Anda di halaman 1dari 20

Hari, Tanggal Seminar : Kamis, 8 Juli 2021

Ruang/Sesi/ Pukul Seminar : R. 264/ 4/ 13:30 - 14:30 WIB

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Utara


Tahun 2011-2019

Syarif Kurniawan*1, Yaya Setiadi SST, M.M, M.Pd2


1
IVSE6/211710024

e-mail: *1211710024@stis.ac.id, 2setiadi@stis.ac.id

Abstrak
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang paling mempengaruhi masyarakat
secara langsung karena berdampak pada berkurangnya standar hidup dan bertambahnya
tekanan psikologis. Ada berbagai program pemerintah dalam mengatasi pengangguran
diantaranya program Kawasan Ekonomi Khusus yang diharapkan dapat menarik investasi dan
menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Salah satu provinsi yang daerahnya termasuk dalam
program KEK adalah Sulawesi Utara. Namun kenyataannya, Sulawesi Utara merupakan salah
satu provinsi yang dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi di Pulau Sulawesi dengan
rata-rata tingkat pengangguran terbuka selalu melebihi rata-rata nasional. Rata-rata tingkat
pengangguran terbuka Sulawesi Utara di wilayah Sulawesi Utara dalam periode 2011-2019
selalu masuk dalam provinsi dengan peringkat 1 Tingkat pengangguran terbuka di Pulau
Sulawesi dan pada tahun 2019 masuk peringkat 8 nasional. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis gambaran tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan
faktor-faktor yang memengaruhinya di kabupaten/kota di Provinsi sulawesi Utara serta
mempelajari bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi TPT di Sulawesi Utara periode
2011-2019. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif menggunakan grafik dan
tabel serta analisis inferensia menggunakan regresi data panel fixed effect model dengan estimasi
SUR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel IPM secara negatif dan signifikan terhadap
tingkat pengangguran terbuka sedangkan variabel inflasi berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap TPT.

Kata kunci—TPT, IPM, laju PDRB, jumlah penduduk, inflasi, regresi data panel, Sulawesi
Utara ,SUR

Abstract
Unemployment is a macroeconomic problem that most directly affects society because it
has an impact on reducing living standards and increasing psychological pressure. There are
various government programs in overcoming unemployment including the Special Economic
Zone program which is expected to attract investment and create many jobs. One of the provinces
whose area is included in the SEZ program is North Sulawesi. However, in reality, North Sulawesi
is one of the provinces with the highest open unemployment rate in Sulawesi Island with the
average open unemployment rate always exceeding the national average. The average open
unemployment rate of North Sulawesi in the North Sulawesi region in the 2011-2019 period has
always been included in the province with the 1st rank The open unemployment rate on Sulawesi
Island and in 2019 it was ranked 8th nationally. Therefore, the purpose of this study is to analyze
the description of the open unemployment rate (TPT) and the factors that influence it in
districts/cities in North Sulawesi Province and to study how these factors affect the TPT in North
Sulawesi for the 2011-2019 period. The analytical method used is descriptive analysis using
graphs and tables and inferential analysis using panel data regression fixed effect model with
SUR estimation. The results showed that the HDI variable had a negative and significant effect

1
◼ ISSN: 1978-1520

on the open unemployment rate, while the inflation variable had a positive and significant effect
on the TPT..

Keywords— TPT, HDI, GRDP rate, population, inflation, panel data regression, North
Sulawesi, SUR

1. PENDAHULUAN

Tujuan dan cita cita bangsa Indonesia termuat di dalam Pembukaan UUD 1945. Salah
satu tujuan nasional Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial
menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual
dan social warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri , sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Menurut publikasi BPS Cilacap, ada berbagai indikator yang
menentukan tingkat kesejahteraan yang meliputi aspek kependudukan, kesehatan, pendidikan,
ketenagakerjaan, taraf dan pola, serta perumahan dan kemiskinan. Masalah pengangguran
merupakan masalah ketenagakerjaan yang sangat berkaitan erat dan memengaruhi kesejahteraan.
Masalah pengangguran merupakan masalah yang menjadi isu penting di setiap negara
dikarenakan masalah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi satu sama lain.
Menurut Mankiw (2015) Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang paling banyak
mempengaruhi banyak orang secara langsung karena bagi kebanyakan orang yang kehilangan
pekerjaan berarti berdampak berkurangnya standar hidup dan bertambahnya tekanan psikologis.
Pengangguran merupakan masalah ekonomi makro yang dihadapi oleh setiap negara di
dunia, termasuk Indonesia. Tingkat pengangguran Indonesia pada periode 2015-2019 berada di
urutan tiga besar di ASEAN. Untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintah terus
melakukan upaya pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan memperluas kesempatan kerja sehingga diharapkan dapat menekan angka
pengangguran. Namun pada kenyataannya pembangunan ekonomi masih terpusat di Pulau Jawa
dan Kawasan Barat Indonesia yang berbanding terbalik dengan Kawasan Timur Indonesia yang
dapat dilihat grafik share PDRB yang terdapat pada lampiran 1. Dalam lampiran tersebut,
kawasan barat Indonesia memiliki share PDRB sebesar 73 persen sedangkan sisanya kawasan
timur Indonesia dengan share PDRB nya sebesar 27 persen. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
ketimbangan ekonomi yang jauh antara dua kawasan ini. Oleh karena itu, pemerintah terus
mengupayakan pemerataan ekonomi di berbagai daerah khususnya di daerah kawasan indonesia
timur. Salah satunya dengan membuat program Kawasan Ekonomi Khusus yang diharapkan dapat
menjadi daya tarik investasi dan mempercepat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan di daerah dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi yang wilayahnya termasuk dalam kawasan
ekonomi khusus. Meskipun wilayahnya termasuk dalam kawasan KEK, namun dapat dilihat
dalam lampiran 2 bahwa Sulawesi Utara merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran
terbuka tertinggi di Pulau Sulawesi dengan rata-rata tingkat pengangguran terbuka selalu melebihi
rata-rata nasional dan dapat dilihat di grafik perbandingan antara TPT Sulawesi Utara dengan
rata-rata nasional pada lampiran 3.
Berdasarkan tabel pada lampiran 2, rata-rata tingkat pengangguran terbuka Sulawesi
Utara pada periode 2011-2019 selalu masuk dalam provinsi dengan peringkat pertama tingkat
pengangguran terbuka di Pulau Sulawesi dan pada tahun 2019 menduduki peringkat ke-8 secara
nasional. Angka tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Utara juga masih belum mencapai
target RPJMN periode 2015-2019 yang menargetkan angka tingkat pengangguran terbuka
sebesar 4,0 sampai 5,5 pada akhir tahun 2019.
Mengingat bahwa pengangguran merupakan masalah ekonomi yang memengaruhi
banyak sektor dan apabila tidak segera ditangani ,akan mengancam kesejahteraan masyarakat.
Maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
pengangguran terbuka di daerah Sulawesi Utara. Dalam penelitian ini, pengangguran akan diukur
2
IJCCS ISSN: 1978-1520

dengan menggunakan angka tingkat pengangguran terbuka. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis gambaran Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya di kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara serta untuk mempelajari
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi TPT di Sulawesi Utara untuk tahun 2011-
periode 2019.

2. METODOLOGI

2.1. Landasan Teori

Pengangguran
Sadono Sukirno (2007) menjelaskan bahwa pengangguran adalah suatu kondisi saat
seseorang yang telah digolongkan menjadi kelompok angkatan kerja ingin dan secara aktif sedang
mencari pekerjaan, tetapi belum bisa memperolehnya . sedangkan menurut BPS (2014)
pengangguran merupakan penduduk tidak bekerja namun sedang mencari pekerjaan atau sedang
mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah
diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja. Menurut Borjas (2013) ada beberapa jenis
pengangguran yang dapat dibedakan berdasarkan sumbernya yaitu pengangguran friksional,
pengangguran musiman, pengangguran struktural, dan pengangguran siklis. sedangkan menurut
Ali Hasyim(2016) dalam bukunya menyebutkan bahwa ada beberapa pengangguran berdasarkan
ciri-cirinya yaitu pengangguran terbuka, pengangguran tersembunyi, setengah menganggur dan
musiman. Ukuran yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pengangguran adalah tingkat
pengangguran terbuka yang merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah
angkatan kerja (BPS, 2014).

Penduduk
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang Asing yang bertempat tinggal di
Indonesia (UUD 1945). Sedangkan menurut Simajuntak (2017) Penduduk merupakan
sekumpulan orang yang menempati sebuah wilayah sebagai tempat tinggal yang berdomisili
disuatu negara. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap (BPS, 2010).
Jumlah penduduk bisa memengaruhi tingkat pengangguran karena dengan meningkatnya
jumlah penduduk , maka tenaga kerja maupun angkatan kerja jumlahnya akan meningkat. Apabila
tenaga kerja dan angkatan kerja yang ada jumlahnya tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan
yang disediakan maka tidak semua angkatan kerja maupun tenaga kerja yang bisa memiliki
pekerjaan sehingga hal ini dapat menyebabkan pengangguran meningkat.

Pertumbuhan Ekonomi Regional


Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian
yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan
kemakmuran masyarakat meningkat (sukirno, 2013). Sedangkan menurut BPS (2010),
pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan produksi barang dan jasa di suatu wilayah
perekonomian pada tahun tertentu terhadap nilai tahun sebelumnya yang dihitung berdasarkan
PDB/PDRB atas dasar harga konstan.
Cara menghitung pertumbuhan ekonomi yakni dengan menghitung laju pertumbuhan
PDB/PDRB, laju PDB untuk pertumbuhan ekonomi negara sedangkan laju PDRB untuk
pertumbuhan ekonomi wilayah/daerah regional. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laju pertumbuhan PDB =(PDB(t)-PDB(t-1))/(PDB(t-1)) x 100%


Laju pertumbuhan PDRB =(PDRB(t)-PDRB(t-1))/(PDRB(t-1)) x 100%

3
◼ ISSN: 1978-1520

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dapat dijelas dalam hukum
okun yang dikemukakan oleh Arthur Okun tahun 1962. Hukum okun menyatakan bahwa bahwa
terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, 1 persen
kenaikan pada tingkat pengangguran akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi
sebesar 2 persen atau lebih. Sebaliknya satu persen kenaikan pada output dalam pertumbuhan
ekonomi akan menyebabkan penurunan tingkat pengangguran sebesar 1 persen atau kurang. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurcholis (2014) yang menyatakan bahwa
variabel pertumbuhan ekonomi dan upah minimum berpengaruh secar signifikan dan negatif
terhadap tingkat pengangguran terbuka.

Inflasi
Inflasi menurut sadono sukirno (2013) merupakan suatu proses ketika terjadinya suatu
kenaikan harga yang berlaku terhadap kegiatan perekonomian. Sedangkan Inflasi menurut BPS
adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara
terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami
kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan
demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa
secara umum.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi yaitu indeks harga konsumen,
indeks harga perdagangan besar, indeks harga produsen, indeks harga aset, dan deflator PDRB.
Deflator PDRB dapat diperoleh dengan membagi nilai PDRB atas harga berlaku dengan PDRB
rill dikali dengan 100.
Hubungan antara inflasi dan pengangguran dijelaskan dalam kurva Phillips. Kurva
Phillips menjelaskan bahwa hubungan perubahan pengangguran dalam suatu perekonomian
memiliki efek berkebalikan dengan inflasi. Hal ini dapat dilihat pada kurva Phillip pada lampiran
4.

Indeks Pembangunan Manusia


Pembangunan manusia menurut UNDP (United Nation Development Program) adalah
suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Jika mengacu pada pengertian
tersebut, maka penduduk menjadi tujuan akhir dari pembangunan, sedangkan upaya
pembangunan merupakan sarana (principal means) untuk tujuan tersebut. IPM merupakan
indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(masyarakat/penduduk). IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup
sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Berikut adalah beberapa langkah untuk menghitung indeks pembangunan:
1. Menghitung Indeks Komponen
Dimensi Kesehatan
𝐴𝐻𝐻−𝐴𝐻𝐻(𝑚𝑖𝑛)
Ikesehatan = 𝐴𝐻𝐻(𝑚𝑎𝑘𝑠)−𝐴𝐻𝐻(𝑚𝑖𝑛)
Dimensi Pendidikan
𝐻𝐿𝑆−𝐻𝐿𝑆(𝑚𝑖𝑛)
IHLS = 𝐻𝐿𝑆(𝑚𝑎𝑘𝑠)−𝐻𝐿𝑆(𝑚𝑖𝑛)
𝑅𝐿𝑆−𝑅𝐿𝑆(𝑚𝑖𝑛)
IRLS = 𝑅𝐿𝑆(𝑚𝑎𝑘𝑠)−𝑅𝐿𝑆(𝑚𝑖𝑛)
𝐼(𝐻𝐿𝑆)+𝐼(𝑅𝐿𝑆)
Ipendidikan =
2

2. Menghitung IPM
IPM dihitung sebagai rata-rata geometric dari indeks kesehatan, Pendidikan, dan
pengeluaran. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
IPM= 3√𝐼(𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛)𝑥𝐼(𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛)𝑥𝐼(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛)

4
IJCCS ISSN: 1978-1520

Penelitian yang pernah dilakukan Firdhania dan Muslihatinningsih (2017) menemukan


hasil bahwa hubungan antara TPT dan IPM adalah negatif sehingga apabila nilai IPM naik maka
angka TPT akan menurun. Hal ini didasarkan oleh teori pertumbuhan baru yang menekankan
betapa pentingnya peranan pemerintah dalam meningkatkan pembangunan modal manusia
(human capital) dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Semakin tinggi
kualitas manusia, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong
peningkatan produktivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak
dengan memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga dengan
penyerapan tenaga kerja yang semakin banyak menyebabkan berkurangnya tingkat pengangguran
(Todaro. 2000).

2.2. Cakupan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengangguran terbuka faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka dalam kurun waktu 2011-2019. Penelitian ini
menggunakan tingkat penggangguran terbuka sebagai variabel dependennya sedangkan
independen yang digunakan terdiri dari pertumbuhan ekonomi regional, inflasi ,IPM, dan jumlah
penduduk di Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara.
Data penelitian ini diambil dari dari semua daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Utara yang berjumlah 15 Kabupaten/Kota dengan periode waktu penelitian yang digunakan
berasal dari tahun 2011-2019 sehingga struktur data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data panel yang terdiri dari cross section 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara dan time
series periode 2011-2019..

2.3. Metode Analisis


Pada penelitian ini akan dilakukan analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis
deskriptif yang dilakukan menggunakan grafik serta tabel untuk menggambarkan TPT, inflasi,
jumlah penduduk, IPM, pertumbuhan ekonomi regional . Sementara analisis inferensia yang
digunakan adalah regresi data panel untuk mengetahui variabel mana yang memengaruhi TPT di
kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Berikut merupakan tahapan pada analisis regresi data panel
yang akan dilakukan
Langkah pertama yang dilakukan untuk memilih model yang terbaik diantara FEM, CEM
serta REM yakni uji Chow. Uji Chow dilakukan untuk memilih model mana yang terbaik antara
model CEM atau FEM. Jika model FEM lebih baik daripada uji CEM, selanjutnya akan dilakukan
pengujian untuk pemilihan model antara FEM dan REM dengan menggunakan uji Hausman. Uji
Breusch-Pagan LM dilakukan untuk memilih model yang terbaik antara model CEM dan REM
Setelah mendapatkan model yang terbaik, langkah selanjutnya adalah memilih metode
estimasi yang akan digunakan. Estimasi dengan Ordinary Least Square digunakan apabila model
yang terpilih adalah CEM. Apabila model yang terpilih adalah model FEM, maka dilakukan
pemeriksaan struktur varians-kovarians residual dengan uji LM dan uji 𝜆𝐿𝑀 . Jika model yang
terpilih adalah model REM maka metode estimasi yang digunakan adalah Generalized Least
Square.
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji asumsi klasik. Apabila model yang terpilih
adalah FEM dan REM, maka harus dilakukan uji asumsi normalitas dan multikolinieritas. Apabila
model yang terpilih adalah model CEM, maka harus dilakukan uji asumsi heteroskedastisitas, uji
normalitas, uji nonmultikolieritas, dan uji autokorelasi. Langkah keempat, yakni melakukan uji
keberartian model dengan memeperhatikan nilai koefisien determinasi, uji simultan, dan uji
parsial. Langkah terakhir yaitu menginterpretasikan hasil estimasi dari model yang telah
terbentuk.
Kemungkinan model yang terbentuk ada tiga, yakni model CEM, FEM, dan REM yang
persamaannya sebagai berikut:
Common effect Model
𝑻𝑷𝑻𝒊𝒕 = 𝜷𝟎 + 𝜷𝟏 𝑷𝑬𝑹𝒊𝒕 +𝜷𝟐 𝑰𝑵𝑭𝒊𝒕 +𝜷𝟑 𝑰𝑷𝑴𝒊𝒕 + 𝜷𝟒 𝑱𝑷𝒊𝒕 + 𝒗𝒊𝒕
5
◼ ISSN: 1978-1520

Fixed effect Model


𝑻𝑷𝑻𝒊𝒕 = (𝜷𝟎 +𝝁𝒊 ) 𝜷𝟏 𝑷𝑬𝑹𝒊𝒕 +𝜷𝟐 𝑰𝑵𝑭𝒊𝒕 +𝜷𝟑 𝑰𝑷𝑴𝒊𝒕 + 𝜷𝟒 𝑱𝑷𝒊𝒕 + 𝒗𝒊𝒕
Random effect Model
𝑻𝑷𝑻𝒊𝒕 = 𝜷𝟎 + 𝜷𝟏 𝑷𝑬𝑹𝒊𝒕 +𝜷𝟐 𝑰𝑵𝑭𝒊𝒕 +𝜷𝟑 𝑰𝑷𝑴𝒊𝒕 + 𝜷𝟒 𝑱𝑷𝒊𝒕 + (𝒗𝒊𝒕 + 𝝁𝒊 )

Keterangan :
𝑇𝑃𝑇𝑖𝑡 : tingkat pengangguran terbuka
𝑃𝐸𝑅𝑖𝑡 : pertumbuhan ekonomi regional
𝐼𝑁𝐹𝑖𝑡 : inflasi regional kab/kota
𝐼𝑃𝑀𝑖𝑡 : indeks pembangunan manusia regional kab/kota
𝐽𝑃𝑖𝑡 : jumlah penduduk regional kab/kota
𝑖 : 15 kab/kota di Provinsi Sulawesi Utara
𝑡 : 2011,2012,..,2019.
𝑣𝑖𝑡 : Residual antara kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝜇𝑖 : Efek individu kabupaten/kota, fixed pada FEM dan random pada REM

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Tingkat Pengangguran Terbuka Secara Umum


Berdasarkan gambar grafik pada lampiran 5, dapat diketahui bahwa TPT di Provinsi
Sulawesi Utara dari tahun 20011-2019 mengalami fluktuasi dan tren datanya mengalami
penurunan. Angka TPT tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan angka TPT sebesar 9.03 persen.
Angka ini mengindikasikan bahwa jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara yang termasuk
golongan angkatan kerja dan lapangan pekerjaan pada tahun 2015 belum optimal. Namun upaya
pemerintah dalam menangani tingkat pengangguran di tahun setelahnya, yakni tahun 2016
terbilang cukup berhasil dikarenakan terjadi penurunan angka TPT menjadi 6.18 persen.
Selanjutnya, kita bisa melihat grafik pada lampiran 6 agar mengetahui perkembangan
angka tingkat pengangguran terbuka pada setiap kabupaten/kota. Informasi yang kita dapatkan
dari grafik tersebut diantaranya Kota Manado secara rata-rata memiliki angka tingkat
pengangguran tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara dengan nilai sebesar 10.74 persen diikuti
dengan Kota Bitung dengan nilai sebesar 10.68 persen. Sedangkan Kabupaten Kepulauan Talaud
merupakan kabupaten dengan angka tingkat pengangguran terendah dengan rata-rata tingkat
pengangguran pada periode tahun 2011 sampai 2019 sekitar 3.32 persen. Angka ini sangatlah
berbeda jauh selisihnya dengan daerah dengan angka tpt tertinggi yakni Kota Bitung dan Manado.
Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan Kabupaten
dengan keadaan geografis Kepulauan Talaud yang jauh dari pusat kota sehingga masyarakat di
sana rela bekerja apa saja untuk bisa hidup tanpa memerlukan keterampilan maupun pendidikan
yang tinggi.
Jika dibandingkan dengan rata-rata angka tingkat pengangguran di Sulawesi Utara
periode 2011 sampai 2019 yang sebesar 7.33 persen, ada sebanyak 9 kabupaten yang angkanya
masih rendah yaitu Bolaang Mongondow, Kepulauan Sangihe,Kepulauan Talaud,Minahasa
Selatan,Bolaang Mongondow Utara,Kepulauan Sitaro,Minahasa Tenggara,Bolaang Mongondow
Selatan,Bolaang Mongondow Timur. Sedangkan terdapat 6 kabupaten/kota yang memiliki tingkat
pengangguran tinggi daripada tingkat pengangguran rata-rata Provinsi Sulawesi utara yang yakni
Minahasa, Minahasa Utara , Manado, Bitung, Tomohon, Kotamobagu.

Gambaran Pertumbuhan Ekonomi Secara Umum

Pertumbuhan ekonomi regional atau bisa kita sebut laju pertumbuhan produk domestik
regional bruto adalah ukuran pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah
perekonomian dalam selang waktu tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi juga mencerminkan
tingkat kesejahteraan di masyarakat. Berdasarkan grafik pada lampiran 7, didapatkan informasi

6
IJCCS ISSN: 1978-1520

bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Utara berfluktuasi, namun berdasarkan garis
tren yang cenderung menurun menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara
mengalami penurunan. Laju pertumbuhan ekonomi tertinggi berada pada periode 2012 dengan
nilai laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6.59 persen sementara laju PDRB terendah berada pada
tahun 2019 dengan nilai sebesar 5.66 persen. Sedangkan berdasarkan grafik pada lampiran 8,
menunjukkan bahwa kondisi laju pertumbuhan di daerah kota/kabupaten di Provinsi Utara. Secara
rata-rata, laju pertumbuhan ekonomi di daerah kota /kabupaten di Provinsi Utara berkisar antara
nilai 4.8 sampai 7.25 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan antar
daerah kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Utara yang mengindikasikan bahwa tingkat
kesejahteraan di daerah tersebut kurang merata. Daerah dengan rata-rata angka laju pertumbuhan
ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Kepulauan Sitaro dengan nilai laju pertumbhan ekonomi
sebesar 7.25 persen. Sedangakan daerah dengan nilai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
merupakan Kabupaten Kepulauan Talaud dengan nilai sebesar 4.88 persen. Selanjutnya,
diketahui bahwa hampir setengah daerah kabupaten/kota yang laju pertumbuhan ekonominya di
atas laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara diantara adalah Minahasa Utara, Bolaang
Mongondow Utara, Kepulauan Sitaro,Kota Manado,Kota Tomohon, dan Kota Kotamobagu.
Sementara, daerah dengan laju pertumbuhan ekonominya di atas laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sulawesi Utara adalah Bolaang Mongondow,Minahasa,Kepulauan Sangihe,Kepulauan
Talaud,Minahasa Selatan,Minahasa Tenggara,Bolaang Mongondow Timur, dan Kota Bitung.

Gambaran Inflasi Secara Umum

Inflasi merupakan salah satu dari beberapa masalah ekonomi makro. Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebut bahwa inflasi adalah keadaan perekonomian negara di mana ada
kecenderungan kenaikan harga-harga dan jasa dalam waktu panjang. Berdasarkan grafik pada
lampiran 9, kita mendapatkan infomasi mengenai tingkat inflasi di Sulawesi Utara yang mana
dalam periode 2011 -2019 juga mengalami fluktuasi. Tren dari nilai inflasi ini mengalami
penurunan terutama pada periode selama periode 2016 sampai 2018. Hal ini menunjukkan bahwa
upaya pemerintah Sulawesi Utara pada periode tersebut dalam mengurangi angka inflasi
terbilang berhasil. Nilai angka inflasi tertinggi terjadi pada periode 2014 diikuti dengan periode
2015 dengan nilai sebesar 6.73 dan 6.48. Sementara nilai inflasi terendah berada pada periode
2018 dengan nilai sebesar 2.41 persen diikuti dengan periode 2019 dengan nilai inflasi sebesar
3.08 persen. Sedangkan , Berdasarkan gambar grafik pada lampiran 10, dapat kita ketahui bahwa
kondisi inflasi di daerah kota/kabupaten di Provinsi Utara. Terdapat infomasi yang menarik, yakni
daerah dengan nilai inflasi tertinggi berada pada daerah Bolaang Mongondow Selatan dengan
nilai inflasi sebesar 5.13 persen diikuti dengan daerah Kepulauan sitaro dengan nilai 4.49 persen.
Sementara daerah dengan nilai inflasi terendah berada pada daerah Kota Tomohon dengan nilai
inflasi sebesar 3.44 persen diikuti dengan daerah Kepulauan sitaro dengan nilai 3.60 persen.

Gambaran Jumlah Penduduk Secara Umum

Penduduk merupakan faktor de facto berdirinya suatu negara. Penduduk juga merupakan
modal yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Namun apabila petumbuhan
penduduk tidak diiringi dengan pertambahan lapangan kerja yang memadai akan menyebabkan
terjadinya pertambahan jumlah pengangguran. Dari Gambar grafik pada lampiran 11, bisa kita
dapatkan informasi mengenai jumlah penduduk di Sulawesi Utara yang mengalami peningkatan
dari tahun 2011 sampai tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk bertambah
tiap tahunnya dengan jumlah penduduk tertinggi berada pada periode 2019 dengan sebanyak
2506981 penduduk sedangkan jumlah penduduk terendah berada pada periode 2011 dengan
jumlah penduduk sebanyak 2305924 penduduk. Berdasarkan lampiran 12 Gambar 14, jumlah
penduduk di 15 daerah kabupen/kota di Sulawesi Utara mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun dengan Kota Manado dengan rata-rata jumlah penduduk terbanyak dengan 425029
penduduk sedangkan untuk daerah dengan rata-rata jumlah penduduk terendah berasal dari
7
◼ ISSN: 1978-1520

daerah Bolaang Mongondow Selatan dengan rata-rata jumlah penduduk sebanyak 62202
penduduk.

Gambaran Indeks Pembangunan Manusia Secara Umum

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator yang digunakan dalam mengukur


tingkat keberhasilan pembangunan kualitas hidup manusia(masyarakat/penduduk).Dari Gambar
grafik pada lampiran13, didapatkan informasi mengenai IPM di Sulawesi Utara periode 2011-
2019 yang menunjukkan bahwa dalam periode tersebut, IPM Sulawesi Utara mengalami
peningkatan dengan nilai IPM tertinggi terjadi pada tahun 2019 sebesar 72.99 persen sedangkan
nilai IPM terendah dengan nilai sebesar 68.31 persen pada periode 2011.
IPM yang tinggi di suatu daerah menunjukkan bahwa kualitas hidup manusia di daerah
tersebut sangatlah baik sedangkan jika IPM rendah maka kualitas hidup manusia didaerah tersebut
rendah. Dari Gambar grafik pada lampiran 14, dapat diketahui bahwa daerah dengan rata-rata
IPM tertinggi adalah Bolaang Mongondow Selatan dengan nilai IPM sebesar 63.31 persen
sedangkan daerah dengan rata-rata IPM terendah adalah Kota Manado dengan nilai sebesar 77.33
persen. Hal ini menandakan bahwa Infrastruktur di Kota Manado sangat menunjang dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia di Kota Manado. Sedangkan untuk pemerintah Kabupaten
Bolaang Mongondow Selatan diharuskan lebih mengkonsentrasikan dan mengusahakan supaya
infrastruktur di daerahnya supaya pembangunan kualitas hidup manusia dapat meningkat.

Variabel-variabel yang memengaruhi tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota di Provinsi


Sulawesi Utara

Pemilihan Model Terbaik

Tabel 1. Hasil Uji Chow


Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 14.33217 -14,116 0.000
Cross-section Chi-square 135.5681 14 0.000
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 1,diperoleh hasil bahwa nilai F- Statistik sebesar
14.33217 yang lebih besar dari nilai kritis F(0.1;14,116)= 1.56 yang membuat, hipotesis null akan
ditolak. Serta bisa kita lihat nilai p-value sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil dari taraf uji
alpha yang bernilai 0,1 sehingga hipotesis null juga akan ditolak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dengan taraf signifikansi sebesar 10 persen, model fixed effect lebih baik
daripada menggunakan model common effect.
Uji Hasusman dilakukan untuk memilih model terbaik diantara fixed effect model atau
random effect model. Berdasarkan hasil pengujian di tabel 2, diperoleh p-value sebesar 0,0063
yang lebih kecil dari alpha yang bernilai 0,1 sehingga hipotesis null akan ditolak. Selain itu, dapat
dilihat juga bahwa nilai statistik W yang sebesar 14.32394 yang lebih besar dari nilai kritis χ2(0.1
, 4) = 7,78 yang berarti hipotesis null akan ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model fixed effect lebih baik daripada menggunakan model random effect.
Tabel 2. Hasil Uji Hausman
Chi-Sq. Chi-Sq.
Test Summary Statistic d.f. Prob.
Cross-section random 14.32394 4 0.0063
Dari hasil pengujian di atas, model yang terbaik merupakan model fixed effect sehingga
pengujian selanjutnya, yakni uji Breuch-Pagan Lagrange Multiplier sudah tidak diperlukan
pengujiannya lagi.
Langkah selanjutnya yaitu uji lanjutan terhadap model FEM yaitu pengujian untuk
struktur varians kovarians pada residual. Pertama, akan dilakukan uji LM untuk menguji apakah

8
IJCCS ISSN: 1978-1520

terdapat heteroskedastik pada struktur varians kovarians matrik . Berdasarkan tabel pada lampiran
15, diperoleh informasi bahwa terdapat heteroskedastik pada varians-kovarians matrik yang
dibuktikan dengan nilai LM yang sebesar 66,504 yang lebih besar daripada nilai χ2(0.1, 14) =
21.06 sehingga keputusan menjadi tolak hipotesis null pada taraf signifikansi sebesar 10 persen.
Dari pengujian LM , dapat kita simpulkan bahwa varians-kovarians residual bersifat
heteroskedastik. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan uji 𝜆LM. Berdasarkan hasil pengujian
𝜆LM yang diperoleh dari lampiran 15, diperoleh nilai 𝜆LM yang sebesar 131,69 yang mana
nilainya lebih besar dariapada nilai χ2 tabel yang sebesar 123,94 . Keputusan dari pengujian ini
menghasilkan adalah tolak hipotesis null. Sehingga dengan taraf signifikansi sebesar 10 persen
maka dapat disimpulkan bahwa varians-kovarians residual bersifat heteroskedastik serta terdapat
cross sectional correlation. Metode estimasi lanjutan yang cocok untuk digunakan pada Fixed
Effect Model adalah Seemingly Unrelated Regression (SUR).

Pengujian Asumsi Klasik

Untuk memperoleh model estimasi data panel yang BLUE atau tidak bias maka
diperlukan adanya uji asumsi klasik. Oleh karena itu, tahapan selanjutnya adalah pengujian
asumsi klasik. Dikarenakan model yang terbentuk adalah model FEM, maka pengujian asumsi
klasik yang dilakukan hanyalah uji normalitas dan multikolinieritas.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas
Kriteria Jarque Berra p-value
Normalitas 1.6123 0.446
Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel , diperoleh nilai Jarque Berra sebesar
1.6123 yang lebih kecil daripada χ2 tabel yang sebesar 4.605 sehingga dapat disimpulkan bahwa
residual dari model berdistribusi normal dengan taraf signifikansi sebesar 10 persen.
Pengujian asumsi klasik selanjutnya adalah uji asumsi multikolinieritas. Berdasarkan
output hasil VIF pada tabel 4, pengujian asumsi multikolinieritas yang dilakukan dengan melihat
nilai VIF mendapatkan kesimpulan bahwa semua variabel bebas dari multikolinieritas
dikarenakan nilai VIF semua variabel lebih kecil daripada 10.
Tabel 4. Hasil Pengujian Multikolinieritas
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
C 82.82119 3881.579 NA
PER 0.028956 53.45466 1.329529
JUM_PEND 7.51E-10 910.5749 2.286315
IPM 0.026219 5824.32 2.896138
INF 0.011986 11.80067 1.51952

Estimasi Model
Berdasarkan hasil estimasi degan menggunakan model Fixed Effect Model dengan
estimasi SUR, diperoleh informasi bahwa IPM dan inflasi memengaruhi tingkat pengangguran
terbuka kabupaten/kota di Sulawesi Utara pada periode 2011-2019. Pada tabel 5, dapat dilihat
bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 70.5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
IPM, jumlah penduduk, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi regional dapat menjelaskan variabel
tingkat pengangguran terbuka sebesar 70.5 persen sedangkan sisanya yang sebesar 29.5 persen
dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian.
Tabel 5. Ringkasan Output Model Regresi data Panel
Std.
Variable Coefficient t-Statistic Prob.
Error
C 29.22018 9.100615 3.210792 0.0017
9
◼ ISSN: 1978-1520

PER -0.178172 0.170165 -1.047053 0.2973


JUM_PEND 3.99E-05 2.74E-05 1.456153 0.1481
IPM -0.415385 0.161923 -2.565323 0.0116
INF 0.189719 0.10948 1.732913 0.0858
Cross- section Fixed Effect
Bolaang Mongondow -3.998219
Minahasa -7.234494
Kepulauan Sangihe 1.797689
Kepulauan Talaud -1.127842
Minahasa Selatan -2.918716
Minahasa Utara 0.325964
Bolaang Mongondow Utara 2.723726
Kepulauan Sitaro -0.77818
Minahasa Tenggara -0.949059
Bolaang Mongondow
Selatan 3.411916
Bolaang Mongondow Timur 1.39126 R-squared 0.745133
Adjusted R-
Kota Manado
-8.504323 squared 0.705584
Kota Bitung 5.558561 S.E. of regression 1.390506
Kota Tomohon 5.543156 F-statistic 18.84104
Kota Kotamobagu 4.75856 Prob(F-statistic) 0

Efek individu juga dapat kita lihat di tabel 5 , apabila variabel independen di dalam model
FEM memiliki nilai yang sama maka akan diperoleh informasi bahwa Kota Bitung merupakan
daerah dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara diikuti dengan
daerah Kota Tomohon sedangkan Kota Manado merupakan daerah dengan tingkat pengangguran
terbuka terendah di Sulawesi Utara diikuti dengan Kabupaten Minahasa dengan asumsi ceteris
paribus. Hasil ini tidak sesuai dengan kenyataan seperti yang ada pada analisis deskriptif
sebelumnya dimana Kota Manado merupakan daerah dengan tingkat pengangguran terbuka
tertinggi pada periode 2011-2019 di Sulawesi Utara.Hal ini bisa terjadi dikarenakan variabel IPM,
jumlah penduduk, laju pertumbuhan PDRB, dan inflasi di daerah tersebut tidak mungkin bias
disamakan pada periode waktu dalam penelitian ini. Perbedaan ini bisa saja disebabkan oleh
variabel lain di luar model yang memengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Utara
ini.
Berdasarkan ringkasan output pada tabel 5, uji F menghasilkan keputusan untuk tolak
hipotesis null sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan ,variabel IPM, jumlah
penduduk, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi regional berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat pengangguran terbuka. Sedangkan secara parsial, dengan menggunakan uji t dan taraf
signifikansi 10 persen menunjukkan bahwa variabel IPM dan inflasi berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota di sulawesi Utara.
Variabel IPM memengaruhi tingkat pengangguran di kabupaten/kota di Sulawesi Utara
periode tahun 2011-2019 secara signifikan dan hubungannya adalah negatif dengan koefisien
regresi sebesar 0.415385. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 satuan IPM, maka akan menurunkan
tingkat pengangguran terbuka sebesar -0.415385 dengan asumsi terjadi kondisi ceteris paribus.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mahroji dan Nurkhasanah (2019)
yang menyatakan bahwa IPM berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat
pengangguran terbuka kabupaten/kota di Sulawesi Utara.

10
IJCCS ISSN: 1978-1520

Variabel inflasi memengaruhi tingkat pengangguran di kabupaten/kota di Sulawesi Utara


periode tahun 2011-2019 secara signifikan dan hubungannya adalah positif dengan koefisien
regresi sebesar 1.732913. Hal ini berarti setiap kenaikan 1 persen inflasi, maka akan
meningkatkan angka tingkat pengangguran terbuka sebesar 1.732913 dengan asumsi terjadi
kondisi ceteris paribus. Hal ini tidak sejalan dengan kurva Phillips dikarenakan Hal ini
kemungkinan besar disebabkan karena data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke
dalam data jangka panjang sehingga dalam jangka panjang, ekonomi cenderung akan kembali ke
tingkat pengangguran alami. Inflasi juga akan menyebabkan tingginya suku bunga pinjaman yang
berakibat pada investasi. Apabila investasi terhadap sektor produksi menurun, hal ini akan
menyebakan pengurangan pada faktor-faktor produksi yang diantaranya adalah tenaga kerja
sehingga menambah jumlah pengangguran Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah
dilakukan Aruan (2014) yang menemukan bahwa variabel inflasi memengaruhi secara signifikan
dan positif terhadap tingkat pengangguran terbuka di DI Yogyakarta. Sedangkan Variabel jumlah
penduduk dan pertumbuhan ekonomi regional/ laju PDRB tidak memiliki hubungan signifikan
terhadap tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-
2019.
.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Tingkat pengangguran terbuka , inflasi, dan laju PDRB di daerah kabupaten/kota di


Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019 secara umum mengalami fluktuasi . Sedangkan
Jumlah Penduduk, dan IPM selalu mengalami trend yang positif naik.
2. Kota Manado dan Kota Bitung merupakan kota dengan rata-rata nilai tingkat
pengangguran terbuka tertinggi sedangkan Kabupaten Kepulauan Talaud adalah daerah
dengan rata-rata nilai tingkat pengangguran terbuka terendah di Provinsi sulawesi Utara
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel IPM berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Utara. Sementara itu,
variabel inflasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran
terbuka. Sedangkan variabel jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi regional tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Indeks pembangunan manusia berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di
daerah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara sehingga diharapkan pemerintah dapat
meningkatkan fasilitas yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga
diharapkan tingkat pengangguran terbuka dapat berkurang ke depannya.
2. Pemerintah Sulawesi Utara diharapkan dapat membuat kebijakan untuk menekan laju
inflasi sehingga dapat menurunkan tingkat pengangguran terbuka
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan variabel lain yang belum
dimasukkan ke dalam model ini serta menanmabh periode penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 12. Sekretariat Negara. Jakarta.
Undang-Undang Dasar 1945.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2012). Economic Development (11th ed.). Pearson.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics: Fifth Edition. McGraw-Hill.
Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data: Third Edition. John Wiley & Son,Ltd.
Sukirno, Sadono. 2007. Makroekonomi Modern. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan, Jakarta: PT Grafindo
Persada
Hasyim, Ali Ibrahim. 2016. Ekonomi Makro. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP
11
◼ ISSN: 1978-1520

Borjas, G. J. (2013). Labor Economics (6th ed.). McGraw-Hill.


Simajuntak, P.N.H. 2017. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta : Prenadamedia Group
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2014. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Jakarta
Priastiwi,Dian, dan Herniwati. 2019. “ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK,
PENDIDIKAN, UPAH MINIMUM, DAN PDRB TERHADAP TINGKAT
PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI JAWA TENGAH”. Diponegoro Journal
of Economics,1(1), 5 – 10.
Nugraha, Farid. 2017. “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGANGGURAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2014 DENGAN
METODE PANEL DATA”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Ekonomi
Pembangunan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Anggita Pramastuti, Niken. 2017. “Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka
di Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Ilmu Ekonomi. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
Amrullah, Wildan Aziz, Nanik Istiyani, Fivien Muslihatinningsih. 2019. “Analisis Determinan
Tingkat Pengangguran Terbuka di Pulau Jawa Tahun 2007-2016”. e-Journal Ekonomi
Bisnis dan Akuntansi, Volume VI (1) : 43-49
Mahroji, Dwi, dan Iin Nurkhasanah. 2019. “PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN”.
Jurnal Ilmu Ekonomi, Vol. 9, No. 1.

12
IJCCS ISSN: 1978-1520

LAMPIRAN

Lampiran 1. Grafik Perbandingan Share PDRB Kawasan Timur dan Kawasan Barat Indonesia
tahun 2018

27%
Kawasan Timur Indonesia
Kawasan Barat Indonesia
73%

Lampiran 2. Tabel Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi-Provinsi di Pulau


Sulawesi dan Indonesia tahun 2011-2019
Tahun
Daerah
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sulawesi
10.1 7.98 6.79 7.54 9.03 6.18 7.18 6.86 6.25
Utara
Sulawesi
6.78 3.95 4.19 3.68 4.1 3.29 3.81 3.43 3.15
Tengah
Sulawesi
8.13 6.01 5.1 5.08 5.95 4.8 5.61 5.34 4.97
Selatan
Sulawesi
4.69 4.14 4.38 4.43 5.55 2.72 3.3 3.26 3.59
Tenggara
Gorontalo 6.74 4.47 4.15 4.18 4.65 2.76 4.28 4.03 4.06
Sulawesi
3.35 2.16 2.35 2.08 3.35 3.33 3.21 3.16 3.18
Barat
INDONESIA 7.48 6.13 6.17 5.94 6.18 5.61 5.5 5.3 5.23

Lampiran 3. Grafik perbandingan TPT Sulawesi Utara dan Indonesia periode tahun 2011-2019

13
◼ ISSN: 1978-1520

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI SULAWESI


UTARA DAN INDONESIA TAHUN 2010-2019
12
10
8
6
4
2
0

Agustus
Agustus

Agustus

Agustus

Agustus

Agustus

Agustus

Agustus

Agustus

Agustus
Februari
Februari

Februari

Februari

Februari

Februari

Februari

Februari

Februari

Februari
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

SULAWESI UTARA INDONESIA

Lampiran 4. Grafik perbandingan TPT Sulawesi Utara dan Indonesia periode tahun 2011-2019

Lampiran 4. Kurva Phillips

Lampiran 5. Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-
2019 (dalam persen)

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

14
IJCCS ISSN: 1978-1520

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)


Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019 (dalam persen)

Lampiran 6. Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara


tahun 2011-2019 (dalam persen)
16
14
12
10
8
6
4
2
0

2011 2012 2013 2014 2015


2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 7. Grafik Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019


(dalam persen)

15
◼ ISSN: 1978-1520

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 8. Grafik Laju Pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara tahun
2011-2019 (dalam persen)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

2011 2012 2013 2014 2015


2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 9 : Grafik Nilai Inflasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019 (dalam persen)

16
IJCCS ISSN: 1978-1520

0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 10 : Grafik Nilai Inflasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019 (dalam persen)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

2011 2012 2013 2014 2015


2016 2017 2018 2019 Rata-rata

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 11 : Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019


(dalam persen)

17
◼ ISSN: 1978-1520

2550000

2500000

2450000

2400000

2350000

2300000

2250000

2200000
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 12 : Grafik Jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi di Kabupaten/Kota Provinsi


Sulawesi Utara tahun 2011-2019 (dalam persen)
500000
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

2011 2012 2013 2014 2015


2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Lampiran 13 : Grafik Nilai IPM kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi tahun 2011-2019 (dalam
persen)

18
IJCCS ISSN: 1978-1520

74.00

73.00

72.00

71.00

70.00

69.00

68.00

67.00

66.00

65.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Lampiran 14 : Grafik Nilai IPM Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara tahun 2011-2019
(dalam persen)
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014


Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Tahun 2019 Rata-Rata

Lampiran 15 : Pengujian struktur varians -kovarians residual

1. Uji lm test

𝐻0 : 𝜎𝑖 2 = 𝜎 2 (struktur varians-kovarians residual bersifat homoskedastik)

𝐻0 : 𝜎𝑖 2 ≠ 𝜎 2 (struktur varians-kovarians residual bersifat heteroskedastik)

Hasil penghitungan statistik uji LM adalah

LM 66,50

19
◼ ISSN: 1978-1520

2
𝜒0,1;14 21,064

Keputusan : Tolak H0

Kesimpulan : dengan tingkat signifikansi sebesar 10 persen dapat disimpulkan bahwa struktur

varians kovarians residual bersifat heteroskedastis

2. Uji 𝜆 LM

H0 : Tidak ada cross sectional correlation

H1 : Terdapat cross sectional correlation

Hasil penghitungan statistik uji 𝜆𝐿𝑀 adalah

𝜆𝐿𝑀 131,69
2
𝜒0,1;105 123,94

Kesimpulan : dengan tingkat signifikansi sebesar 10 persen dapat disimpulkan bahwa terdapat

cross sectional correlation dalam residual.

20

Anda mungkin juga menyukai