Kerajaan Besar Islam Di Nusantara
Kerajaan Besar Islam Di Nusantara
DI NUSANTARA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
ANNISA
CUT VIRA ATIRA
YARIS FIRDAUS
MARTONIS
Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang pertama di indonesia. kerajaan ini
mulai ada sejak abad ke-13, terletak di wilayah Aceh utara tepatnya di kabupaten
Lhoksumawe. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Situ yang lebih dikenal dengan nama
Sultan Malik As-Saleh sekitar tahun 1267. Pada tahun 1927 Sultan Malik Al-Saleh wafat
yang kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Mahmud.
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam di Nusantara yang memegang
bandar utama pelabuhan dengan posisi yang sangat strategis di jalur perdagangan antar
negara.
Oleh karena itu kerajaan ini menjadi salah satu pusat perdagangan yang kemudian
juga dijadikan sebagai pusat pengembangan agama Islam pada saat itu.
Kejayaan Kesultanan Samudera Pasai didapatkan melalui usaha perdagangan yang
saat itu dipimpin oleh Sultam Malik az-Zahir yang pertama kali memperkenalkan koin
emas sebagai mata uang di Kesultanan Pasai.
Pada Masa kepemimpinan Sultan Ahmad Kesultanan Samudera Pasai pernah
mendapatkan kunjungan dari seorang utusan dari Sultan Delhi yaitu Ibnu Bathtutha yang
akhirnya banyak menceritakan tentang Kesultanan Samudera padai.
Selain Ibnu Bhatutha dari Delhi, Kesultanan Samudera Pasai juga pernah
beberapa kali mendapat kunjungan dari Laksamana Cheng Ho yang salah satunya
membawa hadiah dari Kaisar Cina.
B. Kesultanan Ternate
C. Kerajaan Pagaruyung
D. Kesultanan Aceh
Kerajaan Aceh adalah kerajaan selanjutnya dari jajaran nama kerajaan Islam di
Nusantara yang pernah berjaya di Nusantara. Di abad ke-16 setelah kerajaan Malaka
berhasil ditaklukkan oleh portugis, muncullah kerajaan Aceh sebagai sebuah kekuatan
baru di selat Malaka.
Setelah jatuhnya kerajaan Malaka ke tangan Portugis, Para pedagang Islam
memindahkan jalur perniagaan mereka ke bandar-bandar lainnya di berbagai wilayah di
seluruh Nusantara.
Kejayaan Kesultanan Aceh dicapai saat kesultanan ini dipimpin oleh Sultan
Iskandar Muda pada tahun 1607-1636. Kejayaan Kesultanan Aceh ini umumnya dicapai
melalui perdagangan. Dimana saat itu peran malaka yang sebelumnya sebagai pusat
perdagangan dari beberapa negara diambil alih oleh kesultanan Aceh.
Disisi lain, Sultan Iskandar Muda juga melakukan penaklukan di wilayah-wilayah
sekitar Aceh seperti di daerah Deli, Bintan, Kampar, Perak, Pariaman, Minang, Pahang,
serta Kedang.
Perkembangan agama Islam di Aceh mencapai punckanya pada saat Kerajaan
Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Sani sepeninggalan Sultan Iskandar Muda. Sultan
Iskandar Sani adalah Menantu dari Iskandar Muda.
Berbeda dengan Sultan Iskandar Muda, Sultan Iskandar Sani tidak lagi
mengutamakan ekspansi ke luar negeri. Iskandar Sani lebih mengutamakan pembangunan
dalam negerinya.
Meskipun masa pemerintahannya tidak lama, Sultan Iskandar Sani berhasil
membawa rakyatnya kedalam kondisi yang damai dan sejahtera.
Hukum syariat dijalankan, serta jalinan komunikasi dengan daerah-daerah jajahan
sebelumnya dilakukan dengan pendakatan politik bukan dengan kekuatan militer.
Pada masa inilah Aceh menjadi salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang
menjadi pusat perkembangan agama Islam. Saat itu Ilmu-ilmu Islam di Aceh berkembang
dengan sangat pesat.
Hal ini di tandai dengan kehadiran Nuruddin ar-Raniri yang merupakan seorang
pemimpin tarekat yang berasal dari daerah Gujarat di India. Nuruddin ar-Raniri pun
diangkat menjadi penasehat kesultanan Aceh.
Namun setelah kondisi diatas tercapai, bukan berarti perjalanan kesultanan Aceh
berjalan mulus. seiring berjalannya waktu, kerajaan Aceh pernah diterpa pertikaian
internal antara sultan Aceh Saiful Alam dengan Jawharul Alam Aminuddin yang
kemudian dimenangkan oleh Aminuddin yang kemudian menjadi sultan Aceh.
Pada tahun 1873 Kesultanan Aceh mendapatkan serangan dari pasukan Belanda
yang sedang melakukan ekspansi di wilayah ke daerah Aceh. Sejak saat itu Aceh terlibat
perang yang cukup panjang dengan Belanda yang akhirnya melahirkan banyak pejuang-
pejuang tangguh seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dien dan Panglima Polem dan lain-lain.
E. Kesultanan Banten
Kesultanan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang menonjol dan
berpengaruh besar pada perkembangan Islam di tanah Jawa. Kerajaan ini terletak di
daerah pesisir bagian barat pulau jawa. Pada awalnya kesultanan Banten berada dibawah
kendali Kerajaan Demak.
Pada tahun 1525 Sultan Trenggono dari kerajaan Demak mengutus Syarif
Hidayatullah untuk melakukan ekspansi wilayah ke daerah Banten. Ekspansi itu selain
bertujuan untuk memperluas wilayah kekuasaan juga membawa misi menyebarkan ajaran
agama Islam.
Banten awalnya hanyalah sebuah sebuah wilayah kadipaten. Perkembangan ajaran
Islam di wilayah itu diiring dengan perkembangan Banten hingga menjadi negara bagian
Demak. Yang kemudian memerdekakan diri menjadi Kesultanan Banten setelah kerajaan
demak mengalami pelemahan setelah ditaklukkan oleh kerajaan Pajang.
Pemimpin Kesultanan banten yang pertama bernama Sultan Hasanuddin yang
memegang kendali Banten selama 48 tahun yaitu periode 1522-1570. Dalam perjalanan
kepemimpinannya sebagai sultan Banten, Sultan Hasanuddin berhasil menjadikan
Kesultanan Banten sebagai kerajaan Islam di Nusantara yang mengendalikan pusat
perdagangan.
Selanjutnya, Sultan Banten kemudian melakukan ekspansi perluasan wilayah
hingga ke daerah Lampung.
Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1570 yang kemudian digantikan oleh
anaknya yang bernama Maulana Yusuf yang berhasil meneruskan kejayaan Kesultanan
Banten dengan menaklukkan kerajaan Padjadjaran.
Puncak kejayaan kesultanan Banten terjadi saat dibawah kepemimpinan Sultan
Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil membangun armada dengan
menduplikasi cara Eropa serta mempekerjakan pekerja Eropa. Banten menjadi pusat
perdagangan dengan salah satunya dengan menguasai rempah-rempah di yang ada di
daerah Lampung.
Namun sayangnya kejayaan kesultanan Banten terusik dengan tindakan penjajah
Belanda yang mengusik setiap kapal dagang yang akan menuju Banten dengan
melakukan blokade laut.
Selain gangguan dari luar, Kesultanan Banten juga mendapatkan gangguan dari
Internal Kerajaan berupa perebutan kekuasaan yang mengakibatkan kesultanan Banten
semakin melemah.
F. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam yang juga memiliki peran penting
dalam proses penyebatan agama Islam di pulau Jawa. Kesultanan Cirebon berdiri antara
abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan memegang peran penting dalam simpul
perdagangan antar pulau di Nusantara. Hal tersebut disebabkan oleh posisi kesultanan
Cirebon yang terletak di perbatasan antara jawa tengah dan jawa barat.
Posisinya yang sangat strategis itu mejadikannya sebagai pelabuhan penghubung
yang menjembatani dua kebudayaan yaitu kebudayaan Jawa dan kebudayaan Sunda.
Kesultanan Cirebon dibangun di Dalem Agung Pakungwati sekaligus menjadi pusat
pemerintahan kesultanan Cirebon yaitu Keraton Kesepuhan Cirebon.
Dahulu sebelum Cirebon merdeka dan menjadi salah satu kerajaan Islam di
Nusantara, Cirebon merupakan daerah yang berada dibawa otoritas pakuan padjadjaran.
Kerajaan Padjdjaran menempatkan Walangsungsang sebagai juru labuan di wilayah
Cirebon yang diberi gelar Cakrabumi.
Namun, Seiring berjalannya kekuatan kesultanan Cirebon semakin meningkat.
Akhirnya setelah merasa cukup kuat, Walangsungsang akhirnya memproklamasikan
kemerdekaan kesultanan Cirebon.
Kemerdekaan kesultanan Cirebon akhirnya menambah lagi satu nama baru dari
nama-nama kerajaan Islam di Nusantara.
Setelah Cirebon berdiri sendiri, Walangsungsan dan Nyai Rara Santang berangkat
ke Makkah untuk melaksanakan Ibadah Haji.
Setelah melaksanakan Ibadah Haji Walangsungsang memindahkan pusat
pemerintahan ke Lemahwungkuk yang telah berdiri keraton baru bernama Pakungwati.
Dengan menjadi pemegang simpul perdagangan Nusantara serta limpahan sumber
daya alam yang dimiliki, Kesultanan Cirebon kemudian menjadi sebuah kerajaan yang
kuat dan menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.