Anda di halaman 1dari 18

KIAT MEMBANGUN PERUSAHAAN ONLINE

(STARTUP)

Fundraising

Mentor :
Muhammad Jibril Sobron
1. Kapan dan Bagaimana Kita Mencari Investor

Kita semua sepakat bahwa pendanaan merupakan salah satu hal terpenting

dalam menjalankan perusahaan rintisan. Jika 23% dari penyebab startup gagal

adalah karena tim manajemen yang tidak tepat, maka kehabisan dana ternyata

memiliki peluang lebih besar dalam menggagalkan startup yakni 29%. Oleh karena

itu, apabila Anda sedang atau hendak membangun startup, pastikan Anda memiliki

rencana yang matang terkait hal ini.

Pendanaan startup kebanyakan diperoleh dari investor berupa investasi

saham. Hal ini disebabkan periode investasi startup kebanyakan memerlukan waktu

lama, sehingga kurang cocok apabila menggunakan pendanaan yang bertipe utang.

Ditambah lagi, di Indonesia hampir belum ada bank atau lembaga keuangan yang

memberikan kredit bagi startup.

Kapan sih kita harus mulai mencari investor?

Banyak yang mengira bahwa untuk memulai startup, kita membutuhkan dana

yang besar, sehingga kita perlu mencari investor dari awal ketika kita masih berada di

fase ide atau prototipe. Namun, saya kurang sependapat akan hal ini. Di fase

tersebut, daya tawar kita kepada investor sangat lemah, sehingga akan sulit

mendapatkan investor, dan kalaupun berhasil, startup kita akan dihargai sangat

murah.

Sebisa mungkin kembangkan startup hingga memperoleh proof of concept

berupa initial traction, yakni terlihat pertumbuhan pengguna startup kita seiring
waktu. Jika ini tercapai, kita akan memperoleh posisi tawar yang kuat ketika

bernegosiasi dengan investor. Jika belum, mungkin perlu kita evaluasi kembali,

jangan-jangan startup yang kita kembangkan ini memang perlu diperbaiki kembali,

atau bisa jadi memang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Alasan lainnya adalah, untuk sampai kepada tahap initial traction, sebenarnya

kita tidak membutuhkan dana terlalu besar. Kita semestinya tidak mengeluarkan

terlalu banyak biaya pemasaran karena kita membutuhkan respon organik dari calon

pelanggan kita. Startup yang sukses membuat pelanggan datang karena memang

mereka tertarik menggunakan produk kita, bukan karena diiming-imingi manfaat

tertentu. Oleh karena itu, pengeluaran di tahap ini biasanya cenderung terkait

dengan pengembangan produk yang lagi-lagi semestinya tidak terlalu besar karena

pada fase ini keluarannya masih berupa produk awal (MVP).

Pendanaan di tahap ide/prototipe

Barangkali di antara teman-teman ada yang bertanyal, meski tidak terlalu

banyak, kita tetap memerlukan dana bukan? Bagaimana atau kemana kita

mencarinya? Saya coba rangkum ke dalam empat jenis di bawah ini.

1. Dana pribadi (bootstrap)

Jika kita memiliki dana sendiri dan mau menggunakan dana ini untuk startup

kita, berarti masalah selesai. Sedikit catatan, pada dasarnya tingkat kemungkinan

startup gagal itu tinggi, jadi pastikan untuk hanya menggunakan dana yang tidak

mengganggu kehidupan personal kita.


2. Proyek

Hal ini lumayan sering dilakukan oleh para pendiri startup yang memiliki latar

belakang IT. Dalam hal ini, kita menawarkan jasa pembuatan aplikasi/sistem IT

kepada klien dan keuntungan dari proyek ini kita gunakan untuk merealisasikan ide

startup kita. Tantangan dalam hal ini biasanya bagaimana menyeimbangkan sumber

daya antara mengerjakan proyek dari klien dan mengembangkan startup kita.

3. Angel investor

Apabila kita memiliki kenalan HNWI, tidak ada salahnya untuk menawarkan

kerjasama. Challenge terbesar biasanya karena startup kita masih berupa

ide/prototipe, sulit untuk menghitung dengan pasti berapa sebenarnya nilai yang fair

akan ide atau prototipe ini.

4. Inkubator

Inkubator teknologi merupakan inisiatif yang beberapa tahun belakangan

mulai muncul. Pada dasarnya inkubator memberikan one-stop-solution kepada

pendiri startup untuk merealisasikan idenya. Hal ini tentu saja bermanfaat bagi kita

terutama apabila kita membutuhkan masukan dari berbagai aspek. Apabila kita ingin

masuk inkubator, maka jika memungkinkan, cari testimoni dari startup yang sudah

masuk ke dalam inkubator tersebut untuk kroscek manfaat yang diberikan dan

persyaratan yang diminta.

Contohnya, apabila inkubator menjanjikan mentorship dengan para tokoh

startup terkenal atau sukses, apakah hal tersebut benar-benar dijalankan, paling tidak
sesuai yang dijanjikan? Atau jangan-jangan pada kenyataannya startup di dalam

inkubator tersebut hampir tidak pernah atau sulit bertemu dengan para mentor?

Mana yang terbaik di antara keempat pilihan tersebut? Saya pikir bergantung

kepada masing-masing. Founder yang berpengalaman di bidang IT cenderung

memilih proyek, sedangkan founder dengan koneksi HNWI dapat memilih angel

investor. Sedikit catatan bahwa apapun yang dipilih, jangan lupa untuk mencari

perbandingan agar kita tidak memilih deal yang kurang baik.

Mencari pendanaan setelah memperoleh initial traction

Disini lah biasanya kita memerlukan pendanaan dalam jumlah yang agak

besar untuk mengeskalasi startup kita melalui pemasaran dan pengembangan

produk. Pertanyaan selanjutnya, ke mana atau bagaimana kita mencari investor?

Apabila kita ternyata mengenal investor tersebut, entah melalui suatu event

atau memang sudah megenal sejak dahulu, maka solusinya mudah, hubungi

langsung. Bagaimana jika kita tidak memiliki kenalan investor sama sekali?

Cara terbaik menurut saya adalah melalui referral. Investor biasanya

memperoleh banyak sekali proposal pendanaan, dan untuk memvalidasi atau

memperkuat keyakinan mereka, investor biasanya mencari pendapat pihak lain.

Founder startup yang sudah mereka beri investasi adalah pihak yang sering mereka

tanya, sebab founder tersebut setidaknya familiar akan pasar di negara tersebut, dan

boleh jadi familiar dengan para founder startup lain.

Oleh karena itu, apabila koneksi ke investor terbatas atau sulit dicari, kita bisa
memulai dengan menjalin koneksi dengan para founder startup lain yang sudah

memperoleh pendanaan. Datangi seminar yang menghadirkan founder tersebut.

Cara lain adalah dengan mengidentifikasi kemungkinan kerjasama antara startup kita

dengan startup yang dimiliki founder tersebut untuk memulai komunikasi. Karena

jumlah startup yang sudah memperoleh investasi lebih banyak daripada jumlah

investor, maka semestinya untuk menjalin koneksi dengan founder ini relatif lebih

mudah.

Selain melalui referral, cara lainnya adalah dengan mengikuti event semacam

startup dating, perlombaan, dan lain sebagainya. Namun, karena di event semacam

ini biasanya diikuti oleh banyak sekali startup, sulit bagi kita untuk

mengkomunikasikan startup kita sepenuhnya karena terbatasnya waktu. Oleh karena

itu, gunakan event-event semacam ini untuk menimba pengalaman khususnya

terkait presentasi/komunikasi, namun apabila kita benar-benar sedang mencari

pendanaan, jangan hanya mengandalkan event semacam ini.

2. Yang Harus Disiapkan Ketika Bertemu Investor

Hal yang perlu dipersiapkan sebelum berkomunikasi dengan investor

Memperoleh akses ke investor sebenarnya tidak sulit dibandingkan

mempersiapkan hal-hal untuk disampaikan ke investor tersebut. Terkait hal ini, hal

yang paling utama adalah memastikan startup kita ini memang memiliki kualitas

yang baik.
Pastikan kita familiar dengan parameter industri startup kita, misalnya

parameter e-commerce salah satunya adalah jumlah dan nilai transaksi, parameter

media online adalah jumlah kunjungan dan pageview, dan semacamnya. Setelah itu,

cek bagaimana performa startup kita secara historis dan juga dibandingkan dengan

startup lain di pasar. Tentu saja, semakin cepat pertumbuhan startup kita maka

semakin menjanjikan startup kita di mata investor. Begitu juga apabila performa

startup kita unggul dibandingkan startup sejenis lain.

Secara teknis, ketika bertemu investor, ada tiga hal yang perlu dipersiapkan:

1. Presentasi/proposal/pitchdeck

Intinya, ini adalah dokumen yang kita tunjukkan atau presentasikan kepada

investor. Banyak sekali contoh presentasi yang bisa kita cari di Internet, sehingga kita

bisa memilih yang paling sesuai dengan style kita. Namun, secara umum paling tidak

presentasi ini harus memuat hal-hal di bawah ini:

● Masalah yang dihadapi dan bagaimana startup kita memecahkan masalah

tersebut (value proposition).

● Potensi pasar, yang meliputi ukuran pasar saat ini dan pertumbuhan

kedepannya.

● Keunggulan (competitive advantage) startup kita — jangan terlalu banyak

karena akan mengaburkan pesan yang ingin kita sampaikan (kebanyakan

menganjurkan jumlahnya tiga saja)

● Performa historis startup kita


● Perkiraan kebutuhan dana dan alokasi penggunaan dana tersebut

● Proyeksi pertumbuhan startup ke depan (1–5 tahun)

● Profil founder — paling tidak memuat pendidikan dan pengalaman terkait

2. Proyeksi keuangan

Dokumen ini adalah spreadsheet yang menggambarkan kondisi keuangan

startup 1–5 tahun ke depan. Terkait hal ini, ada beberapa tips:

● Buatlah model sedinamis mungkin dengan angka-angka asumsi yang bisa

diubah-ubah (tidak hard coded). Dengan demikian, apabila ada asumsi kita

yang ternyata salah, dapat cepat kita perbaiki.

● Jabarkan parameter startup kita sedetail mungkin, sehingga asumsi yang kita

gunakan semakin masuk akal. Sebagai contoh, daripada langsung

mengasumsikan pertumbuhan transaksi 10% per bulan, akan lebih baik jika

kita membuat model di mana transaksi dipengaruhi oleh jumlah kunjungan

dan conversion rate, dan masing-masing kita asumsikan tumbuh 5% per bulan.

● Jika memungkinkan, buat beberapa asumsi terkait jumlah dana yang ingin kita

peroleh, dikaitkan dengan proyeksi pertumbuhan startup kita. Dengan kata

lain, kita membuat beberapa versi pertumbuhan (misalnya kita sebut

normal/base case, high growth case, dan worst case).

3. Due diligence

Due diligence pada dasarnya merupakan proses memeriksa keseluruhan

perusahaan kita, untuk memastikan bahwa seluruh data yang kita sampaikan benar
dan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Due diligence ini mencakup berbagai

aspek, diantaranya IT, bisnis, keuangan dan perpajakan, serta legal. Beberapa yang

perlu diperhatikan terkait hal ini:

● Dalam berkomunikasi kepada investor, jangan pernah menyampaikan data

yang tidak akurat. Apabila investor bertanya terkait suatu parameter startup

dan kita tidak ingat/tidak yakin, lebih baik sampaikan bahwa kita akan segera

berikan data parameter tersebut setelah kita kroscek. Jangan mengira-ngira

suatu angka karena berisiko apabila ternyata salah.

● Rapikan pencatatan keuangan kita. Tidak perlu sampai harus menggunakan

sistem ERP atau semacamnya, tetapi paling tidak, laporan keuangan standard

seperti neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas tersedia dalam format

bulanan dan tahunan. Begitu juga pastikan pelaporan perpajakan sudah sesuai

aturan yang berlaku.

● Pastikan kembali seluruh dokumen legal perusahaan. Apabila ternyata ada izin

atau dokumen yang belum dimiliki, maka paling tidak kita harus apply

sebelum berkomunikasi dengan investor. Pastikan juga bahwa aset-aset

termasuk aset IT bahkan domain startup dimiliki oleh perusahaan (bukan

dimiliki oleh founder apalagi pihak lain).

Apa yang perlu diperhatikan dari investor

Selain valuasi startup yang pernah saya sampaikan pada postingan

sebelumnya, perhatikan aspek-aspek sebagai berikut:


● Bagaimana kompetensi investor ini di bidang yang startup kita geluti. Semakin

besar kompetensi atau pengalamannya maka tentu ini menjadi nilai lebih.

● Bagaimana koneksi investor ini dengan para investor lain khususnya investor

yang lebih besar. Hal ini penting karena besar kemungkinan kita tidak mencari

pendanaan sekali ini saja. Apabila startup kita tumbuh besar, kita mungkin saja

akan mencari pendanaan berikutnya dalam jumlah yang lebih besar. Investor

yang memiliki banyak koneksi akan memudahkan pada proses pendanaan

berikutnya nantinya.

● Bagaimana keterlibatan investor yang diharapkan oleh kita maupun oleh

investor tersebut. Ada investor yang berharap dilibatkan secara detail terkait

operasional, ada juga yang tidak ingin terlibat sama sekali. Mana yang paling

baik? Berpulang pada diri kita masing-masing. Pendapat pribadi saya, investor

yang baik tidak terlalu mencampuri kegiatan operasional perusahaan, namun

selalu siap apabila diminta bantuan oleh founder.

● Hal-hal lain yang diharapkan dari investor yang dituangkan di dalam

shareholders agreement. Ketika kita memperoleh pendanaan dari investor,

biasanya mereka juga meminta hak-hak khusus seperti menerima laporan

bulanan, meng-approve pengeluaran besar, dan sebagainya. Sebisa mungkin

kita libatkan lawyer untuk memeriksa shareholders agreement supaya kita

mengerti akan hal-hal ini dan jika perlu menegosiasikan kepada investor

apabila kita memiliki keberatan.


Pada akhirnya, mencari investor ibarat mencari partner hidup. Sekali menjadi

investor, maka proses untuk berpisah itu tidak mudah karena investor harus bersedia

untuk menjual saham mereka. Oleh karena itu, pastikan kita sendiri merasa yakin

bahwa investor ini memang pihak yang tepat untuk mendukung kita dalam jangka

panjang.

3. Cara Menghitung Valuasi pada Startup

Topik ini merupakan hal yang sering ditanyakan oleh berbagai pihak. Banyak

yang menyebutkan bahwa valuasi perusahaan startup itu ―ajaib‖. Bagaimana

mungkin startup yang merugi besar memiliki valuasi yang gila-gilaan? Nah, pada

modul kali ini saya akan mencoba untuk menjabarkan hal-hal yang biasanya

digunakan dalam menghitung valuasi startup, serta bagaimana hal tersebut memiliki

dasar yang sama dengan menghitung valuasi perusahaan pada umumnya.

Apa itu startup?

Banyak pihak mendefinisikan startup, namun satu definisi yang saya cukup

sukai dan cukup menggambarkan adalah bisnis yang mencoba memecahkan suatu

problem dengan solusi yang belum terbukti keberhasilan/skalabilitasnya. Belum

berhasil atau belum scalable di sini dapat bermakna belum digunakan oleh banyak

pihak (early/seed stage) atau sudah mulai digunakan oleh banyak pihak namun

belum sustainable secara bisnis (growth stage).

Baik early/seed maupun growth stage, pada umumnya startup tersebut belum
memperoleh keuntungan. Beberapa di antaranya sudah memperoleh pendapatan

namun belum sampai memperoleh keuntungan.

Lantas mengapa investor mau mendanai startup yang masih merugi?

Jawabannya adalah prospek masa depan, yakni investor menganalisis bahwa startup

tersebut akan berkembang dari sisi ukuran maupun pendapatan sehingga di

kemudian hari startup tersebut akan menjadi perusahaan besar  dan

menguntungkan.

Hal ini digambarkan dengan grafik yang disebut kurva J yang nampak seperti

di bawah.

Kurva J
Transaksi
Berjalan
Surplus
(+)

Waktu

X
Transaksi
Berjalan
Defisit
(-)
Y

Kurva ini menggambarkan posisi keuangan atau kas perusahaan relatif dari
titik awal sebelum perusahaan tersebut berdiri. Di awal (titik X), startup berada di

bawah titik nol karena startup mengeluarkan modal awal untuk membangun

perusahaan. Selanjutnya (antara titik X dan titik Y), startup mulai berjalan namun

belum menghasilkan penghasilan. Dengan demikian, keuangan perusahaan akan

terus berkurang/turun.

Pada akhirnya, startup mencapai BEP di titik Y, sehingga keuangan perusahaan

tidak turun lagi. Jika setelah itu startup mencapai keuntungan, maka keuangan

perusahaan akan naik dari titik Y. Titik Y ini dapat dianggap sebagai total investasi

sebenarnya yang dibutuhkan oleh startup tersebut.

Apabila ini terus berlanjut, maka keuangan perusahaan akan terus naik hingga

di atas titik nol (titik Z), dan setelah itu, keuangan akan perusahaan tumbuh secara

eksponensial.

Tentu saja, kurva di atas adalah gambaran secara ideal. Pada kenyataannya,

kondisi startup berbeda-beda. Ada yang berhasil mencapai kondisi seperti di atas,

ada juga yang gagal (tidak berhasil naik dari titik Y). Keberhasilan suatu startup

terletak pada kemampuannya untuk memperoleh keuntungan (naik dari titik Y)

namun tetap tumbuh pesat secara ukuran.

Matriks untuk menghitung valuasi startup

Karena kondisi merugi, tentu sulit mengukur valuasi perusahaan berdasarkan

laba/rugi (disebut dengan istilah price earning ratio atau PER). Oleh karena itu,

biasanya investor akan menilai dari top line startup, yakni:


● Startup E-commerce: Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai total transaksi.

● Startup Peer to Peer Lending: Loan Disbursement (LD) atau nilai total kredit

disalurkan.

● Startup Merchant (Software Akuntan, Kasir Online, dsb): Jumlah Pengguna.

Sebagai contoh, pada startup e-commerce, GMV menandakan jumlah

transaksi melalui sistem pembayaran startup tersebut. Sementara itu, pada startup

transportasi online, GMV menandakan total nilai tumpangan (ride) melalui startup

tersebut.

Berapa faktor pengali (multiple) yang digunakan untuk menghitung valuasi

berdasarkan GMV? Hal ini akan sangat beragam berdasarkan beberapa faktor di

antaranya:

● Industri (semakin besar potensi industri, semakin besar multiple).

● Pertumbuhan (semakin cepat pertumbuhan startup tersebut, semakin besar

multiple)

Kaitan dengan perusahaan tradisional

Nah, bagaimana kaitan antara valuasi startup berdasarkan GMV dengan

valuasi perusahaan pada umumnya? Jawabannya terletak pada IRR/ROI yang

diharapkan oleh investor. Meskipun saat ini startup belum memperoleh keuntungan,

namun investor berharap di masa yang akan datang startup akan untung sehingga

menghasilkan return bagi investor.

Sebagai contoh, mari kita lihat tabel di bawah ini.


Perusahaan 1 2019 2020 2021 2022 2023

GMV (Juta Rupiah) 100 200 400 800 1.600

Laba/Rugi (Juta (-50) (-150) (-20) 5 20

Rupiah)

Perusahaan 2 2019 2020 2021 2022 2023

Revenue (Juta 100 200 300 400 500

Rupiah)

Laba/Rugi (Juta 1 5 10 15 20
Rupiah)

Perbandingan GMV dengan Revenue dua Perusahaan

Pada umumnya, pertumbuhan startup mengalami pola seperti pada tabel

Perusahaan 1. Tentu saja, ini merupakan penyederhanaan, tetapi pada intinya,

startup memiliki pertumbuhan yang pesat, dan seiring dengan pertumbuhan

tersebut, startup memperkuat model bisnis sehingga pada akhirnya dapat

memperoleh keuntungan. Sementara itu, perusahaan tradisional mengalami pola

seperti pada tabel Perusahaan 2. Dapat dilihat ciri perusahaan tradisional yang

memperoleh keuntungan sejak awal namun memiliki pertumbuhan yang tidak

secepat startup.

Selanjutnya, mari kita anggap kedua perusahaan tersebut berada pada

industri dan pasar yang sama sehingga kita gunakan PER (Price Earning Ratio) yang
sama, sebagai contoh 10. Dengan demikian, pada tahun 2023 kedua perusahaan ini

memiliki valuasi yang sama yaitu 20 juta * 10 = 200 Juta Rupiah.

Nah, apabila kita gunakan tingkat suku bunga 10% dan perhitungan present

value, maka valuasi Perusahaan 1 pada tahun 2019 adalah 136.6 juta Rupiah

(dihitung dari 200/(1+10%)⁴) *(pangkat 4 diambil dari tahun kedepan proyeksi yang

akan diambil, karena proyeksi hingga 2023 maka dan valuasi yang akan dihitung saat

ini 2019 maka totalnya 4 tahun kedepan). Apabila kita bandingkan dengan GMV

Perusahaan 1, maka kurang lebih ini setara dengan 1.4x GMV.

Disini lah kita dapat melihat bahwa menilai startup dari GMV memang

memiliki dasar finansial, bukan sesuatu yang mengawang-awang atau ajaib, asalkan

startup tersebut diproyeksikan untuk memperoleh keuntungan (besar) di

kemudian hari.

Apabila valuasi Perusahaan 1 pada tahun 2019 ternyata sebesar 1x GMV atau

100 juta rupiah, maka dengan asumsi proyeksi ini tercapai, startup ini menghasilkan

IRR (Internal Rate of Return) sebesar rata-rata 19% (dihitung dari (200/100)^(1/4) -

1) bagi investor.

Apakah startup yang mengalami pertumbuhan pesat berarti pada akhirnya

akan selalu memperoleh keuntungan? Belum tentu! Salah satu contoh paling

fenomenal pada saat ini di Indonesia adalah Gojek, yang masih diperdebatkan oleh

banyak pihak apakah akan mungkin memperoleh keuntungan. Sampai saat ebook ini

ditulis (Juni 2019), Gojek masih merugi secara neraca keuangan. Apakah ini berarti
Uber gagal? Belum tentu juga, karena mungkin saja ia akan memperoleh keuntungan

dalam beberapa waktu ke depan.

Kuncinya, seperti beberapa kali saya kemukakan sebelumnya, adalah startup

harus tumbuh dari sisi ukuran dan juga dari sisi pendapatan. Startup harus mampu

memperlihatkan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat dibandingkan dengan

pertumbuhan top line startup tersebut. Sebagai contoh, Facebook merugi di awal

berdirinya hingga tahun 2008 sebelum akhirnya memperoleh keuntungan sejak

tahun 2009 hingga sekarang.

Pergeseran matriks top line ke pendapatan atau keuntungan

Fakta bahwa investor menjadikan GMV sebagai tolok ukur dalam menjadikan

banyak startup berusaha untuk mengejar GMV dengan cara apapun termasuk

dengan cara yang berkesan kurang masuk akal. Termasuk di dalam hal ini misalnya

mensubsidi transaksi (sehingga alih-alih memperoleh keuntungan dari tiap transaksi,

startup justru memperoleh kerugian dari tiap transaksinya). Bahkan, ada startup yang

berusaha untuk membuat transaksi palsu untuk meningkatkan GMV.

Hal-hal tersebut di atas saat ini cenderung dipandang kurang sustainable oleh

investor sehingga selain melihat GMV, investor juga biasanya meminta data-data lain

seperti:

● Breakdown GMV (untuk melihat potensi seberapa besar kemungkinan

transaksi palsu di atas).

● Pendapatan dan keuntungan.


● Jumlah pelanggan baru dan berulang.

Meskipun pada akhirnya biasanya GMV tetap dijadikan ukuran, namun hal-hal

di atas akan dijadikan pertimbangan terhadap multiple. Dua startup dengan GMV

yang mirip, namun startup yang satu memiliki GMV yang sehat, besar kemungkinan

memiliki multiple yang lebih tinggi dibandingkan dengan startup lain yang memiliki

GMV yang sebagian didorong oleh transaksi palsu.

Pada akhirnya, valuasi bisnis adalah kesepakatan antara pembeli/investor

dengan penjual/pemilik bisnis, yang berarti bahwa sepanjang terjadi kesepakatan,

maka itulah valuasi bisnis yang bersangkutan. Hal ini sama seperti menghitung harga

tanah/rumah — apakah ada rumus untuk menghitungnya? Tidak ada. Harga

tanah/rumah tersebut diestimasi berdasarkan harga pasaran tanah/rumah di lokasi

sekitarnya, kondisi bangunan, dan semacamnya. Pada akhirnya apabila terjadi

transaksi, maka itulah harga rumah/tanah tersebut. Hal ini juga berlaku pada startup.

Anda mungkin juga menyukai