Anda di halaman 1dari 20

ASURANSI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR MILIK PENGGUNA

JASA YANG DIANGKUT DALAM ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Avika Shinta Nurfadila (031911133018)


avika.inta.nurfadila-2019@fh.unair.co.id

Abstrak

Perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain telah terjadi.


Mobilitas penduduk ini juga diikuti oleh mobilitas barang yang dibawanya. Dalam
praktiknya, terdapat beberapa macam kapal dalam pengangkutan laut, salah
satunya adalah jenis kapal yang tidak hanya mengangkut penumpang, melainkan
juga kendaraan bermotor milik penumpang, misalnya kapal-kapal yang
menyediakan jasa pengangkutan di Pelabuhan Ketapang, Pelabuhan Gilimanuk,
Pelabuhan Tanjung Perak, dan pelabuhan-pelabuhan lainnya. Artikel ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian dilakukan dengan
cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Apabila dalam
pengangkutan laut terdapat sebuah kapal yang mengangkut pula kendaraan
bermotor milik penumpang, maka apa ada asuransi pengangkutan yang disediakan
untuk mengalihkan risiko akibat adanya kerugian yang menimpa kendaraan
bermotor milik penumpang dalam penyeberangan. Akan tetapi, selama ini belum
ada perlindungan hukum bagi pengguna jasa penyeberangan dan jasa bongkar
muat kendaraan bermotor apabila kendaraan mereka rusak atau tenggelam karena
di dalam tiket penyeberangan yang dicantumkan hanya biaya asuransi jiwa yang
ditanggung oleh pihak Jasa Raharja. Adapun ganti rugi yang baru bisa diperoleh
pengguna jasa apabila dapat dibuktikan bahwa pengangkut memang bersalah.

Kata kunci: asuransi pengangkutan, kendaraan bermotor, ganti rugi.


INSURANCE FOR MOTOR VEHICLES OWNED BY SERVICE USERS
THAT ARE TRANSPORTED IN CROSSING TRANSPORTATION

Avika Shinta Nurfadila (031911133018)


avika.inta.nurfadila-2019@fh.unair.co.id

Abstract
Migration of population from one place to another has occurred. This mobility of
the population is also followed by the mobility of the goods they carry. In
practice, there are several types of ships in sea transportation, one of which is a
type of ship that not only carries passengers, but also motorized vehicles
belonging to passengers, for example ships that provide transportation services at
Ketapang Port, Gilimanuk Port, Tanjung Perak Port, and Tanjung Perak Port and
other ports. This article uses a normative juridical research method. The research
is conducted by examining the theories, concepts, legal principles and laws and
regulations related to this research. If in sea transportation there is a ship that also
transports a passenger's motorized vehicle, then is there any transportation
insurance provided to transfer the risk due to a loss that befalls the passenger's
motorized vehicle during the crossing. However, so far there has been no legal
protection for users of ferry services and loading and unloading services for
motorized vehicles if their vehicle is damaged or sinks, because the ferry ticket
only includes life insurance costs that are borne by Jasa Raharja. The
compensation can only be obtained by service users if it can be proven that the
carrier is indeed at fault.

Keywords: transportation insurance, motor vehicles, compensation.

2
Pendahuluan
Indonesia adalah sebuah Negara maritim yang seluruh wilayahnya
dikelilingi oleh laut, sehingga untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau-
pulau lain harus dilakukan melalui pelayaran. Pelayaran menjadi salah satu
transportasi yang penting bagi Indonesia karena dengan berlayar bangsa ini
menjadi saling terkait satu sama lain. Dengan demikian, Indonesia dapat
memenuhi kebutuhan dalam sumber daya alam lebih yang lebih merata. 1
Angkutan atau transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat
Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kondisi geografis Indonesia
yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang sebagian besar terdiri
dari laut, sungai dan danau yang memungkinkan transportasi dilakukan oleh
tanah, air dan udara untuk menjangkau semua wilayah di Indonesia.
Hal lainnya adalah kebutuhan akan sarana transportasi, yaitu kebutuhan
akan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran transportasi yang mendukung
pelaksanaan pembangunan berupa pemerataan kebutuhan pembangunan,
pemerataan pembangunan, dan pemerataan hasil pembangunan dalam berbagai
sektor di seluruh negeri, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata. Pada
umumnya, masyarakat yang melakukan perpindahan dengan tujuan yang berbeda
memerlukan sarana penunjang berupa angkutan pribadi (mobil, sepeda motor) dan
angkutan umum (paratransit dan angkutan massal).2 Angkutan umum paratransit
adalah angkutan yang tidak memiliki rute dan jadwal tetap dalam beroperasi di
sepanjang rutenya, sedangkan angkutan umum massal adalah angkutan yang
memiliki rute dan jadwal tetap serta tempat pemberhentian yang jelas.3
Selain pengangkutan darat dan pengangkutan udara, hal ini menjadikan
pula keberadaan pengangkutan laut dibutuhkan dalam kegiatan perekonomian
maupun sekedar keperluan mobilisasi masyarakat saja. Segala kegiatan
1
Aditya Prayoga, ‘Perlindungan Hukum Atas Keselamatan Penumpang KM. KIRANA
IX dalam Hal Terjadi Kecelakaan Kapal (Studi di PT Dharma Lautan Utama Surabaya)’.
2
Dian Natalia, ‘Legal Protection For Users Of Public Transportation Services
(Passenger) Based On Law No. 22 Year 2009’ Journal Law Science 3, No. 2 (2021) hlm. 70-71.
3
Ibid.

3
pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya yang
berkembang sedemikian besarnya menuntut tersedianya sarana dan prasarana
transportasi yang menjadi tulang punggung pertumbuhan atau perkembangan
wilayah daerah. Transpotasi air juga merupakan alternatif yang sangat baik dan
efektif untuk daerahdaerah yang banyak dialiri air, seperti sungai, danau maupun
laut.4
Perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain telah terjadi.
Mobilitas penduduk ini juga diikuti oleh mobilitas barang yang dibawanya. 5
Dalam praktiknya, terdapat beberapa macam kapal dalam pengangkutan laut,
salah satunya adalah jenis kapal yang tidak hanya mengangkut penumpang
(passenger), melainkan juga kendaraan bermotor milik penumpang, misalnya
kapal-kapal yang menyediakan jasa pengangkutan di Pelabuhan Ketapang,
Pelabuhan Gilimanuk, Pelabuhan Tanjung Perak, dan pelabuhan-pelabuhan
lainnya. Dalam kegiatan pengangkutan tersebut terdapat risiko-risiko yang tentu
sebenarnya tidak kita inginkan sampai terjadi. Sayangnya, risiko-risiko tersebut
juga kadangkala sulit untuk dihindari, terutama ketika pengangkutan ini dilakukan
melalui jalur laut. Apabila ada kerugian yang ditimbulkan, kerugian tersebut
seringkali dalam jumlah yang besar. Sehingga, perlu diberikan sebuah jalan keluar
untuk meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan dalam pengangkutan tersebut,
yaitu asuransi.
Kegiatan usaha asuransi mengandung beberapa aspek terpenting yaitu
aspek ekonomi dan aspek hukum. Aspek ekonomi seseorang memiliki polis
asuransi adalah untuk menanggulangi risiko yang dapat menimpa harta benda
maupun jiwa raganya yang dapat menimbulkan kerugian baik material maupun
immateril (jiwa atau cacat badan) yang akan mempengaruhi jalan hidup orang
bersangkutan dan juga ahli warisnya. Seseorang (tertanggung) melalui asuransi
mengalihkan risiko-risiko yang dihadapinya kepada pihak lain (penanggung) yang
bersedia menerima risiko tersebut, untuk itu tertanggung mengeluarkan biaya
4
Riveldi Alhafizh, ‘Studi Kinerja dan Tarif Moda Angkutan Penyeberangan Sungai
(Studi Kasus: Tanjung Sarang Elang-Labuhan Bilik’, Jurnal Teknik Sipil USU 3, No. 1 (2014),
hlm. 2.
5
I Wayan Gede Wiryawan, ‘Urgency of Employment Protection Regulation for Online
Transportation Driver’ Sociological Jurisprudence Journal 3, No. 1 (2020) hlm. 34.

4
yang relatif kecil (premi) untuk memperoleh hasil maksimal (jaminan ganti
kerugian yang relatif besar).6
Upaya yang disebutkan ini adalah merupakan usaha manusia dalam bidang
ekonomi dengan cara memperkecil risiko kerugian akibat suatu hal yang akan
diderita. Dari aspek hukum, perjanjian asuransi menimbulkan hubungan hukum
yang diwujudkan dalam suatu perjanjian (kontrak) dan diikuti dengan pembuatan
akta perjanjiannya (polis), di mana dirumuskan syarat-syarat, kewajiban-
kewajiban, dan janji-janji yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sesuai dengan
kedudukannya masing-masing sebagai tertanggung dan penanggung. Pengertian
hukum asuransi merupakan bagian dari hukum perjanjian atau hukum perikatan
yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW).
Akan tetapi, dalam kedudukannya sebagai perjanjian khusus asuransi
diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU
Perasuransian), di mana peraturan tersebut memuat asas dan ketentuan-ketentuan
sendiri yang berlaku sebagai kaidah hukum khusus di samping hukum perjanjian
pada umumnya yang berlaku sebagai kaidah hukum umum. Mengingat arti
pentingnya perjanjian asuransi yang sesuai dengan tujuannya, yaitu suatu
perjanjian yang memberikan proteksi. Perjanjian ini sebenarnya menawarkan
suatu kepastian mengenai kerugian harta benda yang akan mungkin diderita
karena suatu peristiwa yang belum tentu. Sebagai perusahaan asuransi yang
kegiatan usahanya bergerak di bidang perasuransian kerugian, baik yang diadakan
oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan tertanggung secara pribadi
dimaksudkan untuk menghindari kerugian yang diderita oleh tertanggung apabila
terjadi suatu peristiwa yang dapat menimbulkan suatu kerugian.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Perasuransian, asuransi adalah perjanjian
antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi
dasar bagi penerima premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

6
Erlina B., ‘Klaim Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor’, Pranata
Hukum 5, No. 2 (2010) hlm. 2.

5
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan
manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.
Kemudian, kini muncul sebuah pertanyaan jikalau dalam pengangkutan
laut terdapat sebuah kapal yang mengangkut pula kendaraan bermotor milik
penumpang, maka apa ada asuransi pengangkutan yang disediakan untuk
mengalihkan risiko akibat adanya kerugian yang menimpa kendaraan bermotor
milik penumpang dalam penyeberangan.
Sebab, selama ini belum ada perlindungan hukum bagi pengguna jasa
penyeberangan dan jasa bongkar muat kendaraan bermotor apabila kendaraan
mereka rusak atau tenggelam, karena di dalam tiket penyeberangan yang
dicantumkan hanya biaya asuransi jiwa yang ditanggung oleh pihak Jasa Raharja.7

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah tersebut di atas, maka rumusan masalah
dalam artikel ini adalah sebagai berikut:
1. Asuransi yang diperoleh penumpang kapal terhadap kendaraan bermotor
yang diangkut dalam kapal saat penyeberangan.
2. Ganti kerugian untuk penumpang terhadap kerusakan atau kehilangan atas
kendaraan bermotor yang diangkut dalam kapal saat terjadinya
pengangkutan.
Metode Penelitian

7
Muhammad Nur Fathoni, dkk, ‘Perlindungan Hukum terhadap Pemilik Kendaraan
Bermotor Apabila Terjadi Kerusakan pada Kendaraan Bermotor yang Diakibatkan oleh Pekerja
Bongkar Muat di Pelabuhan Kelotok Balikpapan (PPU)’, Jurnal Lex Suprema 1, No. 2 (2019),
hlm. 15.

6
Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian
dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum
serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. 8
Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah pendekatan konseptual
(conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach).
Pendekatan undang-undangan (statute approach) merupakan metode pendekatan
yang dilakukan dengan cara menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 9 Sementara itu,
pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan metode pendekatan
dengan cara mempelajari doktrin-doktrin dan pandangan-pandangan dalam ilmu
hukum yang dapat melahirkan konsep, pengertian, dan asas-asas hukum yang
relevan dengan isu yang sedang dihadapi.10

Asuransi yang Diperoleh Penumpang Kapal terhadap Kendaraan Bermotor


yang Diangkut dalam Kapal saat Penyeberangan
Asuransi menurut UU Perasuransian adalah sebuah perjanjian perusahaan
asuransi (penanggung) dengan pemegang polis (tertanggung) di mana perusahaan
asuransi menerima sebuah premi untuk:
a. memberikan jaminan kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan,
kehilangan maupun tanggung jawab pihak ketiga atas sesuatu peristiwa
yang tidak terduga, atau
b. memberikan pembayaran atas meninggal atau hidupnya tertanggung
dengan manfaat yang telah ditetapkan pada saat pengelolaan dana.
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan
bahwa asuransi merupakan keadaan di mana suatu perjanjian yang membuat
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan memberikan jaminan
atas kerugian, kehilangan, kerusakan dari peristiwa yang tidak terduga atas premi
yang telah diterima. Dalam hukum asuransi, terdapat beberapa prinsip sebagai
8
E. Sulistyorini, ‘Bab III Metode Penelitian’ (2019) <
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/12196/6/BAB%20III.pdf > diakses pada 12 Desember 2022.
9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005, hlm. 47.
10
Ibid, hlm. 135.

7
berikut:11 (a) insurable interest, yaitu kepentingan yang dipertanggungkan,
kepentingan yang dimaksud memiliki 3 (tiga) unsur, yakni sesuatu yang dapat
diukur dengan uang, dapat terancam karena sesuatu berbahaya, dan yang termasuk
dalam undang-undang; (b) utmost good faith atau itikad baik, yaitu penanggung
maupun tertanggung dengan itikad baik menunjukkan dan melakukan sesuatu
sesuai dengan fakta yang benar adanya; (c) indemnity, yaitu kewajiban bagi
penanggung untuk memberikan kompensasi atas apa yang terjadi pada
tertanggung atas apa yang telah diasuransikan; (d) subrogation, yaitu prinsip di
mana terjadi peristiwa yang dilakukan oleh pihak ketiga, maka akan terjadi
pengalihan hak tuntut, yaitu dari tertanggung kepada penanggung.
Dalam pelaksanaannya, pengangkutan didahului dengan adanya
kesepakatan antara pihak-pihak yang ingin mengadakan pengangkutan barang.
Kesepakatan ini tertuang dalam bentuk perjanjian pengangkutan yang akan
menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang berbeda dari masing-
masing pihak. Surat bukti muatan atau konosemen merupakan tanda bahwa
pengangkut telah menerima barang-barang yang akan diangkut untuk kemudian
diserahkan kepada pihak yang telah ditunjuk di tempat. Pengangkut dalam
melaksanakan pengangkutan barang wajib menjaga keselamatan barang yang
diangkut sejak penerimaan sampai diserahkan atau diterimanya barang tersebut
sedangkan pemakai jasa berkewajiban untuk membayar kewajibannya.12
Awal mula terjadinya pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului
oleh kesepakatan antara para pihak pengangkut dan pihak penumpang atau
pengirim, dan sifat dari perjanjian pengangkutan adalah timbal balik, di mana
antara pengangkut dan penumpang mempunyai kewajiban masing-masing yang
harus dipenuhi, yaitu: kewajiban pihak penumpang adalah membayar biaya
pengangkutan dan prestasi yang diperoleh adalah penumpang berhak atas
pelayanan pengangkutan dari pihak pengangkut. Demikian sebaliknya, kewajiban
dari pihak pengangkut adalah mengangkut penumpang dengan aman, nyaman dan
11
Dwi Tatak Subagiyo, dkk, Hukum Asuransi, Revka Petra Media, Surabaya, 2016, hlm.
13.
12
Joko Tri Laksono, ‘Perlindungan Hukum Pemegang Polis Asuransi terhadap Kendaraan
Bermotor dalam Angkutan Penyeberangan’, Jurnal Hukum Magnum Opus 1, No. 1 (2018), hlm.
28.

8
selamat sampai tujuan. Berbeda halnya jika penumpang tidak memiliki tiket
sehingga pengangkut tidak berkewajiban untuk memenuhi hak dari penumpang.13
Penumpang ini bisa juga disebut sebagai pengguna jasa. Pengertian pengguna jasa
dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UULLAJ) adalah perseorangan
atau badan hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan. Pengguna jasa
adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan
atas dasar itu ia berhak memperoleh jasa pengangkutan.
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut
dan pengguna jasa adalah sama, tidak seperti dalam perjanjian kerja yang para
pihaknya tidak sederajat, yaitu pemberi kerja kedudukannya lebih tinggi dari
pekerja. Kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja disebut kedudukan
bawahan (gesubordineerd), sedangkan kedudukan para pihak dalam perjanjian
pengangkutan disebut kedudukan sejajar atau kedudukan koordinasi
(gecoordineerd).14
Pengangkut memiliki kewajiban dan tanggung jawab pengangkut yang
sudah diatur pada Bagian Kesembilan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran (selanjutnya disebut UU Pelayaran) yang perjanjian
pengangkutannya dibuktikan dengan adanya tiket. Tiket kapal laut berfungsi
sebagai bukti pengangkutan penumpang.15
Dalam pengangkutan juga diberikan perlindungan dalam arti tanggung
jawab pengangkut mengenai penumpang dan barang yang ada dalam angkutan
apabila terjadi kerugian. Prinsip tanggung jawab yang diterapkan pengangkut
terhadap penumpang atau konsumen angkutan penyeberangan adalah prinsip
tanggung jawab berdasarkan kesalahan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 40
ayat (1) UU Pelayaran yang menyatakan bahwa:16

13
I.G.A Wahyu Nugraha, Nyoman A. Martana, ‘Perlindungan Hukum terhadap
Penumpang Tanpa Tiket (Illegal)’ (2018) < https://www.e-jurnal.com/2014/12/perlindungan-
hukum-terhadap-penumpang.html> diakses pada 12 Desember 2022.
14
Dian Natalia, Op.Cit, hlm. 74.
15
Muhammad Nur Fathoni, dkk, Op.Cit, hlm. 13.
16
Joko Tri Laksono, Op.Cit, hlm. 27.

9
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang
diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam
dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang
telah disepakati.
Berkaitan dengan tanggung jawab dari pengangkut, apabila terjadi
kerugian yang disebabkan oleh pengangkutan tersebut, maka pengangkut
diwajibkan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh rusak atau hilangnya
barang baik seluruh atau sebagian.17 Oleh karena itu, akan ditegaskan kembali
bahwa keberadaan asuransi sangat diperlukan terutama objek yang dimuat dalam
kapal adalah kendaraan-kendaraan bermotor. Kerugian yang ditimbulkan
kemungkinan besar tidaklah kecil.
Berbagai bahaya yang mungkin timbul dalam pengangkutan laut, di
antaranya: (1) Perils of the seas, yakni bahaya-bahaya yang erat hubungannya
dengan sifat laut itu sendiri. Bahaya tersebut tidak setiap hari terjadinya, tidak
terduga dan secara kebetulan, seperti cuaca buruk, tabrakan, kandas, dan
sebagainya; (2) Perils on the seas, yakni bahaya-bahaya yang mungkin timbul
atau terjadi pada waktu berada di atas laut, seperti kebakaran, peledakan, dan
sejenisnya; (3) Extraneous risk, yaitu bahaya yang tidak termasuk dalam perils of
the seas maupun perils on the seas, seperti pencurian, pembongkaran, tidak
dikirimkan oleh penjual, pecah, kerusakan karena air dan sejenisnya. Sehingga,
diperlukan adanya asuransi agar asuransi tersebut bisa diklaim jikalau terjadi
kerugian dalam pengangkutan.
Perjanjian asuransi menimbulkan hubungan hukum yang diwujudkan
dalam suatu perjanjian (kontrak) dan diikuti dengan pembuatan akta perjanjiannya
(polis), di mana dirumuskan syarat-syarat, kewajiban-kewajiban, dan janji-janji

17
Joko Tri Laksono, Op.Cit, hlm. 28.

10
yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sesuai dengan kedudukannya masing-
masing sebagai tertanggung dan penanggung.18
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 41 UU Pelayaran yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat
ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut;
atau
d. kerugian pihak ketiga.
(2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya,
perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh
tanggung jawabnya.
(3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan
asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Tanggung jawab atau liability oleh pengangkut sebagaimana ketentuan
Pasal 41 ayat (2) UU Pelayaran adalah tanggung jawab berdasarkan kesalahan
karena harus ditetapkan terlebih dahulu kesalahan pengangkut sebelum
diwajibkan untuk bertanggung jawab. Selain itu, sebagaimana ketentuan Pasal 41
ayat (3) UU Pelayaran, perusahaan angkutan di perairan juga telah diwajibkan
untuk mengasuransikan tanggung jawabnya dan melaksanakan ketentuan asuransi
perlindungan lainnya.
Luas tanggung jawab pengangkut telah ditentukan pula dalam Pasal 1236
dan Pasal 1246 BW. Berdasarkan Pasal 1236 BW, maka pengangkut wajib
membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak
diterima apabila pengangkut tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat

18
Joko Tri Laksono, Loc.Cit.

11
sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan. Sebagaimana ketentuan dalam
Pasal 468 KUHD, bentuk tanggung jawab pengangkut terdiri dari:
(1) Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga
keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai
saat penyerahannya.
(2) Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh
atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia
membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau
sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang
selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya,
keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan
pengirim.
(3) Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan
terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu.
Dalam praktiknya, asuransi pengangkutan untuk kendaraan bermotor
dalam angkutan penyeberangan belum ada. Asuransi yang ada selama ini adalah
asuransi jiwa yang sudah termasuk dengan tiket yang telah dipesan oleh
penumpang melalui aplikasi Ferizy, yakni aplikasi pemesanan tiket online atau e-
ticket yang disediakan oleh PT. ASDP (Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan) Indonesia Ferry.
Akan tetapi, perlu diketahui pula bahwa pada kendaraan bermotor juga
terdapat Asuransi Kendaraan Bermotor. Asuransi kendaraan bermotor merupakan
perjanjian, di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak
tertentu. Asuransi kendaraan bermotor harus dibuat secara tertulis dalam suatu
akta yang disebut polis.19 Pasal 247 KUHD mengatur bahwa asuransi dapat
termasuk bahaya kebakaran, bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil
pertanian yang belum dipanen, jiwa seseorang atau terlebih lagi bahaya laut dan

19
Ibid, hlm. 29.

12
perbudakan dan bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, sungai dan
perairan darat. Dari jenis-jenis asuransi yang disebutkan dalam KUHD, dapat
dilakukan penggolongan besar, yaitu: a) asuransi kerugian atau asuransi umum
yang terdiri dari asuransi kebakaran dan asuransi pertanian, b) asuransi jiwa, c)
asuransi pengangkutan laut, darat, dan sungai. Asuransi dalam KUHD
menunjukkan bahwa ruang lingkup pengaturan KUHD menitikberatkan pada
asuransi kebakaran saja sementara telah terdapat berbagai jenis asuransi lainnya
yang memerlukan pengaturan, seperti asuransi kendaraan bermotor, asuransi
kesehatan, dan asuransi penerbangan yang sudah umum sekarang belum dikenal
oleh KUHD. Terlepas dari keterbatasan dalam penggolongan tersebut, KUHD
memungkinkan jenis penutupan asuransi secara luas, sesuai dengan ketentuan
Pasal 268 KUHD yang menyatakan bahwa suatu pertanggungan dapat mengenai
segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh
sesuatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.20
Pada umumnya, polis standar asuransi di Indonesia memuat klausula
sebagai berikut:
Pertanggungan ini hanya menjamin:
1. Kerugian dan/atau kerusakan pada Kendaraan Bermotor dan/atau
kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan
oleh:
1.1. tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir, atau terperosok;
1.2. perbuatan jahat;
1.3. pencurian, termasuk pencurian yang didahului atau disertai atau
diikuti dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 362, 363 ayat (3), (4), (5) dan Pasal 365 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana;
1.4. kebakaran, termasuk:
1.4.1. kebakaran akibat kebakaran benda lain yang berdekatan atau
tempat penyimpanan Kendaraan Bermotor;

20
Rhayza Hayuarsi Sekar Sagita, ‘Legal Analysis of Motor Vehicle Insurance According
to The Commercial Law’ Indonesian Journal of Intellectual Publication 2, No. 3 (2022) hlm. 125.

13
1.4.2. kebakaran akibat sambaran petir;
1.4.3. kerusakan karena air dan/atau alatalat lain yang
dipergunakan untuk mencegah atau memadamkan kebakaran;
1.4.4. dimusnahkannya seluruh atau sebagian Kendaraan Bermotor
atas perintah pihak yang berwenang dalam upaya pencegahan
menjalarnya kebakaran itu.
2. Kerugian dan/atau kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa yang
tersebut dalam ayat (1) Pasal ini selama Kendaraan Bermotor yang
bersangkutan berada di atas kapal untuk penyeberangan yang berada di
bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, termasuk
kerugian dan/atau kerusakan yang diakibatkan kapal bersangkutan
mengalami kecelakaan.
Dengan adanya asuransi, maka terdapat pengalihan risiko-risiko yang
dihadapinya kepada pihak perusahaan asuransi (penanggung) yang bersedia
menerima risiko tersebut. Terhadap pemegang polis kendaraan bermotor yang
objek asuransi tersebut berada dalam pengangkutan laut lalu mengalami kerugian
dalam pengangkutan, maka perlindungan objek asuransi yang ada dalam angkutan
penyeberangan tersebut juga telah ada dalam polis asuransi kendaraan bermotor. 21
Akan tetapi, apabila kembali berbicara mengenai asuransi yang telah ditawarkan
oleh pihak ASDP untuk kendaraan bermotor milik pengguna jasa yang diangkut
dalam kapal, maka dalam e-ticket belum diadakan. Hal ini berbeda halnya dengan
asuransi dalam penerbangan yang sudah pasti didapatkan oleh penumpang apabila
mereka memiliki tiket pesawat. Dengan demikian, meskipun misal telah ada
asuransi kendaraan bermotor, pihak ASDP sebagai perusahaan pengangkutan
semestinya juga menawarkan asuransi untuk kendaraan bermotor yang diangkut
dalam kapal saat penyeberangan secara jelas. Hal tersebut bisa dilakukan dengan
mencantumkannya secara rinci saat calon pengguna jasa akan membeli tiket via
online.

21
Joko Tri Laksono, Loc.Cit.

14
Ganti Kerugian untuk Penumpang terhadap Kerusakan atau Kehilangan
atas Kendaraan Bermotor yang Diangkut dalam Kapal Saat Terjadinya
Pengangkutan
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP)
memberikan beberapa persyaratan dan ketentuan terkait dengan golongan
kendaraan yang bisa diangkut dalam kapal untuk penyeberangan. Golongan
kendaraan tersebut meliputi:
1. Golongan I (sepeda);
2. Golongan II (sepeda motor kurang dari 500 cc dan gerobak dorong);
3. Golongan III (sepeda motor besar yang memiliki kapasitas lebih dari
500 cc dan kendaraan roda tiga);
4. Golongan IV A (kendaraan bermotor untuk penumpang berupa mobil
jeep, sedan, minibus, dengan ukuran panjang sampai dengan 5 meter);
5. Golongan IV B (mobil barang berupa mobil bak muatan terbuka,
mobil bak muatan tertutup dan mobil barang kabin ganda (double
cabin) dengan panjang sampai dengan 5 meter);
6. Golongan V A (kendaraan bermotor untuk penumpang berupa mobil
bus dengan panjang lebih dari 5 meter sampai dengan 7 meter);
7. Golongan V B (mobil barang (truk)/tangka ukuran sedang dengan
panjang lebih dari 5 meter sampai dengan 7 meter);
8. Golongan VI A (kendaraan bermotor untuk penumpang berupa mobil
bus dengan panjang lebih dari 7 meter sampai dengan 10 meter);
9. Golongan VI B (mobil barang (truk)/tangka ukuran sedang dengan
panjang lebih dari 5 meter sampai dengan 7 meter dan sejenisnya, dan
mobil penarik tanpa gandengan);
10. Golongan VII (mobil barang (truk) tronton, mobil tangki, mobil
penarik berikut gandengan serta kendaraan alat berat dengan ukuran
panjang lebih dari 10 meter sampai dengan 12 meter);
11. Golongan VIII (mobil barang (truk) tronton, mobil tangki, kendaraan
alat berat, dan mobil penarik berikut gandengan dengan ukuran
panjang lebih dari 12 meter sampai dengan 16 meter);

15
12. Golongan IX (mobil barang (truk) tronton, mobil tangki, kendaraan
alat berat, dan mobil penarik berikut gandengan dengan ukuran
panjang lebih dari 16 meter).
Masing-masing golongan kendaraan tersebut tentu memiliki tarif masing-
masing sesuai dengan golongannya. Berkaitan dengan tiket untuk
penyberangannya, tiket tersebut hanya berlaku dan sah apabila dipergunakan oleh
pengguna jasa kapal yang namanya tercantum pada tiket dibuktikan dengan kartu
identitas dari pengguna jasa kapal yang bersangkutan dan tidak
dipindahtangankan; jenis layanan, tanggal dan jam keberangkatan, golongan tiket
yang tercantum dalam tiket. Sementara itu, boarding pass merupakan dokumen
yang diterbitkan oleh perusahaan dan diberikan kepada pengguna jasa kapal
sebagai dokumen untuk naik ke atas kapal. Boarding pass ini biasanya dicetak
melalui check-in counter oleh petugas ticketing atau dapat dicetak melalui
vending machine sebelum jadwal keberangkatan kapal. Boarding pass tersebut
juga hanya berlaku untuk pengangkutan dari pelabuhan keberangkatan ke
pelabuhan kedatangan sebagaimana tercantum dalam boarding pass.
Dalam e-ticket yang diperoleh melalui aplikasi Ferizy memang tidak
dicantumkan adanya asuransi untuk kendaraan bermotor yang diangkut dalam
penyeberangan kapal. Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari contact center
atau pusat kontak ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan) apabila
terjadi kerusakan pada kendaraan bermotor yang diangkut oleh kapal, maka ganti
kerugian yang bisa diupayakan oleh penumpang pemilik kendaraan bermotor
tersebut adalah dengan terlebih dahulu memenuhi beberapa data yang meliputi:
1. Berita Acara Kapal (dibuat oleh nahkoda atau Anak Buah Kapal (ABK)
dari kapal yang bersangkutan);
2. Tiket asli;
3. Foto copy STNK dan SIM;
4. Laporan survei dari petugas pelabuhan dari tempat kejadian.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tersebut cukup kompleks.
Hal yang menjadi kendala adalah bagaimana apabila saat kejadian kendaraan
bermotor yang diangkut dalam kapal misal mengalami kerusakan dan tidak ada

16
pihak dari dalam kapal yang saat itu sedang berada di sana untuk menyaksikan
peristiwa itu. Artinya, apabila memang terjadi kerusakan atau peristiwa buruk
lainnya pada kendaraan yang diangkut dalam kapal, maka tidak dimungkinkan
untuk dilakukan ganti rugi yang diakibatkan atas peristiwa itu.
Selain itu, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41 ayat (2) UU Pelayaran
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, tanggung jawab dari pengangkut
dalam hal ini PT. ASDP adalah tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Persoalan
ini menyebabkan dalam proses pemberian ganti rugi harus ditetapkan terlebih
dahulu adanya kesalahan pengangkut sebelum pengangkut diwajibkan untuk
bertanggung jawab.

Kesimpulan
Selain pengangkutan darat dan pengangkutan udara, Indonesia yang
sebagian besar wilayahnya adalah perairan menjadikan pula keberadaan
pengangkutan laut dibutuhkan dalam kegiatan perekonomian maupun sekedar
keperluan mobilisasi masyarakat saja. Segala kegiatan pemerintahan,
perdagangan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya yang berkembang
sedemikian besarnya menuntut tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang
menjadi tulang punggung pertumbuhan atau perkembangan wilayah daerah.
Perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain telah terjadi. Mobilitas
penduduk ini juga diikuti oleh mobilitas barang yang dibawanya. Dalam
praktiknya, terdapat beberapa macam kapal dalam pengangkutan laut, salah
satunya adalah jenis kapal yang tidak hanya mengangkut penumpang (passenger),
melainkan juga kendaraan bermotor dari pengguna jasa.
Selama ini belum ada asuransi pengangkutan khusus kendaraan bermotor
yang diangkut dalam kapal, berbeda halnya dengan pengangkutan melalui udara
yang sudah mendapat fasilitas berupa asuransi untuk penumpangnya dengan
membeli tiket pesawat. Walaupun demikian, adapula asuransi kendaraan bermotor
dengan beberapa klausula tertentu yang bisa diklaim apabila terjadi kerugian pada
kendaraan bermotor. Akan tetapi, apabila dikaitkan dengan asuransi
pengangkutan, maka perlu diadakan pula asuransi yang ditawarkan oleh pihak

17
ASDP untuk pengguna jasa yang juga membawa kendaraan bermotornya dalam
penyeberangan.
Sementara itu, pengguna jasa angkutan penyeberangan harus memenuhi
terlebih dahulu beberapa data untuk meminta pembayaran ganti rugi kepada
pengangkut. Berdasarkan keterangan dari pusat kontak ASDP, pengguna jasa
harus menyerahkan Berita Acara Kapal (dibuat oleh nahkoda atau Anak Buah
Kapal (ABK) dari kapal yang bersangkutan), tiket asli, foto copy STNK dan SIM,
laporan survei dari petugas pelabuhan dari tempat kejadian. Hal tersebut akan
menyulitkan pengguna jasa karena dalam artian perolehan ganti rugi tidak bisa
terlaksana apabila tidak ada ABK maupun petugas yang mengetahui adanya
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kerugian atas kendaraan bermotor dalam
penyeberangan. Hal ini dipertegas pula dengan keberadaan Pasal 41 ayat (2) UU
Pelayaran yang menunjukkan bahwa kesalahan pengagkut harus terlebih dahulu
dibuktikan agar ganti kerugian bisa diperoleh.

Saran
Pihak dari PT. ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan) tetap
harus menawarkan asuransi khusus untuk kendaraan bermotor pengguna jasa yang
diangkut dalam penyeberangan. Asuransi untuk kendaraan bermotor tersebut
dicantumkan secara jelas dan rinci dalam aplikasi Ferizy saat calon pengguna saja
hendak membeli tiket. Penyelenggaraan dalam pengangkutan juga sepatutnya
terus dilaksanakan terus-menerus dengan melakukan pembangunan tidak hanya
peningkatan kualitas fasilitas, tetapi juga pembangunan dalam aspek hukum.
Sehingga, pengguna jasa pengangkutan yang memang mengalami peristiwa
hingga timbul kerugian juga dapat mendapatkan hak atas ganti ruginya.
Daftar Pustaka

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Staatsblad 1847
Nomor 23;

18
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor
Indonesie) Staatsblad 1847 Nomor 23;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4849);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5618).

Jurnal Internasional
Journal Law Science, Vol. 3 No. 2, 2021;
Sociological Jurisprudence Journal, Vol. 3 No. 1, 2020.

Jurnal Nasional
Jurnal Teknik Sipil USU, Vol. 3 No. 1, 2014;
Pranata Hukum, Vol. 5 No. 2, 2010;
Jurnal Lex Suprema, Vol. 1 No. 2, 2019;
Jurnal Hukum Magnum Opus Vol. 1 No. 1, 2018;
Indonesian Journal of Intellectual Publication, Vol. 2 No. 3, 2022.

Buku
Subagiyo, Dwi Tatak dan Freis Melia Salviana. (2016). Hukum Asuransi.
Surabaya: Revka Petra Media.
Marzuki, Peter Mahmud. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Internet

19
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/12196/6/BAB%20III.pdf, diakses pada 12
Desember 2022.
https://www.e-jurnal.com/2014/12/perlindungan-hukum-terhadap-
penumpang.html, diakses pada 12 Desember 2022.

20

Anda mungkin juga menyukai