dinyatakan lengkap
secara administrasi
c. 15 hari kerja terhitung sejak addendum Andal dan
RKL-RPL tipe C diterima dan dinyatakan lengkap
secara administrasi
Pasal 98 Hasil uji kelayakan Rekomendasi hasil uji kelayakan menjadi bahan
lingkungan hidup pertimbangan pemerintah terkait sesuai dengan
kewenangannya dalam menetapkan:
a. Surat keputusam kelayakan LH terhadap perubahan
rencana usaha dan/atau kegiatan, jika perubahan
rencana usaha dan/atau kegiatan dinyatakan layak LH;
atau
b. Keputusan ketidaklayakan LH terhadap perubahan
rencana usaha dan/atau kegiatan, jika perubahan
rencana usaha dan/atau kegiatan dinyatakan tidak
layak LH.
Jangka waktu penerbitan surat keputusan kelayakan LH
atau surat keputusan ketidaklayakan LH dilakukan paling
lama 10 hari kerja terhitung sejak rekomendasi hasil uji
kelayakan diterima.
Surat keputusan kelayakan LH menjadi prasyarat
penerbitan dan termuat dalam perubahan perizinan
berusaha atau persetujaun pemerintah
Pasal 99 Pemeriksaan perubahan melalui pemeriksaan administrasi atas kelengkapan
persetujuan lingkungan permohonan permohonan perubahan persetujuan
tanpa disertai kewajiban lingkungan yang meliputi:
menyusun dokumen LH a. Laporan perubahan pengelolaan dan pemantauan LH;
baru dan/atau
b. Laporan perubahan persetujuan teknis dalam hal
terjadi perubahan persetujaun teknis
Pemeriksaan administrasi atas kelengkapann permohonan
perubahan dilakukan paling lama 1 hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima.
Apabila hasil pemeriksaan administrasi dinyatakan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
permohonan:
a. Lengkap dan benar, pemerintah sesuai dengan
kewenangannya menerbitkan:
 Surat keputusan kelayakan LH; atau
 Persetujuan. Pernyataan kesanggupan pengelolaan
LH
Terhadap perubahan rencana usaha dan/atau kegiatan
b. Tidak lengkap dan/atau tidak benar, pemerintah terkait
sesuai dengan kewenangannya mengembalikan
permohonan untuk diperbaiki.
Jangka waktu penerbitan perubahan persetujuan
lingkungan, termasuk pengembalian permohonan untuk
perbaikan dilakukan paling lama 10 hari kerja terhitung
sejak hasil pemeriksaan administrasi diterima.
Perubahan persetaujuan lingkungan menjadi prasyarat
penerbitan dan termuat dalam perizinan berusaha atau
pesetujuan pemerintah.
Pasal 100 Pengelola kawasan yang Pengelola kawasan yang telah memiliki persetujuan
telah memiliki lingkungan, melakukan penggabungan dan penyesuaian
persetujuan lingkungan persetujuan lingkungan dari penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dalam kawasan pada persetujuan
lingkungan kawasan.
Pengelola kawasan melakukan perubahan persetujuan
lingkungan jika terdapat:
a. Penambahan jenis usaha dan/atau kegiatan di luar
persetujuan lingkungan kawasan
b. Penambahan RKL-RPL rinci dengan jenis usaha
dan/atau kegiatan yang sesuai persetujuan lingkungan
kawasan;
c. Perubahan kegiatan pada usaha dan/atau kegiatan
dalam kawasan yang telah beroperasi; dan/atau
d. Perubahan pengelolaan dan pemantauan LH
Perubahan (pada huruf a) dilakukan melalui perubahan
dokumen LH seperti dalam pasal 90 ayat 1 huruf a.
Perubahan (pada huruf b-d), dilakukan melalui perubahan
pengelolaan dan pemantauan LH seperti dalam pasal 89
ayat (2) huruf j.
Perubahan dilakukan bersamaan dengan pelaporan
perizinan berusaha terkait persetujuan lingkungan secara
berkala setiap 6 bulan.
Pasal 101 Tata cara Tata cara:
a. Penyusunan addendum Andal dan RKL-RPL seperti
dalam pasal 91 ayat (3)
b. Penilaian addendum Andal dan RKL-RPL seperti
dalam pasal 97 dan pasal 98; dan
c. Pemeriksaan perubahan persetujaun lingkungan tanpa
disertai kewajiban menyusun dokumen LH baru
seperti dalam pasal 99.
Tercantum dalam Lampiran V
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pasal 102 Bantuan pemerintah Pemerintah pusat dan pemerintah daerah membantu
terhadap usaha mikro penyusunan Amdal bagi usaha mikro dan kecil yang
kecil memiliki dampak penting terhadap LH.
Bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitas, biaya,
dan/atau penyusunan Amdal.
Penyusunan Amdal bagi usaha mikro dan kecil dibantu
oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian
atau perangkat daerah yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan.
Apabila usaha mikro dan kecil berada di bawah
pembinaan atau pengawasan lebih dari 1
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau
perangkat daerah, penyusunan Amdal bagi usaha mikro
dan kecil yang direncanakan, dilakukan oleh
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau
perangkat daerah yang membidangi usaha yang dominan.
Pasal 103 Pendanaan persetujuan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan bertanggung
lingkungan jawab atas pendanaan penyusunan Amdal atau formulir
UKL-UPL standar spesifik atau formulir UKL-UPL
standar.
Pasal 104 Pendanaan operasional Pendanaan operasional kegiatan lembaga uji kelayakan
LH dibebankan pada bagian anggaran kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan LH
Pendanaan operasional kegiatan tim uji kelayakan LH
yang berkedudukan di pusat dibebankan pada bagian
anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang perlindungan dan pengelolaan LH.
Pendanaan operasional kegiatan tim uji kelayakan LH
yang berkedudukan di provinsi berasal dari anggaran
pendapatan belanja daerah provinsi.
Pendanaan operasional kegiatan tim uji kelayakan LH
yang berkedudukan di kab/kota berasal dari anggaran
pendapatan belanja daerah kab/kota.
Pasal 105 Pendanaan bantuan Bantuan penyusunan Amdal (pasal 102) yang kewenangan
penyusunan Amdal penilaiannya berada di pemerintah, pendanaannya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Bantuan penyusunan Amdal (pasal 102) yang kewenangan
penilaiannya berada di pemerintah kab/kota,
pendanaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah

B. BAB III PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU AIR

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 107 Ketentuan umum Perlindungan dan pengelolaan mutu air dilakukan
terhadap air yang berada di dalam Badan Air
Badan air meliputi:
a. Badan air permurkaan:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
 Sungai, anak sungai, dan sejenisnya;
 Danau dan sejenisnya
 Rawa dan lahan basah lainnya; dan/atau
b. Akuifer
Penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan mutu air
meliputi:
a. Perencanaan
b. Pemanfaatan
c. Pengendalian; dan
d. pemeliharaan
Pasal 108 Perencanaan Dilakukan dengan pendekatan DAS (daerah aliran
perlindungan dan sungai), CAT (cekungan air tanah), dan ekosistemnya
pengelolaan mutu air melalui:
a. Inventarisasi badan air
b. Penyusunan penetapan baku mutu air
c. Perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemaran
air
d. Penyusunan dan penetapan rencana perlindungan dan
pengelolaan mutu air
Pasal 109 Inventarisasi badan air Inventarisasi dilaksanakan oleh menteri dengan tahapan:
a. Mengidentifikasi badan air; dan
b. Melakukan karakterisasi badan air
Pasal 110 Identifikasi badan air Dilakukan melalui citra satelit, foto udara, dan/atau
penyelidikan hidrogeologi
Pasal 111 Peta badan air Peta badan air menjadi acuan dalam pelaksanaan
karakterisasi badan air
Pasal 112 Pengumpulan dan Karakterisasi badan air untuk mendapatkan informasi:
pengkajian informasi a. Aspek hidrologi dan hidrogeologi
serta hasil karakterisasi b. Aspek geologi
badan air c. Aspek morfologi
d. Aspek ekologi
e. Aspek mutu air
f. Aspek sumber pencemar; dan
g. Aspek pemanfaatan air
Pengumpulan dan pengkajian berdasarkan data primer dan
data sekunder. Dilakukan verifikasi terhadap karakterisasi
badan air melalui kegiatan survei lapangan. Hasil
karakterisasi badan air merupakan peta perlindungan dan
pengelolaan mutu air
Pasal 113 Penyusunan dan Penetapan berdasarkan air tanah dan air permukaan
penetapan baku mutu air (segmentasi atau zonasi badan air)
Baku mutu air untuk air tanah dilakukan melalui
pemantauan rona awal mutu air tanah dan/atau
pemantauan mutu air tanah referensi.
Baku mutu air untuk air permukaan mengacu pada Baku
Mutu Air Nasional yang tercantum dalam Lampiran VI.
Pasal 114 Penyusunan dan Baku mutu air disusun dan ditetapkan oleh menteri yang
penetapan baku mutu berkoordinasi dengan pemerintah terkait
Pasal 115 Penyusunan dan Apabila bupati/walikota tidak dapat melaksanakan 
PASAL PERIHAL KETERANGAN
penetapan baku mutu gubernur menyusun dan menetapkan baku mutu air yg
menjadi kewenangan bupati/walikota
Apabila gubernur tidak dapat melaksanakan  menteri
menyusun dan menetapkan baku mutu air yg menjadi
kewenangan gubernur
Pasal 116 Perhitungan dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan
penetapan alokasi BPA perhitungan dan penetapan untuk mendapatkan nilai
beban pencemar air paling tinggi dari sumber pencemar
yang diperbolehkan dibuang ke badan air permukaan.
Sumber pencemar terdiri atas sector:
a. Industry
b. Domestic
c. Pertambangan
d. Minyak dan gas bumi
e. Pertanian dan perkebunan
f. Perikanan
g. Peternakan; dan
h. Sector lain
Perhitungan dan penetapan alokasi BPA melalui:
a. Hasil karakterisasi badan air; dan
b. Baku mutu air berdasarkan segmentasi dan zonasi
badan air
Apabila bupati/walikota tidak dapat melaksanakan
perhitungan dan penetapan alokasi BPA, gubernur
menghitung dan menetapkan alokasi BPA yang menjadi
kewenangan bupati/walikota
Apabila gubernur tidak dapat melaksanakan perhitungan
dan penetapan alokasi BPA, menteri menghitung dan
menetapkan alokasi BPA yang menjadi kewenangan
gubernur
Pasal 117 Penyusunan dan Meliputi:
penetapan RPPMA a. RPPMA nasional
b. RPPMA provinsi
c. RPPMA kab/kota
Pasal 118 Rencana perlindungan Rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air nasional
dan pengelolaan mutu diterapkan pada DAS lintas negara; DAS lintas povinsi;
air nasional (RPPMA) DAS dan CAT strategis nasional; CAT lintas negara; dan
CAT lintas provinsi. Disusun dan ditetapkan oleh menteri
setelah berkoordinasi dengan pemerintah terkait.
Pasal 119 Rencana perlindungan Rencana perlindungan dan pengelolaan mutu air provinsi
dan pengelolaan mutu diterapkan pada DAS lintas kab/kota dan CAT dalam
air provinsi provinsi. Disusun dan ditetapkan oleh gubernur
Pasal 120 Rencana perlindungan Diterapkan pada DAS dalam kab/kota. Berdasarkan
dan pengelolaan mutu pertimbangan teknis dari menteri dan berkoordinasi
air kab/kota dengan gubernur
Pasal 121 Isi dan Parameter Berisi: pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan
penetapan RPPMA Parameter: pemantauan mutu air, baku mutu air, alokasi
beban pencemaran air
Pasal 122 Pemantauan mutu air Dilakukan dengan cara:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
a. Manual; dan/atau
b. Otomatis dan terus-menerus
Hasil pemantauan diintegrasikan kedalam system
informasi LH yang digunakan sebagai dasar penentuan
status mutu air
Pasal 123 Status mutu air Dilakukan dengan cara membandingkan hasil pemantauan
Mutu air dengan baku mutu air.
Status mutu air meliputi:
a. Tercemar; atau
b. Baik
Status mutu tercemar, pemerintah terkait menetapkan:
a. Mutu air sasaran; dan
b. Rencana pengendalian mutu air
Status mutu air baik pemerintah terkait menetapkan
rencana pencegahan pencemaran air dan pemeliharaan
mutu air
Pasal 124 Rencana perlindungan Menjadi bagian dari rencana perlindungan dan
dan pengelolaan mutu pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan dalam:
air (RPPMA) a. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air
b. Penyusunan tata ruang melalui kajian lingkungan
hidup strategis
RPPMA dapat diubah jika terjadi perubahan:
a. Baku mutu air
b. Tata ruang; dan/atau
c. Kebijakan lain yang berimplikasi pada perlindungan
dan pengelolaan mutu air
Pasal 125 Pemanfaatan Didasarkan pada RPPMA. Dapat dilakukan pada seluruh
badan air sesuai dengan baku mutu air atau mutu air
sasaran
Pasal 126 Pemanfaatan badan air Dapat dimanfaatkan sebagai penerima air limbah bagi
usaha dan/atau kegiatan dengan tidak melampaui baku
mutu
Pasal 127 Pengendalian Dilakukan sesuai dengan RPPMA
pencemaran air Penegndalian meliputi: pencegahan pencemaran air,
penanggulangan pencemaran air, dan pemulihan mutu air
Pasal 128 Pencegahan pencemaran Dilakukan pada sumber pencemar Nirtitik (air limpasan)
air dan titik melalui cara pengelolaan terbaik. Dilakukan
melalui:
a. Penyediaan sarana dan prasarana
b. Pelaksanaan pengurangan, penggunaan Kembali,
pendaur ulang, perolehan Kembali manfaat, dan/atau
pengisian Kembali air limbah;
c. Penetapan baku mutu air limbah
d. Persetujuan teknis untuk pemenuhan baku mutu air
limbah
e. Penyediaan personel yang kompeten dalam PPA
f. Internalisasi biaya perlindungan dan pengelolaan mutu
air
g. Penerapan system perdagangan alokasi beban
PASAL PERIHAL KETERANGAN
pencemar air
Pasal 129 Sarana dan prasarana Pemerintah menyediakan sarana dan prasarana air limbah
PPA untuk sumber limbah dari:
a. Rumah tangga; dan
b. Air limpasan atau nirtitik
Pemerintah memberikan bantuan sarana dan prasarana
PPA bagi usaha mikro kecil
Hasil pengolahan air limbah dari sarana dan prasarana
PPA harus memenuhi baku mutu air limbah dan alokasi
BPA
Penyediaan dapat dilakukan secara kerjasama dengan
badan usaha yang memiliki perizinan berusaha
Pasal 130 Pengolahan air limbah Wajib mengolah air limbah yang dilakukan dengan:
a. Pemanfaatan dengan cara yang dimaksud dalam pasal
128 ayat 1
b. Pemanfaatan dengan cara diaplikasikan ke tanah;
dan/atau
c. Pembuangan ke badan air permukaan dan/atau formasi
tertentu
Dengan tidak menimbulkan dampak pencemaran dan/atau
kerusakan LH dan sesuai dengan peraturan perundangan
Pasal 131 Penetapan baku mutu air Diterapkan pada usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
limbah kegiatan:
a. Pembuangan air limbah ke badan air permukaan
b. Pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah ke
formasi tertentu
c. Pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah;
d. Lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Dilakuan berdasarkan:
a. Ketersediaan teknologi pengolah air limbah; dan
b. Pertimbangan ekonomi
Pasal 132 Standar teknologi Dilakukan dengan:
pengolahan air limbah a. Verifikasi teknologi; dan/atau
b. Registrasi teknologi pengolahan air limbah
Pasal 133 Kewajiban penanggung Diwajibkan untuk:
jawab usaha dan/atau a. Membuat kajian; atau
kegaitan b. Menggunakan standar teknis yg disediakan oleh
pemerintah
Sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan persetujuan
teknis pemenuhan baku mutu air limbah
Pasal 134 Pembuangan dan/atau Dilakukan melalui penyusunan scenario dampak
pemanfaatan air limbah berdasarkan:
a. Fungsi ekologis di sekitar usaha dan/atau kegiatan
b. Alokasi beban pencemar air; dan/atau
c. Teknologi yang akan digunakan pada rencana usaha
dan/atau kegiatan
Apabila alokasi beban pencemar air belum ditetapkan,
maka perhitungan baku mutu air limbah dilakukan melalui
PASAL PERIHAL KETERANGAN
prediksi sebaran air limbah berdasarkan data mutu air pada
segmen atau zonasi badan air permukaan
Apabila alokasi beban pencemar air sudah terlewati, maka
tidak diperbolehkan untuk melakukan pembuangan air
limbah atau diwajibkan:
a. Memanfaatkan air limbah; dan/atau
b. Melakukan alternatif lain
Apabila alokasi beban pencemaran air sudah terlewati,
pejabat pemberian persetujuan teknis wajib melakukan
evaluasi thd persetujuan teknis yang telah diterbitkan
Pasal 135 Permohonan persetujuan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan
teknis permohonan persetujuan teknis kepada pemerintah terkait
sesuai dengan kewenangannya yang dilengkapi dengan
persyaratan kajian yang disampaikan melalui sitem
informasi dokumen lingkungan untuk persetujuan teknis
pemenuhan baku mutu air limbah.
Permohonan dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan
dan kebenaran kajian paling lama 2 hari sejak
permohonan diterima.
Dalam pemeriksaan:
a. Menteri menugaskan pejabat yang membidangi PPA
b. Gubernur atau bupati/walikota menugaskan pejabat
yang membidangi LH
Pasal 136 Hasil pemeriksaan Hasil pemeriksaan menyatakan:
a. Lengkap dan benar pejabat melakukan penilaian
substansi
b. Tidak lengkap dan/atau tidak benar pejabat
mengembalikan kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan perbaikan dalam
jangka waktu paling lama 10 hari kerja sejak
permohonan dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak
benar.
Penilaian substansi dilakukan terhadap kajian untuk
kegiatan pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah
yang dimohonkan. Penilaian substansi melibatkan tenaga
ahli yang membidangi PPA.
Pasal 137 Hasil penilaian substansi Menunjukkan:
a. Memenuhi persyaratan pejabat menerbitkan
persetujuan teknis untuk pemenuhan baku mutu air
limbah
b. Tidak memenuhi persyaratan pejabat menerbitkan
penolakan persetujuan teknis untuk pemenuhan baku
mutu air limbah disertai alas an penolakan
Pasal 138 Persetujuan teknis Memuat:
pemenuhan baku mutu a. Standar teknis pemenuhan baku mutu air limbah
air limbah b. Standar kompetensi SDM; dan
c. System manajemen lingkungan
Standar kompetensi SDM meliputi:
a. Penanggung jawab PPA
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. Penanggung jawab operator instalasi pengolahan air
limbah; dan
c. Personel yang memiliki kompetensi lain sesuai
kebutuhan
Yang bersertifikat.
SML paling sedikit memuat:
a. Pemantauan mutu air limbah
b. Penataan baku mutu air limbah yang ditetapkan bagi
usaha dan/atau kegiatan
c. Pemantauan mutu air permukaan dan/atau air tanah
secara berkala; dan
d. Pelaporan seluruh kewajiban PPA
Pasal 139 Jangka waktu Penilaian substansi sampai dengan penerbitan persetujuan
teknis dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari
kerja
Pasal 140 Pengolahan air limbah Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi SPPL, wajib melakukan pengolahan air limbah
sebelum dibuang dan/atau dimanfaatkan
Pasal 141 Kerja sama Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan bekerja sama
dengan:
a. Badan usaha; atau
b. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai
ketentuan peraturan perundangan
Pasal 142 Verifikasi persetujuan Dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
teknis sesuai kewenangannya. Dilakukan untuk:
a. Melihat kesesuaian antara standar teknis pemenuhan
baku mutu air limbah dengan pembangunan sarana
dan prasarana yang dilakukan, dan
b. Memastikan berfungsinya sarana dan prasarana serta
terpenuhinya baku mutu air limbah
Hasil verifikasi terhadap sarana dan prasarana ir limbah
dimaksud memenuhi atau tidak memenuhi persetujuan
teknis.
a. Memenuhi persetujuan teknis pemerintah terkait
menerbitkan SLO; atau
b. Tidak memenuhi persetujuan pemerintgah terkait
memerintahkan untuk melakukan perbaikan sarana
dan prasarana dan/atau perubahan persetujuan
lingkungan yang dituangkan dalam berita acara
SLO sebagai dasar pemerintah terkait dalam melakukan
pengawasan.
Dalam melakukan perbaikan sarana dan prasarana sampai
dengan baku mutu air limbah terpenuhi.
Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melakukan perbaikan sarana dan prasarana, maka pejabat
pengawas lingkungan hidup melakukan pengawasan.
Pasal 143 Pemenuhan standar Dilakukan paling lambat 1 tahun sejak SLO diterbitkan
kompetensi SDM
Pasal 144 Pemantauan mutu air Dilakukan secara:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
limbah a. Manual; dan/atau
b. Otomatis dan terus menerus
Secara manual harus memenuhi ketentuan:
a. Dilakukan pada titik penaatan air limbah
b. Menggunakan metode pemantauan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan; dan
c. Dilakukan oleh laboratorium yang telah terintegrasi
oleh Menteri
Menteri menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
wajib melakukan pemantuan mutu air limbah secara
otomatis dan terus menerus
Pasal 145 System manajemen Dilakukan melalui tahapan:
lingkungan a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Pemeriksaan; dan
d. tindakan
Pasal 146 Pelaporan Pelaporan seluruh kewajiban PPA dilakukan melalui
system informasi lingkungan hidup
Pasal 147 Internalisasi biaya Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
mencemari air melakukan internalisasi biaya perlindungan
dan pengelolaan mutu air dalam biaya produksi dan/atau
operasinya
Pasal 148 System perdagangan Perdagangan alokasi beban pencemar air
alokasi beban pencemar mempertimbangkan:
air a. ketersediaan alokasi beban pencemar air di lokasi
pembuangan air limbah; dan
b. alokasi beban pencemar air dari usaha dan/atau
kegiatan
ditetapkan berdasarkan rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Mutu Air yang ditetapkan oleh pemerintah
terkait sesuai dengan kewenangannya
Pasal 149 Penetapan perdagangan a. nasional ditetapkan oleh menteri
alokasi beban pencemar b. provinsi ditetapkan oleh gubernur
air c. kab/kota ditetapkan oleh bupati/walikota
Pasal 150 Alokasi beban pencemar Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan hanya dapat
air membuang air limbah ke badan air sesuai dengan kuota
alokasi beban pencemar air yang dimiliki.
Alokasi beban pencemar air dapat diperjualbelikan antara
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan system
perdagangan alokasi beban pencemar air yang
dikembangkan oleh menteri
Pasal 151 Penanggulangan Wajib melakukan penanggulangan pencemar air dengan
pencemaran air cara:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran air pada
masyarakat dalam jangka waktu paling lama 24 jam
sejak diketahuinya pencemaran
b. pengisolasian pencemar air
c. penghentian sumber pencemar air; dan/atau
d. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu
PASAL PERIHAL KETERANGAN
pengetahuan dan teknologi
apabila terjadi pencemaran penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan wajib melaporkan sebagai keadaan
darurat secara elektronik dalam waktu paling lama 24 jam
kepada pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya.
Laporan memuat:
a. lokasi
b. waktu
c. penyebab
d. dugaan dampak terhadap lingkungan; dan
e. upaya yang telah dilakukan
Pasal 152 Pihak ketiga dan biaya Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
penanggulangan melakukan penanggulangan pencemaran air paling lama
pencemaran air 24 jam sejak diketahui pencemaran, maka pemerintah
terkait menetapkan pihak ketiga untuk melakukan
penanggulangan pencemaran air. Biaya dibebankan
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Pasal 153 Pemulihan mutu air Wajib melakukan pemulihan mutu air dengan cara:
a. pembersihan unsur pencemar air
b. remediasi
c. rehabilitasi
d. restorasi; dan/atau
e. lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
Pasal 154 Pihak ketiga dan biaya Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
pemulihan mutu air melakukan pemulihan mutu air dalam jangka waktu
paling lama 30 hari sejak diketahui pencemaran, maka
pemerintah terkait menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan mutu air. Biaya menggunakan dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi LH.
Pasal 155 Pemulihan mutu air Dilakukan sesuai dengan kewenangan jika:
a. lokasi pencemaran air tidak diketahui sumber
pencemarnya; dan/atau
b. tidak diketahui pihak yang melakukan pencemaran air
Pasal 156 Pemeliharaan mutu air Diselenggarakan berdasarkan rencana perlindungan dan
pengelolaan mutu air. Dilakukan pada:
a. badan air kelas Satu
b. badan air yang berada di kawasan lindung
c. mata air
d. air tanah; dan/atau
e. danau tertutup
pemerintah terkaiit sesuai dengan kewenangannya
melakukan pemeliharaan mutu air melalui upaya:
a. konservasi badan air dan ekosistemnya
b. pencadangan badan air dan ekosistemnya; dan/atau
c. pengendalian perubahan iklim
Pasal 160 Peran serta masyarakat Salah satu yang dapat dilakukan masyarakat adalah
dengan melakukan kemitraan dengan para pihak dalam
rangka pengurangan pencemar air
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pasal 161 Kemitraan dengan Pemerintah terkait memfasilitasi terbentuknya kemitraan
masyarakat antara masyarakat dengan badan usaha. Dituangkan dalam
bentuk perjanjian antara masyarakat dengan badan usaha
yang bersangkutan

C. PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU UDARA

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 167 Hasil identifikasi Digunakan sebagai dasar perhitungan emisi, gangguan,
dan mutu udara
Pasal 168 Cara menghitung emisi, Dilakukan dengan pengukuran dan/atau perhitungan
gangguan, dan mutu
udara
Pasal 169 Pengukuran Dilakukan dengan cara manual dan/atau otomatis dan
terus menerus
Pasal 170 Perhitungan Mendapat nilai dari setiap sumber emisi, gangguan, dan
mutu udara
Pasal 171 Hasil perhitungan Mendapatkan informasi tingkat, status, proyeksi emisi,
gangguan, dan mutu udara. Dilakukan oleh personil yang
berkompetensi.
Pasal 172 Inventarisasi udara Dilakukan oleh pemerintah berwenang sesuai dengan
wilayah pemerintahan
Pasal 174 Baku mutu udara Disusun dan ditetapkan berdasarkan
ambien a. Hasil inventarisasi udara; dan
b. Aspek Kesehatan, social, ekonomi, dan lingkungan
Baku mutu udara ambien meliputi jenis parameter dan
nilai parameter (tercantum dalam lampiran VII)
Baku mutu udara ambien digunakan sebagai dasar
penyusunan dan penetapan nilai konsentrasi udara ambien
tertinggi di kelas WPPMU
Pasal 175 WPPMU WPPMU terdiri atas:
a. WPPMU nasional
b. WPPMU lintas provinsi
c. WPPMU provinsi
d. WPPMU lintas kab/kota
e. WPPMU kab/kota
Peruntukan WPPMU:
a. WPPMU kelas I, untuk pelestarian dan pencadangan
udara bersih
b. WPPMU II, untuk Kawasan permukiman, komersial,
pertanian, perkebunan, dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan kelas yg sama
c. WPPMU III, untuk industry dan/atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan kelas yang sama
Bagian WPPMU:
a. Hasil perhitungan emisi
b. Nilai konsentrasi udara ambien
c. Rencana tata ruang wilayah
PASAL PERIHAL KETERANGAN
d. Kesamaan karakterisrik bentang alam, dan
e. Kondisi iklim dan meteorologi
Kawasan pristine dikategorikan dalam WPPMU kelas I
Pasal 176 Penetapan WPPMU Ditetapkan oleh Menteri setelah berkolaborasi dengan
pemerintah terkait
Pasal 177 RPPMU RPPMU terdiri atas:
a. RPPMU nasional
b. RPPMU provinsi, dan
c. RPPMU kota
Pasal 178 RPPMU Nasional Disusun untuk:
a. WPPMU skala nasional
b. WPPMU skala lintas provinsi
RPPMU nasional disusun berdasarkan nilai konsentrasi
udara ambien tertinggi di kelas WPPMU
Pasal 179 RPPMU provinsi Disusun untuk:
a. WPPMU skala provinsi
b. WPPMU skala lintas kab/kota
Disusun berdasarkan:
a. RPPMU nasional
b. Nilai konsentrasi udara ambien tertinggi di kelas
WPPMU
Pasal 180 RPPMU kab/kota Disusun untuk WPPMU yang berada dalam satu wilayah
kab/kota. Disusun berdasarkan:
a. RPPMU nasional
b. RPPMU provinsi
c. Nilai konsentrasi udara ambien tertinggi di kelas
WPPMU
Pasal 181 Penetapan RPPMU a. RPPMU nasional disusun dan ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan Menteri/kepala Lembaga
pemerintah non kementerian terkait
b. RPPMU provinsi disusun dan ditetapkan oleh
gubernur setelah mendapat pertimbangan teknis oleh
Menteri dan berkoordinasi dengan bupati/walikota
c. RPPMU kab/kota disusun dan ditetapkan oleh
bupati/walikota setelah mendapatkan pertimbangan
teknis dari Menteri dan berkoordinasi dengan gubernur
di wilayahnya
Pasal 182 Bagian RPPMU Paling sedikit memuat:
a. Pemanfaatan sumber daya alam
b. Pengendalian pencemaran udara
c. Pemeliharaan sumber daya alam
d. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim
Pasal 183 Penyusunan RPPMU Disusun dengan mempertimbangkan:
a. Status mutu udara ambien
b. Bentuk pemanfaatan
Pada masing-masing kelas WPPMU
Pasal 184 Status mutu udara Ditentukan dengan membandingkan hasil pemantauan
ambien udara ambien dengan nilai mutu udara WPPMU yang
telah ditetapkan oleh Menteri.
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Terdiri dari tercemar dan tidak tercemar
Dalam hal status mutu udara ambien tercemar, pemerintah
berwenang menetapkan mutu udara sasaran yang
ditentukan dengan mempertimbangkan:
a. Factor ekonomi
b. Perkembangan teknologi pengendali emisi
Apabila WPPMU belum ditetapkan maka status mutu
udara ambien ditentukan dengan cara membandingkan
hasil pemantauan udara ambien dengan baku mutu udara
ambien
Pasal 185 RPPMU Menjadi bagian dan rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup
RPPMU dapat diubah jika terdapat perubahan:
a. Baku mutu udara ambien
b. Kelas WPPMU dan/atau
c. Tata ruang
Pasal 186 Pemanfaatan WPPMU Dilaksanakan berdasarkan RPPMU nasional, RPPMU
provinsi, dan RPPMU kab/kota. Dapat dilakukan pada
WPPMU kelas I, kelas II, dan kelas III.
Pasal 187 Pemanfaatan WPPMU WPPMU kelas I pemanfaatan terbatas untuk:
kelas I, II, dan III a. Penelitian dan ilmu pengetahuan
b. Jasa lingkungan; dan
c. Kegiatan lain yang tidak mengubah fungsi WPPMU
dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan
WPPMU kelas II dan III dimanfaatkan untuk kegiatan
sesuai RPPMU
Pasal 188 Pengendalian Dilaksanakan sesuai dengan RPPMU meliputi:
pencemaran udara a. Pencegahan
b. Penanggulangan; dan
c. Pemulihan dampak pencemaran udara
Pasal 189 Pencegahan pencemaran Dilakukan melalui penerapan:
udara a. Baku mutu emisi
b. Persetujuan teknis pemenuhan baku mutu emisi
c. Baku mutu gangguan
d. Internalisasi biaya pengelolaan mutu udara
e. Kuota emisi dan system perdagangan kuota emisi; dan
f. SNI terhadap produk yang digunakan di umah tangga
yang mengeluarkan residu ke udara
Pasal 190 Baku mutu emisi Disusun dengan mempertimbangkan teknologi terbaik
yang tersedia.
Baku mutu emisi diterapkan pada
a. Sumber emisi tidak bergerak; dan
b. Sumber emisi bergerak
Pasal 191 Baku mutu emisi Ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan dengan:
sumber tidak bergerak a. Dampak emisi rendah (menggunakan baku mutu yang
telah ditetapkan oleh Menteri). Dalam hal baku mutu
emisi belum ditetapkan oleh Menteri, penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan wajib mengajukan
permohonan persetujuan teknis.
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. Dampak emisi tinggi (wajib dilengkapi dengan
persetujuan teknis). Dihasilkan oleh pelaku usaha
dalam Kawasan yang wajibRKL-RPL rinci,
pengelolan Kawasan dalam memeriksa RKL-RPL
rinci mempersyaratkan persetujuan teknis pemenuhan
baku mutu emisi pada RKL-RPL rinci.
Pasal 192 Persetujuan teknis Diajukan kepada pemerintah berwenang sesuai dengan
pemenuhan baku mutu kewenangan persetujuan lingkungan. Dilengkapi dengan
emisi kajian (ayat 2). Permohonan disampaikan melalui Sistem
Informasi Lingkungan Hidup untuk persetujuan teknis
pemenuhan Baku Mutu Emisi.
Terhadap permohonan dilakukan pemeriksaan
kelengkapan kajian paling lama 2 hari kerja sejak
permohonan diterima.
a. Menteri menugaskan pejabat yang membidangi PPU
b. Gubernur atau bupati/walikota menugaskan pejabat
yang membidangi LH
Pasal 193 Hasil pemeriksaan a. Lengkap dan benar, pejabat akan melakukan penilaian
substansi; atau
b. Tidak lengkap dan/atau tidak benar, pejabat akan
mengembalikan kepada penganggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melengkapi pesyaratan
Perbaikan dilakukan paling lama 10 hari kerja sejak
permohonan dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar
Pasal 194 Penilaian substansi Dilakukan terhadap kajian untuk kegiatan yang
mempunyai dampak emisi tinggi ke lingkungan. Penilaian
substansi melibatkan tenaga ahli PPU. Dalam hasil
penilaian substansi menunjukkan:
a. Telah memenuhi persyaratan diterbitkan
persetujuan teknis untuk pemenuhan baku mutu emisi;
atau
b. Tidak memenuhi persyaratan persetujuan teknis
diterbitkan penolakan persetujuan teknis untuk
pemenuhan baku mutu emisi disertai alas an
penolakan.
Pasal 195 Jangka waktu penerbitan Penilaian substansi – penerbitan persetujuan lingkungan
persetujuan teknis paling lama 30 hari kerja.
Pasal 196 Persetujuan teknis Memuat:
a. Standar teknis pemenuhan baku mutu emisi
b. Standar kompetensi SDM; dan
c. System manajemen lingkungan
Pasal 197 Standar teknis Meliputi:
pemenuhan baku mutu a. Parameter dan nilai baku mutu emisi
emisi b. Desain alat pengendali emisi
c. Lokasi titik pengambilan sampel
d. Sumber emisi wajib pantau dilengkapi dengan nama
dan titik koordinat
e. Sarana dan prasarana pengambilan sampel
f. Lokasi dan titik pemantauan udara ambien
PASAL PERIHAL KETERANGAN
g. Kewajiban
h. Larangan
Pasal 198 Standar kompetensi Meliputi:
SDM a. Penanggung jawab PPU
b. Penanggung jawab instalasi alat pengendali emisi; dan
c. Personel yang memiliki kompetensi lain sesuai
kebutuhan
Pasal 199 SML Tahapan SML:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Pemeriksaan; dan
d. tindakan
Pasal 200 Pengelolaan emisi Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi SPPL wajib melakukan pengelolaan emisi
Pasal 201 Verifikasi sarana dan Dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
prasarana PPU sesuai dengan kewenangannya. Tujuan verifikasi:
a. melihat kesesuaian antara standar teknis pemenuhan
baku mutu emisi dengan pembangunan sarana dan
prasarana PPU yang dilakukan; dan
b. memastikan berfungsinya sarana dan prasarana PPU
serta terpenuhinya baku mutu emisi
Hasil verifikasi berupa:
a. memenuhi  pemerintah sesuai dengan
kewenangannya menerbitkan SLO atau
b. tidak memenuhi  melakukan perbaikan sarana dan
prasarana dan/atau perubahan persetujuan lingkungan
yang dituangkan dalam berita acara sampai baku mutu
emisi terpenuhi
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melakukan perbaikan sesuai dengan berita acara maka
pejabat pengawas lingkungan hidup melakukan
pengawasan
Pasal 202 Jangka waktu Dilakukan paling lambat satu tahun sejak SLO diterbitkan
pemenuhan standar
kompetensi SDM
Pasal 203 Pemenuhan ketentuan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
baku mutu emisi sumber memenuhi ketentuan baku mutu emisi melalui
tidak bergerak pemantauan emisi dengan cara:
a. manual  dilakukan oleh laboratorium yg terintegrasi
oleh menteri; dan/atau
b. otomatis dan terus menerus  dengan cara memasang
alat pemantau untuk mengukur kuantitas kadar dan
laju alir emisi yang terkalibrasi
Menteri menetapkan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
pemantauan secara otomatis dan terus menerus yang
nantinya wajib mengintegrasikan pemantauan emisi ke
dalam system informasi lingkungan hidup
Pasal 204 Sumber emisi bergerak Meliputi:
a. produk dari usaha dan/atau kegiatan sector industry
PASAL PERIHAL KETERANGAN
otomotif (tipe baru, meliputi model baru dan yang
sedang diproduksi, dan produk yang telah beroperasi)
b. penggunaan alat transportasi darat
c. penggunaan alat berat
meliputi sumber emisi berbasis:
a. jalan; dan/atau
b. nonjalan
Pasal 207 Baku mutu gangguan Disusun oleh Menteri, yang meliputi:
a. kebisingan;
b. kebauan;
c. getaran
berdasarkan pertimbangan:
a. Kesehatan manusia
b. Keselamatan sarana fisik
c. Kelestarian bangunan
d. Ketersediaan teknologi terbaik; dan/atau
e. Kemampuan ekonomi
Pasal 208 Uji gangguan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan gangguan wajib melakukan uji gangguan
dengan:
a. Menggunakan laboratorium yang terintegrasi oleh
Menteri; dan/atau
b. menggunakan personel yang memiliki sertifikat yang
diterbitkan oleh Lembaga sertifikasi
Pasal 209 biaya pengelolaan mutu Setiap usaha dan/atau kegiatan harus melakukan
udara internalisasi biaya pengelolaan mutu udara dengan
memasukkan biaya PPU dalam perhitungan biaya
produksi atau biaya suatu usaha dan/atau kegiatan. Biaya
PPU meliputi biaya:
a. pencegahan pencemaran udara
b. pengembangan teknologi terbaik rendah emisi
c. penggunaan bahan bakar bersih
d. pengembangan SDM, dan /atau
e. kegiatan lain yang mendukung upaya PPU
Pasal 210 Penetapan kuota emisi Ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi ddengan
dan system perdagangan Menteri/ kepala Lembaga pemerintah non kementerian
kuota emisi terkait terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan emisi.
Perdagangan kuota emisi ditentukan berdasarkan RPPMU
yang ditetapkan pemerintah berwenang.
Pasal 211 Kuota emisi Hanya dapat dilepas sesuai dengan kuota emisi yang
dimiliki oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Kuota emisi dapat diperjualbelikan antar penanggung
jawab kegiatan dan/atau usaha
Pasal 212 Rumah tangga yang Menteri di bidang Kesehatan menyusun SNI terhadap
mengeluarkan residu ke produk yang digunakan di rumah tangga yang
udara mengeluarkan residu ke udara. SNI meliputi:
a. kebauan
b. gangguan Kesehatan; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
c. bentuk standar lain sesuai dg perkembangan ilmu
pengetahuan dan peraturan perundangan
SNI ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. Kesehatan masyarakat
b. Larangan penggunaan B3
c. Kelestarian bangunan
d. Ketersediaan teknologi terbaik; dan/atau
e. Kondisi ekonomi
Pasal 213 Penanggulangan Wajib melakukan penanggulangan pencemaran udara,
pencemaran udara yang meliputi kegiatan:
a. Pemberian informasi kepada masyarakat terakit
pencemaran udara
b. Penghentian sumber pencemar udara; dan
c. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Penghentian pencemar udara dengan cara:
a. Penghentian proses produksi
b. Penghentian kegiatan pd fasilitas yang menyebabkan
pencemaran udara
c. Tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran
udara pada sumbernya
Wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghentian
pencemaran udara kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota
Pasal 214 Penanggulangan Dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 24 jam sejak
pencemaran udara diketahui adanya pencemaran udara.
Apabila penanggulangan pencemaran udara tidak
dilakukan, maka pemerintah yang berwenang menetapkan
pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan
pencemaran udara. Biaya dibebankan kepada penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 215 Penanggulangan Apabila terjadi bencana yang mengakibatkan pencemaran
pencemaran udara udara, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
penanggulangan pencemaran udara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.
Pasal 216 Pemulihan dampak Setiap orang yg melakukan pencemaran udara wajib
pencemaran udara melakukan pemulihan dampak pencemaran udara yang
meliputi kegiatan:
a. Pembersihan unsur pencemar pada media LH
b. Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Pasal 217 Pemulihan dampak Dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
pencemaran udara sejak diketahui pencemaran udara. Apabila tidak
melakukan pemulihan maka pemerintah berwenang
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup. Biaya dibebankan kepada setiap
orang yang melakukan pencemaran udara.
Pasal 218 Pemulihan dampak Pemulihan dampak pencemaran udara dilakukan oleh
pencemaran udara pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan, jika:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
a. Sumber pencemar udara tidak diketahui; dan/atau
b. Tidak diketahui pihak yang melakukan pencemaran

D. BAB V PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU LAUT

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 220 Tujuan perlindungan Tujuan:
dan pengelolaan mutu a. Melindungi wilayah NKRI dadri pencemaran laut
laut b. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian mutu laut
c. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas mutu
laut sebagai bagian dari hak asasi manusia; dan
d. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
mutu laut untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan
Pasal 221 Penyelenggara Dilakukan oleh:
perlidungan dan a. Menteri, pada lokasi di atas 12 mil laut, kawasan
pengelolaan mutu laut strategis nasional, dan kawasan strategis nasional
tertentu
b. Gubernur, pada lokasi di bawah 12 mil laut diukur dari
garis pantai kea rah laut lepas, di luar usaha dan/atau
kegiatan minyak dan gas bumi
Pasal 222 Ruang lingkup Penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan mutu laut
meliputi:
a. Perencanaan
b. Pemanfaatan
c. Pengendalian; dan
d. pemeliharaan
Pasal 223 perencanaan Dilaksanakan terhadap:
a. air laut
b. ekosistem laut  ekosistem mangrove; padang lamun;
terumbu karang; dan ekosistem lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Perencanaan dilaksanakan melalui:
a. inventarisasi mutu laut
b. penetapan baku mutu air laut
c. penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem laut
d. penetapan status mutu laut; dan
e. penyusunan dan penetapan rencana perlindungan dan
pengelolaan mutu laut
Pasal 224 Invetarisasi mutu laut Bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai kondisi
pencemaran dan/atau kerusakan laut yang mempengaruhi
mutu laut
Dilakukan dengan cara pengumpulan dan pengkajian data
PASAL PERIHAL KETERANGAN
primer dan/atau data sekunder
Hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar penentuan
Baku Mutu Air laut, kriteria baku kerusakan ekosistem
laut, penetapan status mutu laut, serta penyusunan rencana
perlindungan dan pengelolaan mutu laut
Pasal 225 Pemantauan mutu laut Dilaksanakan untuk mengetahui kualitas air laut dan
kerusakan ekosistem laut.
Dilakukan oleh menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya.
Dilaksanakan paling sedikit:
a. 2 kali dalam 1 tahun untuk pemantauan kualitas air
laut; dan
b. 1 kali dalam 1 tahun untuk pemantauan kerusakan
ekosistem laut
Pasal 226 Pengukuran data Data primer dan/atau data sekunder yang memerlukan jasa
laboratorium, maka pengukurannya dilakukan oleh
laboratorium terintegrasi oleh menteri
Pasal 227 Hasil inventarisasi Hasil inventarisasi diolah dengan:
a. perhitungan  metode yang telah diakui secara
nasional dan/atau internasional; dan
b. analisis membandingkan data dan/atau informasi
hasil inventarisasi dengan baku mutu air laut dan/atau
kriteria baku mutu kerusakan ekosistem laut serta
melihat korelasi untuk mengetahui kondisi
pencemaran dan/atau kerusakan laut yang
mempengaruhi mutu laut
Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan data dan
informasi:
a. kualitas air laut
b. tutupan dan kerapatan mangrove
c. luasan padang lamun; dan
d. luasan tutupan terumbu karang
Pengolahan hasil inventarisasi dilakukan untuk
mendapatkan informasi sumber dan jenis pencemar
dan/atau perusak, mutu air laut, dan tingkat kerusakan
ekosistem laut
Pasal 228 Inventarisasi mutu laut Inventarisasi mutu laut dilaksanakan oleh menteri atau
gubernur sesuai dengan kewenangannya
Pasal 229 Baku mutu air laut Baku mutu air laut terdiri atas peruntukan:
a. pelabuhan
b. wisata bahari; dan
c. biota laut
Baku mutu air laut meliputi jenis parameter air laut dan
nilai parameter air laut
Baku mutu air laut digunakan sebagai dasar penetapan
status mutu laut yang tercantum dalam Lampiran VIII
Pasal 230 Penetapan baku mutu air Menteri menetapkan baku mutu air laut peruntukan lain
laut peruntukan lain selain yang telah ditetapkan
Penetapan didasarkan pada hasil inventarisasi mutu laut
PASAL PERIHAL KETERANGAN
serta berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga terkait
Apabila baku mutu air laut peruntukan lain belum
ditetapkan maka merujuk pada baku mutu air laut untuk
peruntukkan biota laut
Pasal 231 Penetapan kriteria baku Ditetapkan oleh menteri setelah berkoordinasi dengan
kerusakan ekosistem menteri/kepala lembaga terkait
lingkungan Kriterianya meliputi:
a. kriteria baku kerusakan mangrove
b. kriteria baku kerusakan padang lamun
c. kriteria baku kerusakan terumbu karang
d. kriteria baku kerusakan ekosistem laut lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Penetapan dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. hasil inventarisasi mutu laut
b. pengkajian data dari berbagai publikasi penelitian
nasional dan/atau internasional
Penetapan dilaksanakan dengan tahapah:
a. pengumpulan dan pengkajian data
b. penjaringan masukan dari pemangku kepentingan
dalam pengelolaan ekosistem laut; dan
c. penyusunan dan penetapan kriteria baku kerusakan
ekosistem laut
Pasal 232 Kriteria baku kerusakan Kriteria baku kerusakan mangrove ditetapkan dari:
mangrove, padang a. tutupan tajuk
lamun, dan terumbu b. kerapatan pohon mangrove yang hidup; dan/atau
karang c. parameter lain
Kriteria baku kerusakan padang lamun ditetapkan dari:
a. luas area kerusakan padang lamun; dan/atau
b. parameter lain
Kriteria baku kerusakan terumbu karang dittapkan dari:
a. tutupan terumbu karang; dan/atau
b. parameter lain
Pasal 233 Kriteria baku kerusakan Kriteria baku kerusakan ekosistem laut digunakan sebagai
ekosistem laut dasar penetapan status mutu laut. Kriteria yang telah
ditetapkan dapat dievaluasi dan/atau diubah
Pasal 234 Evaluasi dan/atau Evaluasi dan/atau perubahan kriteria baku kerusakan
perubahan kriteria baku ekosistem laut dengan mempertimbangkan:
kerusakan ekosistem a. hasil inventarisasi mutu laut
laut b. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
c. perubahan rencana zonasi ruang laut dan/atau
peruntukan laut
Pasal 235 Penetapan status mutu Menteri atau gubernur sesuai kewenangan menetapkan
laut status mutu laut berdasarkan:
a. hasil inventarisasi mutu laut
b. baku mutu air laut
c. kriteria baku kerusakan ekosistem laut
Status mutu laut ditetapkan dalam bentuk indeks yang
menggambarkan tingkat status mutu laut
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pasal 236 Tindak lanjut status Status mutu laut yang telah ditetapkan ditindaklanjuti
mutu laut dengan menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan
mutu laut
Pasal 237 Penyusunan dan Menteri atau gubernur menyusun dan menetapkan rencana
penetapan rencana perlindungan dan pengelolaan mutu laut setelah
perlindungan dan berkoordinasi dengan pemerintah atau lembaga terkait
pengelolaan mutu laut
Pasal 238 Rencana perlindungan Disusun dengan menerapkan prinsip pengelolaan ruang
dan pengelolaan mutu laut secara terpadu.
laut Menjadi bagian dari rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup
Digunakan dalam kajian lingkungan hidup strategis
Menjadi acuan dalam melakukan pemanfaatan,
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan laut, dan
pemeliharaan mutu laut
Pasal 239 Evaluasi dan/atau RPPML dapat dievaluasi dan/atau diubah apabila terdapat:
perubahan RPPML a. perubahan rencana zonasi dan/atau rencana tata ruang;
dan/atau
b. perubahan kebijakan lain yang berimplikasi pada
perlindungan dan pengelolaan mutu laut
Pasal 240 Pemanfaatan Pemanfaatan dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi laut
b. keberlanjutan produktivitas laut; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan
masyarakat
Pemanfaatan dilaksanakan berdasarkan:
a. rencana zonasi dan/atau rencana tata ruang
b. peruntukan; dan
c. RPPML
Pasal 241 Pengendalian Pengendalian dilaksanakan sesuai dengan RPPML yang
pencemaran dan/atau meliputi:
kerusakan laut a. Pencegahan
b. Penanggulangan; dan
c. Pemulihan
Pengendalian dilakukan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangan
Pasal 242 Pencegahan pencemaran Pencegahan dilakukan oleh pemerintah terkait terhadap
dan/atau kerusakan laut pencemaran dan/atau kerusakan laut yang berasal dari
darat dan/atau laut.
Pencegahan dilakukan melalui:
a. Penyediaan sarana dan prasarana
b. Pembatasan limbah ke laut
c. Pencegahan sampah laut; dan
d. Instrument lain sesuai kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pencegahan dilakukan pada sumber pencemaran dan/atau
kerusakan:
a. Nirtitik (melalui cara pengelolaan terbaik); dan
b. Titik
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pasal 243 Sarana dan prasarana Pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya
pengendalian menyediakan sarana dan prasarana pengendalian
pencemaran dan/atau pencemaran dan/atau kerusakan air laut untuk sumber
kerusakan laut nirtitik. Dilaksanakan untuk mempertahankan mutu laut.
Pasal 244 Penyediaan sarana dan Pemerintah terkait sesuai kewenangannya dapat
prasarana memberikan bantuan sarana dan prasarana pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan laut bagi usaha mikro dan
kecil.
Pemerintah terkait dapat melakukan kerja sama dengan
badan usaha dalam menyediakan sarana dan prasarana.
Pasal 245 Penerapan pembatasan Pembatasan limbah ke laut diterapkan pada:
limbah ke laut a. Dumping (pembuangan); dan
b. Pembuangan air limbah
Pasal 246 Ketentuan pembatasan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
limbah ke laut dengan melaksanakan pembatasan limbah ke laut dengan cara
cara dumping dumping harus memenuhi:
a. Persetujuan teknis
b. Ketentuan lokasi pembuangan
Ketentuan lokasi pembuangan mempertimbangkan:
a. Perindungan terhadap area sensitive
b. Rona awal kualitas air laut yang memenuhi baku mutu
air laut
Area sensitive terdiri atas:
a. Kawasan konservasi perairan
b. Daerah rekreasi atau wisata bahari
c. Kawasan mangrove
d. Padang lamun
e. Terumbu karang
f. Kawasan taman nasional
g. Kawasan taman wisata alam laut
h. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
i. Kawasan rawan bencana alam
j. Daerah pemijahan dan pembesaran ikan serta budidaya
perikanan
k. Alur migrasi biota laut yang dilindungi
l. Daerah penangkapan ikan atau zona perikanan
m. Alur pelayaran dan/atau
n. Wilayah pertahanan
Apabila rona awal kualitas air laut tidak memenuhi baku
mutu air laut, wajib dipastikan tidak ada penambahan
konsentrasi pada parameter yang melampaui baku mutu air
laut
Pasal 247 Ketentuan pembatasan Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
limbah ke laut dengan melaksanakan pembatasan limbah ke laut dengan cara
cara pembuangan air pembuangan air limbah harus memenuhi ketentuan:
limbah a. Baku mutu air limbah
b. Standar teknologi pengolahan air limbah
c. Ketentuan lain sesuai peraturan perundangan
Pembatasan ai limbah ke laut dengan cara pembuangan air
PASAL PERIHAL KETERANGAN
limbah berlaku bagi penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang memiliki dampak air limbah ke lingkungan
berupa rendah atau tinggi
Dampak air limbah ke lingkungan:
a. Rendah wajib menaati baku mutu air limbah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan; dan
b. Tinggi wajib mendapatkan persetujuan teknis
Pasal 248 Dampak air limbah ke Penanggung jawab wajib membuat kajian teknis sebagai
lingkungan tinggi dasar pertimbangan persetujuan teknis.
Kajian teknis meliputi:
a. Identifikasi sumber, kuatitas, dan karakteristik air
limbah;
b. Penentuan parameter kunci yang akan dijadikan
prediksi sebaran air limbah dan baku mutu air limbah
c. Identifikasi laut penerima air limbah
d. Kualitas air laut penerima limbah
e. Data sirkulasi air laut musiman
f. Area sensitive
g. Prediksi sebaran air limbah di laut termasuk penentuan
zone of initial dilution
h. Usulan titik pemantauan kualitas air laut berdasarkan
hasil prediksi sebaran air limbah di laut
i. Informasi mengenai tata letak industry keseluruhan
dan penandaan unit yang berkaitan dengan
pengelolaan air limbah
j. Neraca air yang menggambarkan seluruh system
pengelolaan air limbah
k. Informasi mengenai deskripsi system instalasi
pengolahan air limbah
l. Informasi yang menjelaskan upaya yang dilakukan
dalam pengelolaan air limbah
m. Prosedur operasional standar tanggap darurat instalasi
pengolahan air limbah
n. Informasi yang menjelaskan upaya yang dilakukan
dalam pengolahan air limbah; dan
o. Informasi uraian penanganan kondisi darurat
pencemaran laut
Pasal 249 Pengajuan permohonan Penanggung jawab mengajukan permohonan persetujuan
persetujuan teknis teknis pemenuhan baku mutu air limbah yang dibuang ke
pemenuhan baku mutu laut kepada menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangan.
Permohonan persetujuan teknis dilengkapi dengan
persyaratan kajian dan disampaikan melalui system
informasi dokumen lingkungan hidup untuk persetujuan
teknis
Pasal 250 Pemeriksaan Permohonan persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air
kelengkapan kajian limbah dilakukan pemeriksaan kelengkapan kajian dalam
jangka waktu paling lama 2 hari kerja sejak permohonan
diterima.
PASAL PERIHAL KETERANGAN
Dalam pemeriksaan permohonan persetujuan teknis:
a. Menteri menugaskan pejabat yg membidangi
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan laut;
dan
b. Gubernur menugaskan pejabat yang membidangi LH
Hasil pemeriksaan menyatakan:
a. Lengkap dan benar pejabat melakukan penilaian
substansi; atau
b. Tidak lengkap dan/atau tidak benar pejabat
mengembalikan permohonan persetujuan teknis untuk
diperbaiki
Penilaian substansi dapat melibatkan tenaga ahli
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan laut.
Hasil pemeriksaan yang tidak lengkap dan/atau tidak
benar, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 10
hari kerja sejak dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak
benar
Pasal 251 Hasil penilaian substansi Hasil penilaian substansi menunjukkan:
a. Telah memenuhi persyaratan pejabat menerbitkan
persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air limbah
yang dibuang ke laut; atau
b. Tidak memenuhi persyaratan pejabat menerbitkan
penolakan persetujuan teknis untuk pemenuhan baku
mutu air limbah yang dibuang ke laut disertai alasan
penolakan
Pasal 252 Persetujuan teknis yang Persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air limbah yang
memenuhi persyaratan dibuang ke laut yang telah memenuhi syarat memuat:
a. Standar teknis pemenuhan baku mutu air limbah
b. Standar kompetensi SDM; dan
c. SML
Pasal 253 Standar teknis Meliputi:
pemenuhan baku mutu a. Parameter dan nilai baku mutu air limbah
b. Desain instalasi pengolahan air limbah
c. Titik penaatan dengan nama dan titik koordinat
d. Titik pembuangan dengan nama dan titik koordinat
e. Titik pemantauan air laut dengan nama titik koordinat
f. Kewajiban:
 Melaksanakan pemantauan air limbah
 Melaksanakan pemantauan kualitas air laut
 Melaporkan hasil pemantauan
 Memisahkan saluran air limbah dengan saluran
limpasan air hujan
 Memiliki saluran air limbah kedap air
 Memiliki alat ukur debit atau alat ukur yang setara
 Memiliki system tanggap darurat instalasi
pengolahan air limbah; dan
 Memiliki system tanggap darurat pencemaran laut
g. Larangan:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
 membuang Air Limbah secara sekaligus dalam 1
(satu) kali pembuangan;
 mengencerkan Air Limbah dalam upaya penaatan
batas kadar yang dipersyaratkan; dan
 membuang Air Limbah di luar titik penaatan
Pasal 254 Standar kompetensi Standar kompetensi SDA meliputi:
SDA a. penanggung jawab pengendalian Pencemaran Air
b. penanggung jawab operator instalasi pengolahan Air
Limbah; dan
c. personel yang memiiiki kompetensi lainnya sesuai
kebutuhan
yang memiliki sertifikat kompetensi.
Meliputi kemampuan:
a. melakukan identifikasi sumber pencemar air
b. menentukan karakteristik Air Limbah;
c. menilai tingkat Pencemaran Air
d. mengoperasikan dan merawat instalasi pengolahan Air
Limbah;
e. melakukan identifikasi bahaya dalam pengolahan Air
Limbah
f. melaksanakan tindakan keselarnatan dan kesehatan
kerja terhadap bahaya dalam pengolahan Air Limbah;
dan
g. menguasai stanCar kompetensi lainnya sesuai dengan
perkembanElan ilmu pengetahuan dan peratu ran
perundang-undangan.
Pasal 255 Sistem manajemen SML dilakukan dengan tahapan:
lingkungan a. perencanaan
b. pelaksanaan
c. pemeriksaan; dan
d. tindakan
Pasal 256 Jangka waktu penilaian Penilaian substansi sampai dengan penerbitan Persetujuan
substansi samai dengan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang
penerbitan persetujuan ke Laut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30
teknis (tiga puluh) hari kerja
Pasal 257 Perubahan terhadap Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang
muatan Persetujuan melakukan perubahan terhadap muatan Persetujuan
Teknis Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang
ke Laut wajib melakukan perubahan Persetujuan Teknis
sebagai dasar perubahan Persetujuan Lingkungan.
Pasal 258 Verifikasi terhadap Menteri atau gubernur melakukan verifikasi terhadap
persetujuan teknis Persetujuan Teknis. Tujuan verifikasi:
a. melihat kesesuaian standar teknis pemenuhan Baku
Mutu Air Limbah dengan pembangunan sarana dan
prasarana yang dilakukan; dan
b. memastikan berfungsinya sarana prasarana dan
terpenuhinya Baku Mutu Air Limbah
Hasil verifikasi:
a. memenuhi  diterbitkan SLO atau;
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. tidak memenuhi atau terdapat perubahan terhadap
persetujuan teknis  perbaikan untuk melakukan
perbaikan sarana dan prasarana dan/atau perubahan
Persetujuan Lingkungan yang dituangkan dalam berita
acara.
SLO  dasar bagi menteri dan gubernur dalam
melaksanakan pengawasan
Perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara
sampai dengan baku mutu air limbah terpenuhi.
Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melakukan perbaikan sesuai dengan berita acara, maka
pejabat Pengawas Lingkungan Hidup melakukan
pengawasan
Pemenuhan standar kompetensi SDM paling lambat 1
tahun setelah SLO diterbitkan
Pasal 259 Pemantauan air limbah Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
dan kualitas air laut mendapat persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air
limbah yang dibuang ke laut wajib melakukan
pemantauan terhadap:
a. air limbah
b. kualitas air laut
Pemantauan mutu air limbah dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme (pasal 144)
Pasal 260 Pelaporan Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melaporkan
seluruh kewajiban Pengendalian Pencemaran dan/atau
Kerusakan Laut melalui system informasi LH.
Pasal 261 Pencegahan sampah laut Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan
kewenangannya melakukan pencegahan sampah Laut.
Pencegahan sampah Laut meliputi sampah yang berasal
dari kegiatan di darat dan/atau di Laut.
Pencegahan sampah Laut, dilakukan melalui:
a. pengurangan sampah di sumber; dan
b. pemantauan sampah Laut
Pengurangan sampah di sumber dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemantauan sampah Laut dilaksanakan untuk
memperoleh data karakteristik sampah Laut.
Pasal 262 Pemantauan sampah laut Mencakup:
a. sampah pantai
b. sampah terapung; dan
c. sampah dasar laut
Tahapan:
a. perencanaan
b. pelaksanaan
c. pengolahan dan analisis data karakteristik sampah
Laut; dan
d. pelaporan dan evaluasi.
Data karakteristik sampah laut meliputi:
a. komposisi
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. berat, dan
c. kepadatan
Data karakteristik sampah Laut menjadi dasar dalam
pengurangan sampah Laut.
Pasal 263 Penanggulangan Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang
mengakibatkan Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut
wajib melakukan penanggulangan dan wajib menyusun
rencana penanggulangan pada keadaan darurat.
Penanggulangan dilakukan dengan cara:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
Kerusakan Laut kepada masyarakat
b. pengisolasian pencemaran dan/atau Kerusakan Laut
c. pembersihan bahan pencemar dan/atau perusak
d. penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan
Laut; dan/atau
e. cara lain sesuai perkembangan ilmu dan teknologi
Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan laut
dilakukan dengan cara:
a. penghentian kegiatan pada fasilitas yang menyebabkan
pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; dan/atau
b. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran
dan /atau kerusakan pada surnbernya
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan laut wajib menyampaikan laporan
penanggulangan kepada menteri atau gubernur
Pasal 264 Penanggulangan Dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 24 jam sejak
diketahuinya pencemaran dan/atau kerusakan laut
Apabila tidak dilakukan, maka menteri atau gubernur
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan
penanggulangan.
Biaya dibebankan kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan.
Pasal 265 Penanggulangan Menteri atau gubernur melakukan penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan laut terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan laut yang tidak diketahui sumber atau
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Pasal 266 Pemulihan Wajib dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
Pemulihan mutu laut mengembalikan mutu laut
Cara pemulihan mutu laut:
a. penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan
Laut dan pembersihan bahan pencemar dan/atau
perusak
b. remediasi
c. rehabilitasi
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain
Pasal 267 Rencana pemulihan Pemulihan mutu laut dilakukan dengan menyusun rencana
PASAL PERIHAL KETERANGAN
mutu laut pemulihan mutu laut.
Rencana pemulihan mutu laut diajukan kepada menteri
atau gubernur untuk mendapat persetujuan.
Pemulihan mutu laut wajib dilakukan paling lambat 30
hari sejak recana pemulihan mutu laut disetujui
Pasal 268 Pemulihan mutu laut Menteri atau gubernur melakukan pemulihan mutu laut
apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melakukan pemulihan mutu laut.
Menteri atau gubernur menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan mutu laut.
Biaya dibebankan kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan
Pasal 269 Pemulihan mutu laut Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya
oleh menteri atau melakukan pemulihan pencemaran dan/atau Kerusakan
gubernur Laut terhadap pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang
tidak diketahui sumber atau penanggung jawab Usaha
dan/atau Kegiatannya.
Pasal 270 Pemeliharaan Tujuan pemeliharaan mempertahankan mutu laut
Pemeliharaan mutu laut berdasarkan RPPML
Dilakukan melalui upaya:
a. perlindungan ekosistem laut sebagai penyangga
kehidupan
b. penetapan kawasan konservasi perairan, dan/atau
c. pelestarian fungsi ekosistem laut dalam rangka
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Perlindungan ekosistem Laut sebagai penyangga
kehidupan untuk terpeliharanya proses ekologis yang
menunjang kelangsungan kehidupan Laut untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
Penetapan kawasan konservasi perairan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
Pelestarian fungsi ekosistem laut dalam rangka adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim  dilakukan untuk
mengantisipasi dampak perubahan iklim

E. BAB VI PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 272 Kriteria baku kerusakan Ditetapkan kriteria baku kerusakan LH menentukan
lingkungan hidup terjadinya kerusakan LH
Meliputi kriteria baku kerusakan:
a. Terumbu karang
b. Mangrove
c. Padang lamun
d. Tanah untuk produksi biomassa
e. Gambut
f. Karst
g. Lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran hutan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
dan/atau lahan;
h. Lahan akibat usaha dan/atau kegiatan pertambangan
i. Kriteria baku kerusakan LH lain
Apabila kriteria baku kerusakan LH belum ditetapkan,
penentuan kriteria baku kerusakan LH dilakukan
berdasarkan hasil kajian atau pendapat ahli
Pasal 273 Pembukaan lahan Ketentuan kriteria baku kerusakan LH (Lingkungan yang
dengan cara pembakaran berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan),
dikecualikan terhadap kegiatan pembukaan lahan dengan
cara pembakaran yang dilakukan masyarakat di lahan
milik sendiri.
Pelaksanaan pembukaan lahan dengan cara pembakaran
dilakukan berdasarkan kearifan lokal yang meliputi:
a. Luas lahan maksimal 2 hektare per KK;
b. Dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah
penjalaran api ke wilayah sekelilingnya; dan
c. Ditanami tanaman jenis varietas lokal

F. BAB VII PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN PENGELOLAAN LIMBAH NON B3

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 274 Kewajiban penghasil Setiap orang yang menghasilkan limbah wajib melakukan
limbah pengelolaan limbah yang dihasilkan. Pengelolaan
meliputi:
a. Pengelolaan limbah B3; dan
b. Pengelolaan limbah Non B3
Pasal 275 Penyelenggaraan Penyelenggaraan pengelolaan limbah B3 yang dihapus:
pengelolaan limbah B3 a. Pembinaan
b. Pengawasan
c. Sanksi administratif
Pasal 277 Lampiran Limbah B3 Limbah B3 tercantum dalam Lampiran IX
Pasal 278 Uji karakteristik a. Huruf (a) parameter uji tercantum dalam Lampiran X
ayat (3) limbahh B3 kategori 1 b. Huruf (b) tercantum dalam Lampiran XI
Pasal 278 Uji karakteristik a. Huruf (a) parameter uji tercantum dalam Lampiran XI
ayat (4) limbahh B3 kategori 2 b. Huruf (C) tercantum dalam Lampiran X
Pasal 280 Jangka waktu evaluasi Evaluasi dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
ayat (3) sejak menteri memberi penugasan
Pasal 280 Penyampaian Tim ahli limbah B3 menyampaikan rekomendasi hasil
ayat (4) rekomendasi hasil evaluasi kepada menteri paling lama 4 (empat) hari kerja
evaluasi sejak hasil evaluasi diketahui
Pasal 285 Kewajiban penyimpan Untuk dapat melakukan penyimpanan LB3, penghasil LB3
ayat (3) limbah B3 wajib memenuhi:
a. Standar penyimpanan LB3 yang diintergrasikan ke
dalam nomor induk berusaha, bagi penghasil LB3 dari
usaha dan/atau kegiatan wajib SPPL; dan/atau
b. Rincian teknis penyimpanan LB3 yang dimuat dalam
persetujuan lingkungan, bagi:
 Penghasil limbah B3 dari usaha dan/atau kegiatan
wajib amdal atau UKL-UPL; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
 Instansi pemerintah yang menghasilkan LB3
Pasal 285 Standar dan/atau rincian Standar dan/atau rincian teknis penyimpanan LB3
ayat (4) teknis penyimpanan meliputi:
LB3 a. Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah LB3 yang
akan disimpan;
b. Dokumen yang menjelaskan tentang tempat
penyimpanan LB3;
c. Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan
limbah B3
d. Persyaratan lingkungan hidup; dan
e. Kewajiban pemenuhan standard an/atau rincian teknis
penyimpanan Limbah B3
Pasal 285 Tata cara Tata cara pengintegrasiarr slandar Penyimpanan Limbah
ayat (5) pengintegrasian B3 terhadap nomor induk berusaha dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 290 Persyaratan fasilitas Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 (desain dan
penyimpanan limbah B3 konstruksi yang mampu melindungi LB3 dari hujan dan
sinar matahari; dan memiliki saluran drainase dan bak
penampung) berlaku untuk kegiatan Penyimpanan limbah
B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 293 Nomor induk berusaha Nomor induk berusaha atau persetujuan lingkungan wajib
atau persetujuan diubah dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan:
lingkungan a. Nama limbah B3 yang disimpan
b. Lokasi tempat penyimpanan limbah B3; dan/atau
c. Desain dan kapasitas fasilitas penyimpanan LB3
Pasal 294 Pengecualian kegiatan Persyaratan Lingkungan Hidup (melakukan pengemasan
ayat (2) penyimpanan LB3 Limbah B3 sesuai dengan karakteristik Limbah B3; dan
melekatkan Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3
pada kemasan Limbah B3) dikecualikan untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik
khusus
Pasal 296 Kewajiban penghasil Ayat (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 dan
LB3 dan penyusun melakukan kegiatan penyimpanan LB3 wajib:
laporan a. Memenuhi standard an/atau rincian teknis
penyimpanan LB3 dan persyaratan LH
b. Sama dengan peraturan lama
c. Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan
kegiatan penyimpanan LB3 yang menjadi bagian
dalam pelaporan dokumen lingkungan, dan
disampaikan kepada:
 Bupati/walikota penghasil limbah B3 dari usaha
dan/atau kegiatan wajib SPPL; dan/atau
 Pejabat penerbit persetujuan lingkungan sesuai
dengan kewenangan untuk penghasil LB3 dari usaha
dan/atau kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL
Ayat (3) laporan kegiatan penyimpanan LB3 disampaikan
kepada pejabat penerbit Persetujuan Lingkungan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak nomor
induk berusaha dan/atau Persetujuan Lingkungan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
diterbitkan
Pasal 297 Pihak lain Pihak lain wajib memiliki Perizinan Berusaha untuk
ayat 3 kegiatan bidang usaha pengelolaan LB3.
Pasal 298 Penyerahan limbah B3 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib
menyerahkan Limbah B3 yang dihasilkannya kepada
Pengumpul Limbah B3, dalam hal:
a. Tidak mampu memenuhi ketentuan jangka waktu
penyimpanan LB3; dan/atau
b. Kapasitas tempat penyimpanan LB3 terlampaui
Penyerahan LB3 kepada pengumpul LB3 disertai dengan
bukti penyerahan LB3.
Salinan bukti penyerahan LB3 menjadi bagian dalam
pelaporan pelaksanaan kegiatan penyimpanan LB3
Pasal 299 Kesesuaian segresi LB3 Nama limbah B3 tercantum dalam Lampiran IX yang
ayat (2) merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
huruf a pemerintah ini
Pasal 300 Kewajiban pengumpul Untuk dapat melakukan pengumpulan limbah B3,
LB3 pengumpul LB3 wajib memiliki:
a. Persetujuan lingkungan; dan
b. Perizinan berusaha untuk kegiatan bidang usaha
pengelolaan limbah B3
Untuk mendapat persetujuan lingkungan, pengumpul
limbah B3 wajib memiliki persetujuan teknis pengelolaan
limbah B3
Pengumpul LB3 dilarang:
a. Melakukan pemanfaatan LB3 dan/atau pengolahan
LB3 terhadap sebagian atau seluruh LB3 yang
dikumpulkan
b. Menyerahkan LB3 yang dikumpulkan kepada
pengumpul LB3 yang lain; dan
c. Melakukan pencampuran LB3
Pasal 301 Pelmohonan Persetujuan Untuk mendapat Persetujuan Teknis Pengelolaan
Teknis Pengelolaan Limbah B3, pengumpul limbah B3 mengajukan
Limbah B3 permohonan secara tertulis kepada:
a. Menteri pengumpulan LB3 skala nasional
b. Gubernur pengumpulan LB3 skala provinsi; dan
c. Bupati/walikota pengumpulan LB3 skala kab/kota
Permohonan persetujuan teknis pengelolaan LB3
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. Nama; sumber; kategori; dan/atau karakteristik limbah
B3 yang akan dikumpulkan
b. Rencana pembangunan fasilitas pengumpulan LB3
memuat
 Desain dan rancang bangun fasilitas pengumpulan
LB3; dan
 Jadwal pelaksanaan pembangunan fasilitas
pengumpulan LB3
c. Rencana pembangunan dan/atau penyediaan
laboratorium uji LB3 atau alat analisa laboratorium
PASAL PERIHAL KETERANGAN
yang mampu menguji paling sedikit karakteristik
limbah B3 mudah meledak, mudah menyala, reaktif,
korosif, dan/atau beracun
d. Tata letak lokasi pengumpulan LB3
e. Dokumen yang menjelaskan tentang tempat
penyimpanan LB3 sesuai dengan ketentuan
f. Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan LB3
sesuai dengan ketentuan
g. Prosedur pengumpulan LB3
h. Bukti kepemilikan atas dan penjaminan untuk
pemulihan fungsi LH
i. Perhitungan biaya dan model keekonomian
j. System tanggap darurat berupa dokumen program
kedaruratan pengelolaan LB3; dan
k. Tenaga kerja yang telah memiliki sertifikat
kompetensi di bidang pengelolaan LB3
Pasal 302 Verifikasi permohonan Ayat (2) setelah permohonan dinyatakan lengkap,
ayat (2) dan persetujuan teknis menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan
(3) huruf b verifikasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Ayat (3) huruf b permohonan persetujuan teknis tidak
memenuhi persyaratan, menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menolak permohonan persetujuan teknis
untuk kegiatan pengumpulan LB3 paling lama 7 (tujuh)
hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui, disertai dengan
alasan penolakan
Pasal 303 Persetujuan teknis Pemegang persetujuan teknis pengelolaan limbah B3
berkehendak untuk mengubah:
a. Lokasi tempat penyimpanan LB3
b. Desain dan kapasitas fasilitas penyimpanan LB3;
dan/atau
c. Skala pengumpulan LB3
Pemegang persetujuan teknis wajib mengajukan
permohonan perubahan persetujuan teknis kepada menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Menteri, gubernur, dan/ atau bupati/wali kota melakukan
evaluasi terhadap permohonan perubahan Persetujuan
Teknis paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
permohonan perubahan Persetujuan Teknis diterima
Hasil evaluasi menunjukkan:
a. Kesesuaian data (sesuai dengan peraturan lama)
b. Ketidaksesuaian data  pemerintah terkait menolak
permohonan perubahan persetujuan teknis pengelolaan
LB3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil
evaluasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan
Persetujuan teknis menjadi dasar dalam perubahan
persetujuan lingkungan
Pasal 304 Persetujuan teknis Persetujuan teknis pengelolaan LB3 untuk kegiatan
pengolahan LB3 untuk pengumpulan LB3 memuat:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
pegumpulan LB3 a. Identitas pemegang persetujuan teknis pengelolaan
LB3
b. Tanggal penerbitan persetujuan teknis pengelolaan
LB3
c. Kewajiban pemegang persetujuan teknis pengelolaan
LB3 untuk kegiatan pengumpulan LB3 setelah
perizinan berusaha terbit; dan
d. Persyaratan teknis pengumpulan LB3
Pasal 305 Kewajiban pemegang Kewajiban pemegang persetujuan teknis pengelolaan LB3
persetujuan teknis untuk kegiatan pengumpulan LB3 meliputi:
pengelolaan limbah B3 a. mengumpulkan Limbah B3 sesuai dengan nama dan
karakteristik Limbah B3
b. memfungsikan tempat Penyimpanan Limbah B3
sebagai tempat Penyimpanan Limbah B3
c. menyimpan Limbah B3 yang dikumpulkan ke dalam
tempat Penyimpanan Limbah B3
d. melakukan pengemasan Limbah B3 sesuai dengan
karakteristik Limbah B3
e. melekatkan symbol LB3 pada kemasan LB3
f. melakukan identifikasi LB3 yang dikumpulkan
g. melakukan segresi LB3 sesuai dengan ketentuan
h. melakukan pencatatan nama, sumber, karakteristik,
dan jumlah limbah B3 yang dikumpulkan
i. menyusun dan menyampaikan laporan pengumpulan
limbah B3
j. memiliki dan melaksanakan system tanggap darurat
berupa dokumen program kedaruratan pengelolaan
LB3; dan
k. memiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat
kompetensi di bidang pengelolaan LB3
Pasal 306 Laporan pembagunan Laporan pembagunan fasilitas pngeumpulan LB3
ayat (2) fasilitas pngeumpulan disampaikan kepada pemerintah terkait sesuai dengan
LB3 persetujuan teknis pengelolaan LB3 untuk kegiatan
pengumpulan LB3, paling lambat 14 hari kerja sejak
selesainya pembangunan fasilitas pengumpulan LB3
Pasal 307 Verifikasi laporan Berdasarkan laporan pembangunan fasilitas pengumpulan
pembangunan fasilitas LB3, pemerintah terkait sesuai dengan kewenangannya
pengumpulan LB3 melakukan verifikasi paling lambat 10 hari kerja sejak
laporan diterima.
Hasil verifikasi menunukkan fasilitas pengumpulan LB3:
a. sesuai dengan persetujuan teknis  pemeritah terkait
menerbitkan SLO kegiatan pengumpulan LB3; atau
b. tidak sesuai dengan persetujuan teknis pemerintah
terkait menyampaikan surat agar pengumpul LB3
mengubah rencana pembangunan fasilitas yang
termuat dalam persetujuan teknis pengelolaan LB3
untuk kegiatan pengumpulan LB3
Penerbitan SLO dilakukan paling lama 7 hari setelah
verifikasi dilakukan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
SLO menjadi dasar dimulainya:
a. kegiatan operasional pengumpulan LB3; dan
b. pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dalam perizinan berusaha
Pasal 308 Kepemilikan perizinan Untuk dapat melakukan pengumpulan LB3, pihak lain
ayat (3) berusaha wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang usaha
pengelolaan LB3
Pasal 311 Pengangkutan Limbah Pengangkutan LB3 wajib memiliki:
B3 a. rekomendasi pengangkutan LB3; dan
b. perizinan berusaha di bidang pengangkutan limbah B3
Rekomendasi pengangkutan LB3 menjadi dasar
diterbitkan perizinan berusaha di bidang pengangkutan
LB3
Pasal 312 Verifikasi permohonan Ayat (2) setelah permohonan dinyatakan lengkap, menteri
ayat (2) dan rekomendasi melakukan verifikasi paling lama 7 hari kerja
(3) huruf B Ayat (3) huruf B permohonan rekomendasi tidak
memenuhi persyaratan, menteri menolak rekomendasi
pengangkutan LB3 paling lama 7 hari kerja sejak hasil
verifikasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan
Pasal 314 Penyampaian manifes Pengangkut LB3 yang telah memperoleh perizinan
ayat (1) berusaha di bidang pengangkutan limbah wajib
huruf B menyampaikan manifest pengangkutan limbah B3 secara
elektronik kepada menteri

Pasal 403 Pengecualian LB3 Uji karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD 50 untuk
ayat (4) karakteristik LB3 menentukan Limbah B3 dari sumber spesifik yang diuji
huruf d memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih besar dari
5OO0 mg/kg (lima ribu miligram perkilogram) berat
badan hewan uji;
Pasal 406 Evaluasi oleh tim ahli Ayat 2 evaluasi dilakukan paling lama 10 hari kerja sejak
ayat (2 dan Lb3 menteri memberikan penugasan
3) Ayat 3 tim ahli LB3 menyampaikan rekomendasi hasil
evaluasi kepada menteri paling lama 4 hari kerja sejak
hasil evaluasi diketahui
Pasal 407 Penetapan berdasarkan Penetapan dilaksanakan paling lama 2 hari kerja sejak
ayat 2 rekomendasi tim ahli rekomendasi disampaikan oleh tim Ashli LB3 kepada
LB3 menteri
Pasal 408 Permohonan notifikasi Ayat 3 pelaksanaan ekspor LB3 dapat dilaksanakan
ayat (3-5) apabila:
a. notifikasi dikirimkan oleh pemerintah RI kepada
negara penerima disetujui negara penerima; dan
b. notifikasi yang dikirimkan oleh pemerintah RI kepada
negara transit disetujui negara transit
Ayat 4 apabila notifikasi disetujui oleh otoritas negara
tujuan ekspor dan negara transit LB3, menteri
amenerbitkan rekomendasi ekspor LB3
Ayat 5 rekomendasi ekspor LB3 menjadi dasar penerbitan
izin ekspor LB3 yang diberikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
PASAL PERIHAL KETERANGAN
perdagangan
Pasal 409 Jawaban permohonan Menteri memberikan jawaban berupa persetujuan atau
ayat 2 notifikasi penolakannatas permohonan notifikasi dalam waktu
paling lambat 60 hari sebelum transit dilakukan
Pasal 423 Permohonan penetapan Permohonan tidak memenuhi persyaratan; menteri
ayat (3) status menolak penetapan status telah selesainya pemulihan
huruf b lahan terkontaminasi paling lama 7 hari kerja sejak hasil
verifikasi diketahui disertai dengan alasan penolakan
Pasal 429 System tanggap darurat Terdiri atas:
a. pencegahan kedaruratan pengelolaan LB3
penyusunan program kedaruratan pengelolaan LB3
b. kesiapsiagaan pelatihan dan gelada kedaruratan
pengelolaan LB3; dan
c. penanggulangan kedaruratan pengelolaan LB3
Pasal 432 Penanggung jawab Ayat (1) kepala instansi daerah kab/kota yang
ayat (1-3) program kedaruratan bertanggung jawab di bidang penanggulangan bencana
menyusun program kedaruratan pengelolaan LB3 skala
kab/kota
Ayat (2) kepala instansi daerah provinsi yang
bertanggung jawab di bidang penanggulangan bencana
menyusun program kedaruratan pengelolaan LB3 skla
provinsi
Ayat (3) kepala lembaga pemerintah nonkementerian
yang bertanggung jawab di bidang penanggulangan
bencana menyusun program kedaruratan pengelolaan LB3
skala nasional
Pasal 443 Penanggulangan Penanggulangan kedaruratan pengelolaan LB3 terdapat
ayat (4) kedaruratan pencemaran LH, wajib dilakukan pemulihan fungsi LH
terhadap lahan terkontaminasi LB3

Pasal 450 Pengelolaan Limbah Dilakukan terhadap:


Non B3 a. limbah non B3 terdaftar (tercantum dalam Lampiran
XIV); dan
b. limbah non B3 khusus (Limbah B3 yang dikecualikan
dari LB3 berdasarkan penetapan pengecualian dari
pengelolaan LB3 sumber spesifik)
Pasal 451 Pengelolaan limbah non Pengelolaan limbah non B3 khusus dilaksanakan sesuai
B3 khusus dengan pengelolaan limbah non B3 yang tertuang dalam
penetapan pengecualian LB3
Pasal 452 Pengelolaan limbah non Dilaksanakan sesuai dengan persyaratan teknis
B3 terdaftar pengelolaan limbah non B3.
Dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah
non B3 dan rinciannya yang termuat dalam persetujuan
lingkungan
Rincian pengelolaan limbah non B3 dalam persetujuan
lingkungan meliputi:
a. identitas limbah non B3
b. bentuk limbah non B3
c. sumber limbah non B3
PASAL PERIHAL KETERANGAN
d. jumlah limbah non B3 yang dihasilkan setiap bulan;
dan
e. jenis pengelolaan limbah non B3
Apabila pelaksana usaha dan/atau kegiatan menghasilkan
limbah non B3 baru yang tidak termuat dalam persetujuan
lingkungan, penghasil limbah non B3 melakukan
perubahan persetujuan lingkungan
Pengelolaan limbah non B3 meliputi:
a. pengurangan limbah non B3
b. penyimpanan limbah non B3
c. pemanfaatan limbah non B3
d. penimbunan limbah non B3
e. perpindahan lintas batas limbah non B3
f. penanggulangan pencemaran LH dan/atau kerusakan
LH dan pemulihan fungsi LH; dan
g. pelaporan
Pasal 453 Larangan dalam Dalam pengelolaan limbah non B3, setiap orang dilarang:
pengelolaan limbah non a. dumping (pembuangan) limbah Non B3 tanpa
B3 persetujuan dari pemerintah pusat
b. pembakaran secara terbuka (open burning)
c. pencampuran limbah non B3 dengan limbah B3; dan
d. melakukan penimbunan limbah non B3 di fasilitas
tempat pemrosesan akhir
Pasal 454 Pengurangan limbah Setiap orang yang menghasilkan limbah non B3 dapat
non B3 melakukan pengurangan limbah non B3
Pengurangan dilakukan:
a. sebelum limbah non B3 dihasilkan; dan
b. sesudah limbah non B3 dihasilkan
Pengurangan sebelum limbah non B3 dihasilkan
dilakukan dengan cara:
a. modifikasi proses; dan/atau
b. penggunaan teknologi ramah lingkungan
Pengurangan sesudah limbah non B3 dihasilkan
dilakukan dengan cara:
a. penggilingan (grinding)
b. pencacahan (shredding)
c. pemadatan (compacting)
d. termal; dan/atau
e. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
pengurangan (sesudah limbah non B3) apabila
menghasilkan:
a. emisi; dan/atau
b. air limbah, wajib memenuhi baku mutu emisi dan
baku mutu air limbah
Pasal 455 Penyimpanan limbah Penghasil limbah wajib melakukan penyimpanan limbah
Non B3 non B3 sebelum dilakukan pengelolaan lebih lanjut pada
fasilitas berupa:
a. bangunan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
b. silo
c. tempat tumpukan limbah (waste pile)
d. waste impoundment; dan/atau
e. bentuk lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Pasal 456 Pengemasan limbah non Pengemasan sesuai dengan jenis limbah non B3 dan
B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:
a. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat,
dan tidak rusak; dan
b. dilengkapi dengan label limbah non B3
Label limbah non B3 memuat:
a. identitas limbah non B3
b. bentuk limbah non B3
c. jumlah limbah non B3; dan
d. tanggal limbah non B3 disimpan
Pasal 457 Fasilitas penyimpanan Fasilitas penyimpanan limbah non B3 harus memenuhi
limbah non B3 ketentuan:
a. kriteria lokasi
b. kriteria desain; dan
c. memperhatikan kapasitas penyimpanan
kriteria lokasi:
a. bebas banjir
b. mempertimbangkan jarak yang aman terhadap
perairan seperti garis batas pasang tertinggi air laut,
kolam, rawa, mata air, sungai, dan sumur penduduk;
dan
c. terletak di area kegiatan penghasil limbah non B3 yang
tercantum dalam persetujuan lingkungan
Pasal 458 Lokasi fasilitas dan Lokasi fasilitas penyimpanan limbah non B3 yang tidak
prosedur tata kelola memenuhi kriteria dapat dilakukan rekayasa teknologi
Fasilitas penyimpanan dilengkapi dengan prosedur tata
kelola yang baik sehingga menghindari ceceran dan
tumpahan limbah non B3 ke media lingkungan
Pasal 459 Pemanfaatan limbah non Penghasil limbah non b3 atau pihak lain dapat melakukan
B3 pemanfaatan limbah non B3 yang wajib tercantum
dalam persetujuan lingkungan.
Pemanfaatan limbah non B3 meliputi:
a. sebagai substitusi bahan baku
b. substitusi sumber energy
c. sebagai bahan baku
d. sebagai produk samping; dan
e. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Pasal 460 Pemanfaatan limbah non Pemanfaatan limbah non B3 yang wajib tercantum dalam
B3 peresetujuan lingkungan dilakukan dengan
mempertaimbangkan:
a. ketersediaan teknologi
b. standar produk, jika hasil pemanfaatan limbah non B3
berupa produk; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
c. baku mutu lingkungan hidup
Pemanfaatan limbah non B3 oleh pihak lain yang tidak
wajib memiliki perizinan berusaha, rincian dan tujuan
pemanfaatan limbah non B3 harus termuat dalam
persetujuan lingkungan penghasil limbah non B3
Pemanfaatan limbah non B3 oleh pihak lain yang tidak
sesuai dengan rincian dan tujuan pemanfaatan, penghasil
limbah non B3 wajib bertanggung jawab terhadap
pemanfaatan limbah non B3.
Pasal 461 Pemanfaatan limbah non Dapat dilakukan pada kegiatan:
B3 sebagai substitusi a. pembuatan beton, batako, paving block, beton ringan,
bahan baku dan bahan konstruksi lainnya yang sejenis
b. industry semen
c. pemadatan tanah; dan
d. bentuk lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
Produk yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan
standar produk
Pasal 462 Pemanfaatan limbah non Dapat berupa kegiatan pemanfaatan sebagai substitusi
B3 sebagai substitusi bahan bakar.
energy Limbah non B3 yang akan dimanfaatkan harus memenuhi
persyaratan total konsentrasi zat pencemar pemanfaatan
limbah non B3 untuk substitusi bahan bakar
Apabila menghasilkan:
a. emisi; dan
b. air limbah, wajib memnuhi baku mutu emisi dan baku
mutu air limbah
Pasal 463 Pemanfaatan limbah non Dapat berupa kegiatan:
B3 sebagai bahan baku a. pembuatan produk yang menggunakan proses
koagulasi, kristalisasi, oksidasi, dam destilasi
b. pembuatan produk kertas, low grade paper, dan kertas
chipboard
c. pembuatan base oil dan bahan bakar minyak
d. peleburan logam
e. pembuatan produk berbahan dasar logam, kertas,
plastic, dank aca;
f. pembuatan pembenah tanah; dan
g. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Produk wajib memenuhi persyaratan standar produk
berupa:
a. SNI
b. Standar yang ditetapkan oleh Pemerintah; atau
c. Standar dari negara lain atau internasional
Pasal 464 Pemanfaatan limbah non Harus memenuhi ketentuan:
B3 sebagai produk a. Dihasilkan dari proses industry yang terintegrasi
samping dengan poses utama, sebagai produk sekunder
b. Penggunaannya bersifat pasti
c. Kualitas produk yang dihasilkan bersifat konsisten;
PASAL PERIHAL KETERANGAN
dan
d. Memenuhi syarat dan/atau standar produk
Pasal 465 Penimbunan limbah non Penghasil limbah non B3 dapat melakukan penimbunan
B3 pada fasilitas penimbunan limbah non B3 berupa:
a. Penimbunan akhir limbah non B3
b. Penempatan di area bekas tambang
c. Bendungan penampung limbah tambang; dan/atau
d. Fasilitas penimbunan limbah non B3 lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Pasal 466 Penimbunan akhir Harus memenuhi persyaratan:
limbah non B3 di a. Lokasi
fasilitas penimbunan b. Desain konstruksi
akhir limbah non B3 c. Sarana dan prasarana pendukung fasilitas
d. Tata cara penimbunan
e. Pemeriksaan sarana dan prasarana pendukung fasilitas
f. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendukung
fasilitas
g. Pemantauan lingkungan; dan
h. Tata cara dan rincian penutupan
Limbah non B3 harus memenuhi ketentuan uji point filter.
Dalam hasil uji point filter menunjukkan terdapat cairan
bebas dalam limbah non B3, wajib dilakukan pre-
treatment berupa solidifikasi dan/atau stabilisasi
Pasal 467 Perpindahan lintas batas Apabila penghasil limbah non B3 tidak mampu
limbah non B3 melakukan sendiri pengelolaan limbah non B3 dapat
melakukan ekspor limbah non B3
Negara tujuan ekspor limbah non B3 mengkategorikan
limbah non B3 yang diekspor sebagai limbah B3,
penghasil limbah non B3 harus mengajukan permohonan
notifikasi kepada pemerintah RI melalui menteri
Tata cara permohonan notifikasi dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perpindahan lintas batas LB3
Pasal 468 Penanggulangan Penghasil limbah non B3 yang melakukan pencemaran
pencemaran LH dan LH dan/atau perusakan LH wajib melaksanakan:
/atau kerusakan LH dan a. Penanggulangan pencemaran LH dan/atau kerusakan
pemulihan fungsi LH LH; dan
b. Pemulihan fungsi LH
Pasal 469 Pelaporan Laporan pelaksanaan dilakukan paling sedikit 1 kali
dalam 1 tahun kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangan.
Pelaporan paling sedikit memuat:
a. Nama limbah non B3
b. Jumlah limbah non B3
c. Waktu penyimpanan limbah non B3; dan
d. Jenis kegiatan pengelolaan limbah non B3, termasuk
limbah non B3 yang dimanfaatkan oleh pihak lain

G. BAB VIII DANA PENJAMINAN UNTUK PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP


PASAL PERIHAL KETERANGAN
Pasal 471 Penggunaan dana Digunakan untuk kegiatan:
penjaminan a. Penanggulangan pencemaran lingkungan hidup
dan/atau kerusakan LH; dan/atau
b. Pemulihan fungsi LH akibat pencemaran LH dan/atau
kerusakan LH
Yang timbul akibat suatu usaha dan/atau kegiatan
Penggunaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH
dilakukan pada tahapan kegiatan pra konstruksi,
konstruksi, komisioning, operasi dan pemeliharaan,
dan/atau pasca operasi sesuai tahapan yang tercantum
dalam persetujuan lingkungan.
Penanggulangan pencemaran LH dan/atau kerusakan LH
meliputi kegiatan:
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran LH
dan/atau kerusakan LH kepada masyarakat
b. Penghentian sumber pencemaran LH dan/atau
kerusakan LH
c. Pengisolasian pencemaran LH dan/atau kerusakan LH;
dan/atau
d. Upaya lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Pemulihan fungsi LH akibat pencemaran LH dan/atau
kerusakan LH meliputi kegiatan:
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar
b. Remediasi
c. Rehabilitasi
d. Restorasi; dan/atau
e. Upaya lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Kegiatan penanggulangan pencemaran LH dan/atau
kerusakan LH dilakukan di:
a. Dalam areal usaha dan/atau kegiatan; dan/atau
b. Luar areal usaha dan/atau kegiatan terkena dampak
dari usaha dan/atau kegiatan
Pasal 472 Pemegang persetujuan Wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan
lingkungan fungsi LH.
Pemegang persetujuan lingkungan merupakan instansi
pemerintah atau pemerintah daerah, kewajiban penyediaan
dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan negara.
Pelaku usaha pemegang persetujuan lingkungan
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi
lingkungan hidup untuk disimpan di bank pemerintah
yang ditunjuk oleh pemerintah.
Untuk jenis usaha dan/atau kegiatan tertentu, dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi LH dapat dikelola
secara mandiri.
Jenis usaha dan/atau kegiatan tertentu memiliki kriteria:
PASAL PERIHAL KETERANGAN
a. Termasuk usaha dan/atau kegiatan risiko rendah dan
menengah terhadap LH; dan/atau
b. Tidak memanfaatkan SDA yang tahap perencanaannya
akan mengubah bentang alam dan memiliki rencana
pasca operasi usaha dan/atau kegiatan
Pemerintah menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan
tertentu
Pasal 473 Penyediaan dana Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH disediakan
penjaminan oleh pelaku usaha dalam bentuk:
a. Deposito berjangka
b. Tabungan bersama
c. Bank garansi; dan/atau
d. Lainnya sesuai ketentuan perundangan
Dapat dilakukan dalam bentuk polis asuransi dan
instrument keuangan lainnya yang diterbitkan oleh
lembaga jasa keuangan milik pemerintah yang ditunjuk
oleh pemerintah
Pasal 474 Bukti adanya dana Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH ditunjukkan
penjaminan dengan adanya:
a. Bukti kepemilikan dana penjaminan untuk pemulihan
fungsi LH ditunjukkan dengan adanya:
 Bukti kepemilikan dana penjaminan untuk
pemulihan fungsi LH; dan/atau
 Pernyataan peruntukan dana penjaminan untuk
pemulihan fungsi LH bagi penanggulangan
pencemaran LH dan/atau kerusakan LH dan/atau
pemulihan fungsi LH
b. Pernyataan peruntukan palig sedikit memuat:
 Identitas pelaku usaha
 Jumlah dana penjaminan
 Pernyataan peruntukan dana penjaminan untuk
pemulihan fungsi LH bagi kegiatan penanggulangan
pencemaran LH dan/atau kerusakan LH dan/atau
pemulihan fungsi LH
Pasal 475 Kewajiban dan jangka Kewajiban penempatan atau penyediaan dana penjaminan
waktu penempatan atau untuk pemulihan fungsi LH:
penyediaan dana a. Dicantumkan dalam persetujuan lingkungan; dan
penjaminan b. Dimuat di dalam perizinan berusaha
Jangka waktu penempatan dan penyediaan dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi LH dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan mengenai
perizinan berusaha
Pasal 476 Besaran dana Besaran dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH
penjaminan ditentukan dengan memperhitungkan:
a. Tipologi dampak dan/atau risiko LH yang akan terjadi
b. Media LH atau SDA yang akan mengalami
pencemaran LH dan/atau kerusakan LH
c. Tingkat/derajat pencemaran LH dan/atau kerusakan
LH yang akan terjadi
PASAL PERIHAL KETERANGAN
d. Lamanya pencemaran LH dan/atau kerusakan LH
yang akan terjadi
e. Jenis kegiatan penanggulangan pencemaran LH
dan/atau kerusakan LH dan/atau pemulihan fungsi LH
yang akan dilakukan
f. Kinerja/layanan jasa LH yang akan dipulihkan
g. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk penanggulangan
pencemaran LH dan/atau kerusakan LH dan/atau
pemulihan fungsi LH
h. Perencanaan dan supervise penanggulangan
pencemaran LH dan/atau kerussakan LH dan/atau
pemulihan fungsi LH; dan/atau
i. Kriteria lainya sesuai dengan karakteristik lokasi dan
jenis usaha dan/atau kegiatan
Perhitungan besaran dana penjaminan untuk pemulihan
fungsi LH dilakukan pada saat perencanaan usaha dan/atau
kegiatan.
Pasal 477 Penggunaan dana Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH hanya dapat
penjaminan digunakan oleh pelaku usaha berdasarkan keputusan dari
pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Penggunaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH
dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Penunjukkan pihak ketiga dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.
Pelaku usaha wajib memenuhi kekurangan pembiayan
apabila dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH tidak
mencukupi.
Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH sudah
digunakan untuk kegiatan penanggulangan pecemaran LH
dan/atau kerusakan LH dan/atau pemulihan fungsi Lh,
pelaku usaha wajib menyediakan kembali kecukupan dana
penjaminan untuk pemulihan fungsi LH.
Pasal 478 Penyediaan dana Penyediaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH
penjaminan tidak membebaskan kewajiban pelaku usaha untuk
melakukan pengendalian pencemaran LH dan/atau
kerusakan LH akibat usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 479 Penerapan kewajiban Penerapan kewajiban penyediaan dana penjaminan untuk
pemulihan fungsi LH dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan.

H. SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP

PASAL PERIHAL KETERANGAN


Pasal 480 Penyediaan system Menteri, gubernur, atau bupati/walikota kota sesuai
informasi LH dengan kewenangannya menyediakan informasi melaui
system informasi LH.
Sistem informasi LH dikembangkan terintegrasi secara
PASAL PERIHAL KETERANGAN
elektronik yang terdiri atas system informasi:
a. Dokumen LH
b. Pelporan persetujuan lingkungan
c. Status LH
d. Pengelolaan limbah B3
e. Peta rawan lingkungan
f. Pengawasan dan penerapan sanksi administrative; dan
g. Informasi LH lainnya
Pasal 481 System informasi Bertujuan untuk:
dokumen LH a. Mempermudah proses pelayanan dokumen LH bagi
setiap orang
b. Mempermudah penyusunan dokumen LH
c. Mempercepat proses penilaian dan pemeriksaan
dokumen LH
d. Mempermudah dalam pelacakan data bagi masyarakat,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan; dan
pemerintah
e. Membantu pengambilan keputusan dalam penentuan
kelayakan/ketidaklayakan LH terhadap suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan; dan
f. Memfasilitasi keterbukaan informasi public dalam
proses penilaian dan pemeriksaan dokumen LH
Paling sedikit terdiri dari:
a. Layanan public
b. Basis data dokumen LH
c. WabGIS dokumen LH
d. Standar persetujuan teknis
e. Pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan
f. Penilaian dan pemeriksaan dokumen LH; dan
g. Penelusuran proses uji kelayakan, penilaian, atau
pemeriksaan dokumen LH
Digunakan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota
dalam melakukan proses uji kelayakan, penilaian,
pemeriksaan dokumen LH, dan pengambilan keputusan.
System informasi dokumen LH terintegrasi dengan:
a. System informasi di tingkat ecoregion; dan
b. System informasi perizinan berusaha
Pasal 482 Penggunaan system System informasi dokumen LH digunakan dalam:
informasi LH a. Pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan
b. Pengisian formulir kerangka acuan
c. Pemeriksaan formulir kerangka acuan
d. Penyusunan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL
e. Uji kelayakan
f. Pengisian formulir UKL-UPL standar spesifik dan
formulir standar
g. Pemeriksaan formulir UKL-UPL standar spesifik dan
formulir UKL-UPL standar
h. Penerbitan persetujuan lingkungan
i. Pengisian SPPL
j. Daftar lembaga pelatihan kompetensi Amdal
PASAL PERIHAL KETERANGAN
k. Daftar lembaga sertifikasi kompetensi penyusunan
Amdal
l. Daftar lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen
Amdal
m. Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup; dan
n. Pelaksanaan DELH dan DPLH
Pasal 483 System informasi Digunakan untuk merekam dan menggambarkan data dan
pelaporan persetujuan informasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan LH
lingkungan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
System informasi diterapkan kepada setiap usaha dan/atau
kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal
atau UKL-UPL menyampaikan laporan meliputi:
a. Pengendalian pencemaran air
b. Pengendalian pencemaran udara
c. Pengelolaan limbah B3
d. Pengendalian kerusakan lingkungan; dan
e. Substansi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan
Pasal 484 System informasi status Digunakan untuk merekam dan menggambarkan data dan
LH informasi LH secara komprehensif sebagai acuan
pengambilan keputusan.
Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun dan
melaporkan status LH yang memuat informasi terdiri atas:
a. Factor pemicu perubahan lingkungan
b. Tekanan yang menyebabkan perubahan lingkungan
c. Status dan kondisi lingkungan
d. Dampak dari perubahan lingkungan; dan
e. Respon terhadap perubahan lingkungan
Factor pemicu perubahan lingkungan meliputi:
a. Jumlah penduduk
b. Tingkat pertumbuhan penduduk
c. Tingkat pertumbuhan ekonomi; dan
d. Bencana
Tekanan yang menyebabkan perubahan lingkungan
meliputi:
a. Penggunaan sumber daya
b. Jumlah limbah yang dihasilkan
c. Emisi langsung dan tidak langsung ke udara, air, dan
tanah
d. Tingkat kebisingan
e. Radiasi; dan
f. Tingkat gangguan
Status dan kondisi lingkungan diukur dengan indeks
kualitas LH yang terdiri atas indeks:
a. Kualitas air
b. Kualitas udara
c. Kualitas air laut
d. Kualitas tutupan lahan
e. Kualitas ekosistem gambut; dan
PASAL PERIHAL KETERANGAN
f. Lainnya sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
perkembangan teknologi
Dampak dari perubahan lingkungan terdiri atas:
a. Perubahan lingkungan
b. Dampak yang ditimbulkan oleh sumber pencemar
terhadap kualitas LH
c. Daya dukung dan daya tamping
d. Kebencanaan; dan
e. Perubahan sosial ekonomi akibat perubahan
lingkungan
Respon terhadap perubahan lingkungan meliputi
perubahan kebijakan untuk mengatasi tekanan, status, dan
dampak dari perubahan lingkungan.
Pasal 485 Pertukaran informasi Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan
perangkat daerah yang menyelenggarakan pelayanan
public terkait dengan pemantauan kualitas lingkungan
melakukan pertukaran informasi status LH.
Pasal 486 System informasi System informasi pengelolaan Limbah B3 paling sedikit
pengelolaan limbah B3 meliputi informasi pelaksanaan pengelolaan limbah B3
untuk kegiatan:
a. Kinerja pengelolaan LB3
b. Penanggulangan kedaruratan limbah B3 dan limbah
non B3; dan
c. Pemulihan fungsi LH akibat terkontaminasi LB3
Pasal 487 System informasi peta Bertujuan untuk menggambarkan kondisi rawan
rawan lingkungan lingkungan di Indonesia yang diakibatkan oleh:
a. Banjir
b. Longsor
c. Kebakaran hutan
d. Dampak perubahan iklim, dan/atau
e. Dampak lingkungan lainnya
Pasal 488 System informasi Menteri menetapkan system informasi pengawasan dan
pengawasan dan penerapan sanksi administrative bertujuan untuk
penerapan sanksi mengintegrasikan pelaksanaan pengawasan dan penerapan
administratif sanksi administrative di pusat, provinsi, dan kab/kota
dengan berbasis teknologi informasi.
Gubernur, bupati/walikota menyampaikan laporan hasil
pelaksanaan pengawasan dan penerapan Sanksi
Administratif kepada menteri untk mengintegrasikan ke
dalam system informasi pengawasan dan penerapan sanksi
administrative.
System informasi pengawasan dan penerapan sanksi
administrative memuat informasi paling sedikit berupa:
a. Status ketaatan pemegang perizinan berusaha atau
persetujuan pemerintah terkait persetujuan lingkungan;
dan
b. Status tindak lanjut hasil pengawasan

Anda mungkin juga menyukai