Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN MTBS

PUSKESMAS JONGGOL
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya
penyusunan Pedoman MTBS ini dapat terselesaikan dengan baik. Pedoman MTBS ini merupakan
pedoman bagi petugas MTBS dalam melaksanakan pelayanan MTBS kepada bayi dan balita yang
berkunjung ke Puskesmas jonggol. Diharapkan penyelenggaraan MTBS di puskesmas ini dapat
menurunkan kematian serta meningkatkan kualitas bayi dan balita.

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan keterpaduan tatalaksana balita sakit yang
meliputi upaya pengobatan, pelayanan preventif seperti pemberian imunisasi, pemberian
vitamin A, serta pelayanan promotif antara lain menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI,
konseling kepada ibu/pengasuh anak cara merawat dan mengobati anak sakit dirumah, masalah
pemberian makan dan sebagainya.

Manajemen Terpadu Balita Sakit termasuk pelayanan standard yang masuk dalam
Permenkes no 25 tahun 2014 dan masuk standard pelayanan minimal kabupaten/kota. Dengan
menerapkan MTBS diharapkan terjadi peningkatan penemuan kasus, semakin banyak balita
yang dapat dicegah dari kematian, penurunan mordibiditas serta intervensi terpilih sesuai
dengan fokus permasalahan.

Ucapan terimakasih disertai penghargaan yang tinggi kami sampiakan kepada semua
pihak yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam penyususnan pedoman MTBS ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jonggol, Januari 2018

Kepala Puskesmas Jonggol

dr.H.Suparno
NIP.19760216200811006
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) merupakan suatu pendekatan keterpaduan


dalam tatalaksana pengobatan balita sakit yang meliputi upaya promotif, preventif dan
kuratif.
Sejak tahun 1996 Departemen Kesehatan bekerja sama dengan WHO mengengbangkan
pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit ( MTBS )di Indonesia.
Bila kita liahat situasi balita di Indonesia, dengan Angka Kematian Balita sebesar 68 per
1000 kelahiran hidup ( susenas 2001 ) maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum
usia lima tahun dan diantaranya 255 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari
seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan
akut, diare, dan gangguan perinatal.
Penerapan MTBS menekankan pada tiga komponen yakni 1) memperkuat system
pelayanan kesehehatan agar penanganan balita sakit lebih efektif, 2) meningkatkan
kualitas pelayanan balita sakit serta 3) meningkatkan peran keluarga dan masyarakat
dalam hal perawatan balita sakit, deteksi dini dan pola pencarian pertolongan segera ke
tenaga kesehatan.
Sasaran utama penerapan MTBS adalah para perawat,bidan, atau bidan desa yang
menangani balita sakit. Tentunya dokter puskesmas juga perlu terlatih MTBS agar dapat
melakukan supervise penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas.
Visi organisasi :
”Puskesmas Jonggol Sebagai Puskesmas Jonggol Kebanggaan
MasyarakatKecamatanJonggol Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat”

Misi Organisasi :
1. Mendorong Pembangunan kecamatan jonggol yang berwawasan kesehatan
2. Mendorong Kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,merata
dan terjangkau.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatanindividu ,keluarga,masyarakat
beserta lingkungannya.

Motto :
“Melayani Dengan Sepenuh Hati”

TataNilai :
Nilai SABAR (Sinergitas, Akuntabel, Bersih, Aktif, Ramah) yang di mana makna dari
nilai adalah:
Singkatan Kepanjangan Makna
S Sinergitas Membangun Komitmen untuk menjalin kemitraan
yang harmonis
A Akuntable Meberikan layanan kesehatan sesuai pedoman
dan standar pelayanan yang ditetapkan
B Bersih Penyelenggara layanan kesehatan
berkesinambungan dengan memanagement
yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan
A Aktif Memberikan pelayanan kesehatan secara aktif
baik didalam gedung maupun diluar gedung
R Ramah Pemberi layanan menunjukan sikap 5S kepada
semua pelanggan
B. Tujuan Pedoman
1. Sebagai pedoman petugas dalam menilai dan membuat klasifikasi anak sakit
umur 2 bulan – 5 tahun
2. Sebagai pedoman petugas dalam menentukan tindakan dan memberi
pengobatan
3. Sebagai pedoman petugas dalam pelayanan tindak lanjut
4. Sebagai pedoman bagi petugas dalam memberi konseling bagi ibu

C. Sasaran Pedoman
Sasaran utama penerapan MTBS adalah para perawat,bidan, atau bidan desa yang
menangani balita sakit. Tentunya dokter puskesmas juga perlu terlatih MTBS agar dapat
melakukan supervise penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas.

D. Ruang Lingkup Pelayanan MTBS

Ruang lingkup pelayanan MTBS di puskesmas jonggol adalah

1. Penilaian , Klasifikasi dan pengobatan bayi muda umur 1 hari – 2 bulan


2. Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan – 5 tahun
3. Pengobatan yang telah ditetapkan dalam bagan penilaian dan klasifikasi
4. Konseling bagi ibu
5. Tindakan dan pengobatan
6. Masalah dan pemecahan dan pelayanan tindak lanjut

E. Batasan Operasional

Batasan operasional MTBS di Puskesmas adalah :

1. Seluruh balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun dan bayi muda umur < 2 bulan.
a. Konsep dasar : MTBS merupakan pendekatan terbaik dalam menurunkan
angka kematian balita, yang meliputi upaya pengobatan, pelayanan preventif,
dan promotif.
b. Tujuan : tersedianya acuan untuk mengoptimalkan penyelenggarakan MTBS
di Puskesmas dalam rangka menurunkan kematian serta meningkatkan
kualitas hidup bayi dan balita
c. Media : …………………………………………………………………………………………………….

F. Batasan Hukum
1) Undang – Undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
2) Permenkes no.25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak serta standar
pelayanan minimal kabupaten/kota
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pola ketenagaan dan kualifiksi Petugas MTBS adalah

Kegiatan Kualifikasi SDM Realisasi

MTBS D-III Keperawatan D-III Keperawatan


D-III Kebidanan
D-III Gizi
Petugas sanitarian
Petugas Obat

Kompetensi seorang tenaga Keperawatan di Puskesmas yaitu minimal mempunyai


enam peran dan fungsi, yaitu :
1. Sebagai penemu kasus (case finder);
2. Sebagai pemberi pelayanan (care giver);
3. Sebagai pendidik/penyuluh kesehatan (helath teacher/educator);
4. Sebagai koordinator dan kolaborator;
5. Pemberi nasehat (counseling);
6. Sebagai panutan (role model).
B. Distribusi Ketenagaan

Kegiatan Pemegang Program Unit Terkait

MTBS Eneng rista devianti, Promkes, Gizi,kesling,


Amd.kep

Pada penerapan MTBS Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab, dokter sebagai
supervision dan motivator, dan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan langsung
balita sakit dan bayi muda.

C. Jadwal Kegiatan

NO KEGIATAN URAIAN TUGAS


1. Anamnesa Wawancara terhadap orang tua bayi dan
balita mengenai keluhan utama, lamanya
sakit, pengobatan yang telah diberikan
dan riwayat penyakit, dan keluhan lain
yang dihadapi anak.
Menanyakan kepada ibu 4 keluhan utama
 Batuk atau sukar bernapas
 Diare
 Demam
 Masalah telinga

2. Pemeriksaan 1) Memeriksa tanda bahaya umum


2) Memeriksa status gizi anak dan
anemia
3) Memeriksa status imunisasi anak
dan pemberian Vit A

3. Penentuan klaifikasi dan  Membuat klasifikasi penyakit anak


tindakan berdasarkan gejala yang
ditemukan
 Penilaian dan klasifikasi batuk
atau sukar bernapas
 Penilaian dan klasifikasi diare
 Penilaian dan klasifikasi demam
 Klasifikasi demam untuk
demam berdarah dengue
 Penilaian dan klasifikasi telinga
 Klasifikasi status gizi
 Menilai masalah/keluhan lain
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

B. Fasilitas MTBS

Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS dipuskesmas adalah

NO ALAT JUMLAH
1. Timbangan bayi 1
2. Timbangan anak 1
3. Pengukur panjang badan 1
4. Pengukur tinggi badan 1
5. Pengukur suhu tubuh 1
6. ARI sound timer atau arloji dengan jarum detik 1
7. senter 1
8. Spatula lidah 1
9. Tensi meter , manset anak dan stetoskop 1
10. Alat penumbuk obat 1
11. Gelas, sendok dan teko ( tempat air matang 1
dan bersih ) digunakan dilayanan rehidrasi oral
aktif/ pojok oralit
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan

Lingkup Kegiatan MTBS meliputi :

1) ANAMNESA

 Tanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya.


Catat apa yang dikatakan ibu menegenai masalah anaknya, hal ini
untuk membina komunikasi yang baik dengan ibu. Komunikasi yang
baik akan meyakinkan ibu bahwa anaknya akan ditangani dengan baik.
 Gunakan kata kata yang dimengerti ibu
Jika ibu tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, kita tidak akan
mendapatkan jawaban yang dibutuhkan untuk menilai dan
mengklasifikasikan anak itu dengan tepat.
 Beri ibu waktu yang cukup untuk menjawab pertanyaan
 Ajukan pertanyaan tambahan apabila ibu tidak pasti akan menjawab
 Tentukan apakah ini merupakan kunjungan pertama atau kunjungan
ulang untuk penyakit atau masalah ini.

2) PEMERIKSAAN
 Memeriksa tanda bahaya umum
Tanda bahaya umum adalah :
 Anak tidak bias minum atau menetek
 Anak memuntahkan semuanya
 Anak kejang
 Anak letargis atau tidak sadar

 Memeriksa status gizi anak dan anemia


Semua anak sakit harus dinilai dan diklasifikasikan untuk status gizi
dan anemia seperti :
 Lihat apakah anak tampak sangat kurus
 Lihat adanya kepucatan pada telapak tangan, apakah sangat
pucat, agak pucat
 Apakah anak sangat kurus ( ceking )
 Lihat dan raba pembengkakan pada kedua kaki
 Tentukan berat badan menurut umur
 Memeriksa status imunisasi anak dan pemberian Vit A
Periksa status imunisasi pada semua anak yang sakit. Apakah mereka
sudah mendapat semua imunisasi yang dianjurkan untuk umur
mereka.
 Gunakan jadwal imunisasi nasional
 Tentukan apakah anak masih perlu mendapat imunisasi
 Periksa umur anak, bandingkan umur anak dengan jenis
imunisasi yang seharusnya diterima
 Tanyakan kepada ibu apakah punya KMS
 Periksa catatan pemberian imunisasi pada KMS/buku KIA
 Jika tidak punya KMS/buku KIA, tanyakan kepada ibu imunisasi
apa saja yang sudah diterima anaknya.
 Tanyakan apakah anak sudah mendapatkan Vit A
 Dosis pertama sebesar 100.000IU pada umur 6-11
bulan
 Dosis berikutnya sebesar 200.000 IU diberikan setiap 6
bulan, pada umur 1-5 tahun, setiap bulan februari dan
agustus, jika anak belum mendapatkannya dalam 6
bulan terakhir berikan 1 dosis.

3) PENENTUAN KLASIFIKASI DAN TINDAKAN


 Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

NO GEJALA KLASIFIKASI
1.  Adanya tanda bahaya Pneumonia berat
umum atau penyakit
 Tarikan dinding dada sangat berat
 Stridor
2.  Napas cepat Pneumonia
3.  Tidak ada tanda tanda Batuk bukan
Pneumonia atau penyakit pneumonia
sangat berat

 Penilaian dan klasifikasi diare

NO GEJALA KLASIFIKASI
1. Terdapat dua atau lebih tanda Dehidrasi berat
tanda dibawah ini :
 Letargis atau tidak sadar
 Mata cekung
 Tidak bias minum atau
malas minum
 Cubitan kulit perut
kembalinya sangat lambat
2. Terdapat dua atau lebih tanda Dehidrasi
tanda dibawah ini : ringan/sedang
 Gelisah, rewel/ mudah
marah
 Mata cekung
 Haus, minum dengan lahap
 Cubitan kulit perut
kembalinya lamabat
3. Tidak cukup tanda tanda untuk Tanpa dehidrasi
diklasifikasikan sebagai dehidrasi
erat atau ringan/sedang.

4. Darah dalam tinja Dysentri

 Penilaian dan klasifikasi demam

1. Klasifikasi demam untuk DBD

NO GEJALA KLASIFIKASI
1.  Ada tanda tanda syok Demam berdarah
 Muntah bercampur darah dengue
seperti kopi
 Berak berwarna hitam
 Perdarahan dari hidung
atau gusi yang berat
 Bitnik perdarahan dikulit
 Sering muntah tanpa diare

2.  Nyeri ulu hati atau gelisah Mungkin DBD


 Bintik perdarahan dikulit
dan uji tomiket negatif
3.  Tidak ada satupun gejala Demam mungkin
diatas bukan DBD

2. Klasifikasi demam untuk malaria ( daerah resiko Malaria )

NO GEJALA KLASIFIKASI
1.  Ada tanda bahaya umum Penyakit berat
 Kaku kuduk dengan demam
2.  Demam ( 37.5 derajat Malaria
celcius )
3. Klasifikasi demam untuk campak

NO GEJALA KLASIFIKASI
1.  Ada tanda bahaya umum Campak dengan
 Kekeruhan pada kornea komplikasi berat
mata
 Luka dimulut yang dalam
atau luas
2.  Mata bernanah Campak dengan
 Luka dimulut komplikasi pada
mata atau mulut
3.  Terdapat campak saat ini Campak
atau dalam 3 bulan terakhir

 Penilaian dan klasifikasi telinga

NO GEJALA KLASIFIKASI
1.  Peembengkakan yang nyeri Mastoiditis
dibelakang telinga
2.  Tampak cairan / nanah infeksi telinga akut
keluar dari telinga dan telah
terjadi kurang dari 14 hari
 Nyeri telinga
3.  Tampak cairan / nanah Infeksi telinga
keluar dari telinga dan telah kronis
terjadi lebih dari 14 hari

4.  Tidak ada sakit telinga dan Tidak ada infeksi


tidak ada nanah dari telinga telinga

 Klasifikasi status gizi

NO GEJALA KLASIFIKASI
1.  Badan tampak sangat kurus Gizi buruk/Anemia
 Bengkak pada kedua kaki berat
 Telapak tangansangan
pucat
2.  Telapak tangan agak pucat BGM/Anemia
 Berat badan menurut umur
sangat rendah ( bawah
garis merah = BGM )
3.  Berat badan menurut umur Tidak BGM dan
tidak BGM dan tidak tidak Anemia
ditemukan tanda tanda lan
dari malnutrisi dan anemia

 Menilai masalah/keluhan lain


Menilai semua keluhan anak yang disampaikan ibunya kepada
petugas yang tidak terklasifikan

BAB V
LOGISTIK

Logistik menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan untuk pelayanan MTBS.
Harus direncanakan secara benar, dijaga kesinambungan keberadaannya dan dipastikan
siap pakai. Beberapa jenis logistic yang harus disiapkan, antara lain :

1. Ruangan MTBS

Pelayanan MTBS sebaiknya dilakukan diruangan tersendiri mengingat


membutuhkan waktu cukup lama. Pada ruanagn MTBS tersedia tempat
melaksanakan pengukuran panjang badan, tinggi badan, berat badan, satu set
meja periksa serta Kasur tempat tidur pemeriksaan dan wastafel atau tempat
cuci tangan yang memenuhi standar PHBS.

2. Persiapan Obat

Secara umum, obat yang digunakan pada MTBS telah termsuk dala Formularium
Nasional ( Fornas ) yang digunakan di puskesmas. Apabila penanganan balita
sakit dengan MTBS ini pasien membutuhkan obat yang belum tercantum di
fornas, maka puskesmas dapat memberikan obat tersebut dengan ketentuan
bahwa obat yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis dan sesuai dengan
standar pelayanan kedokteran.

3. Persiapan alat
Peralatan yang digunakan dalam penerapan MTBS dipuskesmas adalah :
NO ALAT
1. Timbangan bayi
2. Timbangan anak
3. Pengukur panjang badan
4. Pengukur tinggi badan
5. Pengukur suhu tubuh
6. ARI sound timer atau arloji dengan jarum detik
7. senter
8. Spatula lidah
9. Tensi meter , manset anak dan stetoskop
10. Alat penumbuk obat
11. Gelas, sendok dan teko ( tempat air matang
dan bersih ) digunakan dilayanan rehidrasi oral
aktif/ pojok oralit

4. Persiapan buku bagan MTBS, formulir tatalaksana bayi muda, formulir


tatalaksana balita sakit, buku register rawat jalan balita sakit, register rawat jalan
bayi muda dan formulir rujukan.

5. Media KIE
Buku KIA pada penerapan MTBS dan juga pelayanan lainnya selain sebagai tools
pencatatan pelayanan kesehatan yang telah di terima juga sebagai media KIE.
Selain buku KIA media KIE lainnya yang mengandung pesan terkait MTBS ( leaflet,
lembar balik,poster, alat peraga,video )

6. Biaya Operasional
Biaya operasional sangat dibutuhkan pada penerapan MTBS, baik untuk kegiatan
dalam gedung maupun kegiatan diluar gedung.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN / PROGRAM

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik
resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang
terjadi pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus
diperhatikan karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja
melainkan menjadi sasaran banyak program kesehatan lainnya. Tahapan – tahapan
dalam mengelola keselamatan sasaran antara lain :

1. Identifikasi Resiko
Pada saat melakukan pelayanan MTBS kepada pasien ada beberapa kesalahan yang
mungkin bisa terjadi seperti :
 Kesalahan mengidentifikasi pasien, mulai nama, umur, nama orang tua, alamat
 Kesalahan anamnesa / anamnesa yang tidak komplit
 Kesalahan klasifikasi dan tindakan
 Kesalahan diagnosa dan terapi
 Alat pengukur suhu, pengukur berat badan dan tinggi badan tidak akurat
 Petugas tidak mencuci tangan dan memakai APD
 Menggunakan alat yang tidak steril

2. Analisis Resiko
Analisis dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung
jawabuntuk mengelola / mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam
kategori biru / hijau / kuning / merah

Tingkat Resiko Deskripsi peluang / Prekuensi

1 Sangat jarang (> 5 tahun/kali )


2 Jarang (> 2-5 tahun/kali )
3 Mungkin ( 1-2 tahun/kali )
4 Sering (beberapa kali/tahun )
5 Sangat sering (tiap minggu/bulan)

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk resiko dengan
kategori biru hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana, sedangkang untuk
kategori kuning merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam.

3. Rencana Pencegahan resiko dan meminimalisasi resiko

 Sebelum melakukan pelayanan kepada pasien petugas harus mengidentifikasi


pasien terlebih dahulu secara lengkap , benar, jelas,dan terperinci sesuai data
yang sebenarnya.
 Menanyakan kepada keluarga tentang keluhan yang dirasakan anaknya.
Pertanyaan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh keluarga
Pertanyaan diulang dan diperjelas, apabila keluarga belum memahami atas apa
yang ditanyakan petugas
 Pengklasifikasian dan tindakan penyakit anak disesuaikan dengan keluhan anak
melihat pada klasifikasi dan tindakan yang ada pada Manajemen MTBS
 Melakukan pemeriksaan secara berkepada semua Alat alat kesehatan yang
digunakan pada saat melakukan MTBS
 Melakukan Cuci tangan dengan langkah – langkah cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan dan menggunakan APD
 Melakukan sterilisasi kepada alat –alat kesehatan yang digunakan

4. Rencana upaya pencegahan


 Menanyakan / mencocokan kembali identitas anak
 Menanyakan keluhan anak yang sebenar benarnya dengan jelas dan terperinci
 Klasifikasikan dan beri tindakan yang sesuai dengan keluhan pasien
 Pemeriksaan ke akuratan alat –alat kesehatan yang di gunakan secara berkala
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dan memakai APD
 Alat – alat kesehatan sebelum di pergunakan di cuci bersih kemudian disterilkan
terlebih dahulu sebelum digunakan
5. Monitoring Evaluasi

Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan


sedang berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan
sudah berjalan sesuai dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan atau
ketidaksesuaian pelaksanaan dengan perencanaan. sehingga dengan segera
dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap yang terakhir adalah melakukan
Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan sudah
tercapai. Apabila semua kegiatan sudah sesuai perencanaan diharapkan resiko
pelayanan akan dapat di cegah atau ditekan seminimal mungkin.Sehingga tidak
ada lagi resiko pelayanan seperti
 Kesalahan identifikasi
 Kesalahan anamnesa
 Kesalahan pengklasifikasian dan tindakan
 Alat – alat kesehatan yang digunakan tidak akurat
 Petugas tidak mencuci tangan dan tidak memakai APD
 Alat – alat kesehatan yang digunaka tidak steril

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering


disebut Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah petugas dan
hasil kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana
kerja yang aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan
kerusakan serta penurunan kesehatan akibat dampak dari pekerjaan yang dilakukan,
bagi petugas pelaksana dan petugas terkait. Keselamatan kerja disini lebih terkait pada
perlindungan fisik petugas terhadap resiko pekerjaan.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan sekitarnya.
Seiring dengan kemajuan Ilmu dan tekhnologi, khususnya sarana dan prasarana
kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin meningkat. Petugas
kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah kesehatan,
untuk itu`semua petugas kesehatan harus mendapat pelatihan tentang kebersihan,
epidemiologi dan desinfeksi. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk
memastikan kondisi tubuh yang sehat. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan
dengan cara yang benar, mengelola limbah infeksius dengan benar dan harus
menggunakan alat pelindung diri yang benar. Langkah-langkah :
1. Kelengkapan Ketepatan SOP
2. Pengelolaan Limbah & K3
3. APD
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan
dengan aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan
upaya untuk menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana
dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator
sebagai berikut:
1. Keterampilan petugas MTBS
2. Dukungan manajemen
3. Indikator tingkat kepuasan pengantar terhadap pelayanan yang
diberikan

Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang


ditemukan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.Keberhasilan
suatu program harus ditentukan dengan indikator, untuk upaya pelayanan
kesehatan lingkungan indikator berdasarkan Standar Pelayanan Minimal yang telah
ditentukan sesuai Kepmenkes no 43 Tahun 2016 ,yang dimaksud dengan SPM
adalah suatustandart dengan batas–batas tertentu untuk mengukur kinerja
penyelenggaraan kewenanganwajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan
dasar pada masyarakat yang mencakup jenispelayanan, indicator dan nilai
(BENCHMARK). Prinsip daripada SPM adalahSUSTAINABLE (terus menerus),
MEASUREBLE (terukur) dan FEASIABLE (mungkin dapatdikerjakan)
B. Indikator Keberhasilan

Untuk emngukur keberhasilan upaya keperawatan kesehatan masyarakat di


Puskesmas, digunakan indikator yang meliputi masukan (input), indikator proses,
indikator luaran (output) dan indikator dampak.
1. Indikator Masukan (Input)
 Petugas MTBS sudah mendapat pelatihan MTBS
 Tersedianya sarana dan prasarana kegiatan MTBS yang nyaman dan
aman
 Tersedianya logistic / peralatanuntuk pemeriksaan MTBS
 Tersedianya SOP MTBS

2. Indikator Proses
 Pemeriksaan MTBS tepat waktu sesuai jadwal pelayanan MTBS
 Pelaksanaan pelayanan MTBS dilakukan setiap hari sesuai jadwal
pelayanan
 Petugas melaksanakan pemeriksaan MTBS sesuai SOP
 Adanya dukungan dari pihak manajemen puskesmas
 Ada laporan tertulis tentang kegiatan MTBS
3. Indikator Luaran ( Output )
 Semua bayi 0 – 2 bulan dan bayi 2 bulan – 5 tahun dilakukan MTBS
 Tidak ada lagi bayi dan balita yang meninggal karena telat mendapatkan
penangan pelayanan kesehatan
4. Indikator Dampak
 Semua bayi dan balita sakit mendapatkan penanganan yang cepat
untuk mencegah kematian pada bayi dan balita

C. Pencatatan dan pelaporan


1. Pencatatan
 Register MTBS bayi 0 – 2 bulan dan bayi 2 bln – 5 tahun
 Formulir tatalaksana Balita sakit umur 0 – 2 bulan dan umur 2 bulan – 5
tahun
 Formulir rujukan pasien
 Register rujukan

2. Pelaporan
 Laporan bulanan LB 1 penyakit, LB 3 KIA
 Laporan bulanan

BAB IX
PENUTUP

Buku pedoman MTBS ini merupakan sarana penunjang yang sangat dibutuhkan sebagai
acuan untuk mengoptimalkan penyelenggarakan MTBS di Puskesmas Jonggol ,dalam rangka
menurunkan kematian serta meningkatkan kualitashidup bayi dan balita.
Penerapan MTBS diawali dari komitmen kepala puskesmas dalam mendukung
kesinambungan ketersediaan SDM, sarana, prasarana, alat kesehatan, obat dan vaksin, serta
mengevaluasi kualitas pelayanan MTBS secara berkala.
Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan sarannya untuk
perbaikan pedoman MTBS ini.
Semoga Pedoman ini dapat bermanfaat bagi semua pihak .

Jonggol, Januari 2018

Kepala Puskesmas Jonggol Penanggung Jawab Program


dr.H Suparno Eneng Rista Devianti, SKM
NIP.197602162008011006 NIP.198206302014062001

Anda mungkin juga menyukai