i
PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan untuk:
1. Orang tua saya tercinta, Bapak Eka hariyadi dan Ibu Sulastri serta kakak
saya Dian Fitriyana yang senantiasa melimpahkan kasih sayang, cinta, dan
kasih yang tiada henti serta selalu mengiringi setiap langkah saya dengan
ridho dan doa tulus.
2. Seluruh Guru dan Dosen sejak Taman kanak-kanak hingga Perguruan
tinggi yang telah memberi dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat serta
bimbingan dengan penuh kesabaran.
3. Almamater Universitas Jember yang saya banggakan.
ii
PRASYARAT GELAR
TESIS
iii
PERSETUJUAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI UNTUK DI UJI
TANGGAL, 22 JUNI 2023
Oleh:
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Mengetahui,
iv
PENGESAHAN
Oleh :
Vela Ardian Ninda, S.H.
190720201038
Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H.
NIP. 197905142003121002 NIP : 198010112008121001
Mengesahkan:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Universitas Jember
Fakultas Hukum
Dekan,
v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Hari : Kamis
Tanggal 22
Bulan : Juni
Tahun 2023
Panitia Penguji
Ketua, Sekretaris,
Anggota Penguji
vi
PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 190720201038
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulisan tesis dengan judul: “PRINSIP
KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA AKTA
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI TELEKONFERENSI”,
ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penyusunan tesis ini tidak lepas dari
bimbingan, dorongan dan bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jember;
2. I Gede Widhiana S., S.H., M.Hum., Ph.D, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas jember serta Ketua Penguji yang telah memberikan
banyak wawasan serta kritik membangun dalam penyelesaian tesisi ini..
3. Dr. Iwan Rahmad S., S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Jember;
4. Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Jember dan Pembimbing Utama yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memotivasi, member bimbingan dan arahan
dalam proses penyusunan tesis ini sampai selesai;
5. Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jember;
6. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing
Anggota yang penuh perhatian, kesabaran, ketulusan dan ikhlas
memberikan arahan, nasihat, serta bimbingan selama penulisan tesis di
tengah-tengah kesibukan beliau;
7. Dr. R.A. Rini Anggraini, S.H., M.H., selaku Sekertaris Penguji Tesis yang
telah memberikan saran dan kritik guna membangun serta menambah
wawasan keilmuan penulis;
viii
8. Dr. Bhim Prakoso, S.H., MM.,Sp.N.,M.H., Selaku Anggota Penguji Tesis
telah memberikan saran dan kritik guna membangun serta menambah
wawasan keilmuan penulis;
9. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Hukum Universitas
Jember yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada
penulis;
10. Kepada Bapak dan Ibu tercinta, Eka Hariyadi dan Sulastri yang selalu
memberikan cinta, kasih sayang, motivasi, serta doa tulus yang tiada henti
kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini;
11. Kakak serta keponakan, Dian Fitriyana, Agil Mashuji, Anisa Ramadhani
Putri Mashuji, Aisyah Nurmedina Putri Mashuji yang sudah menjadi
penyemangat untuk saya menyelasikan tesis ini;
12. Teman-teman seperjuangan Magister Kenotariatan angkatan 2019 Fakultas
Hukum Universitas Jember.
Tiada balas jasa yang dapat penulis berikan kecuali harapan semoga segala amal
kebaikan yang telah mereka berikan dengan segenap ketulusan dan keikhlasan
hati pada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya, penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya.
Amin.
Penulis
ix
RINGKASAN
x
mencegah penyebaran Covid-19 namun pelaksanaan RUPS yang melibatkan
banyak pihak tetap bisa untuk dilaksanakan. Salah satu pasal pada POJK yaitu
pasal 12 ayat (1) menjelaskan bahwa RUPS Telekonferesi tidak membutuhkan
tanda tangan peserta. Adanya aturan POJK tetap belum bisa memberikan
kepastian hukum karena pasal 16 ayat (1) huruf m tetap mengisyaratkan
penghadap untuk bertatap muka secara langsung dengan Notaris untuk melakukan
tanda tangan.
Ada beberapa kendala yang muncul dalam pelaksanaan tanda tangan
elektronik pada RUPS telekonferensi, diantaranya adalah masalah jaringan
internet yang membuat ppeserta rapat tidak dapat mengikuti jalanya rapat secara
keseluruhan. POJK yang dilekuarkan olehe pemerintah pada masa pandemi hanya
dikhususkan untuk PT yang berstatus terbuka seperti pada judul peraturannya
yaitu Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara
Elektronik sehingga PT yang berstatus tertutup tetap mengikuti pedoman UUJN
dan UUPT. Di era teknologi yang semakin canggih, pemerintah bisa
mempertimbangkan untuk membuat peraturan RUPS telekonferensi secara utuh
sehingga bisa memberikan kemanfaatan bagi peserta rapat dan memberikan
kewenangan kepada Notaris untuk membuat akta secara elektronik. Peraturan
tersebut pada akhirnya berkaitan dengan penyimpanan akta secara elektronik
karena bisa membuat proses RUPS telekonferensi lebih efisien dan mengurangi
resiko kehilangan dan kerusakan karena faktor usia kertas. Tentu pemerintah juga
harus menyiapkan sarana, prasarana, dan kemampuan sumber daya manusia
dalam masa peralihan dari RUPS konvensional ke telekonferensi. Sumber daya ini
meliputi semua pihak yang nantinya akan terlibat, terutama pihak penyelenggara
tanda tangan elektronik yang tersertifikasi.
xi
SUMMARY
THE PRINCIPLE OF LEGAL CERTAINTY ON ELECTRONIC SIGNATURE
IN DEED OF GENERAL MEETING OF SHAREHOLDERS BY
TELECONFERENCE
xii
(1) , explains that the teleconference GMS does not require the signature of the
participant. The existence of POJK regulations still cannot provide legal certainty
because article 16 paragraph (1) letter m still indicates appearers to meet directly
face to face with a Notary to sign.
There are several obstacles that arise in the implementation of electronic
signatures at teleconference GMS, including the problem of the internet network
which makes meeting participants unable to follow the overall meeting. The POJK
that was issued by the government during the pandemic was only specifically for
PTs with open status as stated in the title of the regulation, namely
Implementation of General Meetings of Shareholders of Public Companies
Electronically so that PTs with closed status still follow UUJN and UUPT
guidelines. In an era of increasingly sophisticated technology, the government
may consider making teleconference GMS regulations in its entirety so that it can
provide benefits for meeting participants and authorize notaries to make deeds
electronically. The regulations are ultimately related to
storing deeds electronically because it can make the teleconference GMS process
more efficient and reduce the risk of loss and damage due to the age factor of the
paper. Of course, the government must also prepare facilities, infrastructure, and
human resource capabilities during the transition from conventional GMS to
teleconferences. These resources include all parties who will be involved,
especially the organizers of certified electronic signatures.
xiii
DAFTAR ISI
xiv
2.3 Konsep Kewenangan................................................................................ 23
2.4 Perseroan Terbatas ................................................................................... 24
2.4.1 Pengertian Perseroan Terbatas ......................................................... 24
2.4.2 Organ Perseroan Terbatas ................................................................ 25
2.5 Tanda Tangan Elektronik .......................................................................... 27
2.5.1 Pengertian Tanda Tangan Elektronik ............................................... 27
2.5.2 Fungsi Tanda Tangan Elektronik Pada Dokumen ............................ 28
2.6 Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi ........................................ 28
2.6.1 Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham ..................................... 28
2.6.2 Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi ............. 29
2.7 Alat Bukti ................................................................................................ 30
2.7.1 Pengaturan Hukum Pembuktian....................................................... 30
2.7.2 Macam-macam Alat Bukti............................................................... 30
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 33
3.1 Kekuatan Pembuktian Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta
Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi........................... 33
3.2 Implikasi Hukum Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Rapat
Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi .................................. 69
3.3 Konsep Aturan Kedepan Terkait Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Rapat
Umum Pemegang Saham Telekonferensi ................................................. 85
BAB 4. PENUTUP ........................................................................................ 105
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 105
4.1 Saran ........................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA
xv
BAB 1.
PENDAHULUAN
1
2
Bentuk akta yang dapat dibuat oleh Pejabat Notaris ada 2 (dua) macam,
4
K.V.Rop, Video Conferencing And Its Application In Distance Learning, University of
Eastern Africa, Baraton, Conference: Annual Interdisciplinary Conference, Volume: 1 Juni 2012,
Nairobi Kenya: The Catholic University of Eastern Africa, 2012, hlm. 5.
5
Lihat ketentuan pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
6
Yahya Agung Putra, Annalisa Yahanan, Agus Trisaka, Video Konferensi Dalam Rapat
Umum Pemegang Saham Berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas, Jurnal
Ilmiah Hukum Kenotariatan, Vol. 8 No.1 Mei 2019, hlm. 37
3
diantaranya adalah:7
1. Akta yang telah dibuat oleh (door) seorang Pejabat Notaris atau yang
dapat dinamakan akta relaas atau pada umumnya disebut akta pejabat
(ambtelijke akte) merupakan akta yang telah dibuat oleh seorang pejabat
yang telah diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat tersebut
menerangkan apa saja yang dilihat serta apa saja yang telah
dilakukannya, jadi inisiatif pembuatan akta tersebut tidak berasal dari
orang/pihak yang namanya akan diterangkan di dalam akta tersebut.
dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.” Arti kata “disetujui dan
ditandatangani” adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara
elektronik. Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 11 ayat (1) UU ITE yang pada
dasarnya mengemukakan bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan dan
akibat hukum yang sah dengan syarat memenuhi persyaratan tertentu. 9 Tanda
Tangan Elektronik memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai alat autentikasi dan
verifikasi atas identitas penanda tangan dan keutuhan dan keautentikan informasi
elektronik, hal tersebut dijelaskan dalam pasal 60 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
(PP 71/2019).
Perkembangan teknologi dan informasi semakin bertambah pesat ketika
terjadi wabah Coronavirus Disease yang menyerang seluruh belahan dunia.
Coronavirus Disease (COVID-19) telah menjadi pandemic yang mengerikan.
Wabah global coronavirus ini dalam waktu singkat telah menjalar ke ratusan
Negara lintas benua. Akhir April 2022, sedikitnya ada 3,5 juta manusia dari 210
negara masuk rumah sakit atau dikarantina mandiri. Wabah ini juga menyebabkan
250 ribu warga meninggal dunia di rumah sakit di kawasan Asia, Amerika, Eropa,
Australia, Afrika, dan Antartika. Sejak Agustus 2020, pandemi COVID-19
mencapai 25 juta kasus dan 850 ribu lebih kematian di 213 negara dan dua
kawasan. COVID-19 bermula dengan wabah yang ada di Wuhan, Cina, menjelang
akhir Desember 2019 dan menjalar ke semua provinsi di sana. Dalam waktu
kurang dari dua bulan, coronavirus telah menimbulkan 80 ribu kasus dan 3000
kematian. Secara fisik dan psikis, COVID-19 telah mengganggu lebih dari 8,9
milyar manusia di Asia, Amerika, Eropa, Australia, Afrika, dan Antartika.
Sebagian dari mereka terpaksa harus menjalankan fase social distancing (menjaga
jarak aman, diam di rumah, bekerja di rumah) selama berbulan-bulan. Untuk
mencegah atau sekedar menekan penyebaran coronavirus, sejumlah Negara yang
9
Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putu Tuni Cakabawa Landra, Ni Putu Purwanti,
Keberadaan Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan
Bermasalah Dalam Perspektif Cyber Law, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 4, No. 1, Mei
2015, hlm 196.
5
Pengaruh dari adanya virus corona merambah pada pelaksanaan RUPS pada
perseroan terbuka yang memiliki jumlah pemegang saham yang besar serta
sebaran geografis pemilikan saham yang luas, khususnya dari sisi pemenuhan
persyaratan saling melihat dan mendengar, kuorum kehadiran dan kuorum
keputusan RUPS maupun bentuk risalah keputusan RUPS tersebut. Dengan
adanya kendala-kendala di atas maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengeluarkan POJK Nomor 16 /POJK.04/2020 Tentang Pelaksanaan rapat
Umum Pemegang Saham Perusahaan terbuka Secara Elektronik. Pelaksanaan
RUPS tersebut mendapat perhatian dari pemerintah karena berpengaruh penting
dalam kelancaran kegiatan usaha Perusahaan Terbuka serta secara luas akan
memperkokoh stabilitas sistem keuangan dari potensi terjadinya krisis sistem
keuangan.
10
Dedi Junaedi, Faisal Salistia, Dampak Pancemi Covid-19 Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Negara Terdampak, JURNAL BPPK BADAN PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN, Vol 2 No 1 (2020), hlm 1-2.
11
Ibid, hlm 61
6
juga masih kabur karena tidak dijelaskan bentuk tanda tangan elektronik seperti
apa yang dimaksud. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan jika Indonesia
merupakan negara hukum, dimana setiap perbuatan yang dilakukan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dalam hal ini berkaitan dengan
pembuatan akta dan tanda tangan eletronik.
Tabel 1.
Orisinalitas Penelitian
15
Ibid, hlm 93.
16
Herowati Poesoko. Diktat Mata Kuliah Metode Penulisan dan Penelitian Hukum.
(Fakultas Hukum Universitas Jember, 2012), hlm 134.
17
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama,
2016). Hlm 172
18
Elisabeth Nurhaini Butarbutar. Metode Penelitian Hukum (Langkah –langkah untuk
menemukan kebenaran dalam ilmu hukum).Refika Aditama. Bandung. 2018. hlm. 94
13
19
Ibid, hllm 173.
20
Dyah Octorina Susanti, dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research),
(Jakarta: Sinar Grafika), hlm 136-137
14
21
Ibid, hlm 181.
15
22
Ibid, hlm 181.
23
Ibid, hlm 213.
17
24
Tjetjep Samsuri, KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HlPOTESlS DALAM
PENELlTlAN, Sumatera Barat, Balai Pengembangan Kelompok belajar, 2003, hlm 7
25
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2010, hlm 59.
26
Hamda Sulfinadia, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Yogyakarta,
Deepublish, 2020, hlm 26.
20
21
27
I Dewa Gede Atmaja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-Teori Hukum, Malang,
Setara Press, 2018, hlm 205
28
Cst Kansil, Christine, S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit,
Kamus Istilah Hukum, Jakarta, 2009, Hlm. 385.
29
Purbacaraka, 2010, Memahami Kepastian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 23.
22
kebahagiaan tersebut yang seharusnya tidak memihak dan dapat dirasakan oleh
siapapun.31 Tidak salah tidak ada para ahli menyatakan bahwa teori kemanfaatan
ini sebagai dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama dari teori
ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah
kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi
seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang
dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi
hukum adalah ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan Negara.
Tulisan pada penelitian ini menjadi berkaitan dengan teori kemanfaatan
menurut Bentham karena pelaksanaan tanda tangan maupun Rapat Umum
Pemegang Saham yang dilakukan menggunakan bantuan elektronik memberikan
banyak keuntungan terutama terkait kemudahan efisiensi waktu.
2.3 Teori Kewenangan
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan
dalam lapangan hukum publik, namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara
keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan
yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang atau legislatif
dari kekuasaan eksekutif atau administratif dan merupakan kekuasaan dari
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
atau urusan pemerintah tertentu yang bulat. Wewenang hanya mengenai suatu
bagian tertentu dari suatu kewenangan. Kewenangan (authority) adalah hak untuk
memberi perintah dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.32
Wewenang merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari
kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat informal merupakan wewenang untuk
bisa mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahan. Suatu wewenang dapat
dijalankan dengan baik bergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan,
31
Endang Pratiwi, Theo Negoro, Hassanain Haykal, Teori Utilitarianisme Jeremy
Bentham: Tujuan Hukum atau Metode Pengujian Produk Hukum? , Jurnal Konstitusi, Volume 19,
Nomor 2, Juni 2022, Hlm 274
32
Jerry Kurniawan,
http://www.antikorupsi.org/mod.mpd=publisher&op=viewarticle&cid=1288468, diakses pada 29
Mei 2023, jam 08.58.
24
33
Jerry Kurniawan, Ibid
34
Stout HD, de Betekenissen van de wet, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap
Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004, hlm.4.
35
Ridwan, H. R., Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi,-cet. 9, Rajawali Pers, Jakarta,
2016, hlm 101.
25
pemegang terbatas, yang sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Istilah
“perseroan” pada perseroan terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada
badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan istilah
“terbatas” menunjukkan pada batas tanggung jawab para persero (pemegang
saham) yang dimiliki yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua
saham-saham yang dimiliki. Bentuk badan hukum ini, sebagaimana ditetapkan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD)
bernama “Naamloze Vennootschap” atau disingkat NV.36 Sesungguhnya tidak ada
Undang-Undang yang secara khusus dan resmi memerintahkan untuk mengubah
sebutan "Naamloze Vennootschap" hingga harus disebut dengan PT (Perseroan
Terbatas), namun sebutan Perseroan Terbatas itu telah menjadi baku dalam
masyarakat.
2.4.2 Organ Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi memiliki
organ-organ spesifik. Organ-organ tersebut mempunyai fungsi dan tugas masing-
masing yang mempunyai hubungan organis maupun fungsional antara organ yang
satu dengan yang lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perseroan
terbatas maupun anggaran dasar perseroan.37 Organ perseroan adalah person yang
menjadi pengurus perseroan terbatas. Ada tiga organ (alat perlengkapan) dalam
perseroan terbatas diantaranya adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
yang secara umum bertugas untuk menentukan segala kebijakan umum perseroan.
Kedua adalah Direksi yang bertugas menjalakan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan RUPS. Organ ketiga adalah Komisaris yang bertugas sebagai
pengawas untuk dan atas nama pemegang saham.
UUPT tidak mengatur adanya pemegang saham sebagai organ dalam
RUPS, namun adanya sistem dari circular resolution telah membuat pemegang
saham sebagai organ dari suatu PT, karena tidak lagi diperlukan RUPS sebagai
36
M.Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 21
37
Niru Anita Sinaga, HAL-HAL POKOK PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS DI
INDONESIA, Hal-Hal Pokok Pendirian Perseroan Terbatas Di Indonesia Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara, Volume 8 No. 2, Maret 2018, hlm 42
26
38
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 316.
39
Fadlyna Ulfa Faisal, Pelaksanaan Circular Resolution Pada
Perseroan Terbatas, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Hassnudin,
Makassar, hal. 4
40
Pahlefi, Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-
Undang Perseroan Terbatas, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7 Nomor 2, Oktober 2016, hlm 134.
41
Lihat ketentuan Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
27
42
Lihat ketentuan Pasal 1 Angka (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
43
Lihat ketentuan Pasal 1 Angka (6) Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
44
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnawati, Kekuatan Pembuktian Tanda
Tangan Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah Dalam Perspektif Hukum Acara Di Indonesia
Dan Belanda, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014, hlm 147.
45
Ibid, hlm 149
28
elektronik juga dijelaskan dalam pasal 1 angka (12) UU ITE yang menyatakan
bahwa “Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”46
2.5.2 Fungsi Tanda Tangan Elektronik pada Dokumen
Tanda tangan elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan
karena dianggap sah, hal tersebut dijelaskan dalam pasal 5 UU ITE yang
menyatakan bahwa, “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.”47 Sifat
persyaratan tanda tangan elektronik adalah autentik, aman, interoperabilitas dari
perangkat lunak maupun jaringan dari penyedia jasa, konfidensialitas, hanya sah
untuk dokumen itu saja atau kopinya yang sama persis, dapat diperiksa dengan
mudah, divisibilitas, dan berkaitan dengan spesifikasi praktis transaksi baik untuk
volume besar atau skala kecil.48
46
Lihat ketentuan pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
47
Lihat ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
48
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnaw, KEKUATAN PEMBUKTIAN TANDA
TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ACARA DI INDONESIA DAN BELANDA, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014, hlm 149.
49
Lihat ketentuap Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
29
menjadi 2 (dua) yaitu RUPS tahunan dan RUPS lainnya. 50 RUPS Tahunan wajib
diadakan oleh Direksi paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir
seperti yang diatur pada pasal 78 ayat (2) UUPT. 51 Dalam RUPS Tahunan dibahas
dan diputuskan agenda-agenda yang berkaitan dengan, antara lain:
a. Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta
laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris.52
b. Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk
cadangan.53
c. Mengesahkan rencana kerja yang memuat anggaran tahunan Perseroan untuk
tahun buku yang akan datang, jika hal ini ditentukan dalam anggaran dasar
Perseroan yang bersangkutan.54
RUPS luar biasa diatur dalam pasal 78 ayat (4) yang menyatakan bahwa, “RUPS
lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan
Perseroan.” Pada penjelasan UUPT, kata “RUPS lainnya” dalam praktik sering
dikenal sebagai RUPS luar biasa.
50
R. Indra, 2019, Jenis-jenis Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
https://doktorhukum.com/jenis-jenis-rapat-umum-pemegang-saham-rups/, diakses pada tanggal 13
Desember 2020, jam 15.53
51
Lihat ketentuan pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas
52
Ibid, Pasal 69 ayat (1)
53
Ibid, pasal 71 ayat (1)
54
Ibid, pasal 63 ayat (2) dan pasal 64
55
Wardani Rizkianti, Akta Otentik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Melalui
Media Telekonferensi (Mekanisme Pembuatan dan Kekuatan Pembuktiannya), Jurnal yuridis,
vol.3 no. 1 Tahun 2016, hlm 84.
30
atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS
saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.56
2.7 Alat Bukti
2.7.1 Pengaturan Hukum Pembuktian
Hukum Pembuktian, adalah hukum yang mengatur mengenai macam-
macam alat bukti yang sah, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti dan
kewenangan hakim untuk menerima atau menolak serta menilai hasil pembuktian.
Sampai saat ini sistem pembuktian hukum perdata di Indonesia, masih
menggunakan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (selanjutnya KUH Perdata) dari Pasal 1865 sampai dengan Pasal
1945, sedangkan dalam Herzine Indonesische Reglement (HIR) berlaku bagi
golongan Bumi Putera untuk daerah Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 162
sampai dengan 165, Pasal 167, 169 sampai dengan 177, dan dalam
Rechtreglement Voor de Buitengewasten (RBg) berlaku bagi golongan Bumi
Putera untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 282 sampai dengan
314.
56
Ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
31
untuk membuktikan adanya peristiwa atau suatu hal, dan oleh karena
itu suatu akta harus selalu ditandatangani.57 Surat-surat akta
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Surat akta resmi atau otentik (authentiek)
Sejak jaman Belanda, memang ada pejabat-pejabat tertentu yang
ditugaskan untuk membuat pencatatan-pencatatan serta
menerbitkan akta-akta tertentu mengenai keperdataan seseorang,
seperti kelahiran, perkawinan, kematian, wasiat dan perjanjian-
perjanjian diantara para pihak, dimana hasil atau kutipan dari
catatan-catatan tersebut dianggap sebagai akta yang otentik.
b. Surat akta di bawah tangan atau (onder hands)
Akta di bawah tangan, adalah akta yang dibuat tidak oleh atau
tanpa perantara seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan
ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan
perjanjian.
2. Alat Bukti Saksi Kesaksian
Pernyataan yang diberikan kepada hakim dalam persidangan mengenai
peristiwa yang disengketakan oleh pihak yang bukan merupakan salah
satu pihak yang berperkara.
3. Alat Bukti Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-Undang
atau hakim ditariknya satu peristiwa yang sudah diketahui kearah
peristiwa yang belum diketahui. Persangkaan merupakan alat bukti
tidak langsung yang ditarik dari alat bukti lain.
4. Alat Bukti Pengakuan
Pengakuan adalah suatu pernyataan lisan atau tertulis dari salah satu
pihak yang berperkara yang isinya membenarkan dalil lawan sebagian
atau seluruhnya.
5. Alat Bukti Sumpah
57
Prilla Geonestri Ramlan, Mengenal Jenis Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lahat/baca-artikel/15189/Mengenal-Jenis-Alat-Bukti-
dalam-Hukum-Acara-Perdata.html, diakses pada 24 Juli 2023.
32
33
34
59
H. Zaeni Asyhadie, Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Jakarta:
Erlangga, 2012, hal 92.
35
60
Niru Anita Sinaga, Op Cit, hal 42.
61
Niru Anita Sinaga, Ibid, hlm 29.
62
Cornelius Simanjuntak, Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar
Garfika, hal 2.
36
tahun buku berakhir. RUPS lainnya disebut juga dengan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa yang pelaksanaannya bisa kapan saja
berdasarkan kebutuhan perseroan.
b. Direksi
Direksi suatu PT menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai organ PT yang
bertanggung jawab dalam pengurusan sehari-hari perseroan oleh UUPT
dilengkapi dengan kewenangan karena tanpa adanya kewenangan tersebut,
pelaksanaan tugas dan kewajibannya jelas tidak akan berjalan efektif. Direksi
memiliki kewenangan untuk mewakili PT baik di luar maupun di dalam
pengadilan seperti yang diatur pada pasal 1 ayat (5) UUPT. Untuk
menjalankan kewenangan tersebut, Direksi tidak memerlukan surat kuasa atau
dokumen pendelegasian dari organ PT lainnya ataupun pihak ketiga yang
berhubungan dengan PT tidak berhak untuk mensyaratkan surat kuasa apabila
anggaran dasar PT dengan siapa mereka berhubungan jelas menunjukkan
nama anggota direksi. Direksi yang mewakili perseroan tersebut bertindak
berdasarkan kuasa menurut hukum yang artinya UUPT sendiri yang telah
menetapkan seseorang menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan
hukum tanpa memerlukan surat kuasa.63
c. Komisaris
Dewan komisaris memiliki tugas untuk melakukan pengawasan secara umum
dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat
kepada Direksi berdasarkan pasal 1 ayat (6) UUPT. Pemberian nasihat
tersebut terlepas dari diminta atau tidaknya oleh direksi. Nasihat yang
diberikan kepada direksi harus dilakukan atas dasar itikad baik, penuh kehati-
hatian dan tanggung jawab dengan senantiasa memperhatikan kepentingan
perseroan dan kegiatan usaha perseroan. Nasihat yang diberikan oleh dewan
komisaris harus berkaitan atau berhubungan dengan kepentingan perseroan
serta selaras dengan maksud dan tujuan perseroan. Pihak direksi wajib
menolak atau mengabaikan nasihat yang diberikan oleh komisaris apabila
63
Cornelius Simanjuntak, ibid, hal 52.
37
64
Cornelius Simanjuntak, ibid, hal 78.
65
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Citra Aditya Bhakti, Bandung,
2002, hal 28.
38
66
Amelia Sri Kusuma Dewi, Penyelenggaraan RUPS Melalui Media Elektronik Terkait
Kewajiban Notaris Meletakkan Sidik jari Penghadap, Jurnal ARENA HUKUM Volume 8, Nomor
1, April 2015, hal 110.
39
pelaksanaan RUPS melalui sarana elektronik harus memenuhi paling tidak tiga
persyaratan yaitu; 1) peserta rapat harus saling melihat secara langsung, 2) peserta
rapat harus saling mendengar secara langsung, dan 3) peserta rapat dapat
berpartisipasi dalam jalannya rapat. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi RUPS
yang dilaksanakan melalui media elektronik yang dimaksud dapat dikatakan tidak
memenuhi syarat berdasarkan ketentuan pasal 77 UU PT untuk dijadikan media
dalam pelaksanaan RUPS tersebut.67 Dilaksanakannya RUPS secara
telekonferensi mengharuskan para peserta untuk menandatangani hasil RUPS
telekonferensi menggunakan tanda tangan elektronik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan tanda tangan sebagai
lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri sebagai
penanda pribadi (telah menerima dan sebagainya). Tan Thong Kie mengatakan
bahwa tanda tangan adalah suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan
bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan
menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri.68
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Bea Materai Nomor 10 Tahun 2020 memberikan
definisi pada tandatangan sebagai tandatangan sebagaimana lambing nama
sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan, atau cap nama, atau
tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan elektronik
sebagaimana dimaksud dalam UU di bidnag informasi dan transaksi elektronik.
“Tanda Tangan” memiliki 2 fungsi hukum dasar, yaitu tanda identitas
penandatangan dan sebagai tanda persetujuan dari penandatangan terhadap
kewajiban yang melekat pada akta.
Tanda tangan elektronik pada UUITE memberikan definisi lebih mengarah
ke sudut teknik padahal sebuah tanda tangan yang memiliki tujuan untuk
menerima / menyetujui secara meyakinkan isi dari sebuah tulisan. Hal ini sangat
logis karena tanda tangan elektronik mempunyai dua fungsi hukum dasar yaitu
67
Ni Kadek Sofia Arianti, I Nyoman Putu Budiartha, Desak Gde Dwi Arini, TANDA
TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS, Jurnal Interpretasi Hukum, Vol. 1, No. 1 –
Agustus 2020 hal 151.
68
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi praktek Notaris, PT. Ichtiar baru Van
Hoeva, Jakarta, 2007, hlm 473.
40
mendapatkan kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan
manuskrip.69 Menurut Julius Indra Dwiparyo, tanda tangan elektronik, adalah
sebuah identitas elektronik yang berfungsi sebagai tanda persetujuan terhadap
kewajiban-kewajiban yang melekat pada sebuah akta elektronik. Pasal 1 ayat (12)
UUITE memberikan pengertian tentang Tanda Tangan Elektronik sebagai suatu
tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang diletakkan, terasosiasi,
atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentifikasi.70 Prinsip dari tanda tangan elektronik berhubungan
dengan jaminan untuk message integrity untuk menjamin bahwa pihak yang
mengirim pesan (sender) adalah benar-benar orang yang berhak dan bertanggung
jawab untuk hal tersebut. Berbeda dengan tanda tangan biasa yang memiliki
fungsi sebagai pengakuan dan persetujuan atas isi pesan atau dokumen. Tanda
tangan elektronik merupakan sebuah item data yang memiliki hubungan dengan
sebuah pengkodean pesan digital yang dimaksudkan untuk memberi kepastian
tentang keaslian data dan memastikan jika data tidak termodifikasi.71
Tanda tangan elektronik berbeda dengan tanda tangan konvensional
dimana tanda tangan elektronik merupakan suatu tanda tangan mengunakan mesin
scanner dan diperoleh dengan terlebih dahulu meciptakan suatu message digest
atau hast atau mathematical summary dokumen yang dikirimkan melalui
cyberspace.72 Pada dasarnya tandatangan elektronik yang sebenarnya menurut
Undang-Undang ITE bisa dibuat dengan berbagai cara, antara lain dengan sebuah
kode digital yang ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronik dan
secara khusus akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Tanda
tangan elektronik memiliki sifat yang unik karena bentuk tanda tangan elektronik
setiap orang akan berbeda. Tanda tangan elektronik merupakan kombinasi dari
fungsi hash dan enkripsi dengan metode asimetrik. Fungsi hash merupakan fungsi
69
Julius Indra Dwipayono Singara, Pengakuan Tanda Tangan Elektronik Dalam Hukum
Pembuktian Indonesia.
70
Sentosa Sembiring, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), hal 4.
71
Soemarno Partodihardjo, Tanya Jawab Sekitar Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal 20.
72
Soemarno Partodihardjo, hal. 46.
41
satu arah dan akan menghasilkan nilai unik untuk setiap data yang dimasukkan.
Perubahan satu bit saja pada konten dokumen maka nilai hash yang dihasilkan
akan berbeda. Nilai hash kemudian di enkripsi menggunakan private key untuk
selanjutnya nilai dari hasil enkripsi tersebut adalah nilai signature dari suatu
dokumen. Selain mengidentifikasi dan memverifikasi siapa pengirim atau
penandatangan dokumen secara elektronik juga untuk memastikan keutuhan dari
dokumen tersebut atau tidak ada perubahan dalam pengiriman dokumen. Jaminan
autentifikasi dapat dilihat dari adanya hash function dalam tanda tangan elektronik
sehingga penerima data (recipient) dapat melakukan perbandingan hash value.
Apabila hash value sama dan sesuai maka data tersebut benar-benar otentik dalam
arti tidak pernah terjadi suatu tindak perubahan data pada saat pengiriman maka
autentifikasi dapat terjamin. Apabila hasil yang keluar ternyata tidak sama atau
terjadi perubahan hash value maka patut dicurigai telah terjadi modifikasi data.
Disinilah letak salah satu kelebihan tanda tangan elektronik dibandingkan tanda
tangan manual dimana jika terjadi perubahan pada dokumen, apapun itu baik
tulisan (walaupun hanya 1 karakter), ataupun metadata maka tanda tangan
elektronik menjadi tidak lagi valid sehingga data atau dokumen lebih terjamin dari
modifikasi oleh pihak yang tidak berwenang. Hal ini tentu saja lebih memudahkan
dalam proses pembuktian dibandingkan dengan tanda tangan manual yang
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium forensik untuk
membuktikan keasliannya. Tanda tangan elektronik terbagi menjadi dua macam
yaitu tanda tangan tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. Tanda tangan elektronik
yang belum tersertifikasi memiliki kekuatan pembuktian yang lemah dibanding
tanda tangan tersertifikasi. Penyelenggara sertifikasi elektronik terdiri atas
penyelenggara sertifikasi elektronik Indoneisa dan asing. Saat ini, terdapat
beberapa kementerian atau lembaga yang menerbitkan sertifikat elektronik yaitu
Lembaga Sandi Negara (BSSN), dan IPTEKnet BPPT.73
73
Angel Firstia Kresna, A.Md., S.H., M.Kn., LEGALITAS TANDA TANGAN
ELEKTRONIK PEJABAT DALAM RANGKA MENDUKUNG E-GOVERNMENT,
https://mahkamahagung.go.id/id/artikel/3737/legalitas-tanda-tangan-elektronik-pejabat-dalam-
rangka-mendukung-e-government, diakses pada 6 Juli 2022 jam 03.45
42
74
M. Miftakul Amin, IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI KLASIK PADA
KOMUNIKASI BERBASIS TEKS, Jurnal Pseudocode, Volume III Nomor 2, September 2016,
ISSN 2355-5920, hlm 130.
75
Edi Haryadi, Siti Madinah Ladjamuddin, TEKNIK KEAMANAN PESAN
MENGGUNAKAN KRIPTOGRAFI DENGAN ALGORITMA VERNAM CHIPER, Jurnal Incomtech
VoL 6, No 1, Juni 2017, hlm 41-42
43
76
Yusuf Kurniawan, 2004, Kriptografi: Keamanan Internet dan Jaringan
Komunikasi, Bandung: Informatika, hlm 5.
77
Rinaldi Munir, 2006, Kriptografi, Bandung: Informatika, hlm 6.
78
Andre Kurniawan, 8 Kelebihan Tanda Tangan Elektronik dalam Bisnis, Bantu
Tingkatkan Produktivitas, https://www.merdeka.com/jabar/8-kelebihan-tanda-tangan-elektronik-
dalam-bisnis-bantu-tingkatkan-produktivitas-kln.html, diakses tanggal 29 Mei 2023 jam 16.17
44
pemrosesan. Selain itu tanda tangan elektronik juga juga bisa dilakukan di
mana saja.
2. Implementasi keputusan lebih cepat
Proses tanda tangan yang lebih cepat bisa mengimplementasi keputusan
menjadi lebih cepat sehingga keputusan tersebut bisa langsung untuk
dilaksanakan.
3. Meningkatkan produktivitas
Proses pembuatan tanda tangan elektronik yang cepat bisa menghemat waktu
kita agar lebih produktif untuk fokus pada pekerjaan yang lain.
4. Mengurangi biaya
Dibandingkan dengan tanda tangan konvensional, tanda tangan elektronik
bisa menekan biaya dalam proses pelaksanaannya. Kita bisa menghemat
biaya untuk membeli kertas, pencetakan, pengemasan, dan pengiriman
mengingat tanda tangan elektronik bersifat “paperless.”
5. Meminimalisir risiko
Risiko yang bisa diminimalisir dari tanda tangan elektronik adalah kerusakan
karena usia dari kertas itu sendiri. Selain itu risiko kehilangan karena lupa
menyimpan juga bisa dihindari karena penyimpanan sudah dilakukan secara
elektronik dan bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Keamanan dari tanda
tangan elektronik juga terjaga karena terdapat algoritme enkripsi yang kuat
sehingga tidak ada pihak ketiga yang bisa mengakses.
6. Lebih aman
Menurut undang-undang tanda tangan elektronik seperti Uniform Electronic
Transactions Act (UETA) dan Electronic Signature in Global and National
Commerce Act (ESIGN Act), tanda tangan elektronik memiliki status hukum
yang sama dengan tanda tangan tinta basah pada dokumen apa pun. Sebagian
besar tanda tangan digital menggunakan fitur keamanan tambahan, seperti
enkripsi tingkat bank dan pengambilan tanda tangan biometrik, untuk
mengungkapkan identitas sebenarnya dari penandatangan. Selain itu, tanda
tangan elektronik mengharuskan dokumen ditandatangani dengan tepat, yang
membuat penandatangan dipaksa untuk mengisi semua bidang kosong
45
79
Keunggulan dan Kelemahan Tanda Tangan Digital,
https://www.insign.id/keunggulan-dan-kelemahan-tanda-tangan-digital/, diakses tanggal 29
Mei 2023 jam 16.23
80
MUNTINAH,M.(2010). ASPEK HUKUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
DIPONEGORO).h.102.
46
Penetapan kuorum oleh ketua pengadilan ini bersifat final dan memiliki kekuatan
hukum tetap (inkrah).
Pasal 88 UUPT menyebutkan jika paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang
diwakili. Keputusan perubahan anggaran dasar sah jika disetujui paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
perseroan tersebut menentukan jumlah.
Pasal 89 UUPT menyatakan jika paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang
diwakili dalam RUPS. Keputusan dianggap sah jika disetujui paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
perseroan tersebut menentukan jumlah kuorum dan/atau ketentuan pengambilan
keputusan yang lebih besar. Apabila kuorum dalam RUPS pertama tidak
terpenuhi, dapat diadakan pemanggilan untuk RUPS kedua. Dalam RUPS kedua,
syarat kuorum kehadirannya minimal 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang diwakili dalam RUPS.
Keputusan perubahan anggaran dasar baru dianggap sah jika disetujui paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar.
Setiap RUPS yang tidak memenuhi ketentuan dalam RUPS atau anggaran
dasar masing-masing perseroan, maka keputusan yang diambil dapat dibatalkan
kemudian bisa diadakan kembali RUPS selanjutnya. Unsur selanjutnya yang harus
terpenuhi dalam pelaksanaan RUPS adalah syarat formil, hal ini berkaitan dengan
lokasi pelaksanaan rapat. Peraturan yang tertulis dalam UUPT, RUPS
konvensional harus dilaksanakan di tempat kedudukan atau di tempat perseroan
melaksanakan kegiatan usahanya. Khusus untuk RUPS yang dilaksanakan terbuka
(Tbk.) harus dilaksanakan di tempat kedudukan bursa di mana saham perseroan
dicatatkan. Semua ketentuan tersebut memiliki kesamaan dimana semua lokasi
rapat yang telah ditentukan berdasarkan UUPT harus dilaksanakan di wilayah
Negara Republik Indonesia. UUPT juga memberikan kemudahan untuk
menyelenggarakan RUPS dimana saja, diluar tempat kedudukan perseroan atau
50
82
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013, hal 311.
51
penyelenggaraan RUPS dan dianggap tidak hadir dalam rapat serta kehadirannya
tidak dapat dimasukkan kedalam kuorum kehadiran.
Teknis pembuatan akta notaris dengan menggunakan cyber notary ialah
dimana para pihak hadir dihadapan notaris dengan menggunakan telekonferensi
atau video call untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Selanjutnya para
pihak harus menunjukkan identitas mereka secara jelas kepada notaris dengan
mengirimkan identitas mereka melalui alat elektronik misalnya faximile dimana
notaris akan mencocokkan identitas tersebut dengan orang yang berada dalam
telekonferensi atau video call. Setelah itu, notaris membuatkan akta sesuai dengan
bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang yang kemudian dibacakan
dihadapan para pihak dalam waktu yang bersamaan. Sesudah akta tersebut
dibacakan dan dipahami, akta tersebut ditandatangani oleh para pihak, saksi dan
Notaris dengan menggunakan tanda tangan digital (digital signature).83
Pembuktian berasal dari kata dasar “bukti” yang memiliki arti keterangan
nyata. Pembuktian menurut Yahya Harahap yang didefinisikan dalam arti luas
sebagai kemampuan Penggungat dan/atau Tergugat memanfaatkan hukum
pembuktian untuk mendukung dan membenarkan hubungan hukum dan peristiwa-
peristiwa yang didalilkan oleh penggugat maupun dibantah oleh tergugat dalam
hubungan hukum yang diperkarakan. Pembuktian dalam arti sempit hanya
diperlukan sepanjang mengenai hal-hal yang dibantah atau hal yang masih
disengketakan atau hanya sepanjang yang menjadi perselisihan di antara para
pihak. ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-
cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang
mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh
dipergunakan hakim dalam membukitkan kesalahan terdakwa.84
83
Octavianna Evangelista dan Daly Erni, KEDUDUKAN HUKUM AKTA NOTARIS
DALAM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) MELALUI TELEKONFERENSI, Jurnal
PALAR (Pakuan Law Review), Volume 07, Nomor 02, Juli-Desember 2021, hal 543.
84
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana, 2006, hal 227.
52
85
Syaiful Bakhri, Dinamika Hukum Pembuktian Dalam Capaian Keadilan, Depok: PT.
Raja Grafindo Persada, 2018, hal 24.
53
hukum selalu dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, perlu
adanya pengakuan hukum terhadap berbagai jenis perkembangan teknologi digital
untuk berfungsi sebagai alat bukti di pengadilan. Di lain pihak, akan muncul
kecenderungan terjadinya manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam
mengakui alat bukti digital tersebut.
Teori klasik dalam hukum pembuktian yang disebut dengan “hukum alat
bukti terbaik” (best evidence rule) menyatakan jika suatu alat bukti digital sulit
diterima dalam pembuktian. The best evidence rule mengajarkan bahwa suatu
pembuktian terhadap isi yang substansial dari suatu dokumen / photograph atau
rekaman harus dilakukan dengan membawa ke pengadilan dokumen/photograph
atau rekaman asli tersebut. Hal tersebut akan menjadi pengecualian apabila
dokumen / photograph atau rekaman yang dimaksud memang tidak ada dan
ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari pihak yang
harus membuktikan. Menurut doktrin The best evidence rule, fotokopi (bukan
asli) dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian di pengadilan. Begitu
pula dengan bukti digital seperti e-mail, surat dengan mesin faksmile, tanda
tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak mungkin dibawa
aslinya ke pengadilan sehingga hal ini mengakibatkan permasalahan hukum yang
serius dalam bidang hukum pembuktian.88
Riki Perdana Raya Waruwu menyatakan jika dokumen elektronik telah
diakui sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan UU Dokumen Perusahaan dan
UUITE namun sebagai bagian dari hukum acara, dokumen elektronik belum
memiliki pengaturan tata cara penyerahannya di persidangan, tata cara
memperlihatkannya kepada pihak lawan.89 Adanya pengakuan terkait dokumen
elektronik juga sesuai dengan pasal 5 jo pasal 44 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 yang meyebutkan jika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
88
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Bandung : PT Citra
Aditya Bakti, 2012, hal 100-101.
89
Riki Perdana Raya Waruwu, “Eksistensi Dokumen Elektronik Di Persidangan Perdata,”
last modified 2018, https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/3048/eksistensi-dokumen-
elektronik-di-persidangan-perdata., diakses pada 23 juli 2023 pukul 01.43
56
Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
Pasal 15 ayat (3) UUJNP menyatakan bahwa pada saat ini Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kewenangan lain yang dimaksud salah satunya adalah kewenangan mensertifikasi
transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary). Sejalan dengan
kewenangan baru diberikan kepada Notaris, hal tersebut tidak lepas dari
perkembangan zaman yang semakin lama melesat maju terutama dalam hal
perkembangan informasi elektronik. Pasal 77 ayat (1) UUPT juga salah satu UU
yang mengaplikasikan perkembangan zaman, dalam hal ini terkait pelaksanaan
RUPS yang sudah bisa dilakukan secara telekonferensi atau tanpa bertatap muka
secara langsung (berhadapan). Pelaksanaan RUPS secara telekonferensi
mengharuskan peserta rapat untuk membubuhkan tanda tangan secara elektronik.
Hal tersebut sejalan dengan pasal 11 UU ITE yang menyatakan bahwa tanda
tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Semua UU yang berlaku diatas merupakan bentuk nyata dari suatu
pengaplikasian ke dalam produk hukum yang mengikuti perkembangan zaman.
Undang-undang tersebut harus berjalan selaras agar hasil dari RUPS bisa
memiliki kekuatan hukum sempurna walaupun dilaksanakan secara konferensi
dan menggunakan tanda tangan elektronik. Selain undang-undang, ada beberapa
pakar yang berpendapat bahwa tanda tangan elektronik harus diakui keabsahannya
sebagai tanda tangan. Hal tersebut didasari dengan beberapa alasan, diantaranya
adalah :90
1. Tanda tangan elektronik merupakan tanda-tanda yang bisa dibubuhkan oleh
seseorang atau beberapa orang yang diberikan kuasa oleh orang lain yang
berkehendak untuk diikat secara hukum.
90
Sinardi Syawal S. Siagian, Legalitas Cyber Notary dan Tandatangan Dalam Rapat
Umum Pemegang Saham, https://mkn.usu.ac.id/images/27.pdf , diakses pada 29 Mei jam 16.53
57
91
Rehulina Sitepu, Keabsahan Digital Signature dalam Perjanjian E-Commerce, Journal
of Law, April 2018, hlm 50.
58
5. Berfungsinya auditor.
Dua sistem hukum besar yang sering dipakai di dunia adalah Common
Law dan Civil Law. Indonesia dan belanda merupakan Negara yang menganut
sistem civil law sehingga memiliki aturan hukum yang sama dalam beberapa hal.
Muncul beberapa perbandingan dari adanya perbedaan sistem hukum tersebut,
khususnya dalam hal profesi Notaris. Salah satu Notaris senior bernama Harlien
Budiono yang meraih gelar doctor dari Universitas Leiden Belanda pada tahun
2001 mejelaskan perbadingan dasar dari kedua sistem tersebut, diantaranya
adalah:92
Tabel 2.
Perbadingan Dasar dari Common Law dan Civil Law.
No. Perbedaan Civil Law Common Law
1. Istilah Notary Notary Public
2. Pendidikan Ada prosedur tambahan Ada variasi cara
mulai dari pendidikan pengangkatan notary
khusus, ujian, hingga public di Inggris dan
magang yang harus Amerika Serikat. Di
ditempuh London Inggris dikenal
jenis advokat dengan
sebutan solicitor yang
berhak menjalankan
fungsi notary public. Di
Amerika Serikat, ada dua
jenis advokat yaitu
attorneydan counselor at
law yang dapat diangkat
sebagai notary public
tanpa dibutuhkan
92
Norman Edwin Elnizar, Yuk, Pahami Konsep Notaris dalam Civil Law dan Common
Law, https://www.hukumonline.com/berita/a/yuk--pahami-konsep-notaris-dalam-civil-law-dan-
common-law-lt59d9f5002c20c, diakses pada 22 Agustus 2022, jam 13.26.
59
pendidikan tertentu.
3. Kewenangan Pejabat umum yang Pekerjaan utama dari
berhak untuk membuat notary public adalah
semua akta otentik, menyatakan kebenaran
selama tidak tanda tangan atau dalam
dikecualikan oleh hal protes wesel, member
undang-undang nasihat, menyusun
dokumen untuk
keperluan hubungan
perjanjian dengan luar
negeri. Di Amerika
Serikat kewenangan
notary public tidak lebih
dari pembuatan sertipikat
terbatas dan kewenangan
tersebut tidak dapat
diperluas atau hanya
sebatas suatu legalisasi
dan penentuan kepastian
tanggal dan tandatangan
orang yang
membubuhkannya.
60
notaris dalam bentuk elektronik lebih mungkin diterapkan dalam sistem Common
Law karena dalam sistem ini tidak dikenal adanya akta autentik yang memiliki
kekuatan pembuktian sempurna, sedangkan dalam sistem Civil Law sebagaimana
di Indonesia dan Belanda benturan doktrin mengenai esensi akta autentik serta
peranan dan fungsi notaris menjadi perhatian utama. EU Directive on eSignature
mengatur dengan tegas bahwa advanced electronic signature yang menggunakan
qualified certificate dan dibuat dengan secure-signature-creation device
merupakan jenis tanda tangan yang memiliki tingkat keamanan yang paling tinggi
dibandingkan dengan kedua jenis tanda tangan lainnya sehingga memiliki akibat
hukum yang sama dengan tanda tangan tertulis, dan dapat digunakan sebagai alat
bukti dalam proses peradilan, namun demikian tanda tangan elektronik lainnya
masih tetap dapat memiliki akibat hukum dan dapat diajukan dalam proses
peradilan.93
Indonesia dan Belanda merupakan Negara sistem civil law yang
melegalkan adanya tanda tangan elektronik. Sejarah tanda tangan di Indonesia
diawali dengan UU 11/2008 dan dirubah dengan UU 19/2016 tentang ITE.
Belanda mengatur tanda tangan elektronik pada Electronic Signatures Act (Wet
elektronische handtekeningen) yang telah berlaku sejak tahun 2003. Undang-
undang ini memberikan kerangka hukum untuk penggunaan tanda tangan
elektronik dalam transaksi elektronik di Belanda.
Latar belakang dibentuknya UUITE nomor 11/2008 di Indonesia adalah
adanya realisasi dari dukungan pemerintah terhadap perkembangan teknologi
informasi melalui adanya peraturan dan infrastruktur agar pemanfaatan teknologi
informasi bisa digunakan secara aman dan tidak disalahgunakan. Perkembangan
yang pesat dalam bidang teknologi informasi menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Kemajuan tersebut
terus berkembang seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang
teknologi informasi, media, dan komunikasi. Salah satu perkembangannya ada di
93
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnawati, KEKUATAN PEMBUKTIAN
TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ACARA DI INDONESIA DAN BELANDA, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014
62
menghapus data yang relevan dan berada di bawah kendalinya atas permintaan
orang yang bersangkutan.
Belanda merupakan salah satu dari 27 negara yang tergabung dalam Uni
Eropa. Tanda tangan elektronik di Uni Eropa telah ada sejak tahun 1999
dibuktikan dengan diberlaukannya Direktif 1999/93/EC tentang Tanda Tangan
Elektronik. Peraturan tersebut dibuat dengan tujuan memberikan payung hukum
terhadap pengguna tanda tangan elektronik di Uni Eropa. Pada tahun 2014, Uni
Eropa mengadopsi (EU) No 910/2014 atau disebut sebagai “eIDAS Regulation”
yang salah satu isi nya mengatur terkait tanda tangan elektronik di seluruh Uni
Eropa.
eIDAS (Electronic Identification, Authentication and Trust Services)
merupakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa interaksi bisnis elektronik
dapat dilaksanakan lebih aman, lebih cepat, dan lebih efisien, di wilayah Uni
Eropa. Regulasi ini juga digunakan untuk identifikasi elektronik (eID),
meningkatkan kepercayaan, dan memberikan kemudahan layanan di seluruh Uni
Eropa. eIDAS memastikan bahwa semua negara yang tergabung dalam Uni Eropa
mengakui skema identifikasi elektronik yang telah dibuat serta memenuhi
persyaratan agar dapat diterima sebagai buki dalam proses hukum. eIDAS
memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah:94
a. mengurangi beban administrasi dalam transaksi elektronik dengan bisnis lain,
pelanggan dan administrasi publik
b. proses bisnis yang lebih efisien
c. pengurangan biaya yang signifikan dan peningkatan keuntungan
d. transaksi elektronik yang lebih aman yang mengarah pada peningkatan
kepercayaan konsumen dan basis konsumen potensial yang lebih besar.
Tanda tangan elektronik berdasarkan Pasal 3.10 peraturan eIDAS adalah,
“Tanda tangan elektronik adalah kumpulan data dalam bentuk elektronik yang
dilampirkan atau dihubungkan secara logis dengan data lain dalam bentuk
elektronik dan digunakan oleh penanda tangan untuk menandatangani.” Ada 3
94
https://digital-strategy.ec.europa.eu/en/policies/discover-eidas, diakses pada 21 Maret
2021, pukul 11.53
64
95
Leontine van der Schans dan Evert-Jan Helmsing,
https://docs.google.com/document/d/1jKv-
M9nCTwHsbdPHOflO3WMf_aNaM9wQWowDEN2d58A/edit, Handreiking
Elektronische handtekening, diakses pada 20 Januari 2023, pukul 11.26.
65
Artinya:
“Tanda tangan elektronik lanjutan memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. terkait secara unik dengan penanda tangan;
66
Artinya
“Tanda tangan elektronik yang memenuhi syarat: tanda
tangan elektronik lanjutan yang dibuat oleh perangkat
pembuat tanda tangan elektronik yang memenuhi syarat
67
96
A.A Andi Prajitno, Kewenangan Notaris (Akta Otentik Notaris), Surabaya: CV. Putra
Media Nusantara (PNM), 2018, hal 33.
68
atas permintaan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta
Notaris.97
Pasal 77 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS sudah bisa
dilaksanakan dengan cara telekonferensi dan pasal penjelasan pasal 77 ayat (4)
menyatakan jika risalah dari pelaksanaan RUPS telekonferensi harus disetujui
maupun ditanda tangani secara fisik atau secara elektronik. Uraian dari pasal
UUPT tersebut tidak sejalan dengan pada pasal 5 ayat (4) huruf (b) UUITE tahun
2008 yang menyatakan jika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, namun hal tersebut
tidak berlaku untuk surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat
akta. Adanya kedua aturan tersebut membuat tandatangan elektronik pada suatu
akta hasil RUPS telekonferensi belum mendapatkan kepastian hukum sehingga
kekuatan pembuktiannya lemah. Belum adanya kepastian hukum terkait tanda
tangan elektronik pada akta RUPS membuat para pihak tidak mendapatkan suatu
keamanan berupa perlindungan hukum seperti teori kepastian hukum yang
disampaikan oleh Van Apeldorn.
97
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan
tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, bandung, 2009, hal 33.
69
3.2 Implikasi Hukum Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Rapat
Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UUJN-P, Notaris mempunyai wewenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Akta yang
dihasilkan Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.”
Wewenang Notaris lainnya juga dijelaskan pada Pasal 15 ayat (1) yang
menyatakan jika Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris juga memiliki
kewenangan tambahan terkait cyber notary yang ada pada pasal 15 UUJN. Dilihat
dari histori perkembangan cyber notary, maka tidak akan lepas dari awal mula
diprakarsainya suatu frasa berupa “electronic notary” oleh perwakilan dari
Perancis pada Trade Electronics Data Interchange System Legal Workshop di Uni
Eropa pada tahun 1989 dan berkembang dengan dikemukakannya suatu frasa
yaitu “cyber notary” di Amerika Serikat oleh Information Security Committee of
The American Bar Assosiation pada tahun 1994. Kedua definisi tersebut, makna
baik electronic notary maupun cyber notary memiliki persamaan, yakni memiliki
pemaknaan bahwa media yang digunakan dalam suatu perbuatan hukum
dilakukan dengan media tak berwujud yang sifatnya elektronik sebagai pengganti
dari dokumen konvensional yang berwujud kertas yang selama ini
dipergunakan. Gagasan cyber notary memiliki ruang lingkup yang lebih spesifik
kepada profesi hukum yang serupa oleh Notaris publik pada umumnya, dengan
70
cakupan pekerjaan yang sama hanya saja memakai media yang berbeda, yakni
dokumen elektronik.98
KUHPerdata pasal 1868 menjelaskan bahwa, “suatu akta otentik ialah
suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana akta dibuatnya.” Sudikno Mertokusumo mengatakan jika yang dimaksud
akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang membuat peristiwa-peristiwa
yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan
sengaja untuk pembuktian. Pengertian Akta menurut A. Pitlo adalah suatu surat
yang ditandatangani diperbuat untuk dipakai sebagai bukti dan untuk
dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.99
Berdasarkan pendapat ahli dan uraian bunyi pasal-pasal dari undang-
undang yang masih berlaku di atas, dapat disimpulkan pejabat yang dimasud
KUHPerdata Pasal 1868 satu-satunya adalah Notaris walaupun pasal tersebut
hanya menerangkan apa yang dinamakan “akta otentik” namun tidak
menerangkan apa itu “pegawai umum” dan tidak diterangkan pula tempat dimana
ia berhak atau batas kewenangannya tersebut, sampai dimana batas-batas dan
bagaimana bentuk menurut hukum yang dimkasud.100
Notaris adalah pejabat umum yang independen (mandiri). Apabila ada
istilah “publik” dalam jabatan Notaris maka hal tersebut memiliki arti pejabat
yang melayani masyarakat umum dalam hal pembuatan beragam atau banyak
macam dari akta otentik yang berhubungan dengan bidang hukum keperdataan
dan kewenangan tersebut belum dilimpahkan kepada pejabat lain serta diminta
oleh masyarakat umum yang membutuhkan atau berkepentingan agar perbuatan
hukum mereka dinyatakan dalam bentuk akta otentik dan undang-undang
98
Putri, C. C., & Budiono, A. R. (2019). Konseptualisasi dan Peluang Cyber Notary
dalam Hukum. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 4(1), 29-36.32. DOI:
http://dx.doi.org/10.17977/um019v4ip29-36.
99
Soebekti, R. Hukum Perjanjian. Intermasa, 1996, hal 26.
100
A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia
Sesuai UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Surabaya: CV Perwira Media Nusantara (PNM), 2020, hal 33.
71
101
A.A. Andi Prajitno, ibid, hal 34.
102
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, 2008, hal 163-164.
72
103
Rossalina, Zainatun, Moh. Bakri, Itta Andrijani, “Keabsahan Akta Notaris Yang
Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta Otentik.” Brawijaya Journal (Januari 2019), hal 1.
73
104
A.A. Andi Prajitno, Kewenangan Notaris dan Contoh Bentuk Akta, Surabaya: CV.
Perwira Media Nusantara (PNM), 2018, hal 23 -24.
74
105
Andrian Aditya, Agita Chici Rosdiana, PERAN NOTARIS DAN KEABSAHAN AKTA
RUPS YANG DILAKSANAKAN SECARA ELEKTRONIK (DILIHAT DARI PERATURAN
OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/POJK.04/2020 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2
TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS), Jurnal Indonesian Notary Vol. 3 No. 2, 2021, Hal 217.
75
Notariil oleh Notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan
tanda tangan dari para peserta RUPS. Penyedia E-RUPS pun wajib menyerahkan
beberapa dokumen elektronik kepada notaris, diantaranya adalah:
1. Daftar pemegang saham yang hadir secara elektronik
2. Daftar pemegang saham yang memberikan kuasa secara elektronik
3. Rekapitulasi kuorum kehadiran dan kuorum keputusan
4. Transkrip rekaman seluruh interaksi dalam RUPS secara elektronik untuk
dilekatkan pada minuta Akta Risalah RUPS.
Pada dasarnya, tugas Notaris kembali pada esensinya dimana mereka
hanya membuat sebuah akta RUPS berdasarkan permintaan atau kehendak dari
pihak yang berkepentingan. Pelaksanaan RUPS terkait keikutsertaan Notaris tidak
di rinci terkait wajib atau tidaknya sehingga Notaris hanya membuat akta
berdasarkan pada permintaan dari pihak yang dalam hal ini adalah Perseroan
Terbatas melalui Direksi.
Peran utama seorang Notaris pada jalannya RUPS dapat dilihat
berdasarkan kehendak dari pihak yang berkepentingan. Dilihat dari posisinya,
Notaris bertindak dalam jabatannya untuk membuat akta berdasarkan keterangan
para penghadap atau membuat akta berdasarkan apa yang dilihat dan
disaksikannya secara langsung. Notaris yang diundang atau dipanggil untuk ikut
menghadiri RUPS Perseroan Terbatas maka disana Notaris berperan sebagai
Notaris yang menyaksikan secara langsung perbuatan hukum berupa rapat yang
dilangsungkan oleh Perseroan Terbatas dan terhadapnya Notaris dapat membuat
suatu Akta Risalah Rapat dengan kategori Akta Relaas atau Akta Pejabat. Hal ini
berbeda dengan Notaris yang pada saat RUPS dilangsungkan tidak diundang atau
dipanggil untuk ikut menyaksikan jalannya RUPS maka Notaris tersebut hanya
dapat menjalankan kewenangannya atau jabatannya pada saat Akta Risalah Rapat
yang dibuat di dalam RUPS tersebut telah selesai dan diserahkan kepada Notaris
untuk dibuat suatu Akta Pernyataan Keputusan Rapat dengan kategori Akta Partij
atau Akta Pihak. Dalam hal ini tidak semua peserta rapat harus hadir di hadapan
Notaris karena sifatnya hanya perwakilan dan dikuasakan kepada Direksi.
76
Seorang penghadap dalam akta notaris dapat bertindak untuk beberapa pihak,
diantaranya adalah:
1. Dirinya sendiri
Perbuatan hukum yang dilakukan dimaksudkan untuk dirinya sendiri, dan akta
yang dibuatnya itu digunakan sebagai bukti bahwa ia telah meminta dibuatkan
akta itu untuk kepentingan sendiri.
2. Mewakili kepentingan orang lain dengan perantaraan kuasa
Pihak (partij) dalam akta tersebut mewakili kepentingannya melalui
perantaraan orang lain, baik melalui kuasa tertulis ataupun dengan kuasa lain.
3. Mewakili jabatan atau kedudukan
Posisi ini terjadi apabila seseorang menyatakan bahwa ia bertindak di dalam
akta yang bersangkutan bukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi untuk orang
lain.
Hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham bisa menjadi akta otentik
jika dibuat dalam bentuk akta Notariil namun bisa juga hanya menjadi akta di
bawah tangan apabila tidak ada peran Notaris dalam pelaksanannya. Akta otentik
adalah alat bukti mutlak yang tercantum dalam pasal 1870 Kitab Undang- undang
Hukum Perdata memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang mutlak mengenai
apa yang diperbuat dalam akta ini yang artinya memiliki kekuatan bukti sempurna
karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan
lagi dan untuk hakim sebagai bukti wajib/keharusan. Berdasarkan hal itu maka
barang siapa yang menggugat dengan alasan akta otentik itu palsu maka yang
bersangkutan wajib untuk membuktikan mengenai ketidak aslian akta itu dengan
hal ini maka akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian baik lahiriah formil
maupun materiil. Suatu akta bisa dikatakan otentik apabila memenuhi 3 unsur
utama yaitu memiliki bentuk berdasarkan ketentuan undang-undang,
pembuatannya dihadapan pejabat umum, dan akta yang dibuat harus didepan dan
dihadapan pejabat umum yang memiliki wewenang dalam hal itu serta ditempat
sesuai akta itu dibuat. Pembuatan akta didepan pejabat umum yang berwenang
sesuai dengan pasal 16 ayat 1 huruf m UUJN yang menyatakan bahwa Notaris
77
106
I Made Nova Wibawa, I Nyoman Alit Puspadma, Ida Ayu Putu Widiati,
KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA TERHADAP RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM YANG DIADAKAN MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI, Jural Prefensi
Hukum, Vol. 2, No. 1, Februari 2021, hal 127.
78
tanggung jawab Notaris terhadap Akta Pernyataan Keterangan Rapat yang dibuat
dihadapan notaris berdasarkan Risalah RUPS melalui Media Telekonferensi,
terbatas hanya pada kebenaran tanggal, waktu dan tempat dimana Akta
Pernyataan Keterangan Rapat tersebut dibuat dan ditandatangani. Mengenai
kebenaran isi dari keputusan-keputusan RUPS melalui media Telekonferensi yang
dituangkan ke dalam Akta Pernyataan Keterangan Rapat tetap menjadi tanggung
jawab klien yang bertindak selaku pihak yang diberi kuasa oleh RUPS untuk
menuangkan seluruh keputusan RUPS tersebut ke dalam Akta Pernyataan
Keterangan Rapat dan yang menandatangani Akta tersebut.
Muntinah berpendapat secara singkat dalam tesisnya yang berjudul
“Aspek Hukum Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Melalui
Telekonferensi” terkait tata cara pelaksanaan RUPS menggunakan media
telekonferensi adalah sebagai berikut:107
1. RUPS diawali dengan panggilan rapat oleh Direksi seperti pada RUPS biasa
atau secara konvensional, hanya saja dalam hal ini panggilan dimungkinkan
melalui pesan atau mail ke alamat email masing-masing pemegang saham
dengan mencantumkan:
a. Tanggal
b. Waktu
c. Tempat
d. Mata acara rapat
2. Pada hari dan jam yang telah ditentukan, para pemegang saham yang
berkehendak hadir atau mengikuti rapat langsung menyambung ataupun
mengakses ke alamat web yang telah ditentukan oleh Direksi untuk memberi
konfirmasi akan keikutsertaannya dalam RUPS tersebut.
3. Dalam rapat ini juga ada Notulen dan ada Notaris. Keberadaan Notaris dalam
hal ini dibutuhkan untuk membuat akta Notaris pengesahan RUPS yang
dilaksanakan secara telekonferensi.
107
MUNTINAH, M. (2010). ASPEK HUKUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
DIPONEGORO).h.74.
79
4. Setelah dipastikan seluruh anggota rapat telah terhubung, maka rapat dapat
dilangsungkan sama seperti protokoler biasa jika RUPS dilaksanakan secara
langsung tanpa melalui media.
RUPS melalui media telekonferensi dilaksanakan dengan kuorum
kehadiran dengan mata acara biasa adalah ½ (satu perdua), untuk perubahan
anggaran dasar kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 (dua pertiga), dan untuk
penggabungan, peleburan maupun pembubaran Perseroan Terbatas kuorum
kehadiran paling sedikit ¾ (tiga perempat).
Prosedur pelaksanaan RUPS elektronik Perseroan Terbatas terdiri dari
beberapa hal, diantaranya adalah :108
1. Rencana RUPS harus dicantumkan melalui elektronik dan menginfokan
kepada OJK, pengumuman berserta adanya pemanggilan Rencana RUPS.
Rencana RUPS yang dilakukan secara langsung selalu diselenggarakan
dihadapan pengurus Rencana RUPS, anggota direksi atau dewan komisaris
beserta tenaga profesional yang menunjang pasar keuangan yang mendukung
Rencana RUPS.
2. Elemen, pemegang saham atau agen bisa hadir secara langsung secara terbatas
atas dasar siapa cepat dia dapat.
3. Pemungutan suara (termasuk perubahan dan penarikan kembali) dapat
dilaksanakan setelah ada panggilan Rencana RUPS sampai dengan awal setiap
mata acara yang membutuhkan suara dalam pemungutan Rencana RUPS,
tergantung penyelenggara Rencana RUPS dan harus merahasiakan suara yang
telah dikeluarkan sampai suara dihitung. Pemegang saham memiliki hak suara
sah dan disampaikan secara jelas melalui elektronik, tetapi jika tidak
menggunakan hak suaranya maka dianggap sah dan hadir dalam Rencana
RUPS dan mengeluarkan suara yang sama dengan hasil suara keseluruhan.
Pelaksanaan RUPS secara telekonferensi juga harus melibatkan pihak-
pihak yang diakui pula, terutama terkait penyedia jasa telekonferensi. POJK tahun
2020 sudah menjelaskan siapa saja yang berhak menyediakan jasa telekonferensi
108
Yahya Agung Putra, Annalisa Yahanan, and Agus Trisaka, “Video Konferensi Dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas,”
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan 8, no. 1 (2019), hal 35–50.
80
Risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh
notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan
dari para peserta RUPS. Adanya pasal POJK tersebut tetap belum bisa
memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang melaksanakan RUPS
telekonferensi karena akta fisik dari pelaksanaan RUPS telekonferensi tetap harus
dibuat oleh Notaris dan berkaitan dengan minuta atau protokol Notaris yang harus
dibundel secara berkala dan dijadikan sebagai arsip Negara. Hal tersebut membuat
akta RUPS yang ditanda tangani secara elektronik tetap dinilai sebagai akta di
bawah tangan. Terkait tanda tangan elektronik yang dububuhkan pada berita acara
RUPS telekonferensi, baik menggunakan scanning atau kode tertentu yang
dianggap sah oleh UUITE maka itu merupakan bukti yang dianggap sah oleh
UUITE dan bisa digunakan sebagai salinan cetakan seperti yang dijelaskan pada
pasal 12 ayat (2) huruf d, bahwa penyedia e-RUPS wajib menyerahkan kepada
Notaris salinan cetakan seluruh interaksi dalam RUPS secara elektronik untuk
dilekatkan pada minuta rialah RUPS. Sampai saat ini pun, pasal 16 ayat (1) huruf
m UUJN masih menegaskan jika Notaris berwenang untuk membacakan akta di
depan penghadap dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan
untuk memberikan dampak positif dan mendukung proses berinformasi sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penggunaan teknologi informasi
dan transaksi elektronik pun tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu
sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang, mengingat
selalu ada perubahan ke arah yang lebih positif dan mengedepankan efisien untuk
setiap kegiatan dalam segala bidang. Dampak positif bisa berupa menghemat
sumber daya waktu karena tanda tangan elektronik tidak terbatas ruang dan waktu
sehingga bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Implementasi keputusan juga
semakin cepat karena hasil dari tanda tangan elektronik bisa langsung
dilaksanakan tanpa perlu berhadapan dengan pihak yang memiliki kewenangan
untuk membubuhkan tanda tangan. Pemanfaatan elektronik juga bisa mengurangi
biaya untuk kertas, percetakan, pengemasan, dan mpengiriman karena sifatnya
84
3.3 Konsep Aturan Kedepan Terkait Tanda Tangan Elektronik Pada Akta
Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi
Latar belakang dibentuknya UUITE nomor 11/2008 di Indonesia adalah
adanya realsasi dari dukungan pemerintah terhadap perkembangan teknologi
informasi melalui adanya peraturan dan infrastruktur agar pemanfaatan teknologi
informasi bisa digunakan secara aman dan tidak disalahgunakan. Perkembangan
yang pesat dalam bidang teknologi informasi menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Kemajuan tersebut
terus berkembang seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang
teknologi informasi, media, dan komunikasi. Salah satu perkembangannya ada di
bidang perniagaan nasional maupun internasional sehingga harus dijaga dan
dipelihara karena berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian.
Perkembangan jaman yang terus terjadi membuat UUITE mengalami perubahan
pada tahun 2016.
Beberapa alasan adanya perubahan pada UUITE adalah, pertama, adanya
penambahan frasa “khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik” pada pasal 5 ayat (1) dengan tujuan memberikan kepastian
hukum keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai
alat bukti perlu dipertegas kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE. Kedua,
ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan
yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahan bagi penyidik karena
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan transaksi elektronik begitu cepat
dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan perbuatan atau alat bukti kejahatan.
Ketiga, dibutuhkan adanya penegasan dalam hal melindungi kepentingan umum
dari segala jenis gangguan. Adanya kemajuan teknologi menimbulkan
kemungkinan kejahatan konten ilegal seperti informasi atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, penghinaan atau pencemaran nama
baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, serta
perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama,
86
ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin,
disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Upaya
penegasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan
tindakan pemutusan akses terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi
Indonesia. Keempat, setiap informasi yang digunakan melalui media atau sistem
elektronik yang berhubungan dengan data pribadi seseorang harus dilakukan atas
ijin dari orang yang bersangkutan. Bentuk perlindungan hukum yang bisa
digunakan adalah mengharuskan penyelenggara sistem elektronik untuk
menghapus data yang relevan dan berada di bawah kendalinya atas permintaan
orang yang bersangkutan.
Kemajuan teknologi yang saat ini sangat pesat sejalan dengan sifat
manusia yang terus berkembang. Hal tersebut sudah banyak diaplikasikan ke
berbagai kehidupan masyarakat sehingga banyak membantu menyelesaikan
pekerjaan sehari-hari. Salah satu produk hukum yang mengaplikasikan kemajuan
teknologi adalah UUPT, karena didalamnya mengatur terkait pelaksanaan RUPS
yang boleh dilaksanakan secara telekonferensi. Pada akhirnya, diperbolehkannya
RUPS telekonferensi juga akan berpengaruh terhadap tanda tangan yang
dibubuhkan pada risalah rapat. Lokasi peserta rapat yang tidak saling bertatap
muka saat RUPS berlangsung, membuat mereka tidak bisa membubuhkan tanda
tangan basah yang pada akhirnya harus dilakukan secara online (tanda tangan
elektronik). Saat ini tanda tangan elektronik juga sudah diperbolehkan dan diatur
dalam UUITE. RUPS yang dilakukan secara tatap muka harus di tanda tangani
oleh ketua rapat dan paling sedikit satu orang yang ditunjuk atau mewakili semua
peserta rapat dan/atau pemegang saham yang hadir. Berbeda dengan RUPS yang
dilakukan secara telekonferensi, peserta rapat dan/atau pemegang saham yang
hadir maupun tidak hadir diharuskan untuk menandatangani risalah RUPS dengan
cara mengirimkan tanda tangan elektronik. Tanda tangan tersebut digunakan
sebagai alat bukti di Pengadilan apabila suatu saat Perseroan Terbatas di tuntut
87
110
Intishar Linur Ridwan, Ina Heliyany, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
KEABSAHAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG DILAKUKAN SECARA DARING
(ONLINE) DALAM MASA PANDEMI COVID-19, Jurnal Delegasi Legal Student Scientific
Journal, Volume 1 Nomor 1 (2021), hal 36.
88
membuat akta tanpa harus bertemu, bahkan para pihak juga bisa jika tidak
berhadapan langsung degan Notaris. Hal tersebut yang dianggap kontradiktif
dengan pasal 16 ayat ayat 1 huruf m UUJN-P yang mengatur bahwa dalam proses
pembuatan akta otentik, Notaris dan para pihak yang bersangkutan harus
berhadapan secara langsung untuk membacakan isi akta. Ada pengecualian
terhadap pembacaan akta yang tertera dalam pasal 16 ayat (7) yang menyatakan
bahwa pembacaan isi akta tidak wajib untuk dilakukan apabila penghadap telah
membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya. Akta yang dibuat tanpa
dibacakan di depan penghadap dengan alasan yang telah disebutkan di atas, maka
hal tersebut harus tercantum pada penutup. Adanya pengecualian tersebut maka
pembuatan akta secara elektronik dapat ada harapan untuk tetap bisa dilanjutkan.
Peluang tersebut tidak sejalan dengan aturan tanda tangan yang ada di
Indonesia, khususnya terkait RUPS telekonferensi. Pasal 77 UUPT menyatakan
bahwa selain dilakukan secara konvensional, RUPS sudah bisa dilakukan secara
tekekonferensi guna mempermudah dan bisa menekan biaya pelaksanaannya
dengan disetujui dan ditanda tangani secara fisik maupun elektronik. UUJN-P
juga sudah mengeluarkan aturan pula terkait dengan kewenangan tambahan
Notaris tentang sertifikasi elektronik. UUITE pun sudah melegalkan tanda tangan
elektronik namun ada pengecualian yang membuat RUPS telekonferensi rancu
untuk direalisasikan. Hal tersebut didasari dengan adanya aturan dalam UUITE
pasal 5 ayat (4) huruf b yang menyatakan bahwa ada surat beserta dokumen yang
menurut undang-undang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta. Aturan tersebut tentu bertentangan dengan UUPT yang
sudah melegalkan adanya RUPS telekonferensi karena dalam proses
pelaksanaannya melibatkan Notaris sebagai pengawas jalannya rapat. Pada tahun
POJK tahun 2020 juga menyatakan jika risalah RUPS telekonferensi wajib dibuat
dalam bentuk akta notaril oleh Notaris yang terdaftar di OJK. POJK yang dibuat
tersebut memberikan titik terang terkait tanda tangan pada RUPS Telekonferensi
karena pada pasal 12 disebutkan jika tanda tangan dari peserta rapat tidak
diperlukan. Aturan terebut dibuat karena POJK menginginkan jika hasil RUPS
Telekonferensi tetap dibuat secara notariil.
90
111 Hanif Windarrahman, Penerapan Cyber Notary Sebagai Solusi Dalam Pembuatan
Risalah RUPS Elektronik Pada Masa Pandemi, Jurnal Hukum tora, Volume 8 Issue 2, 2022, Hlm
252.
112
Hanif Windarrahman, Op. Cit, 2022, Hlm 259.
91
Kelemahan jaringan internet tersebut bisa terjadi di saat rapat sedang berlangsung.
Kelemahan dari teknologi tersebut maka bisa saja muncul dalam praktek RUPS
telekonferensi ini yang seharusnya dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta RUPS ternyata belum sempat ditandatangani
secara elektronik ataupun hasil rapat belum terkirim ke peserta rapat karena
jaringan bermasalah. Kendala terkait jaringan internet tidak dijelaskan dalam
UUPT sehingga muncul adaya pertanyaan terkait kedudukan peserta rapat yang
jaringannya hilang saat rapat berlangsung.
Berkaitan dengan pelaksanaan RUPS Telekonferensi pada PT yang
berstatus terbuka maka Notaris yang berwenang dalam pembuatan akta harus
Notaris yang sudah terdaftar secara sah di OJK. Aturan tersebut disebutkan pada
pasal 12 ayat ayat (1) POJK tahun 2020 yang menyatakan bahwa, “risalah RUPS
secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh notaris yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan dari para
peserta RUPS.” Ada pula pasal yang menguatkan aturan terkait wewenang Notaris
yang sudah terdaftar di OJK adalah pasal 8 ayat (1) huruf b yang menyatakan jika
“Dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik, Perusahaan Terbuka wajib:
menyelenggarakan RUPS secara fisik dengan dihadiri paling sedikit oleh:
1. pimpinan RUPS;
2. 1 (satu) orang anggota Direksi dan/atau 1 (satu) orang anggota Dewan
Komisaris; dan
3. Profesi penunjang pasar modal yang membantu pelaksanaan RUPS.”
Profesi penunjang pasar modal yang berkaitan dengan pelaksanaan RUPS
Telekonferensi adalah Notaris yang terdaftar pada OJK. Notaris yang memiliki
kedudukan sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal diatur dalam pasal
64 ayat (1) huruf d UUPM. Notaris pasar modal juga bertugas untuk menghadiri
setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diadakan oleh emiten. Pada kegiatan tersebut
Notaris harus menyiapkan berita acara RUPS, mempersiapkan naskah perjanjian,
92
pada risalah akta karena jaringan terputus, maka hal tersebut masih bisa untuk
dilanjutkan. Merujuk pada pasal 90 UUPT yang menyatakan bahwa :
1. Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani
oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang
ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
2. Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila
risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris.”
Pasal tersebut mengisyaratkan jika risalah RUPS Telekonferensi tidak
diwajibkan untuk ditandatangani asalkan dibuat dengan akta Notaris. Akta RUPS
merupakan jenis akta relaas atau akta yang yang dibuat oleh Notaris berdasarkan
apa yang dilihat, didengar, dan diketahui saat rapat berlangsung. Dapat
disimpulkan jika keabsahan akta RUPS telekonferensi dapat dipastikan walaupun
para pihak yang bersangkutan tidak sempat membubuhkan tanda tangannya.
Adanya aturan tersebut maka dapat dikatakan jika keputusan RUPS
Telekonferensi tetap bisa diambil dan kedudukan pemegang saham yang
jaringannya terputus dianggap sah menghadiri RUPS dan tetap memiliki hak suara
dalam menentukan risalah RUPS sepanjang Risalah RUPS dibuat dengan Akta
Notaris.
Pasal 11 POJK tahun 2020 memberikan kemudahan untuk proses
pengambilan suara oleh peserta RUPS Telekonferensi. Pemberian suara secara
elektronik bisa dilakukan setelah pemanggilan RUPS sampai pembukaan masing-
masing mata acara yang memerlukan suara. Peserta yang sudah memberikan hak
suaranya dianggap hadir dan sah mengikuti RUPS Telekonferensi. Suara yang
telah diberikan hanya bisa dicabut atau dirubah paling lambat sebelum pimpinan
RUPS Telekonferensi memulai pemungutan suara untuk pengambilan keputusan
pada masing-masing mata acara RUPS telekonferensi yang dimaksud. Sebelum
pimpinan rapat memulai proses pengambilan suara, pihak e-RUPS harus
merahasiakan suara yang telah diberikan secara elektronik oleh peserta RUPS
telekonferensi. Masalah jaringan tidak menjadi kendala saat peserta rapat sudah
memberikan persetujuannya namun hanya belum sempat membubuhkan tanda
tangan, namun berbeda jika jaringan bermasalah saat pemegang saham belum
94
dimana saja asalkan semua pemegang saham hadir dan setuju dengan adanya
RUPS dengan agenda tertentu. Ketiga tempat pelaksanaan RUPS konvensional
tersebut memiliki persamaan yaitu tetap dalam Wilayah Republik Indonesia. Hal
ini memunculkan permasalahan baru karena tidak ada yang mengatur terkait
lokasi pelaksanaan RUPS Telekonferensi. Bisa saja saat rapat berlangsung,
peserta yang mengikuti rapat secara online berada di luar wilayah Indonesia.
Sampai saat ini, POJK tahun 2020 dan UUPT hanya mengatur jika RUPS
yang dilaksanakan secara konvensional maupun elektronik diadakan di tempat
kedudukan perusahaan. Untuk RUPS yang membutuhkan keputusan cepat,
pelaksanaannya bisa di mana saja asalkan masih dalam wilayah republik
Indonesia dan dapat dihadiri oleh semua peserta RUPS. Dikeluarkannya aturan
terkait RUPS Telekonferensi tidak lepas dari permasalah yang turut muncul, salah
satunya terkait lokasi peserta RUPS yang dilaksanakan secara telekonferensi. Saat
rapat berlangsung, tidak ada yang benar-benar mengetahui dimana peserta
mengikuti proses rapat, bisa saja ada beberapa dari mereka yang sedang berada di
luar wilayah Repulik Indonesia. Hingga saat ini belum ada aturan yang
menjelaskan terkait lokasi peserta yang mengikuti kegiatan RUPS Telekonferensi,
sehingga belum ada perlindungan hukum yang jelas untuk perusahaan, pemegang
saham yang lain, maupun Notaris yang ditunjuk untuk membuat akta RUPS.
Setiap masa selalu mengalami perkembangan di semua bidang. Kemajuan
tersebut juga berpengaruh ke salah satu profesi yaitu Notaris karena hukum juga
melakukan perkembangan mengikuti zaman. Setiap kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi pasti menawarkan adanya
kemudahan dan efisiensi sedangkan di sisi lain menimbulkan adanya persoalan
baru. Beberapa masalah yang terjadi adalah terjadi tumpang tindih dari aturan satu
dengan aturan yang lain. Masalah lain yang muncul terkait peraturan baru yang
tidak bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan, maksudnya adalah terjadi
kekosongan hukum yang pada akhirnya tidak memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat.
Permasalahan pertama yang terjadi dari adanya RUPS telekonferensi
terkait aturan pasal 5 ayat (4) huruf a UUITE yang meyatakan bahwa ada
96
dokumen elektronik yang harus dibuat secara tertulis. Akta RUPS juga termasuk
salah satu akta yang harus dibuat secara tertulis, hal tersebut dibuktikan dengan
adanya aturan dalam UUJN yang menyatakan bahwa pembuatan akta harus
dilaukan secara bertatap muka atau bertemu secara langsung antara Notaris dan
para pihak. Pertemuan secara langsung tersebut juga berkaitan dengan
pembubuhan tanda tangan basah di atas akta. Kedua hal tersebut mengisyaratkan
bahwa akta yang dibuat oleh Notaris harus dibuat secara konvensional (bukan
elektronik) dan para pihak yang bersangkutan harus bertatap muka langsung
dengan Notaris.
Permasalahan kedua terkait dengan jaringan peserta rapat yang tidak stabil
saat rapat berlangsung. Berbeda halnya apabila jaringan yang tidak stabil adalah
milik penyedia RUPS telekonferensi karena mereka memiliki sistem untuk
mengatur gangguan dan kegagalan sistem. Penyedia RUPS Telekonferensi
memang diwajibkan untuk memenuhi syarat-syarat agar memenuhi kriteria
sebagai penyedia RUPS Telekonferensi. Aturan tersebut tertulis pada pasal 6 ayat
(1) yang menyebutkan bahwa :
1. Penyedia e-RUPS wajib paling sedikit:
a. terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dari instansi berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menyediakan hak akses kepada Pengguna e-RUPS untuk dapat mengakses
e-RUPS;
c. memiliki dan menetapkan prosedur operasional standar pelaksanaan RUPS
secara elektronik melalui e-RUPS;
d. memastikan terlaksananya RUPS secara elektronik;
e. memastikan keamanan dan keandalan e-RUPS;
f. menginformasikan kepada Pengguna e-RUPS dalam hal terdapat
perubahan atau pengembangan sistem termasuk penambahan layanan dan
fitur e-RUPS;
g. menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan pemrosesan data
di e-RUPS untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian
sengketa, verifikasi, dan pengujian;
97
yang bersangkutan atau bahkan bisa berada di luar wilayah NKRI. Salah satu
dampak dari tidak adanya batasan tersebut justru menimbulkan adanya persaingan
yang tidak sehat antar Notaris dan hal tersebut bertentangan dengan tujuan awal
pemerintah dalam menentukan wilayah kerja Notaris.
Mengatasi adanya hal ini, maka pemerintah harus mengeluarkan yang
menyatakan bahwa Notaris dan penghadapnya boleh melakukan proses tanda
tangan elekronik terhadap akta yang dibuat walaupun berada diluar wilayah
Notaris ataupun di luar negeri. Apabila kebebasan lokasi tetap dipertahankan
untuk mencegah adanya persaingan yang tidak sehat antar Notaris, maka harus
ada alat yang digunakan untuk mendeteksi lokasi penghadap dan Notaris saat
penandatanganan berlangsung. Adanya alat tersebut harus aman dan dapat
dipertanggungjawabkan karena akta yang dibuat oleh Notaris bersifat otentik
sehingga kebenaran dari akta tersebut merupakan tanggung jawab Notaris. Selain
itu, alat tersebut juga harus tersertifikasi sehingga bisa memenuhi persyaratan
untuk bisa digunakan. Data yang ada pada alat deteksi tersebut juga bisa
digunakan untuk bukti apabila terjadi masalah di waktu yang akan datang.
Kemajuan teknologi layaknya pedang bermata dua, satu sisi memberikan
kemudahan sedangkan di sisi lain menimbulkan permasalahan baru. Dari aspek
efisiensi, transaksi perniagaan melalui media elektronik akan mengurangi biaya
substansial bagi para pihak. Kemajuan tersebut menimbulkan pro kontra untuk
Notaris karena dianggap bisa mengurangi pendapatan Notaris dan tidak
menggunakan jasa Notaris. Sebenarnya tidak perlu khawatir mengenai hal itu
karena salah satu yang tidak dapat tergantikan oleh Notaris adalah kapasitasnya
sebagai pejabat umum khususnya terkait tugas dalam pembuatan akta otentik.
Lembaga yang menyediakan fasilitas bagi para pihak yang melakukan transaksi
elektronik seperti Certification Authority juga tidak dapat menggantikan tugas
Notaris dalam pembuatan akta otentik walaupun dalam bentuk elektronik. Hal
tersebut justru membuka jalan kepada Notaris untuk mempermudah pekerjaannya
dalam melayani kepentingan masyarakat dengan lebih efisien. Perlu adanya
pengaturan kedepan terkait kehadiran Notaris yang dapat dinilai secara sah dan
dapat dirumuskan konsekuensi hukumnya sebagai “akta otentik elektronik”. Salah
100
manusia yang dimaksud dalam konteks Cyber Notary bukan hanya pihak Notaris
namun pihak ketiga yang menyediakan jasa dalam pelaksanaan cyber notary juga
termasuk di dalamnya. Pihak ketiga dalam Cyber Notary salah satunya adalah
Lembaga Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang mendapat legitimasi dalam
penyimpanan dan mengamankan dokumen antara Notaris dan penghadap. Hal ini
menyangkut tentang kerahasiaan dokumen karena akta Notaris bersifat otentik dan
menjadi arsip Negara. Pembuatan akta secara konvensional hanya melibatkan
Notaris, penghadap, dan saksi, namun ketika Cyber Notary diberlakukan maka
proses pembuatan akta tersebut bertambah dengan melibatkan pihak ketiga.
Keamanan dalam pembuatan akta elektronik harus tinggi, jangan sampai data
maupun isi akta yang telah dibuat oleh Notaris tersebar.
Perlu adanya sosialisasi dan pelatihan secara berkala kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan akta elektronik, bahkan pengawasan pun juga
harus lebih ditingkatkan. Adanya peralihan dari konvensional ke elektronik
memang bukan hal yang mudah, bahkan akan timbul adanya tantangan yang tidak
tidak disangka saat prakteknya sudah berjalan. Adanya peluang yang selalu
disertai dengan tantangan untuk bisa mengikuti perkembangan jaman memang
harus dihadapi, bahkan hal ini berlaku untuk semua profesi bukan hanya Notaris.
Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi perkembangan
tersebut bagi Notaris, diantaranya adalah:114
1. Mengikuti Peraturan
Peraturan akan terus berganti suatu waktu, maka Notaris harus meningkatkan
ilmu yang sudah diperoleh.
2. Mengikuti Media
Media apa yang saat ini sedang booming karena Notaris merupakan Pejabat
Publik yang berhadapan dengan klien, maka dengan mengikuti Media dapat
dijadikan sebagai alat untuk pendekatan dengan memberikan solusi apa yang
harus diberikan oleh Notaris kepada Klien.
114
Qisthi Fauziyyah Sugianto, Widhi Handoko, PELUANG DAN TANTANGAN CALON
NOTARIS DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN DISRUPSI ERA DIGITAL, NOTARIUS,
Volume 12 Nomor 2 (2019), hal 664.
103
Kewenangan yang dimiliki oleh Notaris dalam hal pembuatan akta tentu
membutuhkan data pribadi dari pihak penghadap. Hal ini berkaitan dengan
pelindungan data pribadi yang diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 yang
selanjutnya disebut sebagai UUPDP. Pasal 1 ayat (1) UU PDP menyebutkan jika
data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau
dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau
nonelektronik. Data pribadi harus dilindungi dalam rangkaian pemrosesan data
pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek yang bersangkutan. Pelindungan
data pribadi berkaitan dengan tugas Notaris yang diatur pada pasal 16 ayat (12)
UUJN yang menyatakan jika cukup dengan menjalankan kewajibannya dalam
merahasiakan isi akta yang di antaranya adalah data pribadi para penghadap dan
saksi, seorang notaris turut berperan dalam upaya perlindungan data pribadi
dengan tidak menyebarluaskan data pribadi para penghadap dan saksi kepada
pihak lain yang tak memiliki kaitan terhadap akta tersebut. Data pribadi terdiri
dari 2 hal yaitu data pribadi yang bersifat spesifik dan data pribadi bersifat umum.
data pribadi bersifat khusus terdiri dari:
a. data dan informasi Kesehatan
b. data biometrik
c. data genetika;
d. catatan kejahatan;
e. data anak;
f. data keuangan pribadi; dan/ atau
g. data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data pribadi yang bersifat umum meliputi:
a. nama lengkap;
b. jenis kelamin;
c. kewarganegaraan
d. agama
e. status perkawinan
f. Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.
BAB 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Salah satu UU yang mengakomodir perkembangan teknologi di Indonesia
adalah UUPT pasal 77 ayat (1) jo. penjelasan pasal 77 ayat (4) tentang
RUPS telekonferensi. Disebutkan pasal tersebut jika RUPS bisa dilakukan
secara telekonferensi dengan disetujui dan ditandatangani secara secara
fisik atau elektronik. Hasil rapat yang telah ditandatangani secara
elektronik dianggap sah sehingga bisa dijadikan sebagai alat bukti, namun
kekuatan pembuktiannya masih lemah karena terhalang pada pasal 5 ayat
(4) huruf (b) UUITE tahun 2008 yang menyatakan jika Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah, namun hal tersebut tidak berlaku
untuk surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta. Belum adanya kepastian hukum terkait tanda tangan
elektronik pada akta RUPS membuat para pihak tidak mendapatkan suatu
keamanan berupa perlindungan hukum seperti teori kepastian hukum yang
disampaikan oleh Van Apeldorn.
2. Adanya peraturan terkait PSBB berakibat pada pelaksanaan RUPS dan
untuk mengatasinya pemerintah mengeluarkan POJK yang berisi pedoman
terkait Pelaksanaan RUPS Perusahaan Terbuka Secara Elektronik yang di
dalam berisi aturan terkait tanda tangan elektronik. Salah satu aturan
tersebut menyatakan jika RUPS telekonferensi tidak perlu di tanda tangani
oleh peserta rapat namun akta yang dibuat harus dalam bentuk notaris
seperti yang ditulis pada pasal 12 ayat 1 POJK tahun 2020. Aturan POJK
tersebut sejalan dengan UUITE yang sampai saat ini menyatakan jika akta
hasil RUPS telekonferensi masih terkendala pasal 5 ayat (4) huruf (b)
105
106
UUITE yang menyatakan jika akta notariil tidak termasuk dalam informasi
atau dokumen elektronik. Adanya pasal POJK tersebut tetap belum bisa
memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang melaksanakan
RUPS telekonferensi karena akta fisik dari pelaksanaan RUPS
telekonferensi tetap harus dibuat oleh Notaris dan berkaitan dengan minuta
atau protokol Notaris yang harus dibundel secara berkala dan dijadikan
sebagai arsip Negara. Sampai saat ini pun, pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN
masih menegaskan jika Notaris berwenang untuk membacakan akta di
depan penghadap dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap, saksi,
dan Notaris.
3. Pedoman RUPS telekonferensi yang diatur pada POJK tahun 2020 hanya
khusus pada PT yang berstatus terbuka, khusus PT yang bersifat tertutup
pelaksanaan RUPS telekonferensi tetap mengikuti aturan yang ada pada
UUPT pasal 77 ayat (1). Pemerintah diharapkan untuk tetap
mengembangkan aturan dengan tujuan efisiensi serta memberikan
kemanfaatan dengan cara membuat peraturan terkait pembuatan akta yang
benar-benar bisa dilakukan secara telekonferensi serta memberikan
kewenangan kepada Notaris untuk menghasilkan akta elektronik yang
dianggap sah dan disamakan kekuatannya dengan akta otentik. Pembuatan
akta elektronik pada akhirnya juga berpengaruh pada penyimpanan
protokol secara elektronik sehingga bisa lebih efisien untuk biaya kertas
dan mengurangi resiko kehilangan dan kerusakan karena kertas yang
termakan usia. Pemerintah juga harus menyiapkan serta terus
meningkatkan sarana, prasarana, serta kesiapan dari sumber daya manusia
dengan cara memberikan sosialisasi maupun pelatihan untuk pihak-pihak
yang nantinya terlibat dalam proses tanda tangan elektronik serta
penyimpanan akta RUPS Telekonferensi secara elektronik.
107
4.2 SARAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik saran sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan yang dapat memberikan kepastian hukum terkait tanda
tangan elektronik pada akta RUPS telekonferensi dengan menyatakan jika
akta yang dihasilkan bisa dikategorikan sebagai informasi / dokumen
elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti hukum yang sah.
2. Dengan pesatnya perkembangan teknologi bisa dijadikan salah satu faktor
yang dapat dipertimbangkan untuk dapat merubah aturan terkait tanda tangan
elektronik pada akta RUPS telekonferensi. Proses tanda tangan akta notariil
yang harus dilakukan di hadapan notaris bisa dialihkan dengan menggunakan
tanda tangan elektronik sebagai salah satu cara pemanfaatan teknologi.
3. Indonesia masih membutuhkan usaha serta dukungan dari berbagai pemangku
kepentingan, terutama pembuat kebijakan, Notaris dan masyarakat. Kepastian
hukum baru dapat tercapai bila sudah ada landasan yuridis yang mengatur
dengan jelas terkait cyber notary. Dimulai dengan merumuskan definisi cyber
notary, kewenangan dan tanggung jawab Notaris dalam cyber notary, hingga
pihak-pihak yang membantu, mengawasi bahkan pihak yang memberikan
sanksi serta rumusan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran dalam cyber notary.
Pemerintah perlu untuk menyiapkan segala sarana maupun prasarana dan
Notaris perlu untuk dikaji kesiapan dalam mengaplikasikan cyber notary.
108
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A’an Efendi, Dyah Ochtorina Susanti & Rahmadi Indra Tektona, Penelitian
Hukum Doktrinal, Laksbang Justitia, Yogyakarta, 2019.
A.A Andi Prajitno, Kewenangan Notaris (Akta Otentik Notaris), Surabaya: CV.
Putra Media Nusantara (PNM), 2018.
A.A. Andi Prajitno, Kewenangan Notaris dan Contoh Bentuk Akta, Surabaya: CV.
Perwira Media Nusantara (PNM), 2018.
A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis tentang Apa dan Siapa Notaris di
Indonesia Sesuai UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Surabaya : CV Perwira
Media Nusantara (PNM), 2020.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan
Agama, Jakarta: Kencana, 2006.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), halaman 93
Cst Kansil, Christine, S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit,
2009, Jakarta: Kamus Istilah Hukum.
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2010.
Edmon Makarim, 2012, Notaris & Transaksi Elektronik (Kajian Hukum tentang
Cybernotary atau Electronic Notary), Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
H. Zaeni Asyhadie, Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Jakarta:
Erlangga, 2012.
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, 2008.
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan
Tulisan tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, bandung, 2009.
Hamda Sulfinadia, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Yogyakarta,
Deepublish, 2020.
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian
Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013.
109
Herowati Poesoko. 2012, Diktat Mata Kuliah Metode Penulisan dan Penelitian
Hukum. Fakultas Hukum Universitas Jember.
I Dewa Gede Atmaja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-Teori Hukum, Malang,
Setara Press, 2018.
Jamin Ginting, 2007, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007),
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Maya Sari, Abdul Rahcmad Budiono, and Hanif Nur Widhiyanti, “Perlindungan
Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas Yang Tidak Dilibatkan Dalam
Proses Akuisisi,” Yuridika 32, no. 3 (2017): 441–463.
M. Natsir Asnawi, Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia,
Yogyakarta: UII Press, 2013.
M.Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika.
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Peter Mahmud Marzuki. 2016, Penelitian Hukum: edisi revisi. Jakarta: PT.
Kharisma Putra Utama.
Purbacaraka, 2010, Memahami Kepastian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ridwan, H. R., Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi,-cet. 9, Rajawali Pers, Jakarta,
2016.
Rossalina Zainatun, 2018, Keabsahan Akta Notaris yang Menggunakan Cyber
Notary sebagai Akta Otentik, Malang: Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya.
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, dikutip dari Ridwan
Khairandy, Pokok- Pokok Hukum Dagang Indonesia, Ctk. Kedua, FH UII
Press, Yogyakarta, 2014.
Sentosa Sembiring, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonsia tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Bandung: Nuansa Aulia, 2009).
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris
Dalam Pembuatan Akta, Bandung: Mandar Maju.
110
B. Jurnal
Amelia Sri Kusuma Dewi, Penyelenggaraan RUPS Melalui Media Elektronik
Terkait Kewajiban Notaris Meletakkan Sidik jari Penghadap, Jurnal
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015.
Andrian Aditya, Agita Chici Rosdiana, PERAN NOTARIS DAN KEABSAHAN
AKTA RUPS YANG DILAKSANAKAN SECARA ELEKTRONIK (DILIHAT
DARI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
16/POJK.04/2020 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS), Jurnal Indonesian Notary Vol. 3 No. 2,
2021.
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnawati, KEKUATAN PEMBUKTIAN
TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ACARA DI INDONESIA DAN
BELANDA, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014.
Edi Haryadi, Siti Madinah Ladjamuddin, TEKNIK KEAMANAN PESAN
MENGGUNAKAN KRIPTOGRAFI DENGAN ALGORITMA VERNAM
CHIPER, Jurnal Incomtech VoL 6, No 1, Juni 2017.
111
Ni Kadek Sofia Arianti, I Nyoman Putu Budiartha, Desak Gde Dwi Arini, TANDA
TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS, Jurnal
Interpretasi Hukum, Vol. 1, No. 1 – Agustus 2020.
Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putu Tuni Cakabawa Landra, Ni Putu Purwanti,
Keberadaan Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference
Terkait Jaringan Bermasalah Dalam Perspektif Cyber Law, Jurnal
Magister Hukum Udayana, Vol. 4, No. 1, Mei 2015
Niru Anita Sinaga, HAL-HAL POKOK PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS DI
INDONESIA, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Volume 8 No. 2, Maret
2018.
Novie Susilawati, Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Video Teleconference
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Terkait Dengan Tugas Dan
Wewenang Jabatan Notaris, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, Volume 4
Nomor 2 Agustus 2020.
Octavianna Evangelista dan Daly Erni, KEDUDUKAN HUKUM AKTA NOTARIS
DALAM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) MELALUI
TELEKONFERENSI, Jurnal PALAR (Pakuan Law Review), Volume 07,
Nomor 02, Juli-Desember 2021.
Pahlefi, Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91
Undang-Undang Perseroan Terbatas, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7
Nomor 2, Oktober 2016.
Rahmadi Indra Tektona, KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DALAM ERA DISRUPSI GLOBALISASI, Jurnal Pendidikan Nilai dan
Pembangunan Karakter Vol.6 No.1, April 2022.
Rehulina Sitepu, Keabsahan Digital Signature dalam Perjanjian E-Commerce,
Journal of Law, April 2018.
Rossalina, Zainatun, Moh. Bakri, Itta Andrijani, “Keabsahan Akta Notaris Yang
Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta Otentik.” Brawijaya Journal
(Januari 2019).
113
C. Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4756).
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5491).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5952).
114