Anda di halaman 1dari 33

BAB 2.

Ikatan Kimia, Geometri Molekul, dan Interaksi antar Molekul

Konfigurasi elektron yang menunjukkan elektron valensi, selain dapat digunakan untuk
mengetahui letak suatu unsur dalam tabel periodik unsur, juga sangat berperan dalam
pembentukan suatu ikatan kimia.

A. Keelektronegatifan dan Jenis Ikatan Kimia


Keelektronegatifan adalah kemampuan suatu atom untuk menarik pasangan elektron
dalam ikatan kimia. Perbedaan harga keelektronegatifan antar atom-atom yang berikatan
akan menentukan jenis ikatan kimia.

1. Ikatan Ion
Ikatan ion merupakan ikatan kimia yang terjadi ketika terdapat perbedaan
keelektronegatifan antara 1,7 – 3,3 sehingga mengakibatkan pasangan elektron ikatan
ditarik lebih kuat oleh atom unsur nonlogam yang memiliki harga keelektronegatifan
besar sampai seolah penuh menjadi miliknya menghasilkan ion negatif (anion),
sementara atom unsur logam yang memiliki harga keelektronegatifan kecil seolah
ditinggalkan pasangan elektron ikatan membentuk ion positif (kation).

Pembentukan ikatan ion secara sederhana dapat dituliskan menurut aturan Kossel
yang menunjukkan transfer elektron secara penuh dari atom unsur logam kepada atom
unsur nonlogam.

Contoh:
Tuliskan rumus Kossel untuk ikatan ion antar 3Li dengan harga keelektronegatifan = 1
dan 9F dengan harga keelektronegatifan = 4.

Jawab:

Pendekatan Kossel dan pendekatan berdasarkan perbedaan nilai keelektronegatifan


sebagaimana dijelaskan diatas belum dapat menggambarkan secara utuh proses
pembentukan ikatan ion. Untuk memahami proses pembentukan ikatan ion dengan
lebih baik digunakan pendekatan elektrostatik, dimana terjadi gaya tarik antara kation
dan anion, sekaligus gaya tolakan antar kedua ion sehingga berada di sekitar jarak
kesetimbangan. Born menyarankan tolakan antar kedua ion hanya dapat terjadi jika
kedua ion tersebut berada pada jarak sangat berdekatan satu sama lain. Selanjutnya
Born mengusulkan persamaan matematis untuk tolakan semacam itu, yakni UR = B/
rijn, dimana rij adalah jarak antara kedua ion dan n adalah parameter yang biasanya
mempunyai nilai sama dengan 9. Di sisi lain, Haber mengusulkan bahwa ikatan ion
antar unsur elektropositif dengan unsur elektronegatif melalui siklus yang melibatkan
energi kisi yang diusulkan oleh Born. Oleh sebab itu, siklus pembentukan ikatan ion
dinamakan siklus Born-Haber, yaitu energi ikatan (perubahan entalpi) merupakan
jumlah dari energi sublimasi, energi disosiasi ikatan, energi ionisasi, energi afinitas
elektron, dan energi kisi. Dalam bentuk matematis dirumuskan ΔH = S + ½ D + I + A
+ U.

Sebagai contoh, simak pembentukan senyawa kristal ion litium fluorida (LiF) melalui
metode tidak langsung siklus Born-Haber berikut.

Li(s) → Li(g) S = 155,2 kJ/mol


1/2F2(g) → F(g) ½ D = 75,3 kJ/mol
Li(g) → Li+(g) + e- I = 520 kJ/mol
F(g) + e- → F-(g) A = -328 kJ/mol
Li+(g) + F-(g) → LiF(s) ΔH5 = ?
Li(s) + 1/2F2(g) → LiF(s) ΔH = -594,1 kJ/mol

ΔH = S + ½ D + I + A + ΔH5
-594,1 = 155,2 + 75,3 + 520 – 328 + ΔH5
ΔH5 = -1016,6 kJ/mol

Entalpi reaksi yang bersifat eksoterm dengan pelepasan energi yang besar
menandakan bahwa adanya gaya tarik elektrostatik antar beberapa kation dan
beberapa anion dalam suatu struktur kristal senyawa ion.

Struktur kristal adalah struktur teratur yang rigid dan menjangkau jauh, dimana ion-
ion menempati tempat tertentu. Struktur kristal mempunyai satuan struktur dasar yang
berulang yang disebut sel satuan.

Senyawa ion LiF sama seperti senyawa NaCl, memiliki kristal dengan sel satuan
berupa kubus pemusatan sisi. Kubus pemusatan sisi memiliki bilangan koordinasi 12
(bilangan koordinasi kation 6 dan bilangan koordinasi anion 6), karena setiap bola
bersentuhan dengan empat bola lapisan sendiri, empat bola lapisan atas, dan empat
bola lapisan bawah.
Gamb
ar 2.1 Sel satuan kubus pusat sisi
Sumber: piyohsiat.blogspot.com

Sel satuan kubus pusat sisi memiliki empat bola utuh yang berasal dari setengah bola

dari enam pusat sisi dan seperdelapan bola pada sudut, sehingga( )( )
1
2
1
x 6 + x 8 =4.
8

Hubungan jari-jari atom (r) dan panjang rusuk (a) dalam sel satuan kubus pusat sisi
dituliskan secara matematis sebagai berikut.

b=4 r

2 2 2
b =a +a

2 2 2
( 4 r ) =a +a
2 2
16 r =2 a
a=√ 8 r

2. Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang terjadi antar atom unsur nonlogam
perbedaan keelektronegatifan 0,5 sampai 1,7 yang mengakibatkan pasangan elektron
ikatan ditarik relatif sama kuat oleh kedua atom unsur nonlogam yang mengakibatkan
penggunaan bersama pasangan elektron ikatan untuk memenuhi konfigurasi elektron
yang stabil membentuk senyawa kovalen.

Pembentukan ikatan kovalen dituliskan melalui struktur Lewis dimana suatu atom
mengandung suatu inti yang tersusun atas inti atom dan elektron-elektron di kulit
dalam, sementara kulit terluar dapat menampung maksimum 8 elektron. Untuk
membentuk konfigurasi 8 elektron (aturan oktet), atom-atom dapat memberikan
“saham” elektron masing-masing untuk dipakai bersama dalam suatu ikatan kovalen.
Contoh:
Dua buah unsur memiliki notasi:
6X dan 9Y

Tuliskan struktur Lewis bila kedua atom unsur tersebut saling berikatan kovalen.

Jawab:
Atom X (Z = 6, [He] 2s2 2p2), memerlukan 4 elektron tambahan untuk mencapai
konfigurasi elektron Ne ([He] 2s2 2p6). (aturan oktet)

Atom Y (Z = 9, [He] 2s 2 2p5) memerlukan 1 elektron tambahan untuk mencapai


konfigurasi elektron Ne ([He] 2s2 2p6). (aturan oktet).

Aturan oktet dan duplet dapat dipenuhi jika 1 atom X bergabung dengan 4 atom Y
membentuk 4 ikatan kovalen tunggal X-Y.

Penulisan struktur Lewis memperjelas bahwa suatu senyawa kovalen bersifat


nonpolar karena strukturnya simetris dimana atom pusat tidak memiliki pasangan
elektron bebas seperti struktur Lewis senyawa diatas. Selain itu, senyawa nonpolar
biasanya tersusun atas atom-atom sejenis berupa molekul unsur seperti O2, N2, O3, P4,
dan S8.

Senyawa kovalen polar biasanya tersusun atas atom-atom yang memiliki harga
keelektronegatifan berbeda misalnya HCl, NO, dan CHCl3. Selain itu, melalui
penulisan struktur Lewis dapat ditunjukkan bahwa senyawa kovalen polar memiliki
struktur tidak simetris dimana atom pusat memiliki pasangan elektron bebas.

Struktur Lewis dalam menuliskan senyawa kovalen memungkinkan kita untuk


menghitung muatan formal masing-masing atom yang terlibat ikatan kovalen
tersebut.

muatan formal = Σelektron valensi – ΣPEB – ΣPEI/2


Contoh:
Tuliskan struktur Lewis dan berikan muatan formal masing-masing atom untuk
kelompok senyawa kovalen berikut.
a. I3-
b. NH4+
c. BrNO

Jawab:
muatan formal = Σelektron valensi – ΣPEB – ΣPEI/2

muatan formal I (atom pusat) = 7 – 6 – (4/2) = -1


muatan formal I (atom samping) = 7 – 6 – (2/2) = 0
muatan formal I (atom samping) = 7 – 6 – (2/2) = 0

muatan formal N (atom pusat) = 5 – 0 – (8/2) = +1


muatan formal keempat H (atom samping) = 1 – 0 – (2/2) = 0

muatan formal N (atom pusat) = 5 – 2 – (6/2) = 0


muatan formal Br (atom samping) = 7 – 6 – (2/2) = 0
muatan formal O (atom samping) = 6 – 4 – (4/2) = 0

Penulisan struktur Lewis dan muatan formal memberikan informasi tentang struktur
suatu molekul sebenarnya yang secara energetika lebih stabil. Struktur yang
mendapatkan kestabilan tambahan berupa energi resonansi ini disebut struktur
resonansi. Struktur resonansi adalah struktur sebenarnya yang lebih stabil yang tidak
dapat digambarkan melalui dua atau lebih struktur Lewis.
Struktur resonansi yang sudah sangat dikenal adalah senyawa benzena yang
mempunyai panjang ikatan 0,139 nm, yaitu di antara panjang ikatan tunggal (0,154
nm) dan panjang ikatan ganda (0,134 nm), sehingga diusulkan senyawa benzena
mempunyai struktur hibrida akibat adanya delokalisasi elektron.

Gambar 2.3 Struktur resonansi benzena

Struktur hibrida atau dapat juga digambarkan sebagai cincin elektron (delokalisasi
elektron) memberikan kestabilan tambahan sebesar 152 kJ/mol. Energi kestabilan
tambahan dari cincin aromatis benzena ini disebut energi resonansi.

Ion karbonat memiliki struktur resonansi yang digambarkan melalui tiga struktur
Lewis berikut.

Gambar 2.4 Struktur resonansi ion karbonat

Ikatan rangkap dua C=O beresonasi sehingga setiap atom oksigen bermuatan formal -
1. Ketiga ikatan ini mempunyai panjang 147 pm.

Evaluasi Merdeka Belajar


1. Lima unsur A, B, C, D, dan E masing-masing mempunyai nomor atom 6, 7, 8, 17,
dan 19. Jika keempat unsur tersebut saling membentuk senyawa, tuliskan rumus
kimia dan jenis ikatan ionik atau kovalen.

2. Emas (Au) mengkristal dalam struktur kubus pemusatan sisi dan memiliki
kerapatan 19,3 g/cm3. Hitunglah jari-jari atom emas dalam pikometer.

3. Gunakan data berikut untuk menghitung energi kisi kalsium hidrida, KH.

Proses ΔH (kJ/mol)
Atomisasi K +90
Energi ionisasi pertama K +420
Atomisasi H +218
Afinitas elektron pertama H -78
Pembentukan kalsium hidrida +156

4. Gambarkan struktur dot Lewis untuk molekul berikut ini. Tunjukkan muatan
formalnya (bila ada) pada atom yang sesuai.
a. SF3-
b. NO3-
c. F2IO2-
d. N2O
e. O3

5. Gambarlah ketiga struktur resonansi ion klorat, ClO3-. Berikan muatan formalnya.

B. Geometri Molekul
1. Teori VSEPR
Ikatan kovalen yang digambarkan melalui struktur Lewis menunjukkan adanya
pasangan elektron ikatan dan pasangan elektron bebas. Kedua pasangan elektron
karena sama-sama bermuatan negatif akan menimbulkan gaya tolakan elektrostatik
yang mempengaruhi geometri suatu molekul. Alasan ini yang menjadi dasar teori
VSEPR yang menyatakan bahwa pasangan elektron dalam kulit valensi akan saling
tolak-menolak sehingga mengambil posisi saling berjauhan satu sama lain. Pasangan
elektron ini terikat pada atom pusat dalam suatu molekul dan dapat berputar dengan
bebas di permukaan atom menjauhi pasangan elektron lain. Teori VSEPR ini
memprediksikan geometri molekul senyawa kovalen berdasarkan poin-poin berikut:

 Pasangan elektron, baik pasangan elektron ikatan (PEI) maupun pasangan elektron
bebas (PEB), karena bermuatan sejenis (negatif) akan saling tolak-menolak sejauh
mungkin sampai membentuk geometri molekul tertentu yang hanya merasakan
tolakan pasangan elektron dengan minimum.

 Kekuatan tolakan pasangan elektron meningkat sesuai gambar berikut.

Terlemah PEI – PEI

PEB – PEI

Terkuat PEB – PEB

Hal ini diakibatkan pasangan elektron bebas tidak terlibat dalam ikatan kovalen
sehingga memenuhi ruang lebih besar dan tolakan pasangan elektron yang
dihasilkannya akan lebih kuat.

 Ikatan rangkap diasumsikan sama dengan ikatan tunggal.


Rumus AX2 seperti BeCl2, merupakan salah satu contoh molekul oktet dipersempit
yang atom pusatnya hanya dikelilingi empat elektron dan tolakan antar kedua
pasangan elektron ikatan (PEI) menyebabkan geometri molekul linear dengan sudut
1800.

Rumus AX3 seperti BF3, merupakan salah satu contoh molekul oktet dipersempit yang
atom pusatnya hanya dikelilingi enam elektron dan tolakan antar ketiga pasangan
elektron ikatan (PEI) menyebabkan geometri molekul trigonal planar dengan sudut
1200.

Rumus AX4 seperti CH4, merupakan salah satu contoh molekul oktet yang atom
pusatnya hanya dikelilingi delapan elektron dan tolakan antar keempat pasangan
elektron ikatan (PEI) menyebabkan geometri molekul tetrahedral dengan sudut
109,50.

Rumus AX4 dapat memiliki satu pasangan elektron bebas sehingga menjadi AX3E
seperti NH3 dimana tolakan antar pasangan elektron bebas (PEB) yang elektronnya
lebih meruah karena tidak terikat oleh inti atom, dengan pasangan elektron ikatan
(PEI) lebih kuat menyebabkan geometri molekul trigonal piramida dengan sudut
107,20.
Rumus AX4 dapat memiliki dua pasangan elektron bebas sehingga menjadi AX2E2
seperti H2O dimana tolakan antar kedua pasangan elektron bebas (PEB) dan antar
pasangan elektron bebas (PEB) dengan pasangan elektron ikatan (PEI) jauh lebih kuat
menyebabkan geometri molekul bentuk V dengan sudut 104,50.

Rumus AX5 seperti PCl5, merupakan salah satu contoh molekul oktet diperluas yang
atom pusatnya hanya dikelilingi sepuluh elektron dan tolakan antar kelima pasangan
elektron ikatan (PEI) menyebabkan geometri molekul trigonal bipiramida dengan
sudut aksial Cl-P-Cl = 1800, sudut Cl-P-Cl ekuatorial = 1200, dan sudut Claksial-P-
Clekuatorial = 900.

Rumus AX6 seperti SF6, merupakan salah satu contoh molekul oktet diperluas yang
atom pusatnya hanya dikelilingi dua belas elektron dan tolakan antar keenam
pasangan elektron ikatan (PEI) menyebabkan geometri molekul oktahedral dengan
sudut ikatan 900 dan 1800.

2. Teori Ikatan Valensi


Teori ikatan valensi menyatakan bahwa pembentukan molekul terjadi karena dua
atom yang mula-mula pada jarak tak berhingga saling mendekat satu sama lain. Pada
saat keduanya berdekatan, awan elektronnya bersatu atau overlap dengan membentuk
molekul yang stabil. Sebagai contoh kita perhatikan pembentukan molekul hidrogen,
H2. Jika dimisalkan A dan B menyatakan inti-inti atom hidrogen serta e A dan eB
adalah elektron dari kedua atom hidrogen tersebut. Fungsi gelombang dari masing-
masing elektron 1s adalah ψA (eA) dan ψB (eB). Fungsi gelombang dari molekul
hidrogen dapat dinyatakan dalam bentuk matematis berikut.
ψ1 = ψA (eA) ψB (eB)

dan dapat juga dituliskan

ψ2 = ψA (eB) ψB (eA)

Hal ini disebabkan elektron eA dan eB tidak dapat dibedakan sehingga melalui
kombinasi linier dan prinsip superposisi, kedua persamaan dapat digabungkan
menjadi,

ψ = N (C1ψ1 + C2 ψ2)

melalui perhitungan integral akan didapatkan faktor normalisasi (N) yang


menggambarkan dua kemungkinan yakni berupa fungsi simetrik (ψS ) dan fungsi anti
simetrik (ψA ) sebagai berikut.

ψS = 2-1/2 (ψ1 + ψ2)

dan

ψA = 2-1/2 (ψ1 - ψ2)

2-1/2 adalah tetapan faktor normalisasi.

ψS adalah fungsi gelombang dari kedua elektron yang saling memperkuat pada daerah
antar kedua inti atom, hingga terbentuk awan elektron. Awan elektron ini menarik
kedua inti atom dan melawan gaya tolak kedua elektron dan kedua inti atom sehingga
dihasilkan pembentukan ikatan kovalen dan molekul yang stabil. Dengan kata lain,
terjadi interferensi konstruktif dari kedua orbital atom dimana terjadi peningkatan
kepekatan elektron diantara kedua inti sehingga terjadi gaya tarik menarik antar kedua
inti dengan awan elektron yang menyebabkan energi molekul lebih rendah
dibandingkan energi atom ketika terpisah satu sama lain.

ψA adalah fungsi gelombang anti simetrik dimana rapat elektron antara kedua inti
atom dikosongkan sehingga terjadi tolakan antar kedua inti atom yang menyebabkan
tidak terjadi pembentukan ikatan kovalen dan tidak ada molekul stabil yang terbentuk.
Dengan kata lain, terjadi interferensi destruktif dari kedua orbital atom dimana terjadi
penurunan kepekatan elektron diantara kedua inti sehingga terjadi gaya tolak menolak
antar kedua inti yang menyebabkan energi molekul lebih tinggi dibandingkan energi
atom ketika terpisah satu sama lain.

3. Hibridisasi
Hibridisasi adalah proses mencampur orbital-orbital yang berlainan dari sebuah atom,
untuk membentuk orbital-orbital yang berenergi setara. Orbital dari hasil
pencampuran tersebut yang mempunyai energi setara disebut orbital hibrida. Orbital
hibrida dengan energi setara inilah yang melakukan tumpang tindih berdasarkan teori
Ikatan Valensi membentuk suatu molekul dengan geometri yang beragam. Orbital
atom yang dapat terlibat dalam hibridisasi adalah orbital s, p, dan d.

Ikatan antara 4Be dan 17Cl

4Be : 1s2 2s2 2p


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ][ ][]

17 Cl : [Ne] 3s2 3p5


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ↓ ][ ↑ ]

Salah satu elektron valensi atom Be dalam subkulit 2s2 dieksitasikan ke subkulit 2p
lalu terlibat proses hibridasi satu orbital s murni dengan salah satu dari tiga orbital p
murni seperti gambar berikut.

Gambar 2.6 Proses hibridisasi orbital hibrida sp

Kedua orbital hibrida sp yang terbentuk memiliki cuping yang sangat besar (+) dan
cuping yang sangat kecil (-), yang sangat efektif untuk melakukan tumpang tindih
dengan orbital 3p dari atom Cl membentuk senyawa BeCl 2 dengan geometri linier
bersudut 1800.
Ikatan antara 5B dan 9F

5B : 1s2 2s2 2p1


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ] [ ][ ]

9F : [He] 2s2 2p5


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ↓ ][ ↑ ]

Salah satu elektron valensi atom B dalam subkulit 2s2 dieksitasikan ke subkulit 2p lalu
terlibat proses hibridasi satu orbital s murni dengan dua dari tiga orbital p murni
seperti gambar berikut.

Gambar 2.7 Proses hibridisasi orbital hibrida sp2

Ketiga orbital hibrida sp2 yang terbentuk memiliki cuping yang sangat besar (+) dan
cuping yang sangat kecil (-), yang sangat efektif untuk melakukan tumpang tindih
dengan orbital dari atom lain membentuk senyawa dengan rumus AX3 dengan
geometri trigonal planar bersudut 1200.

Ikatan antara 6C dan 1H


6C : 1s2 2s2 2p2
[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ] [ ↑ ] [ ]

1H : 1s1
[ ↑]

Salah satu elektron valensi atom C dalam subkulit 2s2 dieksitasikan ke subkulit 2p lalu
terlibat proses hibridasi satu orbital s murni dengan tiga orbital p murni seperti
gambar berikut.

Gambar 2.8 Proses hibridisasi orbital hibrida sp3

Keempat orbital hibrida sp3 yang terbentuk memiliki cuping yang sangat besar (+) dan
cuping yang sangat kecil (-), yang sangat efektif untuk melakukan tumpang tindih
dengan orbital dari atom lain membentuk senyawa dengan rumus AX4 dengan
geometri tetrahedral bersudut 109,50.

Ikatan antara 15P dan 17Cl

15 P : [Ne] 3s2 3p3


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ] [ ↑ ][ ↑ ]

17 Cl : [Ne] 3s2 3p5


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ↓ ][ ↑ ]

Salah satu elektron valensi atom P dalam subkulit 3s2 dieksitasikan ke subkulit 3d lalu
terlibat proses hibridasi satu orbital s murni, tiga orbital p murni, dan salah satu dari
lima orbital d murni. Orbital hibrida dsp 3 dengan lima elektron disekitar atom pusat
memiliki geometri molekul normal berupa trigonal bipiramida.

Tabel 2.1. Geometri Molekul Berdasarkan Hibridisasi


Jumla Jumlah Jumlah Contoh
Hibridisasi Rumus Geometri molekul
h PE PEI PEB senyawa

Linear
BeCl2,
2 2 0 sp AX2
CO2

Trigonal planar
AlCl3,
BH3,
3 3 0 sp2 AX3
CH3+,
SO3

Bengkok
SO2,
2 1 sp 2
AX2E SnCl2,
GeF2
Tetrahedral CH4,
SiCl4,
NH4+,
4 0 sp3 AX4
AlCl4-,
PO43-,
SO42-

Trigonal piramida
4 NH3,
H3O+,
3 1 sp3 AX3E
PCl3,
SO32-

Λ H2O,
2 2 sp 3
AX2E2 H2S,
Cl2O

Trigonal bipiramida

PCl5,
5 0 dsp3 AX5
SbF5

Tetrahedral terdistorsi

4 1 dsp3 AX4E SF4


5

Bentuk
T ClF3,
3 2 dsp3 AX3E2
BrF3

Linear

2 3 dsp3 AX2E3 XeF2


Oktahedral

SF6,
6 0 d2sp3 AX6
PCl6-

Piramida segiempat
SbF52-,
6 IF5,
5 1 d2sp3 AX5E
ClF5,
BrF5

Segiempat planar

XeF4,
4 2 d2sp3 AX4E2
ICl4-

Ikatan antara 6C dan 1H

6C : 1s2 2s2 2p2


[ ↑↓ ][ ↑ ↓ ] [ ↑ ] [ ↑ ] [ ]

1H : 1s1
[ ↑]

Elektron C yang terlibat hanya elektron valensi 2s2 2p2 dan elektron dari H ada satu.
Pembentukan orbital hibrida dan proses ikatan adalah sebagai berikut.
Molekul etilena mengandung tiga ikatan sigma (σ) yaitu satu ikatan sp2-sp2 dan dua
ikatan sp2-s. Ikatan sigma (σ) adalah ikatan kovalen dengan kerapatan elektron
terkonsentrasi diantara kedua inti atom yang berikatan akibat adanya tumpang tindih
ujung orbital satu dengan ujung orbital lain. Molekul etilena juga mengandung satu
ikatan pi (π) yaitu p-p dari satu orbital p yang tidak terhibridisasi. Ikatan pi (π) adalah
ikatan kovalen dengan kerapatan elektron terkonsentrasi di atas dan di bawah antar
kedua inti atom yang berikatan akibat adanya tumpang tindih secara menyamping
orbital satu dengan orbital lain.

4. Teori Orbital Molekul


Teori orbital molekul berpandangan bahwa elektron dalam atom-atom yang berikatan
adalah milik molekul secara keseluruhan. Hal ini dilandaskan atas teorema variasi
yang berimplikasi pada konstruksi orbital molekul dari orbital atom dimana jumlah
orbital molekul yang diperoleh sama dengan jumlah orbital atom yang terlibat ikatan
dalam pembentukan suatu molekul.
Orbital molekul yang dihasilkan akan bervariasi dalam hal energi tergantung
kombinasi linear orbital-orbital atom dalam membentuk orbital molekul. Orbital
molekul yang mempunyai energi lebih rendah dibandingkan orbital atom disebut
orbital molekul ikatan. Sementara orbital molekul anti-ikatan adalah orbital molekul
yang mempunyai energi lebih tinggi daripada orbital atom.

Orbital molekul yang paling umum adalah orbital molekul sigma (σ) dan orbital
molekul pi (π). Orbital molekul sigma (σ) terletak simetris di sekitar sumbu antar inti
atom. Orbital molekul sigma dapat terbentuk dari orbital atom s, orbital atom p, dan
orbital atom d yang mempunyai telinga sepanjang sumbu antar nukleus. Orbital
molekul pi (π) terbentuk ketika orbital p pada setiap atom mengarah tegak lurus
terhadap sumbu antar inti atom. Daerah tumpang tindih orbital molekul pi terjadi di
bidang atas dan bawah sumbu ikatan kovalen. Baik orbital molekul sigma (σ) maupun
orbital molekul pi (π) mempunyai orbital ikatan dan orbital anti-ikatan sebagaimana
digambarkan berikut.

¿
σ u σ ¿ (sa – sb)
+
-

. . + ¿
σ g σ ¿ (sa+ sb)

. . π g π ( p x ( a+)− p y+( b ) ) -
¿

- - +

+ +

-- -- +
¿
- - πg π ( px ( a) + py (b) )
-

Gambar 2.9 Proses pembentukan orbital molekul

dimana σ g σ ¿ (sa+ sb) dan π ( p x ( a ) + p y ( b ) ) adalah orbital molekul sigma ikatan dan
¿

orbital molekul pi ikatan. Tanda positif menunjukkan bahwa terjadi peningkatan


kerapatan elektron diantara kedua inti atom yang berikatan sehingga dihasilkan gaya
tarik menarik antara awan elektron dengan kedua inti atom.
¿
σ g σ ¿ (sa- sb)
sedangkan dan π ( p x ( a )− p y ( b ) ) adalah orbital molekul sigma anti-
ikatan dan orbital molekul pi anti-ikatan. Tanda negatif menunjukkan bahwa terjadi
pengosongan kerapatan elektron diantara kedua inti atom yang berikatan sehingga
dihasilkan gaya tolak menolak antara kedua inti atom.

Dengan adanya orbital molekul sigma ikatan dan anti-ikatan serta orbital molekul pi
ikatan dan anti-ikatan memberikan konsekuensi terhadap graduasi energi dari setiap
orbital molekul sebagai berikut.

σ1s < σ*1s < σ2s < σ*2s < σ2px < π2py = π2pz < π*2py = π*2pz < σ*2px

Konfigurasi elektron dalam orbital molekul mematuhi kaidah aturan Hund dan asas
larangan Pauli sebagaimana konfigurasi elektron dalam orbital atom yakni:
 Orbital molekul tiap kali diisi satu elektron sesuai dengan kenaikan energi.
 Setiap orbital molekul hanya dapat mempunyai maksimum dua elektron dengan
spin yang berlawanan.

Contoh:
Gambarkan diagram molekul C2 serta tentukan orde ikatan dan sifat magnetik.

Jawab:
6C = 1s 2s 2p
2 2 2

Molekul C2 memiliki 12 elektron (6C) sehingga konfigurasi elektron molekul C2


berdasarkan teori orbital molekul adalah:
¿
σ 2 pz
¿ ¿
π 2 px π 2 p y

σ 2 pz
π 2 px π 2 py

¿
σ 2s

σ 2s

catatan: untuk penyederhanaan ( σ 1 s )2 ( σ ¿ 1 s )2 tidak dituliskan dalam diagram tingkat


energi orbital molekul.
2 2 2 2 2 2
C2: (σ 1 s ) ( σ 1 s ) (σ 2 s ) ( σ 2 s ) ( π 2 p y ) ( π 2 pz)
¿ ¿

1
orde ikatan= ( jumlah elektron pada OM ikatan− jumlah elektron pada OM antiikatan)
2

1
orde ikatan= ( 8−4 )=2
2

berdasarkan teori orbital molekul, molekul C2 memiliki ikatan rangkap dua (orde
ikatan = 2) dan bersifat diamagnetik karena terdapat semua elektron berpasangan.

Evaluasi Merdeka Belajar


1. Ramalkan geometri ion-ion berikut: (a) NH4+, (b) NH2-, (c) CO32-, (d) ICl4-, (e)
AlH4-, (f) SnCl5-, (g) H3O+, dan (h) BeF42-.

2. XeF4 adalah senyawa biner pertama yang ditemukan dari gas mulia.
a. Gambarkan struktur Lewis dari XeF4
b. Tentukan jenis molekul dari XeF4 berdasarkan metode AXE (A: atom pusat,
X: jumlah PEI, E: jumlah PEB)
c. Tentukan bentuk molekul XeF4 dan hibridisasi atom pusatnya.

3. Untuk masing-masing spesi berikut: C2+, O2-, F2+, dan NO+


a. Gambarkan diagram orbital molekul dan tuliskan konfigurasi elektronnya.
b. Tentukan orde ikatannya, dan urutkan spesi berdasarkan kekuatan ikatannya.
c. Apakah spesi-spesi tersebut bersifat diamagnetik atau paramagnetik?

4. Gunakan teori orbital molekul untuk menjelaskan perbedaan antara energi ikatan
F2 dan F2-.

5. Karbon dapat membentuk berbagai anion karbida. Contohnya adalah C22- pada
senyawa CaC2 dan C24- pada senyawa Mg2C2.
a. Gambarkan diagram orbital molekul ion C22- dan tuliskan konfigurasi
elektronnya.
b. Anion manakah, C22- dan C24-, yang memiliki ikatan lebih kuat. Jelaskan
alasannya.
c. Apakah ion C22- dan C24- dapat dibedakan berdasarkan sifat magnetnya?
Jelaskan alasannya.

C. Gaya antar Molekul


Gaya elektrostatik, baik tarik-menarik antar inti atom dengan pasangan elektron ikatan
(PEI) maupun tolak-menolak antar sesama pasangan elektron ikatan (PEI) atau dengan
pasangan elektron bebas (PEB) mempengaruhi bentuk molekul suatu molekul tertentu.
Gaya elektrostatik ini pun sangat mempengaruhi interaksi antar molekul, baik bersifat
polar maupun nonpolar.

1. Gaya van der Waals


Pada tahun 1813 van der Waals memperbaiki persamaan gas ideal, salah satunya
dengan memasukkkan suku an2/V2 yang ditambahkan pada tekanan sebagai kontribusi
adanya gaya tarik antar molekul yang sangat lemah. Oleh sebab itu, semua gaya tarik
antar molekul yang sangat lemah tersebut dirujuk sebagai gaya van der Waals.

a. Gaya dipol-dipol
Gaya tarikan antara senyawa polar pertama kali ditemukan oleh Kessom pada
tahun 1912. Gaya antar molekul yang bekerja pada suatu senyawa polar ini
dinamakan gaya dipol-dipol sebab dalam suatu senyawa polar terdapat pemisahan
muatan parsial positif di satu ujung dan muatan parsial negatif di ujung lain (atau
mempunyai dipol). Dalam suatu kumpulan molekul polar, muatan parsial positif
satu molekul cenderung berorientasi ke muatan parsial negatif molekul-molekul
lain, sebaliknya muatan parsial negatif satu molekul pun berorientasi ke muatan
parsial positif molekul-molekul lain. Kekuatan gaya dipol-dipol sekitar 5-25
kJ/mol.
𝛅+ 𝛅- 𝛅+ 𝛅- 𝛅+ 𝛅-

𝛅+ 𝛅- 𝛅+ 𝛅- 𝛅+ 𝛅-

Gambar 2.10 Gaya dipol-dipol

Tabel 2.2. Titik didih senyawa polar akibat pengaruh gaya dipol-dipol
Senyawa Mr Gaya antar molekul Titik didih (0C)

nitril aseton, CH3CN 41 Polar (dipol-dipol) 82

Aseton, (CH3)2CO 58 Polar (dipol-dipol) 56,2

Nitril aseton memiliki gaya dipol-dipol lebih kuat yang dibuktikan dengan titik
didih lebih tinggi meskipun memiliki Mr lebih kecil karena muatan parsial negatif
sangat terkonsentrasi pada atom N yang bersifat elektronegatif dan memiliki
pasangan elektron bebas di ujung sehingga lebih kuat melakukan gaya dipol-dipol
dengan muatan parsial positif pada atom karbon. Sementara aseton meski
memiliki Mr lebih besar, atom O yang elektronegatif dan memiliki pasangan
elektron bebas terletak di tengah pada gugus karbonil (-C=O) sehingga relatif
lemah dalam melakukan gaya dipol-dipol dengan atom karbon metil (-CH3)
dengan struktur yang simetris.

b. Gaya dispersi
Gaya dispersi London diakibatkan oleh elektron-elektron dapat mengalami
perubahan posisi elektron yang sesaat dari satu daerah ke daerah lain didalam
atom atau molekul nonpolar. Perubahan posisi elektron ini menyebabkan dalam
atom atau molekul nonpolar tersebut menghasilkan dwikutub sesaat. Dwikutub
sesaat ini dapat mengimbas atom atau molekul nonpolar tetangganya sehingga
terbentuk dwikutub terimbas. Interaksi antara dwikutub sesaat-dwikutub terimbas
inilah yang disebut gaya dispersi London.
Gambar 2.11 Gaya dispersi

Kemudahan awan elektron diimbas oleh dwikutub sesaat disebut polarisabilitas.


Polarisabilitas suatu atom atau molekul ditentukan oleh jumlah elektron yang
dikandungnya. Karena jumlah elektron berhubungan dengan massa atom relatif
suatu atom atau massa molekul relatif suatu molekul nonpolar, maka
polarisabilitas berbanding lurus dengan Ar suatu atom atau Mr suatu molekul
nonpolar. Polarisabilitas pun ditentukan oleh bentuk molekul dari senyawa
nonpolar tersebut. Senyawa nonpolar berantai lurus mempunyai polarisabilitas
yang lebih tinggi dibanding senyawa nonpolar rantai bercabang. Hal ini
disebabkan senyawa nonpolar berantai lurus mempunyai elektron ikatan yang
rapat dan saling berdekatan sehingga satu elektron dapat dengan mudah
mengimbas elektron-elektron lainnya. Dengan alasan ini, kekuatan gaya dispersi
berkisar antara 0,05-40 kJ/mol.

Tabel 2.3. Perbedaan titik didih yang dipengaruhi gaya dispersi


Molekul Titik didih
Alasan
(0C)
CH4 -162 Kedua molekul mempunyai
SiH4 geometri tetrahedral, tetapi SiH4
-112 memiliki jumlah elektron 18 >
CH4 dengan jumlah elektron 10
F2 -188 Ketiga molekul diatomik
Cl2 -34 dengan geometri linear. Dalam
Br2 satu golongan jumlah elektron
bertambah, 18 elektron dalam
+58
F2, 34 elektron dalam Cl2, dan
70 elektron dalam Br2
CH4 -161 Rantai karbon senyawa alkana
C2H6 -89 lurus semakin panjang sehingga
C3H8 -42 luas permukaan untuk kontak
C4H10 0 dan saling mengimbas antar
elektron semakin besar dan
memiliki lebih banyak jumlah
elektron (sebanyak 8 elektron
setiap tambahan gugus metilena,
-CH2)
Kedua molekul alkana
merupakan isomer. Alkana
+9,5 berantai lurus mempunyai
elektron ikatan yang rapat dan
saling berdekatan sehingga satu
elektron dapat dengan mudah
+35,5 mengimbas elektron-elektron
lainnya.

Gaya dipol-dipol dan gaya dispersi termasuk gaya van der Waals. Pada kenyataannya,
molekul polar pun mengandung gaya dispersi, meski kontribusi terbesar tetap berasal
dari gaya dipol-dipol.

Tabel 2.4. Persentase gaya van der Waals dalam suatu atom atau senyawa
Kontribusi gaya van der Waals
Senyawa
Dipol-dipol Dispersi

Ar (atom) 0 100

CO2 (non-polar) 0 100

HCl (polar) 80 20

Dengan alasan ini, ketika kita membandingkan kekuatan gaya van der Waals terhadap
beberapa senyawa, kita harus memperhatikan kontribusi gaya dipol-dipol atau
kontribusi gaya dispersi London yang lebih signifikan. Sebagai contoh, simak tabel titik
didih pada senyawa hidrogen halida berikut.

Tabel 2.5. Perbedaan titik didih senyawa hidrogen halida akibat gaya van der Waals
Senyawa HCl HBr HI

Massa molekul relatif 36,5 81 128

Jumlah elektron 18 36 54

Perbedaan keelekrtonegatifan 0,9 0,7 0,4

% polarisasi 19 12 4

Titik didih (0C) -85 -66 -35


Data diatas menunjukkan bahwa meski HCl lebih bersifat polar tetapi mempunyai titik
didih terendah, hal ini berarti bahwa kontribusi terhadap tingginya titik didih senyawa
hidrogen lebih kuat disebabkan oleh gaya dispersi London. Karena Mr dan jumlah
elektron: HI > HBr > HCl, akibatnya titik didih HI > HBr > HCl.

2. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen adalah ikatan yang terjadi antar atom H yang bermuatan parsial
positif dengan atom yang bersifat elektronegatif seperti F, O, dan N. Kekuatan ikatan
hidrogen 10 kali lebih kuat dibandingkan gaya dipol-dipol atau gaya dispersi, tetapi
10 kali lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen. Kekuatan ikatan hidrogen
sekitar 20-100 kJ/mol. Hal ini disebabkan atom hidrogen berukuran sangat kecil dan
ketika terlibat ikatan kovalen, satu elektron valensinya digunakan bersama dengan
satu elektron dari atom pasangannya dalam orbital molekul ikatan sigma (σ).
Akibatnya tidak ada efek perisai dari elektron sehingga muatan proton 𝛅+ dapat
melakukan ikatan hidrogen dengan atom F, O, dan N; dimana ketiga atom ini
memiliki jari-jari atom yang kecil, keelektronegatifan yang besar, dan mempunyai
pasangan elektron bebas.

Tabel 2.6. Titik didih senyawa hidrida golongan VA, VIA, dan VIIA
Perbedaan
Senyawa hidrida Golongan Mr Titik didih (0C)
keelektronegatifan

NH3 17 0,9 -33


PH3 34 0 -88
VA
AsH3 78 0,1 -55
SbH3 125 0,2 -17

H2O 18 1,4 100


H2S 34 0,4 -60
VI A
H2Se 81 0,3 -42
H2Te 130 0 -2

HF 20 1,9 19
HCl 36,5 0,8 -85
VII A
HBr 81 0,7 -66
HI 128 0,1 -35

Ikatan hidrogen antar molekul HF menyebabkan titik didih HF tertinggi (190C), meski
HF memiliki Mr lebih kecil dibandingkan molekul hidrogen halida lain. Senyawa HF
berwujud padat, molekul-molekul HF saling berikatan hidrogen membentuk rantai
panjang dengan pola zigzag.

Energi termal yang diberikan membuat rantai zigzag ikatan hidrogen dalam padatan
HF putus yang mengakibatkan berubah wujud menjadi cairan yang tetap melakukan
ikatan hidrogen antar satu molekul HF dengan molekul HF lainnya.

Ikatan hidrogen antar molekul NH3 menyebabkan titik didih NH3 relatif tinggi (-
330C), meski NH3 memiliki Mr lebih kecil dibandingkan molekul hidrida golongan
VA yang lain. Pada suhu kamar, amonia berwujud gas dengan titik didih bernilai
negatif yang rendah. Amonia mudah larut dalam air karena adanya ikatan hidrogen
antar molekul amonia dengan molekul air dan sedikit ikatan hidrogen antar molekul
amonia.

Ikatan hidrogen antar molekul H2O menyebabkan titik didih H2O jauh lebih tinggi
(1000C), meski H2O memiliki Mr lebih kecil dibandingkan molekul halida golongan
VIA lain. Es berwujud padat terdiri atas satu molekul H 2O melakukan 4 ikatan
hidrogen dengan molekul-molekul H2O lain membentuk jaringan tiga dimensi yang
sangat teratur.
Energi termal yang diberikan membuat sejumlah molekul air cukup memiliki energi
kinetik membebaskan diri dari ikatan hidrogen yang membuat sebagian molekul-
molekul air terperangkap dalam rongga-rongga struktur tiga dimensi. Dengan alasan
ini, kerapatan air (jumlah molekul per satuan volume) berwujud cair lebih besar
dibandingkan kerapatan es (jumlah molekul per satuan volume) berwujud padat.

Air berwujud cair memiliki viskositas yang rendah disebabkan meski setiap saat
hampir semua molekul didalam air mengadakan ikatan hidrogen, tetapi waktu paruh
masing-masing ikatan hidrogen lebih kecil dari 1 x 10-9 detik sehingga air dalam fasa
cair bersifat encer dan dapat mengalir dengan bebas.

Dalam cairan, molekul-molekul yang berada di permukaan lebih tertarik ke dalam dan
ke samping oleh molekul-molekul lainnnya. Adanya gaya tarik ini menyebabkan
cairan cenderung mengkerut dan menyebabkan permukaan cairan terlihat dalam
keadaan tegang. Tegangan ini disebut tegangan permukaan yang diartikan sebagai
gaya yang bekerja sepanjang 1 cm pada permukaaan zat cair. Pada kasus air, tegangan
permukaan disebabkan ikatan hidrogen antar molekul air sebelah dalam dan samping.
Inilah sebab jika kalian letakkan jarum kecil secara hati-hati diatas permukaan air,
jarum kecil tersebut dapat terus terapung.

Tegangan permukaan cairan dapat diukur dengan kenaikan atau penurunan cairan
dalam pipa kapiler. Dengan membasahi dinding bagian dalam pipa kapiler, zat cair
akan naik yang disebabkan oleh gaya akibat adanya tegangan permukaan. Cara ini
berprinsip bahwa kebanyakan cairan dalam pipa kapiler mempunyai permukaan lebih
tinggi daripada diluar pipa kapiler. Hal ini terjadi bila gaya antar molekul cairan
dengan dinding pipa kapiler (gaya adhesi) lebih besar dibandingkan dengan gaya
antar molekul dalam cairan (gaya kohesi) sehingga membentuk permukaan yang
cekung dan cairan membasahi bejana. Sebaliknya, bila gaya antar molekul cairan
dengan dinding pipa kapiler (gaya adhesi) lebih kecil dibandingkan dengan gaya antar
molekul dalam cairan (gaya kohesi) sehingga membentuk permukaan yang cembung
dan cairan tidak membasahi bejana. Tegangan permukaan semua zat cair akan
menurun jika temperatur dinaikkan dan tegangan permukaan akan hilang (menjadi
nol) pada temperatur kritis.

Selain menyebabkan terjadinya tegangan permukaan, molekul-molekul di permukaan


cairan mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menguap meninggalkan
cairan. Hal ini disebabkan molekul-molekul cairan di permukaan memiliki gaya tarik
relatif lebih kecil yakni hanya dengan bagian bawah dan tetangga sampingnya
sehingga molekul-molekul permukaan mempunyai tenaga lebih besar daripada tenaga
rata-rata dalam cairan. Penguapan tidak terjadi terus-menerus, sebab sebagian dari
fasa uap akan mengembun dan kembali ke fasa cair. Jika kecepatan penguapan sama
dengan kecepatan pengembunan, terjadi kesetimbangan dinamis dan tekanan uap
jenuh.

Tekanan uap jenuh sangat tergantung pada temperatur, semakin tinggi temperatur
semakin besar tekanan uapnya dan mencapai harga maksimal pada temperatur kritis.
Hal ini disebabkan bila temperatur dinaikkan maka energi kinetik molekul-molekul
cairan semakin besar yang memudahkannya untuk melawan tarikan dari molekul
tetangga sehingga makin banyak molekul yang meninggalkan cairan menjadi uap dan
memperbesar tekanan uap. Pada temperatur kritis dimana rapatan uap sama dengan
rapatan sisa cairan dan permukaan antara kedua fasa menghilang sehingga semua
molekul menjadi uap dan tidak ada lagi fasa cair, tekanan uap sudah mencapai harga
maksimal.

Untuk mengetahui perubahan tekanan uap terhadap temperatur, harus diingat bahwa
tekanan uap merupakan bentuk kesetimbangan fasa uap-cair sehingga digunakan
syarat kesetimbangan antara dua fasa untuk zat murni pada tekanan dan temperatur
tertentu sebagai berikut.

μα = μβ
jika tekanan diubah menjadi P + dP dan suhu pun berubah menjadi T + dT, maka

μα + d μα = μβ + dμβ

dengan mengurangkan masing-masing fasa untuk zat murni pada T dan P tertentu
diperoleh,

μα + d μα - μα = μβ + dμβ - μβ
d μα = dμβ
- Sα dT + Vα dP = - Sβ dT + Vβ dP

(Sβ - Sα) dT = (Vβ - Vα) dP

dP ∆ S
=
dT ∆V
∆H
karena pada perubahan kesetimbangan fasa, ∆ S= , maka
∆T

dP ∆ S
=
dT ∆V

dP ∆ H
=
dT T ∆ V

untuk kasus kesetimbangan fasa cair dengan uapnya, persamaan ditulis sebagai

dP ∆ HV
=
dT T (V g −V c )

dimana ΔHv adalah kalor penguapan molar, yakni energi yang diperlukan untuk
menguapkan 1 mol cairan.

Pada umumnya volume gas jauh lebih besar daripada volume sisa cairan sehingga
dianggap (Vg – Vc ≈ Vg) dan dengan asumsi gas ideal maka diperoleh

dP ∆ HV
=
dT T (V g −V c )

dP ∆ H V
=
dT T V g

dP ∆ H V
=
dT RT
T
P

dP ∆ H V P
=
dT RT
2

d ln P ∆ H V
=
dT RT 2

dengan anggapan ΔH tidak bergantung pada temperatur, maka integrasi persamaan


Clausius-Clapeyron menghasilkan persamaan berikut.
P T
ΔH dT
∫ d ln P=∫
0 0 RT
2
P T

ln
P
P
0 = - (
∆H 1− 1
R T T0 )
dapat dilihat bahwa tekanan uap berbanding lurus dengan suhu dan berbanding
terbalik dengan kalor penguapan molar. Hal ini disebabkan semakin naik suhu
semakin banyak energi untuk mengalahkan gaya antar molekul sehingga semakin
mudah menghasilkan uap akibatnya tekanan uap semakin besar. Sedangkan, kalor
penguapan molar terkait langsung dengan gaya antar molekul. Semakin kuat gaya
antar molekul, semakin besar energi yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol dari
cairan tersebut. Alhasil, cairan yang mempunyai gaya antar molekul kuat
mempunyai nilai kalor penguapan molar yang tinggi dan tekanan uap relatif rendah.

D. Perubahan Fasa
Persamaan Clausius-Clapeyron digunakan untuk menggambarkan garis-garis
kesetimbangan pada diagram fasa. Untuk kesetimbangan proses membeku dan meleleh
(s-l) persamaan dapat dituliskan sebagai,

dP = ΔHfus
dT TΔVfus

Perubahan dari fasa padat ke fasa cair (meleleh) merupakan proses endotermik atau selalu
disertai dengan penyerapan kalor sehingga ΔHfus > 0. Sementara volume air fasa cair jauh
lebih kecil dibandingkan volume air fasa padat (es) sehingga Δvfus < 0, hal ini disebabkan
pembentukan kristal tetragonal tiga dimensi. Inilah sebab es batu dapat mengapung dalam
air karena volume es batu jauh lebih besar sehingga membuat kerapatan es batu lebih
rendah dibandingkan kerapatan air. Karena ΔHfus > 0 dan ΔVfus < 0, maka kemiringan
pada kesetimbangan fasa padat-cair (s-l) berharga negatif yakni garisnya miring ke arah
kiri.

Untuk kesetimbangan proses mengembun dan menguap (s-l) persamaan dapat dituliskan
sebagai,

dP = ΔHvap
dT TΔVvap

Perubahan dari fasa cair ke fasa gas (menguap) merupakan proses endotermik atau selalu
disertai dengan penyerapan kalor sehingga ΔHvap > 0. Demikian juga volume air fasa gas
jauh lebih besar dibandingkan volume air fasa cair sehingga Δvvap > 0, hal ini disebabkan
uap air mempunyai volume menyerupai volume wadah yang ditempatinya. Karena ΔHvap
> 0 dan ΔVvap > 0, maka kemiringan pada kesetimbangan fasa cair-gas (l-g) berharga
positif yakni garisnya miring ke arah kanan. Untuk kedua alasan tersebut, dapat
dimengerti bahwa diagram fasa untuk air adalah sebagai berikut.
Gambar 2.12. Diagram Fasa Air

dari gambar diatas terlihat bahwa semua titik disebelah kiri garis ada dibawah titik beku
air sehingga yang stabil pada keadaan ini adalah air fasa padat (es). Semua titik agak ke
kanan ada diatas titik beku air, karena itu titik-titik yang ada di daerah tersebut berada
pada fasa cair dan titik disebelah kanan dari garis cair-gas dan garis padat-gas akan
berada pada fasa gas. Perpotongan garis padat-cair, padat-gas, dan cair-gas bertemu di
satu titik pada tekanan dan temperatur tertentu dimana air pada fasa padat, fasa cair, dan
fasa gas berada dalam kesetimbangan. Titik ini disebut titik tripel.

Lebih dari itu, kita melihat bahwa pada tekanan normal (1 atm) air mempunyai titik beku
00C dan titik didih 1000C. Diagram fasa air menyiratkan bahwa manipulasi terhadap
tekanan luar dapat mengubah nilai titik beku dan titik didih air. Jika tekanan luar
dinaikkan, maka titik didih air akan naik dan titik beku air akan turun. Sebaliknya, jika
tekanan luar diturunkan, maka titik didih air akan turun dan titik beku air akan naik. Hal
ini dapat dipahami bahwa titik didih adalah suhu dimana tekanan uap air sama dengan
tekanan eksternal. Jika tekanan eksternal dinaikkan, diperlukan energi kalor berlebih yang
digunakan molekul-molekul sebagai energi kinetik untuk lepas dari molekul-molekul air
tetangganya sehingga dapat menguap. Alhasil jika energi kinetik molekul semakin besar,
maka titik didihnya akan lebih tinggi.

Evaluasi Merdeka Belajar


1. Gas nitrogen berwujud gas pada suhu kamar, tetapi dapat dibuat cair untuk keperluan
tertentu misalnya untuk mengisi ban tubless. Gambarkan gaya antarmolekul yang
dapat membuat gas nitrogen menjadi cair.

2. Pelatih renang kadang-kadang menyarankan pemberian setetes alkohol (etanol) ke


dalam telinga yang terisi air untuk “menarik air keluar”. Jelaskan gejala ini dari sudut
pandang molekul.

3. Gaya antar molekul menentukan sifat-sifat fisika senyawa seperti titik didih,
viskositas, dan tegangan permukaan.
a. Lengkapi tabel berikut mengikuti contoh yang telah diberikan.

Nama padatan Jenis padatan Gaya antar molekul yang paling dominan
Natrium klorida
H2O
Karbon dioksida
Kloroform (CHCl3)
Helium Molekular

b. Urutkan senyawa NaCl, helium, H2O, dan CO2 berdasarkan titik didihnya mulai
dari yang paling rendah.
c. Pada temperatur yang sama, mana yang mempunyai viskositas yang lebih tinggi,
air atau kloroform? Jelaskan mengapa demikian.
d. Senyawa Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) berfungsi sebagai deterjen.
i. Lingkari bagian molekul yang bersifat polar pada struktur SDS berikut:

ii. Bila SDS dimasukkan dalam air, apa yang terjadi dengan tegangan permukaan
air? Jelaskan.

4. Jika tekanan uap dari etilen glikol 7,23 mmHg ketika temperaturnya 95,1 0C dan 755
mmHg ketika temperaturnya 197,10C, berapa kalor penguapan etilen glikol?

5. Diagram fasa suatu zat Z diberikan pada gambar berikut.


a. Daerah II pada diagram fasa diatas, senyawa Z memiliki fasa….
b. Pada 30 atm, senyawa Z meleleh pada suhu….
c. Sebutkan perubahan fasa yang terjadi jika senyawa Z pada suhu 00C dan 1 atm
ditekan pada suhu tetap?
d. “Berdasarkan diagram fasa tersebut dapat disimpulkan bahwa kerapatan padatan Z
lebih kecil daripada kerapatan cairan Z”. Apakah pernyataan ini benar? Beri
penjelasan.
e. Apakah pada suhu 3000C gas Z bisa diembunkan? Jelaskan.
f. Sketsakan kurva volume Z sebagai fungsi T (dari suhu -1500C sampai 2000C)
pada tekanan tetap 0,1 atm bagi fasa di daerah III, dengan asumsi kondisi ideal
dipenuhi.
g. Gas nyata Z mengikuti persamaan van der Waals. Pada kondisi manakan diantara
dua kondisi A dan B (ditunjukkan pada diagram fasa diatas), gas Z lebih
mendekati sifat gas ideal? Jelaskan.

Anda mungkin juga menyukai