Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DYSPEPSIA
BAB I
KONSEP TEORI

1.1 Definisi Dispepsia


Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (buruk) dan peptein
(pencernaan), sehingga dispepsia itu adalah gangguan
pencernaan.. Penyakit dispepsia adalah suatu kondisi medis yang ditandai
dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau ulu hati.
Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme dan
seringkali menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50 tahun.
Dispepsia merupakan sindrom saluran pencernaan atas yang banyak
dijumpai di seluruh dunia. Banyak faktor yang diduga berkaitan seperti
riwayat penyakit, riwayat keluarga, pola hidup, makanan maupun faktor
psikologis. Dispepsia diklasifikasikan menjadi organik dan fungsional. Gejala
dapat berlangsung kronis dan kambuhan sehingga berdampak bagi kualitas
hidup penderita
Dispepsia juga merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat
sering ditemui dalam kehidupan sehari‐hari keluhan kesehatan yang
berhubungan dengan makan atau keluhan yang berhubungan dengan
gangguan saluran cerna [ CITATION Par16 \l 1033 ].

1.2 Anatomi dan Fisiologi Lambung


1.2.1 Anatomi Lambung
Lambung merupakan bagian dan saluran pencernaan yang
berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna
makanan dibantu oleh asam klorida (HCL) dan enzim-enzim seperti
pepsin, renin. dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi
lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi
enzim-enzim pencernaan. Fungsi motorik lambung terdiri atas
penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung. hingga
membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dan lambung ke
dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan
absorbsi dalam usus halus. Secara anatomis lambung terdiri atas empat
bagian, yaitu: cardia. fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun
secara histologis, lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa,
submukosa, muskularis mukosa dan serosa [ CITATION Gan16 \l 1033 ].
Gambar 1.1 Anatomi Lambung

[CITATION Vip18 \l 1033 ]

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen


atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung
berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat
raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis
lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas
lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung
mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter
esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung
dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama
daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk
kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah
terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung. Lambung
terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan
otot esophagus.
b. Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta
membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan
berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah
melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi
pembuluh darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas
banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang
karena berisi makanan [ CITATION Sum21 \l 1033 ].
Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia
berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus.
Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus
korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel
zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal
mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik
diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus.
Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa.
Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar
gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi
oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang
kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen.
Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan
berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida
[ CITATION Wib17 \l 1033 ].
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari
abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus
gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini
sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan
pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum
[ CITATION Han21 \l 1033 ].
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan
ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri
yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium.
Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi
lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa
(meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung
[ CITATION Sum21 \l 1033 ].

1.2.2 Fisiologi
Fisiologi lambung, sebagai berikut :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 –
3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene
utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan
air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran
darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali
protein dirobah menjadi polipeptida.
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air,
alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam
lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam
lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam
duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari
fundus ke pylorus [ CITATION Kun19 \l 1033 ].

1.3 Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti
pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat
fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap
obat-obatan dan jenis makanan tertentu [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
Menurut Ida (2016) berdasarkan penyebabnya dispepsia dibedakan
menjadi dua jenis,yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional
1. Dispepsia organik
Dispepsia organik artinya dispepsia yang penyebabnya sudah pasti.
Dispepsia jenis ini jarang ditemukan pada pasien usia lebih dari 40 tahun.
Penyebabnya antara lain sebagai berikut :
a. Dispepsia tukak (ulcus-likedyspepsia) gejala yang ditemukan
biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak makan atau perut kosong
b. Dispepsia tidak tukak. Gejalanya sama dengan dispepsia tukak,bisa
pada pasien gastritis,duodenitis, tetapi pada pemeriksaan tidak
ditemukan tanda-tanda tukak.
c. Refluks gastroesofagus. Gajala berupa rasa panas di dada dan
regurgitasi terutama setelah makan.
d. Penyakit saluran empedu. Keluhan berupa nyeri mulai dari perut
kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke bahu kanan atau
punggung.
e. Karsinoma
1) Kanker esofagus. Keluhan berupa disfagia,tidak bisa makan,
perasan penuh di perut,penurunan berat badan, anoreksia,
adenopati servikal, dan cegukan setelah makan.
2) Kanker lambung jenis yang paling umum terjadi adalah
adenorkasinoma atau tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak
nyaman pada epigastrik,tidak bisa makan, dan perasaan kembung
setelah makan.
3) Kanker pangkreas. Gejala paling umum antara lain penurunan
berat badan,ikterik dan nyeri daerah punggung atau epigastrik
4) Kanker hepar. Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan
mungkin menyebar ke spakula kanan, penurunan berat badan,
episgastrik terasa penuh, dan anoreksian.
5) Obat-obatan. Golongan Non steroid Inflammatory drugs (NSID)
dengan keluhan berupa rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu
hati, disertai mual dan muntah
6) Pangkreatitis. Keluhan berupa nyeri mendadak yang menjalar ke
punggung, perut terasa makin tegang dan kencang.
7) Sindrom malabsorpsi. Keluhan berupa nyeri perut, nausea,
anoreksia, sering flatus dan perut kembung.
8) Gangguan metabolisme. Sebagai contoh diabetes dengan
neuropati sering timbul komplikai pengosongan lambung yang
lambat sehingga menimbulkan nausea, vomitus, perasaan lekas
kenyang. Hipertiroid menimbulkan rasa nyeri di perut, vomitus,
nausea, dan anoreksia [CITATION Ida161 \l 1033 ].
2. Dispepsia fungsional
Dispepsia ini tidak memunculkan kelainan organik melainkan
kelainan fungsi dari saluran cerna. Penyebabnya antara lain:
a. Faktor asam lambung pasien. Pasien biasanya sensitif terhadap
kenaikan produksi asam lambung dan hal tersebut menimbulkan
nyeri .
b. Kelainan psikisis, stres, dan faktor lingkungan. Stres dan faktor
lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna,
menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, klan vaskularisasi
c. Gangguan motilitas. Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin
dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas,
diantaranya pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktif,
refluks gastroduodenal.
d. Penyebab lain-lain, seperti adanya kuman helicobacter pylori),
gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung, konsumsi banyak
makanan berlemak, kopi, alkohol, rokok, perubahan pola makan dan
pengaruh obat-obatan yang di makan secara berlebihan dalam waktu
lama [CITATION Ida161 \l 1033 ].

1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dispepsia


Menurut Zakiyah, W. dkk. (2021), adapun faktor-faktor yang
menyebabkan dispepsia adalah:
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan
bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat
lambung terasa penuh atau bersendawa terus.
4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya
dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi.
Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs
(NSAID) misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven.
6. Pola makan, pola makan yang tidak teratur ataupun makan yang terburu-
buru dapat menyebabkan terjadinya dispepsia [ CITATION Zak21 \l 1033 ].

1.5 Manifestasi Klinis


Dispepsia juga bisa disebabkan karena kumpulan gejala berupa mual,
muntah, kembung, cepat kenyang, begah, dan nyeri pada epigastrium.
Kejadian dispepsia dapat dipengaruhi oleh keteraturan makan dan makanan
iritatif [ CITATION Ars181 \l 1033 ].
Sedangkan menurut Arsyad dkk (2018), ada beberapa gejala penyakit
dispepsia yaitu seperti nyeri epigastrik, rasa penuh pada bagian epigastrik,
dan perut terasa penuh saat makan (cepat kenyang), mual dan muntah
[ CITATION Ars19 \l 1033 ], rasa perih di ulu hati, terasa panas di dada dan perut,
nafsu makan berkurang [ CITATION Djo16 \l 1033 ].
Gejala dispepsia akut dan kronis yag sering terjadi :
1. Terasa nyeri di ulu hati
2. Perih, mual, muntah, sering bersendawa dan regurgitasi
3. Selain itu penderita merasa stress, depresi bahkan ansietas karena
penyakit yang dirasakan
4. Sering kambuh dan berlangsung lama [ CITATION Ari19 \l 1033 ].

1.6 Klasifikasi
Dispepsia dibagi menjadi dua jenis yaitu dispepsia fungsional dan
dispepsia organik :
1. Klasifikasi dari dispepsia organik adalah
a. Tukak pada saluran cerna atas
Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang dirasakan
yaitu nyeri tajam dan menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih
seperti orang lapar. Nyeri epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan
dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang atau hilang
sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain
seperti mual, muntah, bersendawa, dan kurang nafsu makan [ CITATION
ARa17 \l 1033 ].
b. Gastritis
Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung. Penyebabnya oleh makanan atau obat-obatan yang
mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung
yang berlebihan. Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri
epigastrum, nafsu makan menurun, dan kadang terjadi perdarahan
[ CITATION Sud18 \l 1033 ].
c. Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD)
GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami
refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala khas
berupa rasa panas terbakar di dada (heart burn), kadang disertai rasa
nyeri serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit di lidah, serta
kesulitan menelan. Belum adates standart mendiagnosa GERD,
kejadiannya diperkirakan dari gejala-gejala penyakit lain atau
ditemukannya radang pada esofagus seperti esofagitis [ CITATION
Ars18 \l 1033 ].
d. Karsinoma
Karsinoma/ terdapat kanker pada saluran pencernaan (esofagus,
lambung, pankreas, kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan
utama yaitu rasa nyeri di perut, nafsu makan turun, timbul anoreksia
yang menyebabkan berat badan turun [ CITATION ARa17 \l 1033 ].
e. Pakreatitis
Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di
epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk-
tusukdan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari epigastrum kemudian
menjalar ke punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan
terasa tegang beberapa jam kemudian. Perut yang tegang menyebabkan
mual dan kadang-kadang muntah. Rasa nyeri di perut bagian atas juga
terjadi pada penderita pankreatitis kronik. Pada pankreatitis kronik tidak
ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda diabetes melitus
atau keluhan steatorrhoe [ CITATION ARa17 \l 1033 ].
f. Dispepsia dan Sindrom Malabsorbs
Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan proses
absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi.
Penderita ini mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia,
sering flatus, kembung dan timbulnya diare berlendir [ CITATION Sud18 \l
1033 ].
g. Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang
hebat sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, mual dan muntah. Definisi gastroparesis yaitu
ketidakmampuan lambung untuk mengosongkan ruangan. Ini terjadi
bila makanan berbentuk padat tertahan di lambung. Gangguan
metabolik lain seperti hipertiroid yang menimbulkan nyeri perut dan
vomitus [ CITATION ARa17 \l 1033 ].
h. Dispepsia Akibat Infeksi Bakteri Helicobakter Pylori (HP)
Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih nobel dari
Australia, Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya
bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini
mengubah cara pandang ahli dalam mengobati penyakit lambung.
Penemuan ini membuktikan bahwa infeksi yang disebabkan oleh
Helicobacter pyloripada lambung dapat menyebabkan peradangan
mukosa lambung yang disebut gastritis. Proses ini berlanjut sampai
terjadi ulkus atau tukak bahkan dapat menjadi kanker [ CITATION Ars18 \l
1033 ].
2. Dispepsia fungsional
Dibagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Dispepsia Fungsional Mirip Ulkus (Ulcer-Like)
Biasanya ditandai dengan nyeri di ulu hati atau epigastrik [ CITATION
Ars18 \l 1033 ].
b. Dispepsia Fungsional Mirip Dismotilitas (Dismotility-Like)
Biasanya ditandai dengan kembug, mual dan cepat kenyang (Post
Prandial Distress Syndrome) [CITATION Dif20 \l 1033 ].
c. Dispepsia Non-Spesifik
Gejalanya tidak ada keluhan seperti dispepsia fungsional mirip ulkus
dan mirip dismotilitas [ CITATION Ars18 \l 1033 ].

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dispepsia menurut Zakiyah, W. dkk. (2021), sebagai berikut :
1. Farmakologis
a. Antihiperasiditas
1) Antasida
Golongan antasida ini termasuk yang mudah didapat dan murah.
Antasida akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasida biasanya
mengandung zat yang tidak larut dalam air seperti natrium bikarbonat,
Al (OH)3, Mg (OH)2, dan magnesium trisiklat (kompleks hidrotalsit).
Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena
hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Magnesium
trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam dosis besar
akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Zat
magnesium bersifat pencahar sehingga menyebabkan diare sedangkan
aluminium menyebabkan konstipasi oleh sebab itu kedua zat ini
dikombinasikan [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
2) NaHCO3
Antasida jenis ini larut dalam air dan bekerja cepat, Namun zat
utama NaHCO3 dapat menyebabkan darah bersifat basa (alkalosis)
jika dosisnya berlebih. Terlepasnya senyawa karbondioksida dari
kompleks obat ini dapat mennyebabkan sendawa [ CITATION Zak21 \l
1033 ].
3) Kombinasi Bismut dan Kalsium
Kombinasi antara Bi dan Ca dapat membentuk lapisan pelindung
pada lesi di lambung. Namun obat ini dijadikan pilihan terakhir karena
bersifat neurotoksik yang menyebabkan kerusakan otak dengan gejala
kejang-kejang dan kebingungan aatau yang dikenal dengan
ensefalopati. Selain itu, dapat menyebabkan konstipasi, dan kalsium
dapat menyebabkan sekresi asam lambung yang berlebih. Kelebihan
kalsium dapat menyebabkan hiperkalsemia [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
4) Sukralfat
Golongann sukralfat yang sering dikombinasikan dengan
aluminium hidroksida, dan bismuth koloidal dapat digunakan untuk
melindungi tukak lambung agar tidak teriritasi asam lambung dengan
membentuk lapisan dinding pelindung [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
b. Antikolinergik
Obat yang termasuk golongan ini obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan sekresi asam lambung sekitar 28% sampai 43%. Kerja obat
pirenzepin tidak spesifik dan juga memiliki efek sitoprotektif [ CITATION
Zak21 \l 1033 ].
c. Antagonis reseptor H2
Obat yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, nizatidin,
roksatidin, dan famotidin. Ranitidin merupakan yang paling banyak
digunakan dalam pemilihan obat golongan ini, namun telah ditarik dari
peredaran karena adanya N-Nitrosodimethylamine (NDMA) pemicu
kanker. Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia
organik atau esensial seperti tukak peptik dengan mekanisme
penghambatan reseptor H2 sehingga sekresi asam lambung berkurang
[ CITATION Zak21 \l 1033 ].
d. Proton pump inhibitor (PPI)
Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol,
esomeprazol lansoprazol, dan pantoprazol. Golongan obat ini mengatur
sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung pada pompa proton yang merupakan tempat keluarnnya proton
(ion H+) [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
e. Sitoprotektif
Obat yang termasuk golongan ini prostaglandin sinetik seperti
misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat siroprotektif
juga dapat menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus, dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan
protektif yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
f. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini yaitu cisapride, domperidon, dan
metoclopramide. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki asam lambung [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
g. Golongan anti depresi
Obat yang termasuk golongan ini adalah golongan trisiclic
antidepressants (TCA) seperti amitriptilin. Obat ini biasanya dibutuhkan
psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas) pada pasien
dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan cemas dan depresi. Pengobatan
untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan yang
telah didukung oleh bukti ilmiah adalah pemberantasan helicobacter
pylori, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung bukti:
antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, antagonis
reseptor H2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin-
reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan [ CITATION Zak21 \l 1033 ].
2. Non Farmakologis
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk penanganan kasus
dispepsia yaitu:
a. Mengurangi stress
Stress berlebihan dapat menyebabkan produksi asam lambung
meningkat, sehingga dapat memicu dispepsia. Istirahat yang cukup dan
melakukan kegiatan yang disukai dapat meminimalisir stress [ CITATION
Ash21 \l 1033 ].
b. Mengatur pola hidup sehat
Pola hidup yang sehat dapat dilakukan dengan olahraga secara
teratur, menjaga berat badan agar tidak obsesitas, menghindari
berbaring setelah makan, makan banyak terutama pada malam hari,
merokok, menghindari makanan yang berlemak tinggi dan pedas serta
menghindari minuman yang asam, bersoda, mengandung alkohol dan
kafein [ CITATION Sum19 \l 1033 ].
c. Terapi hangat /dingin
Terapi kompres hangat Warm Water Zack (WWZ) dilakukan dengan
menggunakan botol karet yang berisi air hangat kemudian diletakan
pada bagian perut yang nyeri [ CITATION Abd20 \l 1033 ].
d. Terapi Komplementer
Terapi komplemeter berguna untuk mengurangi nyeri yang terjadi
pada lambung. Terapi ini dapat dilakukan dengan terapi aromaterapi,
mendengar musik, menonton televisi, memberikan sentuhan terapeutik,
dan teknik relaksasi nafas dalam [ CITATION Uta18 \l 1033 ].

1.8 Pemeriksaan penunjang


1. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan
kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori
menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan
saluran pencernaan.
2. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium
Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk
H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk
menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan
H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus
dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien
dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau
perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat
GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada
evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat
mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau
fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
3. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
4. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis
5. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung
darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan
pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan barium pada saluran cerna bagian atas.

1.9 Komplikasi
Komplikasi dispepsia yaitu luka didinding lambung yang dalam atau
melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila
keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat
menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan
terjadinya muntah darah, ulkus peptikum, perforasi lambung dan anemia.
Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam
terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang
paling dikhawatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi.
BAB II
PATHWAY

Kelainan mortilitas usus Infeksi


Penyakit asam lambung Helicobakte
ri pylori

Refleksi reflek fundus


Pajanan keasaman esofagus Iritasi / peradangan

Keterlambatan pengosongan

Nyeri epigastrik
Nyeri Abdomen
MK : Ketidak
seimbnagan
nutrisi kurang Intake makan kurang
dari kebutuhan DISPEPSIA Klien cemas dengan
tubuh keadaannya MK : Ansietas

Mual, muntah
Lambung
Ransangan di madula oblongata

MK : Nyeri akut
Erosi pada lambung karena gesekan dinding lambung
MK : Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

Produksi HCL
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan terdiri dari 5 tahapan yang saling berkaitan, yaitu


pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari rangkaian
proses keperawatan. Tahap pengkajian merupakan tahapan dari
pengumpulan data klien dan perumusan kebutuhan atau masalah status
kesehatan klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual [ CITATION Fat18 \l 1057 ].
1. Identitas Pasien
Identitas pasien terdiri dari : Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, suku bangsa, alamat,
diagnosa medis, nomor rekam medis, tanggal dan jam MRS.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab pasien, meliputi : Nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, suku
bangsa, dan alamat.
3. Keluhan Utama
Pada penderita dispepsia akan mengalami nyeri atau pedih pada
epigastrium di samping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa
kenyang
4. Riwayat Penyakit Pasien
a. Riwayat penyakit sekarang
Melakukan pengkajian yang dapat mendukung keluhan utama
dengan cara memberikan pertanyaan mengenai kronologis keluhan
utama yang dirasakan dan keluhan penyerta.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress
psikologis, riwayat minum-minuman beralkohol.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita
penyakit saluran pencernaan
d. Riwayat alergi terhadap obat-obatan atau yang lain
Penting untuk mengkaji riwayat konsumsi obat-obatan dan
riwayat alergi terhadap jenis obat, makanan, udara, debu.
e. Riwayat kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan
Kaji apakah pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok,
minum-minuman keras, ketergantungan obat-obatan, dan olahraga.
f. Riwayat Psikososial
Kaji konsep spiritual dan konsep diri (meliputi : gambaran diri,
ideal diri, harga diri, identitas diri, dan peran) pada pasien dispepsia
5. Pengkajian
1) Aktivitas/istrahat Gejala : kelemahan, kelelahan Tanda :
tachicardi, takipnea/hiperventilasi.
2) Sirkulasi Gejala : hipotensi, tachicardi, nadi perifer lemah,
pngisian kapiler lambat perlahan, warna kulit pucat/sianosis,
kelembapan kulit/membrane mukosa berkeringat (menunjukkan
status syok, nyeri akut)
3) Integritas ego Gejala : faktor stres akut atau kronik (keuangan,
hubungan dan kerja), perasaan tak berdaya. Tanda : ansietas,
gelisah, berkeringat, gemetar.
4) Eliminasi Gejala : riwayat perawatan dirumah sakit sebelumnya
karen aperdarahan, gatrointestinal, atau masalah yang
berhubungan dengan gastrointestinal. Tanda : nyeri tekan
abdomen, distensi.
5) Makanan/cairan Gejala : anoreksia, mual, muntah, manasalah
menelan, nyeri ulu hati,perubahan berat badan. Tanda : muntah,
membrane mukosakering, penurunan produksi mukosa turgor
kulit buruk, berat jenis urine meningkat.
6) Neurologi Gejala : rasa denyutan, pusing/sakit kepala, kelemahan.
7) Nyeri atau kenyamanan Gejala : nyeri, digambarkan sebagai
tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat biasanya tiba-tiba
dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan/distres samar-
samar setelah makan banyak dan hilang 17 dengan makan, nyeri
epigastrium kiri smpai tengah atau menyebar kepinggang terjadi
1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida. Tanda : wajah
meringis, berhati-hati pada area yang akit, pucat, berkeringat, dan
perhatian yang menyempit.
8) Keamanan Gejala : alergi terhadap obat/sensitif Tanda :
peningkatan suhu.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Observasi keadaan umum pasien sejak pertama MRS.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan keadaan umum biasanya
tergantung tingkat keparahan penyakit, cara berjalan, berat badan,
tinggi badan, dan TTV pasien.
b. Pemeriksaan kepala
Inspeksi : Mengamati kebersihan kepala, dilihat apakah ada
oedema dan mengamati pertumbuhan rambut
Palpasi : Untuk menemukan adanya nyeri tekan atau
pembengkakan pada kepala pasien. Raba dan
tentukan apakah ada lesi, hangat atau dingin, turgor
kulit elastis atau tidak.
c. Pemeriksaan wajah
Inspeksi : Mengamati apakah wajah simetris atau tidak, apakah
ada kelumpuhan, adanya lesi atau pembengkakan.
Palpasi : Raba apakah terdapat nyeri tekan
d. Pemeriksaan mata
Inspeksi : Mengamati refleks berkedip baik atau tidak, warna
konjungtiva dan sklera ikterik atau anemis,
keadaan pupil miosis atau midriasis.
Palpasi : Raba dan tentukan apakah terdapat nyeri tekan atau
tidak, terdapat lesi atau tidak
e. Pemeriksaan hidung
Inspeksi : Amati kesimetrisan hidung, adanya pembengkakan,
pernapasan cuping hidung, adanya sekret dan
epistaksis.
f. Pemeriksaan mulut
Inspeksi : Amati mukosa bibir, kebersihan gigi dan mulut, serta
adanya pembesaran tonsil.
Palpasi : Raba dan tentukan ada tidaknya nyeri tekan atau
benjolan.
g. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : Amati kesimetrisan antara telinga kanan dan kiri,
kelainan bentuk telinga, serta kebersihan telinga,
terdapat perdarahan atau tidak.
Palpasi : Raba dan tentukan adanya nyeri tekan dan benjolan
abnormal.
h. Pemeriksaan leher
Inspeksi : Kebersihan leher, adanya lesi atau benjolan pada
leher, dan pembesaran vena jugularis.
Palpasi : Peningkatan JVP dan peningkatan nadi arteri karotis,
distensi vena jugularis, serta ada tidaknya
pembesaran kelenjar tiroid.
i. Pemeriksaan thorak
 Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Amati Bentuk dada, kesimetrisan dada, pergerakan
dada, adanya lesi atau benjolan, terdapat
gangguan pernapasan seperti dipsnea, takipnea,
ortopnea, serta penggunaan otot bantu
pernapasan, ada tidaknya batuk.
Palpasi : Vokal fremitus dan pergerakan dada tidak sama
atau tidak.
Perkusi : Ada tidaknya keabnormalan suara perkusi paru.
Suara perkusi normal pada paru-paru adalah
resonan atau sonor.
Auskultasi : Ada atau tidak suara napas tambahan seperti
wheezing, ronki, dan rales.

 Pemeriksaan Jantung
Inspeksi dan palpasi : Amati ada tidaknya pulsasi, ictus cordis
teraba atau tidak, terjadi kardiomegali atau tidak.
Normal ictus cordis berada pada ICS V pada linea
midclavicula sinistra selebar 1 cm.
Perkusi : Pada pemeriksaan perkusi jantung tentukan batas-
batas jantung untuk mengetahui ukuran jantung
membesar atau normal. Suara perkusi normal
jantung yaitu pekak (dullness).
Auskultasi : Pada auskultasi jantung dengarkan BJ I
trikuspidalis dan mitral, BJ II aorta dan pulmonal,
BJ III kalau ada. BJ III pada anak dan dewasa
muda merupakan normal, namun BJ III pada orang
dewasa disertai oedem/dipsneu merupakan
abnormal disebut Gallop Rythm. Dengarkan ada
tidaknya bunyi mur-mur atau bissing jantung
[ CITATION Nun20 \l 1033 ].
j. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Amati bentuk abdomen, ada tidaknya lesi, benjolan,
asites, bayangan pembuluh darah vena.
Auskultasi : Periksa bissing usus dalam 1 menit, bising usus
normal yaitu 5-35 x/menit.
Perkusi : Ada tidaknya keabnormalan bunyi perkusi pada
abdomen. Bunyi perkusi normal abdomen yaitu
timpani.
Palpasi : Adanya nyeri tekan pada abdomen.
k. Pemeriksaan integumen
Inspeksi : adanya warna kulit sianosis, ada atau tidaknya lesi
Palpasi : Akral kulit hangat atau dingin, CRT >2 detik, nyeri
tekan atau tidak.
l. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Amati adanya kelumpuhan pada ekstremitas dan ada
tidaknya edema.
Palpasi : Nyeri tekan dan edema.
m. Pemeriksaan neurologis
Perubahan status mental pasien meliputi orientasi,
kemampuan verbal atau bicara, afek yang tidak tepat, memori,
dan proses berpikir.

1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinis terhadap
pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan
yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan bagian
vital untuk menegakkan asuhan keperawatan yang tepat untuk membantu
klien mencapai derajat kesehatan yang optimal. [ CITATION PPN171 \l
1057 ].
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia),
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan
dispepsia sebagai berikut :
1. ( D.0077 ) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera
Fisiologis (inflamasi).
2. ( D.0032 ) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan
3. ( D.0037 ) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah.
4. ( D.0080 ) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
atau terjadi perubahan status kesehatannya.
1.3 Intervensi

No. Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. ( D.0077 ) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri ( I.08238 )
selama 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil: Observasi
1. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. Kesulitan tidur menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
3. Anoreksia menurun nyeri Identifikasi skala nyeri
4. Muntah menurun 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
5. Mual menurun Identifikasi faktor yang memperberat
6. Frekuensi nadi membaik dan memperingan nyeri
7. Tekanan darah membaik 3. Identifikasi pengetahuan dan
8. Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
4. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas nyeri
6. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfamakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music,
2. biofeedback, terapi pijat, aromaterapi
3. teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
4. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
5. Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
2. ( D.0032 ) Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi ( I.03119 )
selama 1x24 jam diharapkan status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil : Observasi
1. Porsi makanan yang dihabiskan 1. Identifikasi status nutrisi Identifikasi
meningkat alergi dan intoleransi makanan
2. Nyeri abdomen menurun 2. Identifikasi maknan yang
3. Frekuensi makan membaik disukai Identifikasi kebutuhan
4. Nafsu makan membaik kalori dan jenis nutrien
5. Membran mukosa membaik 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
5. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu

Edukasi:
1. Anjurkan posisi duduk, Jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3. ( D.0037 ) Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Elektrolit
elektrolit selama 1x24 jam diharapkan status cairan
menurun dengan kriteria hasil :
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Turgor kulit meningkat
3. Perasaan lemah menurun
4. Keluhan haus menurun
5. Tekanan darah membaik
6. Membran mukosa membaik
7. Intake cairan membaik
4. ( D.0080 ) Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas ( I.09314 )
selama 1x24 jam diharapkan tingkat
ansietas menurun dengan kriteria hasil : Observasi
1. Perilaku gelisah menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
2. Keluhan pusing menurun berubah (mis. Kondisi, waktu,
3. Anoreksia menurun stresor)
4. Tekanan darah menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
5. Pucat menurun keputusan
6. Pola tidur membaik 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
7. Palpitasi menurun dan nonverbal)

Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
2. Pahami situasi yang membuat
ansietas
3. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
5. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
6. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi:
1. Jelaskan prosedur, temasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien,jika perlu
3. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
6. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
7. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas,jika perlu
1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien memperbaiki masalah status kesehatan yang dihadapi
menjadi lebih baik dengan kriteria hasil sesuai yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berfokus pada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pelayanan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi [ CITATION Din171 \l 1057 ]. Perawat melakukan tindakan
keperawatan untuk melaksanakan intervensi yang disusun pada tahap perencanaan dan
pada tahap terakhir implementasi dilakukan pendokumentasian berupa tindakan dan
respon klien. Adapun proses pada implementasi yaitu :
a. Mengkaji kembali pasien
b. Menentukan kebutuhan perawatan terhadap bantuan
c. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
d. Melakukan supervisi terhadap asuhan keperawatan yang didelegasikan
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

1.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan tujuannya untuk mengetahui apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan merupakan tolok
ukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan pasien. Penilaian ini merupakan tahapan yang menentukan
apakah tujuan tercapai [ CITATION Din171 \l 1057 ]. Dengan dilakukannya evaluasi
keperawatan terhadap masalah yang dihadapi pasien maka perawat dapat mengambil
keputusan :
1. Mengakhiri tindakan keperawatan, apabila pasien sudah mencapai tujuan yang
ditetapkan.
2. Memodifikasi intervensi keperawatan, apabila pasien belum mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai