Anda di halaman 1dari 15

BAB I LATAR BELAKANG Dispepsia merupakan salah satu gannguan pada saluran pencernaan, khususnya lambung.

Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanyapun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan dapat menyebabkan diare dengan segala komplikasinya. Ada beberapa hal yang menjadi pemyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeluaran asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis. Terkadang dispepsiadapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: 1. Usia 50 tahun keatas 2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja 3. Kesulitan menelan 4. Terkadang mual-muntah 5. Buang air besar tidak lancer 6. Merasa penuh di daerah perut Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organic dan dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional. Dispepsia organic jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dapat disebut dispepsia organic apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia nonorganic atau fungsional merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organic, tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG (GASTER) Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk sedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik usus halus kedalam lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu : 1. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa. 2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan : a. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus. b. Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama. c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar). 3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe. 4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastric memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Selsel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsic diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastric untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida. Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatik ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum. Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganglia seliakum. Serabutserabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah menghambat mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang untuk lambung dan duodenum dihantarkan tentang anatomi ini sangat penting, karena epigastrium. Gerakan Serabut-serabut dan sekresi lambung. Aferen Pleksus simpatis saraf cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.

Berikut ini adalah gambar anatomi lambung.

Gambar 1. Anatomi Lambung

FISIOLOGI Fisiologi Lambung : 1. Mencerna makanan secara mekanikal. 2. Sekresi, yaitu 1500 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah. 3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirubah menjadi polipeptida 4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat. 5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dalam lambung oleh HCL. 6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

BAB II

DEFINISI Dispepsi merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys berarti sulit , dan Pepse berarti pencernaan).Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Ada bebagai macam definisi. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh suatu kelompok kerja internasional adalah sindrom yang terdiri dari keluhan-keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat kronik. Pengertian dispepsia terbagi 2 yaitu: 1. Dispepsia organic, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai sebabnya. Sindroma dispepsia organic terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pancreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non-ulkus, bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu. Seringnya dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esophagus. Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1. Menelan udara (aerofagi) 2. Regurgitasi (alir balik, reflux) asam dari lambung 3. Iritasi lambung (gastritis) 4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5. Kanker lambung 6. Peradangan kandung empedu(kolesistitis) 7. Intoleransi laktosa(ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) 8. Kelainan gerak usus 9. Stess psikologis, kecemasan, atau depresi 10. Infeksi Helicobacter pylori 11. Obat-obat seperti antiinflamasi nonsteroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotic, digitalis, teofilin, dan sebagainya.

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Dispepsia tipe seperti ulkus, yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik. Nyeri epigastrium terlokalisasi Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid Nyeri saat lapar Nyeri episodik 2. Dispepsia tipe seperti dismotilitas, yang lebih dominan adalah keluhan lambung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang. Mudah kenyang Perut cepat terasa penuh saat makan Mual Muntah Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dispepsia tipe non spesifik, tidak ada keluhan yang dominan. Sebelum era consensus Roma II, ada dispepsia tipe refluks dalam alur penanganan dispepsia, tapi saat ini kasus dengan keluhan tipikal refluks, seperti adanya heartburn, atau regurgitasi, langsung dimasukkan dalam penyakitgastroesofageal refluks. Hal ini disebabkan tingginya sensitifitas dan spesifisitas keluhan itu untuk adanya proses refluks gastroesofageal. KLASIFIKASI Klasifikasi berdasarkan etiologi: A. Organik 1. Obat-obatan Obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotic (metronidazole), Besi, Digitalis, estrogen, etanol (alcohol), KOrtikosteroid, levodopa, niacin. 2. Intoleransi makanan - Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa jenis buah-buahan. - Non alergi : laktosa, sukrosa, galaktosa, gluten, kafein, monosodium glutamate, asam benzoate, nitrit, nitrat. Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya pada penyakit pancreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan pH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau esophagus. 3. Kelainan structural - Kelainan oesophagus: refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia, akhalasia, obstruksi esophagus. - Penyakit gaster dan duodenum: gastritis erosive dan hemoragik, sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock, ulkus gaster dan duodenum, karsinoma gaster. - Penyakit saluran empedu: kholelitiasis dan kholedokolitiasis, kholesistitis. - Penyakit pancreas: pancreatitis, karsinoma pancreas. - Penyakit usus: malabsorbsi, obstruksi intestinal intermiten, sindrom kolon iritatif, angina abdominal, karsinoma kolon.

4. Penyakit metabolic atau sistemik - Tuberkulosis - Gagal ginjal - Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar - Diabetes mellitus - Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid - Keseimbangan elektrolit - Penyakit jantung kongestif B. Idiopatik atau dispepsia non-ulkus Dispepsia fungsional Keluhan terjadi kronis tanpa ditemukan adanya gangguan structural atau organic atau metabolic, tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan. Termasuk dispepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan motilitas diantaranya waktu pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitive terhadap produksi asam lambung yaitu kenaikan asam lambung. Kelainan psikis, stress, dan factor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional.

PATOFISIOLOGI Patofisiologi dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa factor berikut mungkin berperan penting: 1) Abnormalitas Motorik Gaster Lebih dari 50% pasien dispepsia nonulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terkahir menunjukkan bahwa fundus gaster yang kaku bertanggung jawab terhadap sindroma dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dispepsia non ulkus, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pangisian bagian antrum terlalu cepat. 2) Perubahan sensitifitas gaster Lebih dari 50% pasien menunjukkan sensitifitas terhadap distensi gaster atau intestinum, oleh karena akibat makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau distensi dini bagian antrum posprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini. 3) Stress dan factor psikososiatkan gangguan neurotic dan morbiditas psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia nonulkus dari pada subjek control yang sehat. Banyak pasien mengatakan bahwa stress mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa studi mengatakan stress yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan akomodasi dan motalitas gaster. Kepribadian dispepsia nonulkus menyerupai pasien sindrom kolon iritatif dan dispepsia organic, tetapi disertai dengan tanda neurotic, ansietas, dan depresi yang lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-

gastrointestinal seperti nyeri muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghintikan kegiatan sehari-hatinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk disbanding pasien dispesia organic. Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia non ulkus ditemukan lebih banyak ansietas, depresi, dan neurotic. 4) Gastritis Helicobacter pylori Gambaran gastritis Helicobacterium pylori secara histologik biasanya gastritis nonerosif non-spesifik. Disini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada tidak dapat mengetahui penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnose endoskopik gastritis akibat Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali gambaranya tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori: - Erosi kronik di daerah antrum. - Nodularitas pada mukosa antrum. - Bercak-bercak eritema di antrum. - Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah korpus. Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non-ulkus masih kontroversi. Di Negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non ulkus menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori negative dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori positif. 5) Kelainan gastrointestinal fungsional Dispepsia non-ulkus cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional gastrointestinal, termasuk Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai Sindrom Kolon iritatif. Pasien dengan keluhan seperti ini sering ada gejala ekstra gastrointestinal seperti migraine, myalgia, dan disfungsi kencingdan ginekologi. Pada anamnesa dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti nyeri abdomen mereda setelah defikasi, perubahan frekuensi buang air besar atau bentuknya mengalami perubahan, perutnya tegag, tidak dapat menahan buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia, lingkaran setan dari perut kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti kembung yang lebih parah. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung. Gastritis oleh karena bakteri H.pylori dapat mengalami adaptasi pada lingkungan dengan pH yang sangat rendah dengan menghasilkan enzim urease yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan merubah urea dalam lambung menjadi ammonia sehingga bakteri Helicobacter pylori yang diselubingi awan amoniak yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian dengan flagella Helicobacter pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami multiplikasi. Bagian yang menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren pedestal. Melalui zat yang disebut adhesion, Helicobacter pylori dapat berkaitan dengan satu jenis gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.

Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase, alkaloposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan musinase. Enzim protease dan fosfalipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung H.pylori yang mengeluarkan toksin yang berperan dalam peradangan dan reaksi imun local. Obat anti-inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui beberapa mekanisme. Obat-obat ini menghambat siklooksigenase mukosa lambung sebagai pembentuk prostaglandin darii asam arakidonat yang merupakan salah satu factor defensive mukosa lambung yang sangat penting. Selain itu, obat ibi dapat merusak secara topical. Kerusakan topical ini terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mucus oleh lambung, sehingga kemampuan factor defensive terganggu. Ulkus peptikum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa esophagus, lambung, ataupun duodenum terputus dan meluas sampau dibawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan ulkus akut, karena memiliki jaringa parut pada dasra ulkus. Menurut definisi, ulkus peptic dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam labung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gatroduodenal, juga jejunum. Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan duodenum. Obat anti inflamasi non-steroid termasuk aspirin menyebabkan perubahan kualitatif mecus lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mucus oleh pepsin. Prostaglandin yang terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mucus gastic dan berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung. Aspirin, alcohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragik intestinal dan perdarahan. Sawar tidak dipengaruhi oleh penghabatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik dihambat oleh gastrin. Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan factor penting dalam pathogenesis ulkus peptikum. Ulkus peptikum sering terletak diantrum karena mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibandingkan fundus. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya difus balik dan bukan disebabkan oleh berkurangnya produksi asam. Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang memproduksi secret mukoid yang sangat alkai, pH 8 dan kental untuk menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi asam berlebihan. Factor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus peptikum. Dyaa tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel epitel. Kegagalan mekanisme ini juga berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum.

GEJALA KLINIK Sindrom dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronik sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras. Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan ynag menurun, mual, sembelit, diare, dan flatulensi (perut kembung). Dispepsia organic a) Dispepsia ulkus Di Negara-negara barat prevalensi ulkus lambung lebih randah dibandingkan dengan ulkus duodeni. Sedang di Negara berkembang termasuk Indonesia frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food. Untuk uklus duodeni nyeri umumnya terjadi satu sampai tiga jam setelah makan, dan penderita sering terbangun ditengah malam karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus yang gejalanya tidak jelas bahkan tanpa gejala. Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food tidak jelas, bahkan kadang-kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan. b) Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah ditemukan dasar-dasr organic maka GERD dimasukan kedalam dispepsia organic. Penyakit ini disebabkan inkompetensi atau relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam labung kedalam esophagus. Gejalanya: Gejala khas terdiri: - heartburn (rasa panas di epigastrium) - Rasa nyeri retrostrenal - Regurgitasi asam - Pada kasus berat ada gangguan menelan. Gejala tidak khas: - Nafas pendek - Wheezing - Batuk-batuk Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan berkurang bila penderita duduk. Gambaran endoskopi didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spincter esophagus yang dibagi menjadi 4 derajat: Grade A : robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm Grade B : adanya robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan jika ada robekan mukosa di tempat lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama. Grade C : robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang lain tetapi tidak difus. Grade D : robekan mukosa difus.

Dispepsia fungsional Gejala dispepsia fungsional menurut criteria Roma: a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh c. Tidak ada kelainan organic yang jelas d. Tidak ada tanda-tanda Irritable Bowel Syndrome, seperti: - Symptom tidak hilang dengan defekasi - Tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya factor infeksi (leukositosis), pancreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP). Biasanya meliputi hitung jenis sel lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pancreas perlu diperiksa CA 19-9. 2. Barium enema untuk memeriksa esophagus, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengaalami kesulitan menelam atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membai atau memburuk bila penderita makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan structural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran kea rah tumor. 3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esophagus, lambung, usus halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan lambung. Kemudian diperiksa untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostic sekaligus sebagai terapeutik. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bila dispepsia disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan , anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. 4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD (Oesophagus Maag duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori. Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroeosofageal akan tampak peristaltic di esofagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker lambung secara radiologis, akan tampak masa yang ireguler tidak terlihat peristaltic di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankretitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestine terutama di jejunum yang disebut sentina loops.

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontaksi esophagus atau respon esophagus terhadap asam. DIAGNOSIS Diagnosis dispepsia fungsional adalah dimana penyebab kelainan organic atau structural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan endoskopi, dimana pemeriksaan ini dapat melihat kelainan di esophagus, lambung, dan duodenum. Diikuti dengan pemeriksaan USG untuk dapat mengungkapkan kelainan pada saluran bilier, hepar, penkrea, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tiroid dan gangguan saluran bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor. Kriteria diagnostic dispepsia fungsional berdasarkan criteria Rome III, harus termasuk: 1. Terasa terganggu setelah makan 2. Cepat kenyang 3. Nyeri epigastrik 4. Panas atau rasa terbakar di epigstrik. Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang dapat menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis tersebut. Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala klinis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis. DIAGNOSIS BANDING Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 50%-60% kasus, didapati tidak ada penyebab yang terdeteksi di mana pasien dikatakan merupakan dispepsia fungsional. Prevalensi ulkus peptikum adalah 15%-25% dan prevalensi esofagitis adalah 5%-15%. Kanker digestif bagian atas <2%. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasikan pada pasien yang berusia >50 tahun. Juga direkomendasikan pada pasien yang mengalami penurunan berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah terus menerus. Diagnosis banding dyspepsia Dispepsia non ulkus Gastro-oesophageal reflux discase Ulkus peptikum Obat-obatan : obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen kalium, digoxin Malabsorbsi karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol) Cholelithiasis or choledocholithiasis Pankreatitis kronik Penyakit sistematik (diabetes, thyroid, parathyroid, hyphoadrenalism, connective tissuedisease) Parasit intestinal Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik) Mesenterika iskemik kronik

PENATALAKSANAAN Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter Pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat yaitu : Antasid Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al (OH)3, Mg (OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasidjangan terus menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCI. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat; megnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering digunakan adalah seperti Mylanta, Malox, merupakan kombinasi Aluminum hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia dan aluminium bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada pasien tersebut. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini mengantur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obatan yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah 18 jam, jadi, bisa dimakan antara 2 dan 5 hari agar sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel perietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa menyebabkan konstipasi (2,3%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g per hari.

Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah ferluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance). Antibiotic untuk infeksi Helicobacter Pylori Eradikasi bakteri Helicobacter Pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin (Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (Obat anti-depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi. Terapi Dispepsia Fungsional : 1. Framakologis - Pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasuk-kasus berat. (regular medication) - Mungkin Perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluuhan. (ondemand medication) 2. Psikoterapi - Reassurance - Edukasi mengenai penyakitnya 3. Perubahan diri dan gaya hidup - Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering. - Makanan tinggi lemak dihindari Pengobatan terhadap dispepsia fungsional adalah bersifat terapi simptomatik. Pasien dengan dispepsia fungsional lebih dominan gejala dan keluhan seperti nyeri pada abdomen bagian atas (ulcer - like) bisa diobati dengan PPI (Proton Pump Inhibitors). Pasien dengan keluhan yang tidak jelas di bagian abdomen atas dimana yang gagal dengan pengobatan PPI, bisa diobati dengan tricyclic antidepressants, walaupun data yang menyokong masih kurang. Pasien dengan keluhan dismotility like symptom bisa diobati dengan acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT1 agonists. Metoclopramide dan domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam pengobatan dispepsia fungsional. PENCEGAHAN Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam

lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu untuk berhenti merokok. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secaralebih cepat. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS, obatobatan golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen. Ikuti rekomendasi dokter.

PROGNOSIS Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia mempunyai ulkus peptikum, 20% mengidap Irritable Bowel Syndrome, kurang daripada 1% pasien terkena kanker, dan dispepsia fungsional dan dyspepsia non ulkus adalah 5-40%. Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sEhingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu : Usis 50 tahun ke atas, kehilangan berat badan tanpa disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah, buang air besar tidak lancar dan merasa penuh di daerah perut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Djojoningrat. Dharmika. 2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : FKUI. 2. Djojoningrat, Dharmika. 2006. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : FKUI 3. Dyspepsia. Edition 2010. Available from: http://www.mayoclinic.org/dyspepsia/. 4. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. Peptic ulcer disease. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-Hills; 2008.p.287. 5. Glenda NL. 2006. Ganguan lambung dan Duodenum Patofisiologi Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 6. Hirlan. 2006. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta: FKUI 7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses penyakit edisi 6 volume 1. 2006. 8. Sloane, Ethel. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta. 2004.

Anda mungkin juga menyukai