Abstrak
Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi fiskal akan menunjukkan tercapainya
kesejahteraan masyarakat. Pencapaian tersebut akan berdampak terhadap peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Sejak diberlakukannya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara telah
memanfaatkan kebijakan tersebut yaitu dengan melaksanakan pemekaran 13 daerah
kabupaten/kota dan merupakan yang terbanyak di Indonesia. Akan tetapi, terdapat indikasi
bahwa kesejahteraan masyarakat belum tercapai. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan peningkatan yang melambat dan tidak
merata. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2019.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel dengan model terpilih fixed
effects dan metode estimasi Seemingly Unrelated Regression (SUR). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio PAD dan rasio DAK memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, sementara rasio belanja modal dan rasio belanja pegawai memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2011-2019. Untuk rasio DBH dan DAU tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2019.
Kata kunci—Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal, Regresi Panel
Abstract
The successful implementation of fiscal decentralization will show the achievement of
public welfare. This achievement will have an impact on increasing economic growth. Since it’s
implementation in Indonesia, the province of North Sumatera has taken anventage of this policy
by implementing the expansion of 13 districts/cities and is the largest in Indonesia. However,
there are indications that the public welfare has not been achieved. This can be seen from the
economic growth of districts/cities in North Sumatera which shows a slow and uneven increase.
Therefore, this study aims to determine the effect of fiscal decentralization on economic growth
of districts/cities in North Sumatra in 2011-2019. The analytical method using panel data
regression analysis with the selected fixed effects model and the Seemingly Unrelated Regression
(SUR) estimation method. The results showed that the PAD ratio and the DAK ratio had a positive
and significant effect on economic growth, while the capital expenditure ratio and personnel
expenditure ratio had a negative and significant effect on economic growth of districts/cities in
North Sumatra in 2011-2019. The DBH ratio and DAU ratio has no significant effect on economic
growth of districts/cities in North Sumatra in 2011-2019.
Keywords—Economic Growth, Fiscal Decentralization, Panel Regression
1. PENDAHULUAN
Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merupakan tanggungjawab dari negara.
Hal ini tercantum dalam cita-cita bangsa Indonesia yakni ikut serta dalam memajukan
1
ISSN: 1978-1520
kesejahteraan umum. Yang berarti seluruh masyarakat baik di kota besar maupun masyarakat di
desa harus merasakan kesejahteraan. Salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran
kesejahteraan adalah pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vollset
et all (2020) dalam “Fertility, Mortality, Migration, and Population Scenarios For 195 Countries
and Territories From 2017 to 2100: A Forecasting Analysis For The Global Burden Of Disease
Study”, Indonesia pada tahun 2050 diprediksi akan menempati peringkat ke-12 dunia dengan
kekuatan perekonomian yang baik. Maka untuk mewujudkan hal tersebut perlu peran serta
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terjalin dalam suatu sistem yang baik. Pertumbuhan
ekonomi dapat memperlihatkan bagaimana kinerja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
dalam mengelola pemerintahan. Sehingga akan sangat terlihat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan merata apabila pemerintah daerah melakukan pengelolaan keuangan yang baik.
Tujuan pertumbuhan perekonomian yang membaik dan merata sudah diwujudkan dengan
pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah sejak 1 Januari 2001. Perubahan signifikan
menuju ke arah desentralisasi diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
yang disempurnakan lagi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut
UU No. 32 Tahun 2004, menjelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang - undangan. Gagasan
desentralisasi merupakan gagasan yang dikembangkan untuk menjawab kelemahan dari
pemerintahan yang sentralistis. Dalam pelaksanaannya, pengambilan kebijakan yang selama ini
terpusat diserahkan ke daerah sebagai perwujudan pemerintah pusat. Oates (1999) bahwa
pemerintah pusat lebih baik mendelegasikan tugas dan wewenang kepada pemerintah daerah agar
kebijakan yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Desentralisasi fiskal menyangkut banyak hal, diantaranya ekonomi, administratif,
politik, budaya, dan geografis. Selain itu juga, daya tarik yang paling menonjol adalah perbedaan
pendapat diantara peneliti dalam menyimpulkan studi tentang desentralisasi fiskal. Atas
fenomena tersebut, menurut Martinez dan Mcnab (2003) bahwa ada hubungan yang bersifat
multidimensional antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi baik berupa direct
maupun indirect sehingga sulit untuk menentukan hubungan yang optimal. Lebih lanjut lagi
World Bank (1997) ada tiga kemungkinan kondisi yang terjadi akibat hubungan antara
desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi yakni: pertama, desentralisasi fiskal berdampak
positif terhdap pertumbuhan ekonomi akibat peningkatan efisiensi pengeluaran pemerintah;
kedua, desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi akibat
peningkatan instabilitas makro ekonomi; ketiga, desentralisasi fiskal dapat berdampak positif
maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan memperhatikan kesiapan daerah untuk
melaksanakan desentralisasi fiskal sesuai dengan kebijakannya. Dalam hal ini Breuss dan Eller
(2004) menyimpulkan bahwa terdapat ketidakjelasan ataupun tidak adanya hubungan otomatis
antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Sementara Ebel dan Yilmaz (2002)
menjelaskan bahwa perbedaan pendapat yang selama ini terjadi pada desentralisasi fiskal adalah
gagalnya peneliti dalam memahami dan memilih variabel desentralisasi fiskal. Oleh karena itu
kesalahan sedikitpun akan berpengaruh signifikan terhadap hasil yang diperoleh.
10 6.44 5.47 6.66 5.18 6.5 5.65 8.13 7.04
5.3 5.3
5
0
Jawa Timur Jawa Tengah Sumatera Jawa Barat Sulawesi
Utara Selatan
2011 2018
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 1. Perbandingan pertumbuhan ekonomi 5 provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota
terbanyak di indonesia antara tahun 2011 dan 2018 (persen)
2
IJCCS ISSN: 1978-1520
Implementasi desentralisasi fiskal di Provinsi Sumatera Utara ternyata tidak serta merta
membawa peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika dilihat pertumbuhan ekonomi pada tahun
2011, Provinsi Sumatera Utara memperoleh sebesar 6,66 persen (Gambar 1). Sementara untuk
tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan hingga
mencapai 5,18 persen. Nilai ini jika dibandingkan dengan lima provinsi dengan jumlah
kabupaten/kota terbanyak di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara berada pada posisi terbawah
pada tahun 2018. Begitu juga dengan nilai penurunan yang terjadi, Provinsi Sumatera Utara
mengalami penurunan tertinggi sebesar 1,48 persen jika dibandingkan dengan penurunan yang
terjadi pada provinsi lainnya.
Hal diatas tidak sejalan dengan penelitian Bohte dan Meier (2000) yang dalam
penelitiannya menemukan bahwa pemerintahan yang terdesentralisasi akan mencapai
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan lebih tinggi. Ini mengindikasikan bahwa lemahnya
pengelolaan desentralisasi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi Sumatera
Utara. Lebih jauh lagi, menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi pada tahun 2015 Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah dengan jumlah daerah
tertinggal terbanyak di pulau Sumatera. Ini mengindikasikan bahwa desentralisasi yang berjalan
di Provinsi Sumatera Utara baru hanya mencapai prestasi politik dengan banyaknya pembentukan
maupun pemekaran daerah, tetapi untuk mencapai tujuan utama otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal masih sangat jauh dari harapan. Dengan melihat kondisi diatas, maka peneliti
merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui gambaran umum mengenai
pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi fiskal kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara serta
menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2019.
2. METODOLOGI
Landasan Teori
Pertumbuhan Ekonomi
Todaro (2006) mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses
peningkatan terus menerus kapasitas produktif secara berkesinambungan dalam periode waktu
yang panjang sehingga menghasilkan output perekonomian dan pendapatan yang semakin besar.
Selanjutnya terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi: (1) Akumulasi modal; (2)
Pertumbuhan penduduk; (3) Kemajuan teknologi.
Desentralisasi Fiskal
Menurut Prawirosetoto (Pujiati, 2006), desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian
tanggung jawab serta pembagian kekuasaan dan kewenangan dalam pengambilan keputusan pada
bidang fiskal dengan meliputi aspek penerimaan (tax assignment) dan aspek pengeluaran
(expenditure assignment).
Cakupan Penelitian
Keseluruhan data penelitian ini merupakan data sekunder dengan lokus penelitian di 33
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2011 -2019. Data tersebut berasal dari
publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yakni Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) yakni
Visualisasi Data APBD. Adapun rinciannya adalah PDRB ADHK bersumber dari publikasi BPS,
sementara total pendapatan daerah, pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dana alokasi umum,
dana alokasi khusus, total belanja daerah, belanja modal, dan belanja pegawai didapatkan dari
sumber publikasi BPS dan visualisasi data APBD oleh DJPK Kemenkeu.
Definisi Operasional Untuk Variabel Penelitian
Definisi operasinal yang dipakai merupakan definisi yang sesuai dengan konsep Badan
Pusat Statistik (BPS) maupun penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut:
3
ISSN: 1978-1520
1. PDRB ADHK adalah nilai riil dari jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit
usaha dalam suatu wilayah atau nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi dalam kurun waktu tertentu.
2. Rasio PAD adalah rasio dari total pendapatan asli daerah pemerintah kabupaten/kota
terhadap total pendapatan pemerintah kabupaten/kota.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝐴𝐷 (1)
Rasio PAD = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑋 100%
3. Rasio DBH adalah rasio dari total dana bagi hasil pemerintah kabupaten/kota terhadap total
pendapatan pemerintah kabupaten/kota.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐷𝐵𝐻 (2)
Rasio DBH = 𝑋 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
4. Rasio DAU adalah rasio dari total dana alokasi umum pemerintah kabupaten/kota terhadap
total pendapatan pemerintah kabupaten/kota.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐷𝐴𝑈 (3)
Rasio DAU = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑋 100%
5. Rasio DAK adalah rasio dari total dana alokasi khusus pemerintah kabupaten/kota terhadap
total pendapatan pemerintah kabupaten/kota.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐷𝐴𝐾 (4)
Rasio DAK = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑋 100%
6. Rasio Belanja Modal adalah rasio dari total belanja modal pemerintah kabupaten/kota
terhadap total belanja pemerintah kabupaten/kota.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 (5)
Rasio Belanja Modal = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑋 100%
7. Rasio Belanja Pegawai adalah rasio dari total belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota
terhadap total belanja pemerintah kabupaten/kota.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑔𝑎𝑤𝑎𝑖 (6)
Rasio Belanja Pegawai = 𝑋 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
Metode Analisis
Dalam penelitian menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis
deskriptif antara lain menggambarkan perkembangan pertumbuhan ekonomi yang diukur
menggunakan nilai riil PDRB serta gambaran Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Belanja Modal (BM), dan
Belanja Pegawai (BP) dalam bentuk grafik. Sementara itu, analisis inferensia menggunakan
analisis regresi data panel untuk mengetahui variabel desentralisasi fiskal mana yang berpengaruh
signifikan dan besarnya pengaruh tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara.
Adapun tahapan-tahapan dalam analisis regresi data panel yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Memilih model terbaik
a. Uji Chow untuk memilih antara model CEM dan FEM. Apabila model FEM lebih baik,
dilajutkan dengan pemilihan model FEM atau REM.
b. Uji Hausman untuk memilih antara model FEM dan REM.
c. uji Breusch-Pagan LM untuk memilih antara model CEM dan REM.
2. Menentukan metode estimasi yang akan digunakan.
a. Ordinary Least Square digunakan apabila model yang terpilih adalah CEM.
b. Uji LM dan uji 𝜆𝐿𝑀 dengan pemeriksaan struktur varians-kovarians residual digunakan
apabila model yang terpilih adalah FEM.
c. Generalized Least Square digunakan jika model yang terpilih adalah REM.
3. Pemeriksaan asumsi klasik
a. Apabila model CEM terpilih, maka dilakukan uji asumsi normalitas, homoskedastisitas,
nonmultikolinieritas, dan nonautokorelasi.
4
IJCCS ISSN: 1978-1520
b. Apabila model FEM atau REM terpilih, maka dilakukan uji asumsi normalitas dan
nonmultikolinieritas.
4. Melakukan uji keberartian model.
Dalam pengujian ini, yang perlu diperhatikan adalah nilai koefisien determinasi (R2), uji
simultan (uji-F), dan uji parsial (uji-t).
5. Menginterpretasi model yang terbentuk.
Terdapat tiga kemungkinan model yang akan terbentuk yaitu sebagai berikut:
Common Effects Model
𝑙𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑟𝑃𝐴𝐷𝑖𝑡 + 𝛽2 𝑟𝐷𝐵𝐻𝑖𝑡 + 𝛽3 𝑟𝐷𝐴𝑈𝑖𝑡 + 𝛽4 𝑟𝐷𝐴𝐾𝑖𝑡 + 𝛽5 𝑟𝐵𝑀𝑖𝑡 (7)
+ 𝛽6 𝑟𝐵𝑃𝑖𝑡 + 𝑣𝑖𝑡
Fixed Effects Model
𝑙𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖𝑡 = (𝛽0 + 𝜇𝑖 ) + 𝛽1 𝑟𝑃𝐴𝐷𝑖𝑡 + 𝛽2 𝑟𝐷𝐵𝐻𝑖𝑡 + 𝛽3 𝑟𝐷𝐴𝑈𝑖𝑡 + 𝛽4 𝑟𝐷𝐴𝐾𝑖𝑡 (8)
+ 𝛽5 𝑟𝐵𝑀𝑖𝑡 + 𝛽6 𝑟𝐵𝑃𝑖𝑡 + 𝑣𝑖𝑡
Random Effects Model
𝑙𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑟𝑃𝐴𝐷𝑖𝑡 + 𝛽2 𝑟𝐷𝐵𝐻𝑖𝑡 + 𝛽3 𝑟𝐷𝐴𝑈𝑖𝑡 + 𝛽4 𝑟𝐷𝐴𝐾𝑖𝑡 + 𝛽5 𝑟𝐵𝑀𝑖𝑡 (9)
+ 𝛽6 𝑟𝐵𝑃𝑖𝑡 + (𝑣𝑖𝑡 + 𝜇𝑖 )
Keterangan:
𝑙𝑛𝑃𝐷𝑅𝐵𝑖𝑡 : Logaritma natural PDRB kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝛽0 : Intersep
𝜇𝑖 : Efek individu kabupaten/kota, fixed pada FEM dan random pada REM
𝛽1 , 𝛽2 , 𝛽3 , 𝛽4 , 𝛽5 , 𝛽6 : Koefisien regresi masing – masing variabel
𝑣𝑖𝑡 : Residual antara kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑟𝑃𝐴𝐷𝑖𝑡 : Rasio PAD kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑟𝐷𝐵𝐻𝑖𝑡 : Rasio DBH kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑟𝐷𝐴𝑈𝑖𝑡 : Rasio DAU kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑟𝐷𝐴𝐾𝑖𝑡 : Rasio DAK kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑟𝐵𝑀𝑖𝑡 : Rasio belanja modal kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑟𝐵𝑃𝑖𝑡 : Rasio belanja pegawai kabupaten/kota ke-i tahun ke-t
𝑖 : Terdiri dari 33 kabupaten/kota
𝑡 : Terdiri dari 9 tahun (tahun 2011 – 2019)
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
MADINA
TAPTENG
DAIRI
SERGAI
TEBING TINGGI
BINJAI
NIAS
MEDAN
TAPSEL
TAPUT
TOBASA
LABURA
PALAS
NIAS BARAT
HUMBAHAS
SAMOSIR
KARO
TANJUNGBALAI
PEMATANGSIANTAR
GUNUNGSITOLI
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
PAKPAK BHARAT
LANGKAT
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
MADINA
TAPTENG
DAIRI
SERGAI
TEBING TINGGI
BINJAI
MEDAN
NIAS
TAPSEL
TAPUT
TOBASA
PALAS
LABURA
NIAS BARAT
SAMOSIR
KARO
HUMBAHAS
TANJUNGBALAI
GUNUNGSITOLI
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
PEMATANGSIANTAR
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
PAKPAK BHARAT
LANGKAT
Gambar 3. Rasio PAD kabupaten/kota terhadap total pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara
antara tahun 2011 dan tahun 2019 (Persen)
Secara umum terjadi peningkatan nilai PAD di setiap kabupaten/kota. Hal ini juga diikuti
oleh semakin besarnya kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Hanya ada beberapa
daerah yang mengalami penurunan yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Nias Selatan dan
Kota Medan. Jika dilakukan perbandingan dari tahun 2011 ke 2019, peningkatan kontribusi PAD
tertinggi didapatkan oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar 9,93 persen sementara penurunan
kontribusi PAD tertinggi dialami Kabupaten Simalungun yaitu 39,44 persen (Gambar 3).
Dana Bagi Hasil
14
12 2011 2019
10
8
6
4
2
0
LABUHAN BATU
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
MADINA
TAPTENG
DAIRI
SERGAI
TEBING TINGGI
NIAS
MEDAN
BINJAI
TOBASA
LABURA
TAPSEL
TAPUT
PALAS
SAMOSIR
NIAS BARAT
HUMBAHAS
KARO
TANJUNGBALAI
PEMATANGSIANTAR
GUNUNGSITOLI
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
PAKPAK BHARAT
LANGKAT
Gambar 4. Rasio PAD kabupaten/kota terhadap total pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara
antara tahun 2011 dan tahun 2019 (Persen)
Secara umum terjadi penurunan nilai DBH di setiap kabupaten/kota. Hal ini juga diikuti
dengan semakin berkurangnya kontribusi DBH terhadap total pendapatan daerah. Jika dilakukan
perbandingan dari tahun 2011 ke 2019, hanya Kabupaten Tapanuli Selatan yang mengalami
peningkatan kontribusi DBH yaitu sebesar 4,29 persen sementara Kota Medan mengalami
penurunan kontribusi DBH tertinggi yaitu 7,46 persen (Gambar 4).
6
IJCCS ISSN: 1978-1520
LABUHAN BATU
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
MADINA
TAPTENG
DAIRI
SERGAI
TEBING TINGGI
BINJAI
NIAS
MEDAN
TAPSEL
TAPUT
TOBASA
LABURA
PALAS
NIAS BARAT
HUMBAHAS
SAMOSIR
KARO
TANJUNGBALAI
PEMATANGSIANTAR
GUNUNGSITOLI
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
PAKPAK BHARAT
LANGKAT
Gambar 5. Rasio DAU kabupaten/kota terhadap total pendapatan daerah di Provinsi
Sumatera Utara antara tahun 2011 dan tahun 2019 (Persen)
Secara umum terjadi peningkatan nilai DAU di setiap kabupaten/kota. Akan tetapi
kontribusi DAU terhadap total pendapatan daerah mengalami penurunan. Jika dilakukan
perbandingan dari tahun 2011 ke 2019, Kota Binjai mengalami peningkatan kontribusi DAU
tertinggi yaitu 6,17 persen sementara penurunan kontribusi DAU tertinggi dialami oleh
Kabupaten Nias Utara sebesar 21,56 persen (Gambar 5).
Dana Alokasi Khusus
30
25 2011 2019
20
15
10
5
0
LABUHAN BATU
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
DAIRI
BINJAI
MADINA
SERGAI
TEBING TINGGI
TAPSEL
TAPTENG
NIAS
MEDAN
TOBASA
LABURA
TAPUT
PALAS
SAMOSIR
NIAS BARAT
HUMBAHAS
TANJUNGBALAI
KARO
PEMATANGSIANTAR
GUNUNGSITOLI
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
PAKPAK BHARAT
LANGKAT
Gambar 6. Rasio DAK kabupaten/kota terhadap total pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara
antara tahun 2011 dan tahun 2019 (Persen)
Secara umum terjadi peningkatan nilai DAK di setiap kabupaten/kota. Hal ini juga diikuti
dengan kenaikan kontribusi DAK terhadap total pendapatan daerah. Jika dilakukan perbandingan
dari tahun 2011 ke 2019, peningkatan kontribusi DAK tertinggi dialami oleh Kabupaten Nias
Utara sebesar 12,73 persen sementara itu hanya ada satu daerah yang mengalami penurunan
kontribusi yaitu Kota Gunung Sitoli sebesar 0,21 persen (Gambar 6).
Belanja Modal
50
2011 2019
40
30
20
10
0
LABUHAN BATU
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
DAIRI
MADINA
BINJAI
TAPTENG
SERGAI
TEBING TINGGI
NIAS
TAPSEL
MEDAN
TAPUT
TOBASA
LABURA
PALAS
SAMOSIR
NIAS BARAT
HUMBAHAS
TANJUNGBALAI
KARO
PEMATANGSIANTAR
GUNUNGSITOLI
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
PAKPAK BHARAT
LANGKAT
Gambar 7. Rasio belanja modal kabupaten/kota terhadap total pengeluaran daerah di Provinsi Sumatera
Utara antara tahun 2011 dan tahun 2019 (Persen)
7
ISSN: 1978-1520
Secara umum terjadi peningkatan nilai belanja modal di setiap kabupaten/kota. Akan
tetapi kontribusi belanja modal terhadap total pengeluaran daerah mengalami penurunan. Jika
dilakukan perbandingan dari tahun 2011 ke 2019, hanya 9 daerah yang mengalami peningkatan
kontribusi belanja modal dengan peningkatan tertinggi oleh Kota Sibolga yaitu sebesar 18,95
persen sementara itu 24 daerah lainnya mengalami penurunan kontribusi belanja modal dengan
penurunan tertinggi terjadi di Kabupaten Nias Barat sebesar 19,75 persen (Gambar 7).
Belanja Pegawai
100
2011 2019
80
60
40
20
0
LABUHAN BATU
BATU BARA
PALUTA
NIAS UTARA
SIBOLGA
MADINA
TAPTENG
DAIRI
BINJAI
SERGAI
LABURA
TEBING TINGGI
MEDAN
NIAS
TAPSEL
TAPUT
TOBASA
PALAS
SAMOSIR
NIAS BARAT
HUMBAHAS
TANJUNGBALAI
KARO
DELI SERDANG
NIAS SELATAN
PEMATANGSIANTAR
GUNUNGSITOLI
ASAHAN
SIMALUNGUN
LABUSEL
PADANGSIDIMPUAN
LANGKAT
PAKPAK BHARAT
Gambar 8. Rasio belanja pegawai kabupaten/kota terhadap total pengeluaran daerah di Provinsi Sumatera
Utara antara tahun 2011 dan tahun 2019 (Persen)
Secara umum terjadi peningkatan nilai belanja pegawai di setiap kabupaten/kota. Akan
tetapi kontribusi belanja pegawai terhadap total pengeluaran daerah mengalami penurunan. Hal
ini dibuktikan dengan seluruh kabupaten/kota mengalami penurunan kontribusi belanja pegawai
dari tahun 2011 ke tahun 2019, dengan penurunan tertinggi terjadi di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan sebesar 47,11 persen. Sementara penurunan kontribusi belanja pegawai terendah dialami
oleh Kabupaten Nias sebesar 1,05 persen (Gambar 8).
8
IJCCS ISSN: 1978-1520
Estimasi Model
Hasil estimasi yang dilakukan dengan Eviews 10 menggunakan Fixed Effect
Model dengan metode estimasi Seemingly Unrelated Regressions (SUR) diperoleh hasil bahwa
desentralisasi fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara tahun
2011-2019. Berdasarkan Tabel 5, diperoleh nilai 𝑅 2 𝑎𝑑𝑗𝑢𝑠𝑡𝑒𝑑 sebesar 0,9976. Dengan demikian
menghasilkan makna bahwa variabel bebas yang termasuk dalam model secara keseluruhan yaitu
rasio PAD, rasio DBH, rasio DAU, rasio DAK, rasio belanja modal, dan rasio belanja pegawai
dapat menjelaskan variabel tak bebas yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 99,76 persen.
Sementara itu, sisanya sebesar 0,24 persen dijelaskan oleh variabel - variabel lain di luar model
yang diteliti.
9
ISSN: 1978-1520
0,004658 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sita (2016)
serta Pranita dan Idris (2020) bahwa terjadinya pembangunan yang tidak berkualitas serta belum
merata menyebabkan terjadi pertumbuhan ekonomi eksklusif, dimana belanja modal terserap
tetapi tidak diikuti peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Variabel rasio belanja pegawai memiliki arah hubungan negatif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 - 2019. Variabel
rasio belanja pegawai memiliki koefisien regresi sebesar -0,005575 berarti setiap kenaikan satu
persen variabel rasio belanja pegawai, maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar
0,005575 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Bahari dan Nugroho (2019) bahwa anggaran belanja pegawai yang berbeda-beda tiap daerah
dan cenderung fluktuatif menyebabkan hubungan yang berlawanan arah terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Berdasarkan Lampiran 2, kabupaten/kota yang memiliki efek individu terbesar adalah
Kota Medan yakni sebesar 2.759569 persen yang berarti bahwa apabila seluruh variabel bebas
bernilai nol maka Kota Medan akan memiliki nilai pertumbuhan ekonomi tertinggi di Provinsi
Sumatera Utara. Sementara itu, kabupaten/kota yang memiliki efek individu terkecil adalah
Kabupaten Pakpak Bharat yakni -2.277994 persen yang berarti apabila seluruh variabel bebas
bernilai nol maka Kabupaten Pakpak Bharat akan memiliki nilai pertumbuhan ekonomi terendah
di Provinsi Sumatera Utara bahkan pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan. Dengan
demikian pemerintah daerah kabupaten/kota yang termasuk dalam efek individu terkecil terutama
yang bernilai negatif harus menjadikan fokus pembangunan yang mengarah terhadap peningkatan
perekonomian masyarakat.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka penulis memberikan beberapa saran
seperti berikut:
1. Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara diharapkan mampu untuk terus
meningkatkan pendapatan daerahnya. Baik itu dari sisi pajak maupun retribusi daerah.
Pemerintah daerah dapat lebih masif untuk mencari sumber – sumber pajak terutama pada
objek pajak yang belum tersentuh. Selain itu juga pemerintah daerah dapat mengembangkan
11
ISSN: 1978-1520
dan menggali potensi – potensi daerah terutama pada sektor pariwisata yang sangat banyak
dijumpai pada setiap daerah sehingga dapat menjadi tambahan pendapatan daerah.
Selanjutnya pemerintah daerah dalam mengeluarkan aturan pungutan pajak diharuskan
rasional dan tepat sasaran agar jalannya aktivitas perekonomian tidak terganggu di daerah
tersebut.
2. Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara diharapkan untuk terus melakukan
pembenahan mulai dari kuantitas sampai kualitas belanja baik untuk belanja modal maupun
belanja pegawai. Perbaikan dapat dimulai dengan memprioritaskan pembangunan
infrastruktur penunjang perekonomian yang berkualitas dan merata agar dapat menyokong
perekonomian demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya pemerintah
kabupaten/kota juga dapat mengurangi alokasi belanja pegawai sehingga dapat menjadi
tambahan alokasi untuk pembangunan yang memihak kepentingan publik.
3. Bagi peneliti yang ingin memperdalam penelitian mengenai hubungan desentralisasi fiskal
terhadap pertumbuhan ekonomi dapat mempertimbangkan penambah variabel bebas seperti
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) maupun belanja barang dan jasa sebagai bagian
dari desentralisasi fiskal. Selain itu, dapat juga mempertimbangkan metode regresi data panel
dinamis untuk mengetahui pengaruh antar tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. (2016). Pengaruh Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten Malinau. Inovasi, 12(1), 49-63. https://dx.doi.org/10.29264/jinv.v12i1.799
Badan Pusat Statistik. (2012). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2011-2012.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2013). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2012-2013.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2014). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2013-2014.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2015). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2014-2015.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2016). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2015-2016.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2017). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2016-2017.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2018). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2017-2018.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
. (2019). Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota 2018-2019.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Bahari, F., & SBM, N. (2019). Analisis Instrumen Kebijakan Fiskal Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di 35 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2017. Jurnal Litbang Provinsi
Jawa Tengah, 17(1), 1-8. https://doi.org/10.36762/jurnaljateng.v17i1.782
Bohte, J. & Meier, K.J. (2000). The Marble Cake: Introducing Federalism to The Government
Growth Equation. Publius, 30(3), 35-46. https://doi.org/10.2307/3331098
Breuss, F. & Eller, M. (2004). Fiscal Decentralization and Economic Growth: Is There Really A
Link?. CESifo DICE Report, Journal For Institutional Comparisons, 2(1), 3-9.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2011-2019). Ringkasan APBD 2011-2019. Jakarta:
Direktorat Jenderal Primbangan Keuangan.
12
IJCCS ISSN: 1978-1520
Ebel, R. & Yilmaz, S. (2002). On The Measurement and Impact of Fiscal Decentralization. Policy
Research Working Paper.
Gujarati, D. & Dawn, C.P. (2009). Basic Econometric (5th ed). New York: The McGrawHill
Companies, Inc.
Martinez, V.J., & McNab, R. (2003). Fiscal decentralization and economic growth. World
Development, 31(9), 1697-1616.
Nasution, H.S. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto Era Desentralisasi Fiskal di Provinsi Banten Periode 2001:1-2009:4. Media Ekonomi,
18(2), 29-48. 20 Mei 2021. https://dx.doi.org/10.25105/me.v18i2.2250
Oates, Wallace E. (1999). An Essay on Fiscal Federalism. Journal of Economic Literature, 37(3),
1120-149.
Oktafia, A.M., Soelistyo, A., & Arifin, Z. (2018). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu Ekonomi, 2(1), 53-62.
Pemerintah Indonesia. (2004). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Pranita, Y., & Idris. (2020). Analisis Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Pendapatan di Sumatera Barat. Jurnal Kajian Ekonomi dan Pembangunan, 2(4).
https://dx.doi.org/10.24036/jkep.v2i4.10387
Pujiati, A. (2008). Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi
Fiskal. Economic Journal of Emerging Markets, 13(2), 61-70.
https://doi.org/10.20885/vol13iss2aa221
Sita, P.R.A. (2017). Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan
Masyarakat di Pulau Kalimantan. Jurnal Riset Akuntansi Mercu Buana, 2(2), 180-198.
https://doi.org/10.26486/jramb.v2i2.284
Todaro, M.P. (2006). Economic Development (7th ed). New York: Addition Wesley Longman,
Inc.
Vollset, et al. (2020). Fertility, Mortality, Migration, and Population Scenarios For 195 Countries
and Territories From 2017 to 2100: A Forecasting Analysis For The Global Burden Of Disease
Study. Lancet, 396(10258), 1285-1306. 14 April 2021. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(20)30677-2
World Bank. (1997). On Line Source Book on Decentralization and Rular Development.
Decentralization Thematic Team, SDA.
13
ISSN: 1978-1520
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengujian Struktur Varians-Kovarian Residual
1. Uji LM
Hipotesis
𝐻0 ∶ 𝜎 21 = 𝜎 2 2 = ⋯ = 𝜎 2 𝑁 = 𝜎 2 (Struktur Homoskedastik)
𝐻1 ∶ 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝜎 2 𝑖 ≠ 𝜎 2 (Struktur Heteroskedastik)
𝜆𝐿𝑀 = 𝑇 ∑𝑁 𝑖=1 2
𝑖=2 ∑𝑗=1 𝑟𝑖𝑗 = 1195.244626
2
Wilayah kritis: Tolak 𝐻0 apabila nilai 𝜆𝐿𝑀 lebih besar dari 𝑋0.05,(33( 33−1)/2) = 582.5640659.
Keputusan: Tolak 𝐻0 Dengan tingkat signifikansi 5% maka dapat disimpulkan bahwa
varians-kovarians residual terdapat cross sectional correlation.
Lampiran 2. Efek Individu
No. Kabupaten/Kota Effect No. Kabupaten/Kota Effect
1 Nias -1.327066 18 Serdang Bedagai 0.824121
2 Mandailing Natal 0.108086 19 Batu Bara 1.099134
3 Tapanuli Selatan 0.218272 20 Padang Lawas -0.004475
4 Tapanuli Tengah -0.190521 21 Padang Lawas Utara -0.055546
5 Tapanuli Utara -0.369973 22 Labuhanbatu Selatan 0.968905
6 Toba Samosir -0.423427 23 Labuhanbatu Utara 0.764644
7 Labuhan Batu 1.081279 24 Nias Utara -1.346629
8 Asahan 1.192175 25 Nias Barat -1.955676
9 Simalungun 1.182555 26 Sibolga -0.872293
10 Dairi -0.233974 27 Tanjungbalai -0.650946
11 Karo 0.528653 28 Pematangsiantar 0.191582
12 Deli Serdang 2.034596 29 Tebing Tinggi -0.809757
13 Langkat 1.531423 30 Medan 2.759569
14 Nias Selatan -0.721753 31 Binjai 0.007456
15 Humbang Hasundutan -0.655767 32 Padangsidimpuan -0.661749
16 Pakpak Bharat -2.277994 33 Gunungsitoli -0.90985
17 Samosir -1.025051
14