Penentuan harga jual merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen. Harga jual
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti biaya penuh yang dikeluarkan untuk memproduksi barang
atau jasa. Biaya penuh disini merupakan informasi batas bawah penentuan harga jual, yang
artinya biaya penuh tidak boleh lebih besar dari harga jual supaya tidak menimbulkan kerugian.
Hal lainnya yang dapat mempengaruhi harga jual yaitu aspek diluar biaya yakni selera konsumen,
demand dan suplai, jumlah pesaing yang memasuki pasar, dan harga jual produk pesaing.
Contoh:
Manajer Pemasaran PT. JAYA sedang mempertimbangkan penentuan harga jual produk
Cheetos untuk tahun anggaran yang akan datang.
Perusahaan merencanakan akan beroperasi pada kapasitas normal sebanyak 1.000.000 kg
dengan taksiran biaya penuh untuk tahun anggaran yang akan datang sbb :
Biaya Variabel :
Biaya produksi variable Rp 2.000.000.000
Biaya adm & umum variable Rp 50.000.000
Biaya pemasaran variable Rp 50.000.000
+
Total biaya variable Rp 2.100.000.000
Biaya Tetap :
Biaya produksi tetap Rp 1.000.000.000
Biaya adm. & umum tetap Rp 150.000.000
BIaya pemasaran tetap Rp 250.000.000
+
Total biaya tetap Rp 1.400.000.000
+
Total biaya penuh Rp 3.500.000.000
Total aktiva yang diperkirakan pada awal tahun anggaran Rp 4.000.000.000 dan laba yang
diharapkan dinyatakan dalam tarif kembalian investasi (ROI) 25%
Misalnya untuk menghasilakan listrik diperlukan investasi sebesar Rp. 3.200.000.000 untuk
pembelian mesin dan ekupment serta modal kerja. Taksiran biaya produksi listrik pada volume
produksi 100.000.000 kwh per tahun adalah sbb :
Ketiganya akan digunakan dalam strategi menentukan harga jual produk. Jadi, mari kita tentukan ketiga
hal tersebut dulu yuk.
1. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dapat berubah-ubah tergantung jumlah produksi. Semakin banyak
produk yang dibuat, semakin besar juga biaya variabel yang dikeluarkan.
Sebelum masuk ke cara menentukan harga jual sebuah produk, Anda perlu menghitung biaya variabel
sebagai acuan modal Anda.
Bagi Anda yang menjual produk dari produsen lain, Anda dapat menghitung total modal. Seperti,
modal untuk pembelian produk, biaya transportasi atau pengiriman, dll.
Namun, jika Anda memproduksi sendiri, maka perhitungan akan jauh lebih kompleks. Misalnya
beberapa hal berikut yang dikategorikan sebagai biaya variabel:
Biaya bahan baku. Hal ini sesuai dengan kebutuhan produksi Anda. Misalnya, membuat pakaian
membutuhkan kain, benang, jarum, dll;
Biaya tenaga kerja. Seluruh tenaga kerja yang terlibat, termasuk upah untuk lembur jika
diperlukan;
Biaya peralatan produksi. Seperti oli mesin produksi, listrik, air, dll;
Komisi atau insentif. Biasanya diperuntukan bagi salesman agar lebih meningkatkan penjualan.
Contoh:
Bayangkan jika Anda menjual kopi kekinian dalam kemasan botol. Mari kita hitung biaya variabelnya.
Pada contoh di atas, biaya variabel yang dikeluarkan untuk satu botol kopi kekinian adalah Rp20.000.
2. Margin Profit
Tujuan Anda menjual produk pastinya ingin mendapatkan laba, bukan?
Nah, setelah menghitung jumlah biaya variabel, mari kita tambahkan margin profit atau selisih
keuntungan di tiap produk.
Margin profit dapat membantu Anda menghitung total keuntungan dan menentukan harga jual yang
akan Anda rilis ke pasar.
Rumus:
Contohnya, jika Anda ingin mengambil keuntungan 40% di tiap botol. Maka cara menentukan harga
jual produk Anda adalah…
Dengan biaya variabel sebesar Rp 20.000 ditambah laba sebesar 40% dari biaya variabel, maka harga
jual yang Anda dapatkan adalah Rp 33.333 untuk tiap botolnya.
Cara ini adalah cara paling dasar, terdapat beberapa cara lainnya yang dapat Anda coba. Kami akan
membahasnya pada bagian selanjutnya, jadi baca sampai tuntas ya.
3. Biaya Tetap
Ada satu lagi biaya yang perlu Anda perhatikan dalam strategi menentukan harga jual, yaitu biaya
tetap. Biaya ini meliputi hal-hal yang pasti dan wajib Anda keluarkan.
Tidak peduli berapa banyaknya produksi yang Anda lakukan, biasanya biaya ini bersifat tetap nilainya.
Contohnya, biaya sewa tempat, pajak, dll.
Biaya tetap ini memaksa setiap pelaku bisnis untuk menjual produk atau layanan sebanyak-banyaknya.
Tujuannya, sudah pasti untuk menambal pengeluaran biaya tetap.
Sebenarnya tidak ada cara khusus untuk menghitung biaya tetap ini. Namun, untuk menutupnya, Anda
dapat menaikkan margin profit.
Misalnya, profit yang ditetapkan per produk adalah 50%, maka alokasikan 20%-nya untuk biaya tetap.
Namun, biaya tetap ini seringkali malah lebih besar daripada biaya variabel. Contohnya, alokasi untuk
sewa tempat, yang dapat tembus puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Margin Pricing;
Markup Pricing;
Keystone Pricing;
MRSP;
Value Best Pricing;
Bundling.
Namun, mana yang paling cocok untuk harga produk online Anda? Nah, mari kita pahami masing-
masing teorinya dan coba menghitungnya.
Sebelum menghitung margin pricing, Anda biasanya sudah mengetahui berapa harga jual yang
diinginkan. Jadi, Anda dapat membandingkan harga jual dengan kompetitor.
Tujuannya, agar harga yang Anda tawarkan ke konsumen dapat bersaing dan tidak merugi.
Rumus:
Margin= (Harga Jual – Harga Modal)
Harga Jual
Contoh:
Anda menjual kopi kekinian dengan harga Rp 55.000 per botol. Sedangkan, modal yang Anda
keluarkan adalah Rp 32.000 per botol. Sehingga, perhitungannya adalah:
Jadi, Anda mendapatkan keuntungan 45% dari setiap botol yang Anda jual. Nah, persentase tersebut
masih berada dalam batas wajar.
Apalagi jika usaha kopi kekinian Anda masih baru dirintis dan sedang membangun komunitas
konsumen yang loyal. Karena biasanya, batas wajar profit yang ideal adalah 50% dari harga modal.
Rumus:
Contoh:
Ketika Anda mengeluarkan modal sebesar Rp30.000 untuk setiap botol kopi kekinian dan Anda ingin
mendapatkan laba sebesar 50%. Berapa harga jual yang harus ditetapkan?
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jadi, untuk mendapatkan keuntungan 50%, Anda harus menjual Rp45.000 per botolnya.
Teknik ini dinilai sudah kuno karena zaman dulu ketika belum ada komputer atau kalkulator canggih
yang bisa menghitung dalam skala besar.
Jadi, penetapan harga dihitung dua kali lipat dari harga grosir digunakan para pengecer untuk
menutupi biaya tetap, biaya variabel, biaya operasional, dll.
Rumus:
Contoh:
Jenis produk yang menggunakan Keystone Pricing biasanya tidak habis pakai, tapi memiliki umur trend.
Misalnya pakaian, sepatu, dll, yang trend-nya selalu berubah.
Metode ini juga banyak digunakan untuk produk-produk yang masuk ke departemen store dalam skala
besar. Tujuannya, untuk menutup biaya operasional stock opname yang juga besar.
Cara menentukan harga jualnya adalah dengan melakukan survey atau riset pasar terkait, seberapa
besar peminat produk tersebut? Dan seberapa mahal orang berani membayar produk tersebut?
Contoh penggunaan Value Based Pricing seperti, sneakers edisi tertentu, tas branded yang sudah
discontinue atau tidak diproduksi ulang, dll.
Misalnya, Anda menjual satu botol kopi kekinian dengan harga Rp 30.000, tapi Anda juga membuat
paket Rp 55.000 untuk dua botol.
Nah, kira-kira seperti itulah yang Anda lakukan saat menjual dengan harga grosir atau bundling.
Di satu sisi, total profit memang tidak sebesar penjualan satuan. Namun, kuantitas produk yang Anda
jual meningkat.
Selain itu, sistem ini sangat menggiurkan bagi konsumen. Jika konsumen puas dan menjadi pelanggan
loyal, maka total keuntungan Anda pun tidak akan selisih jauh dengan penjualan satuan.
Sistem ini juga sangat fleksibel, Anda bisa menggabungkan beberapa produk yang sejenis atau
berkaitan.
Selain itu, Anda bisa menjual produk best seller dengan produk yang sepi peminat. Sehingga, Anda
terhindar dari stok produk belum terjual yang menumpuk. Seperti contoh penjualan sticky notes
dari Amazon di atas.
Selain itu, kolaborasikan strategi harga di atas dengan strategi bisnis online lainnya. Tujuannya, agar
penjualan bisa jadi semakin meningkat.
Untuk menemukan metode yang pas, Anda dapat menguji coba dan melakukan trial error.
Jangan lupa juga, dengan biaya variabel, margin profit, dan biaya tetap, ya. Ketiga hal tersebut sangat
penting untuk menentukan strategi mana yang akan Anda gunakan.
Nah, untuk menekan biaya tetap, Anda dapat mengakalinya dengan go online. Dengan begitu, Anda
dapat memangkas sebagian besar pengeluaran bisnis offline dan menetapkan harga jual online
lebih maksimal.
Maka seiring berjalannya waktu, go online menjadi jawaban bagi biaya tetap. Berikut perbedaan bisnis
offline dan online:
Offline Online
Hanya bisa menjangkau konsumen yang mendatangi Dapat menjangkau konsumen dari manapun dan
toko atau gerai. kapanpun asalkan ada internet.
Alokasi sewa toko yang mahal. Sekitar Rp5.000.000 Pembuatan website relatif terjangkau. Mulai dari
hingga Rp100.000.000 per bulan (tergantung dari Rp26.000 hingga Rp150.000 per bulan
besarnya toko dan lokasi). (tergantung server yang ingin digunakan).
Pemasaran dapat dilakukan online, tapi sulit Dapat mengukur efektivitas setiap promosi dan
mengukur efektivitasnya. menggunakan marketing channel yang beragam.
Display produk terbatas. Harus menyiapkan modal Display produk unlimited. Dapat membuat katalog
etalase, manekin, dll. produk sesuai keinginan di website.
Kebutuhan tenaga keamanan, alat seperti CCTV, Dapat memasang sistem keamanan berlapis,
gembok, rantai, dll. konfigurasi relatif mudah.
Dengan sederet kelebihan bisnis online, strategi menentukan harga jual pun dapat lebih cuan. Karena
Anda dapat memotong banyak pengeluaran yang dibutuhkan bisnis offline.
Karenanya, go online dengan membuat website pun kian diminati. Bukan hanya menghemat biaya
operasional saja, tetapi kemungkinan margin profit meningkat lebih tinggi.