Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

PNEUMONIA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalankan Kepanitraan


Klinik Senior Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD Meuraxa Banda Aceh

Disusun Oleh:

Muhammad Yanis Armia


22174022

Pembimbing:

dr. NurFitriani, Sp.P

BAGIAN/SMF ILMU PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH RSUD MEURAXA

KOTA BANDA ACEH

2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, akhirnya Kami dapat menyelesaikan
laporan kasus ini tepat pada waktunya dan sebaik-sebaiknya dalam rangka
melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Paru
RSUD meuraxa dengan judul “Pneumonia”.

Dalam penyusun laporan kasus ini, saya mendapat banyak masukan,


bantuan dan juga bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak baik dalam
bentuk moriil serta materiil. Untuk itu dalam kesempatan ini Kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nurfitriani, Sp.P selaku
pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan kepada saya selama
penulis melaksanakan KKS di Bagian Ilmu Penyakit paru RSUD Meuraxa.

Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu


pengetahuan pada umumnya dan Ilmu Kedokteran khususnya. Saya menyadari
bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, adapaun Kami menerima kritikan saran
berupa lisan maupun tulisan selama membangun.

Banda Aceh, 6 Juni 2023

Penyusun

Muhammad Yanis Armia, S.Ked

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................6


BAB IV ANALISIS KASUS..........................................................................19
BAB V KESIMPULAN..................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. karena merupakan penyakit yang
menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di usia 5 tahun
(balita) juga pada lanjut usia. Kematian infeksi pneumonia terjadi lebih kurang 2
juta anak balita di Afrika dan Asia Tenggara.1
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2011 terdapat 27,6 % kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori,
terutama pneumonia. Pada suatu penelitian di Amerika Serikat meneliti bahwa
pneumonia juga merupakan penyebab mortalitas yang tinggi pada lansia yang
menjalani perawatan di ICU (Intensive Care Unit) dimana dari 17,537 pasien
terdapat diantaranya 1,062 pasien meninggal akibat sepsis, 1,802 pasien
meninggal akibat pneumonia, 42 pasien meninggal akibat CLABSI (central-line-
associated bloodstream infection) dan 52 kasus pasien meninggal akibat VAP (
ventilator-associated pneumonia).1
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit infeksi saluran
pernapasan bawah merupakan kasus infeksius penyebab kematian terbesar di
seluruh dunia (urutan ketiga dari penyebab kematian secara umum), dengan angka
kematian mencapai 3,5 juta setiap tahunnya2. Dari data SEAMIC Health Statistic
2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2
sebagai penyebab kematian di Indonesia.2
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa
hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan
kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Juanda Pratama
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 18 tahun
Alamat : Blang Pidie
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 173381
Tanggal Masuk : 25-05-2023
No. Telepon :-

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama : Cepat lelah.

 Keluhan Tambahan : Demam hilang timbul dan batuk.

 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Meuraxa


Banda Aceh dari rujukan salah satu rumah sakit dengan keluhan cepat lelah.
Pasien mempunyai riwayat rutin cuci darah setiap 2 kali seminggu yaitu hari
selasa dan jumat. Pasien juga mengalami demam hilang timbul serta batuk,
sebelumnya pasien mengatakan selang akses untuk cuci darah terlepas 1 hari
yang lalu sebelum dilakukan anamnesis. Dan terlihat pada kedua bagian
kaki pasien bengkak dan pucat. BAK dalam batas normal , BAB dalam
batas normal.

 Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi.

 Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal.

 Riwayat penggunaan obat : Tidak Ada.

2
 Riwayat Alergi: Disangkal.

 Riwayat kebiasaan sosial: pasien sering mengkonsumsi minuman seperti


extrajos, kukubima, dan pasien mempunyai riwayat pasien perokok

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Sedang
 Tinggi Badan : 160 cm
 Berat Badan : 59 cm
 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 127/83 mmHg
 Nadi : 109 x/ menit
 Respirasi : 26 x/ menit
 Suhu : 36,50C
 GCS : 15 (compos mentis)
 Kepala : Normocephali
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Normotia
 Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan cuping
hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-)
 Leher
 KGB : tidak ada pembesaran
 Struma :-
 TVJ :-
 Thorak : Bentuk Simetris
Paru Depan :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-)
 Perkusi : Sonor diseluruh paru
 Palpasi : Fremitus taktil normal
 Auskultasi : Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

3
Paru Belakang :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
 Perkusi : Sonor diseluruh paru
 Palpasi : Fremitus taktil normal
 Auskultasi : Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Cor :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial linea
midclavicularis sinistra
 Perkusi : Batas Jantung normal
 Auskultasi : BJ I > II, reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak datar
 Perkusi : tympani seluruhnya
 Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
 Auskultasi : peristaltik usus normal
 Ekstremitas
 Superior : Edema : -/-
Clubbing Finger : tidak ada
Dll : hangat, CRT < 2 detik
 Inferior : Edema : +/+
Clubbing Finger : tidak ada
Dll : hangat, CRT < 2 detik
 Genitalia : Tidak diperiksa

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium : Dr, Kgds, Urin Elektrolit.
2. Radiologi : foto thorax paru

4
 Pemeriksaan Darah Rutin 25-05-2023
Hematologi Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 5,3 (LL) g/dl 12,0-15,2

Eritrosit 2,10 (L) 10^6/uL 4,50-5,10

Hematokrit 16,0 % (L) 36,0-47,0

MCV 76,2 (L) fl 78,0-96,0

RDW-CV 17,9 (H) % 11,5-14,5

Hitung Jenis

Eosinofil 3,6 (H) % 0-3

Limfosit 20,0 (L) % 25,0-45,0

Monosit 9,7 (H) % 3,0-6,0

Trombosit 202 (N) 10^3/uL 140-392

PDW 14,1 (H) fl 9,0-13,0

P-LCR 31,2 (H) 15,0-25,0

5
 Pemeriksaan Kimia Klinis 25-05-2023
Glukosa Ad Random 110 mg/dL 70-160
Creatinin 14,4 (HH) mg/dL 0,6-1,1
Ureum 173 (H) mg/dL 10-50
Glukosa Ad Random 67 (L) mg/dL 70-160
POCT PERAWAT RUANG HD
Elektrolit
Natrium 130 (L) mmol/L 135-148
Albumin 3.0 (L) g/dL 3.8-5,1

 Pemeriksaan Foto Thorak

6
Cor : Kesan Membesar
Pulmo : Tampak perihiler hazziness, Sinus phrenicocostalis kanan kiri
tertutup perselubungan kiri tajam.
Kesimpulan :
Cardiomegali kesan disertai edema paru
Efusi Pleura

2.5 Diagnosis Banding :


 CKD on HD
 Anemia
 Bronkitis
 Efusi Pluera
 Pneumonia
2.6 Diagnosis Kerja :
 Pneumonia

2.7 Penatalaksanaan
Bed Rest
 Cefoferazone 1 gr/12 jam IV
 Inh. Ventolin + Pulmicord / 8 jam
 N. Acetylsistein 3x200 mg
 Curcuma 3x1

2.8 Rencana Monitoring : -

2.9 Prognosa : dubia ad bonam

7
2.10 Follow Up Pasien
Tanggal 31/05/2023 (13.40 wib) A: Therapi :
S : Pada hari ini pasien mengeluhkan  Pneumonia Bed Rest
nafas sedikit berat, batuk berdahak  CKD on HD  Cefoferazone 1 gr/12 jam
warna putih (+), sakit kepala (-), nyeri  Anemia IV
dada (+), sesak nafas (-), nyeri  Inh. Ventolin + Pulmicord /
tenggorokan (-), sakit perut (-), nafsu 8 jam
makan menurun, BAB dan BAK  N. Acetylsistein 3x200 mg
normal.  Curcuma 3x1
O : Kesadaran Umum : Sedang
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Heart Rate : 103 x/i
Freekuensi rate : 24 x/i
Temperature : 36,50C  37,80C
SpO2 : 98%
Paru-Paru : Vesikuler (+/+),
Rhonki (-/+), Wheezing (-/-)
Tanggal 1/06/2023 (14.30 wib) A: Therapi :
S : Pada hari ini pasien mengeluhkan  Pneumonia Bed Rest
dada masih terasa sesak (+), nyeri  CKD on HD  Cefoferazone 1 gr/12 jam
dada (+), nafas berat berkurang, batuk  Anemia IV
berdahak berkurang, nyeri kepala  Inh. Ventolin + Pulmicord /
berkurang, nyeri tenggorokan 8 jam
berkurang, sakit perut (-), nafsu makan  N. Acetylsistein 3x200 mg
menurun, BAK dan BAB normal.  Curcuma 3x1
O : Kesadaran Umum : Sedang
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Heart Rate : 100 x/i
Freekuensi rate : 24 x/i
Temperature : 37,50C  37,50C
SpO2 : 98%

8
Paru-Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki
(-/+), Wheezing (-/-)
Kuku pucat (+/+)
Tanggal 2/06/2023 (11.30 wib) A: Therapi :
S : Pada hari ini pasien tidak lagi  Pneumonia Bed Rest
mengeluhkan sesak nafas (-), nyeri  CKD on HD  Cefoferazone 1 gr/12 jam
dada (+), nafas berat berkurang, tetapi  Anemia IV
batuk berdahak masih dikeluhkan  Dermatitis  Inh. Ventolin + Pulmicord /
pasien (+), nyeri kepala (-), nyeri 8 jam
tenggorokan (-), sakit perut (-), nafsu  N. Acetylsistein 3x200 mg
makan menurun, BAK dan BAB  Curcuma 3x1
normal.
O : Kesadaran Umum : Sedang
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Heart Rate : 106 x/i
Freekuensi rate : 23 x/i
Temperature : 37,0C
SpO2 : 89%
Paru-Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki
(-/+), Wheezing (-/-)
Tanggal 3/06/2023 (12.00 wib) A: Therapi :
S : Pada hari ini pasien mengeluhkan  Pneumonia Bed Rest
masih sesak nafas (+), nafas berat  CKD on HD  Cefoferazone 1 gr/12 jam
ketika malam hari (+), nafas nyeri  Anemia IV
dada (+), batuk berdahak masih  Dermatitis  Inh. Ventolin + Pulmicord /
dikeluhkan pasien (+), sakit perut (+), 8 jam
keringat malam (+), nafsu makan  N. Acetylsistein 3x200 mg
menurun, BAK dan BAB normal.  Curcuma 3x1

O : Kesadaran Umum : Sedang


Tekanan Darah : 120/90 mmHg

9
Heart Rate : 113 x/i
Freekuensi rate : 28 x/i
Temperature : 36,50C
SpO2 : 100%
Paru-Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki
(-/+), Wheezing (-/-)

 Resume

Pasien datang ke IGD RSUD Meuraxa Banda Aceh dari rujukan salah satu
rumah sakit dengan keluhan cepat lelah. Pasien mempunyai riwayat rutin
cuci darah setiap 2 kali seminggu yaitu hari selasa dan jumat. Pasien juga
mengalami demam hilang timbul serta batuk, sebelumnya pasien mengatakan
selang akses untuk cuci darah terlepas 1 hari yang lalu sebelum dilakukan
anamnesis. Dan terlihat pada kedua bagian kaki pasien bengkak dan pucat.
BAK dalam batas normal, BAB dalam batas normal. Pada pemeriksaan tanda
vital di dapatkan tekanan darah Tekanan darah 127/83 mmHg, Nadi 109 x/
menit, Respirasi rate 26 x/ menit, Temp 36,50C. Pada pemeriksaan darah
rutin di dapatkan Hb 5,3 g/dl (L), eritrosit 2,10 g/dl (L), hematokrit 16,0 g/dl
(L). Pada pemeriksaan kimia klinis glukosa ad randoM 110mg/dl,
creatinin14,4 mg/dl (H), ureum 173 mg/dl (H), Glukosa Ad Random
POCT PERAWAT RUANG HD 67 mg/dl (L). Dan pada pemeriksaan foto thorak
di dapatkan hasil Tampak perihiler hazziness, Sinus phrenicocostalis kanan kiri
tertutup perselubungan kiri tajam. Kesimpulan dari hasil foto thoraks efusi pluera
dan diagnosis kerja pada pasien adalah Pneumonia.

BAB III

10
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis, atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.4 Secara umum,
pneumonia dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni pneumonia dirumah
perawatan (pneumonia nosokomial) dan pneumonia yang didapat di masyarakat
(pneumonia komunitas).4 Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi
akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan pneumonia yang terjadi >48 jam
atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun ICU
(intensive care unit) tetapi tidak sedang memakai ventilator.4

3.2 Epidemiologi
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang
tinggi di seluruh dunia. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas
bawah akut di parenkim baru dijumpai sekitar 15-20%.4 Kejadian Pneumonia
nosokomial (PN) di ruang ICU lebih sering daripada di ruangan umum, yaitu
dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat
ventilasi mekanik.4 Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa gangguan
imunitas yang jelas, namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita
pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya
tahan tubuh.4
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering
terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), juga pada pasien yang
menderita diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,
insufisiensi ginjal, keganasan, penyakit saraf kronik dan penyakit hati kronik.
Faktor predisposisi antara lain kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, DM,
keadaan imunodefisensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan

11
penurunan kesadaran; juga adanya tindakan invasif seperti infus, intubasi,
trakeostomi, atau pemasangan ventilator.4
Di Amerika Serikat, pneumonia komunitas terjadi 12 kasus per 1000 orang per
tahunnya, namun insidensi meningkat sampai 12-18 kasus untuk pasien anak-anak
dibawah 4 tahun dan mencapai 20 kasus per 1000 orang untuk pasien diatas 60
tahun.5 Untuk pasien-pasien dengan rawatan ICU, sekitar 10% akan mengalami
pneumonia dari kebanyakan penelitian yang dilakukan, dimana ratio hazard
tertinggi adalah saat 5 hari pertama pemasangan ventilator.5

3.3 Etiologi
Etiologi pneumonia dapat bervariasi, yaitu dapat disebabkan bakteri, virus,
jamur, dan protozoa. Mikroorganisme tersering penyebab pneumonia adalah
bakteri.1,3

Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu1,4

a. Bakteri
1. Typical organism
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
 Streptococcus pneumoniae: merupakan bakteri anaerob fakultatif.
Bakteri patogen ini ditemukan pneumonia komunitas rawat inap di luar
ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat
inap di ICU sebanyak 33%.
 Staphylococcus aureus: bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang
diberikan obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkinkan
infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi
awal menuju ke paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat,
apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas,
yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Methicillin-resistant
S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam pemilihan
antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
 Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D
yang merupakan flora normal usus.

12
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada
pasien defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang dirawat di rumah
sakit, dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan
endotracheal tube.
Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah :
 Pseudomonas aeruginosa: bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki
bau yang sangat khas.
 Klebsiella pneumonia: bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak
berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang
kuman ini.
 Haemophilus influenza: bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul
atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggi
yaitu encapsulated type B (HiB)
2. Atypical organism
Bakteri yang termasuk atipikal adalah Mycoplasma sp., chlamydia
sp. , Legionella sp.

b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.

c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
opportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat menghirup udara.
Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus sp., Cryptococcus
neoformans.

 Faktor resiko

13
1. Komorbiditas dan Pengobatan.
Penyakit kronis pada saluran nafas terutama penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK) dan asthma meningkatkan resiko pneumonia sebanyak 3-4 kali lipat.
Terapi inhalasi dan terapi oksigen yang digunakan pada penyakit ini dapat
menyebabkan mukosa nadal dan orofaring yang kering sehingga meningkatkan
lesi infeksi, sulit menelan dan resiko aspirasi.Sebanyak 1/3-1/2 kasus pneumonia
didahului dengan riwayat infeksi saluran nafas atas dan infeksi virus dengan
prognosis yang lebih buruk. Teknik diagnostik dan terapeutik pada saluran nafas
dapat menyebabkan kontaminasi, mengganggu penghalang aspirasin alami yaitu
epiglotis dan mendestruksi epitel saluran nafas sehingga menfasilitasi infeksi.6
Pasien refleks gastroesofagus dan ulkus gastroduodenum dengan resiko
pneumonia harus menghindari atau merendahkan dosis obat pengurangan asam
lambung terutama PPI karena pengurangan asam lambung yang berfungsi dalam
bakteriosidal dapat menfasilitasi kolonisasi patogen di saluran cerna atas dan
saluran nafas atas. Pasien HIV dan AIDS sering menderita pneumonia oleh kuman
pneumocystis jarovicii, Mycobakterium, Cytomegalovirus, Aspergillus dan
Toxoplasma gondii. Penyakit imunodefisiensi lain termasuk kanker terutama
leukemia dan Hodgkin’s limfoma, kemoterapi dan transplantasi organ. Pasien
dengan riwayat operasi misalnya operasi yang mengganggu mekanisme batuk,
splenektomi, aneurisme aorta abdomen juga beresiko.6,7
Efek imunosupresif kortikosteroid oral yang meningkatkan resiko dan
keparahan infeksi juga berhubungan dengan terjadinya pneumonia. Pasien yang
mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari terakhir juga beresiko karena
penggunaan antibiotik yang tidak benar dapat meningkatkan resistensi bakteri
terhadap antibiotik dan mengganggu flora normal bakteri pada tubuh manusia.
Riwayat rawat inap mempunyai resiko pneumonia yang tinggi jika keadaan
kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran, penderita yang
sedang diintubasi, penderita stroke, pasien dengan disfagia atau posisi pasien yang
salah. Dementia juga menyebabkan disfagia dan sulit menelan sehingga dapat
terjadi pneumonia.6,7

14
2. Faktor Demografik dan Sosioekonomi
Resiko pneumonia meningkat dengan peningkatan usia terutama pada
umur lebih daripada 65 tahun oleh karena penurunan sistem pertahanan tubuh dan
munculnya penyakit lain. Belum terbukti bahwa jenis kelamin berhubungan
dengan resiko pneumonia tetapi pada beberapa penelitian prognosis pneumonia
pada laki-laki 30% lebih burruk dibanding dnegan wanita. Hal ini mungkin
berhubungan dengan disparitas genetik.Lingkungan hidup yang terlalu ramai (>
10 orang dalam satu rumah) juga merupakan faktor resiko, misalnya di rumah
perawatan atau asrama karena lebih mudah terjadi penyebaran kuman antara satu
sama yang lain. Tingkat edukasi yang rendah disertai kebiasaan diet dan
kebersihan pribadi yang spesifik juga berpengaruh. Berat badan yang rendah lebih
beresiko terhadap pneumonia dibanding dengan berat badan normal karena sering
berhubungan dengan penyakit atau malnutrisi yang dapat menurunkan fungsi
imun tubuh.6,7
3. Faktor Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan merokok dan polusi lingkungan merupakan faktor resiko
pneumonia. Kebiasaan merokok satu bungkus per hari dapat meningkatkan resiko
pneumonia sebanyak tiga kali lipat, begitu juga dengan mereka yang terkena asap
rokok secara kronis. Hal ini terjadi karena asap rokok dapat menyebabkan
kerusakan pada mukosilia yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan saluran
nafas dengan transportasi kuman patogenik keluar dari saluran nafas. Asap
beracun, industru dan polusi udara lain juga dapat merusakkan mukosilia tersebut.
Penggunaan narkoba dan alkoholismus juga berhubungan dengan pneumonia
karena bersifat sedatif yang dapat mengganggu refleks batuk dan transportasi
mukosiliar sehingga meningkatkan resiko kolonisasi kuman. Alkohol dapat
mengganggu efek makrofag yaitu sel darah putih yang berfungsi dalam destruksi
kuman. Penggunaan narkoba secara intravenous dapat menyebabkan penyebaran
kuman dari situs injeksi ke paru melalui pembuluh darah.6,7

15
3.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim
paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat
pada foto thoraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia.
b. Pneumonia nosokomial (HAP) merupakan pneumonia yang terjadi 72
jam atau lebih setelah masuk rumah sakit. Pasien di dalam rumah
sakit mempunyai faktor resiko yang lebih termasuk ventilasi
mekanikal, malnutrisi kronis, komorbiditas dan gangguan imun.
Mikroorganisme pada pneumonia nosokomial juga berbeda misalnya
MRSA, pseudomonas dan enterobakter. Pneumia ventilator
merupakan salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam
atau lebih setelah intubasi dan ventilasi mekanik.
c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh
aspirasi banda asing berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau
refluks dan muntah yang sering mengandungi bakteri anaerobik
sehingga sering menyebabkan bronkopneumonia.
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis.
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi,
menggigil, batuk produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat
lobaris atau segmental. Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan
ekstraseluler misalnya S.pneumonia, S.piogenes dan H. Influenza.
b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa
menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang
difus dan leukositosis ringan. Penyebab biasanya mycoplasma
pneumonia dan chlamnydia pneumonia.
c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya

16
merupakan influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus dan lain-
lain. Pneumonia jamur: aspergilus, histoplasma kapsulatum.

3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis


a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya
melibatkan satu lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus
pneumoniae dan klebsiella pneumoniae serta stafilokokus aureus,
streptokokus B hemolitik dan haemofilus influenza.
b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus
terminal di dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang
menyebabkan eksudasi purulen yang menyebar ke alveoli di
sekitarnya secara endobronkial sehingga menyebabkan konsolidasi
“patchy”. Tipe ini sering terjadi pada usia muda atau tua dan pada
kondisi dengan komorbiditas. Penyebabnya yang sering termasuk
streptokokus, stafilokokus aureus, dan hemofilus influenza.
c. Pneumonia interstitialis, juga disebutkan pneumonitis interstitial,
merupakan infeksi di ruangan antara alveoli dan sering disebabkan
oleh virus atau bakteri atipikal. Ciri khasnya ada edema septa
alveolaris dan infiltrat mononuklear.

3.5 Patogenesis
Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Faktor imunitas inang termasuk
mekanisme pertahanan tubuh non spesifik berupa proteksi mekanik untuk refleks
batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi lendir dan keutuhan epitel bronkus
serta mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa kemampuan pembentukan
antibodi, adanya komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif /kualitatif
sel-sel fagosit. Faktor lingkungan menunjukkan perbedaan jenis kuman yang ada
di suatu daerah atau dalam dan di luar rumah sakit. Faktor ini juga pengaruh dari
sanitasi dan polusi udara. Faktor kuman adalah sifat/ karakteristik dari jenis
kuman yang menginfeksi penderita yang akan menghasilkan gejala yang khas.10

17
Ada beberapa cara mikroorganisme masuk ke saluran nafas yaitu (1)
inokulasi langsung misalnya pada intubasi trakea dan luka tembus yang mengenai
paru, (2) penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain di luar paru
misalnya endokarditis, (3) inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman serta (4)
kolonisasi di permukaan mukosa akibat aspirasi sekret orofaring yang
mengandung kuman.11

Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak
dengan cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli lain melalui pori
interalveolaris dan percabangan bronkus. Kapiler di dinding alveoli mengalami
kongesti dan alveoli berisi cairan edema. Kuman berkembang biak tanpa
hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang telah
mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel –sel eritrosit. Alveoli dipenuhi
oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan
adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman
menjadi terhalang bahkan difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk
antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam
alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding
alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.11

Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar,
alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang
terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi
luar, daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat dua gambaran
yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan
dan hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.10

3.6 Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian


terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat
penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme
18
penyebab infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotik
yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh bentuk
kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit
yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.12

1. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kuman penyebab yang berhubungan dengan
factor infeksi:
a. Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik
(kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative/anaerob),
penurunan imunitas (kuman Gram negative, Pneumocystic carinii, CMV,
Legionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus).
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia Komunitas (Streptococcus
pneumoniae, H. influenzae, M. pneumonia), rumah jompo, Pneumonia
Nosokomial (Staphylococcus aureus), Gram negative.
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae);
perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae). 11

2. Pemeriksaan Fisik
Persentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis.
Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas
kuman dan tingkat berat penyakit.
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia,
Streptococcus spp., Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan
myalgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif;
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orangtua/imunitas menurun akibat
kuman yang kurang patogen /oportunistik, misalnya Klebsiella,
Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur.
c. Tanda-tanda fisik pada tipe pneumoniaklasik bisa didapatkan berupa
demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang
pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronchial). Bentuk klasik pada
pneumonia komunitas primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris,
19
atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumpai pada
pneumonia komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar paru)
ataupun pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain
infeksi paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada
pasien pneumonia nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpai
gangguan kesadaran oleh hipoksia.
d. Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.11

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus,
virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstitial (interstitial disease) oleh
virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apical lobus bawah
atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrate di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus
bawah dapat terjadi akibat Staphylococcus atau bakteremia. Bentuk lesi
berupa kavitasi dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi
anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia
sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S.
pyogenes, E. coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.
pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia
nekrotikans/ supurativa, abses, dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis
jaringan paru oleh kuman S. aureus, K. pneumoniae,dan kuman-kuman
anaerob (Streptococcus anaerob, Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan
foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi
sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan
abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada
dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.11

20
Gambar 1.1 Tampak perselubungan inhomogen pada lapangan paru kanan
bagian atas13

b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orangtua, atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.11
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test,
dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN
yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya.11
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap viru, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila
titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
21
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia
nosokomial/pneumonia komunitas yang dirawat nginap perlu diperiksakan
analisa gas darah, dan kultur darah.11
3.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:12
1.Tuberculosis Paru (TB)
Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain
batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan
hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,
lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.
2. Atelektasis 
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang
mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan
jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume intercostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan
dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax
asimetris.
3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air
bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi
pleura.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah
yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB
adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus

22
paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran
radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.

3.8 Penatalaksanaan
a. Terapi Kausal
Pasien pada awalnya diberikan terapi empiric yang ditujukan pada
pathogen yang paling mungkin menjadi penyebab atau antibiotik yang
berspektrum luas. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada
pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di
rumah sakit.11 Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa dengan
pneumonia komunitas adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau
fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi.12
Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae yang resisten terhadap penicillin
direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivate fluoroquinolon terbaru.
Sedangkan untuk pneumonia komunitas yang disebabkan oleh aspirasi cairan
lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat. Golongan makrolida yang
dapat dipilih mulai dari eritromisin, claritromisin serta azitromisin. Eritromisin
merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari.
Azitromisin ditoleransi dengan baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari
selama 5 hari, memberikan keuntungan bagi pasien.13
Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat
menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama 10-14
hari. Sedangkan pemilihan antibiotika untuk pneumonia nosokomial memerlukan
kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi antibiotika baik in vitro
maupun in vivo di rumah sakit. Sehingga antibiotika yang dapat digunakan tidak
heran bila berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain. Namun secara
umum antibiotika yang dapat dipilih sesuai tabel dibawah ini.13

23
Tabel 1.1 Antibiotika pada terapi Pneumonia13
Dosis
Dosis Anak Dewasa
Kondisi Klinik Patogen Terapi
(mg/kg/hari) (dosis
total/hari)
Sebelumnya sehat Pneumococcus, Eritromisin 30-50 1-2 g
Mycoplasma Klaritromisin 15 0,5-1 g
Pneumoniae Azitromisin 10 pada hari 1,
diikuti 5 mg
selama 4 hari
Komorbiditas S. pneumoniae, Cefuroksim 50-75 1-2 g
(manula, Hemophilus Cefotaksim 50-75 1-2 g
DM, gagal influenzae, Ceftriakson 50-75 1-2 g
ginjal, gagal Moraxella
jantung, catarrhalis,
keganasan) Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
Aspirasi Anaerob mulut Ampicilin 100-200 2-6 g
Community Anaerob mulut, Amoxicillin 100-200 2-6 g
Hospital S.aureus, gram(-) Klindamisin 8-20 1,2-1,8 g
enterik Klindamisin 8-20 1,2-1,8 g
+aminoglikosida .
Nosokomial
Pneumonia Ringan, K. pneumoniae, Cefuroksim 50-75 1-2 g.
Onset <5 hari, P. aeruginosa, Cefotaksim 50-75 1-2 g.
Risiko Enterobacter spp. Ceftriakson 50-75 1-2 g

24
rendah S. aureus, Ampicilin- 100-200 4-8 g
Sulbaktam 200-300 12 g
Tikarcilin-klav - 0,4 g
Gatifloksasin - 0,5-0,75 g
Levofloksasin
Pneumonia K. pneumoniae, Gentamicin/ 7,5 4-6 mg/kg
berat**, P. aeruginosa, Tobramicin -
Onset > 5 Enterobacter spp. atau 150 0,5-1,5 g
hari, Risiko S. aureus, Ciprofloksasin)* 100-150 2-6 g
Tinggi + 2-4 g
Ceftazidime atau
Cefepime atau
Tikarcilinklav/
Meronem/
Aztreonam

Keterangan :
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika
yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,
gagal ginjal.
b. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia
adalah sebagai berikut.11
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk,
khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish
mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO 2. Posisi
tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.

25
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud
mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
tidak bermanfaat pada renjatan septik.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre
renal.
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker. konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan
penurunan kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini
perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan
menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO 2 didapat asidosis, henti
napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
8. Drainase empiema bila ada.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi yang cukup kalori terutama
didapatkan dari lemak (50%), hingga dapat dihindari produksi CO2 yang
berlebihan.

3.9 Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada
pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema. Komplikasi ekstrapulmoner
non infeksius bisa terjadi gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru/infark paru, dan
infark miokard akut acute respiratory distress syndrome (ARDS), gagal organ
jamak, dan pneumonia nosokomial.10

3.11 Prognosis
26
1. Pneumonia Komunitas
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus sebesar 5%,
namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6
dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia sebesar
89%.10
2. Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang bisa mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab
kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh P. Aeruginosa
atau Acinobacter spp.10

BAB IV
ANALISIS KASUS

Teori Kasus
Gejala Klinis Pneumonia Pada pasien ini dijumpai
- Sesak Nafas - Sesak Nafas
- Batuk (non produktif maupun produktif) - Batuk yang non produktif
- Demam - Demam
- dan Hb rendah

Pemeriksaan Fisik Pada pasien ini tidak dijumpai


Biasanya pada pasien pneumonia dijumpai adanya adanya ketinggalan bernafas dinding
ketinggalan bernafas atau adanya retraksi dada, dada, hanya saja di dapatkan pada
takipnu, suara pernafasan bronkial. Dapat dijumpai pemeriksaan foto thorak Tampak perihiler
adanya suara tambahan berupa ronkhi di daerah paru hazziness, Sinus phrenicocostalis kanan
yang terlibat. kiri tertutup perselubungan kiri tajam.

27
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien ini dijumpai Pada
Pada pemeriksaan darah rutin, biasanya dijumpai pemeriksaan darah rutin dijumpai adanya
adanya peningkatan jumlah sel darah putih yang penurunan hemoglobin, eosinofil
menandakan adanya proses infeksi. meningkat, limfosit menurun. Pada
Pada pemeriksaan radiologis, gambaran pneumonia pemeriksaan radiologisPada pemeriksaan
dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air radiologis. Tampak perihiler hazziness,
bronchogram. Sinus phrenicocostalis kanan kiri tertutup
perselubungan kiri tajam.

Penatalaksanaan Pada pasien ini dijumpai pemberian


Penatalaksanaan kausal, yaitu dengan antibiotik. antibiotik berupa :
Biasanya pemberian antibiotik secara empiris tanpa Bed Rest
faktor risiko multi drug resistance, yaitu pemberian
 Cefoferazone 1 gr/12 jam IV
antibiotik ceftriaxone, moksifloksasin,
ciprofloksasin, levofloksasin, atau ampisilin dan  Inh. Ventolin + Pulmicord / 8 jam
ertapenem.
 N. Acetylsistein 3x200 mg
 Curcuma 3x1

BAB V
KESIMPULAN

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis, atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.

28
Pasien datang ke IGD RSUD Meuraxa Banda Aceh dari rujukan salah satu
rumah sakit dengan keluhan cepat lelah. Pasien mempunyai riwayat rutin
cuci darah setiap 2 kali seminggu yaitu hari selasa dan jumat. Pasien juga
mengalami demam hilang timbul serta batuk, sebelumnya pasien mengatakan
selang akses untuk cuci darah terlepas 1 hari yang lalu sebelum dilakukan
anamnesis. Pada pemeriksaan tanda vital di dapatkan tekanan darah Tekanan
darah 127/83 mmHg, Nadi 109 x/ menit, Respirasi rate 26 x/ menit, Temp
36,50C. Pada pemeriksaan darah rutin di dapatkan Hb 5,3 g/dl (L), eritrosit
2,10 g/dl (L), hematokrit 16,0 g/dl (L). Pada pemeriksaan kimia klinis
glukosa ad randoM 110mg/dl, creatinin14,4 mg/dl (H), ureum 173 mg/dl (H),
Glukosa Ad Random
POCT PERAWAT RUANG HD 67 mg/dl (L). Dan pada pemeriksaan foto thorak
di dapatkan hasil Tampak perihiler hazziness, Sinus phrenicocostalis kanan kiri
tertutup perselubungan kiri tajam. Kesimpulan dari hasil foto thoraks efusi pluera
dan diagnosis kerja pada pasien adalah Pneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Wunderick, RG et al. 2017. Community-Aquired Pneumonia. The New


England Journal of Medicine 370(6): 543-551. [Accesed On June 2023]
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2018. Pneumonia Komuniti. Available
fromhttp://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensuspneumoniakom/pnkomun
iti.pdf [Accesed On June 2023]

29
3. Dahlan, F. 2017. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. [Accesed On June 2023]
4. Mandell, LA. 2018. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th Edition.
Volume I. USA: Mc-GrawHill. [Accesed On June 2023]
5. Almirall, J., Bolibar, I. and Serra-Prat, M. (2017). Risk factors for community-
acquired pneumonia in adults: Recommendations for its prevention. Community
Acquir Infect, 2(2), p.32. [Accesed On June 2023]
6. Harvey, S. (2019). Pneumonia. [online] University of Maryland Medical Center.
Available at: http://umm.edu/health/medical/reports/articles/pneumonia. [Accesed
On June 2023]
7. Yudh Dev, S. (2019). Pathophysiology of Community Acquired Pneumonia. JAPI,
60, pp.7-9. [Accesed On June 2023]
8. Newsmedical.net, (2018). pneumonia classification. [online] Available at:
http://www.newsmedical.net/health/PneumoniaClassification.aspx. [Accesed On
June 2023]
9. Steven, S. (2018). community pneumonia. [online] Clevelandclinicmeded.com.
Available at:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/
infectiousdisease/communityacquiredpneumonia/Default.htm. [Accesed On June
2023]
10. Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed 5.
Jakarta : Interna Publishing [Accesed On June 2023]
11. Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed 5.
Jakarta : Interna Publishing. [Accesed On June 2023]

12. Sjahriar Rasad. 2017. Radiologi Diagnostik ed 2. Jakarta: Badan Penerbit FK


UI. [Accesed On June 2023]
13. Depkes RI. 2018. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [Accesed On June 2023]

30

Anda mungkin juga menyukai