(STARTUP)
Fundraising
Mentor :
Muhammad Jibril Sobron
1. Kapan dan Bagaimana Kita Mencari Investor
Kita semua sepakat bahwa pendanaan merupakan salah satu hal terpenting
dalam menjalankan perusahaan rintisan. Jika 23% dari penyebab startup gagal
adalah karena tim manajemen yang tidak tepat, maka kehabisan dana ternyata
memiliki peluang lebih besar dalam menggagalkan startup yakni 29%. Oleh karena
itu, apabila Anda sedang atau hendak membangun startup, pastikan Anda memiliki
saham. Hal ini disebabkan periode investasi startup kebanyakan memerlukan waktu
lama, sehingga kurang cocok apabila menggunakan pendanaan yang bertipe utang.
Ditambah lagi, di Indonesia hampir belum ada bank atau lembaga keuangan yang
Banyak yang mengira bahwa untuk memulai startup, kita membutuhkan dana
yang besar, sehingga kita perlu mencari investor dari awal ketika kita masih berada di
fase ide atau prototipe. Namun, saya kurang sependapat akan hal ini. Di fase
tersebut, daya tawar kita kepada investor sangat lemah, sehingga akan sulit
mendapatkan investor, dan kalaupun berhasil, startup kita akan dihargai sangat
murah.
berupa initial traction, yakni terlihat pertumbuhan pengguna startup kita seiring
waktu. Jika ini tercapai, kita akan memperoleh posisi tawar yang kuat ketika
bernegosiasi dengan investor. Jika belum, mungkin perlu kita evaluasi kembali,
jangan-jangan startup yang kita kembangkan ini memang perlu diperbaiki kembali,
Alasan lainnya adalah, untuk sampai kepada tahap initial traction, sebenarnya
kita tidak membutuhkan dana terlalu besar. Kita semestinya tidak mengeluarkan
terlalu banyak biaya pemasaran karena kita membutuhkan respon organik dari calon
pelanggan kita. Startup yang sukses membuat pelanggan datang karena memang
tertentu. Oleh karena itu, pengeluaran di tahap ini biasanya cenderung terkait
dengan pengembangan produk yang lagi-lagi semestinya tidak terlalu besar karena
banyak, kita tetap memerlukan dana bukan? Bagaimana atau kemana kita
Jika kita memiliki dana sendiri dan mau menggunakan dana ini untuk startup
kita, berarti masalah selesai. Sedikit catatan, pada dasarnya tingkat kemungkinan
startup gagal itu tinggi, jadi pastikan untuk hanya menggunakan dana yang tidak
Hal ini lumayan sering dilakukan oleh para pendiri startup yang memiliki latar
belakang IT. Dalam hal ini, kita menawarkan jasa pembuatan aplikasi/sistem IT
kepada klien dan keuntungan dari proyek ini kita gunakan untuk merealisasikan ide
startup kita. Tantangan dalam hal ini biasanya bagaimana menyeimbangkan sumber
daya antara mengerjakan proyek dari klien dan mengembangkan startup kita.
3. Angel investor
Apabila kita memiliki kenalan HNWI, tidak ada salahnya untuk menawarkan
ide/prototipe, sulit untuk menghitung dengan pasti berapa sebenarnya nilai yang fair
4. Inkubator
pendiri startup untuk merealisasikan idenya. Hal ini tentu saja bermanfaat bagi kita
terutama apabila kita membutuhkan masukan dari berbagai aspek. Apabila kita ingin
masuk inkubator, maka jika memungkinkan, cari testimoni dari startup yang sudah
masuk ke dalam inkubator tersebut untuk kroscek manfaat yang diberikan dan
startup terkenal atau sukses, apakah hal tersebut benar-benar dijalankan, paling tidak
sesuai yang dijanjikan? Atau jangan-jangan pada kenyataannya startup di dalam
inkubator tersebut hampir tidak pernah atau sulit bertemu dengan para mentor?
Mana yang terbaik di antara keempat pilihan tersebut? Saya pikir bergantung
memilih proyek, sedangkan founder dengan koneksi HNWI dapat memilih angel
investor. Sedikit catatan bahwa apapun yang dipilih, jangan lupa untuk mencari
Disini lah biasanya kita memerlukan pendanaan dalam jumlah yang agak
Apabila kita ternyata mengenal investor tersebut, entah melalui suatu event
atau memang sudah megenal sejak dahulu, maka solusinya mudah, hubungi
langsung. Bagaimana jika kita tidak memiliki kenalan investor sama sekali?
Founder startup yang sudah mereka beri investasi adalah pihak yang sering mereka
tanya, sebab founder tersebut setidaknya familiar akan pasar di negara tersebut, dan
Oleh karena itu, apabila koneksi ke investor terbatas atau sulit dicari, kita bisa
memulai dengan menjalin koneksi dengan para founder startup lain yang sudah
Cara lain adalah dengan mengidentifikasi kemungkinan kerjasama antara startup kita
dengan startup yang dimiliki founder tersebut untuk memulai komunikasi. Karena
jumlah startup yang sudah memperoleh investasi lebih banyak daripada jumlah
investor, maka semestinya untuk menjalin koneksi dengan founder ini relatif lebih
mudah.
Selain melalui referral, cara lainnya adalah dengan mengikuti event semacam
startup dating, perlombaan, dan lain sebagainya. Namun, karena di event semacam
ini biasanya diikuti oleh banyak sekali startup, sulit bagi kita untuk
mempersiapkan hal-hal untuk disampaikan ke investor tersebut. Terkait hal ini, hal
yang paling utama adalah memastikan startup kita ini memang memiliki kualitas
yang baik.
Pastikan kita familiar dengan parameter industri startup kita, misalnya
parameter e-commerce salah satunya adalah jumlah dan nilai transaksi, parameter
media online adalah jumlah kunjungan dan pageview, dan semacamnya. Setelah itu,
cek bagaimana performa startup kita secara historis dan juga dibandingkan dengan
startup lain di pasar. Tentu saja, semakin cepat pertumbuhan startup kita maka
semakin menjanjikan startup kita di mata investor. Begitu juga apabila performa
Secara teknis, ketika bertemu investor, ada tiga hal yang perlu dipersiapkan:
1. Presentasi/proposal/pitchdeck
Intinya, ini adalah dokumen yang kita tunjukkan atau presentasikan kepada
investor. Banyak sekali contoh presentasi yang bisa kita cari di Internet, sehingga kita
bisa memilih yang paling sesuai dengan style kita. Namun, secara umum paling tidak
● Potensi pasar, yang meliputi ukuran pasar saat ini dan pertumbuhan
kedepannya.
2. Proyeksi keuangan
startup 1–5 tahun ke depan. Terkait hal ini, ada beberapa tips:
diubah-ubah (tidak hard coded). Dengan demikian, apabila ada asumsi kita
● Jabarkan parameter startup kita sedetail mungkin, sehingga asumsi yang kita
mengasumsikan pertumbuhan transaksi 10% per bulan, akan lebih baik jika
dan conversion rate, dan masing-masing kita asumsikan tumbuh 5% per bulan.
● Jika memungkinkan, buat beberapa asumsi terkait jumlah dana yang ingin kita
3. Due diligence
perusahaan kita, untuk memastikan bahwa seluruh data yang kita sampaikan benar
dan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Due diligence ini mencakup berbagai
aspek, diantaranya IT, bisnis, keuangan dan perpajakan, serta legal. Beberapa yang
yang tidak akurat. Apabila investor bertanya terkait suatu parameter startup
dan kita tidak ingat/tidak yakin, lebih baik sampaikan bahwa kita akan segera
sistem ERP atau semacamnya, tetapi paling tidak, laporan keuangan standard
seperti neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas tersedia dalam format
bulanan dan tahunan. Begitu juga pastikan pelaporan perpajakan sudah sesuai
● Pastikan kembali seluruh dokumen legal perusahaan. Apabila ternyata ada izin
atau dokumen yang belum dimiliki, maka paling tidak kita harus apply
besar kompetensi atau pengalamannya maka tentu ini menjadi nilai lebih.
● Bagaimana koneksi investor ini dengan para investor lain khususnya investor
yang lebih besar. Hal ini penting karena besar kemungkinan kita tidak mencari
pendanaan sekali ini saja. Apabila startup kita tumbuh besar, kita mungkin saja
akan mencari pendanaan berikutnya dalam jumlah yang lebih besar. Investor
berikutnya nantinya.
investor tersebut. Ada investor yang berharap dilibatkan secara detail terkait
operasional, ada juga yang tidak ingin terlibat sama sekali. Mana yang paling
baik? Berpulang pada diri kita masing-masing. Pendapat pribadi saya, investor
mengerti akan hal-hal ini dan jika perlu menegosiasikan kepada investor
investor, maka proses untuk berpisah itu tidak mudah karena investor harus bersedia
untuk menjual saham mereka. Oleh karena itu, pastikan kita sendiri merasa yakin
bahwa investor ini memang pihak yang tepat untuk mendukung kita dalam jangka
panjang.
Topik ini merupakan hal yang sering ditanyakan oleh berbagai pihak. Banyak
mungkin startup yang merugi besar memiliki valuasi yang gila-gilaan? Nah, pada
modul kali ini saya akan mencoba untuk menjabarkan hal-hal yang biasanya
digunakan dalam menghitung valuasi startup, serta bagaimana hal tersebut memiliki
Banyak pihak mendefinisikan startup, namun satu definisi yang saya cukup
sukai dan cukup menggambarkan adalah bisnis yang mencoba memecahkan suatu
berhasil atau belum scalable di sini dapat bermakna belum digunakan oleh banyak
pihak (early/seed stage) atau sudah mulai digunakan oleh banyak pihak namun
Baik early/seed maupun growth stage, pada umumnya startup tersebut belum
memperoleh keuntungan. Beberapa di antaranya sudah memperoleh pendapatan
Jawabannya adalah prospek masa depan, yakni investor menganalisis bahwa startup
menguntungkan.
Hal ini digambarkan dengan grafik yang disebut kurva J yang nampak seperti
di bawah.
Kurva J
Transaksi
Berjalan
Surplus
(+)
Waktu
X
Transaksi
Berjalan
Defisit
(-)
Y
Kurva ini menggambarkan posisi keuangan atau kas perusahaan relatif dari
titik awal sebelum perusahaan tersebut berdiri. Di awal (titik X), startup berada di
bawah titik nol karena startup mengeluarkan modal awal untuk membangun
perusahaan. Selanjutnya (antara titik X dan titik Y), startup mulai berjalan namun
terus berkurang/turun.
tidak turun lagi. Jika setelah itu startup mencapai keuntungan, maka keuangan
perusahaan akan naik dari titik Y. Titik Y ini dapat dianggap sebagai total investasi
Apabila ini terus berlanjut, maka keuangan perusahaan akan terus naik hingga
di atas titik nol (titik Z), dan setelah itu, keuangan akan perusahaan tumbuh secara
eksponensial.
Tentu saja, kurva di atas adalah gambaran secara ideal. Pada kenyataannya,
kondisi startup berbeda-beda. Ada yang berhasil mencapai kondisi seperti di atas,
ada juga yang gagal (tidak berhasil naik dari titik Y). Keberhasilan suatu startup
laba/rugi (disebut dengan istilah price earning ratio atau PER). Oleh karena itu,
● Startup Peer to Peer Lending: Loan Disbursement (LD) atau nilai total kredit
disalurkan.
transaksi melalui sistem pembayaran startup tersebut. Sementara itu, pada startup
transportasi online, GMV menandakan total nilai tumpangan (ride) melalui startup
tersebut.
berdasarkan GMV? Hal ini akan sangat beragam berdasarkan beberapa faktor di
antaranya:
multiple)
diharapkan oleh investor. Meskipun saat ini startup belum memperoleh keuntungan,
namun investor berharap di masa yang akan datang startup akan untung sehingga
Rupiah)
Rupiah)
Laba/Rugi (Juta 1 5 10 15 20
Rupiah)
seperti pada tabel Perusahaan 2. Dapat dilihat ciri perusahaan tradisional yang
secepat startup.
industri dan pasar yang sama sehingga kita gunakan PER (Price Earning Ratio) yang
sama, sebagai contoh 10. Dengan demikian, pada tahun 2023 kedua perusahaan ini
Nah, apabila kita gunakan tingkat suku bunga 10% dan perhitungan present
value, maka valuasi Perusahaan 1 pada tahun 2019 adalah 136.6 juta Rupiah
(dihitung dari 200/(1+10%)⁴) *(pangkat 4 diambil dari tahun kedepan proyeksi yang
akan diambil, karena proyeksi hingga 2023 maka dan valuasi yang akan dihitung saat
ini 2019 maka totalnya 4 tahun kedepan). Apabila kita bandingkan dengan GMV
Disini lah kita dapat melihat bahwa menilai startup dari GMV memang
memiliki dasar finansial, bukan sesuatu yang mengawang-awang atau ajaib, asalkan
kemudian hari.
Apabila valuasi Perusahaan 1 pada tahun 2019 ternyata sebesar 1x GMV atau
100 juta rupiah, maka dengan asumsi proyeksi ini tercapai, startup ini menghasilkan
IRR (Internal Rate of Return) sebesar rata-rata 19% (dihitung dari (200/100)^(1/4) -
1) bagi investor.
akan selalu memperoleh keuntungan? Belum tentu! Salah satu contoh paling
fenomenal pada saat ini di Indonesia adalah Gojek, yang masih diperdebatkan oleh
banyak pihak apakah akan mungkin memperoleh keuntungan. Sampai saat ebook ini
ditulis (Juni 2019), Gojek masih merugi secara neraca keuangan. Apakah ini berarti
Uber gagal? Belum tentu juga, karena mungkin saja ia akan memperoleh keuntungan
harus tumbuh dari sisi ukuran dan juga dari sisi pendapatan. Startup harus mampu
pertumbuhan top line startup tersebut. Sebagai contoh, Facebook merugi di awal
Fakta bahwa investor menjadikan GMV sebagai tolok ukur dalam menjadikan
banyak startup berusaha untuk mengejar GMV dengan cara apapun termasuk
dengan cara yang berkesan kurang masuk akal. Termasuk di dalam hal ini misalnya
startup justru memperoleh kerugian dari tiap transaksinya). Bahkan, ada startup yang
Hal-hal tersebut di atas saat ini cenderung dipandang kurang sustainable oleh
investor sehingga selain melihat GMV, investor juga biasanya meminta data-data lain
seperti:
Meskipun pada akhirnya biasanya GMV tetap dijadikan ukuran, namun hal-hal
di atas akan dijadikan pertimbangan terhadap multiple. Dua startup dengan GMV
yang mirip, namun startup yang satu memiliki GMV yang sehat, besar kemungkinan
memiliki multiple yang lebih tinggi dibandingkan dengan startup lain yang memiliki
maka itulah valuasi bisnis yang bersangkutan. Hal ini sama seperti menghitung harga
transaksi, maka itulah harga rumah/tanah tersebut. Hal ini juga berlaku pada startup.