Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.43
/Menlhk-Setjen/ 2015 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal dari Hutan Alam
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.60 /Menlhk/Setjen/ Kum.1/2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.43 /Menlhk-Setjen/ 2015
Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Alam yang mencabut
Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.41/Menhut-II/ 2014, maka kegiatan pencatatan dan
pelaporan perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran pengujian,
penandaan, pengangkutan atau peredaran, serta pengolahan hasil hutan kayu, dilaksanakan
secara self assessment melalui SIPUHH.
SIPUHH ONLINE
1. Administrator
2. Operator Direktorat Jenderal, (Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan tanggung jawab
di bidang Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
3. Operator Dinas Provinsi (instansi yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang
kehutanan di daerah Provinsi)
4. Operator Balai, (unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal)
DOKUMEN PENGANGKUTAN KAYU
Setiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan kayu wajib dilengkapi bersama-
sama dengan dokumen angkutan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK).
Dokumen SKSHH hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pengangkutan dengan 1 (satu) tujuan.
Pengirim, pengangkut dan penerima bertanggung jawab atas kebenaran dokumen angkutan
maupun fisik kayu yang dikirim, diangkut atau diterima. (Pasal 10 PerMenLHK No.
P.43/Menlhk-Setjen/2015)
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan/SKSHH adalah: dokumen-dokumen yang merupakan
bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. (Pasal 1
angka 12 UU No. 18 Th 2013 tentang P3H )
Alat angkut dinyatakan telah mengangkut hasil hutan apabila sebagian atau seluruh hasil hutan
telah berada di dalam alat angkut untuk dikirim atau dipindahkan ke tempat lain. Yang termasuk
dalam pengertian “melakukan pengangkutan” adalah proses yang dimulai dari memuat hasil
hutan memasukkan, atau membawa hasil hutan ke dalam alat angkut dan alat angkut yang
membawa hasil hutan bergerak ke tempat tujuan dan membongkar, menurunkan, atau
mengeluarkan hasil hutan dari alat angkut. (Penjelasan Pasal 16 UU No. 18 tahun 2013 tentang
P3H)
1. Kayu bulat dari Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Hutan, TPK Antara, Tempat
Penampungan Terdaftar Kayu Bulat (TPT-KB) dan industri primer;
2. Kayu olahan berupa kayu gergajian, veneer dan serpih dari industri primer. (Pasal 11 ayat
1 PerMenLHK No. P.43 /Menlhk-Setjen /2015 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu
Yang Berasal dari Hutan Alam)
Nota Perusahaan. Pengangkutan kayu olahan di luar ketentuan yang harus dengan SKSHHK
atau Nota Angkutan disertai bersama-sama Nota Perusahaan.
Untuk perhatian bahwa Nota Angkutan yang dimaksud permen LHK Nomor: P.43 /Menlhk-
Setjen/ 2015 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal dari Hutan Alam
sebagaimana telah diubah dengan Permen LHK No P.60 /Menlhk/Setjen/ Kum.1/2016 berbeda
dengan Nota Angkutam sebagaimana dimaksud Permen LHK No.
P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 sebagaimana telah diunah dengan Permen LHK No,
P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan (IUIPHH) adalah izin usaha komersial atau izin
operasional yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk mengolah hasil hutan menjadi barang
jadi atau barang setengah jadi, yang dapat berupa Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu
(IUIPHHK) atau Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK). (Pasal 1
angka 9 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2019 tentang Izin Industri Primer Hasil Hutan)
Industri pengolahan kayu lanjutan atau industri lanjutan adalah industri yang mengolah hasil
hutan yang bahan bakunya berasal dari produk industri primer hasil hutan kayu dan/atau dari
perusahaan Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Olahan (TPT-KO).
Industri pengolahan kayu terpadu yang selanjutnya disebut industri terpadu adalah industri
primer dan industri lanjutan yang berada dalam satu lokasi industri dan dalam satu badan hukum.
Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Olahan atau TPT-KO adalah tempat untuk menampung
kayu olahan milik perusahaan yang bergerak dalam bidang kehutanan atau perkayuan
Kayu Olahan adalah produk hasil pengolahan kayu bulat yang diolah di industri primer atau
industri terpadu
SKSHHK yang menyertai pengangkutan kayu bulat dilakukan verifikasi di tempat tujuan
oleh GANISPHPL PKB melalui Aplikasi SIPUHH, GANISPHPL PKB adalah karyawan
pemegang izin yang diangkat dan diberi wewenang oleh pemegang izin untuk menerima
kayu bulat.
SKSHHK yang menyertai pengangkutan kayu olahan dilakukan pencatatan di tempat
tujuan penerima tanpa melalui Aplikasi SIPUHH.
SKSHHK yang diterima di industri pengrajin/industri rumah tangga dilakukan pencatatan
oleh penerima tanpa melalui Aplikasi SIPUHH.
Pengangkutan hasil hutan kayu yang menggunakan alat angkut darat dan tidak
mengalami pergantian alat angkut di pelabuhan penyeberangan atau ferry maupun
pelabuhan umum, maka tidak perlu diterbitkan dokumen angkutan baru.
Dalam hal pengangkutan lanjutan hasil hutan kayu yang transit dan bongkar di pelabuhan
umum/dermaga mengalami perubahan tujuan sebagian atau seluruhnya, maka
GANISPHPL penerima kayu melakukan pencatatan penerimaan SKSHHK melalui
Aplikasi SIPUHH dan menerbitkan SKSHHK baru.
Pengangkutan kayu hasil lelang baik sekaligus maupun bertahap wajib disertai bersama-
sama Surat Angkutan Lelang (SAL) yang diterbitkan oleh WAS-GANISPHPL sesuai
kompetensinya yang ada di Dinas Provinsi.
Pengangkutan lanjutan hasil hutan lelang berupa kayu bulat dan/atau kayu olahan disertai
bersama-sama Nota Angkutan dengan dilampiri foto copy SAL.
Perbuatan yang dilarang dilakukan sehubungan dengan pengangkutan kayu hasil hutan:
Perbuatan yang wajib dilakukan sehubungan dengan pengangkutan kayu hasil hutan, bahwa
Pasal 16 UU No. 18 Th 2013 tentang P3H "Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu
hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" dan apabila kewajiban ini tidak dilakukan
diancam dengan sanksi pidana sbb: