Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antiseptik adalah suatu bahan kimia yang bertujuan untuk membunuh


kuman. Antiseptik digunakan pertama kali dalam operasi pada tahun 1867. Hal ini
dikarenakan dahulu banyak orang meninggal setelah operasi gara-gara infeksi
kuman.

Antiseptik adalah suatu zat atau bahan yang bisa melawan, mencegah
ataupun membunuh kegiatan dan pertubuhan jasad renik. Antiseptik biasa
diberikan ketika tubuh mengalami luka seperti luka lecet akibat terjatuh, luka
sayat, ketika akan disuntik atau sebelum pembedahan, prosedur wajib yang harus
dilakukan adalah membersihkan anggota tubuh tersebut dengan antiseptik untuk
mencegah berkembangnya mikroorganisme patogen pada tubuh yang terluka
tersebut.

Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan disinfektan, yaitu antibiotik


digunakan untuk membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, dan disinfektan
digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati. Hal ini disebabkan
antiseptik lebih aman diaplikasikan pada jaringan hidup.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan dan manfaat antiseptik


2. Mahasiswa mengetahui kekurangan dan kelebihan penggunaan antiseptik

2.6 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan antiseptik?


2. Bagaimana ciri antiseptik yang baik dan ideal?
3. Bagaimana mekanisme kerja antiseptik?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari berbagai macam antiseptik?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antiseptik

Antiseptik berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 2 kata dasar yaitu
"Anti" (melawan) dan "Septikos" (penyebab kebusukan), yang berarti zat
antimikroba yang dapat dipakai oleh jaringan hidup untuk mengurangi
kemungkinan infeksi dan penyebab pembusukan. Zat ini dapat menghancurkan
mikroorganisme yang bermuatan kuman penyakit tanpa membayahakan
jaringan tubuh. Praktek penggunaan antiseptik dalam perawatan dan
pengobatan luka dipelopori oleh ahli bedah daru Inggris Joseph Lister pada
tahun (1865) (Natanel, 2016).
Antiseptik adalah zat-zat yang membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme. Istilah ini terutama digunakan untuk sediaan yang dipakai pada
jaringan hidup (Staff pengajar departement farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. 2009).
Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang hidup di permukaan tubuh.
Mekanisme kerja antiseptik ini antara lain merusak lemak pada membran sel
bakteri atau dengan cara menghambat salah satu kerja enzim pada bakteri yang
berperan dalam biosintesis asam lemak (Isadiartuti & Retno, 2005).

Aplikasi penggunaan antiseptik:

 Mencegah dan mengobati infeksi pada luka. Sediaan antiseptik dapat


digunakan untuk men-asepsiskan luka memar, luka iris, luka lecet dan luka
bakar ringan. Penerapan antiseptik pada luka perlu diikuti tindakan lain
seperti pembersihan dan penutupan luka dengan pembalut agar tetap
bersih dan terjaga.
 Disinfeksi tangan: menjadi pengganti atau menyempurnakan membasuh
tangan dengan air. Tenaga medis dan paramedis harus melakukan

2
disinfeksi tangan dengan antiseptik sebelum dan sesudah melakukan
tindakan medis.
 Disinfeksi pra-tindakan: antiseptik diterapkan ke lokasi tindakan untuk
mengurangi flora kulit.
 Disinfeksi membran mukosa: irigasi antiseptik dapat ditanamkan ke dalam
uretra, kandung kemih atau vagina untuk mengobati infeksi atau
membersihkan rongga sebelum kateterisasi.
 Disinfeksi mulut dan tenggorokan: Obat kumur antiseptik dapat digunakan
untuk mencegah dan mengobati infeksi mulut dan tenggorokan.

Bahan antiseptik harus memiliki sifat-sifat berikut :


o Stabilitas kimia
o Ekonomis
o Tidak berwarna, dengan warna dan bau diterima.
o Bakterisida, tidak hanya statis tetapi mampu menghancurkan spora .
o Spektrum kerja yang lebih luas .
o Aksi yang cepat dan aksi mematikan yang berkelanjutan.
o Tidak menyebabkan iritasi pada jaringan ketika digunakan.
o Non-alergi terhadap subjek.
o Tidak ada toksisitas sistemik (Tidak diserap).
o Tetap Aktif , dengan adanya cairan tubuh misalnya : darah & nanah
(Idris, 2010).

Menurut sumber lain antiseptik yang ideal diantaranya :

 Efektifitas germisid tinggi


 Bersifat letal terhadap mikroorganisme
 Kerjanya cepat dan tahan lama
 Spektrum sempit terhadap mikroorganisme yang sensitive
 Tegangan permukaan yang rendah untuk penggunaan topikal
 Indeks terapi tinggi

3
 Tidak memberikan efek sistemik bila diberikan secara topikal dan tidak
diadsorbsi.

(Staff pengajar departement farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya. 2009)

2.2 Mekanisme Kerja Antiseptik

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja antiseptik yang digunakan untuk


menghambat atau membunuh mikroorganisme yaitu:

a. Jenis organisme yang digunakan


b. Jumlah mikroorganisme yang digunakan
c. Umur dan sejarah dari mikroorganisme
d. Jaringan atau unsur-unsur yang ada dalam mikrorganisme
e. Jenis racun dari zat kimia (jika diambil secara internal)
f. Waktu bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai,
g. Temperatur pada zat kimia dan pada jaringan atau unsur-unsur yang
terlibat.

Antiseptik bekerja melalui beberapa cara, diantaranya :

a. Merusak dinding sel


b. Mengganggu sistem enzime kuman
c. Mendenaturasi protein
d. Merusak asam nukleat. (Darmadi. 2008)

2.3 Golongan Antiseptik dan Contohnya

Dalam garis besarnya antiseptik dibagi kedalam beberapa golongan :

1. Alkohol
2. Halogen dan senyawanya (Iodium, Povidon iodine, Yodoform,
Klorheksidin)

4
3. Oksidansia (Kalium permanganat, Perhidrol)
4. Logam berat dan Garamnya (Merkuri klorida (subllimat) dan
Merkurokrom (obat merah))
5. Asam (Asam borat)
6. Turunan fenol (Trinitrofenol dan Heksaklorofen)
7. Basa amonium (Etakridin (rivanol))

Berikut merupakan mekanisme kerja, keuntungan dan kekurangan dari


beberapa jenis antiseptik:

a. Alkohol

Antiseptik yang berbahan dasar alkohol mengandung Etanol, Isopropanol,


n-propanol atau kombinasi dari dua bahan kimia tersebut. Aktivitas antimikroba
alkohol terletak pada kemampuannya mendenaturasi protein dinding sel bakteri.
Solutio alkohol yang mengandung kadar alkohol antara 60%-80% lebih efektif
mendenaturasi protein daripada alkohol konsentrasi tinggi (>80%) karena protein
tidak mudah didenaturasi pada keadaan kadar air yang rendah. Alkohol
mempunyai aktifitas antimikroba (invitro) yang sangat baik untuk membunuh
bentuk vegetative bakteri gram positif dan bakteri gram negative.

Disamping kefektivan alkohol dalam membunuh kuman pathogen, alkohol


mempunyai aktivitas yang rendah dalam membunuh spora bakteri, oocytprotozoa
dan virus tidakberenvelop (non-lipophilic) tertentu. Untuk memperkuat efek
antiseptic dari alkohol, biasanya ditambahkanbahan Chlorhexidine, 19 quaternary
ammonium compouns, Octenidine atau Triclosan pada solution alkohol base.

Keuntungan :

 Cepat membunuh jamur dan bakteri termasuk mikrobakteri; isopropil


alkohol membunuh sebagian besar virus, termasuk HBV dan HIV; etil
alkohol membunuh semua jenis virus.

5
 Walaupun alkohol tidak mempunyai efek membunuh yang persisten,
pengurangan cepat mikroorganisme di kulit, melindungi organisme
tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan selama beberapa jam.
 Relatif murah dan tersedia di mana-mana.

Kerugian :

 Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol)


untuk mencegah pengeringan kulit.
 Mudah pengeringan kulit.
 Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
 Mudah terbakar sehingga perlu disimpan di tempat dingin atau
berventilasi baik.
 Merusak karet atau lateks.
 Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih.

b. Yodium dan iodofor

Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan beralkohol (disebut


yodium tinktur) untuk sterilisasi kulit sebelum dan sesudah tindakan medis.
Larutan ini tidak lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena
mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu penyembuhan.
Generasi baru yang disebut iodine povidone (iodophore), sebuah polimer larut air
yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak
memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit yodium aktif yang
dapat menciptakan efek berkelanjutan. Salah satu merk antiseptik dengan iodine
povidoneadalah betadine. Beberapa orang alergi terhadap yodium. Tanda alergi
yodium adalah ruam kulit kemerahan, panas, bengkak dan terasa gatal.

Keuntungan

 Efek antimokrobial spektrum luas.


 Preparat yodium cair murah, efektif, dan tersedia di mana-mana.

6
 Tidak mengiritasi kulit atau selaput lendir, dan ideal untuk
pembersihan vaginal.
 Larutan 3% tidak menodai kulit.

Kerugian :

 Efek antimikrobial lambat atau perlahan.


 Iodofor mempunyai efek residual yang kecil.
 Cepat diinaktivasi oleh material organik seperti darah atau dahak.
 Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus
dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai alkohol).
 Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat
mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru lahir. Oleh karena itu
batasi pemakaiannya
 Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi.

c. Klorheksilenol

Kloroheksilenol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) adalah devisi


halogen dari silenol yang luas tersedia dalam konsentrasi 0,5-4%. Kloroheksilenol
memecahkan mikroorganisme dengan memecah dinding sel. Hal ini merupakan
penghapus kuman yang beraktivitas rendah dibandingkan dengan alkohol,
yodium, iodofor dan kurang efektif dalam menurunkan flora kulit daripada CHG
atau iodofor. Karena ia menembus kulit, dapat beracun jika dioleskan pada
beberapa bagian dari tubuh, dan tidak boleh digunakan pada bayi. Meskipun,
produk komersil dengan kloroheksilenol dengan konsentrasi di atas 4% tidak
boleh digunakan.

Aktivitas antimikroba kloroheksilenol adalah inaktivasi berbagai enzim


bakteri dan mengakibatkan perubahan pada dinding sel. Secarain vitro,
kloroheksilenol dapat membunuh bakteri gram positif dan sangat baik membunuh
bakteri gram negative, Mycobacterium dan virus tertentu. Kloroheksilenol kurang
efektif membunuh P. aeruginosa tetapi dengan penambahan Etyleme diamine

7
tetraaccetic acid (EDTA) meningkatkan ektivitas dalam membunuh Pseudomonas
sp. Aktivitas antimikroba Chloroxylenol sedikit dipengaruhi oleh bahan organic,
tetapi dapat dinetralisir oleh surfaktan non-ionic.

Keuntungan :

 Aktivitas bersepektrum luas.


 Hanya sedikit efeknya terhadap materi organik.
 Efek residu tahan sampai beberapa jam.
 Minimal efek oleh bahan organik.

Kerugian :

 Diinaktivasi oleh sabun (surfaktan nonionik), penggunaan untuk


persiapan kulit berkurang.
 Tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir, karena dapat menyerap
dengan cepat dan potensial meracuni.

d. Triklosan

Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun


sebagai antimikrobial. Konsentrasi 0,2-2,0% mempunyai aktivitas antimikrobial
sedang terhadap koki gram positif, mikobakteria dan jamur, tapi tidak terhadap
baksil gram negatif, khususnya P aeruginosa (Larson 1995). Meskipun perhatian
ditujukan pada resistensi terhadap bahan ini bisa berkembang lebih siap dari
bahan antiseptik lain, resistensi pada flora kulit tidak ditemukan penelitian klinis
sampai saat ini.

Keuntungan :

 Aktivitas berspektrum luas.


 Persistensi sangat bagus.
 Sedikit efeknya oleh bahan organik.

Kerugian :

 Tidak ada efeknya terhadap P aeruginosa atau baksil gram negatif lain.

8
 Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan).

e. Hidrogen peroksida

Larutan hidrogen peroksida 6% digunakan untuk membersihkan luka dan borok.


Larutan 3% lebih umum digunakan untuk pertolongan pertama luka gores atau iris
ringan di rumah. Hidrogen peroksida sangat efektif memberantas jenis kuman
anaerob yang tidak membutuhkan oksigen. Namun, oksidasi kuat yang
ditimbulkannya merangsang pembentukan parut dan menambah waktu
penyembuhan. Untung mengurangi efek sampingnya, hidrogen peroksida
sebaiknya digunakan dengan air mengalir dan sabun sehingga paparannya
terbatas. Jika menggunakan hidrogen peroksida sebagai obat kumur, pastikan
Anda mengeluarkannya kembali setelah berkumur.

f. Etakridin laktat (rivanol)

Etakridin laktat adalah senyawa organik berkristal kuning oranye yang berbau
menyengat. Penggunaannya sebagai antiseptik dalam larutan 0,1% lebih dikenal
dengan merk dagang rivanol. Tindakan bakteriostatik rivanol dilakukan dengan
mengganggu proses vital pada asam nukleat sel mikroba. Efektivitas rivanol
cenderung lebih kuat pada bakteri gram positif daripada gram negatif. Meskipun
fungsi antiseptiknya tidak sekuat jenis lain, rivanol memiliki keunggulan tidak
mengiritasi jaringan, sehingga banyak digunakan untuk mengompres luka, bisul,
atau borok bernanah. Bila Anda memiliki bisul di pantat, duduk berendam dalam
larutan rivanol dapat membantu mempercepat penyembuhannya. Untuk luka kotor
yang berpotensi infeksi lebih besar, penerapan jenis antiseptik lain yang lebih kuat
disarankan setelah luka dibersihkan.

g. Hexachlorophene

9
Hexachlorophene Merupakan suatu bisphenol yang terdiri atas dua grup
fenol dan tiga gugus klorin. Pada tahun 1950 dan awal tahun 1960, emulsi
mengandung 3% Hexachloropene digunakan untuk cuci tangan, surgical scrub
dan untuk memandikan bayi di rumah sakit. Aktivitas antimikroba
Hexachloropene bersifat bakteriostatik, sehingga bisa menginaktivasi system
enzim essensial bakteri, dan baik dalam membunuh bakteri Staphylococcus
aureus, tetapi aktivitasnya relative lemah dalam membunuh bakteri gram negative,
jamur, Mycobacterium. Pada tahun 1972, FDA TFM memperingatkan bahwa
Hexachloropene tidak aman dan tidak efektif untuk digunakan sebagai antiseptic
pencuci tangan serta tidak digunakan pada pasien luka bakar dan kulit sensitif.

10
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Antiseptik adalah zat zat yang membunuh atau mencegah pertumbuhan


mikroorganisme. Istilah ini terutama digunakan untuk sediaan yang dipakai pada
jaringan hidup. Antiseptik dapat bersifat bakteriostatik maupun bakteriosid

· Ciri antiseptik yang baik diantaranya ; efektifitas germisid tinggi, bersifat


letal terhadap mikroorganisme, kerjanya cepat dan tahan lama, spektrum sempit
terhadap mikroorganisme yang sensitive, tegangan permukaan yang rendah untuk
penggunaan topikal, indeks terapi tinggi, tidak memberikan efek sistemik bila
diberikan secara topikal dan tidak diadsorbsi.

DAFTAR PUSTAKA

Aroza, M. (2015) Antiseptik. http://arozafkhunsyiah.blogspot.com/. Diakses 19


Desember 2019 pukul 20.05

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial. Jakarta : Salemba Medika.

Idris, Y. (2010). Makalah antiseptik dan desinfektan. www.academia.edu/.


Diakses 19 Desember 2019 pukul 20.00
Isadiartuti & Retno, 2005. Isadiartuti, D. dan S. Retno. 2005. Uji Efektifitas
Sediaan Gel Antiseptik Tangan yang Mengandung Etanol dan Triklosan.
Majalah Farmasi Airlangga, 5(3), hal 27.

Natanel, A. (2016). Antiseptik. http://mahasiswafarmasibicara.blogspot.com/.


Diakses 19 Desember 2019 pukul 20.10

Staff pengajar departement farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya. (2009). Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC

11

Anda mungkin juga menyukai