Anda di halaman 1dari 21

“Transformasi Digital Pada Audit Terhadap Penggunaan Teknologi Blockchain Dan

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)”


Yasril noer abady
arinoer2@gmail.com
Universitas Alauddin Makassar, Jurusan Akuntansi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan pada audit sebagai bagian dari transformasi digital dalam industri
akuntansi. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif pada literatur dan studi
kasus yang terkait dengan penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan pada
audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi blockchain dan kecerdasan buatan
dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit, serta meningkatkan
transparansi dan keamanan informasi keuangan. Namun, implementasi teknologi blockchain
dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dalam audit juga memiliki beberapa tantangan,
seperti biaya implementasi yang tinggi dan keterbatasan sumber daya manusia yang mampu
menguasai teknologi tersebut. Oleh karena itu, industri akuntansi perlu mempertimbangkan
dengan hati-hati faktor-faktor tersebut sebelum memutuskan untuk mengadopsi teknologi
blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit.
Kata Kunci : Blockchain, Artificial Intelligence, Audit, Ekonomi Digital

" Digital Transformation in Auditing the Use of Blockchain Technology and Artificial
Intelligence "
Abstract
This research aims to analyze the use of blockchain technology and artificial
intelligence in auditing as part of the digital transformation in the accounting industry. The
research was conducted using a descriptive analysis method on literature and case studies
related to the use of blockchain technology and artificial intelligence in auditing. The results
of the research show that blockchain technology and artificial intelligence can be used to
improve the efficiency and effectiveness of audits, as well as increase transparency and
security of financial information. However, the implementation of blockchain technology and
artificial intelligence in auditing also has several challenges, such as high implementation
costs and limited human resources capable of mastering the technology. Therefore, the
accounting industry needs to carefully consider these factors before deciding to adopt
blockchain technology and artificial intelligence in auditing.
Key Words : Blockchain, Artificial Intelligence, Audit, Digital Economy
LATAR BELAKANG

Di era digital saat ini, banyak sekali perkembangan yang terjadi, terutama di
bidang teknologi digital. Teknologi informasi, khususnya teknologi digital, berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi informasi modern, terutama terkait dengan
komponen teknologi komputer yang terus berkembang yang dapat diakses oleh teknologi
telepon elektronik untuk keperluan melakukan aktivitas interaktif. Dalam penelitian (Rifai et
al, 2022) dunia teknologi saat ini berkembang pesat. Teknologi adalah ilmu yang
mengajarkan keterampilan membuat alat, cara mengolah dan mengekstraksi benda, untuk
membantu menyempurnakan suatu ilmu, keterampilan dan pengetahuan dalam
memahami suatu alat komunikasi berupa teknologi informasi yang bersaing di dunia dalam
berbagai bidang seperti internet. informasi, telekomunikasi, pendidikan dan ekonomi, yang
berjuang untuk dapat menyelesaikan masalah lain satu sama lain dan pekerjaan sehari-hari
masyarakat. Dengan begitu tak dipungkiri bahwa perkembangan digital dapat berdampak
pada sikap dan perilaku pengguna media sosial dalam melakukan transaksi ekonomi
(Maria dan Widayati, 2020).

Teknologi komputer berbasis sistem cloud merupakan sebuah teknologi yang


menjadikan internet sebagai pusat server untuk mengelola data dan juga aplikasi pengguna.
Dan teknologi ini mengizinkan para pengguna untuk menjalankan program tanpa instalasi
dan mengizinkan pengguna untuk mengakses data pribadi mereka melalui komputer dengan
akses internet (Yosefin, 2021). Menurut penelitian (Guo, 2023) meskipun ada kekhawatiran
meningkat tentang pentingnya manufaktur pintar, masih ada sejumlah masalah dan tantangan
dalam mencapai manufaktur pintar, seperti risiko keamanan data, asimetri informasi,
kekurangan mekanisme kepercayaan, kurangnya koordinasi sistem, dan lain lain. Blockchain
dapat dianggap sebagai basis data terdistribusi dari catatan atau buku besar publik/pribadi
bersama yang telah dieksekusi dan dibagikan di antara berbagai pihak yang berpartisipasi.
Empat sifat teknis penting termasuk dalam blockchain, yaitu struktur terdesentralisasi, sistem
kriptografi, mekanisme konsensus, dan kontrak pintar. Dengan properti ini, teknologi
blockchain dapat menjamin keandalan, ketertelusuran, dan keaslian informasi. Selain itu,
hubungan kontrak cerdas membantu menciptakan lingkungan tepercaya untuk manufaktur
cerdas. Seperti yang dijelaskan oleh (Berman dan Marshall, 2019), transformasi digital
mencakup penggunaan teknologi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengoptimalkan
data, mempercepat proses bisnis, meningkatkan kualitas produk dan layanan, serta
menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Sama seperti Artificial Intelligence itu sendiri, definisi konsep juga terus berkembang.
Dalam mencoba mendefinisikan AI, perspektif yang berbeda telah digunakan untuk
menyoroti aspek konsep yang berbeda. (Martinez, 2019) dalam analisis definisinya tentang
AI menyarankan bahwa selama definisi tersebut fleksibel dan mencakup pengembangan baru
AI otonom, definisi umum dapat diterapkan di berbagai bidang dan aplikasi. Dia juga
mengemukakan bahwa "Apa itu AI" adalah pertanyaan yang menantang, tetapi menjadi lebih
rumit dengan fakta bahwa tidak jelas siapa yang dapat atau harus menjawabnya. Dalam
kaitan ini, penulis menyoroti pentingnya suatu definisi dari perspektif hukum. Dalam studi
tersebut, dia juga menunjukkan batasan definisi AI yang ada oleh Black's Law Dictionary,
undang-undang Nevada, dan undang-undang Louisiana. Akhirnya, (Martinez, 2019)
menguraikan berbagai metode untuk menghasilkan definisi umum. Ini termasuk
mendefinisikan "Ambiguitas & Deskriptor", definisi deskriptif dan definisi preskriptif.
Setelah menganalisis semua definisi kecerdasan buatan yang ada saat itu, (Grewal, 2014)
menyarankan AI sebagai sistem simulasi mekanis untuk mengumpulkan pengetahuan dan
informasi yang juga memproses kecerdasan alam semesta. Ini melibatkan pengumpulan dan
interpretasi dan akhirnya menyebarkan pengetahuan, informasi dan intelijen kepada pihak-
pihak yang memenuhi syarat dalam bentuk intelijen yang dapat ditindaklanjuti. Menurut
(Zemánková, 2019) mendefinisikan AI sebagai kemampuan suatu sistem untuk memahami
data eksternal secara akurat, belajar darinya, dan menerapkan apa yang telah dipelajarinya
untuk memenuhi tujuan dan tugas tertentu melalui adaptasi yang fleksibel. (Zhang et al,
2020) mendefinisikan AI sedikit berbeda dengan mengatakan bahwa AI adalah hasil dari
keberhasilan penggunaan data besar dan teknologi pembelajaran mesin (ML) untuk
memahami masa lalu dan meramalkan masa depan menggunakan data dalam jumlah besar.
(Lee & Tajudeen, 2020) mengatakan bahwa AI memungkinkan mesin belajar dari
kesalahannya, beradaptasi dengan masukan baru, dan menjalankan pekerjaan seperti manusia.
Data dalam jumlah besar dapat dianalisis berkat teknologi AI, membuat pola dalam data lebih
mudah dikenali. Kecerdasan buatan, menurut (Chukwudi et al., 2018), adalah studi tentang
bagaimana membuat komputer melakukan tugas lebih baik daripada manusia. Akibatnya,
sistem yang berpikir dan bertindak seperti manusia (secara rasional) ada. (Chukwudi et al,
2018) berbagi perspektif bahwa kecerdasan buatan adalah kemampuan perangkat untuk
melakukan tugas yang biasanya dilakukan oleh otak manusia. Kapasitas pengetahuan dan
kemampuan untuk memperolehnya adalah dua dari tugas tersebut. Kemampuan lain termasuk
kemampuan untuk menilai, memahami hubungan, dan menghasilkan ide-ide baru. (Brown
dan O’Leary, 1995) dalam mencoba memperluas analisis definisi AI, mengatakan bahwa AI
dapat dilihat dari beberapa perspektif. Empat dari perspektif tersebut adalah perspektif
intelijen, penelitian, bisnis, dan pemrograman. (Crevier, 1993) menyebut AI sebagai "ilmu
multidisiplin". Dia juga menunjukkan fakta bahwa berbagai disiplin AI tidak memiliki
bahasa, nilai, atau standar pencapaian yang terpadu. Cabang sains lainnya memiliki disiplin
standar yang bertindak sebagai moderator dan memungkinkan komunitas riset mereka untuk
mengawasi diri mereka sendiri. Dampak serius itu tidak ada di AI, dan itu terlihat. AI,
menurut sebagian besar definisi, adalah perangkat keras dan perangkat lunak yang dapat
mempelajari, menalar, mengadaptasi, menganalisis, membuat penilaian, dan menjalankan
aktivitas rumit dan berbasis penilaian dengan cara yang sama seperti yang dapat dilakukan
oleh otak manusia. Saat kami menggabungkan keterampilan ini dengan volume data yang
sangat besar saat ini, mudah untuk melihat bagaimana perangkat yang didukung AI dapat
meningkatkan produktivitas dan membuat hidup lebih mudah dengan mengotomatiskan
tugas-tugas rutin (Tone at the Top, 2017). (Huq, 2014) menggambarkan AI sebagai ilmu dan
teknik untuk menciptakan mesin cerdas, khususnya program komputer yang menampilkan
kecerdasan. Ini juga mencakup fenomena penggunaan komputer untuk memahami
kecerdasan manusia. Pada akhirnya, AI adalah teknologi yang mandiri dan berkembang.
Semakin banyak, semakin pintar jadinya, sampai pada titik di mana mesin sekarang mengajar
mesin lain dan belajar sambil bekerja.

Blockchain dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) adalah teknologi yang


terus berkembang dan memainkan peran penting dalam transformasi digital di berbagai
sektor industri, termasuk industri akuntansi. Menurut (Lase et al, 2021) istilah blockchain
sering kali dikenal sebagai platform penyelenggara keuangan digital, tepatnya dalam
system cryptocurrency atau mata uang crypto. Namun, sejak tahun 2014, teknologi ini
terus berkembang dan menghasilkan inovasi-inovasi baru yang memengaruhi banyak
aspek kehidupan manusia. Dalam sebuah penelitian oleh (KPMG, 2019), blockchain
digambarkan sebagai "basis data terdistribusi yang dapat dipercaya yang memungkinkan
partisipan untuk melacak transaksi secara real-time dan menghilangkan kebutuhan akan
pihak ketiga." Ini berarti bahwa teknologi blockchain dapat membantu meningkatkan
kepercayaan dalam proses audit, mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan, dan
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Peran teknologi blockchain dan kecerdasan
buatan dalam audit telah menjadi perhatian banyak perusahaan dan auditor. Kombinasi
teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit, serta meningkatkan
transparansi dan keamanan informasi keuangan. Dalam audit, teknologi blockchain dapat
digunakan untuk menyimpan informasi transaksi keuangan secara aman dan terdesentralisasi,
sementara kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menganalisis data dan mengidentifikasi
kecurangan.

Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengevaluasi potensi teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan dalam audit. Beberapa studi menunjukkan bahwa teknologi blockchain
dapat meningkatkan transparansi dan akurasi informasi keuangan, sementara kecerdasan
buatan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit. Sebagai contoh, studi yang
dilakukan oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) dan Wall Street
Blockchain Alliance menunjukkan bahwa teknologi blockchain dapat membantu auditor
mengakses data dengan lebih mudah dan cepat, serta mengurangi risiko kecurangan. Studi
tersebut juga menunjukkan bahwa blockchain dapat meningkatkan transparansi dan akurasi
informasi keuangan karena data yang disimpan di dalam blockchain tidak dapat diubah atau
dihapus. Sejalan dengan hasil penelitian dari (Gomber et al, 2018) dan (Zhang & Yang,
2020). Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan
buatan dalam audit telah membawa banyak manfaat bagi perusahaan dan organisasi di
industri akuntansi, seperti peningkatan efisiensi dan efektivitas audit, peningkatan kualitas
laporan keuangan, dan peningkatan transparansi dan kepercayaan publik terhadap laporan
keuangan.. Sebuah studi yang dilakukan oleh KPMG menunjukkan bahwa teknologi
kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menganalisis data dengan lebih cepat dan akurat
daripada manusia. Dalam studi tersebut, teknologi kecerdasan buatan berhasil
mengidentifikasi sekitar 75% dari total kasus penipuan yang terjadi, sedangkan auditor
manusia hanya berhasil mengidentifikasi sekitar 50% dari total kasus penipuan. Menurut
(Cappiello dan Carullo, 2021) menjelaskan blockchain sebagai serangkaian blok yang
berisikan data dan transaksi yang telah terverifikasi. Sementara itu, (Custers dan
Overwater, 2019) mengartikan blockchains sebagai buku besar publik yang dikelola
oleh sekelompok komputer yang berfungsi sebagai node10 dalam jaringan. Penggunaan
teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit dapat membantu meningkatkan
efisiensi dan efektivitas audit serta meningkatkan transparansi dan keamanan informasi
keuangan. Seiring dengan terus berkembangnya teknologi dan industri akuntansi, penting
bagi perusahaan dan auditor untuk terus mempelajari dan mengikuti tren dan inovasi terbaru
dalam penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit.

PEMBAHASAN

A. Blockchain

Kadang kala, perkembangan teknologi tidak memberikan solusi untuk permasalahan


bisnis tetapi memberikan peluang baru dari permasalahan tersebut. Salah satu contohnya
adalah blockchain. Blockchain adalah salah satu teknologi mengganggu/disruptive yang
berpotensi merevolusi jalannya semua orang dalam melakukan bisnis. Gangguan tersebut
bukan hanya pada B2B, tapi B2C, dan akhirnya C2C (Yulianton et al, 2018). Secara
sederhana, teknologi blockchain dapat digambarkan sebagai sebuah basis data yang
terdistribusi yang mencatat transaksi yang dibagikan kepada orang-orang yang tergabung di
dalam sebuah jaringan basis data terdistribusi tersebut. Setiap transaksi yang terjadi selalu
harus sesuai dengan konsensus yang telah disepakati di dalam jaringan basis data terdistribusi
tersebut yang akhirnya membuat kemungkinan terjadi kecurangan terminimalisir. Dari awal
munculnya blockchain sampai sekarang, blockchain mengalami evolusi yang cukup berarti
meskipun secara harafiah, blockchain adalah sebuah kumpulan block yang saling
berhubungan (ter-rantai) dan berisi informasi mengenai transaksi yang terjadi. Kunci di
dalam teknologi blockchain adalah kemampuan untuk melacak kembali di dalam jaringan
basis data terdistribusi. Secara sederhana, perkembangan teknologi blockchain sudah
mencapai 3 fase, yaitu blockchain 1.0 yang awalnya muncul sebagai tonggak mata uang
digital, kemudian berkembang menjadi blockchain 2.0 sebagai bentuk perkembangan
selanjutnya pada bidang ekonomi digital, dan yang terakhir adalah blockchain 3.0 sebagai
bentuk evolusi dari ekonomi digital ke dalam bentuk perhimpunan atau masyarakat digital.
Menurut (Efanov et al, 2018) pada fase blockchain 1.0, teknologi blockchain muncul sebagai
pelaku dibalik layar dan sebagai generasi perdana dari mata uang digital, meliputi platform
teknologi seperti menambang (mining), hashing, dan buku besar umum. Pada fase ini,
beberapa contoh keuntungan menggunakan blockchain seperti pengurangan biaya transaksi
untuk pembelian berbasis on-line, menawarkan anonimitas yang lebih baik dari pada kartu
kredit dan perlindungan dari inflasi karena hadirnya teknologi terdesentralisasi. Fase
berikutnya, yaitu blockchain 2.0 yang lebih dikenal dengan fase eknomi digital membuat
sebuah revolusi di dalam dunia finansial dengan hadirnya banyak aplikasi finansial yang
menawarkan kemudahan untuk membayar, melakukan transfer, dan melakukan transaksi
bisnis. Dalam fase inilah muncul yang namanya smart contract, dimana smart contract
merupakan sebuah program yang dapat memastikan bahwa transaksi yang terjadi sudah
sesuai dengan perjanjian atau peraturan yang telah disepakati bersama di dalam jaringan basis
data terdistribusi. Fase yang terakhir adalah blockchain 3.0 dan lebih dikenal dengan fase
masyarakat digital. Pada fase ini, yang terlibat tidak lagi hanya dari dunia bisnis, tetapi dari
bidang lain sudah mulai memanfaatkan teknologi blockchain seperti bidang kesehatan,
pendidikan, pemerintahan, komunikasi, ilmu pengetahuan dan lainnya. Di dalam fase ini,
salah satu hal yang paling menonjol adalah munculnya smartcity dan IoT sebagai platform
bisnis yang baru.

Blockchain merupakan software komputer yang berisi data baseyang memiliki fungsi
sebagai buku besar (ledger) dunia melalui sistem komputer yang terdistribusi pada semua
jaringan komputer pengguna secara peer-to-peer sesuai aturan yang telah disepakati (Ausop
et al., 2018). Setelah melakukan transaksi maka data tidak dapat diganti karena
perubahan data berpengaruh pada seluruh rangkaian blok. Munculnya teknologi blockchain
ini dikarenakan sejumlah pihak mengalami kekhawatiran dalam cara kerja perangkat lunak
yang tersentralisasi. Sistem yang digunakan dalam blockchain ini adalah sistem
desentralisasi (Nakamoto, 2016)Dalam dunia financial technology (Fintech) terdapat
beberapa tantangan yang rentan terjadi, Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016) salah
satu tantangan yang ada pada penggunaan fintechadalah perlindungan data dari pembeli
agar tidak jatuh kepada pihak yang tidak bertanggung jawab maka tingkat keamanan pada
saat bertransaksi antar pembeli danpenjual harus terjamin aman. Adanya sistem blockchain
ini diterapkan dalam hal fintech diharapkan dapat menjadi solusi yang sangat membantu
banyak pihak.

B. Artificial Intelligence (Ai)

Artificial Intelligence (AI) adalah sepasang kata yang menggugah minat baik bagi awam
maupun ahli komunitas AI. Konsep mesin atau makhluk sadar buatan yang mampu berpikir,
belajar, dan membuat keputusan sendiri sangatlah menginspirasi sehingga telah menjadi
bagian dari budaya populer selama beberapa dekade. Mulai dari fiksi ilmiah yang sulit
ditafsirkan oleh Issac Asimov dan Arthur C. Clarke pada paruh kedua abad kesembilan belas
hingga film-film Hollywood yang sering dipamerkan saat ini, yang didasarkan pada teknologi
AI yang sebenarnya, kita telah melihat imajinasi manusia yang liar mengaitkan semua
kemungkinan kecerdasan buatan. (Buchanan, 2005), dalam penjelasannya tentang sejarah AI,
menyebutkan bahwa sejarah AI terkait dengan sejarah fantasi, kemungkinan, demonstrasi,
dan janji. Dalam hal ini, ia memberikan contoh karya-karya Homer yang menggambarkan
tripot mekanik sebagai asisten mekanik dewa, karya Rene Descartes yang menggunakan
"manusia mesin" sebagai metafora untuk menjelaskan filsafat mekanik, karya Gottfried
Wilhelm Leibniz yang menggambarkan perangkat pemikiran mekanik yang mampu
menyelesaikan perselisihan, dll. Ia juga menyebutkan karya-karya Jules Verne dan L. Frank
Baum pada abad kesembilan belas serta karya Isaac Asimov pada abad kedua puluh sebagai
inspirasi bagi peneliti AI modern. Ide makhluk sadar yang diciptakan secara buatan juga
dapat ditemukan dalam bentuk Golem dalam tradisi Yahudi, dalam karya Mary Shelly
Frankenstein, dan beberapa karya sastra lainnya. Meskipun banyak dari contoh-contoh ini
diambil dari peristiwa-peristiwa kuno dan abad lalu, sebagian besar kontribusi sebenarnya
terhadap perkembangan teknologi AI dapat ditelusuri kembali ke tahun 1940-an, setelah
penemuan elektronik pada awal abad kedua puluh dan munculnya komputer modern pasca-
Perang Dunia II. Sejak itu, perkembangan signifikan dalam teknologi AI telah terjadi dalam
satu abad terakhir, yang menimbulkan potensi besar pada milenium baru ini. Di dunia saat
ini, kita dapat melihat aplikasi teknologi AI di sekitar kita. Dalam pertanian, otomatisasi
rumah kaca, simulasi, pemodelan, analisis prediktif hasil panen, pemantauan tanaman dan
tanah, dan banyak aplikasi AI lainnya dapat ditemukan. Dalam bidang kesehatan, jaringan
saraf buatan digunakan sebagai sistem dukungan keputusan klinis untuk diagnosis medis.
Selain itu, pengujian dan evaluasi pasien yang dibantu oleh komputer semakin banyak
digunakan. Keamanan rumah dan tempat kerja dijamin melalui penerapan pengenalan suara
dan wajah. Perusahaan seperti Tesla, Apple, dan Google mencoba merevolusi industri
otomotif dengan memanfaatkan teknologi AI dalam penciptaan mobil otonom. Dalam dunia
saat ini, AI digunakan dalam banyak aplikasi seperti dalam pertanian, otomatisasi rumah
kaca, simulasi, pemodelan, analisis prediktif pada produksi tanaman, serta pemantauan
tanaman dan tanah menggunakan teknologi AI. Di bidang kesehatan, jaringan saraf buatan
digunakan sebagai sistem pendukung keputusan klinis untuk diagnosis medis, serta pengujian
dan evaluasi pasien yang dibantu oleh komputer semakin banyak digunakan. Keamanan dan
keselamatan di rumah dan tempat kerja dipastikan melalui aplikasi pengenalan wajah dan
suara. Perusahaan seperti Tesla, Apple, dan Google mencoba mengubah industri otomotif
dengan memanfaatkan teknologi AI dalam menciptakan mobil otonom. Di bidang
penerbangan, pilot simulasi komputer dan pengontrol lalu lintas udara digunakan selain
sistem ahli berbasis aturan. Di navigasi maritim, jaringan saraf digunakan oleh sistem
kesadaran situasional yang ada di kapal dan perahu serta semua jenis kapal. Di bidang
pemasaran, media, e-commerce, dan hiburan, AI digunakan untuk menganalisis pilihan dan
perilaku pelanggan. Berdasarkan analisis tersebut, layanan seperti Netflix, Amazon, dan
layanan serupa memfasilitasi kepuasan pelanggan yang lebih besar. Dalam perdagangan dan
investasi, perdagangan algoritmik dilakukan yang melibatkan penggunaan sistem AI
kompleks dalam pengambilan keputusan perdagangan dengan magnitude dan kecepatan yang
lebih besar dari kemampuan manusia. Operasi militer seperti pengumpulan intelijen, logistik,
operasi siber, komando dan kontrol, dll. didukung oleh teknologi AI. Selain itu, teknologi AI
memiliki aplikasi yang luas dalam manufaktur, penerbitan, utilitas, berbagai sektor layanan,
pendidikan, game, dan hampir di semua bidang kehidupan. Akuntansi dan audit tidak
terkecuali dari penggunaan teknologi AI yang semakin meluas. Kemajuan dalam teknologi AI
sedang menuju ke titik kritis di mana beberapa inovasi atau pengembangan baru berpotensi
mengubah cara suatu profesi atau disiplin dipraktikkan dan dilihat di seluruh dunia. Oleh
karena itu, memahami teknologi AI dan mengikuti perkembangan lintas-disiplin adalah
mandat modern.

Sama seperti Artificial Intelligence itu sendiri, definisi konsep AI juga terus berkembang.
Dalam mencoba mendefinisikan AI, perspektif yang berbeda telah digunakan untuk
menyoroti aspek konsep yang berbeda. (Martinez, 2019) dalam analisis definisinya tentang
AI menyarankan bahwa selama definisi tersebut fleksibel dan mencakup pengembangan baru
AI otonom, definisi umum dapat diterapkan di berbagai bidang dan aplikasi. Dia juga
mengemukakan bahwa "Apa itu AI" adalah pertanyaan yang menantang, tetapi menjadi lebih
rumit dengan fakta bahwa tidak jelas siapa yang dapat atau harus menjawabnya. Dalam
kaitan ini, penulis menyoroti pentingnya suatu definisi dari perspektif hukum. Dalam studi
tersebut, dia juga menunjukkan batasan definisi AI yang ada oleh Black's Law Dictionary,
undang-undang Nevada, dan undang-undang Louisiana. Akhirnya, (Martinez, 2019)
menguraikan berbagai metode untuk menghasilkan definisi umum. Ini termasuk
mendefinisikan "Ambiguitas & Deskriptor", definisi deskriptif dan definisi preskriptif.
Setelah menganalisis semua definisi kecerdasan buatan yang ada saat itu, (Grewal, 2014)
menyarankan AI sebagai sistem simulasi mekanis untuk mengumpulkan pengetahuan dan
informasi yang juga memproses kecerdasan alam semesta. Ini melibatkan pengumpulan dan
interpretasi dan akhirnya menyebarkan pengetahuan, informasi dan intelijen kepada pihak-
pihak yang memenuhi syarat dalam bentuk intelijen yang dapat ditindaklanjuti. (Haenlein dan
Kaplan, 2019), sebagaimana dikutip dalam (Zemánková, 2019) mendefinisikan AI sebagai
kemampuan suatu sistem untuk memahami data eksternal secara akurat, belajar darinya, dan
menerapkan apa yang telah dipelajarinya untuk memenuhi tujuan dan tugas tertentu melalui
adaptasi yang fleksibel. (Zhang et al, 2020) mendefinisikan AI sedikit berbeda dengan
mengatakan bahwa AI adalah hasil dari keberhasilan penggunaan data besar dan teknologi
pembelajaran mesin (ML) untuk memahami masa lalu dan meramalkan masa depan
menggunakan data dalam jumlah besar. (Lee & Tajudeen, 2020) mengatakan bahwa AI
memungkinkan mesin belajar dari kesalahannya, beradaptasi dengan masukan baru, dan
menjalankan pekerjaan seperti manusia. Data dalam jumlah besar dapat dianalisis berkat
teknologi AI, membuat pola dalam data lebih mudah dikenali. Kecerdasan buatan, menurut
(Elaine R, 2000), sebagaimana dikutip dalam (Chukwudi et al., 2018), adalah studi tentang
bagaimana membuat komputer melakukan tugas lebih baik daripada manusia. Akibatnya,
sistem yang berpikir dan bertindak seperti manusia (secara rasional) ada. (Chukwudi et al.,
2018) berbagi perspektif bahwa kecerdasan buatan adalah kemampuan perangkat untuk
melakukan tugas yang biasanya dilakukan oleh otak manusia. Kapasitas pengetahuan dan
kemampuan untuk memperolehnya adalah dua dari tugas tersebut. Kemampuan lain termasuk
kemampuan untuk menilai, memahami hubungan, dan menghasilkan ide-ide baru. (Brown
dan O’Leary, 1995) dalam mencoba memperluas analisis definisi AI, mengatakan bahwa AI
dapat dilihat dari beberapa perspektif. Empat dari perspektif tersebut adalah perspektif
intelijen, penelitian, bisnis, dan pemrograman. (Crevier, 1993) menyebut AI sebagai "ilmu
multidisiplin". Dia juga menunjukkan fakta bahwa berbagai disiplin AI tidak memiliki
bahasa, nilai, atau standar pencapaian yang terpadu. Cabang sains lainnya memiliki disiplin
standar yang bertindak sebagai moderator dan memungkinkan komunitas riset mereka untuk
mengawasi diri mereka sendiri. AI menurut sebagian besar definisi, adalah perangkat keras
dan perangkat lunak yang dapat mempelajari, menalar, mengadaptasi, menganalisis, membuat
penilaian, dan menjalankan aktivitas rumit dan berbasis penilaian dengan cara yang sama
seperti yang dapat dilakukan oleh otak manusia. Saat kami menggabungkan keterampilan ini
dengan volume data yang sangat besar saat ini, mudah untuk melihat bagaimana perangkat
yang didukung AI dapat meningkatkan produktivitas dan membuat hidup lebih mudah
dengan mengotomatiskan tugas-tugas rutin (Tone at the Top, 2017). (Huq, 2014)
menggambarkan AI sebagai ilmu dan teknik untuk menciptakan mesin cerdas, khususnya
program komputer yang menampilkan kecerdasan. Ini juga mencakup fenomena penggunaan
komputer untuk memahami kecerdasan manusia. Pada akhirnya, AI adalah teknologi yang
mandiri dan berkembang. Semakin banyak, semakin pintar jadinya, sampai pada titik di mana
mesin sekarang mengajar mesin lain dan belajar sambil bekerja.
C. Implementasi Blockchain dan AI pada Audit

Blockchain dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) adalah teknologi yang terus
berkembang dan memainkan peran penting dalam transformasi digital di berbagai sektor
industri, termasuk industri akuntansi. Menurut (Lase et al, 2021) istilah blockchain sering
kali dikenal sebagai platform penyelenggara keuangan digital, tepatnya dalam system
cryptocurrency atau mata uang crypto. Namun, sejak tahun 2014, teknologi ini terus
berkembang dan menghasilkan inovasi-inovasi baru yang memengaruhi banyak aspek
kehidupan manusia. Dewasa ini pula, teknologi blockchain telah terintegrasi ke
berbagai sektor inovasi teknologi. Laporan Komisi Uni Eropa menunjukkan tren
penggunaan blockchain di berbagai negara telah bertransformasi ke dalam
berbagai layanan teknologi; ada sekitar 600 perusahaan yang menggunakan
blockchain di sektor keuangan, 500 perusahaan sebagai pengembang teknologi
blockchain, 200 perusahaan untuk mengembangkan layanan konsumen, dan sebaran lain
yang mencakup sektor kesehatan, energi, dan industri material. Dalam industri akuntansi,
teknologi blockchain dan kecerdasan buatan telah menunjukkan potensi besar dalam
meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit serta meningkatkan transparansi dan keamanan
informasi keuangan. Blockchain adalah teknologi yang memungkinkan data tersimpan secara
aman dan transparan. Data yang disimpan di dalam blockchain tidak dapat diubah atau
dihapus tanpa persetujuan dari seluruh jaringan blockchain. Blockchain adalah teknologi
digital yang mendasari mata uang kripto seperti Bitcoin, tetapi juga memiliki banyak aplikasi
lain di luar dunia keuangan. Salah satu aplikasi potensial blockchain adalah pada audit di
industri akuntansi. Dalam sebuah penelitian oleh (KPMG, 2019), blockchain digambarkan
sebagai "basis data terdistribusi yang dapat dipercaya yang memungkinkan partisipan untuk
melacak transaksi secara real-time dan menghilangkan kebutuhan akan pihak ketiga." Ini
berarti bahwa teknologi blockchain dapat membantu meningkatkan kepercayaan dalam
proses audit, mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan, dan meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas. Teknologi ini telah menjadi pusat perhatian dalam industri keuangan
karena dapat mengurangi biaya, meningkatkan keamanan, dan meningkatkan efisiensi dalam
proses transaksi keuangan. Sementara itu, kecerdasan buatan adalah teknologi yang
memungkinkan mesin untuk belajar dan mengambil keputusan seperti halnya manusia.
Teknologi ini telah digunakan dalam berbagai industri untuk meningkatkan efisiensi dan
akurasi, termasuk dalam industri akuntansi. Peran teknologi blockchain dan kecerdasan
buatan dalam audit telah menjadi perhatian banyak perusahaan dan auditor. Kombinasi
teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit, serta meningkatkan
transparansi dan keamanan informasi keuangan. Dalam audit, teknologi blockchain dapat
digunakan untuk menyimpan informasi transaksi keuangan secara aman dan terdesentralisasi,
sementara kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menganalisis data dan mengidentifikasi
kecurangan.

Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengevaluasi potensi teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan dalam audit. Beberapa studi menunjukkan bahwa teknologi blockchain
dapat meningkatkan transparansi dan akurasi informasi keuangan, sementara kecerdasan
buatan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit. Sebagai contoh, studi yang
dilakukan oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) dan Wall Street
Blockchain Alliance menunjukkan bahwa teknologi blockchain dapat membantu auditor
mengakses data dengan lebih mudah dan cepat, serta mengurangi risiko kecurangan. Studi
tersebut juga menunjukkan bahwa blockchain dapat meningkatkan transparansi dan akurasi
informasi keuangan karena data yang disimpan di dalam blockchain tidak dapat diubah atau
dihapus. Sejalan dengan hasil penelitian dari (Gomber et al, 2018) dan (Zhang & Yang,
2020). Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan
buatan dalam audit telah membawa banyak manfaat bagi perusahaan dan organisasi di
industri akuntansi, seperti peningkatan efisiensi dan efektivitas audit, peningkatan kualitas
laporan keuangan, dan peningkatan transparansi dan kepercayaan publik terhadap laporan
keuangan. Di sisi lain, teknologi kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menganalisis data
dengan lebih cepat dan akurat. Sebuah studi yang dilakukan oleh KPMG menunjukkan
bahwa teknologi kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menganalisis data dengan lebih
cepat dan akurat daripada manusia. Dalam studi tersebut, teknologi kecerdasan buatan
berhasil mengidentifikasi sekitar 75% dari total kasus penipuan yang terjadi, sedangkan
auditor manusia hanya berhasil mengidentifikasi sekitar 50% dari total kasus penipuan.

Namun, meskipun teknologi blockchain dan kecerdasan buatan memiliki potensi besar
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit serta meningkatkan transparansi dan
keamanan informasi keuangan, penggunaannya dalam audit juga memiliki beberapa
tantangan. Salah satu tantangan utama adalah biaya implementasi yang tinggi. Implementasi
teknologi blockchain dan kecerdasan buatan memerlukan investasi yang besar, baik dalam
hal sumber daya manusia maupun teknologi. Perusahaan harus menginvestasikan waktu dan
sumber daya untuk mengembangkan teknologi dan mempelajari cara menggunakannya dalam
konteks audit. Selain itu, biaya untuk mengimplementasikan teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan juga dapat menjadi hambatan bagi perusahaan kecil atau menengah yang
memiliki keterbatasan anggaran. Tantangan lainnya adalah keterbatasan sumber daya
manusia yang mampu menguasai teknologi tersebut. Teknologi blockchain dan kecerdasan
buatan merupakan teknologi yang relatif baru dan kompleks, sehingga memerlukan keahlian
khusus untuk menguasainya. Keterbatasan sumber daya manusia yang mampu menguasai
teknologi tersebut dapat menjadi hambatan bagi perusahaan yang ingin mengadopsi teknologi
blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit. Selain itu, masalah hukum dan regulasi juga
dapat menjadi tantangan dalam penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan
dalam audit. Beberapa yurisdiksi mungkin memiliki peraturan yang berbeda dalam hal
penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit. Perusahaan harus
memastikan bahwa penggunaan teknologi tersebut sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku di wilayah mereka. (Cappiello dan Carullo, 2021) menjelaskan
blockchain sebagai serangkaian blok yang berisikan data dan transaksi yang telah
terverifikasi. Sementara itu, (Custers dan Overwater, 2019) mengartikan blockchains ebagai
buku besar publik yang dikelola oleh sekelompok komputer yang berfungsi sebagai node10
dalam jaringan. Sederhananya, blockchain dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang
memungkinkan orang-orang dari seluruh penjuru dunia untuk saling berbagi banyak hal,
mulai dari berbagi uang menggunakan mata uang crypto (melakukan transaksi keuangan),
mengirimkan surat berharga, berbagi data kesehatan, hingga berbagi data-data dan
informasi-informasi penting lainnya.

Pada era globalisasi sekarang ini, perangkat teknologi informasi (TI) berkembang
begitu cepat. Penggunaan TI ini berdampak pada cara kerja auditor dalam memberikan
pelayanan jasanya kepada perusahaan yang menjadi kliennya. Auditor harus melakukan
penyesuaian prosedur audit terhadap klien yang memiliki TI, yaitu penilaian resiko
pengendalian klien terhadap sistem TI yang digunakannya dan pengumpulan bukti
audit yang tidak lagi di dalam bentuk kertas tetapi dalam bentuk data yang terdapat di
computer statement on Auditing Standards (SAS) no. 94 (AICPA 2001) menyarankan bahwa
seorang auditor sistem informasi dapat ditugaskan dalam audit yang melingkupi
lingkungan komputerisasi intensif. Auditor sistem informasi dapat meningkatkan sumber
bukti bagi auditor dalam lingkungan Sistem Informasi yang kompleks (POB 2000, AICPA
2001). SAS 94 juga mengingatkan auditor bahwa penilaian terhadap resiko
pengendalian pada tingkat maksimum dan mengandalkan hanya pada substantif test
mungkin tidak efektif bagi klien dengan lingkungan IT yang kompleks (AICPA
2001). Auditor disarankan untuk mempertimbangkan penggunaan prosedur audit
terkait komputer, termasuk spesialis IT, ketika auditor memperoleh pemahaman
mengenai pengendalian internal klien selama perencanaan audit (AICPA 2008, AU
319.29-32). Kemudian, PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board’s
Auditing Standard) No. 5 mengharuskan auditor perusahaan untuk menyatakan suatu opini
mengenai efektivitas dari sistem internal control perusahaan pada laporan keuangan (PCAOB
2007). Kemajuan TI yang dimiliki klien sangat cepat sehingga mengubah cara auditor
dalam melakukan pekerjaannya yaitu dengan menggunakan prosedur audit berbasis TI.
Apa yang menjadi faktor yang mempengaruhi penggunaan prosedur audit berbasis TI
merupakan hal yang akan diteliti. Faktor tersebut diuji dalam penelitian ini, antara
lain penilaian resiko pengendalian klien, ukuran kantor akuntan publik (KAP),
kompleksitas bisnis, kompleksitas sistem informasi, lama audit, jumlah aset dan jumlah
pendapatan (Kristian dan Imelda, 2015).

Meskipun ada beberapa tantangan dalam penggunaan teknologi blockchain dan


kecerdasan buatan dalam audit, banyak perusahaan dan auditor yang melihat potensi
teknologi ini dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas audit serta meningkatkan
transparansi dan keamanan informasi keuangan. Perusahaan dan auditor juga dapat
mengambil langkah-langkah untuk mengatasi tantangan ini, seperti melakukan investasi
dalam sumber daya manusia dan teknologi yang dibutuhkan, memperhatikan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku, dan memilih vendor teknologi yang dapat membantu
dalam implementasi teknologi blockchain dan kecerdasan buatan. Dalam hal implementasi
teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit, perusahaan juga perlu
mempertimbangkan berbagai faktor seperti jenis teknologi yang akan digunakan, kebutuhan
perusahaan, dan biaya implementasi. Misalnya, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk
menggunakan teknologi blockchain dalam penyimpanan data transaksi keuangan atau
menggunakan teknologi kecerdasan buatan dalam analisis data. Pilihan teknologi yang tepat
akan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan mereka dalam penggunaan teknologi
blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit.

Menurut (Agoes, 2004), “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis


dansistematisoleh pihakyangindependen, terhadap laporan keuangan yangtelah disusunoleh
manajemen beserta catatan-catatan pembukuandan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan
untukdapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”. Menurut
(Arens dan Loebbecke, 2003), “Suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasiyang dapatdiukur mengenaisuatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang
yang kompeten dan independent untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi dengan kriteria-kriteriayang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh
seorang yang independen dan kompeten”. Menurut (Mulyadi, 2002), “Auditing merupakan
suatu proses sistematik untuk memperolehdanmengevaluasibuktisecara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa audit adalah proses pengumpulandan
evaluasi bukti dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi
dengan kriteria-kriteria yang telah di tetapkan. Tujuan audit adalah mendapatkan informasi
faktual dan signifikan berupa data hasil analisa, penilaian, rekomendasi auditor yang dapat
digunakan oleh auditee atau menejemen untuk berbagai keperluan misalnya untuk dasar
pengambilan keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan atau perubahan dalam
berbagai aspek dalam upaya mengamankan kebijakan dan mencapai tujuan organisasi secara
keseluruhan

Menurut (Weber, 1999), “Audit system informasi adalah proses pengumpulan dan
pengevaluasian bukti untuk menentukan apakah system komputer dapatmelindungi aset,
memelihara integritas data, memungkinkan tujuan organisasi untuk dicapai secara efektif dan
menggunakan sumber daya secara efisien”. Menurut (Gondodiyoto, 2003), “Audit system
informasi merupakan suatu pengevaluasian untuk mengetahui bagaimana tingkat kesesuaian
antara aplikasi sistem informasi dengan prosedur yang telah ditetapkan dan mengetahui
apakahsuatu sistem informasi telah didesain dan diimplementasikan secara efektif, efisien,
dan ekonomis, memiliki mekanisme pengamanan aset yang memadai, serta menjamin
integritas data yang memadai”. Dari pengertian diatas,dapat disimpulkan bahwa audit
system informasi adalah proses pengumpulan bukti dan evaluasi untuk mengetahui tingkat
kesesuaian sistem informasi dengan prosedur yang telah ditetapkan dan mengetahui apakah
sistem informasi telahdidesain dan diimplementasikan secara efektif, efisien dan ekonimis,
memiliki mekanisme pengamanan asset yang memadai dan menjamin integritas data.

Dalam industri akuntansi, banyak perusahaan dan auditor yang telah mengadopsi
teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit. Sebagai contoh, EY (Ernst &
Young) telah mengembangkan platform blockchain untuk audit yang disebut EY Blockchain
Analyzer. Platform ini memungkinkan auditor untuk memperoleh akses ke data transaksi
keuangan dengan lebih mudah dan cepat, serta memungkinkan mereka untuk memverifikasi
data dengan lebih akurat. Sementara itu, PwC (Pricewaterhouse Coopers) telah
mengembangkan platform kecerdasan buatan untuk audit yang disebut Halo, yang dapat
membantu auditor dalam mempercepat proses audit dan meningkatkan akurasi analisis data.
Selain itu, beberapa negara juga telah mengadopsi teknologi blockchain dalam pelaporan
keuangan. Sebagai contoh, di Estonia, pemerintah telah mengimplementasikan platform
blockchain untuk mengelola data pajak dan pengembalian pajak. Sementara itu, di Dubai,
pemerintah telah mengimplementasikan platform blockchain untuk mengelola transaksi
keuangan antara organisasi pemerintah. Di sisi lain, masih ada perdebatan tentang efektivitas
dan keamanan penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit.
Beberapa kritikus berpendapat bahwa teknologi blockchain dan kecerdasan buatan masih
memiliki kelemahan dalam hal keamanan data dan privasi pengguna. Selain itu, implementasi
teknologi ini juga dapat menggantikan peran auditor manusia, yang dapat menghasilkan
pengurangan lapangan kerja dalam industri akuntansi. Namun, banyak pihak yang percaya
bahwa teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dapat membantu meningkatkan efisiensi
dan efektivitas audit, serta meningkatkan transparansi dan keamanan informasi keuangan.
Oleh karena itu, penting bagi industri akuntansi untuk mempertimbangkan secara hati-hati
faktor-faktor ini sebelum mengambil keputusan dalam mengadopsi teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan dalam audit. Namun menurut dari penelitian (Noor, 2020) Pada teknologi
blockchain, seluruh rekaman transaksi atau pencatatannya dikenal sebagai buku besar yang
terdistribusi (distributed ledger), terdesentralisasi dan siapapun dapat melihat dan
memverifikasinya. Oleh banyak kalangan blockchain dianggap sebuah sistem yang anti
diutak-atik dan tidak dapat diretas karena secara alamiah entitasnya telah terdistribusi,
sehingga jika ada yang ingin mengubah maka harus mengubah seluruhnya di semua sistem.
Sehingga jika ada yang diubah tanpa sepengetahuan atau terverifikasi maka otomatis akan
tertolak oleh sistem secara keseluruhan. Maka dengan karakteristik tersebut blockchain
dianggap sebagai penyelesain masalah. Dalam rangka untuk terus mempelajari dan
mengembangkan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit, perusahaan dan
auditor dapat terus memperbarui pengetahuan mereka tentang teknologi ini dan mengikuti
tren dan inovasi terbaru dalam industri akuntansi. Terlebih lagi, pendidikan dan pelatihan di
bidang teknologi blockchain dan kecerdasan buatan harus menjadi prioritas bagi perusahaan
dan auditor untuk memastikan bahwa mereka memiliki sumber daya manusia yang
berkualitas dalam mengimplementasikan teknologi ini. Dalam kesimpulan, penggunaan
teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit dapat membantu meningkatkan
efisiensi dan efektivitas audit serta meningkatkan transparansi dan keamanan informasi
keuangan. Namun, implementasi teknologi ini juga memiliki tantangan, seperti biaya
implementasi yang tinggi dan keterbatasan sumber daya manusia yang mampu menguasai
teknologi tersebut. Oleh karena itu, perusahaan dan auditor perlu mempertimbangkan dengan
hati-hati faktor-faktor ini sebelum memutuskan untuk mengadopsi teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan dalam audit. Seiring dengan terus berkembangnya teknologi dan industri
akuntansi, penting bagi perusahaan dan auditor untuk terus mempelajari dan mengikuti tren
dan inovasi terbaru dalam penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan
buatan dalam audit.
KESIMPULAN

Penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan telah membawa


transformasi signifikan dalam proses audit. Teknologi blockchain memungkinkan pembuatan
dan penyimpanan data yang terdesentralisasi dan tidak dapat diubah, meningkatkan
transparansi dan keandalan informasi. Sementara itu, kecerdasan buatan memanfaatkan
kemampuan komputer untuk menganalisis data secara cepat dan akurat, memungkinkan
auditor untuk mengidentifikasi pola, anomali, dan risiko potensial dengan lebih efisien.
Keuntungan penggunaan teknologi blockchain dalam audit: Penggunaan teknologi
blockchain dalam audit dapat mengurangi risiko manipulasi data dan kecurangan, karena
setiap transaksi dicatat dalam rantai blok yang terdesentralisasi dan tidak dapat diubah. Hal
ini juga dapat meningkatkan efisiensi dalam proses audit, mengurangi waktu yang dibutuhkan
untuk verifikasi dan validasi transaksi. Keuntungan penggunaan kecerdasan buatan dalam
audit dapat membantu auditor dalam menganalisis data secara cepat dan akurat. Dengan
menggunakan algoritma dan model yang cerdas, kecerdasan buatan dapat mengidentifikasi
pola dan anomali dalam data audit, mengungkapkan potensi risiko yang tersembunyi, serta
memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan tindakan yang diperlukan. Tantangan dan
kendala dalam penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan dalam audit,
walaupun ada banyak potensi dan keuntungan, penggunaan teknologi blockchain dan
kecerdasan buatan dalam audit juga menghadapi beberapa tantangan. Misalnya, implementasi
teknologi blockchain memerlukan kolaborasi dan konsensus antara berbagai pihak yang
terlibat dalam rantai pasokan informasi. Selain itu, penggunaan kecerdasan buatan
memerlukan sumber daya yang memadai, termasuk data yang berkualitas tinggi dan keahlian
dalam menganalisis data. Transformasi digital dalam audit terus berkembang, dan
penggunaan teknologi blockchain dan kecerdasan buatan diharapkan akan semakin umum.
Auditor perlu terus mengikuti perkembangan teknologi ini, meningkatkan pemahaman
mereka tentang manfaat dan risiko yang terkait, serta mengembangkan keahlian yang
diperlukan untuk memanfaatkan teknologi ini secara efektif.
Daftar Pustaka

Agoes, S. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan)oleh Kantor Akuntan Publik: Edisi Ketiga,
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI)

Arens dan Loebbecke. (2003). Auditing Pendekatan Terpadu. Edisi Indonesia. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.

Ausop, A. Z., Silvia, E., & Aulia, N. (2018). Teknologi Cryptocurrency Bitcoin untuk
Investasi dan Transaksi Bisnis Menurut Syariat Islam. Jurnal
Sosioteknologi, 17.
https://www.jawapos.com/uploads/news/2018/02/09/hingga-2018-segini-
jumlah-orang-

Berman, S. J., & Marshall, A. (2019). Creating value in the age of distributed trust: The
business case for blockchain. Business Horizons, 62(3), 295-306.

Brown, C. E., & O’Leary, D. E. (1995). What Is Artificial Intelligence (AI)? In Introduction
to Artificial Intelligence and Expert Systems (pp. 1-14).

Buchanan, B. G. (2005). A (Very) Brief History of Artificial Intelligence. AI Magazine, 26,


53.

Cappiello, B dan Carullo, G. (2021), Blockchain, Law and Governance , Springer ,

Chukwudi, O., Echefu, S., Boniface, U., & Victoria, C. (2018). Effect of Artificial
Intelligence on the Performance of Accounting Operations among Accounting
Firms in South East Nigeria. Asian Journal of Economics, Business and
Accounting, 7, 1-11. https://doi.org/10.9734/AJEBA/2018/41641

Crevier, D. (1993). AI: The Tumultuous History of the Search for Artificial Intelligence.
Basic Books.
https://www.researchgate.net/publication/233820788_AI_The_Tumultuous_Hi
story_of_the_Search_for_Artificial_Intelligence

Custers, B dan Overwater, L. (2019). Regulating Initial Coin Offerings and Cryptocurrencies:
A Comparison of Different Approaches in Nine Jurisdictions Worldwide
(December 20, 2019). European Journal of Law and Technology, Vol. 10,
Issue 3,
Efanov, D., dan Roschin, P., (2018), The all-pervasiveness of the blockchain technology,
Procedia Computer Science, vol. 123, hal 116–121

Gomber, P., Koch, J.-A., & Siering, M. (2018). Blockchain. Business & Information Systems
Engineering, 60(6), 443-453.

Gondodiyoto, Sanyoto. (2003). Audit Sistem Informasi Pendekatan Konsep. Media Global
Edukasi, Jakarta

Grewal, P. D. S. (2014). A Critical Conceptual Analysis of Definitions of Artificial


Intelligence as Applicable to Computer Engineering. IOSR Journal of
Computer Engineering, 16, 9-13. https://doi.org/10.9790/0661-16210913

Guo, X., Zhang, G., and Zhang, Y,. (2023). A Comprehensive Review of Blockchain
Technology-Enabled Smart Manufacturing: A Framework, Challenges and
Future Research Directions. Sensors, 23(1)

Huq, S. M. (2014). The Role of Artificial Intelligence in the Development of Accounting


Systems: A Review. The IUP Journal of Accounting Research and Audit
Practices, 13, 7-19.

KPMG. (2019). Blockchain for audit. Diakses dari


https://home.kpmg/xx/en/home/insights/2019/05/blockchain-for-audit.html

Kristian, M. dan Imelda, E. (2015). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Audit
Berbasis Teknologi Informasi. Jurnal Akuntansi. 19(02).

Lase, S. M. N., Adinda, A., dan Yuliantika, R. D. (2021). Kerangka Hukum Teknologi
Blockchain Berdasarkan Hukum Siber Di Indonesia. Padjadjaran Law Review.
9(1)

Lee, C. S., & Tajudeen, F. P. (2020). Usage and Impact of Artificial Intelligence on
Accounting: 213 Evidence from Malaysian Organisations. Asian Journal of
Business and Accounting, 13, 213-240.
https://doi.org/10.22452/ajba.vol13no1.8

Maria, N. S. B. dan Widayati T. (2020). Dampak Perkembangan Ekonomi Digital Terhadap


Perilaku Penguna Media Sosial dalm Melakukan Transaksi Ekonomi. JKBM
(Jurnal Konsep Bisnis dan Manajemen). 6(2)
Martinez, R. (2019). Artificial Intelligence: Distinguishing between Types & Definitions.
Nevada Law Journal, 19, Article 9.
https://scholars.law.unlv.edu/nlj/vol19/iss3/9

Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi Keenam. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Nakamoto, S. (2016). Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System. www.bitcoin.org

Noor, M. U. (2020). Implementasi Blockchain di Duni Kearsipan: Peluang, Tantangan,


Solusi, atau Masalah Baru?. Khizanah al-Hikmah: Jurnal Ilmu Perpustakaan,
informasi, dan Kearsipan. 8(1).

Rifai, D., Fitri, S. dan Ramadhan, I. N. (2022). Perkembangan Ekonomi Digital Mengenai
Perilaku Pengguna Media Sosial Dalam Melakukan Transaksi.  ADI Bisnis
Digital Interdisiplin Jurnal.

Tone at the Top (2017, December). Artificial Intelligence: The Future for Internal Auditing.
Global Institute of Internal Auditors.
https://global.theiia.org/knowledge/Public%20Documents/Tone-at-the-Top-
December -2017.pdf

Weber, Ron(1999). Information System Control and Audit, The University of Queensland.
Penerbit: Prentice Hall. Retrieved March 2010.

Yulianton, H., Santi, R., Hadiono, K., & Mulyani, S. (2018). IMPLEMENTASI
SEDERHANA BLOCKCHAIN. SINTAK, 2. Retrieved from
https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/sintak/article/view/6635

Zemánková, A. (2019). Artificial Intelligence and Blockchain in Audit and Accounting:


Literature Review. WSEAS Transactions on Business and Economics, 16,
568-581.
https://www.wseas.org/multimedia/journals/economics/2019/b245107-089.pdf

Zhang, H., & Yang, X. (2020). Artificial intelligence and audit quality: A review and future
directions. Journal of Accounting Literature, 44, 1-15.

Zhang, Y., Xiong, F., Xie, Y., Fan, X., & Gu, H. (2020). The Impact of Artificial Intelligence
and Blockchain on the Accounting Profession. IEEE Access, 8, 110461-
110477. https://doi.org/10.1109/ACCESS.2020.3000505

Anda mungkin juga menyukai