Anda di halaman 1dari 7

Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk

menghambatpertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang hidup di


permukaan tubuh. Mekanisme kerja antiseptik ini antara lain merusak lemak pada
membran sel bakteri atau dengan cara menghambat salah satu kerja enzim pada
bakteri yang berperan dalam biosintesis asam lemak (Isadiartuti, D. dan S. Retno.
(2005). Uji efektifitas sediaan gel antiseptik tanga yang mengandung etanol dan
triklosan. Majalah Farmasi Airlangga.5 (3): 8).
Menurut (Dewi, 2011) antiseptik dapat digolongkan menjadi beberapa golongan,
yaitu :
1). Golongan halogen dan halogenofor : pada golongan ini biasanya digunakan
sebagai antiseptik dan desinfektan. Contohnya, iodin dan iodofor yang
digunakan untuk antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptic luka.
Turunan ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%
dan mampu mengoksidasi rentang waktu 10-30 menit, contohnya povidon
iodium.
2). Gelongan fenol : golongan ini diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang
bersifat bakterisid namun tidak bersifat sporisid.
3). Golongan alkohol : turunan alkohol banyak digunakan contohnya etanol,
isopropanol. Alkohol akan bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel
bakteri dan umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70% -
90%.
4). Senyawa pengoksidasi : yang umum digunakan ialah hidrogen peroksida,
benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium permanganate, dan natrium
perborat.
5). Turunan ammonium kuarterner : golongan ini memiliki toksisias yang rendah
namun tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan anionic dan non
ionic, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan, dan senyawa kompleks
organik. Contoh golongan ini yang sering digunakan ialah benzalkonium
klorida, benzotonium klorida, setrimid, dequalinium klorida, dan domifen
bromide.
Antiseptik dan desinfektan memiliki mekanisme kerja yang sama, yakni:
1). Merusak membran sitoplasma yang disebabkan oleh penurunan tegangan
permukaan atau denaturasi protein membran;
2). Menghambat enzim yang disebabkan oleh denaturasi enzim atau blokade
gugus tion (-SH); dan
3). Terjadi suatu reaksi kimia dengan asam nukleat (Kemenkes RI, 2012).

Zat aktif yang terkandung dalam antiseptik yang biasa digunakan antara lain :
1. Alkohol
Alkohol merupakan zat yang memiliki aktivitas antimikroba spektrum
luas dalam membunuh bakteri, virus, dan jamur tetapi tidak bersifat sporisidal.
Mekanisme kerja alkohol dengan cara mendenaturasi protein dengan jalan
dehidrasi dan juga melarutkan lemak. Kadar antiseptik alkohol yang paling baik
yaitu 70%-90%, dan yang biasa dipakai sebagai antiseptik kulit yaitu yang
mempunyai kandungan 70%, dengan kandungan 70% tersedia cukup molekul air
yang akan mempercepat proses penguapan juga mempercepat proses penetrasi ke
jaringan. Terdapat tiga macam alkohol yang digunakan sebagai antiseptik
kulit:etil (etanol), normal-propil, dan isopropil. Penggunaan alkohol 70% pada
tangan dapat mengurangi jumlah bakteri sampai 99,7%. Oleh karena itu alkohol
70% merupakan konsentrasi yang baik sebagai antiseptik kulit (Ascenzi, J.M.
(1996). Handbook of disinfectants and antiseptics. New York: CRC Press).
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara
semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan
khasiat antibakteri.Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh
mikroorganisme, yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau
membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain (Harmita dan Radji, 2008).
Antibiotik merupakan substansi kimia yang diproduksi oleh berbagai
spesies mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomicetes), mampu menekan
pertumbuhan mikroba lain dan mungkin membinasakan. Ada berpuluh-puluh
antibiotik yang berharga untuk terapi penyakit infeksi. Mereka berbeda satu sama
lain dalam beberapa hal seperti sifat fisika, kimia, farmakologis, spektrum
antibakteri atau mekanisme kegiatannya (Kusumaningsih, 2007).
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan
sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan
dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan,lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian (Irianto, 2007)
Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk
menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya
tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak
toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable,
memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan
noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis (Butcher, W & Ulaeto, D. (2010).
Contact Inactivation of Orthopoxviruses byHousehold Disinfectants. Philadelphia:
Department of Biomedical)
Desinfektan dan antiseptik memiliki sifat antimikroba. Cara kerja
antimikroba antara lain:
a. Merusak DNA
Sejumlah unsur antimikroba bekerja dengan merusak DNA.Unsur ini
meliputi radiasi pengion (ionisasi), sinar ultraungu, dan zat-zat kimia reaktif
DNA. Pada kategori yang terakhir ini terdapat zat-zat alkilasi dan zat lain yang
bereaksi secara kovalen dengan basa purin dan pirimidin sehingga bergabung
dengan DNA atau membentuk ikatan silang antar untai. Penyinaran merusak
DNA melalui beberapa cara,misalnya sinar ultra ungu menyebabkan penyilangan
diantara pirimidin yang berdekatan pada salah satu untai yang sama daridua untai
polinukleotida, membentuk dimer pirmidin. Radiasi pengion memecahkan untaian
tunggal atau ganda. Kerusakan DNA yang ditimbulkan karena penyinaran atau
secara kimiawi akan mematikan sel terutama karena mengganggu replikasi DNA
Denaturasi protein (Notoatmodjo,2010).
Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang ditentukan
oleh pertautan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah pertautan nonkovalen
seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, danikatan hidrogen. Keadaan ini dinamakan
struktur tersier protein; struktur ini mudah terganggu oleh sejumlah unsur fisik
atau kimiawi, sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi. Kerusakan struktur
tersier ini dinamakan denaturasi protein (Notoatmodjo,2010).
b. Gangguan selaput atau dinding sel
Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif, meloloskan
beberapa zat terlarut dan menahan zat lainnya. Beberapa zat diangkut secara aktif
melalui selaput, sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi. Selaput sel juga
merupakan tempat bagi banyak enzim yang terlibat dalam biosintesis berbagai
komponen pembungkus sel. Zat-zat yang terkonsentrasi pada permukaan sel
mungkin mengubah sifat-sifat fisik normalnya dan dengan demikian membunuh
atau menghambat sel. Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk
padasel, melindungi sel terhadap lisis osmotik. Dengan demikian, zat yang
merusak dinding sel (misalnya lisozim) atau menghalangi sintesis normalnya
(misalnya penisilin) akan menyebabkan lisissel (Notoatmodjo,2010).
Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik dan cara
kimia. Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi
umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi,
yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golonganalkohol, yaitu
senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa
terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung
gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium
kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida (Pankey, 2014)
Untuk menentukan kualitas desinfektan yaitu dengan menentukan daya
bunuh desinfektan terhadap kuman adalah dengan menggunakan metode koefisien
fenol. Fenol adalah jenis desinfektan yang paling kuno dan karena kekuatannya
telah diketahui maka kualitas desinfektan selalu dibandingkan dengan fenol. Fenol
dengan kadar 0,2 persen bersifat bakteriostatik yakni menahan pertumbuhan
bakteri, sedangkan fenol 1% bersifat mematikan bakteri atau bakterisid. Koefisien
fenol adalah bilangan pecahan yang menunjukkan perbandingan kekuatan daya
bunuh dari desinfektan dibaningkan dengan kekuatan daya bunuh dari fenol
sebagai pembanding dalam kondisi yang sama, yaitu jenis bakteri yang sama dan
dan waktu kontak yang sama. Waktu untuk menguji antibiotika adalah 18-24
jam,sedangkan untuk mata tidak mungkin selama itu. Oleh karena itu, digunakan
waktu tertentu dengan metode kontak secara konvensional, waktu yang paling
cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15 menit. Kekuatan fenol untuk menguji
desinfektan adalah tidak lebih besar dari 5% (Notoatmodjo,2010).
Keefektian mematikan mikroorganisme dari suatu disinfektan dapat
ditentukan dengan penyampuran biakan mikroorganisme apasaja yang harus
dimusnahkan, kemudian menentukan waktu yang diperlukan oleh disinfektan
untuk mematikan organisme tersebut. Hal ini dapat dilakukan dalam keadaan yang
telah dibakukan secara teliti, yaitu dengan medium pembiakan yang susunannya
sudah ditetapkan, suhu dan jumlah bakteri yang suah diketahui dengan resistensi
yang konstan, sehingga diperoleh hasil yang tepat dan dapat diulang kembali
(reproducible) (Irianto, 2013).
Beberapa jenis desinfektan yang dapat digunakan secara umum,
diantaranya:
1) Golongan oksidator, seperti ozon, hidrogen peroksida, kalium permanganat,
dan asam monoperoksosulfat;
2) Golongan halogen, seperti klor, hipoklorit, iodium, dan kompleks iodium;
3) Golongan senyawa logam berat, seperti perak nitrat dan garam perak
sulfadiazine;
4) Golongan aldehid, seperti formaldehid, heksametilen, tetramin, taurolidin, dan
glutaraldehid;
5) Golongan alkohol, seperti etanol, n-propanol, dan isopropanol;
6) Golongan fenol, seperti fenol, m-kresol, timol, eugenol, dan o-fenil-fenol;
7) Golongan fenol terhalogenasi, seperti triclosan, klorofenol, heksaklorofenol,
tetrabromkresol, chlorokresol;
8) Golongan ammonium kuarterner, seperti benzalkonium klorida dan
mesetronium metil sulfat;
9) Golongan sabun amfolit, seperti dodisin (turunan asam amino)
10) Golongan klorheksidin; dan
11) Senyawa per organik, seperti asam per asetat (Kemenkes RI, 2012).

Menurut (Kemenkes RI, 2012), Antiseptik dan Desinfektan yang baik


memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Efektivitas kerja desinfektan dicapai dalam waktu singkat
2) Memiliki spektrum kerja luas
3) Dapat digunakan pada kulit, selaput lendir, atau luka tanpa menimbulkan
toksisitas yang berat
4) Bila terjadi resorpsi tidak bekerja toksis
5) Kerja desinfektan terus berlangsung dalam jangka waktu lama
6) Tidak bekerja toksis terhadap lingkungan hidup
7) Tidak memiliki bau yang tidak enak.
DAPUS

Ascenzi, J.M. (1996). Handbook of disinfectants and antiseptics. New York: CRC
Press. (n.d.).

Butcher, W & Ulaeto, D. (2010). Contact Inactivation of Orthopoxviruses


byHousehold Disinfectants. Philadelphia: Department of Biomedical.
(n.d.). Philadelphia: Department of Biomedical Sciences, Dstl Porton
Down. P 279-283.

Dewi, W. R. (2011). Formulasi Sediaan Gel Antiseptik Tangan Dari Minyak


Atsiri. Jakarta: Gramedia.

Irianto, K. (2007). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1 2nd ed.


Bandung: CV.Yrama Widy.

Isadiartuti, D. dan S. Retno. (2005). Uji efektifitas sediaan gel antiseptik tanga
yang mengandung etanol dan triklosan. Majalah Farmasi Airlangga.5
(3): 8. (n.d.).

Kemenkes RI. (2012). Pedoman Bahan Berbahaya Pada Produk Alat Kesehatan.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


(n.d.).

Anda mungkin juga menyukai