MODERNISASI
RUMAH POTONG HEWAN HALAL
KOMITE NASIONAL EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH
TAHUN 2022
KERANGKA
MODERNISASI
RUMAH POTONG
HE WAN HAL AL
Pe n a n ggu n g J awa b
Afdhal Aliasar, S.T., M.M., MIFP
Pe ny u s u n
Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA. IPU
Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.
Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.
drh. Supratikno, M.Si., PAVet.
Edit Lesa Aditia, S.Pt., M.Sc.
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr.
Dr. rer. nat Noviyan Darmawan, M.Sc.
Agy Wirabudi Pranata, S.Si., M.Si.
Dudi Firmansyah, S.Pt., M.Si
Umar Aditiawarman, PhD
Mumtaz Anwari, S.E
Marini Sayuti, S.S.
Penerbit
Copyright ©2021 pada Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Hak Cipta Dilindungi Undang-
Undang. Dilarang keras mengutip, menjiplak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi tanpa mendapat izin
tertulis dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Buku ini tidak untuk diperjualbelikan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga Komite Nasional Ekonomi dan
Keuangan Syariah (KNEKS) diberikan kekuatan dalam menjalankan amanat untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi syariah nasional.
Buku Kerangka Modernisasi Rumah Potong Hewan (RPH) Halal merupakan hasil
kajian yang disusun oleh KNEKS dan tim Halal Science Center IPB untuk
menyajikan kerangka besar dalam perbaikan tata kelola dan industri RPH di
indonesia. Penyediaan kebutuhan daging untuk konsumsi masyarakat dan industri
sehari-hari belum secara keseluruhan memenuhi sifat ASUH yaitu aman, sehat,
utuh, dan halal. Sedangkan RPH merupakan bagian penting dan kritis dalam rantai
Afdhal Aliasar. S.T., M.M., MIFP pasok daging halal yang memerlukan perhatian agar dapat menerpkan proses
Direktur Industri Produk Halal
Komite bisnis yang sesuai dengan standar berlaku dan peraturan yang ada.
Buku ini juga diharapkan dapat membantu pelaku industri untuk mengikuti
standar tertentu dalam menghasilkanproduk daging yang lebih berkualitas
dengan tetap menjaga kehalalan produknya. Selain itu, buku ini dapat dijadikan
rujukan pemerintah daerah setempat untuk mendukung pembuatan kebijakan
dan program yang tepat sasaran, mengingat tidak sedikit infrastruktur yang perlu
dibenahi untuk kelancaran proses pengolahan produk daging dari hulu ke hilir.
Terima kasih
Tujuan | 5
METODE PENELITIAN
6
Metode Pengambilan Data | 6
Desk Study | 6
FGD | 6
Kuisioner | 7
Metode Analisis | 8
Daftar
KONDISI RPH DI INDONESIA
17
Isi
Bisnis Proses RPH Secara Umum | 17
Kelembagaan RPH | 26
DAFTAR PUSTAKA
79
9
Diagram tingkat kepentingan dan tingkat kinerja
15
Hierarki pemilihan strategi
18
Alur perjalanan sapi dan daging di Indonesia
36
Konsep modernisasi RPH Halal
37
Skema kerja sama SASPRI dan APD
39
Contoh struktur organisas ideal suatu RPH
45
Diagram alur proses pemotongan hewan ruminansia
46
Bed dressing system
47
Combined bed and rail dressing system
57
Diagram hirarki AHP strategi modernisasi RPH halal
58
Prioritas kriteria faktor dari hasil AHP
61
Prioritas kriteria aktor dari hasil AHP
Daftar
62
Prioritas kebijakan dari hasil AHP
63
Tracing halal daging mentah
67
Hasil analisis IPA kelembagaan
Gambar
69
Hasil analisis IPA RPH Individu
71
Hasil analisis IPA RPH Pemerintah
Daftar
15
20
Tabel
27
Sebaran Jumlah RPH/TPH di Indonesia (BPS, 2020)
30
Dasar hukum pengelolaan RPH
53
Daftar peralatan standar
60
Jumlah JULEHA berdasarkan jumlah pemotongan (SNI 99003 2018)
66
Kinerja kelembagaan pendukung modernisasi RPH halal
68
Kinerja RPH Individu terhadap kehalalan produk
70
Kinerja RPH Pemerintah terhadap kehalalan produk
01 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A
Jaminan Produk Halal, produk daging juga harus bersifat
harus ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal) yang dihasilkan
dari rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan Undang- Aman
S
Undang No. 18 Tahun 2009 Juncto Undang undang No. 41
tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sehat
U
Penerapan self declare produk halal untuk UMK
dilaksanakan mulai bulan Oktober 2021 menurut BPJPH.
Hal ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk Utuh
H
mempercepat realisasi Sertifikasi Halal pada produk dari
UMK yang jumlahnya mencapai 13,2 juta di seluruh
Indonesia. Kondisi ini harus didukung oleh kesiapan Halal
berbagai aspek seperti sumber daya manusia pendamping,
sumber bahan baku dan penerapan sistem manajemen
halal di unit produksi. Kesiapan SDM pendamping untuk
membantu UMK menjalankan sistem jaminan halal
adalah poin penting sehingga diperlukan penyusunan
program-program diseminasi dan pelatihan dengan
topik halal dan keamanan pangan (food safety and food
severity).
01 Desk Study
Pengumpulan data dan informasi data sekunder hasil penelitian tentang RPH yang
telah dilakukan sebelumnya maupun perkembangan terkini mengenai pengelolaan
RPH secara umum
04 Kuisioner
Tki = X i x 100%
Yi
dimana :
n n
i=1 Xi i=1 Yi
X= Y=
n n
Tinggi
I II
Prioritas Prioritas
Utama Prestasi
(Attributes to Improve) (Maintain Performance)
Kepentingan
Importance
Xi X2
III IV
Prioritas
Berlebihan
Rendah
(Attributes to Emphasize)
(Attributes to Maintain)
Tinggi
Rendah Performansi
Performance
02
melalui penjabaran keseluruhan
aspek pendukung ke dalam
diagram Kartesius dengan cara Kuadran 2
sebagai berikut :
03 Kuadran 3
Wilayah yang menunjukkan aspek pendukung yang memiliki tingkat
kepentingan dan kinerja rendah. Aspek pendukung yang termasuk dalam
kuadran ini dirasakan tidak terlalu penting oleh stakeholders dan
kinerjanya saat ini dianggap sedang, sehingga belum terlalu perlu
memperbaiki kinerjanya (prioritas rendah). Aspek pendukung yang
termasuk ke dalam kuadran ini tetap perlu diwaspadai, dicermati dan
dikontrol, karena tuntutan modernisasi RPH halal dapat berubah seiring
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat.
04 Kuadran 4
Wilayah yang menunjukkan aspek pendukung yang memiliki tingkat
kepentingan rendah, tetapi pelaksanaannya tinggi. Aspek pendukung
yang termasuk dalam kuadran ini, dalam pelaksanaannya dirasakan
terlalu berlebihan oleh stakeholders. Dalam hal ini terdapat dua langkah
yang dapat dilakukan, yaitu :
5
10 KOMITE NASIONAL EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Aw = nW . . . . . . . . . . . . . ( 4 )
[A - nI] W = 0 .....( 5 )
di mana I adalah matriks identitas
Aw = λ maksW
[ A - λ maks I ] W = 0 .....( 6 )
λ maks I = 0 .....( 7 )
5
12 KOMITE NASIONAL EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH
02 Perhitungan Konsistensi
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara
berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal
sebagai berikut:
Dalam teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan
menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Pengukuran
konsistensi dinyatakan melalui suatu indeks yang disebut ‘consistency
index’ (CI) , adapun rumus CI adalah :
CI =
n-1 n = ukuran matriks
CR : Rasio Konsistensi
CI
CR = CI : Indeks Konsistensi
RI
RI : Random Consistency Index
RPH Halal
Tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong
daripada elemen yang lainnya satu elemen dibandingkan elemen lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat kuat
daripada elemen lainnya menyokong satu elemen dibandingkan
elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting Satu elemen yang kuat disokong dan dominan
daripada elemen lainnya terlihat dalam praktik
9 Satu elemen jelas-jelas sangat Bukti yang mendukung elemen yang satu
mutlak penting daripada elemen terhadap elemen yang lain memiliki tingkat
lainnya penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua nilai Nilai diberikan bila ada dua kompromi di
pertimbangan yang berdekatan antara dua pilihan
Invers Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktifitas j , maka j
mempunyai nilai kebalikannya (invers) dibandingkan dengan i
Sumber: Saaty, 1993 Tabel 1. Tingkatan nilai kepentingan elemen dengan perbandingan berpasangan
DI INDONESIA
Harga sapi betina selalu lebih murah daripada sapi jantan (walaupun bobot
badan sama) karena adanya unsur pelanggaran terhadap UU No.18 Tahun
2009 Jo UU No.41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat, sapi bakalan jantan dan
sapi betina afkir diimpor dari luar negeri (impor produktif) atau impor
daging beku (impor konsumtif jika bukan untuk bahan baku industri).
Jumlah peternak yang sangat banyak dan tersebar diberbagai wilayah
dengan skala kepemilikan ternak yang rendah yaitu 2 – 3 ekor sapi
mengakibatkan rantai pemasaran yang panjang.
Tempat Pemotongan
Hewan (TPH)
Rumah Pemotongan
Hewan (RPH)
Daging dari Luar Gambar 3. Alur Perjalanan Sapi dan Daging di Indonesia Industri Pangan
Negeri Bahan Baku Daging
5 Keberadaan SOP proses SNI Ada namun tidak dijalankan secara Ada namun tidak dijalankan secara
pemotongan halal konsisten dan belum mengacu pada konsisten dan belum mengacu
SNI 99003 2018 pada SNI 99003 2018
6 Sumber Ternak Peternakan yang Peternakan rakyat Feedlot (Lampung) dan peternakan
teridentifikasi secara rakyat
jelas
7 Bangsa sapi - Campuran : sapi lokal dan silangan Campuran : sapi lokal dan silangan
lokal lokal
Indikat o r K o ta Padang
11 SDM Pengelola - Dikelola oleh BUMD, namun Dikelola oleh dinas, pelaksana oleh
pelaksanaan oleh kelompok jagal kelompok jagal
12 Keberadaan Dokter hewan Permentan 13/ 2010 Tidak ada Tidak ada
penanggung jawab
13 Keberadaan paramedik Permentan 13/ 2010 Tidak ada Ada (merangkap sebagai Animal
Welfare Officer)
15 Juru sembelih halal SNI 99003:2018 Ada 12 orang, dari kelompok jagal Ada 2 orang, dari UPTD
tersertifikasi tersertifikasi
16 Pekerja penanganan Permentan 13/ 2010 Ada, dari kelompok jagal Ada, dari kelompok jagal
karkas dan daging
17 Pelaksanaan stunning Opsional Ada hanya dipakai pada saat Tidak ada
menyembelih sapi BX
23 Instalasi Penanganan Ada dan Ada dan sudah melebihi Kolam penampungan untuk limbah
Limbah terpelihara kapasitas. Limbah sebagian besar padat dan cair, tidak ada
masih dibuang ke sungai. pengolahan.
24 Gangway + timbangan SNI Gangway ada namun tidak ada Gangway ada namun tidak ada
ternak hidup timbangan ternak hidup timbangan ternak hidup
25 Restraining box (alat Persyaratan MLA Ada namun hanya dipakai untuk Ada (3 unit)
fiksasi ternak) sapi BX
35 Jenis produk yang Opsional Karkas hangat (seperempat Karkas dan daging (sesuai
dihasilkan karkas) permintaan pedagang di pasar)
36 Alat transportasi produk Kendaraan khusus Mobil pick up terbuka Mobil pick up terbuka
pengangkut daging
Berbeda dengan Kota Malang yang pengelolaan RPH nya Terdapatnya fasilitas pelayuan
diserahkan kepada Perumda, RPH yang berada di Kota Padang dan pendinginan pada RPH Kota Malang
masih tetap berupa UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah). menunjukkan bahwa RPH ini dapat disebut
Fungsi pengawasan pada RPH Kota Padang cukup baik, namun RPH Kategori II namun fasilitas ini tidak
faktor pelaku di RPH memerlukan peningkatan pemahaman dipergunakan karena konsumen lebih
dan pelatihan tentang kesejahteraan hewan, kehalalan, memilih daging segar.
Berdasarkan pola
pengelolaannya, usaha JENIS
RPH, RPU dan/atau UPD (TPH) milik pemerintah daerah yang
pemotongan hewan dan/atau I dikelola oleh pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan
penanganan daging dibedakan umum.
menjadi 3 (tiga) jenis:
JENIS
RPH, RPU dan/atau UPD (TPH) milik swasta yang dikelola sendiri
II atau dikerja samakan dengan swasta lain.
JENIS
RPH, RPU dan/atau UPD (TPH) milik pemerintah daerah yang
III dikelola bersama antara pemerintah daerah dan swasta.
Data BPS (2020) menunjukkan jumlah RPH dan TPH di Indonesia adalah Hampir 40 persen
1.329 tersebar di 34 provinsi. Wilayah lain yang memiliki distribusi RPH/ RPH/TPH terdapat
TPH lebih dari 10 persen adalah Sumatera dengan jumlah 268 (20,17 di Pulau Jawa yaitu
persen), Sulawesi 203 (15,27 persen), serta Bali dan Nusa Tenggara 151 sebanyak 509 RPH/
(11,36 persen). Sisanya berada di Kalimantan sebanyak 114 (8,58 persen), TPH.
serta Maluku dan Papua sebanyak 84 RPH/TPH (6,32 persen).
Jumlah RPH/TPH
Provinsi
Sumatera
268
20.17
Jawa
509
38.30
Kalimantan
114
8.58
Sulawesi
203
15.27
Kabupaten/ Kota yang tidak memiliki RPH atau RPH nya sudah tidak
Hasil studi literatur pada
Selain itu, kapasitas RPH yang kecil, sehingga biaya operasionalnya tidak
Namun jika merujuk pada data BPS (2020) data unit produksi yang
Berdasarkan peraturan
yaitu TPH UD Sumber Barokah dan TPH Bapak Handoko. Surat izin
Ilegal.
ternak karena RPH Kabupaten Pati sudah tidak bisa beroperasi. Lokasi
Sedangkan sebagian besar RPH Mengingat pentingnya peranan TPH serta keterbatasan jumlah serta
kurang memenuhi kriteria dan layanan RPH saat ini, keberadaan TPH yang berstatus Usaha Dagang
hanya sebagian kecil RPH tersebut hendaknya mendapat perhatian para stakeholder. Upaya
berstandar internasional. pembinaan pendampingan dan pengawasan harus dilakukan sehingga
TPH tersebut dapat memenuhi persyaratan standar sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Keterbukaan instansi terkait untuk melakukan
pendampingan dan mengakui keberadaan TPH tersebut akan
meningkatkan ketersediaan RPH halal.
Regulasi yang mengatur tentang keberadaan dan proses operasional Regulasi ini menjadi pedoman
RPH di Indonesia tertuang mulai dari Fatwa MUI, Undang-Undang dalam memproduksi daging yang
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Permentan, dan produk ASUH dan pelaksanaannya akan
turunannya, juga dilengkapi berbagai standar seperti kompleks optimal dengan adanya sistem
bangunan, lingkungan, sarana prasarana, proses pemotongan hingga monitoring, evaluasi dan audit serta
standar produk yang dihasilkan seperti daging/karkas. Tabel 4 law enforcement dari pemerintah.
menunjukan beberapa dasar hukum/regulasi yang mengatur tata
kelola RPH di Indonesia.
2 Fatwa MUI no. 1 tahun 2001 tentang Laporan hasil audit harus menjelaskan tentang cara,
Pedoman Pelaporan Hasil Audit proses, hasil temuan, kondisi hewan, wawasan juru
Pemotongan Hewan.
sembelih, serta teknis penggunaan stunning jika
digunakan.
3 Fatwa MUI No. 12 tahun 2009 Standar yang harus dipenuhi yaitu standar hewan
tentang Standar Sertifikasi yang disembelih, juru sembelih, alat penyembelihan,
Penyembelihan Halal
proses penyembelihan dan proses pasca
penyembelihan.
ayat
Usaha RPH harus dilakukan di bawah pengawasan
dokter hewan berwenang di bidang kesmavet (Pasal
62 ayat 3)
7 Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun Persyaratan Lokasi, Tempat, dan Alat Proses Produk
2021 tentang penyelenggaraan Halal Penyembelihan. Standar pelaksanaan
Bidang aminan Produk Halal
J penyembelihan.
9 Peraturan Menteri Pertanian No.13/ Ruang lingkup peraturan ini meliputi Persyaratan
Permentan/Ot.140/1/2010 tentang RPH; Persyaratan UPD; Persyaratan Higiene-sanitasi;
Persyaratan Rumah Potong Hewan Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner; Izin
Ruminansia dan Unit Penanganan RPH, Izin dan Jenis Usaha Usaha Pemotongan Hewan;
Daging (Meat Cutting Plant) Sumber Daya Manusia; Ketentuan Peralihan; dan
Ketentuan Penutup
11 HAS 23103: Sistem Jaminan Halal di Pedoman dalam penerapan Sistem Jaminan Halal di
RPH perusahaan, dalam rangka menjaga kesinambungan
produksi halal sesuai dengan persyaratan sertifikasi
halal MUI
12 SNI 9002: 2016 Pemotongan halal Penetapan standar pemotongan halal pada ternak
pada unggas unggas.
13 SNI 9003: 2018 Pemotongan halal Penetapan standar pemotongan halal pada ternak
pada Hewan Ruminansia ruminansia
14 SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Penetapan standar untuk rumah pemotongan hewan
Pemotongan Hewan untuk ternak potong (sapi, kerbau, domba, kambing,
babi dan
15 SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Penetapan standar untuk rumah pemotongan unggas
Pemotongan Unggas
16 Peraturan kepala BPJPH tentang Kriteria pemenuhan standar sistem jaminan produk
Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal halal
di perusahaan termasuk di Rumah potong
hewan
dalam memodernisasi RPH halal dioptimalkan sehingga tidak mengganggu masyarakat sekitar
menjadi faktor penting dalam upaya dan terpenuhi kriteria unit produksi yang ramah lingkungan.
Konsep modern hendaknya dimulai telah membangun 10 RPH modern di 10 provinsi. Sepuluh RPH
dari hulu ke hilir, mulai proses bertaraf internasional ini berlokasi di Banjarmasin (Kalimantan
budi daya ternak, cara pemotongan, Selatan), Lampung, Pasuruan (Jawa Timur), Nusa Tenggara
pengemasan, distribusi rantai dingin Barat (NTB), Sulteng, Sulsel, Sulut, Irian, Aceh, dan Pontianak
Fatwa ini lebih rinci menetapkan tentang standar yang harus dipenuhi Fatwa tentang penyembelihan
untuk memenuhi persyaratan pengajuan sertifikasi halal. Ketika Fatwa
hewan diperbaharui oleh
implementasi Sistem Jaminan Halal mulai diberlakukan pada tahun MUI No. 12 tahun 2009
2012 keberadaan Fatwa MUI No. 12/2009 sangat menunjang proses yang menjelaskan tentang Standar
sertifikasi halal tersebut. Fatwa MUI ini mengakomodasi persyaratan Sertifikasi Penyembelihan Halal.
pemenuhan halal mulai dari standar hewan yang disembelih, standar
penyembelih, standar alat penyembelihan, standar proses
penyembelihan dan standar pengolahan, penyimpanan dan
pengiriman.
Penataan kelembagaan
RPH penting dilakukan untuk dapat
memastikan konsep keterpaduan
Tata Laksana Struktur Sumber Daya
dalam proses bisnis RPH dapat atau Proses Organisasi Manusia
terlaksana. Aspek-aspek yang Bisnis
perlu diatur diantaranya
Salah satu aspek penting dalam penguatan kelembagaan RPH adalah Perubahan harus dilakukan
tata laksana/ proses bisnis RPH. Gambar 4 menunjukan konsep secara komprehensif dalam bingkai
perubahan RPH tradisional saat ini menjadi RPH Halal dan modern agribisnis dari hulu ke hilir melalui
dilakukan dengan merubah bisnis proses RPH yang sekarang banyak sinergi tetra-helix yang
dipraktikan.
modern (saat ini sudah mulai berjalan pasar modern dengan sistem
online pada saat Idul Adha) atau langsung ke RPH, tentu akan Akademisi sebagai pendidik dan
memangkas jalur pemasaran. Kondisi ini harus didukung oleh pendamping, pelaku bisnis sebagai
pemerintah daerah dengan membuat kerja sama antara kelompok penggerak ekonomi, pemerintah
peternak yang sudah terkonsolidasi seperti yang tergabung dalam kabupaten sebagai fasilitator bagi
SASPRI dengan RPH milik Pemerintah Kabupaten. Model sistem peternak-penjagal dan regulator
seperti ini selain berhubungan dengan penentuan harga ternak juga dalam bisnis, dan peternak & penjagal
akan mengatasi perlakuan yang tidak memenuhi aspek kesejahteraan sebagai pelaku utama dalam
hewan terhadap ternak yang akan dipotong. Peternak yang cenderung penyediaan ternak dan penghasil
menyayangi ternaknya berbeda karakternya dengan produsen daging karkas.
yang hanya berorientasi menghasilkan daging tanpa memperhatikan
kesejahteraan ternaknya dalam proses penyembelihannya.
Pasar Hewan
RPH Modern
Tiap Sentra
Peternakan
RPH
MODERN
Aspek selanjutnya dalam kelembagaan RPH adalah struktur organisasi. Keterangan tambahan :
Struktur organisasi suatu RPH akan memiliki kekhasan sendiri sesuai Jabatan Penyelia Halal Bisa
proses bisnisnya. Sebagai contoh struktur organisasi pada Gambar 6 dilekatkan pada Supervisor QA/QC
dapat menjadi bahan rujukan manajemen suatu RPH Halal yang
Jabatan Juru sembelih halal
modern. Keberadaan suatu divisi bergantung kepada bentuk proses
(juleha) ada pada bagian produksi
usahanya, skala pemotongan dan tersedianya SDM yang kompeten.
Contoh struktur organisasi berikut adalah pada RPH dengan produk
yang dihasilkan daging beku. Divisi Produksi akan mempunyai tim yang
mempunyai kompetensi khusus, contoh stunner (jika proses
pemotongan menggunakan metode stunning), juru sembelih halal dan
butcher.
Kepala RPH
Untuk kompetensi juru sembelih halal sebagian besar baru pada tahap Proses produksi di RPH
mengetahui tata cara penyembelihan halal, harus ditingkatkan menjadi akan sangat bergantung pada
level paham, terampil dan lulus sertifikasi. Juru sembelih halal memiliki ketersediaan sumber daya manusia
peran yang sangat penting dalam proses pemotongan, karena menjadi yang mempunyai kompetensi
titik kritis dalam penyediaan daging halal. Pada saat ini secara umum sesuai tupoksi kerja. Kompetensi
SDM dengan kompetensi Juru sembelih dan butcher (tenaga pemotong yang berhubungan dengan
daging) disediakan oleh masing-masing pemilik sapi atau jagal sapi. persyaratan halal adalah adanya
RPH Cibinong Bogor Jawa Barat adalah satu satunya RPH yang sudah juru sembelih halal dan penyelia
membentuk paguyuban para pedagang sapi atau koperasi, sehingga halal.
juru sembelih halal yang tersertifikasi dapat disediakan sebagai petugas
khusus. Hal ini adalah sebagai salah satu cara jaminan kehalalan dimana
juru sembelih yang bertugas adalah juru sembelih terlatih dan paham
cara kerja sesuai persyaratan halal.
Pemerintah daerah yang mempunyai perhatian penuh terhadap Hasil penelitian Tiya et al.
perkembangan RPH antara lain Provinsi DKI Jakarta. Program relokasi (2021) tentang kinerja SDM di RPH
RPH dalam satu kawasan telah dilakukan untuk RPH-Unggas, saat ini kategori I dan II menyebutkan
terdapat 5 lokasi RPH-U di DKI Jakarta. Program ini juga disertai dengan bahwa angka efisiensi kinerja
program peningkatan kompetensi SDM yaitu sertifikasi juru sembelih karyawan pada RPH kategori I dan
halal. Program sertifikasi juru sembelih halal untuk RPH-R dan RPH-U di II mendekati angka 1 yang berarti
DKI Jakarta telah berlangsung sejak 2019 dan saat ini sudah mencapai karyawan dapat memanfaatkan
sekitar 230 orang melalui kerja sama Pusat Kajian Sain Halal IPB waktu kerja dengan efisien dan
University dan Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian Provinsi memperlihatkan kinerja (yang
DKI Jakarta.
Permasalahan terkait dengan Permasalahan ini juga terjadi pada RPH pemerintah yang dikelola
sumber daya manusia ini menjadi oleh BUMD yang mengakibatkan peranan pemerintah dalam hal ini
isu yang sangat kritis dinas terkait menjadi sangat terbatas, sementara di sisi BUMD
terutama terkait kurangnya SDM belum memiliki kemampuan untuk memiliki personel tersebut
tersebut terutama pada RPH secara mandiri.
pemerintah dan TPH dengan
kapasitas yang kecil.
Salah satu permasalah besar yang terjadi di dalam RPH adalah tidak
berjalannya sistem manajemen dan belum benarnya budaya
kerja atau mental kerja dari pelaku usaha di RPH. Masalah
tersebut banyak terjadi di RPH yang dikelola pemerintah karena
biasanya RPH pemerintah menyerahkan kegiatan operasional
RPH kepada penjagal yang memang bukan pekerja yang digaji
oleh RPH. Berikut merupakan penjelasan terkait modernisasi RPH
melalui perbaikan sistem manajemen dan budaya kerja.
pengawasan.
Hal ini sangat berguna jika produsen akan melakukan ekspor ke UEA.
Pemeriksaan ante dan post mortem sebagai rangkaian proses
pemotongan adalah bagian dari fungsi pengawasan kesmavet di RPH,
maka keberadaan petugas dengan kompetensi dokter hewan atau
paramedik dan keurmaster menjadi penting. Selanjutnya petugas juru
sembelih halal dan penyelia halal adalah bagian terpenting dari suatu RPH
Halal. Alur proses pada gambar tersebut ditujukan untuk RPH yang
menghasilkan karkas hangat. Pada RPH yang memproduksi daging aging
atau daging beku, maka perlu tambahan SDM dengan kompetensi
butcher (tenaga ahli pemotong daging sesuai topografi karkas). Gambar
7 menunjukan alur proses pemotongan halal untuk ternak ruminansia
sesuai dengan SNI 99003:2018 tentang pemotongan hewan halal
ruminansia.
Penanganan sesaat
Pembelian Transportasi Kedatangan Pemeriksaan
sebelum Penyembelihan*+
hewan hidup hewan hidup hewan antemortem+
penyembelihan*+
Dijual Buang
Pemeriksaan postmortem
BASIC CRADLE
12 DRESSING SYSTEM
SCISSOR GRIP TO
HOLD TAIL TIP &
HAND PULL TAIL SKIN
2 1 7 8 10 11 13 14
4 5 6 ADJUST
HEIGHT
3
setelah karkas digantung. Pembagian tugas pada sistem ini sudah lebih jelas
DROPPER
FULL RAIL
12 Y
DRESSING S STEM
FIRS SECOND
CAN COMBINE THESE
TASKS AT LOW LEVEL 9
ONWARDS
LEG LEG RAIL
3 4 5
5000
6 7 8 10 11 13 14
2 1
CUT
STRAP
J
AD UST
3600
3600
3300
PLATFORM HEIGHT
GUT INTO
HUB TRUCK
HOCKS
UDDER &
PIZZLE
BOX
STUN
STICK THE
WEASEND
FREE CHEEK
HIDE
HEAD OFF DROP VISCER A
CARCASS SPLIT CARCASS VISCERA HI-LO TRIM
SCALE
QUARTERING
HEAD, HOCK
SHCAKLE
INSPECTOIN
DRESS FIRST LEG, UDDER DRESS SECOND SKIN BRISKET BACK OFF
& PIZZL LE NECK AND FORE HIDE SAW
OPEN HID DRESS RUMP/ LEG BRISKET
INSERT SKI FLANK
SKIN LEG/RUMP & FLANK
Perubahan budaya kerja untuk RPH yang masih belum sesuai dengan
yang seharusnya perlu segera dimulai. Perubahan perilaku penjagal
harus dimulai dari komunitas peternak rakyat yang telah terkonsolidasi
dengan baik dan telah menjalankan bisnis kolektif berjamaah secara
profesional. Komunitas peternak lulusan SPR yang tergabung dalam
SASPRI (Solidaritas Alumni SPR Indonesia) merupakan komunitas yang
dapat diandalkan menjadi agen perubahan dalam industri RPH. Para
komunitas peternak SASPRI (penyedia ternak sapi hidup) disinergikan
dengan komunitas penjagal (penyedia daging sapi). Kedua komunitas
ini harus dibuat saling ketergantungan secara profesional dalam aspek
bisnis. Semua dilakukan secara transparan serta cash and carry. Tidak
ada hutang atau bayar di belakang hari. Praktik ini telah lama berjalan
dan sering kali peternak pada posisi dirugikan.
terus meningkat
.
mendampingi
.
lebih baik .
Karakteristik konsumen ini Aktivitas RPH tipe ini dijalankan oleh karyawan tidak tetap atau
menyebabkan hampir 90 karyawan dari para pemilik daging (jagal). Proses produksi daging
persen RPH atau TPH dimana pegawai bukan pegawai RPH cukup rawan dalam hal standar
melakukan proses pemotongan pada produk yang dihasilkan. Idealnya seluruh pegawai di semua lini
malam hingga dini hari, produksi daging di RPH adalah pegawai tetap di RPH tersebut,
selanjutnya daging dan produk lainnya sehingga aspek pengawasan akan lebih mudah dilakukan, dan jaminan
didistribusikan ke pasar untuk dijual kehalalan produk serta hygiene produk lebih terjamin.
pagi harinya.
sehat, utuh, dan halal (ASUH), serta berfungsi sebagai sarana untuk
melaksanakan:
No.13/2010. Menurut Permentan Merujuk pada kategori tersebut, RPH kategori II jumlahnya sangat
tersebut, berdasarkan sedikit dan dikelola sebagai badan usaha berupa Perseroan
kelengkapan fasilitas proses Terbatas (PT). Segmen pasar dari produk daging dingin dan beku
pelayuan (aging) karkas, suatu adalah konsumen khusus (hotel, restoran dan katering) yang
RPH/Unit Penanganan Daging menginginkan kriteria kualitas daging tertentu. Pada RPH kategori
dibedakan jadi 2 kategori yaitu: II ini pemenuhan persyaratan halal dan keamanan pangan sudah
dilaksanakan dengan baik, sehingga yang diperlukan disini adalah
program monitoring dan evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi,
Kategori I
sebagian besar kondisi RPH di Indonesia hingga saat ini cukup
Usaha pemotongan hewan di RPH
memprihatinkan dan tidak/belum memenuhi persyaratan teknis
tanpa fasilitas pelayuan karkas,
sehingga perlu dilakukan penataan RPH melalui upaya relokasi,
untuk menghasilkan karkas hangat
renovasi ataupun rehabilitasi.
2 Restraining box
Box untuk fiksasi ternak agar dapat direbahkan
dengan meminimalkan stress dan memudahkan
posisi menyembelih. alat fiksasi yang ideal sebaiknya
dilengkapi penahan kepala dan leher
3 Cradle skinning (alas Alas untuk tubuh ternak yang sudah mati supaya
tubuh) posisi tubuh tidak menyentuh lantai untuk
mengurangi kontaminasi, dapat digunakan saat
menguliti, mengeluarkan offal dan
5 Pisau sembelih dan Tersedia pisau yang bentuk dan ukurannya sesuai
alat pengasah pisau syarat standar pisau sembelih
Malaysia sebagai negara muslim juga sudah mengembangkan RPH Menurut AnsarComp. (2020)
modern halal untuk memenuhi kebutuhan daging halal dalam hingga saat ini, ada 154 perusahaan
negeri. Pada tahun 2009 melalui Malaysian Protocol for the Halal dan 156 rumah potong hewan
Meat & Poultry Production pemerintah Malaysia hadir membuat terakreditasi halal di seluruh Malaysia.
regulasi proses produksi halal. Setiap fasilitas harus mengikuti
serangkaian prosedur ketat yang disebut Pedoman Umum Makanan
Halal : produksi, persiapan, penanganan dan penyimpanan (MS
1500:2009 Halal Food - Production, preparation, handling and
storage - General guidelines 2 ed.).
kelembagaan.
Hierarki kriteria strategi modernisasi RPH halal disusun dengan empat Prinsip penilaian dalam AHP
level seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Hierarki disusun mulai dari adalah membandingkan secara
tingkatan (level) paling tinggi sampai paling rendah. Tingkatan berpasangan (pairwise comparisons)
tertinggi merupakan fokus (level 4), disusul oleh faktor, aktor dan tingkat kepentingan atau tingkat
alternatif strategi (level 1). Nilai yang diberikan berada dalam skala pengaruh satu elemen dengan elemen
pendapat yang dikeluarkan oleh Saaty (1993). Nilai rata-rata lainnya yang berada dalam satu
geometrik dari setiap nilai responden yang dibandingkan diolah tingkatan (level) berdasarkan
Aktor MUI
Pelatihan RPH Syariah (Dinas) Asosiasi
dengan excel. Hasil analisis AHP adalah bobot pada setiap level
Bobot nilai berdasarkan hasil analisis adalah 0.39 untuk kualitas SDM
RPH; 0.19 untuk kelengkapan fasilitas RPH; 0.1 untuk skala
pemotongan; 0.25 SDM monitoring dan evaluasi RPH Halal; serta
0.07 biaya RPH kompetitif.
Kualitas SDM RPH merupakan faktor utama (bobot tertinggi) dalam
menentukan strategi modernisasi RPH halal. Tertinggi kedua adalah
SDM monitoring dan evaluasi RPH halal. Sebagian besar RPH yang
ada saat ini fungsinya baru sebagai penyedia tempat untuk
memotong. RPH menyediakan tempat pemotongan dan air.
Pegawai yang berada di bawah RPH fungsinya hanya sebagai
paramedis/keurmaster, cleaning service dan petugas keamanan.
Juru sembelih dan penangan karkas dibawa oleh masing-masing
pedagang sapi/daging yang akan memotong sapinya. Tidak semua
juru sembelih memiliki sertifikat pernah mengikuti pelatihan
sebagai JULEHA.
Modernisasi RPH halal menuntut peningkatan SDM RPH yang lebih Menurut SNI RPH &
berkualitas, karena RPH merupakan titik kritis kehalalan daging yang Permentan no.13 /2, jumlah
dihasilkan. Terutama SDM untuk JULEHA dan penyelia halal. SDM JULEHA tiap RPH disesuaikan
monitoring dan evaluasi RPH Halal memiliki bobot tertinggi kedua, faktor dengan jumlah pemotongan ternak
yang harus dipertimbangkan untuk modernisasi RPH halal. Peluang per hari (Tabel 6).
terjadinya penyimpangan dari SNI RPH & Permentan No.13 /2010, bisa
diminimalkan melalui monitoring dan evaluasi RPH halal. Monitoring dan
evaluasi RPH halal termasuk di dalamnya SOP pemotongan halal dan
Penyelia halal. Monitoring pemotongan halal selama ini dilakukan oleh
pengawas RPH yang merupakan pegawai dinas yang membidangi.
RPH/Asosiasi 0.9
Perbankan 0.8
MUI 0.29
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45
Edukasi konsumen
Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa strategi Revitalisasi RPH melalui pembiayaan syariah serta pendampingan
modernisasi RPH halal, prioritas utamanya dan pembinaan menurut responden AHP dinilai kurang prioritas,
adalah Sertifikasi halal RPH dan retail (bobot dengan bobot masing-masing 0.11. Sedangkan bobot terkecil
0.46). Prioritas kedua pelatihan JULEHA dan adalah edukasi konsumen (0.09). Meskipun bukan prioritas utama,
SDM RPH dengan bobot 0.22 (Gambar 13). namun dalam jangka panjang revitalisasi RPH menuju RPH modern
Kedua kebijakan ini saling melengkapi satu perlu dilakukan, sesuai dengan hasil analisis IPA (important
sama lain, karena untuk melakukan sertifikasi performance analysis) yang dibahas pada sub bab berikutnya.
RPH, diperlukan JULEHA di tiap RPH. Demikian juga edukasi konsumen perlu dilakukan. Hasil kajian
Pradityo & Kusumastuti (2010) pemahaman tentang sertifikat halal
menentukan pilihan merek produk.
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45
Jaminan kehalalan daging sapi dimulai dari peternak hingga ke tangan konsumen Peternakan sapi potong 90% dilakukan oleh peternak rakyat skala
daging (Gambar 14). Di tingkat peternak sapi tidak diberi pakan yang mengandung kecil. Peternak secara individu tidak mungkin melakukan sertifikasi,
unsur haram, terutama pada sapi penggemukan. Darah dan tulang babi bisa karena biaya proses sertifikasi menjadi mahal. Kerja sama peternak di
dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak untuk memacu pertumbuhan. bawah kelembagaan SPR (Sekolah Peternakan Rakyat), dapat
Menurut hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. telah bersabda mempermudah peternak melakukan sertifikasi. Dalam satu kawasan
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan hasil penjualannya dan cukup dengan satu sertifikat, sehingga biayanya menjadi jauh lebih
mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan murah. Melalui SPR juga mempermudah melakukan tracing daging
hasil penjualannya.” (HR Abu Daud). Berdasarkan hadis tersebut, maka sengaja halal.
menggunakan darah/tulang babi untuk pakan, hukumnya haram.
MUI : Sertifikasi halal Peternak, RPH, dan Retail Gambar 14 Tracing halal daging mentah
Handling sap
Peternak Penyembelihan
(pemeliharaan, (Juleha Handling Konsumen
dressing, dagin
Sertifikasi pakan Sertifikasi Sertifikasi daging
sapi hidup Pedagang RPH eviceration, retail Displa
(pengangkut Transportasi Cutting mentah
an, pakan) dagin
Penyelia halal
Modernisasi RPH halal dilakukan melalui upgrade RPH (konvensional) yang ada
saat ini (existing) menjadi RPH halal yang modern. Analisis kebutuhan untuk
upgrade RPH dilakukan dengan metode IPA (Importance Performance Analysis).
Importance-Performance Analysis (IPA) digunakan untuk memetakan hubungan
antara kinerja stakeholder dengan tingkat kepentingan masing-masing atribut
stakeholder serta bagaimana kesenjangan antara kinerja stakeholder dengan
kepentingan dari atribut-atribut tersebut terkait dengan RPH halal yang modern.
Kinerja dinilai menggunakan skala 1 sampai 5 (sangat buruk hingga sangat baik).
Demikian juga dengan tingkat kepentingan, dari 1 (sangat tidak penting) hingga 5
(sangat penting). IPA merupakan alat analisis yang efektif ketika digunakan untuk
mengidentifikasi kebutuhan percepatan sertifikasi, karena menekankan atribut
RPH halal penting yang perlu ditingkatkan kinerjanya.
Rata-rata 73.4
Sehingga masih ada pelanggaran, seperti operator stunning yang Dari hasil FGD terungkap saat
bekerja tidak sesuai manual alat, memotong sapi pada di atas jakun, ini belum ada prosedur standar
atau terlalu ke bawah. Adanya ketidak seragaman SOP yang ada di operasional (SOP)/panduan Proses
antara beberapa RPH dan TPH, menyebabkan pelaksanaan SOP Sistem Jaminan Halal di RPH
tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan pada saat satu terutama pada titik titik kritis
RPH menegakkan SOP tersebut, maka para pelaku pemotongan kehalalan.
kemudian pindah ke RPH/TPH yang tidak menerapkan SOP sehingga
mereka bisa melakukan pemotongan sesuai dengan keinginannya
masing-masing.
Kelembagaan
4.55
SOP pemotongan halal Kebijakan RPH halal
4.50
4.45
4.40
IV III
4.35
Dukungan asosiasi
Kinerja
ii konvensional eksisting
Dari hasil FGD dan studi literatur, diidentifikasi ada 3 kategori RPH eksisting,
yaitu RPH komersial, RPH pemerintah dan RPH individu (atau dikenal
berbeda. Atribut halal pada RPH eksisting berdasarkan hasil FGD dan studi
pada Tabel 8, 9 dan 10. Oleh karena itu dalam rangka modernisasi RPH halal
pada RPH individu (rata-rata
Namun kinerja atribut halal kedua kategori RPH ini tetap perlu ditingkatkan
RPH komersial (rata-rata 88%).
masing kategori RPH berdasarkan hasil analisis IPA, diuraikan pada sub bab
berikut ini.
RPH Individu
4.6 fasilitas handling
Handling ternak
Pemahaman pemotongan
4.4 Fasilitas pemotongan
higienitas pemotongan Penyelia Juru sembelih
4.2
ruangan
4.0
Kepentingan
pengolahan limbah
3.8
3.6
3.4
limbah sebagai income
3.2
RPH Pemerintah
Hasil analisis IPA atribut RPH halal pada RPH pemerintah ditunjukkan
pada Tabel 9. Atribut prioritas utama untuk diperbaiki yaitu atribut yang
dianggap sangat penting, tetapi kinerjanya dinilai kurang (atau capaian
rendah). Jika dilihat dari kuadran IPA (Gambar 17), atribut RPH halal
yang menjadi prioritas untuk percepatan sertifikasi adalah atribut yang
berada di kuadran I. Atribut yang capaiannya terkecil (Tabel 9) dan
berada pada kuadran I (Gambar 17) adalah atribut “Higienitas proses
pemotongan karkas (butchering)”; “Keberadaan Penyelia Halal”, dan
“Pemahaman pemotongan dan penanganan Halal”.
RPH Pemerintah
4.6 fasilitas handling
Handling ternak
Pemahaman pemotongan
4.4 Fasilitas pemotongan
higienitas pemotongan Penyelia Juru sembelih
4.2
ruangan
4.0
Kepentingan
pengolahan limbah
3.8
3.6
3.4
limbah sebagai income
3.2
RPH Komersial
Hasil analisis IPA atribut RPH halal pada RPH komersial ditunjukkan Atribut “keberadaan penyelia halal”
pada Tabel 10. Atribut prioritas utama untuk diperbaiki yaitu atribut menjadi atribut prioritas pada semua
yang dianggap sangat penting, tetapi kinerjanya dinilai kurang (atau RPH untuk segera dilakukan. Menurut
capaian rendah). Pada Gambar 18 dapat dilihat bahwa beberapa Undang-Undang No. 33 Tahun 2014
atribut halal pada RPH komersial berada pada kuadran II (kanan tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH),
atas) dan kuadran III (kiri bawah). Pada kuadran II (kanan atas) pengertian penyelia halal adalah orang
menunjukkan atribut halal dinilai oleh responden sangat penting yang bertanggung jawab terhadap
dan kinerjanya relatif bagus. Dengan kata lain, RPH komersial telah Proses Produk Halal (PPH). Pada Pasal 24
melaksanakan atribut halal tersebut dengan baik. Sementara itu, butir C, Perusahaan wajib memiliki
Kuadran I (Prioritas utama) menunjukkan atribut halal yang Penyelia Halal.
dianggap sangat penting, tetapi RPH komersial belum
melaksanakannya. Atribut halal RPH komersial yang berada pada
Kuadran I adalah “keberadaan penyelia halal” dan “fasilitas
handling ternak sebelum dipotong”.
Sementara itu, pada Pasal 28 UU JPH disebutkan bahwa Peran penyelia halal sangat penting dalam percepatan
persyaratan Penyelia Halal salah satunya adalah memiliki sertifikasi. Diantaranya berperan dalam:
wawasan luas dan memahami syariat tentang
kehalalan. Selain itu, ketentuan penyelia halal diatur pula Mengawasi proses produk halal di perusahaan;
3.8
3.6
3.4
3.2 limbah sebagai income
3.0
3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.0
Kinerja
Gambar 18 Hasil Analisis IPA RPH Komersial
DAN REKOMENDASI
(QUICK WINS)
Perubahan dari RPH konvensional tradisional menjadi RPH halal,
modern, profesional merupakan suatu keniscayaan bagi bangsa
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di
Indonesia. Perilaku masyarakat penjagal yang melakukan serangkaian
proses penyembelihan ternak sampai menghasilkan karkas di atas
lantai mestinya tidak boleh lagi dilakukan di Indonesia, termasuk untuk
tradisi agama sekalipun. Ini jauh dari praktik berperilaku bersih yang
diajarkan dalam agama Islam. Slogan bersih adalah sebagian dari iman
hingga kini belum mengakar kepada masyarakat kita yang sebagian
besar beragama Islam.
NKV mungkin akan sulit dilakukan oleh beberapa RPH Individu (TPH) karena
Sebagian besar operasional
yang mendekati atau setara NKV (pra NKV) yang dapat dipenuhi oleh RPH
meskipun RPH memiliki SOP dan
peternak lulusan SPR yang tergabung dalam SASPRI (Solidaritas Alumni SPR
traceability halal.
Penerapan sistem
bermanfaat untuk:
menghalangi penerapan
standar
tagging, rfid
Komunitas penjagal dapat menuntut SASPRI untuk menghasilkan sapi yang Selain itu, adanya integrasi
sehat dengan kualitas daging yang standar sedangkan komunitas SASPRI antara SASPRI dengan RPH
dapat menuntut komunitas penjagal untuk melakukan penyembelihan sapi dapat menjamin keberlanjutan
yang sesuai aturan di RPH yang memenuhi persyaratan teknis. Pelan tetapi suplai sapi hidup sebagai bahan
pasti, perubahan akan terjadi. Dalam jangka panjang, komunitas penjagal baku utama operasional RPH.
yang telah terkonsolidasi dapat menjadi offtaker permanen yang menjadi
penampung sapi SASPRI dengan harga yang disepakati bersama berdasar
timbangan bobot hidup.
Ahmad MUD, Sarwar A, Najeeb IMI, Nawaz M, Anjum AA, Ali MA, Mansur N. 2013. Assessment of microbial
load of raw meat at abattoirs and retail outlets. J Anim Plant Sci. 23(3):745.
Akan J, Mohmoud S. 2010. Bioaccumulation of some heavy metals in fish samples from River Benue in
Vinikilang, Adamawa State, Nigeria. J. Environment. 3(11):727-736.
Akinro A, Ologunabga I, Yahaya O. 2009. Environmental implications of unhygienic operation of a city abattoir
in Akure, Western Nigeria. Journal of Engineering & Applied Sciences. 4(9):60-63.
Alqudsi SG. 2013. Awareness and demand for 100% halal supply chain meat products. Procedia-Social and
Behavioral Sciences 130 (2014) 167–178. DOI: 10.1016/j.sbspro.2014.04.021 Science Direct INCOMaR.
Anggraini DA, Fahmi NF, Putri DA, Hakiki MS. 2021. Kebijakan pemotongan sapi di RPH ( Rumah Potong
Hewan) dalam kaitannya dengan prinsip manajemen halal dan HACCP ( Hazard Analysis Critical Control point).
Halal Research. 1(1): 20-38.
Aurora TA. 2014. Higiene dan sanitasi tempat pemotongan hewan kurban di wilayah DKI Jakarta [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. SNI 01-6159-1999 Tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta: BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388:2009 Tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam
Pangan. Jakarta: BSN.
Bahri S, Rokhim S, & Prasiska Y.S. 2019. Kontaminasi Bakteri Escherichia coli Pada Sampel Daging. JHSP. 3( 1 ):
62-67. DOI: http/doi.org/10.29080/jhsp.v3i1.195.
Budiyono, Widiasa IN, Johari S, Sunarso. 2011. Study on slaughterhouse wastes potency and characteristic for
biogas production. J. Waste Resources. 1(2):4-7.
Chulayo AY, Tada O, Muchenje V. 2012. Research on preslaughter stress and meat quality: A review of
challenges faced under practical conditions, Appl. Anim. Husb. Rural Develop. 5(1):1-6.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2004. Report of the Tenth Session of the Codex Committee on Meat
Hygiene. New Zealand: FAO Fiat Panis.
Collins DS, Huey RJ. 2015. Graceys Meat Hygiene. West Sussex: Willey dan Sons.
Department of Agriculture. 2003. Code of practice for the transportation of sheep in Western Australia.
Australia (AU): The Livestock Transportes Association of Western Australia Inc.
Derry D, H Mulyati, A Basith. 2019. Managing Halal Risks of the Beef Supply Chains in Indonesia and Malaysia.
Tesis. IPB. Bogor.
[EFSA] European Food Safety Authority. 2004. Welfare aspects of animal stunning and killing methods.
Scientific report of the scientific panel for animal health and welfare on a request from the commission
related to welfare aspects of animal stunning and killing methods (Question No EFSAQ-2003-093).
Elsie, Harahap I. 2016. Isolasi Escherichia coli pada daging segar yang diperoleh dari beberapa pasar
tradisional di Pekanbaru. Jurnal Photon. 7(1):121-125.
Fajriani AN, R Wiliasih. 2018. Faktor-faktor yang Memengaruhi Resertifikasi Halal dan Dampak Sertifikat Halal
terhadap Profit UMKM. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB. Bogor.
aznur ZM, Nuraini H, Priyanto R. 2017. Evaluasi penerapan standar sanitasi dan higien di rumah potong hewan
G
kategori II. Jurnal Veteriner 18 (1): 107-115.
Gaznur ZM, Nuraini H, Priyanto R. 2020. Evaluation of halal slaughter-man and human resource competency in
slaughterhouse category ii. Jurnal Medika Veterinaria 14: (2).
Gracey JF. 1995. Meat Hygiene. 8th Edition. London: Bailliere Tindal.
Grandin T. 2010. Auditing animal welfare in slaughter plants. Meat Sci. 86(1):56- 65. doi:10.1016/
j.meatsci.2010.04.022.
Harris KB, Jeff WS. 2003. Best Practices for Beef Slaughter. Texas (USA): National Cattlemen’s Beef
Association, Departemen of Animal Science, A and M University.
Hendrasarie N, Hermana J, Nurtono T, Dewanto S. 2015. Rough and splitted on the surface of disk in rotating
biological contactor to treat tempe wastewater. J. Appl. Environ. Biol. Sci. 5(12):56- 63.
Herenda D, Chambers PG, Ettriqui A, P. Seneviratna T. J. P. Da Silva, (2007). Manual on Meat Inspection for
developing Countries. Food And Agriculture Organization of the United Nation Rome. http://www.meat
inspection manual/t0756e00.htm
Jie F. 2008. Supply chain analysis of the Australian beef industry. [Dissertation]. University of Sydney.
Juhari F, Nuraini H, Cyrilla L. 2017. Analisis nilai tambah produk Rumah Potong Hewan (studi kasus RPH
kategori I dan RPH Kategori II). Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 5 ( 2 ): 49-55.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 13/
Permentan/OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant). Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 95. Tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik
Indonesia.
[Kementan] Kementrian Pertanian. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 114/
Permentan/PD.410/9/2014 Tentang Pemotongan Hewan Kurban. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik
Indonesia.
Khairunnisa, Lubis DH, Hasanah Q. 2020. Kenaikan omzet UMKM makanan dan minuman di Kota Bogor pasca
sertifikasi (Halal the increase of food and beverage MSME’s total revenue in Bogor City post halal
certification). AL-MUZARA’AH. 8(2):109-127 DOI: 10.29244.
Kundu P, Debsarkar A, Mukherjee S. 2013. Treatment of slaughter house wastewater in a sequencing batch
reactor: performance evaluation and biodegradation kinetics. BioMed research international. 2013:1-11.
Kuntoro B, Maheswari RRA, Nuraini H. 2013. Mutu Fisik dan Mikrobiologi Daging Sapi Asal Rumah Potong
Hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan 10 (1).
Larezka R, R Wiliasih, T Nursyamsiah. 2021. Analisis Willingness to Pay Ibu Rumah Tangga Kabupaten Bogor
terhadap Daging Sapi Bersertifikat Halal. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB. Bogor.
Martiana A, Arief II, Nuraini H, Taufik E. 2020. The quality of bali beef from east Nusa Tenggara during
distribution process from slaughterhouse to consumers. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan.
8(1): 8-14.
[MLA] Meat and Livestock Australia. 2012. Prosedur Standar Operasional untuk Kesejahteraan Ternak. Meat
and Livestock Australia. Sidney.
[MLA] Meat and Livestock Australia, 2012. Design concepts for abattoirs in Indonesia. Final Report. ISBN:
9781741919554. Published By Meat & Livestock Australia Limited Locked Bag 991. North Sydney, NSW 2059.
Muhaimi, Haifan M. 2019. Evaluasi kinerja Rumah Potong Hewan(RPH) Bayur Kota Tangerang. Jurnal IPTEK.
3(2): 200-208.
[MUI] Majelis Ulama Indonesia. 2009. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Standar
Sertifikasi Pemotongan Halal. Jakarta (ID): Majelis Ulama Indonesia.
Muthia RN, R Wiliasih. 2021. Analisis Willingness To Pay Terhadap Steakhouse Bersertifikat Halal (Studi Kasus:
Konsumen Holycow! Steakhouse by Chef Afit). Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB. Bogor.
Nenobesi D, Mella W, Soetedjo P. 2017. Pemanfaatan limbah padat kompos kotoran ternak dalam
meningkatkan daya dukung lingkungan dan biomassa tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Pangan.
26(1):43–55
Nugraha P, Amini N. 2013. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi pupuk organik. Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan. 2(3):193–197.
Nuraini H, Aditia EL. 2020. Penilaian aspek kesejahteraan hewan pada pemotongan sapi brahman cross di
rumah pemotongan hewan berbeda. IPB University.
Nurwantoro N, Bintoro V, Legowo AM, Purnomoadi A. 2012. Microbiological properties of beef in various meat
shop at Semarang Indonesia. JITAA. 37(2): 97-102. https://doi,org/10.14710/jitaa.37.2.97-102.
[OIE] Office International des Epizooties (FR). 2015. Introduction to the recomendations for animal welfare.
Terrestrial Animal Health Code [Internet]. diunduh 2021 Juli 10. Tersedia pada: www.oie.int/index.php?
id=169&L=0&htmfile=chapitre_aw_introduction. htm.
Padmono D. 2005. Alternatif pengolahan limbah rumah potong hewan-Cakung (suatu studi kasus). Jurnal
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 13/Permentan.OT.140 /1/2010 Tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plan). 2010.
Pradityo HG, YI Kusumastuti. 2010. The Community Respons of Halal Certificate as Endorse to Build The
Brand Equity of Food Products (Case Study Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten
Prisestyani H, Dannar NN, Santoso K, Latif H. 2015. Kesempurnaan kematian sapi setelah penyembelihan
dengan dan tanpa pemingsanan berdasarkan parameter waktu henti darah memancar. Jurnal Acta Veterinaria
Prihandini PW, Purwanto T. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi. Bogor: Pusat
Priyanto R, Nuraini H, Muladno MI, Wijayanto H. 2019. Slaughter, carcass and non-carcass characteristics of
Purnomo D, EG Sa’id, MF Anas, K Syamsu, M Tasrif. 2011. Posisi daya saing produk dan kelembagaan
agroindustri halal Asean. Warta Kebijakan Iptek dan Manajemen Litbang. Vol 9:1, (73-92).
Riaz MN, Chaudry MM. 2004. Halal Food Prducton. Halal Production Requirements For Meat Poultry. Boca
Rizal A, Nuraini H, Priyanto R, Muladno M. 2014. Produktivitas karkas dan daging dengan teknik penanganan
karkas yang berbeda di beberapa RPH. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 2 (1): 201-206.
Rohyati E, Ndoen B, Penu CL. 2017. Kajian kelayakan operasional rumah pemotongan hewan (RPH) oeba
Pemerintah Kota Kupang Nusa Tenggara Timur dalam menghasilkan daging dengan kualitas asuh. Jurnal
Saaty TL. 1993. The Analytical Hierarchy Process: Planning. Priority Setting. Resource Allocation. Pittsburgh:
Saputra HS, Nuraini H, Priyanto R, Salundik S. 2015. Kajian teknis operasional dan lingkungan rumah potong
hewan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 3 (2), 89-94.
Sartono, Deby. 2011. Study evaluatif prosedur penyembelihan sapi di rumah pemotongan hewan di kota
pekanbaru. Riau (ID): Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Singh S, Moholkar VS, Goyal A. 2014. Optimization of carboxymethylcellulase production from Bacillus
Subekti K. 2015. Pembuatan Kompos dari Kotoran Sapi (Komposting). Yogyakarta: UGM Pr.
Syafie S.dan Othman N Md, 2006. Halal Certification: An international marketing issuesand challeng [Internet].
[diunduh 2012 Desember 12]. Tersedia pada: http://www.ctwcongress.de/ifsam/download/track_13/
pap00226.pdf.
S
yafiq A, LM Baga, Suprehatin. 2019. Kesadaran dan Kesediaan Membayar Konsumen terhadap Daging Sapi
Tersertifikasi Halal di Kota dan Kabupaten Bogor. Tesis. IPB. Bogor.
Tabun AC, Ndoen B,Peu CLL, Jermias JA, Foenay TAY, Ndolu DAJ. 2017. Pemanfaatan limbah dalam produksi
pupuk bokhasi dan pupuk cair organik di Desa Tuatuka Kecamatan Kupang Timur. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Peternakan 2 (2): 107-115.
Tiya NAD dan Nuraini H. 2021. Kinerja sumber daya manusia di rumah potong hewan (studi kasus RPH kategori
I dan kategori II). Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 9 (2): 89-94.
Tolistiawaty I, Widjaja J, Isnawati R, Lobo LT. 2015. Gambaran rumah potong hewan/ tempat pemotongan
hewan di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Jurnal Vektor Penyakit. 9(2):45-52.
[UU] Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. 2009. Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta(ID):
Republik Indonesia.
[UU] Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. 2014. Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta(ID): Republik Indonesia.
Yin RK. 2002. Case study research:Design and methods (2rd ed.). Thousand Oaks(CA): Sage.
Yunos RM, Mahmood CFC, Mansor NHA. 2014. Compliance to halal certification- Its impact on business
financial performance. Accounting Research Institute & Faculty of Accountancy, Universiti Teknologi Mara,
Johor Campus,Malaysia. Book. Chapter · February 2014. DOI: 10.1201/b16658-91.
KEUANGAN SYARIAH
TAHUN 2021