Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PROSES ALOKASI PEREKONOMIAN INDONESIA

Dosen Pembimbing : Makmur,SE.M.M.

Di Sususn Oleh :

Nama: Wa Ode Citrala Saputri

Npm:101901030

Kelas: A Akuntansi

Semester:IV

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON 2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam

menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penyusun

tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta

salam tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita

nantikan kelak. Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan

nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Proses Alokasi Perekonomian Indonesia” dapat

diselesaikan.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian

indonesia. Penyusun berharap makalah tentang “Proses Alokasi Perekonomian

Indonesia”dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,

karena masih banyak kekurangan sehingga penyusun terbuka terhadap kritik dan

saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.

Demikian yang dapat saya sampaikan.Akhir kata saya ucapkan banyak terima

kasih,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Alokasi Perekonomian Yang Dapat Di Kelompokan Kepada Alokasi

Permintaan Dalam Negeri.Alokasi Perimintaan Luaruar Negeri,Dan

Alokasi Produksi Domeomestik.

B. Tranformasi Industri Manufaktur Di Indonesia

C. Transformasi Perdagangan internasional Indonesia

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita merupakan tujuan dari
proses pembangunan suatu negara. Sutau negara mengharapkan pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan per kapita tiap tahunnya berangsur-angsur meningkat.
Indikator yang digunakan untuk melihat berhasil atau tidaknya pembangunan adalah
meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi berkaitan
pula dengan peningkatan produksi barang dan jasa, dimana dalam hal ini dapat diukur
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pembangunan ekonomi
merupakan suatu bentuk usaha untuk mengurangi kemiskinan, ketidakmerataan
distribusi pendapatan serta pengangguran, yang merupakan suatu proses
multidimensional dalam konteks pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh (Todaro,
2003).

Pertumbuhan ekonomi harus diikuti pula pemerataan ekonomi yaitu dengan


pengurangan tingkat ketimpangan. Semakin tinggi ketimpangan ekonomi akan
memperlebar sekat pemisah antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok
lainnya. Ketimpangan dalam pembangunan ekonomi antar wilayah merupakan salah
satu aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan
dan pemerataan menjadi masalah utama dalam pembangunan daerah, bahkan
ketimpangan ini akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak memiliki manfaat
dalam pemecahan masalah kemiskinan yang sedang terjadi. Penyebab ketimpangan
antar daerah antara lain: kegiatan 2 ekonomi wilayah, alokasi yang digunakan untuk
investasi, rendahnya tingkat mobilitas antar daerah, perbedaan sumber daya alam
yang dimiliki, kondisi geografis suatu daerah, dan tersendatnya perdagangan antar
daerah (Tambunan, 2003).

Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator


yang lazim dipergunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan
ekonomi sangat penting dan dibutuhkan, sebab tanpa pertumbuhan ekonomi tidak
akan terjadi peningkatan kesejahteraan, kesempatan kerja, produktivitas, dan
distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi juga penting untuk mempersiapkan
perekonomian menjalani tahapan kemajuan selanjutnya. Pertumbuhan ekonomi dapat
diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional (Eva, 2013).

B. Rumusan Masalah

Dalam hal ini kami membuat rumusan masalah yaitu bagaimana proses
alokasi perekonomian Indonesia.

C. Tujuan

Tujuan pembuatan maklah ini adalah untuk mengetahui tantang bagamana


proses alokasi perekonomian Indonesia dan memenuhi tugas dari dosen mata kuliah
perekonomian indonesai.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Alokasi Perekonomian Yang Dapat Di Kelompokan Kepada


Alokasi Permintaan Dalam Negeri.Alokasi Perimintaan Luaruar
Negeri,Dan Alokasi Produksi Domeomestik.

Proses alokasi sumberdaya mengakibatkan perubahan yang sistematis


pada komposisi sektoral pada permintaan domestik, perdagangan
internasional, dan tingkat produksi seiring dengan kenaikkan tingkat
pendapatan. Perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi antara efek
permintaan karena kenaikkan pendapatan dengan efek penawaran karena
perubahan proporsi faktor produksi dan teknologi. Proporsi pendapatan yang
dialokasikan untuk konsumsi atas barang pangan akan menurun. Hal itu terjadi
karena adanya kenaikkan proporsi pendapatan yang dialokasikan untuk
konsumsi atas barang nonpangan. Perubahan pada proporsi faktor produksi
sebagai akibat dari pertumbuhan modal fisik, modal insani, dan teknologi akan
mengakibatkan perubahan pada penawaran faktor produksi, orientasi alokasi
sumberdaya dan perdagangan Ada dua asumsi yang mendasari argumen yang
menghubungkan antara tingkat produksi dengan permintaan domestik yaitu:
1. Elastisitas harga permintaan domestik pada kelompok-
kelompok komoditas utama adalah relatif rendah,
sehingga pola konsumsinya lebih dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan.
2. Tingkat perdagangan internasional (ekspor-impor)
tidak terlalu besar sehingga tidak mampu menutup
kesenjangan antara permintaan dan penawaran
domestik pada komoditas- komoditas utama.

Analisis tentang proses alokasi sumberdaya dapat pula diturunkan dari


beberapa teori perdagangan internasional. Teori Hecksher-Ohlin (H-O)
menyatakan

bahwa keunggulan komparatif suatu negara tergantung pada proporsi faktor


produksi. Pertumbuhan modal dan keterampilan insani yang relatif tinggi
dibandingkan dengan tenaga kerja tidak terampil (unskilled labor) akan
mendorong pertumbuhan ekspor barang-barang manufaktur. Pergeseran pada
komposisi ekspor juga didukung oleh teori Linder tentang permintaan
representatif, yang menyatakan bahwa suatu negara memperoleh keunggulan
komparatif di industri manufaktur dengan cara memproduksi untuk pasar
domestik terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan melalui inovasi dan proses
belajar (learning by doing), dengan biaya produksi relatif dan pola ekspor
dianggap akan mengikuti perubahan pola permintaan domestik. Oleh karena
itu, 19 kedua teori itu bersifat komplementer dan secara bersama memprediksi
suatu pergeseran dari produksi dan ekspor barang primer menuju industri
manufaktur.
alokasi/alo·ka·si/ n Ek 1 penentuan banyaknya barang yang
disediakan untuk suatu tempat (pembeli dan sebagainya); penjatahan; 2
penentuan banyaknya uang (biaya) yang disediakan untuk suatu
keperluan: mengalokasikan/meng·a·lo·ka·si·kan/ v 1 menentukan banyaknya
barang yang disediakan untuk suatu tempat (pembeli dan sebagainya): Menteri
Perdagangan memutuskan untuk ~ tambahan barang-barang konsumsi kepada
tiap
provinsi; 2 menentukan banyaknya uang (biaya) yang disediakan untuk suatu
keperluan (kegiatan); pengalokasian/peng·a·lo·ka·si·an/ n proses, cara,
perbuatan mengalokasikan
proses alokasi adalah suatu proses perubahan atau lebih tepatnya pergeseran
sektor strategi penyumbang nilai tambah terbesar dalam GDP, pergeseran ini
biasanya terjadi dari sektor primer\eksrektif ( pertanian dan penggalian), menuju
sektor sekunder ( industry ) dan yang terakhir sektor tersier atau jasa. Outputnya di
ambil langsung dari bumi dan langsung di oleh tanpa di oleh terlebih dahulu.
Sementara sektor industry adalah sektor di mana terjadi pengolahan dari bahan baku
yang di hasilkan oleh sektor primer menjadi barang lain yang baru untuk di konsumsi.
Sektor jasa adalah sektor yang merupakan sektor yang sudah berorientasi tidak lagi

kepada produk tetapi pada manusia. Karena sektor jasa biasanya adalah merupakan
yang memberikan layanan ( Service ) keapada masyarakat,sehingga ukuran
keberhasilan tidak hanaya sekedar di ukur dari beberapa produk yang terjual tetapi
lebih kepada berapa puasnya pelanggan jasa mereka. Prose pergeseran ini terjadi
karna beberapa hal.
Pertama perubahan permintaan domestic,seiring peningkatan pendapatan
maka terjadi perubahan pola permintaan masyarakat. Masyarakat yang lebih kaya
memiliki permintaan barang-barang hasil industry pengolahan yang lebih banyak.
Jika semakin tinggi lagi pendapatan masyarakat maka permintaan mereka akan lebih
bervariasi lagi sehingga permintaan barang pokok akan relative berkurang. Kedua
perubahan struktur produksi,seiring dengan pendapatan sebuah Negara,seperti yang
teklah di singgung di atas tai akan terjadi akumulasi. Dengan semakin tingginya
peran atau barang modal dalam proses produksi makan struktur produksi juga akan
semakin mengarah kepada struktur industrialis, selain itu pola konsumsi masyarakat
akan semakin mengarah keapad barang-barang high-tech. kedua aspek ini secara
simultan akan mengubah sebuah neagara yang tadinya banyak memproduksi barang-
barang kebutuhan pokok haisl produksi sektor primer ( ekstraktif ) menjadi produsen
barang-barang sektor industry. Ketiga,perubahan struktur perdagangan luar negeri.
Perdagangan luar negeri akan di pengaruhi oleh barang apa yang banyak di produksi.
Negara yang lebih makmur menghadapi permintaan masyarakat yang cenderung pada
barng-barang hasil industry. Dan dengan demikian struktur produksi pun berubah
menjadi barang-barang industry dan dengan demikian maka struktur ekspornya akan
berubah.
B. Tranformasi Industri Manufaktur Di Indonesia
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa kelompok komoditas,
berdasarkan skala usaha dan berdasarkan hubungan antara produknya. Penggolongan
yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of
Industrial Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas

pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan
golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996).

a. ISIC 31 : Industri makanan, minuman dan tembakau.


b. ISIC 32 : Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
c. ISIC 33 : Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah
tangga.
d. ISIC 34 : Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan
penerbitan.
e. ISIC 35 : Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara,
karet dan plastik.
f. ISIC 36 : Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan
batu bara.
g. ISIC 37 : Industri logam dasar
h. ISIC 38 : Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya.
i. ISIC 39 : Industri pengolahan lainnya.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam menilai keberhasilan


industri kecil menggunakan kriteria jumlah angkatan kerja, produksi dan jumlah
penjualan. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yang umumnya padat
karya, sehingga dengan adanya pertambahan angkatan kerja dan jumlah produksi atau
penjualan berarti industri kecil tersebut mampu bertahan pada lingkungan.

Transformasi industri manufaktur dinilai lebih produktif dan bisa memberikan


efek berantai secara luas sehingga mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku,
memperbanyak tenaga kerja, menghasilkan sumber devisa terbesar, serta
penyumbang pajak dan bea cukai terbesar.
Kementerian Perindustrian juga mencatat beberapa sektor yang memiliki persentase
kinerja di atas PDB secara nasional, diantaranya industri logam dasar sebesar 9,94%,
industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 7,53%, serta industri alat angkutan sebesar
6,33%. Hal ini pun dipengaruhi oleh daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis
produk yang semakin meningkat, sehingga proses produksi pun akan meningkat
sesuai dengan permintaan.

Berbagai sektor manufaktur Indonesia juga dikembangkan di negara ASEAN


lainnya, seperti Filipina dan Vietnam. Hal ini tentunya akan mendorong pertumbuhan
ekonomi secara nasional dan meningkatkan daya saing secara domestik, regional, dan
global. Perbedaan lainnya yang dimiliki oleh perekonomian Indonesia adalah
kekuatannya pada pasar dalam negeri dengan persentase sebesar 80% dan sisanya
merupakan pasar ekspor, lain halnya dengan Singapura dan Vietnam yang sistem
perekonomiannya sebagian besar berorientasi pada kegiatan ekspor.

Industri manufaktur ini semakin dikembangkan oleh pemerintah melalui metode


hilirisasi. Hal ini harus didukung dengan peningkatan investasi dan kinerja ekspor
untuk mempertahankan industri manufaktur dan menjadikannya sebagai penyumbang
pajak dan bea cukai terbesar. Perkembangan industri manufaktur di Indonesia pun
harus didukung dengan kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, para
pengusaha, dan masyarakat umum lainnya.

Perlu diketahui bahwa nilai MVA atau Manufacturing Value Added untuk
industri manufaktur Indonesia berada di posisi paling atas di antara negara ASEAN
dengan pencapaian sebesar 4,5%. Sedangkan secara global, manufaktur Indonesia
berada di peringkat ke-9 dari seluruh negara di dunia. Menurut Airlangga, salah satu
alasan mengapa industri manufaktur Indonesia menjadi yang terbesar se-ASEAN
adalah karena sistem perekonomian di Indonesia sudah termasuk dalam
kelompok one trillion dollar club yang jelas berbeda dengan negara lainnya di
ASEAN.
C. Transformasi Perdagangan internasional Indonesia

Harmonized System (HS)

Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan
nama Harmonized System (HS) adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat
secara sistematis untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan,
pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya.
HS disusun pada tahun 1986 oleh sebuah kelompok studi dari Customs Cooperation
Council (sekarang dikenal dengan nama World Customs Organization). Saat ini, HS
menjadi metode pengklasifikasian produk yang diterima secara internasional di
semua negara, termasuk Indonesia. Pada laporan neraca pembayaran Indonesia,
ekspor komoditas nonmigas utama digolongkan menurut HS.

HS mengklasifikasikan barang dengan merinci kategori tiap produk secara tepat dan
sistematis. HS mempunyai enam digit angka untuk penggolongan, masing-masing
negara yang ikut menandatangani konvensi HS atau contracting Party dapat
mengembangkan penggolongan enam digit angka tersebut menjadi lebih spesifik
sesuai dengan kebijakan pemerintah masing-masing namun, tetap berdasarkan
ketentuan HS enam digit. Di Indonesia, sistem penggolongan HS menggunakan
sistem penomoran 10 digit dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).

Misalkan kode HS 0101.11.xx.xx yang diambil dari BTBMI (10

digit) 01 01 11 xx xx

Bab (Chapter) 1

Pos (Heading) 01. 01

Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11


Sub-pos ASEAN, ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature

(AHTN) Pos Tarif Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

Bab di mana suatu barang diklasifikasikan ditunjukkan melalui dua digit


angka pertama, contoh di atas menunjukkan bahwa barang tersebut diklasifikasikan
pada Bab 1. Dua digit angka berikutnya atau empat digit angka pertama menunjukkan
heading atau pos pada bab yang dimaksud sebelumnya, contoh ini menunjukkan
barang tersebut diklasifikasikan pada pos 01.0.1 Enam digit angka pertama
menunjukkan sub-heading atau sub-pos pada setiap pos dan bab yang dimaksud. Pada
contoh di atas, barang tersebut diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11 Delapan digit
angka pertama adalah pos yang berasal dari teks AHTN. Sepuluh digit angka tersebut
menunjukkan pos tarif nasional yang diambil dari BTBMI, pos tarif ini menunjukkan
besarnya pembebanan (BM, PPN, PPnBM atau Cukai) serta ada tidaknya peraturan
tata niaganya

Langkah-langkah Interpretasi kode HS:

i. Identifikasi barang yang akan diklasifikasikan, caranya adalah


dengan mengetahui spesifikasi barang, dengan identifikasi ini kita
dapat memilih bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut

ii. Perhatikan penjelasan yang terdapat dalam catatan bagian atau


catatan Bab terkait barang yang sudah diklasifikasikan. Jika terdapat
catatan yang menjelaskan barang dari bab atau bagian yang dipilih,
perhatikan pada bagian atau bab apa barang tersebut diklasifikasikan.
Dengan catatan ini maka kita dapat mengetahui barang tersebut
diklasifikasikan di bab atau bagian lainnya.

iii. Setelah bagian atau Bab telah sesuai dengan spesfikasi barang, maka
selanjutnya adalah mengidentifikasi pos yang mungkin mencakup
barang tersebut lebih spesifik. Di sini kita akan menentukan sub-pos
(6-digit), sub-pos AHTN (8-digit) dan pos tarif (10-digit) jika ingin
menetahui pembebanan barang yang akan masuk ke Indonesia..
Standard International Trade Classification (SITC)

Standard International Trade Classification (SITC) adalah sistem penggolongan


produk yang dikembangkan pada tahun 1962 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). SITC dibuat dengan tujuan untuk mengklasifikasikan produk yang
diperdagangkan tidak hanya didasarkan atas sifat material dan fisik produk tetapi,
juga sesuai dengan tahap pengolahan serta fungsi ekonomi produk tersebut dalam
rangka memfasilitasi analisis ekonomi. Perbedaan utama antara SITC dan HS yakni
SITC lebih terfokus pada fungsi ekonomi produk pada berbagai tahap pengolahan
sedangkan, HS lebih terfokus pada rincian kategori setiap produk secara tepat dan
sistematis.

Penggolongan produk menurut SITC mencerminkan:

1. Bahan produksi

2. Tahap pengolahan produk

3. Penggunaan produk pada pasar

4. Pentingnya produk dalam perdagangan dunia

5. Perubahan teknologi

Pada laporan neraca pembayaran Indonesia, ekspor nonmigas menurut kelompok


barang dan impor komoditas nonmigas utama digolongkan menurut SITC.

FOB

Free On Board atau Freight On Board (FOB) adalah salah satu metode pembebanan
biaya pengiriman barang. Jika menerapkan metode FOB, maka eksportir hanya
memiliki kewajiban untuk membayar biaya pengiriman barang sampai pada port atau
pelabuhan terdekat dari gudangnya. Artinya, biaya ditanggung oleh importir saat
barang sudah berada di atas kapal. Pada laporan neraca pembayaran Indonesia,
metode pembebanan biaya pengiriman yang menggunakan FOB adalah impor minyak
dan ekspor gas .

Contoh ilustrasi:

Perusahaan A menjual biji kedelai kepada perusahaan B seharga 950 USD/bu


Artinya, perusahaan B memang hanya membeli biji kedelai seharga 950 USD (dikali
total bushel yang dibeli), tapi biaya pengiriman di atas lautnya menjadi tanggung
jawab perusahaan B.

CIF

Cost, Insurance and Freight (CIF) juga merupakan salah satu metode pembebanan
biaya pengiriman barang. Jika menerapkan metode CIF, maka eksportir memiliki
kewajiban untuk menanggung biaya pengiriman dan premi asuransi sampai barang
tersebut tiba pada port atau pelabuhan terdekat importir. Pada laporan neraca
pembayaran Indonesia, biaya pengiriman yang menggunakan metode CIF adalah
impor nonmigas menurut kelompok barang dan negara asal utama serta impor
komoditas nonmigas utama.

Contoh ilustrasi:

Perusahaan A menjual biji kedelai kepada perusahaan B seharga 1100 USD/bu.


Artinya, perusahaan B memang membeli dengan harga yang lebih mahal dibanding
contoh sebelumnya. Akan tetapi uang yang harus dikeluarkan perusahaan B untuk
membeli produk tersebut bisa saja sama atau bahkan lebih sedikit dibandingkan
dengan contoh sebelumnya. Karena biaya premi asuransi sudah ditanggung oleh
perusahaan
Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi
membeberkan 3 produk ekspor yang menjadi bukti transformasi perdagangan
Indonesia dari negara penghasil barang mentah dan setengah jadi menjadi eksportir
barang industri dan industri berteknologi tinggi. Produk-produk yang dimaksud
mencakup besi baja, kendaraan bermotor, dan perhiasan. “Ada 3 produk dari 10
besar ekspor nonmigas yang menurut saya penting karena menunjukkan transformasi
Indonesia dari penghasil barang mentah dan setengah jadi menjadi eksportir barang
industri dan industri berteknologi tinggi yakni besi baja, otomotif, dan perhiasaan,”
kata Lutfi dalam konferensi pers Trade Outlook 2021 secara virtual, Jumat
(29/1/2021). Baca Juga : Kemendag Bidik Kenaikan Ekspor ke Negara Penyumbang
Defisit Lutfi menjelaskan Indonesia merupakan penghasil besi dan baja terbesar
kedua di dunia setelah China, sebanyak 70 persen ekspor pun dikirim ke Negeri
Panda. Sepanjang 2020, ekspor besi dan baja mencapai US$10,85 miliar atau naik
46,84 persen dibandingkan dengan 2019. Kenaikan ini menjadikan besi dan baja
sebagai komoditas nonmigas dengan pertumbuhan tahunan terbesar pada 2020. “Jadi
sebelumnya tidak terbayang Indonesia menjadi produsen, kini menjadi penghasil
terbesar setelah China terutama untuk stainless steel,” sambungnya. Baca Juga : Tren
Perdagangan RI 2021, Ini Dinamikanya Dia juga mengemukakan potensi ekspor yang
lebih baik untuk otomotif meski sepanjang 2020 mengalami kontraksi 19,36 persen.
Tahun lalu, ekspor kendaraan bermotor dan suku cadangnya bernilai US$6,60 miliar
dan menempati peringkat ke-6 ekspor nonmigas terbesar. Lutfi mengatakan produk
perhiasan pun bisa menjadi benteng ekspor nonmigas selanjutnya karena melibatkan
banyak usaha kecil dan menengah. Produk perhiasan pada 2020 menempati peringkat
ke-5 ekspor nonmigas terbesar dengan nilai US$8,2 miliar. Hampir 80 persen produk
perhiasan diekspor ke Singapura, Swiss, dan Jepang. Pertumbuhan ekspornya pada
tahun lalu mencapai 24,21 persen secara tahunan atau di peringkat kedua dengan
pertumbuhan ekspor tertinggi.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Proses alokasi sumberdaya mengakibatkan perubahan yang sistematis pada
komposisi sektoral pada permintaan domestik, perdagangan internasional, dan tingkat
produksi seiring dengan kenaikkan tingkat pendapatan. Perubahan tersebut
disebabkan oleh interaksi antara efek permintaan karena kenaikkan pendapatan
dengan efek penawaran karena perubahan proporsi faktor produksi dan teknologi.
Proporsi pendapatan yang dialokasikan untuk konsumsi atas barang pangan akan
menurun.
proses alokasi adalah suatu proses perubahan atau lebih tepatnya pergeseran
sektor strategi penyumbang nilai tambah terbesar dalam GDP, pergeseran ini
biasanya terjadi dari sektor primer\eksrektif ( pertanian dan penggalian), menuju
sektor sekunder ( industry ) dan yang terakhir sektor tersier atau jasa. Outputnya di
ambil langsung dari bumi dan langsung di oleh tanpa di oleh terlebih dahulu.
Sementara sektor industry adalah sektor di mana terjadi pengolahan dari bahan baku
yang di hasilkan oleh sektor primer menjadi barang lain yang baru untuk di konsumsi.
Sektor jasa adalah sektor yang merupakan sektor yang sudah berorientasi tidak lagi
kepada produk tetapi pada manusia. Karena sektor jasa biasanya adalah merupakan
yang memberikan layanan ( Service ) keapada masyarakat,sehingga ukuran
keberhasilan tidak hanaya sekedar di ukur dari beberapa produk yang terjual tetapi
lebih kepada berapa puasnya pelanggan jasa mereka. Prose pergeseran ini terjadi
karna beberapa hal.

B. Saran
Saya menggetahui makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu krSaya
menggetahui makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran kami
harapkan di berikan bagi pembaca agar kedepannya dapat lebih baik lagi.
Daftar pustaka
http://e-journal.uajy.ac.id/16752/3/EP206282.pdf.
https://search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E211US885G91428&p=https.
http://oh-bumi-ku.blogspot.com/2014/10/klasifikasi-industri-menurut.html.
https://www.investindonesia.go.id/id/artikel-investasi/detail/perkembangan-
industri-manufaktur-di-indonesia.
https://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/mengenal-istilah-hs-sitc-cif-fob/.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210129/12/1349756/3-produk-ekspor-ini-jadi-
bukti-transformasi-perdagangan-ri.

Anda mungkin juga menyukai