Abstrak
Pendahuluan: Kadar glukosa dalam darah yang tidak stabil pada penderita
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah
satunya adalah neuropati perifer. Penilaian Ankle Brachial Index (ABI) terhadap
Pasien DM tipe 2 perlu dilakukan untuk mengetahui secara dini terjadinya
komplikasi DM salah satunya neuropati perifer terutama pada telapak kaki.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran nilai ABI pada Pasien DM
tipe 2.
Metode: Penelitian ini bejenis observasional deskriptif yang dilaksanakan di RS
TNI AD Wirasatya Singaraja pada bulan April 2022. Subjek penelitian ini
berjumlah 81 orang dengan tehnik sampling purposive sampling. Pengukuran
nilai ABI dilakukan menggunakan tensimeter osilometrik. Data dianalisis secara
deskriptif dan disajikan dengan distribusi frekuensi.
Hasil: Penelitian ini menemukan hasil sebesar 33,3% subjek berumur 44-55
tahun, 63,0% subjek berjenis kelamin laki-laki, 77,8% subjek menderita DM tipe
2 antara 1 hingga 5 tahun, 32,1% bekerja sebagai wiraswasta, dan 78,2%
memiliki nilai ABI antara 1,0-1,4 sehingga termasuk kedalam kategori normal
Simpulan: Pasien dengan DM tipe 2 pada kelompok umur 44-55 tahun, berjenis
kelamin laki-laki, menderita DM tipe 2 antara 1 hingga 5 tahun, bekerja sebagai
wiraswasta dan lebih banyak memiliki nilai ABI yang normal.
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kronis karena tubuh tidak
mampu menggunakan insulin yang diproduksinya secara efektif [1]. Kadar glukosa
dalam darah yang tidak stabil pada penderita DM tipe 2 dapat menimbulkan
berbagai komplikasi salah satunya adalah neuropati perifer [2]. Penilaian ABI
Kejadian DM secara global meningkat setiap tahun. Kasus DM pada tahun 2021
dilaporkan mencapai 537 juta jiwa pada populasi usia 20-79 tahun. Jumlah kasus
tersebut diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2030 hingga mencapai 643
juta jiwa dan akan semakin meningkat tajam pada tahun 2045 hingga mencapai
784 juta jiwa. Kondisi tersebut dipicu oleh peningkatan arus urbanisasi yang
2020. Prevalensi Pasien DM di Indonesia dilaporkan sebesar 6,2% atau 10,8 juta
jiwa dari total populasi penduduk usia 20-79 tahun. Data ini menunjukkan 1 dari
akan meningkat pada tahun 2045 hingga mencapai 16,7 juta jiwa [5]. Proyeksi
kejadian DM di Bali dari hasil diagnosis tenaga medis ditemukan sebesar 1,7 %
kunjungan rawat inap dan rawat jalan tahun 2021 sebanyak 520 jiwa. DM
menempati urutan pertama penyakit tertinggi yang dilaporkan di Rumah Sakit TNI
Pencapaian target kendali glikemik hingga saat ini belum mencapai target yang
mengalami peningkatan kadar glukosa darah yang sangat tinggi dari total
gejala awal [7]. Prevalensi neuropati perifer diabetik di dunia mencapai 66 % [8].
sebesar 25, 6 % [9]. Prevalensi neuropati perifer diabetik pada perempuan sebesar
26,4 % dan laki-laki sebesar 20,0 %. Prevalensi neuropati perifer diabetik lebih
tinggi di daerah kota sebesar 75,3 % [10]. Prevalensi kejadian nyeri neuropati
[12].
Rendahnya nilai ABI yang menimbulkan gangguan vaskular yang dipengaruhi oleh
multi faktor seperti usia yang semakin bertambah, lamanya menderita DM, kontrol
glikemik buruk, obesitas, menkonsumsi obat anti hiperglikemik yang belum tepat,
tingkat aktivitas fisik yang rendah, perawatan kaki yang belum optimal dan diet
Penelitian yang dilakukan Santosa dan Listino tahun 2017 [16] menemukan
hubungan gejala klinis Peripheral Arterial Disease (PAD) dengan nilai ABI yang
rendah pada Pasien DM tipe 2 dengan nilai r – 0,952, sehingga disimpulkan bahwa
semakin berat gejala PAD yang dikeluhkan maka nilai ABI akan semakin rendah.
dengan kejadian ulkus kaki diabetic dengan nilai p yang diperoleh sebesar 0,003.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran nilai ABI pada
METODE
dilaksanakan di RS TNI AD Wirasatya Singaraja, Bali pada pada bulan April 2022.
Ethical Considerations
Penelitian ini telah mendapatkan ijin etik dari Komite Etik penelitian kesehatan
HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Pasien DM Tipe 2
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
36-45 tahun 24 29,6
46-55 tahun 27 33,3
56-65 tahun 18 22,2
Jenis kelamin
Laki-laki 51 63,0
Perempuan 30 37,0
Lama waktu menderita DM
1-5 tahun 63 77,8
6-10 tahun 16 19,8
Total 81 100,0
Berdasarkan table 1 data karakteristik subjek yang diperoleh adalah: usia subjek
berada pada umur antara 46 sampai 55 tahun (33,3%), berjenis kelamin laki-laki
hampir sebagian besar subjek bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 25 orang dari
(30,9%).
¿1,4 9 11,1
1,0-1,4 59 78,2
0,9-1,0 9 11,1
0,8-0,9 1 1,2
0,5-0,8 2 2,5
¿0,5 1 1,2
Total 81 100,0
Keterangan:
>1,4 : Pengerasan pembuluh
darah
1,0-1,4 : Normal
0,9-1,0 : Ditoleransi
0,8-0,9 : PAD Ringan
0,5-0,8 : PAD Sedang
<0,5 : PAD Berat
Berdasarkan table 2 didapatkan bahwa 59 (38,2%) subjek memiliki nilai ABI
Penelitian ini menemukan hasil bahwa seseorang yang berumur 44-55 tahun lebih
banyak ditemukan mengalami DM tipe 2. Hasil penelitian ini sesuai dengan ADA
(2019) ADA (2019) yang menjelaskan bahwa individu yang paling banyak
menderita DM berada pada rentang umur 40-75 tahun. Ketika saat umur tersebut
sesorang akan mengalami penurunan daya kerja organ tubuh sehingga berisiko
tipe 2. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan konsensus PB Perkeni juga
Penelitian juga sesuai dengan salah satu penelitian dalam negeri yang ditemukan.
Penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Arista (2019) [19] di Klungkung Bali
pencegahan dan pengendalian DM secara dini pada populasi dewasa. Saat ini
salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Perlu perhatian
ataupun dikendalikan.
Penelitian ini menemukan hasil bahwa subjek laki-laki lebih banyak ditemukan
mengalami DM. Temuan ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa populasi
sebaran lemak yang berada dalam tubuh cenderung banyak tersimpan di jaringan
[20]. Berdasarkan temuan tersebut diperlukan upaya prevenif dan deteksi dini
yang tepat terhadap populasi laki-laki bila ditemukan tanda awal terjadinya DM
melalui trias DM. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan
secara tepat dan optimal, hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan DM secara
tepat sehingga mampu mencegah terjadinya komplikasi DM yang berat yang dapat
Menderita DM tipe 2 diatas 5 tahun lebih berisiko mengalami penurunan nilai ABI
dan juga berpotensi meningkatakan kejadian ulkus diabetikum pada kaki [21].
menderita DM tipe 2 diatas 10 tahun. Penelitian yang dilakukan Atista (2019) [19]
kerusakan organ tubuh menjadi lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan resistensi
insulin yang berkepanjangan dan akan merusak serta mempengaruhi organ tubuh
sehingga dapat memunculkan penyakit lain dalam tubuh yang saling berkaitan
Kesehatan.
Pekerjaan merupakan salah satu faktor risiko suatu penyaki yang berkaitan erat
dengan tingkat pendidikan. Orang yang tingkat pendidikanya tinggi biasanya lebih
banyak bekerja dikantoran dengan aktifitas fisik terbatas. Sementara itu, orang
yang tingkat pendidikanya rendah lebih banyak menjadi buruh maupun petani
dengan aktifitas fisik yang berat [24]. Individu yang masih aktif bekerja juga
cenderung masih memiliki kondisi tubuh optimal sehingga fungsi organ yang ada
di dalam tubuh masih aktif bekerja melakukan tugas dan fungsinya secara optimal.
melakukan aktivitas fisik berisiko lebih tinggi mengalami DM. Hal tersebut
Hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagaian besar responden bekerja sebagai
dengan aktifitas fisik terbatas. Hal tersebut akan mempengaruhi kondisi fisik
karena individu yang malas melakukan aktivitas fisik dapat menimbulkan kelainan
organ tubuh salah satunya penurunan kinerja pankreas [24]. Berdasarkan hasil
terkait dalam pemberian edukasi oleh petugas kesehatan baik formal maupun non
bahwa temuan nilai ABI normal pada pasien DM tipe 2 ini disebabkan oleh
beberapa faktor meliputi usia responden rata-rata masih produktif (46-55 tahun).
Usia adalah faktor risiko dari nilai ABI tersebut. Disamping itu responden yang
diteliti rata-rata menderita DM tipe 2 dalam rentang 1-5 tahun. Nilai ABI yang
rendah biasanya ditemukan setelah 5 sampai 10 tahun menderita DM. Pasien yang
memiliki nilai ABI rendah akan mengeluh nyeri intermitten yang merupakan tanda
Penelitian ini menemukan bahwa responden yang nilai ABI rendah cukup sedikit.
Sebesar 1,2% responden memiliki nilai ABI antara 0,8-0,9 (PAD ringan), 2,5%
responden memiliki nilai ABI antara 0,5-0,8 (PAD sedang) dan 1,2% responden
memiliki nilai ABI <0,5 (PAD berat). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
oleh Chandrashekar and Kalaivani (2018) yang menemukan hanya sebesar 29,3%
responden memiliki nilai ABI rendah (<0,9), dari responden yang memiliki nilai
ABI rendah sebesar 22% responden mengalami PAD ringan, 6,1% mengalami PAD
sedang dan sebesar 1,2% responden mengalami PAD berat. penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arista (2019) [19] yang
Klungkung, Bali memiliki nilai ABI rendah sehingga mengalami gangguan vaskular.
klaudikasio intermitten (nyeri waktu berjalan, dan membaik saat istirahat) serta
SIMPULAN
Sebagian besar subjek berada pada kelompok umur 44-55 tahun yaitu sebanyak
menderita DM tipe 2 antara 1 hingga 5 tahun yaitu sebanyak 63 orang (77,8%) dan
responden (78,2%) memiliki nilai ABI antara 1,0-1,4 sehingga termasuk kedalam
kategori normal.
DAFTAR RUJUKAN
[1] WHO, “Global Report on Diabetes,” Geneva Switzerland, 2016. doi:
10.1128/AAC.03728-14.
index and diabetic neuropathy : study of 225 patients,” Arq Neuropsiquiatr, vol. 75,
Improving Peripheral Artery Disease Detection and Outcomes,” J. Am. Med. Assoc.,