Anda di halaman 1dari 34

MODUL 03

DASAR-DASAR TEKNIK DAN PENGELOLAAN


AIR LIMBAH

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M
D I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y A
DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
DAFTAR ISI
1. LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN AIR LIMBAH .................................................. 135
1.1. Peraturan Nasional Bidang Air Limbah ..................................................................... 135
1.2. Peraturan Daerah Bidang Air Limbah ........................................................................ 137
1.3. Standar Terkait Bidang Air Limbah ........................................................................... 137
2. TINJAUAN TERHADAP PERATURAN DI BIDANG PENGENDALIAN
LINGKUNGAN HIDUP ....................................................................................................... 138
3. KRITERIA DAN STANDAR KUALITAS AIR .................................................................. 143
4. DASAR-DASAR PENETAPAN STANDAR KUALITAS AIR .......................................... 143
5. FAKTOR-FAKTOR PENETAPAN DALAM STANDAR .................................................. 144
6. BAKU MUTU AIR LIMBAH ............................................................................................... 146
7. STUDI AMDAL KAITANNYA DENGAN PENANGANAN AIR LIMBAH DOMESTIK147
8. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR ............................................................................ 148
9. DASAR-DASAR TEKNIK PENGELOLAAN AIR LIMBAH ........................................... 149
9.1. Pengertian Air Limbah Domestik............................................................................... 149
9.2. Sumber Air Limbah Domestik ................................................................................... 149
9.3. Karakteristik dan Dampak Air Limbah ...................................................................... 150
9.4. Komposisi Air Limbah Domestik .............................................................................. 153
10. ASPEK YANG MEMPENGARUHI PENGELOLAAN AIR LIMBAH .............................. 155
10.1. Demografi................................................................................................................... 155
10.2. Ekonomi ..................................................................................................................... 156
10.3. Sosial .......................................................................................................................... 157
10.4. Lingkungan................................................................................................................. 157
10.5. Teknis dan Kesehatan ................................................................................................. 158
11. PENGELOLAAN AIR LIMBAH BERBASIS MANFAAT ................................................. 159
12. KRITERIA TEKNIK PENGELOLAAN AIR LIMBAH ...................................................... 159
12.1. Pemilihan sistem ........................................................................................................ 159
12.2. Alternatif Teknologi Pengelolaan Air Limbah Sistem On-Site.................................. 163
12.3. Alternatif Teknologi Pengelolaan Air Limbah Sistem Off -Site ................................ 163

i
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 tahun 2001 .................................................... 141
Tabel 5.1 Korelasi Parameter Kualitas Air dengan Faktor Penetapannya ................................ 145
Tabel 6.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik ............................................................................ 146
Tabel 9.1 Parameter Bahan Anorganik ..................................................................................... 151
Tabel 9.2 Parameter Zat Organik Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan .............................. 152
Tabel 9.3 Material Radioaktif ................................................................................................... 153
Tabel 9.4 Komposisi Limbah Cair Domestik ............................................................................ 154

DAFTAR GAMBAR
Gambar 9.1 . Diagram Komposisi Air Limbah (Sugiharto, 1987) ............................................ 154
Gambar 12.1 Skema Pemilihan System Pengelolaan Air Limbah ............................................ 162
Gambar 12.2 Skema Pengolahan Air Limbah Pada IPAL ........................................................ 164

ii
DASAR-DASAR TEKNIK DAN PENGELOLAAN
AIR LIMBAH
1. LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN AIR LIMBAH

1.1. Peraturan Nasional Bidang Air Limbah

Berikut adalah beberapa peraturan perundangan yang melandasi pengelolaan air limbah di
Indonesia, diantaranya:
a. Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 22 mengisyaratkan akan pentingnya kesehatan lingkungan melalui antara lain
pengamanan limbah padat dan cair.
b. Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pasal 21 ayat (2) butir d yang mengisyaratkan akan pentingnya pengaturan prasarana
dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan
pelestarian sumber air, serta pasal 40 ayat (6) menyatakan bahwa pengaturan
pengembangan sistem air minum diselenggarakan secara terpadu dengan
pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.
c. Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
d. Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Pasal 6 ayat (1) menyatakan setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menangulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup. Dalam penjelasan ayat tersebut dikemukakan bahwa kewajiban
setiap orang sebagaimana dimaksudkan sebagai anggota masyarakat yang
mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut
mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam upaya memelihara
lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam mengembangkan budaya bersih
lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.
Selanjutnya dalam pasal 14 ditegaskan bahwa : untuk menjamin melestarikan fungsi
lingkungan hidup, setiap usaha dan atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Dilarang melanggar baku mutu dan kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
e. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Undang-Undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman
g. Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 1991 tentang Sungai
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan

135
i. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
j. Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM)
Mengatur penyelenggaran prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu
dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum khususnya Bab III tentang
Perlindungan Air Baku.
k. Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal
l. Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
m. Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
n. Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2010 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
o. Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2011 tentang Ijin Lingkungan
p. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 45 tahun 1990 tentang Pengendalian Mutu
Air pada Sumber-sumber Air
q. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 52 tahun 1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel
r. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
s. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup
t. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 37 tahun 2003 tentang Metoda Analisis
Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
u. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 110 tahun 2003 tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemar Air Pada Sumber Air
v. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 111 tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuagan Air
Limbah ke Air atau Sumber Air.
w. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik
x. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman
y. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
z. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 05 tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

136
1.2. Peraturan Daerah Bidang Air Limbah

Semua peraturan dan undang-undang yang disebutkan diatas adalah peraturan atau undang-
undang yang berlaku secara nasional yang dapat dipakai sebagai rujukan. Peraturan-peraturan
yang bersifat regional atau daerah (Perda) :
a. Peraturan Daerah
b. Peraturan Gubernur
c. Keputusan Walikota/Bupati
Peraturan Daerah tersebut di antaranya mengenai:
1. Baku mutu efluen atau Perda tentang baku mutu Badan Air. Dalam hal ini, peraturan
atau perundangan yang lebih ketat pada dasarnya merupakan peraturan yang harus
diikuti. Jika peraturan atau baku mutu Nasional memuat ketentuan-ketentuan baku mutu
yang lebih ketat, maka baku mutu Nasional harus diterapkan. Sebaliknya apabila
peraturan daerah (Perda) merupakan baku mutu yang lebih ketat dari pada baku mutu
Nasional, maka baku mutu dalam Perda tersebut yang harus diikuti. Pada umumnya
Baku Mutu Kualitas Lingkungan yang ditetapkan secara Nasional. Dengan demikian,
kehadiran peraturan daerah (Perda) tidak berarti meniadakan Peraturan atau Undang-
Undang baku mutu Nasional, bahkan mendukung peraturan dan undang-undang
tersebut.
2. Restribusi
3. Pengelolaan air limbah seperti :
 ketentuan tangki septik sesuai SNI bagi pengembang dan masyarakat;
 kewajiban menyambung pada sistem perpipaan bila berada pada kawasan yang
menggunakan sistem pengolahan air limbah terpusat;
 kewajiban pengembang menyediakan IPAL komunal/kawasan
 dan lain-lain.
4. Institusi pengelola air limbah (regulator, operator, bentuk institusi, Sumber daya
manusia)
5. Ijin pembuangan air limbah

1.3. Standar Terkait Bidang Air Limbah

Standar Nasional Indonesia :


a. SNI 03-6368-2000 tentang Spesifikasi Pipa Beton untuk Saluran Air Limbah, Saluran
Air Hujan dan Gorong-gorong
b. SNI 03-6379-2000 tentang Spesifikasi dan Tata Cara Pemasangan Perangkap Bau

137
c. SNI 19-6409-2000 tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Limbah tanpa Pemadatan
dari Truk
d. SNI 19-6410-2000 tentang Tata Cara Penimbunan Tanah Bidang Resapan pada
Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga
e. SNI 19-6447-2000 tentang Metode Pengujian Lumpur Aktif
f. SNI 19-6466-2000 tentang Tata Cara Evaluasi Lapangan untuk Sistem Peresapan
Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga
g. SNI 03-2398–2002 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tangki Septik
dengan Sistem Resapan
h. SNI 03-2399-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan Umum MCK
i. SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di perkotaan

Standar teknis lainnya :


a. Tata Cara Perencanaan IPLT Sistem Kolam, CT/AL/Re-TC/001/98
b. Tata Cara Pembangunan IPLT Sistem Kolam, CT/AL/Ba-TC/002/98
c. Tata Cara Pengoperasian IPLT Sistem Kolam, CT/AL/Op-TC/003/98
d. Tata Cara Pengolahan Air Limbah dengan Oxidation Ditch, CT/AL/Re-TC/004/98
e. Tata Cara Pembuatan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), CT/AL-D/Re-
TC/005/98
f. Tata Cara Survey Perencanaan dan Pembangunan Sarana Sanitasi Umum, CT/AL-
D/Re-TC/006/98
g. Tata Cara Pembuatan Bangunan Atas Jamban Jamak, CT/AL-D/Ba-TC/007/98
h. Tata Cara Pembuatan Bangunan Jamban Keluarga dan Sekolah, CT/AL-D/Ba-
TC/009/98
i. Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan, dep. PU 2003.

2. TINJAUAN TERHADAP PERATURAN DI BIDANG PENGENDALIAN


LINGKUNGAN HIDUP

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup telah disebutkan pada pasal 13 bahwa pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi aspek pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung
jawab masing-masing. Pada penjelasan terkait ayat ini yang dimaksud pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang ada dalam ketentuan ini, antara lain
pengendalian:
a. pencemaran air, udara, dan laut; dan

138
b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim.

Adapun instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri atas
(Pasal 14):
a. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)
b. Tata ruang
c. Baku mutu lingkungan hidup
d. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
e. Amdal
f. UKL-UPL
g. Perizinan
h. Instrumen ekonomi lingkungan hidup
i. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
j. Anggaran berbasis lingkungan hidup
k. Analisis risiko lingkungan hidup
l. Audit lingkungan hidup
m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan

Dalam pasal 20 disebutkan bahwa setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke
media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup;
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

PP 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
merupakan penjabaran undang-undang tersebut di atas dalam bidang air dan air limbah.
Menurut peraturan ini (Pasal 8) klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yakni:
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

139
Sedangkan kriteria mutu air dari masing-masing kelas dijabarkan dalam Tabel 2.1. Pembagian
kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan
kegunaannya. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan
selanjutnya. Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan
kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Air baku air minum adalah air yang dapat diolah
menjadi air yang layak sebagai air minum dengan mengolah secara sederhana dengan cara
difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan. Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk
menetapkan kriteria mutu air dari tiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku
mutu air.

140
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 tahun 2001

KELAS
PARAMETER SATUAN KETERANGAN
I II III IV
FISIKA
deviasi Deviasi temperatur dari keadaan
o
Tempelatur C deviasi 3 deviasi 3 3 deviasi 5 almiahnya
Residu Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000
Bagi pengolahan air minum secara
Residu konvesional, residu tersuspensi ≤ 5000
Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 mg/ L
KIMIA ANORGANIK

Apabila secara alamiah di luar rentang


tersebut, maka ditentukan
pH 6-9 6-9 6-9 6 -9 berdasarkan kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total Fosfat sbg
P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi perikanan, kandungan amonia
bebas untuk ikan yang peka
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Bagi pengolahan air minum secara
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 konvesional, Cu ≤ 1 mg/ L
Bagi pengolahan air minum secara
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) konvesional, Fe ≤ 5 mg/ L
Bagi pengolahan air minum secara
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 konvesional, Pb ≤ 0,1 mg/ L
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan air minum secara
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 konvesional, Zn ≤ 5 mg/ L
Khlorida mg/l 600 (-) (-) (-)

141
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 tahun 2001 (Lanjutan)
KELAS
PARAMETER SATUAN KETERANGAN
I II III IV
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Bagi pengolahan air minum secara
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) konvesional, NO2-N ≤ 0,1 mg/ L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Bagi pengolahan air minum secara
Belereng sebagai konvesional, S sebagai
H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) H2S ≤ 0,1 mg/ L
MIKROBIOLOGI
Bagi pengolahan air minum secara
konvesional, fecal coliform
≤ 2000 jml/ 100 mL dan total coliform
Fecal coliform jml/100 ml 100 1000 2000 2000 ≤ 10000 jml/ 100 mL
Total coliform jml/100 ml 1000 5000 10000 10000
RADIOAKTIVITAS
- Gross-A Bq /L 0,1 0,1 0,1 0,1
- Gross-B Bq /L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan
Lemak ug /L 1000 1000 1000 (-)
Detergen
sebagai MBAS ug /L 200 200 200 (-)
Senyawa Fenol
sebagai Fenol ug /L 1 1 1 (-)
BHC ug /L 210 210 210 (-)
Aldrin /
Dieldrin ug /L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug /L 3 (-) (-) (-)
DDT ug /L 2 2 2 2
Heptachlor dan
heptachlor
epoxide ug /L 18 (-) (-) (-)
Lindane ug /L 56 (-) (-) (-)
Methoxyclor ug /L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug /L 1 4 4 (-)
Toxaphan ug /L 5 (-) (-) (-)

142
3. KRITERIA DAN STANDAR KUALITAS AIR

Perbedaan pengertian kriteria dan standar kualitas air tidak begitu tampak namun cukup penting.
Kriteria kualitas air dapat didefinisikan sebagai batas konsentrasi ataua intensitas dari kualitas
air yang ditentukan berdasarkan peruntukan penggunaannya.Sedangkan standar kualitas air
didefinisikan sebagai peraturan mengenai batas konsentrasi atau intensitas parameter kualitas air
dan dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk perlindungan atau penyediaan
sumber daya air bagi berbagai macam penggunaan.

4. DASAR-DASAR PENETAPAN STANDAR KUALITAS AIR

Tinjauan kualitas air mencakup beberapa kelompok parameter, yaitu parameter fisika, kimia,
bakteriologi, dan parameter radioaktif. Dalam penetapan batasan konsentrasi atau intensitas
dikenal dua macam istilah:
a. Batas yang dianjurkan (Recommended Limit)
b. Batas yang tidak diperbolehkan (Rejection Limit)

Dalam hal penyusunan suatu standar kualitas air, pada umumnya dipertimbangkan dari segi
kesehatan, teknologi, dan ekonomi. Penetapan batas konsentrasi setiap parameter kualitas, harus
sesuai dengan sasaran dari standar, misalnya, sasaran yang akan dicapai adalah desirable,
acceptable atau critical.

Istilah-istilah yang seringkali dipergunakan dalam standar kualitas air diantaranya adalah:

 Absen, tidak hadir atau sama dengan nol: menyatakan bahwa analisis kualitas air dengan
metode yang paling sensitif (standard method) menunjukan tidak hadirnya unsur yang
dimaksud.
 Virtually absent. Istilah ini digunakan untuk menyatakan bahwa unsur yang diperiksa
hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah. Pada umumnya istilah ini digunakan untuk
unsur-unsur yang kehadirannya dalam air tidak boleh ada walaupun dalam konsentrasi
yang sekecil apapun.

Pada umumnya standar kualitas air ditentukan berdasarkan analisis kualitas air yang dijelaskan
dalam metode standar (standard method). Hal ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman
metode antara “standar yang ditetapkan” dengan analisis pemeriksaan air. Tentu saja ini
merupakan konsekuensi logis. Jika standar berdasarkan metode standar, maka sesuatu hal yang
akan dibandingkan dengan standar tersebut haruslah diperiksa dengan cara atau metode yang

143
sama. Namun demikian, metode lain bukan berarti tidak boleh diterapkan, dengan catatan
bahwa metode ini harus memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat atau lebih teliti. Perlu
diketahui bahwa metode standar adalah metode analisis kualitas air yang direkomendasikan oleh
Assosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public Health Association).

5. FAKTOR-FAKTOR PENETAPAN DALAM STANDAR

Ada beberapa faktor yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penetapan standar kualitas air,
yakni:
a. Kesehatan: faktor kesehatan dipertimbangkan dalam penetapan standar guna
menghindarkan dampak kerugian terhadap kesehatan.
b. Estetika: diperhatikan guna memperoleh kondisi yang nyaman
c. Teknis: faktor teknis ditinjau mengingat bahwa kemampuan teknologi dalam
pengolahan air sangat terbatas, atau untuk tujuan menghindarkan efek-efek kerusakan
dan gangguan instalasi atau peralatan yang berkaitan dengan pemakaian air yang
dimaksudkan
d. Toksisitas efek: ditinjau guna menghindarkan terjadinya efek racun bagi manusia.
e. Polusi: faktor polusi dimaksudkan dalam kaitannya dengan kemungkingan terjadinya
pencemaran air oleh suatu polutan
f. Proteksi: faktor proteksi dimaksudkan untuk menghindarkan atau melindungi
kemungkinan terjadinya kontaminasi.
g. Ekonomi: faktor ekonomi dipertimbangkan dalam rangka menghindarkan kerugian-
kerugian ekonomis

Korelasi antara faktor-faktor pertimbangan di atas dengan beberapa parameter kualitas air yang
ditetapkan standarnya, dapat dilihat pada Tabel 5.1 di bawah ini.

144
Tabel 5.1 Korelasi Parameter Kualitas Air dengan Faktor Penetapannya

Faktor Penetapan Standar


Parameter
Kesehatan Estetika Teknis Toksisitas Polusi Proteksi Ekonomi
Kekeruhan x x x x
Warna x x x x x
Bau & rasa x x
Suhu dan x x x x
pH x x x
Ca dan Mg x x x x
Fe dan Mn x x x x x
Nitrogen x x x
Ag x x
Al x x
As x x x
Bau & rasa x x x
Br x x
Cd x x x
Cl x x
Co x x
Cr x x x
Cu x x
F x x
Hg x x x
H2S x x
Pb x x x
Se x x x
Zn x x
Zat Organik x x x
Mikrobiologi x x x
Radio aktif x x x
Sisa chlor x x x

145
6. BAKU MUTU AIR LIMBAH

Baku mutu efluen (Effluent Standard) untuk air limbah diatur dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik yang
mensyaratkan bahwa baku mutu untuk tiap parameter adalah kadar maksimumnya seperti
tercantum dalam Tabel 6.1 berikut:

Tabel 6.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik

Parameter Satuan Kadar Maksimum


pH 6 -10
BOD mg/L 100
TSS mg/L 100
Lemak dan minyak mg/L 10

Dalam pasal 2 dan pasal 4 di tegaskan bahwa baku mutu tersebut berlaku bagi:
a. semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan
b. perniagaan, dan apartemen
c. rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi
d. asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih
Selain itu baku mutu tersebut hanya berlaku untuk pengolahan air limbah domestik terpadu.

Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dan apabila baku mutu air limbah domestik daerah belum
ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah domestik secara nasional. Apabila hasil kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) atau hasil kajian Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dari usaha dan atau kegiatan
mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air
limbah domestik sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Amdal atau UKL dan UPL.

Dalam Pasal 8 ditegaskan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman
(real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib :
a. melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang
dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah
ditetapkan;
b. membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air sehingga
tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan.
c. membuat sarana pengambilan sample pada outlet unit pengolahan air limbah.

146
7. STUDI AMDAL KAITANNYA DENGAN PENANGANAN AIR LIMBAH
DOMESTIK

Dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup ditetapkan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan akan memiliki dampak
penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan Amdal.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Dampak penting yang dimaksud ditentukan berdasarkan kriteria:


a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup, dalam bidang Pekerjaan Umum jenis kegiatan Air Limbah Domestik
terdapat tiga kegiatan yang wajib Amdal yaitu :
a. Pembangunan Instalasi Pemgolahan Lumpur Tinja (IPLT), termasuk fasilitas
penunjangnya dengan besaran luas ≥ 2 ha dan atau kapasitas ≥ 11 m3/hari, dengan
alasan ilmiah khusus bahwa besaran tersebut setara dengan layanan untuk 100.000
orang serta dampak potensial berupa bau, gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak
diolah dengan baik dan gangguan visual.
b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah domestik termasuk
fasilitas penunjangnya dengan besaran/skala luas ≥ 3 ha dan atau beban organik ≥ 2,4
ton/hari. Adapun alasan ilmiahnya adalah kegiatan tersebut setara dengan layanan untuk
100.000 orang.
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan ≥ 500 ha dan atau debit
air limbah ≥ 16.000 m3/hari. Alasan ilmiahnya adalah kegiatan tersebut setara dengan
layanan 100.000 orang, setara dengan 20.000 unit sambungan air limbah dan dampak
potensial berupa gangguan lalu lintas, kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau
nilai kompensasi.

147
8. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Dalam PP 82 tahun 2001 pasal 31 disebutkan bahwa setiap orang wajib :


 Melestarikan kualitas air pada sumber air
 Mengendalikaan pencemaran air pada sumber air

Dan pada Pasal 32 ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban
pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Dalam rangka pengendalian pencemaran air sebagaimana diwajibkan diatas, maka setiap orang
wajib mengambil langkah-langkah pencegahan pencemaran air yang diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pengurangan Pencemaran dari Sumbernya
Langkah yang sangat efektif dalam pencegahan pencemaran air adalah pencegahan dari
sumber-sumber timbulan limbah. Penerapan peraturan dan penetapan tata guna lahan yang
tepat serta pencegahan terjadinya erosi merupakan langkah kongkret dalam penurunan
tingkat pencemaran air permukaan akibat limpahan bahan padat dari daratan sepanjang sisi
sungai atau sumber air permukaaan lainnya.

Sedangkan di bidang industri kita mengenal teknologi produksi bersih yakni penerapan
teknik dan manajemen yang menekan timbulnya limbah cair dengan cara penggunaan dan
penggantian material bahan produksi ke bahan yang memungkinkan produksi limbah
sekecil mungkin, mengubah proses inti produksi maupun proses pendukung menjadi proses
yang menggunakan teknologi atau cara yang mampu memperkecil timbulnya limbah, dan
apabila limbah terlanjur dihasilkan maka langkah yang diambil adalah menggunakannya
kembali (reuse), mendaur ulang limbah tersebut menjadi bahan material untuk kegiatan
lain (recycle). Langkah pengurangan limbah dari sumbernya akan memberikan dampak
yang sangat signifikan terhadap timbulan/produksi air limbah.

b. Pengolahan Air Limbah


Jika pengurangan air limbah dari sumbernya sudah dilakukan secara optimal, maka air
limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah untuk mengurangi
kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi dan bentuk yang lebih
sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di lingkungan. Proses pengurangan
kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan melalui tahapan penguraian sebagaimana
dijelaskan berikut ini:

148
a. Proses alamiah
Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung pencemar, alam
sendiri memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri atau yang disebut “self
purification”. Alam memiliki kandungan zat yang mampu mendegradasi pencemar dalam
air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan mampu diterima alam itu sendiri,
diantaranya adalah mikroorganisme. Waktu yang diperlukan akan sangat tergantung dari
tingkat pencemarannya yang otomatis berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Jika
kepadatan penduduk meningkat maka pencemaran pun akan sangat mungkin meningkat
sehingga proses alam untuk membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang
sangat lama. Sehingga akhirnya akan terjadi penumpukan beban limbah sampai dimana
kemampuan alam untuk dapat melakukan pembersihan sendiri (self purification) jauh lebih
rendah dibanding dengan jumlah pencemar yang harus didegradasi.

b. Sistem Pengolahan Air Limbah


Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar, maka satu-satunya
langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air limbah tersebut dengan
rangkaian proses dan operasi yang mampu menurunkan dan mendegradasi kandungan
pencemar sehingga air limbah tersebut aman jika dibuang ke lingkungan. Untuk air limbah
yang berasal dari aktivitas domestik dimana kandungan zat organik merupakan zat yang
paling dominan terkandung didalamnya, pengolahan yang dapat dilakukan dapat berupa
teknologi yang sederhana dan murah seperti cubluk kembar sampai pada pengolahan air
limbah komunal menggunakan teknologi pengolahan yang mutakhir.

9. DASAR-DASAR TEKNIK PENGELOLAAN AIR LIMBAH

9.1. Pengertian Air Limbah Domestik

Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman
(real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
(KepmenLH no 112/2003).

Air Limbah domestik adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau
pemukiman termasuk didalamnya air limbah yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat cuci,
dan tempat memasak (Sugiharto, 1987).

9.2. Sumber Air Limbah Domestik

Air limbah domestik dapat bersumber dari pemukiman (rumah tangga), daerah komersial,
perkantoran, fasilitas rekreasi, apartemen, asrama dan rumah makan.

149
9.3. Karakteristik dan Dampak Air Limbah

Air limbah memiliki karakteristik fisik (bau, warna, padatan, suhu, kekeruhan), karakteristik
kimia (organik, anorganik dan gas) dan karakteristik biologis (mikroorganisme). Karakteristik
air limbah beserta dampak masing-masing terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti
dijelaskan berikut ini.
a. Kekeruhan
Kekeruhan dapat disebabkan oleh hadirnya bahan-bahan organic dan anorganik,
misalnya, lumpur. Dari segi estetika, kekeruhan dirasakan sangat mengganggu. Selain
itu kekeruhan juga merupakan indikator adanya kemungkinan pencemaran.
b. Warna
Sebagaimana halnya kekeruhan, warna yang hadir dalam air dengan intensitas yang
melebihi batas, tidak bias diterima karena alasan estetika. Warna dapat juga merupakan
indicator pencemaran limbah industri. Hal ini dapat pula dikaitkan dengan kesehatan
manusia.
c. Bau dan Rasa
Penyebab bau dan rasa dapat berupa mikroorganisme seperti algae, oleh adanya gas
seperti H2S dan sebagainya. Dari segi estetika, air yang memiliki rasa dan bau
dipandang mengganggu.
d. Suhu dan residu
Suhu berpengaruh pada pemakaiannya, misalnya, air yang mempunyai suhu 0oC tidak
mungkin dapat diterima, begitu pula untuk suhu air yang terlalu tinggi. Kadar residu
yang tinggi dapat menyebabkan rasa tidak enak dan mengganggu pencernaan manusia.
e. Derajat pH
Dalam pemakaian air minum, pH dibatasi dikarenakan mempengaruhi rasa, korosifitas,
dan efisiensi khlorinasi.
f. Kesadahan Ca dan Mg
Kesadahan berpengaruh pada pemakaian sabun, ketel pemanas air, ketel uap, pipa air
panas dalam sistem plambing dan sebagainya. Mg dapat bersifat toksik, memberikan
efek demam metal, iritasi pada kulit akan susah sembuh, dan lainnya.
g. Besi dan Mangan
Kehadiran Fe dan Mn dalam air dapat menimbulkan berbagai gangguan, misalnya, rasa
dan bau logam, merangsang pertumbuhan bakteri besi, noda-noda pada pakaian, efek
racun pada tubuh manusia seperti susunan syaraf pusat; koordinasi gerak otot;
kerusakan sel hati; fibriosis; iritasi usus; kerusakan sel usus.
h. Nitrogen
Nitrogen dalam air hadir dalam berbagai bentuk sesaui dengan tingkat oksidasinya
diantaranya Nitrogen netral, amoniak, nitrit dan nitrat. Efek terhadap kesehatan anatara

150
lain: iritasi kulit, oedema paru-paru, kejang, pernapasan, mengancam keseimbangan
asam basa dalam darah, stimulasi susunan syaraf pusat, kerusakan saluran pencernaan,
dsb. Terhadap lingkungan kelebihan nitrogen dapat menyebabkan eutrofikasi.
i. Bahan anorganik lain
Bahan anorganik dalam air dapat berupa Ag, AL. As, Ba, Br, Cd, Cl, Cr, Cu, F, Hg,
H2S, PO4, Pb, Se, Zn, dan lain-lain. Efek terhadap kesehatan yang diakibatkan unsur-
unsur tersebut dapat dilihat dalam Tabel 9.1 di bawah ini.

Tabel 9.1 Parameter Bahan Anorganik

PARAMETER SIMBOL DAMPAK KESEHATAN


Presipitasi protein, shock, meninggal dunia, argyria
Perak Ag
(pigmentasi biru kulit)
Alumuinium Al Fibrosis paru-paru, merusak usus secara lokal, kematian
Arsenicum As Racun sistemik, kematian, alergi, kanker kulit
Stimulasi sistem otot (Pencernaan, sirkulasi darah, otot-otot pada
Barium Ba umumnya), pada fase akhir didapat kelumpuhan urat syaraf dan
berhentinya fungsi otot jantung

Depresi susunan syaraf pusat, emasiasi (kurus), gangguan kejiwaan,


Bromium Br kelalaian kulit seperti jerawat, iritasi saluran pernapasan, anestesia,
narbotik

Oedema paru-paru, kerusakan sel usus, kerusakan pada tulang-tulang


Cadmium Cd
(patah tulang yang multiple), kerusakan ginjal dan hipertensi

Iritasi keras bagi seluruh pernapasan, tubuh kekurangan oksigen,


Chlor Cl2
shock, kematian; keracunan sistemik, kerusakan hati, coma, kematian

alergi berbentuk asthma, eczema, fibrosis paru-paru, naiknya tekanan


Cobalt Co
disertai penyakit jantung, pembesaran kelenjar gondok
Bersifat korosif terhadpa kulit, selaput lendir dan tulang hidung;
Chromium Cr percikan asamnya menyebabkan luka kecil tapi dalam, sukar sembuh
dan kanker paru-paru
Tembaga Cu Demam metal, iritasi lokal, kerusakan hati dan ginjal
Iritasi fluorisis, kelainan pada tulang dan gigi-geligi; gangguan alat
Fluor F
pencernaan; kelumpuhan anggota gerak; penyebab mutasi

151
Tabel 9.1 Parameter Bahan Anorganik (Lanjutan)

PARAMETER SIMBOL DAMPAK KESEHATAN


Keracunan, kerusakan jaringan mulut dan gusi bila masuk oral,
Air raksa Hg kerusakan ginjal pada Hg anorganik, kerusakan otak untuk Hg
organik, menimbulkan cacat bawaan pada anak lahir (minamata)
Hidrogen Iritasi, kerusakan pada jaringan saluran pernapasan, dosis tinggi fatal,
H2S
sulfida kerusakan susunan syaraf pusat
Phosphate P Mengurangi calsium dalam darah
Keracunan (racun sistemik); pucat, kurus, tak suka makan,
Timah Hitam Pb sering colic, rasa logam di mulut, radang selaput otak, kelumpuhan,
"wrist drop"
Selenium Se Racun sistemik, iritasi saluran pernapasan, kematian, karsinogenik
Zinc Zn Demam metal, kerusakan paru-paru, kematian

j. Zat Organik
Beberapa bahan organik yang memungkinkan ada dalam air dipaparkan dalam Tabel 9.2
berikut ini.

Tabel 9.2 Parameter Zat Organik Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

PARAMETER DAMPAK KESEHATAN


Rracun sistemik terhadap susunan syaraf pusat, kulit menjadi kering,
Hydrocarbon alifatik
asphyxiant
Hydrocarbon Depresi susunan syaraf pusat ; kulit menjadi kering; degenerasi
alicyclic jantung, paru-paru, hati, otak
Iritasi kulit, depresi susunan syaraf, coma, meningal, kerusakan
Benzen
saluran pernapasan, kerusakan hati, ginjal, limpa
Kerosen (minyak Kulit menjadi kering, kerusakan paru-paru, saluran pencernaan,
tanah) kesadaran turun, coma, meninggal
Naphta (petrolium) Iritasi, kulit kering, depresi susunan syaraf pusat, kelainan darah
Arnyl alcohol Iritasi, narbotik
N-Butyl Amine Iritasi, oedema paru-paru
Ethanol Amine Narcosis, iritasi, kematian karena depresi susunan syaraf pusat
Naphtalen Chlorida Kulit merah, timbul bisul kecil-kecil, jerawat, kerusakan hati (kuning)
Iritasi kulit dan saluran pernapasan, Ni-carbonil sangat toksik,
Carbonil
oedema paru-paru, gangguan syaraf pusat

152
k. Parameter Biologis
Jenis mikroorganisme yang dapat ditemukan dalam air diantaranya algae, bacteria, virus,
jamur, protozoa, dan lain-lain. Selain memiliki sifat pathogen parameter biologis juga
dapat menyebabkan efek rasa, warna dan bau pada air. Sebagai indicator keberadaan
mikroorganisme pathogen, maka digunakan keberadaan bakteri coli dalam air. Dengan
adanya bakteri coli, maka besar kemungkinan air telah tercemar oleh bakteri lainnya
yang juga bersifat pathogen.

l. Radioaktif
Efek yang dapat ditimbulkan oleh radioaktif diantaranya: kanker, leukemia, mengurangi
umur, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu radioaktif merupakan unsur kimia
yang memiliki paruh umur yang relatif panjang. Data mengenai beberapa bahan
radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan manusia dapat dilihat dalam Tabel 9.3
berikut:

Tabel 9.3 Material Radioaktif

Material Jenis Radiasi Waktu Paruh


Strontium 90 Beta 28 tahun
Strontium 89 Beta 51 tahun
Cesium 137 Beta-gamma 27 tahun
Carbon 14 Beta-gamma 5760 tahun
Iodine 129 Beta-gamma 17 juta tahun
Iodine 131 Beta-gamma 8 hari
Plutonium 239 Alpha 24400 tahun
Krypton 85 Beta 10,7 tahun
Tritium (H3) Beta 12,3 tahun

9.4. Komposisi Air Limbah Domestik

Komposisi air limbah domestik hampir lebih dari 99% berisi air itu sendiri sisanya adalah
kandungan pencemar dengan kuantitas sebagaimana digambarkan dalam skema berikut.

153
Limbah cair

Air (99,9%) Bahan Padat (0,1%)

Organik Anorganik

Protein (65%) Butiran

Karbohidrat (25%) Garam

Lemak (10%) Metal

Gambar 9.1 . Diagram Komposisi Air Limbah (Sugiharto, 1987)

Tabel 9.4 Komposisi Limbah Cair Domestik

Faeces Satuan Urine Satuan


Massa basah (gr/org/hari) 135-270 Gr 1-1.31 Gr
Massa kering (gr/org/hari) 20-35 Gr 0.5-0.7 Gr
Uap air 66-80 % 93-96 %
Organik 88-97 % 93-96 %
Nitrogen 5-7 % 15-19 %
Fosfor 3-5.4 % 2.5-5 %
Kalium (K2O) 1-2.5 % 3-4.5 %
Karbon 44-55 % 11-17 %
Kalsium (CaO) 4.5-5 % 4.5-6 %
Sumber : Duncan Mara dalam Sugiharto, 1987

Rata-rata timbulan air limbah yang dihasilkan dari pemukiman adalah sebagai berikut (Metcalf
&Eddy, 2003)

1. Apartemen

154
a) High-rise:
35 – 75 gal/orang/hari (tipikal: 50) atau 133 – 284 L/orang/hari (tipikal 189)
b) Low rise:
50 – 80 gal/orang/hari (tipikal: 65) atau 189 – 303 L/orang/hari (tipikal: 246)
2. Rumah individu
a) Sederhana :
45 – 90 gal/orang/hari (tipikal: 70) atau 170 – 340 L/orang/hari (tipikal: 265)
b) Menengah :
60 – 100 gal/orang/hari (tipikal: 80) atau 227 – 379 L/orang/hari (tipikal: 303)
c) Mewah:
70 – 150 gal/orang/hari (tipikal: 95) atau 265 – 568 L/orang/hari (tipikal: 360)
3. Hotel : 30-55 gal/orang.hari (tipikal: 100) atau 133-208 L/orang.hari (tipikal: 379)
4. Motel:
a) Dengan dapur :
90 – 180 gal/orang/hari (tipikal: 100) atau 341- 681 L/orang.hari (tipikal: 379)
b) Tanpa dapur :
75 – 150 gal/orang/hari (tipikal: 95) atau 284 -568 L/orang.hari (tipikal: 360)

10. ASPEK YANG MEMPENGARUHI PENGELOLAAN AIR LIMBAH

10.1. Demografi
Pada kawasan perkotaan atau perdesaan memiliki kawasan- kawasan dalam bentuk klaster-
klaster dengan kepadatan penduduk yg berbeda dan kondisi sosial yang berbeda pula.
Sekelompok orang dapat membuat sarana sanitasi dengan septik tank tetapi sebagian lain hanya
mampu dengan membuat cubluk, dan banyak masyarakat tidak mampu yang tidak mempunyai
sarana untuk membuang hajat. Sedangkan secara teknis dan kesehatan untuk kepadatan tertentu
yaitu > 50 jiwa/ha, penggunaan cubluk sudah mengakibatkan kontaminasi pada sumur-sumur
tetangga. Kepadatan penduduk lebih dari 200 jiwa/ha, penggunaan septik tank dengan bidang
resapannya akan memberikan dampak kontaminasi bakteri koli dan pecemaran pada tanah dan
air tanah. Disamping itu, kategori kota dan desa yang dibedakan secara administratif akan
berdampak pada institusi pengelolaan limbah cair. Pembagian ini sangat dikotomis dari sudut
‘public utility, karena penerapan teknologi air limbah sangat ditentukan oleh unsur kepadatan
penduduk.

Kasus desa-desa di Pulau Jawa dan perkampungan nelayan yang berkelompok tidak mungkin
lagi menerapkan sistem on-site bagi sarana air limbahnya. Setidaknya komunalisasi sistem
sudah harus dilakukan, meskipun belum mengarah pada sistem off-site secara murni.
Pengelolaan sistem air limbah ditinjau dari sudut demografi lebih melihat pada kategori

155
perkotaan (urbanise area) dan perdesaan (remote area) dan bukan berdasarkan pembatasan
administrasi.

Regionalisasi sistem pengelolaan limbah lebih melihat pada sisi ekonomis pelayanan, sebagai
contoh untuk Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang melayani beberapa daerah
administratif berdekatan, maka akan jauh lebih ekonomis daripada membuat sistem-sistem
tersendiri secara skala kecil.

Berdasarkan data pencemaran pada 35 kota utama di Indonesia, secara umum diperkirakan
setiap pertambahan 200.000 penduduk perkotaan akan meningkatkan konsentrasi BOD pada
badan air sebesar 1 mg/L (ppm). Maka secara umum, arahan strategi penanganan sistem off-site
adalah sebagai berikut:
 Besarnya konsentrasi BOD pada badan air yang akan diturunkan
 Setiap mg/L (ppm) penurunan konsentrasi BOD tersebut dikalikan dengan 200.000 jiwa
yang menunjukkan jumlah total penduduk yang akan dikelola air limbah domestiknya
dengan sistem off site
 Selanjutnya dipilih kawasan padat yang yang akan dan perlu dengan segera diterapkan
dengan sistem off-site
 Pilih skala penanganan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan finansial, dan tetapkan
kawasan yang sesuai untuk pengolahan air limbah skala komunal, skala modul (sekitar
1.000 KK) atau skala kawasan.Ekonomi

Aspek ekonomi juga merupakan hal yang akan menentukan dalam pemilihan sistem
pengelolaan air limbah. Hal terpenting pada aspek ini adalah kelayakan secara ekonomis.
Kelayakan ekonomis antara biaya sanitasi off-site dan sistem sanitasi on-site terjadi pada titik
kepadatan sekitar 300 jiwa/ha. Bila tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300 orang/ha maka
pengolahan air limbah secara terpusat (off-site) menjadi layak dilakukan.

Maksimum net benefit-cost tercapai bila terjadi marginal fungsi benefit –marginal fungsi cost
sama dengan nol atau pada simpangan terbesar antara dua fungsi tersebut. Artinya berapa besar
biaya pencemaran yang diperlukan dibandingkan dengan keuntungan secara ekonomi yang
diperoleh. Biaya pencemaran yang dimaksud adalah biaya pengobatan untuk penyakit yang
ditularkan melalui air, biaya bahan kimia PDAM dengan semakin menurunnya konsentrasi
BOD pada air bakunya karena adanya instalasi pengolahan air limbah tersebut dan lainnya.

Teknologi pengelolaan limbah yang digunakan untuk mencapai biaya efektif sangat bergantung
pada tingkat objektivitas yang harus dicapai. Penerapan teknologi pengolahan air limbah
bergantung pada standar efluen (effluent standard) yang diperkenankan dan sampai tingkat
mana kondisi lingkungan yang akan diperbaiki. Misalnya, untuk kondisi sistem komunal
konsentrasi BOD efluen pada jangka menengah diizinkan di bawah 100 mg/L.

156
Pemilihan kapasitas sistem pengelolaan harus memenuhi skala ekonomi. Hal ini dimaksud
bahwa sistem yang dibangun harus memberikan pengembalian keuntungan yang optimal baik
pengembalian secara ekonomis (benefit) maupan finansial. Dengan demikian, jangan sampai
biaya/kapita dari satu sistem menjadi tinggi disebabkan oleh jumlah pelayanan yang tidak layak.

10.3. Sosial
Penduduk pada suatu kawasan mempunyai tingkat sosial-ekonomi yg berbeda sehingga akan
sangat terkait dengan kemampuan membayar retribusi air limbah, dan hal ini akan sangat
mempengaruhi dan berdampak secara teknis terhadap konsep sanitasi yg akan diterapkan.
Kondisi sosial ini akan menjadi kompleks karena dana yang mampu dialokasikan oleh
pemerintah sangat terbatas, sedangkan penerapan sistem subsidi silang untuk konteks
penanganan air limbah tidak layak diterapkan secara kawasan. Jika seseorang dikenakan
pungutan atas jasa melebihi dari nilai jasa yang dia terima, maka orang tersebut dapat menolak.

Kondisi sosial juga akan membedakan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Dibandingkan
dengan negara maju, umumnya tingkat BOD per kapita per hari di Indonesia tidak terlalu tinggi
karena masih sekitar antara 30 gram sampai dengan 40 gram. Jumlah ini akan berpengaruh
terhadap beban organik pada suatu pengolahan limbah

Bila tingkat kesadaran pada masyarakat kurang mampu akan pentingnya sanitasi dan
lingkungan bagi kesehatan, tentu akan mendorong mereka membentuk sistem sanitasi komunal.
Maka untuk membangun kesadaran ini sangat diperlukan dorongan motivasi yang antara lain
dengan mengeluarkan insentif sebagai stimulan.

10.4. Lingkungan

Aspek lingkungan yang mempengaruhi pengelolaan air limbah diantaranya:

 Iklim tropis sangat menolong pengolahan secara anaerob seperti tangki septik, Imhoff
tank, kolam anerobik dan sebagainya. Jadi pengolahan anaerob merupakan suatu tahap
yang penting dari seluruh rangkaian serial pengolahan limbah;
 Intensitas hujan tropis yang tinggi akan memberikan run off yang sangat besar dibanding
aliran air limbah, sehingga sistem sewer (saluran) terpisah antara air hujan dan air limbah
permukiman akan relatif lebih ekonomis dan sehat, kecuali untuk kawasan-kawasan
terbatas dapat diterapkan sistem interseptor;
 Posisi bangunan sanitasi kawasan pasang surut harus memperhatikan muka air tertinggi,
untuk sanitasi onsite penggunaan septik tank dengan upword flow yang disebut vertikal
septik tank dapat diterapkan;

157
 Kepadatan 100 jiwa/ha memberikan dampak pencemaran cukup besar terhadap lingkungan
maka kawasan-kawasan tertentu dengan masyarakat mampu dapat menerapkan sistem off
site pada kawasan tersebut;
 Untuk pengelolaan air limbah pada kawasan-kawasan dengan effluen yang dibuang ke
danau dan waduk, selain harus memperhatikan konsentrasi BOD/COD dan SS juga harus
mengendalikan kadar nitrogen dan fosfor yang akan memicu pertumbuhan algea biru dan
gulma yang akan menutupi permukaan air danau;
 Kawasan perairan untuk wisata renang harus dijaga konsentrasi COD tidak melebihi 5
mg/L dan tidak mengandung logam berat;
 Jika tidak ada penetapan kuota pencemaran maka penetapan kualitas effluan hasil
pengolahan limbah harus memperhitungkan kemampuan badan air penerima untuk
“natural purification” bagi berlangsungnya kehidupan akuatik secara keseluruhan.Teknis
dan Kesehatan

Penanganan secara teknis air limbah dimaksud agar input hardware ((konstruksi), proses,
output dan outcome memenuhi essensi kesehatan, diantaranya:

 Jarak bidang resapan tangki septik dengan sumber air minum harus dijaga dengan jarak >
10 m untuk jenis tanah liat dan >15 m untuk tanah berpasir;
 Kepadatan 100 orang/ ha dengan menggunakan sanitasi setempat memberikan dampak
kontaminasi bakteri coli yang cukup besar terhadap tanah dan air tanah. Jadi bagi
pengguna sanitasi individual pada kawasan dengan kepadatan tersebut, penerapan
anaerobic filter sebagai pengganti bidang resapan dan efluennya dapat dibuang ke saluran
terbuka, atau secara komunitas menggunakan sistem sanitasi off site;
 Air limbah dari toilet tidak boleh langsung dibuang ke perairan terbuka tanpa pengeraman
(digesting) lebih dari 10 hari terlebih dahulu, dan lumpurnya harus ada pengeraman 3
minggu untuk digunakan di permukaan tanah (sebagai pupuk);
 Hasil pengolahan air limbah tidak boleh mengandung bakteri coli, yang dapat disisihkan
dengan proses maturasi atau menggunakan desinfektan. Dengan demikian setiap Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) harus dilengkapi salah satu dari kedua jenis sarana
tersebut;
 Sebaiknya alat-alat sanitari (WC, urinoir, kitchen zink, wash-basin dll) mnggunakan water
trap (leher angsa) untuk mencegah bau dan serangga keluar dari pipa buangan ke peralatan
tersebut. Penggunaan pipa pembuang udara (vent) pada sistem plumbing harus mencapai
cieling (plafon) teratas.

158
11. PENGELOLAAN AIR LIMBAH BERBASIS MANFAAT

Perkembangan pertumbuhan penduduk dan kegiatan industri menyebabkan peningkatan jumlah


air limbah yang dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan. Total air limbah yang dibuang di
DKI Jakarta tahun 1989 : 1.316.113 m3/hari, tahun 2010 : 2.588.250 m3/hari, 73-78% berasal
dari air limbah domestik (Study JICA tahun 1989). Air hasil pengolahan air limbah merupakan
sumber daya air yang cukup besar dari segi kuantitas. Dengan semakin terbatasnya sumber daya
air, air hasil olahan instalasi pengolahan air limbah domestic dapat menjadi sumber air baku
khususnya untuk air siram tanaman ataupun untuk air industry. Saat ini teknologi pengolahan
air hasil olahan IPAL mulai berkembang. Pengolahan air hasil olahan IPAL dapat menggunakan
pengolahan secara biologi lanjutan, teknologi ultrafiltrasi, membrane, atau kombinasi biologi
dengan membrane dan lain-lain.

Untuk skala rumah tangga dan komunal pemanfaatan air limbah, baik black water dari WC
maupun grey water mulai berkembang. Black water diolah untuk menjadi biogas, pupuk
sedangkan grey water dari air limbah kegiatan mandi, dapur, cuci banyak dimanfaatkan kembali
dengan cara mengolahnya menjadi air penyiram tanaman dan air pencuci motor. Bahkan di
beberapa negara telah diakukan pemisahan antara faeces dan urine. Faeces dimanfaatkan
sebagai pupuk sedangkan urine yang mengandung urea tinggi dimanfaatkan untuk pupuk cair.

12. KRITERIA TEKNIK PENGELOLAAN AIR LIMBAH

12.1. Pemilihan sistem

Terdapat dua macam sistem dalam pengelolaan air limbah domestik/permukiman yaitu:

a. Pengelolaan air limbah sistem setempat atau dikenal dengan sistem on-site yaitu satu
kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air limbah permukiman
berupa pembuangan air limbah skala individual dan atau komunal yang melalui
pengolahan awal dan dilengkapi dengan sarana pengangkut dan instalasi pengolahan
lumpur tinja
b. Pengelolaan air limbah permukiman sistem terpusat atau dikenal dengan istilah
sistem off-site atau sistem sewerage, adalah satu kesatuan sistem fisik dan non fisik
dari prasarana dan sarana air limbah permukiman berupa unit pelayanan dari
sambungan rumah, unit pengumpulan air limbah melalui jaringan perpipaan serta
unit pengolahan dan pembuangan akhir yang melayani skala kawasan, modular, dan
kota

159
Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (on-site)
Kelebihan sistem setempat:
 Menggunakan teknologi sederhana
 Memerlukan biaya yang rendah
 Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakannya sendiri
 Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat
 Manfaat dapat dirasakan secara langsung
Kekurangan sistem setempat:
 Tidak dapat diterapkan pada semua daerah misalnya tergantung permeabilitas tanah,
tingkat kepadatan dan lain-lain.
 Fungsi terbatas pada buangan kotoran manusia dan tidak menerima limbah kamar
mandi dan air limbah bekas mencuci
 Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan

Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (Off-site)


Kelebihan sistem ini adalah:
 Menyediakan pelayanan yang terbaik
 Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi
 Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari
 Memiliki masa guna lebih lama
 Dapat menampung semua air limbah
Kekurangan sistem terpusat:
 Memerlukan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang tinggi
 Menggunakan teknologi yang tinggi
 Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan
 Manfaat secara penuh diperolah setelah selesai jangka panjang
 Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan
 Memerlukan pengelolaan, operasi dan pemeliharaan yang baik
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pengolahan air limbah adalah :

 Kepadatan penduduk
 Sumber air yang ada
 Permiabilitas tanah
 Kedalaman muka air tanah
 Kemiringan tanah

160
 Kemampuan membiayai
Diagram alir pemilihan sistem pengelolaan air limbah domestik dapat dilihat pada Gambar 12.1.

Pemilihan sistem pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa
hal sebagai berikut:

a. Sistem on site diterapkan pada:


 Kepadatan < 100 jiwa/ha
 Kepadatan > 100 jiwa/ha sarana on site dilengkapi pengolahan tambahan seperti
kontak media dengan atau tanpa aerasi
 Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m
 Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban > 50.000
jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya
b. Sistem off site diterapkan pada kawasan
 Kepadatan > 300 jiwa/ha
 Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank
komunal (decentralized water treatment) dan pengaliran dengan konsep perpipaan
shallow sewer. Dapat juga melalui sistem kota/modular bila ada subsidi tarif.
 Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 500–1000 sambungan rumah disarankan
menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3 unit pengolahan
limbah yang paralel.

161
Gambar 12.1 Skema Pemilihan System Pengelolaan Air Limbah

162
12.2. Alternatif Teknologi Pengelolaan Air Limbah Sistem On-Site

Pada sistem on site ada dua jenis sarana yang dapat diterapkan yakni sistem individual dan
komunal. Pada skala individual sarana yang digunakan adalah septik dengan varian pada
pengolahan lanjutan untuk efluennya yakni :

1. Dengan bidang resapan


2. Dialirkan pada small bore sewer
3. Dengan evapotranspirasi
4. Menggunakan filter

Sedangkan tinja dari tangki septik akan diangkut menggunakan truk penyedot tinja dan diolah di
IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja).

12.3. Alternatif Teknologi Pengelolaan Air Limbah Sistem Off -Site

Pengelolaan air limbah sistem terpusat terutama bertujuan untuk menurunkan kadar pencemar di
dalam air limbah. Ada beberapa tingkat pengolahan yang umumnya dilakukan untuk mengolah
air limbah agar tidak berbahaya bagi lingkungan yaitu :
a. Pengolahan fisik seperti: penyaringan sampah dari aliran, pengendapan pasir,
pengendapan partikel diskrit.
b. Pengolahan biologis yang dapat terdiri dari proses anaerobik dan/atau proses aerobik,
serta pengendapan flok hasil proses sintesa oleh bakteri
c. Pengolahan secara kimia dengan pembubuhan disinfektan untuk mengontrol bakteri fekal
dari efluen hasil pegolahan sebelumnya.
d. Di bagian bawah dari pengolahan air limbah adalah sisa lumpur yang terbentuk dan harus
dikendalikan serta diolah sehingga aman terhadap lingkungan

Kriteria untuk keempat seri pengolahan di atas akan diuraikan pada bab-bab berikut ini. Dari
masing-masing tahap seri pengolahan, terdapat beberapa alternatif unit-unit pengolahan untuk
dipilih. Pemilihan unit-unit tersebut didasarkan atas:
 Standar efluen (effluent standard) yang diperkenankan
 Nilai present value dari beberapa alternatif unit yang dipilih

Sedangkan nilai present value dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :


a. Biaya investasi
b. Biaya tenaga listrik (power cost)
c. Biaya sumber daya manusia (SDM)
d. Biaya lahan (tanah) untuk lokasi IPAL

Bagan pengolahan air limbah dapat dilihat pada Gambar 12.2 berikut ini.

163
Skematik sistem pengolahan limbah
1 2
inflow 4
3 5

8 7 6

Super natant Lumpur balik

9
1= 1comminutor
= comminutor 10 5= unit pengolahan
2= 2saringan
= saringan 5 = unit pengolahan
6= unit pengendap II
6 = unit pengendap II
3= 3grit
= grit chamber
chember 7= unt desinfektan
4 = pengendapan awal atau 8= 7Badan
= unit desinfektan
air
4= pengendapan awal atau
kolam anaerobik 8 = badan air
9= unit pengeram
kolam anaerobik 9 = unit pengeram lumpur
lumpur
--------------- aliran lumpur

aliran air

Gambar 12.2 Skema Pengolahan Air Limbah Pada IPAL

164

Anda mungkin juga menyukai