Anda di halaman 1dari 49

TUGAS

BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN KEPARIWISATAAN

OLEH

NAMA: MARIA ASCENSION NIKOL KONO

KELAS: B

NIM: 2201060057

FAKULTAS KEGURUAAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang berlimpah penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
tuntunan dan bimbingan yang senantiasa dilimpahkan selama proses pembuatan tugas untuk
mata kuliah Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Kepariwisataan dengan baik dan lancar.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan limpah terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu selama proses pembuatan dan penyelesaian tugas ini. Ucapan terima kasih
penulis berikan kepada:

1. Bapak Yosep Lawa, s, pd., M. Biotech selaku dosen pengampuh mata kuliah Budaya
Lahan Kering Kepulauan dan Kepariwisataan
2. Ibunda tercinta Emerensiana Tahan yang selalu menyediakan waktunya untuk penulis
melakukan wawancara terkait tugas.
3. Teman angkatan quionone kelas B yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan
tugas ini.
4. Kakak yolanta kono yang turut membantu dalam melakuakan pengeditan untuk tugas ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun untuk
menyempurnakan penulisan ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca semua.

Sekian dan terima kasih

Kupang,15 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I AKU

1.1 Profil Pribadi Lengkap

1.2 Profil Keluarga Inti Lengkap (Bukti Foto)

1.3 Bagan Silsilah Keluarga Mulai Dari Kakek Dan Nenek Dari Ayah

1.4 Bagan Silsilah Keluarga Mulai Dari Kakek Dan Nenek Dari Ibu

1.5 Menceritakan Tentang Rumah Tinggal Dan Pekarangan Sekitar (Bukti Foto Google Maps)

1.6 Menceritakan Tentang Kenangan Dan Kebahagiaanku Di Rumah

BAB II KAMPUNG-KU

2.1 Letak Geografis Kampung/Desa (Lintang Dan Bujur)

2.2 Sejarah Berdirinya Kampung/Desa (Ayah Ibu) (Sumber Data BPS Kecamatan Atau Data
Profil Desa Di Kantor Desa).

2.3 Kondisi Fisik Desa, Sungai, Danau, Hutan, Laut, Pantai Dan Lain-Lain (Bukti Lampiran Foto
Google

Maps Desa/ Kampung).

2.4 Narasi Profil Kampung Ayah Dan Ibu Sehubungan Dengan Potensi Dan

Permasalahan/Tantangnya (Sesuaikan Kondisi Fisik Tanah, Kemiringan, Curah Hujan, Sumber


Air Saat Musim Hujan Dan Musim Panas
BAB III BUDAYA KAMI

3.1 Menceritakan arti dari nama kampung dan sejarah berdirinya kampung (sumber data di

kantor r desa atau wawancara).

3.2 Menceritakan mitos/legenda yang di ceritakan di rumah atau kampung (wawancara)

3.3 Menceritakan bagaimana perilaku masyarakat saling berjumpa dan bertegur sapa.

3.4 Pekerjaan mayoritas masyarakat kampung dan pola hidupnya atau memenuhi kebutuhan
hidup mereka dalam setahun untuk melewati musim hujan dan musim panas (cara bertani,
berternak, berkebun bertukang dan lain-lain).

3.5 Menceritakan bagaimana masyarakat di kampung ayah dan ibu melaksanakan acara adat
seperti: perayaan panen, perayaan bangun rumah, perayaan sambut lahiran anak, pernikahan,
upacara pemakaman dan lain-lain).

3.6 Menceritakan tentang riwayat sekolah masing-masing (TK, SD, SMP, SMA hingga mengapa
memilih prodi pendidikan kimia (alasannya, siapa guru kimia di SMA)

BAB IV MAKANAN DAN MINUMAN KAMI

4.1 Invertaris semua jenis sumber pangan liat atau alami yang belum di jual ke pasar tetapi di
konsumsi oleh masyarakat di kampung (makanan, umbi- umbi-umbian, sayur, buah, bunga)

4.2 Menceritakan semua teknik pengolahan bahan makanan asli (spesifik) kampung /desa (tahap
demi tahap di lengkapi dengan foto).

4.3 Menceritakan cara menyimpan bahan makanan dan minuman dari bahan nabati atau hewani
(ikan, daging, bumbu, sayur, kacang, dan bahan makanan pokok).

4.4 Menceritakan semua minuman tradisional di kampung lengkap dengan proses pembuatan dan
cara penyajian serta di lengkapi dengan foto.
BAB V OBAT KAMI

5.1 Inventaris semua bahan alam sebagai obat tradisional dari kampung.
5.2. Menceritakan tentang nama ramuan obat malaria, proses ramuan dan cara pemakaian serta
untuk mengobati penyakit apa, lengkapi dengan foto.
5.3. Menceritakan tentang nama ramuan obat diare, proses ramuan dan cara pemakaian serta
untuk mengobati penyakit apa, lengkapi dengan foto.
5.4. Menceritakan tentang nama ramuan obat cacing di hewan peliharaan, proses ramuan dan
cara pemakaian serta untuk mengobati penyakit apa, lengkapi dengan foto.
5.5. Menceritakan tentang nama ramuan obat penyakit kulit, proses ramuan dan cara pemakaian
serta untuk mengobati penyakit apa, lengkapi dengan foto.

BAB 6 PAKAIAN KAMI

6.1 Inventaris semua bahan alam sebagai pewarna alami dari kampung.
6.2 menceritakan tentang proses ramuan dan cara mewarnai benangnya
6.3 menceritakan tentang makna warna dan motif apa, lengkapi dengan foto.
6.5 Menceritakan tentang motif tersebut digunakan saat acara apa saja dan mengapa demikian

BAB 7 AKSESORIS KAMI

7.1 Ceritakan semua benda aksesoris atau perhiasan pribadi (pria/wanita) dari kampung masing
masing
7.2 Menceritakan proses pembuatannya, nama kampungnya dan makna dari semua aksesoris
atau perhiasan tersebut (lengkapi dengan foto).
7.3 Menceritakan semua benda aksesoris yang ada dirumah ku dan adatku

BAB 8 RUMAH KAMI

8.1 Menceritakan semua sumber bahan alam untuk rumah adat,


8.2 Menceritakan proses pembuatan rumah adat, nama rumah adat, lengkapi dengan foto rumah
adatnya.
8.3 Menceritakan tentang rumah kebun atau rumah jaga hewan di padang lengkapi dengan foto
BAB 1

AKU

1. Profil Pribadi Lengkap

Perkenalkan nama lengkap saya Maria Ascension Nikol Kono, dalam keseharian saya
biasa dipanggil dengan nama Nikol. Saya lahir disebuah kampung kecil yang bernama Sesekoe
pada 08-April 2004. Saat ini saya berumur 19 tahun. Saya adalah anak 9 dari 12 bersaudara dari
pasangan bapak Patricius Kono dan Mama Emerensiana Tahan. Agama yang saya anut adalah
Kristen Katolik. Hobi saya yaitu membaca dan menulis cerita. Cita - cita saya yaitu ingin
menjadi seorang guru kimia yang berkualitas dan yang paling penting mencintai dan menghargai
profesi yang akan saya geluti.

Sebelumnya, saya akan bercerita mengapa saya diberikan nama Maria Ascension Nikol
Kono oleh kedua orang tua saya. Berdasarkan cerita, bapa saya adalah seorang sopir yang
biasanya pergi berjualan atau mengantar kasur di Dili ibu kota Negara Timor Leste. Pada saat itu
ada dua orang Suster (biarawati) yang pada waktu itu menumpang untuk pergi ke Atambua.

Dari kedua suster ini, akhirnya saya diberikan nama Maria Ascension Nikol, nama ini
sesuai dengan nama pendiri kongregasi dari kedua suster ini yaitu Suster Maria Ascension Nikol
Y. Goni.
Akhirnya, nama inilah yang sampai hari ini melekat dalam diri saya dan menjadi identitas
diri saya. Awalnya dari Asal nama ini saya berniat untuk menjadi seorang biarawati namun
ternyata sekarang cita-cita saya berbeda. Sejak saya kecil, mama selalu menceritakan mengapa
saya diberi nama ini, sehingga sampai sekarang cerita ini melekat dalam pikiran saya.

2. Profil Keluarga Inti

 Bapa saya bernama Patrisuis Kono Taslulu, lahir disesekoe pada 11 Desember 1964.
Pekerjaan beliau adalah sebagai seorang sopir.
 Ibu saya bernama Emerensiana Tahan, lahir di Sesekoe pada 11 November 1968. Pekerjaan
beliau adalah sebagai seorang ibu rumah tangga.
 Anak ke-1: Agustina Bete Kono lahir di Sesekoe pada 14 April 1987.
 Anak ke-2: Mateus Kono lahir disesekoe pada 16 Maret 1989. Pekerjaan beliau adalah
sebagai seorang guru.
 Anak ke-3: Yohanes Kono lahir di Sesekoe pada 13 Januari 1991.
 Anak ke-4: Yonas Lius Kono lahir disesekoe pada 21 Februari 1993.
 Anak ke-5: Arkadius Dedi Kono lahir di Sesekoe pada 14 Desember 1995
 Anak ke-6 frederikus Kono lahir disesekoe pada 21 November 1997.
 Anak ke-7 Kristina Bete Lius Kono lahir disesekoe pada 24 Juli 2000.
 Anak ke-8 Yolanta Yovita Kono lahir disesekoe pada 18 january 2002
 Anak ke-10 Yakobus Kon Kono lahir di Sesekoe pada 15 Juli 2006
 Anak ke-11 Yuliana Abuk Kono lahir disesekoe pada 6 Juli 2008
 Anak ke-12 Maria Junia Aek Kono lahir di Sesekoe pada 30 Juli 2012
3. Bagan silsilah keluarga (Ayah)

PETRUS KONO (KEFA)

Menikah dengan

CLARA SOI (BELU)

ANAK

PATRICIUS KONO TASLULU SISILIA KONO


4. Bagan silsilah Keluarga (Ibu)

YAKOBUS KON BERNADETA ROUK


Menikah dengan

ANAK

1. MARTINA BELAK (ALM)

2. EMERENSIANA TAHAN

3. BLANDINA BIIN

4. EMILIA LIN (ALM)

5. LEONARDUS ULU (ALM)

6. IMELDA MORU (ALM)

7. BENEDIKTUS HALE

8. VALENTINUS LOROK

9. YOHANES SERAN
5. Rumah Tinggal

Rumah yang keluarga kami tempati terletak diperkampungan sesekoe. Rumah yang
kami tempati telah mengalami beberapa perubahan. Dari awal rumah yang hanya terbuat dari
dinding hingga sekarang menjadi sebuah rumah tembok dengan tiga kamar tidur, satu ruang
tamu dan satu ruang keluarga sementara untuk dapurnya terletak diarea belakang rumah.

Pekarangan depan rumah kami terdiri atas beberapa tanaman yaitu bunga Bougenville,
pohon gelodok tiang, tanaman bunga palem dan serumpun pohon bambu. Dipekarangan
samping rumah terdapat sebuah tanah lapang berukuran besar. Dipekarangan kiri rumah
terdapat sebuah kali hidup yang biasanya dilewati air saat musim hujan. Dipekarangan belakang
rumah terdapat satu pohon pinang, pohon mangga, pohon sukun, tanaman kecil lainnya serta
ada sebuah sumur yang sampai hari ini masih digunakan.

6. Kenangan Bersama Keluarga

"Rumah adalah sebuah tempat yang mengikat cinta bersama keluarga yang
menyimpan banyak berkas kenangan bersama mereka." Kenangan bersama keluarga yang
sampai hari ini masih teringat yaitu saat dulu biasanya ada odong- odong yang ketika malam
biasanya lewat dan saat itu kami akan diajak oleh bapa untuk bermain, dari cerita ini kenangan
bersama seorang ayahlah yang paling berarti.

Selain itu kenangan yang lain yaitu ketika musim asam ataupun musim kapok, ketika
malam hari kami akan berkumpul bersama untuk mengupas asam maupun kapoknya sambil
tertawa dan bercanda bersama.

Selain itu kenangan semasa kecil dulu, ketika kami pergi untuk mencari kayu bakar
dihutan lalu disitu kami juga akan turut mencari buah- buah hutan seperti buah kom. Meskipun
capek, namun nilai kebersamaan bersama keluarga yang perlu dikenang.
BAB 2

KAMPUNGKU

1. Letak Geografis Kampung

Perkampungan Matabesi- Sesekoe merupakan salah satu perkampungan yang terdapat


di kelurahan Umanen. Kelurahan Umanen sendiri merupakan salah satu kelurahan dalam
wilayah pemerintah kabupaten Belu yang terletak di kecamatan Atambua Barat dengan luas
wilayah 1,192 Kilometer persegi dengan batas-batas wilayah, Utara berbatasan dengan desa
leosama kecamatan kakuluk Mesak, selatan berbatasan dengan kelurahan Manuaman
Kecamatan Atambua selatan, timur berbatasan dengan kelurahan Tulamalae Kecamatan
Atambua barat serta barat berbatasan dengan desa fatuketi kecamatan kakuluk Mesak.

2. Sejarah berdirinya Kampung

Perkampungan Matabesi-Sesekoe merupakan salah satu perkampungan yang terletak di


wilayah kelurahan Umanen, kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu. Kata Matabesi sendiri
berasal dari kata "Mak-ta" dan "Besi" (dalam arti harafiah orang yang memotong besi/sesuatu
yang kuat) yang berarti orang yang bertugas sebagai eksekutor/hakim/penengah/ahli strategi.
Sehingga Matabesi bergelar "Makerek Badaen" istilah ini diberikan oleh suku tertua yakni suku
lawalu yang membuat Matabesi melekat erat dengan sebuah jabatan penting akan pengambilan
keputusan atau kebijakan dalam tatanan kerajaan (Ke-Nai-An) Lidak seperti seperti juru bicara,
hakim, ahli strategi, penengah maupun panglima perang. Betapa tersohornya Matabesi sehingga
sering dijuluki dengan istilah lain seperti "Manu Sesi Rai- Manu Lia Manas" (Hakim yang
tersohor).

Berdasarkan cerita, dahulu orang Melus penghuni tuan tanah atau biasa disebut "Tubu
lakarei Moris lake Rai" itu merupakan penghuni tuan tanah di Lidak ini, mereka menutupi diri
dari aktivitas dalam arti tidak bersahabat dengan orang lain. Kemudian, nenek moyang datang
membawa hukum-hukum diatas dengan cara "naluan Rai nabelar Rai" atau memperluas tanah
sehingga nenek moyang mendapatkan tempat tinggal "Foho no Rai (bukit dan batu) sehingga
bisa ditempati untuk beraktivitas. Foho no Rai dan we manaran yang disebut dengan "sesekoe,
sumeta, ro'ofau dan kaku'a".

3. Kondisi fisik Kampung

Kondisi fisik perkampungan Matabesi-Sesekoe yaitu terdiri dari hutan yang cukup luas,
bukit berbatu, pegunungan serta kali hidup yang biasanya dilalui oleh air saat musim hujan.
Diperkampungan Matabesi-Sesekoe juga terdapat dua cekdam besar.

4. Potensi dan Permasalahan/ tantangan dikampung

Kondisi fisik tanah diperkampungan Matabesi-Sesekoe untuk didataran rendah tanahnya


cukup baik namun hanya beberapa tanaman saja yang biasa ditanam, untuk didaerah yang
dibawah kaki gunung kondisi tanahnya tidak cukup subur dan bergelombang serta berbatu-
batu. Kemiringan tanah di perkampungan Matabesi-Sesekoe cukup miring atau curam untuk
kawasan dibawah kaki gunung. Sementara, dipermukiman warga lumayan rata namun sedikit
miring bergelombang.
Curah hujan diperkampungan Matabesi-Sesekoe biasanya tidak stabil dimana musim hujan
berlangsung lumayan cepat, sehingga musim panas lebih panjang dari pada musim hujan dan
curah hujan yang turun juga bervariasi dimana terkadang lebat terkadang juga hanya rintik.
Sumber air saat musim hujan biasanya didapatkan dari sumur atau sumber-sumber air lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan lain biasanya masyarakat memanfaatkan air yang ada di dua
cekdam tersebut.

Sementara, saat musim panas sumber air yang didapatkan masyarakat biasanya dari air
tangki, dan juga beberapa sumur serta mata air lain yang masih ada air saat musim panas
namun dalam kuantitas yang tidak banyak atau dapat dikatakan hanya bisa untuk memenuhi
kebutuhan pemiliknya karena airnya hanya akan banyak muncul dipagi hari.

Berdasarkan segala keadaan dan kondisi diperkampungan Matabesi-Sesekoe maka dapat


disimpulkan bahwa potensi yang dimiliki diperkampungan ini yaitu untuk lahan di sekitaran
kaki gunung lebih cocok untuk ditanami tumbuhan berumur panjang dan tidak terlalu
membutuhkan banyak air seperti tanaman jati dan tanaman mahoni sehingga kebanyakan
tanaman yang baiasanya ditemukan adalah jati,mahoni dan tanaman Gamal.Untuk diderah
disekitaran dataran rendah biasanya tidak cocok untuk ditanami tanaman yang berumur
pendek,namun biasanya masyarakat berusaha memanfaatkan tanah yang ada untuk menanam
sayur-sayuran. Potensi lainnya yaitu lahannya yang seperti Savana cocok untuk memelihara
ternak seperti sapi dan kambing.

Permasalahan dan tantangan yang muncul dari segala kondisi fisik di perkampungan
Matabesi- Sesekoe yaitu kondisi tanah, curah hujan dan kemiringan yang ada tidak cocok
untuk dibuat sebagai lahan pertanian. Demikian potensi dan Permasalahan serta tantangan
yang ada diperkampungan Matabesi-Sesekoe sesuai dengan kondisi fisik tanah, kemiringan,
curah hujan dan sumber air.
BAB 3

BUDAYA KAMI

1. Arti Nama Kampung

Perkampungan Matabesi- Sesekoe sendiri berasal dari kata "Mak-ta dan Besi " yang artinya
orang yang memotong besi/ sesuatu yang kuat.

2. Mitos/legenda

Mitos yang biasanya diceritakan dikampung ataupun dirumah, dan telah menjadi cerita
turun temurun yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dan telah melekat atau
juga menjadi budaya bagi masyarakat di kampung saya

 Mitos gerhana bulan (Asu Na Fulan)


Di kampung saya, biasanya ketika terjadi gerhana bulan maka semua masyarakat biasanya
harus keluar rumah untuk memukul segala jenis alat yang jika dipukul menimbulkan bunyi
keras seperti besi maupun tiang listrik. Hal ini dilakukan karena menurut kepercayaan kami,
gerhana bulan artinya bulan sementara dimakan oleh anjing. Jadi, memukul benda- benda
itu dengan tujuan agar anjing dapat melepas bulannya atau gerhana bulan cepat berakhir.
 Mitos menunjuk bulan/bintang
Dikampung saya menunjuk bulan atau bintang serta menghitung bintang adalah hal yang
tabu untuk dilakukan. Hal ini karena menurut cerita dari orang tua menunjuk bintang/ bulan
bisa membuat tangan menjadi bengkok. Selain itu menghitung bintang berarti
memperpendek umur sendiri.
 Mitos tenggorokan sakit
Di rumah kami, ketika ada yang sakit tenggorokan berarti harus minum air sambil
menggaruk bagian bawah gelas.
 Mitos sapu dimalam hari
Di kampung saya, kegiatan menyapu rumah ketika hari sudah mulai malam adalah hal yang
tidak boleh dilakukan, hal ini karena menyapu dimalam hari sama saja dengan kita
menyapu rejeki sendiri.
 Mitos potong kuku
Dikampung saya ketika hari sudah menjelang malam tidak boleh memotong kuku, karena
sama saja dengan memotong nasib sendiri.
 Mitos bagi laki-laki untuk tidak makan padi/jagung/kusambi/kacang turis
Dikampung saya, bagi kaum laki-laki ada larangan yang namanya makan makanan baru
Yang sudah kena air hujan sebelum dilakukan ritual panen. Sebelum dilakuan ritual panen
terkhusus bagi laki-laki tidak boleh memakan semua yang disebutkan hal ini karena di
kampung saya ada satu rumah adat yang hanya khusus bisa dimasuki oleh laki-laki dan
perempuan tidak boleh. sehingga dari sinilah laki-laki tidak boleh memakan makanan yang
sudah terkena air hujan.
 Mitos gunung tertinggi
Berdasarkan cerita turun-temurun dikampung saya, ada sebuah gunung yang paling tinggi.
Berdasarkan cerita, nenek moyang berpesan jika nanti ada terjadi stunami maka kami harus
segera lari kegunug tersebut.
 Mitos tidak boleh berbalik saat pulang dari pemakaman.
Tidak boleh berbalik saat pulang dari kubur/pemakaman adalah sebuah tradisi yang telah
membekas dimana kami dilarang berbalik belakang saat pulang dari kubur.
 Mitos dilarang mengayun kaki saat duduk
Mengayunkan kaki saat duduk adalah satu hal yang biasanya dilarang oleh orang tua saat
anak sedang duduk hal ini karena mengayunkan kaki saat duduk sama artinya dengan
menyumpahi orang tua untuk cepat meninggal
 Mitos tidak boleh melewati tempat yang dilarang
Dikampung saya terlebih khusus disekitar perkampungan adat ada tempat-tempat yang
tidak boleh dilewati atau dilanggar oleh baik perempuan maupun laki-laki. Misalnya ada
satu kali disitu yang tidak boleh kami lewati dan ini telah menjadi suatu larangan yang
berlaku secara turun- temurun.
 Mitos tidak boleh berbicara buruk pada ibu hamil
Selain itu, ada juga mitos dimana kami tidak boleh berbicara buruk tentang seorang ibu
hamil hal ini karena nanti mata akan bengkak.
 Mitos bunyi cicak
Bunyi cicak ketika membanting ekor diderah kami disebut dengan " teki" dimana teki
sendiri memiliki dua makna yaitu ada teki yang menyuruh dan juga teki yang melarang.
Jika sedang merencanakan sesuatu dan cicak berbunyi dari arah depan itu berarti
rencananya harus dilakukan sementara kalau cicak berbunyi dari arah belakang dan dari
kiri maka jangan dilakuan atau melarang.
 Mitos bersin
Sama halnya dengan mitos bunyi cicak demikian juga mitos bersin. Pada mitos bersin ini
hanya banyak pada perintang melarang untuk melakukan rencana kalau sudah beberapa
menit baru boleh dilakukan.
 Mitos memetik daun Kom untuk penyembuhan
Memetik daun Kom untuk tujuan penyembuhan biasanya dilakukan dengan beberapa
syarat yaitu yang pertama daun Kom hanya bisa dipetik dengan mengunakan jari telunjuk
dan ibu jari. Yang kedua daun Kom hanya bisa dipetik dalam jumlah ganjil misalnya 7.
 Mitos saat memotong buah.
Ada juga mitos diderah kami yaitu saat memotong buah. Ketika memotong buah maka
sebelum menjatuhkan kepalanya biasanya dilakukan penentuan mengenai anak yang akan
dilahirkan nanti. Jika tertutup maka anaknya akan berjenis kelamin laki-laki. Jika terbuka
maka anaknya akan berjenis kelamin perempuan.
 Mitos jumlah 3
Ada juga mitos diderah kami, dimana tidak memberikan sesuatu kepada orang dalam
jumlah 3 baik itu makanan maupun uang. Hal ini karena kalau memberikan dalam jumlah
3 bisa membuat orang yang menerima tersinggung karena bisa disalah artikan kalau kita
memaki ataupun tidak menghargai.

3. Cara bertegur sapa di kampung

Dikampung saya bertegur sapa adalah suatu tradisi yang biasanya dilakukan sebagai tanda
penghormatan kepada siapa saja. Cara bertegur sapa yang dilakukan yaitu

 Bertegur sapa saat saling berjumpa


Bertegur sapa saat saling berjumpa biasanya dilakukan dengan memulai beberapa
pertanyaan seperti, mau kemana? (At Ba Nebe) yang ditanya akan menjawab arah
tujuannya (At Ba Neba). Kemudian akan dilanjutkan dengan mengatakan saya/kami jalan
dulu (ha'u/Ami Liu Lai)
 Bertegur sapa saat ada tamu
Bertegur sapa saat ada tamu yang datang biasanya dilakukan dengan bertanya,
sudah datang? (Mai Tia'an ee) yang ditanya akan menjawab iy (he'e). Bertegur sapa seperti
ini biasanya dilakukan dalam acara penyambutan orang-orang besar atau biasa disebut
dengan "Hase Hawaka". Selain itu juga biasanya digunakan dalam acara penyambutan
mempelai laki-laki saat acara masuk Minang.
 Bertegur sapa saat makan.
Bertegur sapa saat makan yang biasanya dilakukan di kampung saya yaitu ketika
akan makan maka orang akan saling bertegur sapa dengan mengatakan Mari Makan (Ha
Lai/ Haliku Lai). Jika ada beberapa orang yang sudah makan dan ada lagi yang belum maka
biasanya akan dikatakan Kami makan duluan (Ami Haliku Uluk Na) budaya bertegur sapa
saat makan didaerah kami disebut dengan "saleh ".

4. Mayoritas Pekerjaan Masyarakat di kampung

Mayoritas pekerjaan dikampung saya yaitu sebagai tukang bangunan, pengusaha kasur,
sebagian kecil masyarakat juga beternak, berkebun dan sebagai sopir juga tukang ojek. Sebagai
tukang bangunan biasnya masyarakat bekerja membuat bangunan baik disekitaran kampung
maupun ditempat lain. Sebagai pengusaha kasur, biasanya masyarakat mendapatkan kapok
selain dari kampung sendiri juga di beli dari kampung lain. Kemudian hasil produksinya dijual
dipasar. Masyarakat yang berkebun dan beternak, biasanya hanya sebagian orang dan untuk
yang berkebun hanya berkebun saat musim hujan. Sementara mereka yang beternak biasanya
melepaskan hewan ternak mereka untuk mencari makan bebas dialam. Untuk masyarkat yang
profesinya sopir, biasanya merupakan sopir truck yang mengangkut pasir dan batu. Pasir dan
batu ini ada yang diambil dari dalam kabupaten sendiri atau juga diluar kabupaten misalnya di
kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Untuk bertahan hidup masyarakat melakukan
pekerjaannya sambil mencari pekerjaan sampingan juga.
5. Acara adat

 Acara Adat Foho Rai


Acara adat Foho Rai di kampung saya merupakan salah satu acara adat yang
dilakukan setiap satu kali dalam setahun. Acara ini biasanya dilakukan pada saat awal atau
akhir bulan Juli. Acara adat Foho Rai dilakukan dengan tujuan sebagai ungkapan syukur
masyarakat untuk hasil panen yang didapatkan atau rejeki yang didapatkan.
Foho Rai ini biasanya dilakukan dengan cara membawa beras pada sebuah tempat
atau wadah yang disebut dengan "tenasak"yang terbuat dari anyaman tali. Tenasak ini
biasanya dibawa oleh perempuan dengan cara dijunjung pada kepala dengan satu syarat
tenasak berisi beras ini tidak boleh dijatuhkan. Kemudia tenasak ini akan dimasukan
kedalam rumah adat, beras yang dibawah selanjutnya dimasak untuk makan bersama.
Terkhusus bagi kaum laki-laki yang telah berkeluarga maupun belum berkeluarga
biasanya pada acara Foho Rai ini membawa salah satu ekor ayam jantan dengan tujuan
untuk mencari nasib/petujuk lewat sebuah ritual yang namanya " Leno Urat". Ritual Leno
Urat ini dilakukan dengan cara melihat tanda- tanda pada usus ayam dari tanda itu akan
diartikan oleh para tetua adat apakah mengandung petunjuk/ bernasib baik atau buruk.
Rangkaian acara selanjutnya dalam ritual Foho Rai ini adalah makan bersama. Dimana
makanannya harus terlebih dahulu di persembahkan kepada arwah roh nenek moyang baru
setelah itu dimakan.
Setelah makan bersama, ritual selanjutnya adalah penerimaan berkat atau " kaba".
Kaba atau penerimaan berkat ini biasanya dilakukan dengan mengunakan sirih pinang
ataupun dengan darah babi yang dibungkus pada selembar daun sirih. Pada ritual
pemberkatan ini, untuk laki- laki akan diberikan tanda pada dahi sementara untuk
perempuan tanda pada dada. Dalam ritual ini tetua adat akan memberikan tanda sambil
mengatakan, Semoga diberkati dan diberikan Kemakmuran (fo mamatak Duk, fo
mamalirin Duk). Akhir dari Rai Foho ini yaitu tenasak yang dibawa, kemudian dibawa
pulang dengan sudah diberi ganti beras menjadi sirih pinang.
 Acara bangun rumah
Acara bangun rumah dilakukan dengan melewati beberapa ritual yaitu ritual minta
ijin kepada tuan tanah atau disebut dengan " Katak Hasara" sebelum tanahnya digali. Ritual
ini dilakukan dengan menggunakan satu ekor ayam jantan, pinang, daun sirih dan beras.
Ritual selanjutnya ketika rumah telah dibangun saat pemasangan atap ada namanya
Ritual pemasangan kain merah pada atap rumah. Ritual ini dilakukan dengan
menggunakan ayam jantan merah, kain merah dan uang koin.
 Acara lahiran anak
Bagi keluarga baru di kampung saya saat menyambut kelahiran anak, biasanya ada
ritual-ritual yang harus dilakukan yaitu ritual " Kesi Kabas"atau ikat benang. Ritual ini
dilakukan saat usia kandungan sang bayi 7 atau 8 bulanan. Dalam ritual ini dilakukan
dengan menggunakan kambing betina dan benang hitam yang akan diikat pada tangan sang
ibu. Hal ini dengan tujuan sang ibu dan calon bayi bisa dijauhkan dari segala yang buruk
sampai pada proses kelahiran.
Setelah anak dilahirkan, ibu dan anak perlu melakukan sebuah tahap pendiaman
diri dimana mereka tidak boleh keluar dan hanya mandi air panas kurang lebih 40 hari.
Ritual ini dinamakan dengan "Hatuka Ha'i".
Setelah masa Hatuka Ha'i selesai, sang bayi akan melalui satu ritual yang namanya
Ritual bayi Bertamu pertama kali atau " sidi A'hu". Tradisi Sidi Ahu - Proses Bertamu
Perdana Bagi Bayi Anggota keluarga Baru Yang Genap Sebulan Umurnya Tradisi adat
"Sidi Ahu" merupakan sebuah ritual kuno masyarakat adat suku Matabesi. Tradisi ini
merupakan sebuah ritual yang di khususkan bagi seorang bayi (biasanya terjadi saat bayi
berumur 1 bulan). Tradisi memperkenalkan bayi keluar rumah perdana dan berkunjung ke
rumah tetangga (bainaka foun).
Prosesinya diawali dengan "Ahu" atau abu perapian ibu dan bayi dalam
menghangatkan diri selama sebulan tersebut diambil dan dimasukkan kedalam sebuah
tempurung kelapa (dibelah dua) dan dengan sebatang bambu sebagai tongkat untuk
mengepul abu sambil berjalan. Prosesi selanjutnya adalah "Sidi" atau menentang
(menyepak). Disini bagian yang disepak adalah tempurung kelapa tersebut (berisi abu)
yang dilakukan di persimpangan jalan. Didalam proses tersebut bila tempurung kelapa
terbuka, maka alhasil semoga sang Pencipta memberikan keturunan wanita untuk kelahiran
berikutn
 Acara Masuk Minang
Acara masuk Minang didaerah kami biasanya perlu melewati tahapan demi tahapan dari
tahapan yang terkeci sampai pada tahapan yang terbesar. Tahapan dalam acara masuk
Minang antara lain
 Yang pertama dimulai dengan perkenalan kedua keluarga besar dari pihak laki- laki
dan juga pihak perempuan. Atau dalam bahasa daerah kami disebut " Kaer malu ibun
Lian no sera oin baboton ba malu". Artinya dalam tahap ini kedua pihak akan saling
berkenalan dan membuat sebuah perjanjian atau kesepakatan. Perjanjian atau
kesepakatan ini diikat dengan dari pihak laki-laki memberikan sejumlah uang dan
akan dibalas oleh pihak perempuan dengan memberikan selembar kain adat.
 Tahap kedua adalah tahap ketum pintu (deku oda matan). Dalam tahap ini berarti
pihak perempuan bersedia menerima pihak laki-laki dengan cara pihak laki-laki
mengetuk pintu dan dijinkan masuk oleh pihak perempuan. Ketum pintu ini biasanya
dari pihak laki-laki akan memberikan sejumlah uang.
 Setelah ketuk pintu akan diadakan kesepakatan lagi antara kedua belah pihak
mengenai penentuan jumlah Belis, apa saja yang akan dibawa sampai pada penetapan
tanggal dilaksanakan. Persetujuan dari kesepakatan ini biasanya ditandai dengan
minum bersama minuman keras yang disediakan oleh pihak perempuan.
 Setelah semua tahap dilewati baru selanjutnya masuk pada acara masuk minangnya
atau dalam bahasa kami disebut " Tara Horak"

6. Riwayat Pendidikan

Saya memulai aktivitas pendidikan saya dimulai dari sekolah dasar. Disekolah dasar saya
mengenyam pendidikan bangku SD di Sekolah dasar katolik St. Fransiskus Sesekoe pada tahun
2009-2016. Kemudian saya melanjutkan pada bangku Sekolah Menengah Pertama di SMPN
Umanen dari tahun 2016-2019. Kemudian saya melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah
menengah atas di SMAN 1 Atambua dari tahun 2019-2022. Selanjutnya, saya melanjutkan
pendidikan saya pada jenjang perguruan tinggi di Universitas Nusa Cendana, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program studi pendidikan kimia.

Masuk di program studi pendidikan kimia adalah salah satu pilihan saya yang telah
melewati beberapa tahap pertimbangan. Alasan saya memilih masuk di program studi
pendidikan kimia yaitu yang pertama alasan internalnya karena saya bercita-cita ingin menjadi
seorang guru, selain itu karena saya merasa kimia adalah salah satu ilmu yang cukup menarik
hal ini didasarkan bahwa segala yang ada dimuka bumi ini tidak terlepas dari unsur kimia.
Alasan eksternalnya yaitu karena menurut saya menjadi seorang guru kimia merupakan salah
satu profesi yang jarang diminati orang sehingga hal ini menjadi kesempatan dalam dunia kerja
nanti
BAB 4

MAKANAN DAN MINUMAN KAMI

1. Sumber Pangan liar/alami

 Buah Koke Abak


Buah kokek Abak merupakan salah satu jenis buah yang biasanya ditemukan dihutan.
Buah ini akan berbuah ketika antara musim hujan menjelang musim panas

 Buah Tinta
Buah Tinta merupakan salah satu buah yang belum terjual dipasar dan tak jarang
dikonsumsi oleh masyarakat dikampung saya. Lokasi ditemukan buah ini yaitu dihutan
atau merupakan salah satu tanaman liar.
 Buah Bluberi Hutan (buah Moras)
Buah Bluberi Hutan atau yang biasa dikampung saya disebut dengan buah Moras
merupakan salah satu jenis buah-buahan liar yang biasa dikonsumsi oleh sebagian
masyarakat dikampung saya.

 Bunga Pohon Gamal


Bunga pohon Gamal merupakan salah satu jenis bunga yang oleh masyarakat dikampung
saya dijadikan sebagai sayur-sayuran yang jika dimasak memiliki rasa yang cukup enak.
 Daun Tilu Maar
Jenis daun ini dikampung saya biasa disebut dengan nama daun Tilu maar secara
arti kata disebut sebagai daun berkuping tebal hal ini karena daun ini memiliki helaian yang
cukup tebal yang dilapisi dengan bulu-bulu halus. Daun ini memiliki bau yang sangat khas
sehingga kebanyakan masyarakat dikampung saya biasa menggunakannya untuk
menambah cita rasa pada Lombok maupun pelengkap pada sambal tomat.

 Bunga tanaman gala


Bunga dari tanaman gala merupakan salah satu bunga yang juga diolah menjadi sayur
yang memiliki cita rasa yang enak. Bunga tanaman gala ini ada dua jenis warna yaitu
warna merah dan juga warna putih. Selain diolah sebagai bahan makanan, daun serta
bunga dari tanaman gala ini juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.
 Dila fatuk/Dila tuku
Dila fatuk/Dila tuku merupakan salah satu jenis buah yang tergolong sebagai pepaya
namun bedanya buah ini memiliki kulit yang sangat keras dan isi yang padat. Dikampung
saya buah ini biasanya tumbuh liar dihutan, namun jarang sekali masyarakat mengonsumsi
buah ini dikarenakan strukturnya yang keras dan daging buahnya seperti berserat.

 Biji Nangka bakar (Naka tunu)


Dikampung saya setelah selesai makan buah nangka bijinya biasanya tidak dibuang, karena
bijinya setelah itu akan dibakar untuk kemudian dikonsumsi. Nangka bakar ini memilki
ciri khas rasa yang enak.
2. Teknik pengolahan makanan khas dikampung

 Aka bilan

Aka bilan merupakan salah satu makanan khas khas di kabupaten Belu yang di
kampung saya biasanya juga sering dibuat dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Aka
bilan ini terbuat dari batang sagu, dengan mengambil serat didalam batang sagu tersebut.
Langkah/teknik dalam pengolahan batang sagu sehingga bisa menjadi makanan berupa aka
bilan ini antara lain:

 Langkah pertama, batang pohon sagu dipotong dan diambil seratnya kemudian dikeringkan
selama kurang lebih 2 Minggu.
 Setelah batang sagu ini benar- benar kering selanjutnya masuk pada tahap penumbukan
/penghalusan serat batang sagu. Setelah itu serat yang dihaluskan kemudia diayak.
Pengayaan biasanya dilakukan dengan menggunakan seng licin yang diberi lubang. Setelah
itu pengayaan dilanjutkan dengan menggunakan sebuah kain yang berpori untuk
didapatkan serat lebih halusnya.
 Tahap ketiga, kemudian tepung sagu yang sudah diayak, dilakukan proses lanjutan dengan
menggunakan tikar yang direndam dengan air, agar tepisah antara serat yang akan
digunakan dengan serat yang tidak digunakan. Serat yang digunakan akan mengendap
dibagian bawah, dan dibagian atasnya boleh dibuang.
 Proses selanjutnya, endapan tepung yang didapatkan kemudian di keringkan lagi kurang
lebih selama 2 hari.
 Setelah kering, serat sagu tersebut kemudian akan dimasak dengan menggunakan alat
semacam piring kecil yang terbuat dari dari tanah liat. Dua alat tersebut akan dipanaskan
lalu dimasukan tepung sagu yang sudah dikeringkan. Untuk mengangkat dan membalikkan
aka bilannya terbuat dari bambu yang dibelah dua. Akan bilan ini dimasak kurang lebih 5
menit.
 Ai uhik kukus (ubi kayu kukus)

Ai uhik kukus atau ubi kayu kukus merupakan salah satu makanan khas
dikabupaten Belu yang juga biasanya dibuat dan dikonsumsi masyarakat di kampung saya.
Proses pembuatan ubi kayu kukus ini antara lain

 Ubi kayu dipotong belah dua, kemudian dijenur kurang lebih satu Minggu sampai kering
 Setelah ubi kayunya kering kemudian dilakukan tahap penumbuka/penghalusan dengan
menggunakan alat tumbuk yang didaerah kami disebut "haok" atau lesung.
 Kemudian uni kayu yang dihaluskan dipengaya untuk diambil serat halusnya. Tepung
halus ubi kayu diramas menggunakan air, kemudian digiling sampai halus.
 Langkah terakhir, adonan ubi yang sudah dibuat ditaruh pada sebuah alat yang namanya
"hakus". Hakus ini terbuat dari anyaman daun lontar dan berbentuk seperti segitiga.
Kemudian dikukus.

 Kacang hutan (Ha'an fuik)

Berdasarkan wawancara yang saya lakukan, Ha'an fuik atau kacang hutan adalah
salah satu jenis kacang-kacangan yang tumbuh liar dihutan. Kacang hutan ini juga
merupakan salah satu makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dikampung
saya pada zaman dulu. Teknik pengolahan kacang hutan ini sehingga bisa dikonsumsi
yaitu kacang hutan direbus selama 12 kali, setelah 12 kali direbus kacang hutan ini siap
dimakan.

 Ut Moruk (Ampas Pahit)

Ut Moruk merupakan salah satu salah satu makanan yang terbuat dari ampas
jagung yang dicampur dengan kelapa. Teknik pengolahannya yaitu jagung dan kelapa
disangrai hingga berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Ut Moruk yang dihasilkan
akan terasa pahit sehingga perlu di tambah gula. Makanan ini biasanya dikonsumsi oleh
masyarakat ketika musim hujan.

3. Teknik Penyimpanan bahan makanan

 Tanasak
Tanasak merupakan sebuah tempat penyimpanan bahan makanan yang terbuat dari
anyaman tali daun yang biasanya digunakan untuk menyimpan makanan seperti jagung,
beras, kacang-kacangan, dan bumbu-bumbu masakan/makanan. Selain itu, tanasak juga
digunakan untuk menyimpan sirih/ pinang sebagai tanda penyambutan tamu.
 Teknik Penyimpanan jagung

Untuk teknik Penyimpanan jagung yang digunakan yaitu penyimpanan di atas para-
para. Untuk penyimpanan diatas para-para jagung dapat dilakukan dalam bentuk
tongkolberkelobot pada para- para yang ditempatkan dibawah atap maupun diatas dapur.
Teknik ini juga dapat dilakukan dalam bentuk tongkol pada para-para dan pada langit
rumah.

4. Teknik Pengolahan Minum Tradisional

Proses pembuatannya dibilang sangat sederhana. Air hasil sadapan dari mayang
enau yang telah diiris, getahnya ditampung dalam sebuah wadah dari bambu. Biasanya,
getah ini ditunggu hingga terkumpul dari pagi sampai sore. Ataupun sebaliknya. Lalu
getah-getah ini dimasak dalam periuk tanah. Hasil uapan disalurkan lewat alat sederhana
yang terbuat dari bambu. Hasil uap tersebut yang akan kembali menjadi air dan
menghasilkan sopi. Proses untuk memasaknya biasanya butuh waktu sehari. Untuk
proses penyadapannya membutuhkan waktu dua minggu. Namun, seluruh prosesnya
tergantung pada cuaca. Jika sering hujan, maka pengumpulan air sadapan akan lebih
lama. Total proses memasaknya memakan waktu sekitar 10 hari, mulai dari awal
menyadap sampai mengemas di botol. Sopi yang berkualitas sedang biasanya hanya
diuapkan satu kali. Sedangkan, sopi yang berkualitas bagus, diuapkan dua kali. Hasil
uapan pertama, kemudian diuapkan lagi. Sopi yang diuapkan satu kali, kadar alkoholnya
sekitar 30% sedangkan sopi yang diuapkan dua kali kadar alkoholnya lebih tinggi.
Harganya bisa dibilang murah. Berkisar anrara 15.000 sampai 50.000 tergantung dengan
kualitas yang ditawarkan.

Teknik pengolahan
Teknik penyajian
BAB 5
OBAT

A. Inventaris semua bahan alam sebagai obat tradisional di kampung


Obat-obatan telah dikenal masyarakat dari jaman dahulu untuk dimanfaatkan dalam
menyembuhkan berbagai penyakit. Bahan dari obat-obatan itu sendiri merupakan bahan-bahan
yang diambil langsung dari alam dan bahan yang akrab dengan kehidupan masyarakat pada
umumnya. Sehingga sejak jaman dahulu masyarkat tradisional telah mengenal teknik
pengobatan tradisional dari bahan alami yaang dinilai berkhasiat menyembuhkan penyakit dan
teknik pengobatan ini telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Selain
untuk menyembuhkan penyakit pada manusia, pengobatan digunakan juga untuk
menyembuhkan segala hewan ternak yang dipelihara oleh masyarakat.

Obat-obatan tradisional yang diambil dari bahan alami juga merupakan bahan pengobatan yang
juga dimanfaatkan oleh masyarakat di kabupaten Belu, terkhusus disebuah kampung kecil yang
bernama Sesekoe. Bahan obat-obatan didominasi oleh tumbuhan-tumbuhan yang ada disekitar
masyarakat dimulai dari akar, batang, kulit daun, bunga dan biji dari tanaman-tanaman tertentu
yaitu antara lain:

1. Akar beringin
2. Kulit pohon sirsak
3. Daun sirih
4. Daun asam muda
5. Daun jambu biji
6. Biji mahoni
7. Daun kapok
8. Daun tanaman gala
9. Bunga tanaman gala
10. Bawang merah dan bawang putih
11. Daun pepaya
12. Daun sirkaya
13. Buah pinang
14. Daun beringin
15. Daun sereh merah
16. Daun samaloto
17. Kulit kusambi
18. Daun buah kom
19. Buah kelapa, DLL

B. Obat Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat di
pulau Timor salah satunya dikabupaten Belu terkhusus pada masyarkat di kampung
sesekoe. Untuk mengatasi masalah atau penyakit malaria ini masyarakat sejak jaman
dulu telah memanfaatkan beberapa tanaman yang dinilai berkahsiat menyembukan
penyakit malaria. Mengkaji lewat gejala-gejala pada malaria dimana ada keluhan
badan panas serta pahit pada mulut.
Obat malaria yang biasanya digunakan oleh masyarakat di kampung saya yakni
dengan mengonsumsi tanamam maupun sayur-sayuran pahit seperti pepaya, pare dan
kelor. Tanaman-tanaman ini dikampung saya dipercaya bisa menyembuhkan penyakit
malaria, hal ini karena kandungan pahit pada tanaman tersebut yang dinilai
meningkatkan daya tahan tubuh serta mematikan kuman malaria. Untuk
pengolahannya sendiri sehingga menjadi obat, masyarakat biasanya mencampurkan
pada makanan. Misalnya adalah ketika merebus jagung akan menambahkan beberapa
jenis daun-daun seperti daun pepaya, daun kelor dan pucuk labu. Sehingga
pemanfaatan obat-obatan ini bukan secara langsung dikonsumsi dalam bentuk ramuan
namun masyarakat dengan sengaja menambahakan pada makanan.
C. Obat Diare
Diare atau yang lebih akrab dikenal masyarakat dengan sebutan sakit perut,
merupakan penyakit yang biasanya kerap dialami oleh setiap orang diberbagai
daerah. Disetiap daerah memiliki cara serta pengobatannya tersendiri yang dinilai
memiliki khasiat menyembuhkan penyakit diare.
Di sesekoe, kabupaten Belu diare biasanya diobati dengan cara mengonsumsi pucuk
daun jambu biji. Dalam pengobatan diare menggunakan pucuk daun jambu biji ini
tidak ada pengolahan lebih lanjut, masyarakat biasanya hanya langsung mengonsumsi
pucuk jambu yang dipetik. Teknik pengobatan diare menggunakan pucuk jambu ini
dinilai cukup mujarab sehingga teknik pengobatan diare secara sederhana ini
diwariskan didalam keluarga dan juga masyarakat setempat.
D. Obat Cacing Pada Hewan Ternak
Obat-obatan tradisional selain digunakan oleh manusia juga digunakan dalam proses
penyembuhan hewan ternak salah satunya yaitu untuk menyembuhkan penyakit
cacing pada hewan ternak. Jenis obat tradisional yang kebanyakan digunakan oleh
masyarakat antara lain adalah daun pepaya. Daun pepaya selain dinilai bermanfaat
sebagai pakan untuk ternak juga dapat menyembuhkan penyakit cacing pada ternak.

E. Obat Penyakit Kulit


Penyakit kulit biasanya tak jarang dirasakan oleh masyarakat salah satunya adalah
panu atau kudis. Untuk menyembuhkan penyakit kulit ini masyarakat biasanya
mengolah bahan dari alam berupa tumbuhan-tumbuhan. Bahan dari tanaman yang
dinilai bisa menyembuhkan penyakit kulit ini antara lain seperti bawang putih, kunyit,
daun sirih dan juga lidah buaya. Untuk pemakaiannya sendiri kebayakan masyarakat
mengolah dengan cara yang paling senderhana atau langsung saja digunakan atau
dioleskan.
BAB 6

PAKAIAN KAMI

A. Inventaris Semua Bahan Alam sebagai pewarna alami


Bahan-bahan alami yang biasanya digunakan masyarakat sebagai pewarna alami dalam
membuat kain yaitu berupa tanaman-tanaman yang diambil di alam seperti dari kulit
kayu, maupun daun tarum.
B. Proses Ramuan dan Pewarnaan Benang
Dalam proses pembuatan ramuan dan pewarnaan disetiap daerah memiliki ciri dan
tekniknya masing-masing untuk menghasilakan suatu kain yang indah. Berikut langkah-
langkah -langkah dalam pemnuatan ramuan warna dan pewarnaan benang yang dilakukan
masyarakat dikampung Sesekoe.Proses pembuatan ramuan yang akan digunakan untuk
melakukan pewarnaan benang dengan menggunakan daun tarum. Daun tarum sendiri
banyak dimanfaatkan masyarakat dalam proses pewarnaan benang. Langkah-langkah
dalam proses pembuatan ramuan dengan daun tarum ini antara lain yaitu langkah pertama
memetik daun tarum. Daun tarum ini disarankan untuk dipetik pada pagi hari agar daun
tarum ini masih segar sehingga zat warna yang dihasilkan baik. Langkah kedua dilakukan
perendaman daun tarum pada air bersih, peremdaman ini dilakukan selama 1 hari atau 24
jam. Perendaman ini bertujuan untuk mengeluarkan zat warna pada daun tarum. Langkah
ketiga setelah daun tarum direndam proses selanjutnya adalah melakukan penyaringan
untuk memisahkan daunnya dari zat warna yang telah dihasilkan. Langkah keempat
setelah disaring selanjutnya masuk pada proses pengapuran dimana pada proses ini
menggunakan kapur sirih. Setelah itu air tarum diaduk, biasanya pengadukan ini
menggunakan sebuah alat khusus yang terbuat dari kayu, untuk teknik pengadukannya
sendiri dilakukan secara berlawanan arah dengan tujuan agar airnya cepat menghasilkan
busa.
Setelah dibuat ramuan untuk pewarnaannya selanjutnya masuk pada proses pewarnaan
benang. Benang yang digunakan biasanya berupa benang putih yang diambil atau dibeli
dari pasar atau juga terkadang dibuat langsung dengan menggunakan kapas. Selanjutnya
benang yang sudah disiapkan dicelup pada ramuan warna yang sudah dibuat. Benang ini
dicelup berkali-kali sampai benang berubah warna. Benang yang sudah diwarnai
kemudian dicuci dengan air untuk selanjutnya dijemur. Penjemuran benang ini dilakukan
dinaungan atau tertutup dari matahari.
Selain teknik ini ada juga teknik lain yang digunakan oleh masyarakat yaitu membuat
ramuan pewarna dengan cara direbus kemudian bersamaan dengan direbus ramuannya
dimasukan juga benang yang sudah diikat. Benang yang sudah diwarnai lewat teknik
perebusan tadi kemudian dicampur dengan lumpur hingga tercampur seperti adonan.
Kemudian benang yang sudah dicampur dengan lumpur ini dikuburkandengan lumpur
selama beberapa jam. Benang yang dikubur selanjutnya diangkat kembali untuk dibilas
dan kemudian dijemur kurang lebih beberapa hari. Setelah semua pewarnaan benang
dilakuakan kemudian masuk pada teknik penenunannya yang disesuaikan dengan motif
masing-masing.
C. Makna Warna dan Motif pada Kain
Setiap daerah maupun setiap suku memiliki makna serta motif kainnya masing-masing.
Kain atau tais umumnya dibagi dalam dua jenis yaitu untuk laki-laki atau tais mane dan
untuk perempuan atau tais feto. Tais mane hanya digunakan oleh kaum priadengan cara
diikatkan pada pinggang. Tais mane dibuat menyerupai selimut dengan ukuran kurang
lebih panjang 3meter dan lebar 1,5 meter. Biasanya didominasi oleh warna dasar merah
dengan motif garis vertikal yang bermakna tanggung jawab kaum laki-laki terhadap
kelangsungan hidup keluarganya. Sebaliknya tais feto hanya digunakan oleh kaum
perempuan dengan cara diikatkan pada dada. Tais feto dibuat seperti sarung dengan
ukuran kurang lebih panjang 2meter dan lebar 1,5meter. Umunya tais feto didominasi
oleh warna dasar hitam.
Motif kain adat pada kain tenunan sendiri sangat beragam ada yang berupa binatang,
bagian-bagian dari tumbuhan, manusia, rumah adat dan juga simbol-simbol yang abstrak.
Masing-masing motif mengandung unsur dan cerita sejarah. Motif pada kain adat suku
Tetun adalah terdapat motif yang disebut dengan nama Mahodikur yang secara harafiah
artinya tanduk. Selain itu ada juga kain dengan motif ayam jantan (Manuaman).
Berdasarkan cerita turun temurun nenek moyang motif dan warna pada kain adat suku
tetun ini terinsipirasi dari warna dan bentuk pelangi yang dari cerita nenek moyang
disebut dengan Baur.
D. Penggunaan motif kain pada Acara-Acara
Penggunaan kain tenunan di kabupaten Belu lebih tepatnya di suku tetun biasanya
digunakan dengan memperhatikan motif-motif yang digunakan berdasarkan kedudukan
seseorang. Misalnya kain tenunan dengan motif mahodikur atau tanduk ini digunakan
oleh para bangsawan atau orang yang memiliki kedudukan tinggi. Sementara motif
Manuaman ini biasanya oleh masyarkat biasa. Namun dizaman sekarang ini siapa saja
boleh menggunakan kain adat dengan motif apa saja.
BAB 7

AKSESORIS KAMI

A. Aksesoris/Perhiasan Pribadi (Pria/Wanita) di kampung


Aksesoris atau perhiasan merupakan identitas atau simbol yang dimiliki oleh setiap
daerah dengan bentuk, keindahan, motif serta maknanya masing-masing. Perhiasan
atau aksesoris biasnya untuk laki-laki maupun perempuan memilikinya masing-
masing, dimulai dari perhiasan kepala hingga perhiasan pada kaki.
Di kabupaten Belu, setiap suku memiliki ciri khas perhiasannya masing-masing.
Salah satunya yaitu perhiasan yang digunakan oleh masyarakat suku “Tetun” (suku
Tetun: suku yang paling dominan di Belu). Penulis mengambil contoh perhiasan dari
suku Tetun hal ini karena penulis sendiri berasal dari suku tersebut. Perhiasan yang
digunakan oleh masyarakat suku Tetun baik itu untuk kaum perempuan maupuan
kaum laki-laki yaitu antara lain:

Perhiasan yang dipakai oleh para kaum perempuan suku Tetun meliputi mahkota
kepala atau yang dalam bahasa Tetun disebut dengan Kaebauk, tusuk rambut atau
yang dalam bahasa tetun disebut dengan sasukun. Untuk perhiasan telinga
menggunakan anting-anting yang terbuat dari perak atau pun emas. Perhiasan leher
berupa kalung yang disebut dengan nama kalung Muti.perhiasan tangan berupa
gelang perak ataupun emas yang disebut dengan nama Riti. Selanjutnya seorang
wanita juga wajib membawa sebuah ko’e mama atau koba feto yang ditaruh
dipundaknya dijadikan seperti semacam tas. Perhiasan selanjutnya adalah ikat
pinggang yang digunakan dipingang untuk mengeratkan kain yang dipakai. Itulah
perhiasan-perhiasan yang digunakan oleh seorang wanita di suku tetun. Perhiasan-
perhiasan ini digunakan bersamaan dengan penggunaan kain adat untuk perempuan
atau yang disebut dengan tais feto.

Selanjutnya adalah perhiasan-perhiasan yang digunakan oleh kaum laki-laki antara


lain untuk perhiasan kepala biasanya seorang laki-laki memakai mahkota yang juga
disebut dengan kaebauk ataupun juga bisa memakai destar. Mahkota untuk laki-laki
dan perempuan sedikit memiliki perbedaan dimana mahkota untuk perempuan
memiliki lebih bnayak pernak-perniknya. Perhiasan dileher yang digunakan oleh laki-
laki yaitu berupa beberapa kalung muti ataupun juga kebanyakan biasanya
menggunaka kalung yang berbentuk bulat besar yang disebut dengan belak. Perhiasan
tangan yang digunaka laki-laki berupa gelang yang disebut dengan gelang mane atau
But Liman. Perhiasan di pinggang berupa ikat pinggang pinggang yang tersusun atas
koin-koin perak maupun emas yang disebut dengan Bolas. Perhiasan yang digunakan
di dada yaitu disebut dengan sakat yang digunakan dengan memasang pada bagian
dada dan juga pada bagian belakang. Selanjutnya seorang laki-laki juga wajib untuk
membawa semacam tas yang disebut dengan nama Kakaluk Murak. Seorang laki-laki
di suku tetun juga harus membawa pedang yang disispkan disekitaran pinggangnya,
pedang yang dibawa ini disebut dengan Surik. Perhiasan selanjutnya adalah gelang
kaki, gelang kaki ini biasanya mengeluarkan bunyi pada saat berjalan.

Perhiasan-perhiasan untuk laki- laki maupaun perempuan seperti yang disebutkan


diatas dijaman sekarang ini penggunaanya biasanya hanya digunakan saat acara-acara
tertentu saja salah satunya adalah pada acara masuk minang, saat menari/menabuh
genrang atau yang disebut dengan tarian likurai. Atau juga bisa digunakan para tetua
adat dalam acara-acara penyambutan tamu besar. Perhiasan-perhiasan ini dipadukan
dengan menggunakan pakaian adat baik untuk laki-laki maupun perempuan.
B. Proses Pembuatan dan Makna dari Aksesoris
Berdasarkan wawancara online yang saya lakukan umumnya pembuatan-pembuatan
perhiasan ini dibuat dari perak maupun emas yang dibuat dengan beberapa bentuk yang
disesuaikan seperti untuk pernak-pernik pada mahkota kepala. Untuk pembuatan kalung
mutinya berdasarkan wawancara hanya disebutkan saja bahwa kalung muti ini terbuat
dari batu-batuan tertentu yang berdasarkan cerita nenek moyang nama batuan ini tidak
disebutkan. Selanjutnya untuk tas yang digunakan oleh perempuan biasanya di buat dari
anyaman daun tali yang dibentuk seperti sebuah tas ataupun juga berbentu sebuah wadah
bulat. Untuk tas ini ada dua macam yaitu tas ukuran sedang dan sebuah tempat berukuran
kecil yang juga disimpan didalam tas. Simbol dari penggunaan tas ini untuk kaum
perempuan di suku tetun memiliki arti bahwa para perempuan memiliki peran penting
dalam mengatur urusan terkait penerimaan tamu hal ini karena perempuanlah yang akan
menjamu para tamu dengan menggunakan tas/ ko’e mama tersebut. Sementara tas atau
kakaluk yang digunakan seorang laki-laki terbuat dari koin-koin yang dirangkai
menyerupai sebuah tas. Sehingga umumnya tas laki-laki ini lebih berat dibandingkan
dengan tas perempuan.
C. Benda Aksesoris yang ada di rumah dan di rumah adat
Benda-benda aksesoris yang ada didalam rumah adat disuku tetun biasanya antara lain
berupa pedang, batu pamali, kayu pamali, tas parah leluhur atau ko’e atau kakaluk
matebian, wadah penyimpanan sesaji/kasui, perak maupun perhiasan-perhiasan lain yang
disimpan didalam rumah adat.
Sementara perhiasan-perhiasan yang ada dirumah saya terkhususnya berupa kain adat
baik untuk perempuan maupaun untuk laki-laki, selendang, wadah terbuat dari anyaman
tali/tenasak, pedang dan sarungnnya, gading kerbau.
BAB 8

RUMAH KAMI

A. Sumber Bahan Alam untuk Rumah adat


Rumah adat adalah identitas setiap suku diberbagai daerah yang tentunya cara
pembuatan, model, bentuk, dan bahan pembuatan yang berbeda-beda. Di kabupaten
Belu terkhusus rumah adat suku Tetun biasanya masin merupakan rumah adat
tradisional yang terbuat dari bahan alam. Sumber bahan alam untuk pembuatan rumah
adat antara lain berupa: rumput gajah kering atau yang disebut dengan Hae, kayu
putih atau kayu bubur, kayu jati, tali pengikat dari tanaman, Ekat yang terbuat dari
pohon sapu.
B. Proses Pembuatan Rumah Adat serta Nama Rumah Adat
Rumah adat merupakan identitas masyarakat didaerah masing-masing yang memiliki
nilai kesakralan yang tinggi, sehingga proses pembuatannya pun melewati tahap-
tahap yang telah dipersiapkan dan harus dijalankan sesuai dengan aturan dan tata cara
adat yang benar. Berikut tahapan dalam proses pembuatan rumah adat oleh suku
Tetun lebih tepatnya di perkampungan adat Matabesi yaitu:
o Ritual katak hasara/pemberitahuan
Ritual katak hasara merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan di suku
matabesi sebelum memulai proses pembuatan rumah adat. Katak hasara ini
merupakan tahapan pemberitahuan kepada para leluhur nenek moyang. Katak
hasara ini dilakuakan dengan menyembelih beberapa hewan seperti babi maupun
sapi yang nanti darahnya akan digunakan untuk dipercik disitu.
o Penanaman Tiang
Tahapan selanjutnya adalah menggali lubang tanah untuk menanam tiang. Pada
bagian pertama ini, digali dua lobang tanah tepat dibagian tengah untuk menanam
dua tiang kayu. Dua tiang kayu ini sebagai simbol untuk tiang leluhur atau nenek
moyang laki-laki dan tiang leluhur/nenek moyang perempuan atau yang dalam
bahasa tetun disebut dengan Bei Mane no Bei Feto. Dalam penanaman dua tiang
ini perlu dilakukan secara bersama-sama. Selami itu saat penggalian dan
penanaman tiang ini dalam lubangnya ditaruh dua uang perak, kemudian kedua
tiang tersebut diletakan atau ditanam diatas kedua koin perak tersebut. Kedua
tiang leluhur yang ditanam memiliki jarak 1-2 meter. Tujuan atau simbol dari
kedua tiang diletakkan diatas koin perak yaitu sebagai simbol penanda atau
tumpuannya.
Setelah kedua tiang berdiri atau ditanam selanjutnya diatas masing-masing tiang
baik untuk tiang leluhur laki-laki maupun leluhur perempuan harus diikat atau
dikenakan kain. Untuk tiang leluhur laki-laki dikenakan kain adat laki-laki(tais
mane)serta destar(lesu). Untuk tiang lelehur perempuan diikat dengan kain adat
perempuan (tais feto).
Dimulai dari penanaman tiang ini, orang wajib untuk menabuh atau
membunyikan gendarang. Selain itu untuk pengikatan kain pada tiang untuk
leluhur perempuan maupun leluhur laki-laki menurut kebiasaan dan tata cara adat
harus dilakukan oleh orang-orang atau tetua dari suku-suku tertentu yang memilki
hubungan persahabatan atau yang disebut dengan Malun. Setelah pemasang dua
tiang leluhur tersebut selanjutnya dilakukan penanaman tiang-tiang kecil
disekeliling dua tiang leluhur tersebut. Tiang-tiangnkecil yang ditanam sebagai
simbol anak-cucu (oan bein). Tiang-tiang kecil ini dalam bhasa tetun disebut
dengan Ri Kiak
o Pembuatan Loteng (kaha’ak)
Tahapan selanjutnya adalah tahapan pembuatan loteng atau yang disebut dengan
Kaha’ak, pembuatan loteng ini menggunakan papan-papan kayu dari kayu jati.
Untuk loteng ini sendiri dibagi menjadi tiga ada bagian luar, bagian dalam dan
bagian tengah, loteng ini terdapat dua pintu yaitu pintu depan rumah atau disebut
dengan oda matan oin/kahak lor dan pintu belakang rumah atau yang disebut
dengan oda matan kotuk/kahak rae. Didalam rumah masih ada lagi satu loteng
kecil yang bertujuan untuk menyimpan benda-benda sakral seperti kakaluk/ koe
atau yang disebut dengan tas para leluhur. Dibagian depan ada teras yang
digunakan untuk duduk saat menyambut tamu. Dibagian belakang biasanya
digunakan sebgai tempat untuk memasak. Untuk naik keatas loteng perlu
melewati tangga yang dibuat baik di bagian belakang rumah maupun tangga yang
didepan rumah. Untuk memasuki rumah adat ini diperkampungan adat matabesi
tidak semua orang bisa memasukinya, ada beberapa aturan yang harus diketahui
oleh para anak mantu perempuan. Dimana aturannya adalah seorang menantu
perempuan yang belun dibayar belisnya putus tidak boleh melewati atau
memasuki rumah adat melalui pintu depan ataupun tangga depan, mereka bisa
melewati tangga belakang namun dengan syarat mereka tidak boleh sampai
memasuki ruang tengah. Selain menantu perempuan tidak ada larangan lain lagi
untuk memasuki rumah adat.
Namun ada juga diperkampungan adat matabsei yang satu rumah adatnya tidak
boleh dimasuki oleh kaum perempuan hanya laki-laki sajalah yang bisa
memasukinya.
o Pembuatan Atap Rumah
Tahap selanjutnya adalah tahap pembuatan atap rumah. Atap semua rumah adat di
perkampungan adat matabesi semuanya menggunakan atap dari alang-alang.
Sebelum pemasangan alang-alangnya dibuat dulu rangka untuk atapnya yang
dirangakai dengan menggunakan kayu-kayu, rangkaian atap ini disebut dengan
nama Usuk Oan dan usuk inan. Usuk inan adalah rangkaian kayu yang kecil
sementara usuk oan adalah rangkaian kayu yang melekat pada usuk inan. Simbol
dari rangkain kayu usuk inan dan usuk oan ini sebenarnya menggambarkan
hubungan antara seorang anak dan ibunya. Setelah atapnya dirangai barulah
masuk pada tahap pemasangan alamg-alang, dalam pemasangan alang-alang ini
rumpunya di ikat dengan menggunakan tali kayu yang biasanya diambil dari
hutan. Setelah selesai pemasangan atapnya dilanjutkan dengan pemasangan kedua
tiang kecil ditengah-tengah rumah adat tiang ini disebut dengan Kakuduk.
o Pendinginan Rumah Adat
Setelah semua proses pembuatan rumah adat ini dilakukan akan dilakuakn ritual
pendinginan rumah adat yang biasanya dilakuan sampai beberapa hari. Dalam
ritual ini anak cucu wajib membawa bawaannya seperti babi maupun ayam dan
juga suku-suku tetangga atau Malun juga harus membawa bawaanya. Dan mereka
yang membawa bawaan akan diberikan sebuah tenda inap untuk bermalam dalam
mengikuti ritual pendinginan rumah adat.
C.Rumah Kebun/Rumah Jaga Hewan

Rumah kebun atau rumah jaga hewan umunya dibuat untuk tempat sementara saat
berada dikebun maupun saat menjaga hewan. Rumah kebun atau rumah jaga hewan
ini dibuat dengan menggunakan atap yang terbuat dari tali dari pohon lontar. Ciri-ciri
dari rumah kebun ini umumnya lebih pendek dan atap yang dibuat biasanya sampai
pada tanah dibagian dalam rumah kebun dibuat bale-bale yang terbuat dari belahan
bambu

Anda mungkin juga menyukai