Anda di halaman 1dari 12

Perburuhan Setelah UTS

Penempatan Tenaga Kerja

Pengaturan

Diatur dalam Pasal 31 yang merupakan hak dasar pekerja yang keempat yang berbunyi :
“Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memiliki, mandapatkan
atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri .”

Dasar Hukum

Diatur dalam permenaker no 39 tahun 2016 ttg penempatan tenaga kerja

-merupakan amanat atau pelaksanaan pasal 35,36, dan 37 UU ketenagakerjaan


-Juga amanat dari UU no 23 tahun 2018 tentang pemerintah daerah

Asas

a. Asas terbuka
Memberikan informasi kepada pencari kerja secara iklas yang berkaitan dengan jenis pekerjaan, jam
kerja, besarnya upah.

b. Asas bebas
Pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja.

c. Asas Objektif
Pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan
kemampuan dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan dan harus memperhatikan kepentingan
umum dan tidak memihak pada kepentingan pihak tertentu.

d. Asas adil dan setara tanpa diskriminasi :


Penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas
ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik.

Macam penempatan tenaga kerja Penempatan tenaga kerja terdiri dari :

a. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri


b. Penempatan tenaga kerja di luar negeri.

Dalam negeri dibagi


- Anatar kerja lokal
- Anatar kerja antar daerah
- Penempatan tenaga kerja asing
Di luar negeri
- Antar kerja antar negara
Catatan
Penempatan tenaga kerja di luar negeri diatur dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Perekrutan tenaga kerja yang di tempatkan di luar negeri tersebut dapat dilakukan oleh
pemberi kerja atau oleh pelaksana penempatan tenaga kerja.

Pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang
mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

Pelaksana penempatan tenaga kerja dalam hal ini wajib memberikan perlindungan sejak
recruitmen sampai penempatan kerja.

Selain itu pelaksana penempatan tenaga kerja juga memberikan pelayanan penempatan kerja
tersebut. Pelayanan penempatan kerja tersebut bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan
yang meliputi unsur-unsur :

a. pencari kerja;

b. lowongan pekerjaan;

c. informasi pasar kerja;

d. mekanisme antar kerja;

e. kelembagaan penempatan tenaga kerja.

Pelaksana penempatan tenaga kerja terdiri dari :

a. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketengakerjaan.

b. Lembaga swasta yang berbadan hukum


Lembaga swasta ini wajib memiliki izin tertulis dari Menteri/ pejabat yang ditunjuk.

Polemik permenaker 10 tahun 2018 penempatan tenaga kerja asing

-Tidak ada lagi ijin tenaga kerja asing, hanya rencana penggunaan tenaga kerja asing
-Tidak lagi izin tapi cuman notifikasi ttg rencana penggunaan tenaga kerja asing
-Waktu pelayanan, dulu di permenaker 35 2015 untuk memperkerjakan tenga kerja asing dan rptka 6
hari , dengan pemernaker 10 tahun 2018 dipangkas jadi 4 hari
-Permenaker 10 tahun 2018 menghapus rekomendasi kementarian dan lembaga terkait, jadi jabatan
apa aja boleh
-Bentuk pelayanannya menggunakan sistem daring atau online
-Masa berlaku rptka lebih lentur sesuai perjanjian kerja antara rptka dengna pmeberi kerja,
sebelumnya rptka hanya berlaku 1 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali sekarang engga
semabarang
-Tka yg menjabat sebagai direktur atua komisaris seklaigus pmegang saham tidak perlu mengurus
ijin/sebelumnya harus mengatongi ijin menggunakan tnega kerja asing(IMTA)
-Saat ini pemberi kerja wajib memberikan fasilitas untuk pelatihan bahasa indoensia untuk tka
-Dulu di rezim permenaker 35 2015 , tidak boleh ada rangkap jabatan, kini rangkap jabatan tidak
hanya untuk dirkesi atau komisaris, yaitu k3 s atua migas, dan ekonomi digitaal (cek permenraker
10 tahun 2018)

Perlidungan hukum TKI di luar negeri

Dasar Hukum

Diatur di UU no 18 thaun 2017 yaitu ttg perlindungan pekerja migran indoensia

- istilah tki menjadi pmi (pekerja migran indonesia)

Dilaksanakan oleh pp 10 tahun 2020

- Merupakan amanat pasal 50 ayat 2 dan permenaker 9 2019

UU 18 tahun 2017 itu dijabarkan di 3 aturan

1. PP 10 2020
2. Permenkaer 9 2019
3. Perperes 20 2019

Perselisihan Perburuhan

Definisi

Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan


antara pengusaha dan gabungan pengusaha dengan pekerja atau Serikat Pekerja karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antara Serikat Pekerja dalam satu perusahan.

Pengaturan

Perselisihan Hubungan Industrial diundangkan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004


menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 .

ALASAN KELUARNYA UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004

a. Bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin
meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah.

b. Bahwa Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan


dan Undang-Undang No.12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c. Bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan perlu diwujudkan
secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

d. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perlu ditetapkan Undang-Undang


yang mengatur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

MACAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

a. Perselisihan hak.

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan Perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

b. Perselisihan kepentingan.

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
pihak.

d. Perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan

Perselisihan antara Serikat Pekerja adalah perselisihan antara PSerikat Pekerja dengan Serikat
Pekerja lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

CARA MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

a) Penyelesaian melalui Bipatit.

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat


buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Semua
jenis perselisihan hubungan industrial wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya
melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat

b) Penyelesaian melalui Mediasi.

Mediasi adalah lembaga penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan


pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang
netral
c) Penyelesaian melalui Konsiliasi.

Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan


kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral

d) Penyelesaian melalui Arbitrase.


Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat
final

e) Pengadilan hubungan Industrial


Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan
pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap
perselisihan hubungan industrial

Para pihak yang tidak menyetujui dan menolak anjuran dari mediator maupun
konsiliator akan melanjutkan perselisihan dengan pengajuan gugatan ke PHI.
Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan di Indonesia, PHI memiliki kompetensi absolut dalam  memeriksa dan
memutus perkara, antara lain:
 Pada tingkat pertama tentang perselisihan hak
 Pada tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan
 Pada tingkat pertama terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) 
 Pada tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan serikat pekerja atau buruh yang
terjadi dalam suatu perusahaan

PHK

Definisi

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 

Macam

Menurut Prof Iman Soepomo, PHK dapat dibagi dalam 4 macam yakni:

a. PHK oleh pengusaha.

b. PHK oleh pekerja.

c. PHK oleh pengadilan.

d. PHK yang putus demi hukum


Alasan Pemutusan

Diatur dalam Pasal 154A UU 11 tahun 2020

a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan


perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha
tidak bersedia menerima pekerja/buruh;
b. perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti
dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;
c. perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun;
d. perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur) .
e. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. perusahaan pailit;
g. adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan
alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/ buruh;
2. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
3. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu
sesudah itu;
4. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;
5. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
6. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja;
h. adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan
pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap
permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk
melakukan pemutusan hubungan kerja;
i. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
j. pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan
secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2
(dua) kali secara patut dan tertulis;
k. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk
paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
l. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan
pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;

m. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

n. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau

o. pekerja/buruh meninggal dunia.

Uang Pesangon

Dalam hal terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Diatur pada pasal 156 UU 11 tahun 2020

Uang Pesangon

Uang penghargaan
Uang Penggantian Hak

Komponen upah yang ditetapkan/digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak terdiri dari

Pengunduran diri pekerja/buruh

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak.
Kompensasi tersebut diberikan sesuai ketentuan Pasal 156

Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak
me-wakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama .

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri harus memenuhi syarat :


a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Tenaga Kerja Asing

Definisi

Tenaga Kerja Asing (“TKA”) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di
wilayah Indonesia

Filosofi TKA di indonesia

Filosofi ketenagakerjaan Indonesia adalah melindungi tenaga kerja berkewarganegaraan Indonesia


yang bekerja di Indonesia sehingga jika ada kebutuhan yang khusus dan sangat membutuhkan untuk
memakai tenaga kerja asing, harus dibuat persyaratan yang ketat agar tenaga kerja Indonesia
terhindar dari kompetisi yang tidak sehat

Ada beberapa tujuan penempatan TKA di Indonesia, yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional pada bidang- bidang tertentu
yang belum dapat diisi oleh TKI.
2. Mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan mempercepat proses alih
teknologi atau alih ilmu pengetahuan, terutama di bidang industri.
3. Memberikan perluasan kesempatan kerja bagi TKI.
4. Meningkatkan investasi asing sebagai penunjang modal pembangunan di Indonesia.

http://repository.unmuha.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/160/04_BAB
%20II_HTN_MRTNS.pdf?sequence=9&isAllowed=y

Perubahan pada UU cipta kerja

Sebelumnya dalam Pasal 42 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, mewajibkan kepada setiap pemberi kerja
yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk

Aturan mengenai izin tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018
Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Perpres 20/2018). Dalam Perpres 20/2018
menyatakan TKA yang masuk ke Indonesia harus mengantongi sejumlah izin antara lain Visa Tinggal
Terbatas (VITAS), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), dan Izin Menggunakan Tenaga
Kerja Asing (IMTKA)

Setelah disahkannya UU Cipta Kerja, pengurusan izin TKA tersebut mengalami pemangkasan. Setiap
pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Pemerintah Pusat. (Pasal 81 angka 4 UU Cipta Kerja

Kemudahan pengurusan izin di UU cipta kerja

Melalui ketentuan UU Cipta Kerja tentu secara pengurusan izin Tenaga Kerja Asing mendapatkan
kemudahan untuk bekerja di Indonesia, tetapi bukan berarti tidak ada batasan bagi TKA. Masih di
Pasal yang sama, yakni Pasal 81 angka 4 UU Cipta Kerja, menegaskan bahwa Tenaga Kerja Asing
dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu
tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Selain itu, dalam UU
Cipta Kerja TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurus personalia

Namun, terdapat pengecualian untuk pemberi kerja Tenaga Kerja Asing dari kewajiban mengurus
rencana penggunaan tenaga kerja asing dalam UU Cipta Kerja. Adapun pemberi kerja yang mendapatkan
pengecualian tersebut, yaitu:

1. Direksi atau Komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
2. Pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
3. Tenaga Kerja Asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang
terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (Startup), kunjungan bisnis, dan
penelitian untuk jangka waktu tertentu.

Pengaturan UU Cipta Kerja mengenai Tenaga Kerja asing memang memberi angin segar bagi investor
asing. Yang mana akan berdampak kepada perekonomian Indonesia dan persaingan dalam bisnis. Akan
tetapi, perlu diperhatikan batasan-batasan dengan Tenaga Kerja Indonesia, agar pada praktiknya tidak
timbul tumpang tindih jabatan dan menghilangkan kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia itu sendiri.

Wajib Lapor

Dasar Hukum

- UU No 7 tahun 1981
- Permenaker no 18 tahun 2017
- SE menaker no SE.3/MEN/III/2014

Dsaar Pemikirian

- Dalam melaksanakan kebijaksanaan di bidang perluasan kesempatan kerja dan perlindungan


tenaga kerja, sebagai kebijkasanaan pokok yang bersifa tmenyeluruh , diperlukan data yang
dapat memberikan gambaran mengenai ketenagakerjaan di perusahaan
- Untuk mendapatkan data tersebut , setiap pengusaha atau pengurus perlu melaporkan
mengenai ketenagakerjaan di perusahaanya masing masing

Tujuan

Merupakan bahan informasi resmi bagi pemerintah dalam menetepakan kebijakan di bidang
ketenagakerjaan
- Kalo suatu perusahaan punya cabang yang beridir sendiri maka direksinya harus melaporkan
- Tapi kalo cuman cabang yang perusahannya cuman 1 atau tidak beridiri sendiri sendiri yang
melaporkan adalah direksinya

Isi substansi laporan

- Identitas perusahaan
- Hubungan ketenagekrajaan
- Perlindungan tenaga kerja
- Kesempatan kerja

Waktu Pelaporan

Pengusahaan atau Pengurus wajib melakukan pelaporan secara daring pada saat:
a. setelah mendirikan,menjalankan kembali,atau memindahkan Perusahaan;atau
b. sebelum memindahkan,menghentikan atau membubarkan Perusahaan
Pelaporan dilakukan 30(tigapuluh) hari setelah atau sebelum melakukan kegiatan tersebut diatas.
Selain pelaporan tersebut, Pengusaha atau Pengurus wajib melakukan pelaporan secara berkala
setiap 1(satu) tahun pada bulan Desember.

Pengasawan

Pengawasan terhadap pelaksanaan wajib lapor ketenagakerjaan di Perusahaan dilakukan oleh


PengawasKetenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ketentuan Pidana

Bila Pelanggaran dilakukan Badan Hukum

Jika perbuatan pelanggaran tersebut dilakukan oleh suatu persekutuan atau suatu badan hukum ,
maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus dari persekutuan atau
pengurus badan hukum itu

Bila pelanggaran dilakukan oleh badan hukum yang pengurusnya berkedudukan diluar negeri

Jika pengusaha atau pengurus perusahaan berkedudukan diluar wilayah indonesia , maka tuntutan
pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap wakilnya di indonesia

Anda mungkin juga menyukai