Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP OUTPUT INDUSTRI

MANUFAKTUR INDONESIA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi strata I


pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Oleh:

ARIF PRIHATIN
B300160053

PROGRAM STUDI ILMU PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
PUBLIKASI ILMIAH

i
ii
iii
PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP OUTPUT INDUSTRI
MANUFAKTUR
Abstrak
Sektor industri manufaktur merupakan salah satu sektor penting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara. Industri manufaktur mempunyai
kemampuan dalam peningkatan output yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh nilai tukar, suku bunga lending facility, cadangan devisa
dan jumlah uang beredar terhadap output sektor industri manufaktur di Indonesia
tahun 2016Q1-2021Q3. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder deret waktu (time series) dari tahun 2016Q1-2021Q3. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah OLS (Ordinary Least Square). Berdasarkan
hasil analisis OLS menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap output sektor industri manufaktur adalah variabel nilai tukar,
suku bunga lending facility, dan cadangan devisa. Sedangkan variable jumlah
uang beredar tidak memiliki pengaruh terhadap output sektor industri manufaktur.

Kata kunci : PDB, manufaktur, nilai tukar, suku bunga, cadangan devisa, JUB,
OLS
Abstract
The manufacturing industry sector is one of the important sectors in the economic
development of a country. The manufacturing industry has the ability to increase
high output. This study aims to analyze the effect of the exchange rate, lending
facility interest rate, foreign exchange reserves and the money supply on the
output of the manufacturing industry sector in Indonesia in 2016Q1-2021Q3. The
data used in this study is secondary time series data from 2016Q1-2021Q3. The
analytical tool used in this research is OLS (Ordinary Least Square). Based on the
results of the OLS analysis, it shows that the variables that have a significant
influence on the output of the manufacturing industry sector are the exchange rate,
lending facility interest rates, and foreign exchange reserves. While the money
supply variable has no effect on the output of the manufacturing industry sector.
Keyword : GDP, manufacturing, exchange rates, interest rates, foreign exchange
reserves, JUB, OLS

1. PENDAHULUAN
Industri merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan wilayah. Hampir semua negara memandang bahwa industrialisasi
adalah suatu keharusan karena menjamin kelangsungan proses pembangunan
ekonomi jangka panjang dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan yang menghasilkan peningkatan pendapatan perkapita setiap tahun
(Tambunan, 2001).

1
Industri yang dianggap strategis adalah industri manufaktur. Industri
manufaktur merupakan industri yang kegiatan utamanya adalah mengubah bahan
baku, komponen, atau bagian lainnya menjadi barang jadi yang memenuhi standar
spesifikasi dan umumnya mampu memproduksi dalam skala besar. Industri
manufaktur merupakan salah satu sektor andalan pembangunan nasional di
Indonesia.
Empat alasan industri manufaktur menjadi menjadi sektor andalan di
Indonesia adalah pertama, sektor industri manufaktur merupakan sektor yang
berkontribusi terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto. Kedua, sektor
ini merupakan salah satu sektor yang memiliki penyerapan tenaga kerja yang
cukup besar. Ketiga, sektor ini merupakan penyumbang utama dalam struktur
ekspor nonmigas. Keempat, sektor industri pengolahan memiliki backward
lingkage (derajat kepekaan) dan forward linkage (daya penyebaran) yang tinggi
dengan sektor lainnya (Surjaningsih & Permono, 2014).
Banyaknya faktor yang berperan besar terhadap output industri manufaktur
Indonesia diantaranya yaitu nilai tukar, tingkat suku bunga, cadangan devisa, dan
money supply. Nilai tukar rupiah memiliki peran penting terhadap output
perusahaan manufaktur. Dalam konteks perdagangan internasional, kestabilan
nilai tukar merupakan keadaan yang lebih diinginkan oleh pelaku pasar. Hal ini
didasarkan pada pengaruh nilai tukar terhadap perdagangan melalui; 1) biaya dan
harga yang akhirnya menghasilkan perubahan harga relatif dalam perdagangan
dan 2) volatilitas nilai tukar itu sendiri akan menimbulkan resiko dalam transaksi
karena perbedaan nilai spot transaksi dengan nilai spot pembayaran (Krugman &
Obstfeld, 2003).
Tingkat suku bunga merupakan tolok ukur dari kegiatan perekonomian dari
suatu negara yang akan berimbas pada kegiatan perputaran arus keuangan
perbankan, inflasi, investasi, dan pergerakan nilai tukar. Kenaikan tingkat suku
bunga yang dilakukan oleh bank sentral akan direspon oleh para pelaku pasar dan
para penanam modal untuk memanfaatkan moment tersebut guna meningkatkan
produksi dan menanamkan investasinya. Seiring dengan itu, akan berdampak juga

2
pada jumlah produksi yang bertambah dan tenaga kerja yang juga akan semakin
bertambah (Budiyanti, 2014).
Selain suku bunga faktor lain yang memiliki peran terhadap output
perusahaan manufaktur yaitu cadangan devisa. Cadangan devisa merupakan
sumber pembiayaan perdagangan luar negeri dipertanggung jawabkan oleh Bank
Indonesia yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia
No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3
Tahun 2004. Cadangan devisa tersebut dicatat dalam neraca pembayaran Bank
Indonesia. Dalam pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia dapat melakukan
berbagai transaksi devisa dan dapat menerima pinjaman.
Pertumbuhan sektor industri yang masih mampu bertahan pada situasi
perekonomian yang tidak stabil pada saat ini, tidak terlepas dari adanya peranan
money supply. Ini disebabkan uang yang ditawarkan kepada masyarakat harus
sesuai dengan yang dibutuhkan atau diminta oleh masyarakat. Penawaran uang
yang berlebihan daripada yang dibutuhkan masyarakat dapat menyebabkan
inflasi. Inflasi merupakan masalah jangka pendek yang dapat dipecahkan dengan
kebijakan-kebijakan jangka pendek pula, misalnya melalui pengendalian suku
bunga atau jumlah uang beredar. Mankiw (2010) menjelaskan bahwa Bank
Sentral mengawasi jumlah uang beredar, memiliki kendali tertinggi atas tingkat
inflasi. Jika bank sentral dapat mempertahankan money supply tetap stabil, maka
tingkat harga akan stabil. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis
akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap
Output Industri Manufaktur Indonesia”.
2. METODE
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, tingkat suku
bunga lending facility, cadangan devisa, money supply terhadap output
manufaktur Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data deret waktu (time series) dari tahun 2016Q1-2021Q3. Data diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS). Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui

3
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS),
Metode Ordinary Least Square (OLS) adalah mengestimasi suatu garis
regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan setiap observasi
terhadap garis tersebut (Kuncoro, 2003). Metode OLS harus memenuhi asumsi-
asumsi yang ada sehingga hasil estimasinya memenuhi sifat Best Linear Unbiased
Estimator (BLUE). Namun metode OLS sangat peka terhadap adanya
penyimpangan asumsi pada data. Beberapa asumsinya antara lain adalah residual
harus berdistribusi normal, variansnya homogen dan tidak terjadi autokorelasi.
Jika data tidak memenuhi salah satu asumsi misalnya disebabkan adanya outlier,
maka penduga OLS yang diperoleh menjadi tidak efisien.
Formulasi Ordinary Least Square (OLS) dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
𝑃𝐷𝐵𝐼𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑁𝑇𝐾𝑡 + 𝛽2 𝑆𝐿𝐹𝑡 + 𝛽3 𝐶𝐷𝑉𝑡 + 𝛽4 𝐽𝑈𝐵𝑡 + 𝛽𝑡
dimana:
PDBI = output sektor industri manufaktur (triliun rupiah)
NTK = nilai tukar (rupiah per USD)
SLF = suku bunga lending facility Bank Indonesia (persen)
CDV = cadangan devisa (miliar USD)
JUB = jumlah uang beredar (triliun rupiah)
β0 = kontanta (intercept)
β1, β2, β3, β4 = koefisien variabel independen ke i
t = tahun ke t
e = unsur kesalahan (error term)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis pengaruh nilai tukar, tingkat suku bunga
lending facility, cadangan devisa, money supply terhadap output manufaktur
Indonesia selama kurun waktu 2016Q1-2021Q3, digunakan alat analisis Ordinary
Least Square (OLS) dengan model ekonometrik sebagai berikut:
𝑃𝐷𝐵𝐼𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑁𝑇𝐾𝑡 + 𝛽2 𝑆𝐿𝐹𝑡 + 𝛽3 𝐶𝐷𝑉𝑡 + 𝛽4 𝐽𝑈𝐵𝑡 + 𝛽𝑡

4
dimana:
PDBI = output sektor industri manufaktur (triliun rupiah)
NTK = nilai tukar (rupiah per USD)
SLF = suku bunga lending facility Bank Indonesia (persen)
CDV = cadangan devisa (miliar USD)
JUB = jumlah uang beredar (triliun rupiah)
β0 = kontanta (intercept)
β1, β2, β3, β4 = koefisien variabel independen ke i
t = tahun ke t
e = unsur kesalahan (error term)
Hasil estimasi model ekonometri di atas bersama dengan berbagai uji
pelengkapnya terangkum dalam Tabel 1
Tabel 1. Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda OLS
̂𝑡
𝑃𝐷𝐵𝐼 = −74.982,02000 + 0,00733 𝐽𝑈𝐵𝑡 + 16.825,15000 𝑆𝐿𝐹𝑡 +
(0,65010) (0,54790) (0.00850)*
15,15458 𝑁𝑇𝐾𝑡 + 2,14374 𝐶𝐷𝑉𝑡
(0,04440)* (0,04710)**
2
R = 0,78219; DW = 1,14112; F = 16,15977; Prob. F = 0,00001
Uji Diagnosis:
1. Multikolinieritas (VIF)
JUBt = 11,72526; SLFt = 3,51078; NTKt = 3,48543; CDVt = 11,41032
2. Normalitas (Jarque-Bera)
JB (2) = 1,77973; Prob. JB (2) = 0,41071
3. Autokorelasi (Breusch-Godfrey)
χ2 (3) = 8,56064; Prob. χ2 (3) = 0,03570
4. Heteroskedastisitas (White)
χ2 (14) = 12,97126; Prob. χ2 (18) = 0,52880
5. Linieritas (Ramsey-RESET)
F (1,17) = 1,93199; Prob. F (2,9) = 0,18250
Sumber: Data Hasil Olahan Eviews. Keterangan: *signifikan pada α = 0,01;
**signifikan pada α = 0,05; ***signifikan pada α = 0,10; angka dalam kurung
merupakan probabilitas (p value) t-statistik

3.1 Uji Asumsi Klasik


3.1.1. Uji Multikolinieritas
Keberadaan multikolinieritas antar variabel independen dapat diketahui
berdasarkan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10 maka

5
ditemukan masalah multikolinieritas pada variabel independen yang
bersangkutan. Nilai VIF dan kriteria uji multikolinieritas dalam penelitian ini
diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Multikolinieritas (Uji VIF)
Variabel VIF Kriteria Simpulan
JUB 11,72526 < 10 Ditemukan masalah multikolinieritas
SLF 3,51078 < 10 Tidak ditemukan multikolinieritas
NTK 3,48543 < 10 Tidak ditemukan multikolinieritas
CDV 11,41032 < 10 Ditemukan masalah multikolinieritas
Sumber: Data Hasil Olahan Eviews
3.1.2. Uji Normalitas Residual
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Jarque Berra,
dengan formulasi hipotesis H0: distribusi µt normal dan HA: distribusi µt tidak
normal, dengan kriteria H0 diterima bila signifkansi statistik JB  α, dan
H0 ditolak bila signifkansi statistik JB ≤ α. Dari Tabel 1 diketahui bahwa
probabilitas statisitik JB adalah sebesar 0,41071 (SigJB  0.10), maka H0
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa distribusi µt normal.
3.1.3. Uji Otokorelasi
Otokorelasi akan diuji dengan uji Breusch Godfrey, dengan formulasi
hipotesis H0: tidak terdapat masalah otokorelasi dalam model dan HA: terdapat
masalah otokorelasi dalam model. Kriteria pengujiannya adalah H0 diterima bila
signifkansi χ2  α dan H0 ditolak bila signifkansi χ2 ≤ α. Dari Tabel 1 diketahui
nilai probabilitas statistik χ2 dari hasil uji Breusch Godfrey sebesar 0.03570.
Dimana nilai signifikansi χ2  0.01, maka H0 diterima. Kesimpulannya adalah
tidak terdapat masalah otokorelasi dalam model.
3.1.4. Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini, untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas
digunakan uji White, dengan formulasi hipotesis H0: tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas dalam model dan HA: terdapat masalah heteroskedastisitas
dalam model. Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima bila signifkansi χ2  α dan
H0 ditolak bila signifkansi χ2 ≤ α. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa
signifikansi empirik statisitik χ2 dari hasil uji White tersebut sebesar 0,52880.

6
Dimana nilai signifikansi χ2  0.10, maka H0 diterima. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model.
3.1.5. Uji Spesifikasi Model (Linieritas)
Uji spesifikasi atau linieritas model dalam penelitian ini akan diuji
menggunakan uji Ramsey Reset, dengan formula hipotesis H0: model linier
(spesifikasi model benar) dan HA: model tidak linier (spesifikasi model salah),
dengan kriteria pengujian H0 diterima bila signifkansi F  α dan H0 ditolak bila
signifkansi F ≤ α. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas
statisitik F dari hasil uji Ramsey Reset sebesar 0,18250. Dimana nilai signifikansi
F0.10, maka H0 diterima sehingga kesimpulannya adalah model linier
(spesifikasi model benar).
3.2 Uji Kebaikan Model
3.2.1 Uji Eksistensi Model (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah parameterisasi model yang
digunakan eksis atau tidak eksis. Uji eksistensi dalam penelitian ini menggunakan
uji F dengan formulasi hipotesis; H0: β1 = β2 = … = βn = 0; model yang dipakai
tidak eksis, dan HA: β1 ≠ β2 ≠ … ≠ βn ≠ 0; model yang dipakai eksis.
Kriteria pengujiannya yaitu H0 ditolak bila signifkansi statistik F ≤ α dan H0
diterima bila signifkansi statistik F > α.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa nilai probabilitas F statistik adalah sebesar
0,00001 (≤0,05), maka H0 ditolak sehingga kesimpulannya adalah model yang
dipakai eksis. Artinya secara serempak variabel nilai tukar, tingkat suku bunga
lending facility, cadangan devisa, dan money supply berpengaruh signifikan
terhadap output manufaktur Indonesia.
3.2.2 Interpretasi Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukan daya ramal dari model terestimasi.
Berdasarkan Tabel 4‒1 diketahui nilai R2 sebesar 0,78219, yang artinya 78,219
persen variasi PDB sektor industri manufaktur dapat dijelaskan oleh perubahan
variabel jumlah uang beredar, suku bunga lending facility Bank Indonesia, nilai
tukar rupiah terhadap USD, dan cadangan devisa. Sisanya, 21,781 persen,

7
dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
estimator OLS.
3.3 Uji Validitas Pengaruh Variabel Independen (Uji t)
Uji validitas pengaruh atau uji t dilakukan untuk mengetahui signifikansi
dari pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. H0
uji validitas pengaruh adalah γi = 0 atau variabel independen ke i tidak
berpengaruh signifikan, dan HAnya adalah γi ≠ 0 atau variabel independen ke i
berpengaruh signifikan. H0 diterima bila probabilitas (p value) t-statistik > α, dan
H0 ditolak bila probabilitas (p value) t-statistik ≤ α. Hasil uji t dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Pengaruh (Uji t)
Variabel Prob. t-statistik Kriteria Simpulan
JUB 0,54790 > 0,10 Tidak signifikan
SLF 0,00850 < 0,01 Signifikan pada α = 0,01
NTK 0,04440 < 0,05 Signifikan pada α = 0,05
CDV 0,04710 < 0,05 Signifikan pada α = 0,05
Sumber: Data Hasil Olahan Eviews
3.4 Interpretasi Ekonomi
3.4.1 Jumlah Uang Beredar
Berdasarkan hasil estimasi regresi OLS menunjukkan bahwa variabel
jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
output sektor industri manufaktur. Dengan demikian, seberapapun perubahan
yang terjadi pada jumlah uang beredar tidak menyebabkan perubahan signifikan
terhadap output sektor industri manufaktur. Hal ini tidak sesuai dengan teori
bahwa kenaikan jumlah uang beredar di masyarakat menyebabkan masyarakat
banyak memegang uang dan hal ini mendorong permintaan domestik meningkat
sehingga produsen (perusahaan) akan meningkatkan produksinya untuk
menambah jumlah output yang akan diterima.
3.4.2 Suku Bunga Lending Facility Bank Indonesia
Variabel suku bunga lending facility memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap output sektor industri manufaktur. Artinya semakin tinggi
tingkat suku bunga maka semakin besar tingkat PDB industri manufaktur. Hal ini

8
tidak sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa suku bunga berpengaruh negatif
terhadap PDB industri manufaktur. Penelitian Zulelli & Yusniar (2013)
menjelaskan suku bunga yang tinggi menyebabkan suku bunga pinjaman yang
lebih tinggi. Akibatnya perusahaan menjadi sulit untuk menjalankan kegiatan
usaha yang berdampak pada turunnya output produksi perusahaan. Pengaruh
positif suku bunga terhadap output sektor industri manufaktur disebabkan karena
tingkat suku bunga yang tinggi memberikan efek terhadap masyarakat untuk
menyimpan uangnya di bank, sehingga perusahaan harus memperbesar produksi
dengan modalnya sendiri agar dapat meningkatkan output industri manufaktur.
3.4.3 Nilai Tukar Rupiah
Variabel nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap output
sektor industri manufaktur. Menurut hasil penelitian ini, nilai tukar (exchange
rate) memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk memengaruhi pergerakan output
sektor industri manufaktur. Artinya, melemahnya nilai tukar rupiah akan
mengakibatkan output sektor industri manufaktur semakin besar. Hasil penelitian
ini sesuai dengan hipotesis yaitu nilai tukar berpengaruh positif terhadap output
industri manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pattiruhu (2020) yang menyatakan bahwa nilai tukar memberikan pengaruh
terhadap output manufaktur.
Penelitian Sholihah et al (2017) menjelaskan bahwa pengaruh tingkat nilai
tukar yang berubah akan mengakibatkan perubahan pada output manufaktur.
Depresiasi nilai tukar akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat turun yang
disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan
menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat industri
akan direspon pada pengeluaran/alokasi modal pada investasi. Semakin tinggi
jumlah investasi pada sektor industri, maka akan meningkatkan output sektor
industri manufaktur.
3.4.4 Cadangan Devisa
Hasil penelitian menjelaskan bahwa variabel cadangan devisa memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri manufaktur. Hal
ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa cadangan devisa

9
berpengaruh positif terhadap output industri manufaktur. Hasil temuan ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan Marlaty (2019) cadangan devisa
mendukung industri dalam penyediaan bahan industri. Semakin banyak cadangan
devisa, semakin besar kemampuan industri untuk menyediakan bahan baku
industri yang dapat mendorong produksi industri. Penelitian Amina et al (2015)
menjelaskan pengelolaan cadangan devisa yang buruk dapat menimbulkan
kerugian baik dari sisi keuangan maupun sisi reputasi. Investor akan
mengurungkan niatnya untuk melakukan investasi di negara tersebut karena
negara yang bersangkutan tidak dapat mengelola cadangan devisa dengan baik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Talitha (2013) apabila terjadi penurunan
pada jumlah investasi maka akan berpengaruh terhadap menurunnya kapasitas
produksi yang kemudian akan menurunkan jumlah output yang dihasilkan.
4. PENUTUP
4.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil analisis penelitian pada bab sebelumnya
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Model regresi dalam penelitian ini lolos uji asumsi klasik yang meliputi uji
multikolonieritas, uji normalitas residual, uji otokorelasi, uji
heteroskedastisitas, dan uji spesifikasi model.
2. Hasil uji koefisien determinasi (R2) menunjukkan nilai Adjusted R-Squared
sebesar 0,78219 atau 78,219%, memperlihatkan bahwa 78,219% variasi
variabel output sektor industri manufaktur dapat dijelaskan oleh variabel
independen nilai tukar rupiah, suku bunga lending facility, cadangan devisa
dan jumlah uang beredar dalam model statistik. Sedangkan sisanya 21,781%
dijelaskan oleh variasi variabel lain yang tidak disertakan dalam model.
3. Berdasarkan hasil analisis uji F menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah, suku
bunga lending facility, cadangan devisa dan jumlah uang beredar secara
bersama-sama mempengaruhi output sektor industri manufaktur.
4. Uji validitas pengaruh (uji t) menunjukkan bahwa variabel yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap output sektor industri manufaktur adalah
variabel nilai tukar, suku bunga lending facility, dan cadangan devisa.

10
Sedangkan variable jumlah uang beredar tidak memiliki pengaruh terhadap
output sektor industri manufaktur.
5. Keadaan industri manufaktur jika dilihat pada PDB sektor industri
manufaktur akan meningkat dengan semakin baiknya nilai tukar dan
cadangan devisa, serta semakin kecilnya suku bunga lending facility.
4.2. Saran
Berdasarkan simpulan maka saran-saran yang dapat diberikan penulis
terhadap hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kepada pengambil kebijakan, hendaknya para pengambil kebijakan moneter
(Bank Indonesia) memerhatikan perkembangan nilai tukar, suku bunga lending
facility, cadangan devisa dan money supply dalam memacu pertumbuhan ekonomi
Indonesia, khususnya pertumbuhan output industri manufaktur. Karena hal itu
dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun. Pemerintah perlu
memperbaiki struktur ekonomi nasional dengan mendorong industri manufaktur
dalam negeri untuk melakukan revitalisasi sektor industri manufaktur. Industri
manufaktur berorientasi ekspor diperlukan untuk menggeser ekspor yang selama
ini hanya mengandalkan komoditas yang rentan pada fluktuasi harga. Selain itu
perlu adanya perbaikan formulasi kebijakan oleh pemerintah yang dapat
mendukung industri nasional, memberikan insentif bagi industri yang
menciptakan nilai tambah, dan memperbaiki iklim investasi.
Kepada peneliti selanjutnya, untuk peneliti selanjutnya dengan penelitian
yang sejenis, perlu untuk menguji dan menganalisis output sector industri
manufaktur dengan menambahkan variabel bebas yang belum dimasukkan ke
dalam penelitian ini sehingga di masa mendatang dapat menghasilkan suatu
kesimpulan yang lebih baik dan tepat dibandingkan penelitian yang dilakukan saat
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. A. L. (2016). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Nilai Output
Industri Menengah di Kota Kediri. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2016.
Adyatmika, I. G. P., & Wiksuana, I. G. B. (2018). Pengaruh Inflasi Dan Leverage
Terhadap Profitabilitas Dan Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di

11
Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana,
3, 615.
Amrini, Y., Aimon, H., & Syofyan, E. (2014). Analisis Pengaruh Kebijakan
Moneter Terhadap Inflasi Dan Perekonomian Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 1, 1–29.
BPS. (2014). Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar Dan Sedang
Provinsi Sulawesi Utara Triwulan I Tahun 2014. Berita Resmi Statistik
Provinsi Sulawesi Utara, 8(27).
Budiyanti, E. (2014). Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Kinerja Sektor
Industri Manufaktur Di Indonesia. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 5(2),
145–159.
Dhina, A. P., & Wasiaturrahma. (2018). Determinant of indonesian manufacturing
output period 2005:1 – 2017:4. JDE (Journal of Developing Economies),
3(1), 46–55.
Gandhi, D. V. (2006). Pengelolaan Cadangan Devisa di Bank Indonesia. In Seri
Kebanksentralan (Issue 17).
Ghozali, I., & Ratmono, D. (2017). Analisis Multivariat dan Ekonometrika: Teori,
Konsep, dan Aplikasi dengan Eviews 10. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Juhari, I., & Atmanti, H. D. (2009). Dampak Perubahan Upah Terhadap Output
Dan Kesempatan Kerja Industri Manufaktur Di Jawa Tengah. JEJAK: Jurnal
Ekonomi Dan Kebijakan, 2(2), 91–103.
Krugman, & Obstfeld. (2003). International Economics Theory and Policy.
Boston: Pearson Education.
Lipsey, R. G. et al. (1995). Pengantar Mikroekonomi. Jilid kesatu. Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara.
Mankiw, G. (2010). Macroeconomics, 7th Edition. New York: Worth Publishers.
Mishkin, F. S. (2013). Economics of Money, Banking, and Financial Markets,
The, 10th Edition. oston: Pearson Education.
Mohsen, A. S., Chua, S. Y., & Che Normee Che Sab. (2015). Determinants of
industrial output in Syria. Journal of Economic Structures, 4.

12
Muttalib, A. (2019). BMT: Dalam Tinjauan Historis Menguak Fungsi Dan
Sejarah Perkembangannya. Jurnal Econetica: Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi,
Dan Bisnis, 1–10.
Oey, W. W., & Ilmu. (2019). Determinan Output Industri Manufaktur Indonesia
2007-2013. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 8(1), 1945–
1960.
Pattiruhu, J. R. (2020). Analisis dan Implikasi Pengaruh Nilai Tukar Dan Suku
Bunga Bank Indonesia ( BI Rate ) Terhadap Struktur Modal Perusahaan
Industri Manufaktur Yang Tercatat Pada Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah
MEA, 4(2), 200–221.
Pridayanti, A. (2013). Pengaruh Ekspor, Impor, dan Nilai Tukar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Periode 2002-2012. Jurnal Ekonomi &
Kebijakan Publik, 12(05), 1–5.
Puspopranoto, S. (2014). Keuangan Perbankan Dan Pasar Keuangan. Jakarta:
Pustaka.
Sholihah, I. M., Syaparuddin, & Nurhayani. (2017). Analisis investasi sektor
industri manufaktur, pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Jurnal Paradigma Ekonomika, 12(1),
11–24.
Soebagyo, D. (2016). Analisis Hubungan Kausalitas Antara Jumlah Uang Beredar
Dengan Inflasi Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Sukirno, S. (2004). Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja. Grafindo
Persada.
Sumidartini, A. N. (2017). Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Serta Tingkat Suku
Bunga Terhadap Penerimaan Pajak Pada Direktorat Jenderal Pajak. Jurnal
Ilmiah Ilmu Administrasi, 9.
Sunariyah. (2006). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi 5. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Sundjaja, I. B. (2003). Manajemen Keuangan. Jakarta: Literata Lintas Media.
Surjaningsih, N., & Permono, B. P. (2014). Dinamika Total Factor Productivity
Industri Besar dan Sedang Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan

13
Perbankan, 16(3), 277–308.
Tambunan, T. (2001). Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Todaro. (2004). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Utomo, Y. P. (2020). Eksplorasi Data dan Analisis Regresi dengan SPSS.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Yodiatmaja, B. (2012). Hubungan Antara BI Rate dan Inflasi Pendekatan
Kausalitas Toda – Yamamoto. Journal of Economics and Policy, 5(2), 127–
136.
Zulelli, R., & Yusniar, M. W. (2013). Pengaruh Tingkat Keuntungan Pasar , Nilai
Tukar Rupiah , In fl asi , Dan Tingkat Suku Bunga , Terhadap Return Saham
Industri Food And Baverage Tahun 2007-2009 Studi Pada Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Wawasan Manajemen, 1(1), 105–124.

14

Anda mungkin juga menyukai