Anda di halaman 1dari 23

TUGAS EKONOMI KESEHATAN

DISUSUN OLEH :

1722L0003

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI

2018
1. Perbedaan antara Asuransi sosial dan asuransi komersial?
Sesuai undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang
BPJS, program JKN adalah sebuah asuransi sosial yang
diamanatkan dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang nomor
40/2004 tentang SJSN yang menyatakan bahwa asuransi sosial
adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib
yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas
risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan anggota
keluarganya. Sedangkan Asuransi
Komersial adalah asuransi yang premi dan iuran nya dibayar
secara mandiri oleh peserta. Dalam hal ini premi dan iuran PNS
dibayarkan oleh IPB, sedangkan permi dan iuran keluarga PNS
dibayarkan sendiri oleh PNS yang bersangkutan.
Perbedaan asuransi Sosial dengan asuransi komersial
dapat yaitu:

a. Kepesertaan
Asuransi sosial bersifat wajib bagi seluruh penduduk dan akan
diberikan sanksi pada yang tidak mengikuti, sedangan asuransi
komersial bersifat sukarela.
b. Orientasi
Asuransi sosial bersifat nirlaba atau tidak berorientasi mencari
keuntungan (not for profit), sedangkan asuransi komersial
berorientasi mencari keuntungan (for profit).
c. Manfaat
Asuransi sosial manfaatnya komprehensif (promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif) sesuai dengan kebutuhan medis,
sedangkan asuransi komersial manfaatnya terbatas sesuai
dengan premi yang dibayarkan.
d. Pengelolaan
Asuransi sosial dikelola oleh pemerintah sedangkan asurasni
komersial dikelola oleh swasta.
e. Pembiayaan
Dalam asuransi sosial disesuaikan bagi pekerja, dan non pekerja.
Warga dalam kategori miskin mendapatkan subsidi penuh dari
pemerintah. Sedangkan dalam asuransi komersial nominal sesuai
benefit.
f. Tujuan
Asuransi sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat, sedangkan asuransi komersial
memberikan pelayanan kesehatan yang diinginkan.

2. Cara perhitungan kapitasi pada FKTP terkait distribusinya !


Besaran tarif kapitasi ditentukan berdasarkan seleksi
seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS kesehatan, dinas
kesehatan kabupaten/kota., dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan
dengan mempertimbangkan kriteria :
1. Sumber daya manusia, 
2. Kelengkapan sarana dan prasarana, 
3. Lingkup pelayanan, 
4. Komitmen pelayanan. 
Menurut PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 BAB II NORMA
PENETAPAN BESARAN TARIF KAPITASI

Pasal 4
(1)Penetapan besaran Tarif Kapitasi di FKTP dilakukan
berdasarkan kesepakatan bersama antara BPJS Kesehatan
dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
(2)Standar Tarif Kapitasi di FKTP ditetapkan sebagai berikut:
a. puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar
Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) sampai dengan Rp6.000,00 (enam
ribu rupiah) per peserta per bulan;
b. rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik
dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp8.000,00
(delapan ribu rupiah) sampai dengan Rp10.000,00 (sepuluh
ribu rupiah) per peserta per bulan; dan
c. praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp2.000,00 (dua ribu
rupiah) per peserta per bulan.
(3) Besaran tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP ditentukan
melalui proses seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS
Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan dengan
mempertimbangkan sumber daya manusia, kelengkapan
sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen
pelayanan.
(4) Penggunaan kriteria dalam pertimbangan penetapan besaran
Tarif Kapitasi berdasarkan seleksi dan kredensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara bertahap, yang untuk
pertama kali menggunakan pertimbangan kriteria sumber daya
manusia.
(5) Kriteria sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meliputi ketersediaan dokter dan ketersediaan dokter
gigi.
(6) Ketentuan mengenai pertimbangan penilaian pemenuhan
kriteria sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan sebagai berikut:

a. bagi puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara:

1. kapitasi sebesar Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) per peserta per


bulan apabila tidak memiliki dokter dan tidak memiliki dokter
gigi;
2. kapitasi sebesar Rp3.500,00 (tiga ribu lima ratus rupiah) per
peserta per bulan apabila memiliki dokter gigi dan tidak
memiliki dokter;
3. kapitasi sebesar Rp4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah) per
peserta per bulan apabila memiliki 1 (satu) orang dokter, tetapi
tidak memiliki dokter gigi;
4. kapitasi sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah) per peserta per
bulan apabila memiliki 1 (satu) orang dokter dan memiliki
dokter gigi;
5. kapitasi sebesar Rp5.500,00 (lima ribu lima ratus rupiah) per
peserta per bulan apabila memiliki paling sedikit 2 (dua) orang
dokter, tetapi tidak memiliki dokter gigi; dan
6. kapitasi sebesar Rp6.000,00 (enam ribu rupiah) per peserta
per bulan apabila memiliki paling sedikit 2 (dua) orang dokter,
dan memiliki dokter gigi.

b. bagi FKTP selain puskesmas:

1. dokter praktik mandiri memperoleh kapitasi sebesar


Rp8.000,00 (delapan ribu rupiah) per peserta per bulan,
apabila memiliki 1 (satu) orang dokter
2. klinik Pratama atau fasilitas kesehatan yang setara,
memperoleh:
a. kapitasi sebesar Rp9.000,00 (sembilan ribu rupiah) per
peserta per bulan apabila memiliki minimal 2 (dua) orang
dokter dan tidak memiliki dokter gigi; atau
b. kapitasi sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per
peserta per bulan apabila memiliki minimal 2 (dua) orang
dokter dan memiliki dokter gigi.
3. rumah sakit kelas D Pratama memperoleh kapitasi sebesar
Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per peserta per bulan
apabila memiliki minimal 2 (dua) orang dokter dan memiliki
dokter gigi.

Pasal 5
(1) Tarif pelayanan kesehatan tingkat pertama pada daerah
terpencil dan kepulauan yang diberikan oleh FKTP ditetapkan
berdasarkan Tarif Kapitasi khusus.
(2) Tarif Kapitasi khusus bagi FKTP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang memiliki dokter ditetapkan sebesar Rp10.000,00
(sepuluh ribu rupiah) per peserta per bulan.
(3) Tarif Kapitasi khusus bagi FKTP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang hanya memiliki bidan/perawat ditetapkan
sebesar Rp8.000,00 (delapan ribu rupiah) per peserta per
bulan.
(4) Dalam hal jumlah peserta pada FKTP kurang dari 1000
(seribu) peserta, tarif kapitasi khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibayarkan minimal sejumlah kapitasi untuk
1000 (seribu) peserta.
(5) Ketentuan mengenai FKTP pada daerah terpencil dan
kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dasar dan cara perhitungan klaim RS ke BPJS ?


Perhitungan klaim JKN BPJS Kesehatan di rumah sakit
menggunakan aplikasi INACBG. Tarif INA-CBG’s ( Indonesian -
Case Based Groups ) adalah besaran pembayaran klaim oleh
BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Tarif INACBG
ini tergantung pada apa diagnosis utamanya, diagnosis sekunder
kemudian prosedur yang dilakukan (operasi, tindakan medis
lainnya).
Tarif INACBG ini diatur dalam peraturan PERMENKES No.
69 tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan program Jaminan
Kesehatan, yang kemudian pada tahun 2014 tarif diupdate
dengan peraturan PERMENKES No. 59 tahun 2014 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan. Tarif INACBG akan diupdate
berkala.
Menurut Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan
Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan Nasional.
PENGAJUAN ADMINISTRASI KLAIM PEMBAYARAN
MANFAAT PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 7
Pengajuan administrasi klaim pembayaran manfaat di
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
meliputi:
a. administrasi klaim pembayaran manfaat pelayanan
kesehatan di FKTP; dan
b. administrasi klaim pembayaran
Bagian Kesatu Pengajuan Administrasi Klaim Pembayaran
Manfaat di FKTP
Pasal 8
1) Klaim manfaat pelayanan kesehatan tingkat pertama
terdiri atas:
a. RITP;
b. pelayanan kebidanan dan neonatal;
c. pelayanan Program Rujuk Balik (PRB);
d. pelayanan skrining kesehatan dan pemeriksaan
penunjang skrining kesehatan;
e. protesa gigi; dan
f. pelayanan ambulan.
2) Persyaratan pengajuan klaim manfaat pelayanan
kesehatan di FKTP adalah sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum yang terdiri atas:
1. formulir pengajuan klaim (FPK) yang ditandatangani oleh
Pimpinan FKTP atau pejabat lain yang diberi wewenang;
2. kuitansi asli bermaterai cukup; dan
3. Surat Tanggung Jawab Mutlak bermaterai cukup yang
ditandatangani oleh Pimpinan FKTP atau pejabat lain yang diberi
wewenang.
b. kelengkapan khusus yang terdiri atas:
1. bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh Peserta
atau anggota keluarga; dan
2. kelengkapan pendukung yang dipersyaratkan oleh
masing-masing tagihan klaim.
Pasal 9
Persyaratan pengajuan klaim pelayanan RITP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a; dan
b. kelengkapan administrasi khusus terdiri atas:
1. rekapitulasi pelayanan; dan
2. Surat Perintah Rawat Inap dari Dokter.
Pasal 10
(1) Persyaratan pengajuan klaim pelayanan kebidanan dan
neonatal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b
sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a;
b. kelengkapan administrasi khusus terdiri atas:
1. rekapitulasi pelayanan; dan
2. salinan lembar pelayanan pada buku kesehatan ibu dan
anak (KIA) sesuai pelayanan yang diberikan.
(2) Dalam hal peserta tidak memiliki buku KIA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2, buku KIA
dapat diganti dengan Kartu Ibu atau Keterangan pelayanan
lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu hamil atau
bersalin dan petugas yang menangani.
(3) Dalam hal pengajuan klaim persalinan merupakan
persalinan pervaginam normal, persalinan pervaginam dengan
tindakan emergensi dasar di puskesmas PONED, atau pelayanan
pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal, berkas
klaim dilengkapi dengan:
a. partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan
penolong persalinan untuk pertolongan persalinan atau
keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan persalinan
yang diberikan; dan
b. surat keterangan kelahiran.
Pasal 11
Persyaratan pengajuan klaim pelayanan PRB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. kelengkapan klaim pelayanan obat PRB meliputi:
1. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a; dan
2. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:
a) data tagihan pelayanan dalam bentuk softcopy sesuai
dengan aplikasi Apotek dari BPJS Kesehatan;
b) lembar resep obat PRB; dan
c) bukti pendukung yang memuat informasi tentang hasil
pemeriksaan penunjang diagnostik sesuai dengan restriksi obat
sesuai dengan Formularium Nasional (FORNAS).
b. klaim pelayanan pemeriksaan penunjang PRB meliputi:
1. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a; dan
2. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:
a) lembar permintaan pemeriksaan laboratorium PRB oleh
dokter; dan
b) rekapitulasi tagihan pelayanan laboratorium PRB
disertai hasil pemeriksaan laboratorium.
Pasal 12
(1) Persyaratan pengajuan klaim pelayanan pemeriksaan
penunjang skrining kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf d adalah sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a; dan
b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:
1. Rekapitulasi tagihan pelayanan disertai hasil
pemeriksaan laboratorium; dan
2. Hasil skrining primer riwayat kesehatan luaran Aplikasi
BPJS Kesehatan untuk pemeriksaan penunjang gula darah.
(2) Pelayanan pemeriksaan penunjang skrining kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d termasuk
pelayanan skrining kesehatan IVA atau Pap Smear dengan
kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan kelengkapan administrasi khusus tambahan
yaitu hasil pemeriksaan IVA atau Papsmear dan hasil
pemeriksaan IVA positif untuk Terapi Krio sesuai dengan luaran
aplikasi BPJS Kesehatan. Persyaratan pengajuan klaim pelayanan
protesa gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf e
adalah sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a; dan
b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:
1. Surat Keterangan Medis dari dokter yang merawat
(keterangan indikasi medis); atau
2. resep protesa gigi. Persyaratan pengajuan klaim
pelayanan ambulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) huruf f adalah sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a; dan
b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:
1. surat keterangan medis dari dokter yang merawat yang
menerangkan kondisi medis pasien pada saat akan dirujuk;
2. bukti pelayanan ambulan yang memuat informasi
tentang:
a) identitas pasien;
b) waktu pelayanan (hari, tanggal, jam berangkat dari
fasilitas kesehatan perujuk dan jam tiba di fasilitas kesehatan
tujuan);
c) fasilitas kesehatan perujuk; dan
d) fasilitas kesehatan tujuan rujukan.
3. tanda tangan dan stempel dari fasilitas kesehatan
perujuk dan fasilitas kesehatan penerima rujukan; dan
Pasal 13 Pasal 14 - 15
Bukti pembayaran jika ambulan menggunakan kapal
penyebrangan. Bagian Kedua Pengajuan Administrasi Klaim
Manfaat di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Pasal 15
1) Klaim manfaat Pelayanan Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan terdiri atas:
a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL);
b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL);
c. obat untuk penyakit kronis dan obat kemoterapi;
d. alat bantu kesehatan yang meliputi:
1. kacamata;
2. alat bantu dengar;
3. protesa alat gerak
4. protesa gigi;
5. korset tulang belakang;
6. collar neck;dan
7. kruk;
e. pelayanan ambulan;
f. Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis (CAPD); dan
g. pelayanan gawat darurat.
2) Persyaratan pengajuan klaim manfaat pelayanan
kesehatan di FKRTL adalah sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum yang terdiri atas:
1. formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga) yang
ditandatangani oleh Pimpinan FKRTL atau pejabat lain yang
berwenang, paling rendah adalah yang menjabat sebagai Kepala
Instansi;
2. softcopy luaran aplikasi BPJS Kesehatan;

3. kuitansi asli bermaterai cukup; dan

4. Surat Tanggung Jawab Mutlak bermaterai cukup yang


ditandatangani oleh Pimpinan atau Direktur - 16 - FKRTL.

b. kelengkapan khusus yang terdiri atas:


1. bukti pendukung pelayanan; dan
2. kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh masing-
masing tagihan klaim.
Pasal 16
Persyaratan pengajuan klaim pelayanan RJTL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a sebagai berikut:
1. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a; dan

2. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:

a. lembar Register Klaim masing-masing Peserta yang berisi


informasi tentang keabsahan Peserta, resume medis, dan
pelayanan Spesial CBG apabila diberikan; dan

b. rekapitulasi pelayanan.

Pasal 17
Persyaratan pengajuan klaim pelayanan RITL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b adalah sebagai berikut:
a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a; dan

b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:

1. lembar Register Klaim masing-masing Peserta yang berisi


informasi tentang keabsahan Peserta, resume medis, dan
pelayanan Spesial CBG apabila diberikan;
2. rekapitulasi pelayanan; dan

3. kelengkapan administrasi khusus berupa bukti


pendukung.

Pasal 18

Persyaratan pengajuan klaim pelayanan Obat untuk


penyakit kronis dan obat kemoterapi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c sebagai berikut:

a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a; dan

b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:

1. bukti pendukung yang memuat informasi tentang


keabsahan Peserta, resume medis dan hasil pemeriksaan
penunjang diagnostik sesuai dengan restriksi obat;

2. resep obat dan protokol terapi untuk obat Kemoterapi;


dan

3. data tagihan pelayanan dalam bentuk softcopy sesuai


aplikasi Apotek dari BPJS Kesehatan.

Pasal 19

Persyaratan pengajuan klaim pelayanan alat bantu


Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf
d sebagai berikut:

a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a;

b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:

1. bukti pendukung yang meliputi informasi tentang


keabsahan Peserta, dan resume medis;
2. dalam hal pengajuan klaim pelayanan kacamata harus
dilengkapi dengan:

a) resep kacamata; dan

b) tanda bukti penerimaan kacamata.

3. dalam hal pengajuan klaim pelayanan alat bantu dengar


harus dilengkapi dengan:

a) resep alat bantu dengar;

b) hasil pemeriksaan audiometri; dan

c) tanda bukti penerimaan alat bantu dengar.

4. dalam hal pengajuan klaim pelayanan protesa alat gerak


harus dilengkapi dengan:

a) resep protesa alat gerak; dan

b) tanda bukti protesa alat gerak.

5. dalam hal pengajuan klaim pelayanan protesa Gigi harus


dilengkapi dengan:

a) resep protesa gigi; dan

b) tanda bukti penerimaan protesa gigi.

6. dalam hal pengajuan klaim Korset Tulang Belakang


harus dilengkapi dengan:

a) resep korset tulang belakang; dan

b) tanda bukti penerimaan korset tulang belakang.

7. dalam hal pengajuan klaim pelayanan Collar Neck harus


dilengkapi dengan:

a) resep collar neck; dan

b) tanda bukti penerimaan collar neck.


8. dalam hal pengajuan klaim pelayanan Kruk harus
dilengkapi dengan:

a) resep kruk; dan

b) tanda bukti penerimaan kruk.

Persyaratan pengajuan klaim pelayanan ambulan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e sebagai
berikut:

a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a; dan

b. kelengkapan administrasi khusus terdiri atas:

1. bukti pendukung yang meliputi informasi tentang


keabsahan Peserta dan resume medis;

2. surat keterangan medis dari dokter yang merawat yang


menerangkan kondisi medis pasien pada saat akan dirujuk;

3. bukti pelayanan ambulan yang memuat informasi


tentang:

a) identitas pasien;

b) waktu pelayanan (hari, tanggal, jam berangkat dari


Fasilitas Kesehatan perujuk dan jam tiba di Fasilitas Kesehatan
tujuan);

c) Fasilitas Kesehatan perujuk; dan d) Fasilitas Kesehatan


tujuan rujukan;

4. tanda terima fasilitas kesehatan penerima rujukan; dan

5. bukti lain berupa bukti pembayaran jika ambulan


menggunakan kapal penyebrangan.

Pasal 21
Persyaratan pengajuan klaim pelayanan Continuous
Ambulatory Peritonial Dialysis (CAPD) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf f sebagai berikut:

a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a; dan

b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:

1. bukti pendukung yang memuat informasi tentang


keabsahan Peserta dan resume medis; dan

2. resep permintaan CAPD dari dokter yang merawat untuk


masing-masing pasien.

Pasal 22

(1) Persyaratan pengajuan klaim pelayanan Gawat Darurat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g sebagai
berikut:

a. kelengkapan administrasi umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a; dan

b. kelengkapan administrasi khusus yang terdiri atas:

1. bukti pendukung yang meliputi informasi tentang


keabsahan Peserta, resume medis dan pelayanan Spesial CBG
apabila diberikan;

2. perincian tagihan Rumah Sakit (manual atau automatic


billing); dan

3. berkas pendukung lain yang diperlukan.

(2) Dalam hal Fasilitas Kesehatan tidak dapat mengajukan


dalam bentuk softcopy luaran INA CBG maka Fasilitas Kesehatan
melakukan entri klaim di Kantor BPJS Kesehatan terdekat.

Pasal 23
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan atau audit yang
dilaksanakan oleh pihak internal maupun pihak eksternal, BPJS
Kesehatan dapat meminta Fasilitas Kesehatan untuk
menyediakan bukti pelayanan lain yang dibutuhkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2)
Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak internal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan yang dilakukan
oleh Kedeputian Bidang Pengawasan Internal.

(3) Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak eksternal


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan
yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pemeriksa
Keuangan atau lembaga pengawas independen lainnya.

(4) Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran oleh BPJS


Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan yang ditemukan pada
proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka
BPJS Kesehatan membayarkan kekurangan pembayaran kepada
Fasilitas Kesehatan.

(5) Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran oleh BPJS


Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan yang ditemukan pada
proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka
Fasilitas Kesehatan bersedia mengembalikan kelebihan
pembayaran kepada BPJS Kesehatan.

4. Bedakan dan jelaskan INA DRG’s dan INA CBG’s !

INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem


"paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Rumah Sakit
akan mendapatkan pembayaran berdasarkan tarif INA CBGs yang
merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu
kelompok diagnosis. Sistem ini akan menghindari penggunaan
alat kedokteran canggih secara berlebihan, serta pemberian obat-
obat yang tidak perlu. Dengan sistem yang berbasis teknologi
informasi ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan
transparansi bagi pihak pemberi dan pengguna jasa pelayanan
kesehatan, terutama pelayanan di rumah sakit yang bekerjasama
menyelenggarakan JKN dengan BPJS Kesehatan. Sistem yang
menjadi kewenangan National Casemix Center (NCC) Kementerian
Kesehatan percaya bahwa dengan INA CBGs maka perhitungan
tarif pelayanan akan lebih objektif dan berdasarkan pada biaya
sebenarnya. Pola INA CBG’s pun diharapkan dapat meningkatkan
mutu dan efisiensi rumah sakit. INA CBG’s sendiri merupakan
sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan kesamaan ciri
klinis serta sumberdaya yang digunakan untuk pengobatan.”Tarif
itu berbentuk paket yang mencakup seluruh komponen biaya
rumah sakit,”Untuk pelaksanaan program JKN BPJS Kesehatan,
tarif INA CBG’s dikelompokkan dalam 6 jenis rumah sakit, yakni
rumah sakit kelas D, C, B, dan A, serta RSU dan RSK rujukan
nasional. Tarif INA CBG’s juga disusun berdasarkan perawatan
kelas 1, 2, dan 3. Sebelumnya, dalam jamkesmas, hanya terdapat
tarif INA CBG’s untuk kelas 3.Pola pembayaran INA CBG’s sendiri
sudah diterapkan di berbagai negara. Di Indonesia,  INA CBG’s
telah dibangun sejak 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Pada
2008, INA CBG’s diimplementasikan dalam program Jamkesmas.
Sampai tahun 2013, jumlah pemberi pelayanan kesehatan
Jamkesmas yang mengunakan INA-CBG’s meliputi 1.273 rumah
sakit.
Sedangkan INA-DRG adalah suatu sistem klasifikasi
kombinasi dari beberapa jenis diagnosa penyakit serta tindakan
yang dilakukan di rumah sakit yang dikaitkan dengan
pembiayaan terhadap pasien, tentu dengan pertimbangan mutu
dan efektivitas pelayanan. Manfaat bagi rumah sakit adalah dapat
meningkatkan standar pelayanan karena objektif penerapan
jaminan mutu pelayanan. Sedangkan bagi pasien mendapat
prioritas pelayanan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit
sehingga risiko keterlambatan penanganan bisa menyelamatkan
nyawa pasien. Mempercepat pemulihan kesehatan dan adanya
kepastian biaya yang harus ditanggung pasien
Perbedaan sistem INA DRG VS INA CBG’s:

a. INA DRG menggunakan CGS Grouper IR-DRG oleh PT. 3M


sedangkan INA CBG’s Menggunakan UNU Grouper dari UNU-
IIGH.
b.  INA DRG memerlukan Kode Lisensi / Kode security pada
instalasi di setiap Komputer sedangkan INA CBG’s tidak
memerlukan kode Lisensi dan dapat langsung digunakan lebih
dari satu PC.
c. INA DRG terdapat 23 MDC (Major Diagnostic Category), label
menggunakan numerik 01 s/d 23 dan mengacu pada ICD-10.
Sedangkan INA CBG’s terdapat 31 CMG’s (Casemix Main
Groups), label menggunakan abjad A s/d Z serta mengacu
pada ICD-10  dan ICD-9CM.
d. Kode pada INA DRG menggunakan 6 digit. Sedangkan INA
CBG’s menggunakan 5 digit kode alfanumerik.

5. Jelaskan teknis pola rujukan online dan manual yang


dikembangkan oleh BPJS sejak dari FKTP I- FKTL 3 !
a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
1. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama
2. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka
pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat
kedua
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder
hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier
hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes
sekunder dan faskes primer.
b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk
langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan
dalam kondisi:
1) terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku
2) bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat dan atau Pemerintah Daerah
3) kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus
yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi
tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
4) pertimbangan geografis; dan
5) pertimbangan ketersediaan fasilitas
d. Pelayanan oleh bidan dan perawat
1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan
tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi
di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
e. Rujukan Parsial
1) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen
ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka
menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes
tersebut.
2) Rujukan parsial dapat berupa:
a. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang atau tindakan
b. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial,
maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas
kesehatan perujuk

6. A. Sebutkan 20 fraud dalam pelayanan kesehatan !


Fraud adalah Segala bentuk kecurangan dan ketidak wajaran
yang dilakukan berbagai pihak dalam mata-rantai pelayanan
kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri yang (jauh)
melampaui keuntungan yang diperoleh dari praktek normal.
Berikut tindakan fraud dalam pelayanan kesehatan :
1. FKTP memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan.
2. FKTP Memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara
non kapitasi.
3. Menerima komisi atas rujukan ke FKRTL, sehingga FKTP
melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan tertentu.
4. Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah terjamin
dalam biaya kapitasi dan atau non kapitasi sesuai dengan
standar tarif yang ditetapkan.
5. Melakukan upaya pemindahan peserta ke FKTP tertentu.
6. Tidak melaporkan perubahan sumber daya yang berpengaruh
terhadap pembayaran kapitasi. Termasuk memalsukan data
fasilitas dan SDM yang berada di FKTP.
7. Melakukan pelayanan tidak sesuai standar, seperti
memperpanjang hari rawat pada FKTP rawat inap ataupun
pada bagian SDM yang sengaja mengurangi jam kerjanya.
8. Dokter Praktik Mandiri menerima kapitasi dan merangkap
kepala Pukesmas, dan pada saat melakukan praktik mandiri
menggunakan fasilitas Puskesmas.
9. Pengajuan klaim dengan mencantumkan pelayanan atau
tindakan yang tidak diberikan, misalnya pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan terhadap 2 jenis pemeriksaan
tetapi diajukan sebagai 3 jenis pemeriksaan atau lebih.
10.Melakukan manipulasi terhadap diagnosa dengan menaikkan
tingkatan jenis tindakan misalnya appendiectomy ditagihkan
sebagai appendiectomy dengan komplikasi yang memerlukan
operasi besar sehingga menagihkan dengan tarip lebih tinggi.
11.Memalsukan tanggal dan lama hari perawatan. Hal ini
biasanya terjadi dengan menambahkan jumlah hari rawat
dengan cara menambahkan tanggal perawatan padahal pasien
sudah pulang kerumah.
12.Melakukan penagihan klaim dengan tarip yang lebih besar dari
yang seharusnya, misalnya tagihan alat kesehatan yang lebih
besar dari harga regular.
13.Melakukan klaim obat dengan nama dagang padahal yang
diberikan adalah obat dengan nama generik.
14.Tidak membayar besaran nilai kapitasi sebagaimana
seharusnya.
15. Terlambat pembayaran kapitasi dan klaim ke FKTP atau
menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan/rekanan dengan
tujuan memperoleh keuntungan.
16.Penunjukan FKTP yang tidak layak, atau terkadang BPJS
mengarahkan peserta ke FKTP tertentu. Selain itu juga
memindahkan peserta dari satu FKTP ke FKTP lain tanpa
sepengetahuan peserta.
17. Melakukan kerjasama dengan peserta/fasilitas kesehatan
untuk mengajukan klaim palsu. Atau memanipulasi manfaat
yang seharusnya tidak dijamin agar dapat dijamin.
18. Ketidaktersediaan obat akibat dari permainan stock
perusahaan obat dengan fasilitas kesehatan tertentu.
19.Keterlambatan distribusi obat.
20.Melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat yang
tercantum dalam harga katolog dengan harga yang tidak
sesuai dengan katalog.

6. B. Jelaskan perbedaan persamaan dan rekomendasi yang


saudara berikan atas kebijakan kapitasi dalam FKTP
puskesmas dan Non puskesmas !
Perbedaan
a. Standar tarif Kapitasi di FKTP untuk Puskesmas Rp 3000-
6000, per peserta perbulan.
b. Standar tarif Kapitasi di rumah sakit kelas D, klinik pratama,
praktik dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara Rp 8000-
10.000, praktik perorangan dokter gigi Rp 2000
perbulan/peserta,"
Persamaan
Penetapan besaran tarif kapitasi bagi masing-masing FKTP
dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota berdasarkan seleksi dan kredensialing dengan
mempertimbangkan:
a. sumber daya manusia;
b. kelengkapan sarana dan prasarana;
c. lingkup pelayanan; dan
d. komitmen pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai