Anda di halaman 1dari 5

MODUL & JOB SHEET ( LEMBAR KERJA ) PENERAPAN RANGKAIAN ELEKTRONIKA TINGKAT XI

RANGKAIAN PENGATUR NADA


(TONE CONTROL)

Rangkaian tone control berfungsi untuk mengatur karakteristik frekuensi dan sinyal audio, juga
berfungsi untuk memperpanjang atau mengurangi respon rekuensi penguat. Rangkaian ini pada
prinsipnya merupakan gabungan dari low pass filter (untuk bass) dan high pass filter (untuk treble).
Sistem tone control yang lazim digunakan adalah system pasif, yang terdiri dari komponen
kapasitor dan saklar, atau potensiometer. Sedangkan tone control lainnya adalah system aktif, yang
menggunakan komponen aktif (transistor) dan potensiometer.

Tone control pasif


Tone control yang paling sederhana adalah tone control pasif yang hanya terdiri dari potentiometer,
resistor dan kondensator. Pengaturan nada hanya sebatas cut terhadap nada-nada tinggi. Pada tone
control yang seperti ini tidak terjadi boost dan tidak terjadi penguatan sinyal.

Gambar di atas memperlihatkan tone control pasif. Jika posisi pengaturan VR minimum maka nilai
resistansinya adalah maksimal, sehingga kondensator C praktis dikatakan tidak berpengaruh terhadap
sinyal audio yang melintas di antara input dan output. Apabila posisi VR maksimum, maka
resistansinya minimal (atau nol) sehingga C menghubung singkat ke ground sebagian sinyal pada
frekwensi-frekwensi tertentu. Frekwensi-frekwensi yang dihubung singkat oleh C adalah frekwensi-
frekwensi tinggi dalam spektrum audio di mana reaktansi kapasitansi C adalah kecil
terhadapnya.Reaktansi kapasitansi C (disymbolkan dengan Xc) adalah:

Xc = 1 / (2πf.C)

Untuk frekwensi-frekwensi tinggi audio, lazimnya nilai C adalah dalam besaran puluhan hingga
ratusan nanoFarad. Semakin besar nilai C semakin lebar jalur frekwensi tinggi audio yang akan di-
cut.

SMK NEGERI 2 KOTA BEKASI


KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI

36
MODUL & JOB SHEET ( LEMBAR KERJA ) PENERAPAN RANGKAIAN ELEKTRONIKA TINGKAT XI

Pada gambar di atas diperlihatkan tone control pasif yang lebih baik. Pola yang seperti ini telah
dikemukakan seseorang bernama E.J James pada tahun 1949 dan hingga sekarang pola aslinya masih
tetap banyak diterapkan. E.J. James menerapkan untuk pertama kalinya penggunaan dua
potentiometer untuk pengaturan nada-nada tinggi audio (treble) dan nada-nada rendah audio (bass).

Tone control aktif


Tone control yang lengkap adalah tone control aktif yang menerapkan fungsi komponen aktif seperti
transistor atau IC. Di dalam tone control aktif terjadi boost dan cut dan terjadi pula penguatan level
sinyal. Tone control aktif pertama kali dikemukakan oleh P.J Baxandall pada tahun 1952 sebagai
pengembangan tone control pasif yang telah dikemukakan sebelumnya oleh E.J James. Ia
menggunakan sebuah penguat (pada waktu itu) tabung pentoda dan merangkai sirkit umpan balik
negatif di dalam pengaturan nada. Hasilnya lebih baik karena dihasilkan boost dan cut yang lebih
selektif. Pola asli konsep Baxandall kira-kira dapat digambarkan sebagai berikut :

Azas Baxandall kini banyak diterapkan di dalam tone control aktif pada banyak rancangan
audio hi-fi dengan penguat berupa transistor ataupun IC. Sebagaimana pada tone control pasif,
umumnya sebuah tone control aktif pun mempunyai dua penyetelan nada, yaitu penyetelan boost dan
cut untuk nada-nada rendah (bass) serta penyetelan boost dan cut untuk nada-nada tinggi
(treble). Nada-nada rendah adalah range frekwensi audio pada kisaran 250Hz ke bawah, dengan
frekwensi senter antara 60 atau 80Hz. Dan nada-nada tinggi berada pada kisaran 3kHz ke atas dengan
frekwensi senter antara 5 atau 10 kHz. Kadang-kadang tone control dilengkapi pula dengan
pengaturan untuk nada-nada tengah (midrange) dengan frekwensi senter 1khz. Dengan adanya
pengaturan-pengaturan nada ini sinyal audio dari pre-amp diperbaiki. Jika ada kekurangan pada range
frekwensi tertentu yang mungkin kurang menonjol maka dilakukan boost, dan jika ada yang malah
terlampau menonjol maka dilakukan cut. Hal ini dilakukan karena adanya kemungkinan pick-up
sumber yang berbeda-beda tanggapan frekwensinya. Selain itu juga karena adanya “selera”
pendengaran bagi setiap orang yang mungkin berbeda-beda pula. Selain berfungsi utama sebagai
pengatur nada, sebuah unit tone control secara keseluruhan juga berfungsi sebagai penguat tegangan
sinyal audio agar mencapai level yang cukup untuk diberikan kepada power-amplifier (penguat
daya). Apabila level tegangan sinyal maksimal yang ipersyaratkan oleh power-amplifier tidak
tercapai, maka power-amplifier pun tidak akan maksimal mengeluarkan daya-nya kepada speaker.
Sebagai contoh, pada sebuah unit rangkaian power-amplifier tertera di dalam data
spesifikasinya : Power-output maks. 45W dengan kepekaan input 1V. Ini berarti level sinyal audio
yang dikeluarkan oleh rangkaian tone control harus mencapai maks. 1V agar power-amplifier
mengeluarkan daya maksimal 45W. Rangkaian tone control yang hanya mengeluarkan tegangan
sinyal 500mV tidak akan cocok dengan unit rangkaian power-amplifier yang seperti ini. Karena itu
tidak sembarang rangkaian tone control yang dibuat orang selalu cocok dengan suatu rangkaian
power-amplifier. Level keluaran/output tone control harus sesuai dengan kepekaan input power-
amplifier.

SMK NEGERI 2 KOTA BEKASI


KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI

37
MODUL & JOB SHEET ( LEMBAR KERJA ) PENERAPAN RANGKAIAN ELEKTRONIKA TINGKAT XI

Gambar di atas adalah satu contoh rangkaian tone control dengan transistor yang cukup populer
dan banyak diterapkan di dalam amplifier-amplifier stereo lokal. Pada dasarnya rangkaian itu adalah
bentuk penerapan konsep asli Baxandall, hanya divariasikan dengan penambahan sedikit.
Transistor pertama bertindak sebagai buffer (penyangga) dengan pengatur volume di jalan
masukannya. Transistor kedua bertindak sebagai pengatur nada aktif yang sebenarnya. Pengaturan
boost dan cut untuk bass dan treble dilakukan melalui dua potentiometer. Dalam rangkaian seperti
ini transistor membentuk filter untuk frekwensi-frekwensi tinggi dan rendah dalam spektrum audio.
Pada pengaturan treble, apabila VR2 berada pada posisi maksimum maka kondensator 332 akan
berderet dengan resistor 1k (membentuk R dan C deret) memungut langsung sinyal audio frekwensi
tinggi dari emitor T1. Frekwensi senter-nya adalah frekwensi di mana impedansi R dan C deret
paling kecil baginya. Kaitan antara impedansi (Z) R dan C deret dengan frekwensi adalah:

Z = √(R² + X²C)

(Xc adalah reaktansi kapasitansi dan telah disinggung di bagian sebelumnya). Apabila VR2
berada pada posisi minimum maka kondensator 332 akan berderet dengan resistor 1k dari jalur
keluaran T2 sehingga terbentuklah peredaman bagi frekwensi senter. Pada pengaturan bass, apabila
VR3 berada pada posisi maksimum maka kondensator 473, resistor 4k7 dan 8k2 membentuk low
pass filter bagi jalur masukan T2. Ketika VR3 berada pada posisi minimum maka kondensator 473,
resistor 4k7 dan 8k2 menjadikan transistor sebagai peredam aktif bagi frekwensi-frekwensi rendah
audio. Output tone control ini mempunyai level tegangan sinyal hingga beberapa ratus milivolt yang
cukup untuk mengemudikan sebuah power-amplifier 20W.

Frekwensi senter pengaturan nada.


Besaran-besaran nilai kondensator dan resistor yang membentuk filter pada sebuah rangkaian tone
control menentukan frekwensi senternya. Perhatikanlah gambar berikut :

SMK NEGERI 2 KOTA BEKASI


KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI

38
MODUL & JOB SHEET ( LEMBAR KERJA ) PENERAPAN RANGKAIAN ELEKTRONIKA TINGKAT XI

Gambar di atas adalah potongan dari skema rangkaian tone control aktif yang telah
dikemukakan pada tulisan sebelumnya.C1 bersama dengan R1,R2 dan VR2 membentuk konfigurasi
filter untuk freekwensi nada-nada tinggi (treble). Apabila C1 dikecilkan nilainya (misalkan diberi
272) maka frekwensi senter (frekwensi pusat/tengah) akan berubah ke yang lebih tinggi.
Mengecilkan C1 juga menjadikan agak menyempitnya range frekwensi senter. Efek dari
mengecilkan C1 akan terdengar di telinga seolah-olah treble-nya jadi semakin sedikit. Apabila C1
dibesarkan (misalnya diberi 472) maka frekwensi senter akan bergeser kepada yang lebih rendah,
dan ada sedikit pelebaran range freksensi senter. Hal-hal ini berefek di telinga terdengar seolah-olah
treble-nya jadi tambah banyak.
Dalam gambar di atas nilai R1 dan R2 adalah sama, ini membuat boost dan cut berada pada
skala yang sama pula namun saling berlawanan. Misalkan jika boost menunjukkan penguatan 10dB,
maka cut akan menunjukkan -10dB. Apabila diinginkan cut yang lebih sedikit, nilai R2 yang
merupakan penyelenggara umpan balik negatif perlu dibesarkan. Pada bagian pengaturan nada-nada
rendah (bass), C2 dan C3 bersama-sama dengan R3, R4, R5 dan VR3 membentuk konfigurasi filter
untuk frekwensi nada-nada rendah. Apabila nilai C2 dan C3 dikecilkan (misalnya masing-masing
diberi 393) maka frekwensi senter akan lebih ke atas, sehingga nada bass yang dihasilkan pun nada
bass yang lebih atas pula. Dan apabila dibesarkan (misalnya masing-masing diberi 563) maka
frekwensi senter akan lebih ke bawah sehingga nada bass yang dihasilkan adalah nada bass bawah
yang lebih rendah frekwensinya. Selain itu, besarnya dua resistor R3 dan R4 juga mempengaruhi
frekwensi nada bass. Semakin dibesarkan akan semakin rendah nada bass-nya. Begitu pula dengan
besarnya resistor tunggal R5. Karena itu agar pengaturan berada pada nada-nada yang sesuai dengan
apa yang diinginkan, diperlukan penetapan besarnya nilai-nilai resistor dan kondensator yang
tepat. Anda akan memahami hal ini dengan baik jika anda rajin mencoba-coba dan berusaha
memperbandingkannya.

Pada gambar (A) di atas diperlihatkan contoh skema rangkaian tone control aktif dengan
menggunakan IC. Rangkaian menggunakan split power-supply (power supply terbelah) di mana
terdapat tiga sambungan, yaitu + (positif), - (negatif) dan 0V (ground). Pada prinsipnya cara kerja
tone control ini tidak berbeda jauh dengan yang menggunakan transistor. Boost dan cut
diselenggarakan oleh VR2 dan VR3 dengan penentu frekwensi senter bass R7, R8, R9, C4 dan C5.

SMK NEGERI 2 KOTA BEKASI


KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI

39
MODUL & JOB SHEET ( LEMBAR KERJA ) PENERAPAN RANGKAIAN ELEKTRONIKA TINGKAT XI

Sedangkan penentu frekwensi senter untuk treble adalah C3. R5 dan R6 membatasi level boost dan
cut treble.

Penonjolan dan peredaman saat boost dan cut pada tone control.

Pada gambar (B) di atas tampak tiga bentuk kurva penguatan frekwensi-frekwensi pada posisi
penyetelan potentiometer tone control yang berbeda-beda. Gambar A adalah kurva penguatan ketika
potentiometer pengatur treble dan bass berada pada posisi tengah (seimbang). Semua frekwensi audio
dikuatkan dengan penguatan yang sama dan tidak ada penonjolan ataupun peredaman pada
frekwensi-frekwensi tertentu. Gambar B adalah kurva ketika potentiometer pengatur treble dan bass
ditaruh pada posisi maksimum. X1 merupakan frekwensi senter untuk bass dan X2 merupakan
frekwensi senter untuk treble. Terjadi penguatan pada dua range frekwensi itu. Range frekwensi
tengah praktis dikatakan tetap, yaitu tidak mengalami penguatan. Gambar C adalah kurva ketika
potentiometer pengatur bass dan treble ditaruh pada posisi minimum. Tampak X1 dan X2 mengalami
peredaman ke arah –dB. Range frekwensi tengah pun praktis tetap, yaitu tidak mengalami
peredaman. Pada tone control aktif yang mempunyai tiga pengaturan nada (bass, midrange dan
treble) frekwensi-frekwensi tengah bisa ditonjolkan (boost) dan bisa pula diredam (cut). Dalam
system pengaturan nada yang lebih kompleks seperti pada perangkat equalizer aktif, boost dan cut
dimungkinkan lebih detil pada frekwensi-frekwensi audio yang diinginkan.

SMK NEGERI 2 KOTA BEKASI


KOMPETENSI KEAHLIAN : TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI

40

Anda mungkin juga menyukai