Anda di halaman 1dari 131

TESIS

PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA


AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI
TELEKONFERENSI

The Principle of Legal Certainty on Electronic Signatures in Deed of General


Meeting of Shareholders by Teleconference

Vela Ardian Ninda, S.H.


NIM: 190720201038

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
2023
TESIS

PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA


AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI
TELEKONFERENSI

The Principle of Legal Certainty on Electronic Signatures in Deed of General


Meeting of Shareholders by Teleconference

Vela Ardian Ninda, S.H.


NIM: 190720201038

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
2023

i
PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan untuk:
1. Orang tua saya tercinta, Bapak Eka hariyadi dan Ibu Sulastri serta kakak
saya Dian Fitriyana yang senantiasa melimpahkan kasih sayang, cinta, dan
kasih yang tiada henti serta selalu mengiringi setiap langkah saya dengan
ridho dan doa tulus.
2. Seluruh Guru dan Dosen sejak Taman kanak-kanak hingga Perguruan
tinggi yang telah memberi dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat serta
bimbingan dengan penuh kesabaran.
3. Almamater Universitas Jember yang saya banggakan.

ii
PRASYARAT GELAR

PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA


AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI
TELEKONFERENSI

The Principle of Legal Certainty on Electronic Signatures in Deed of General


Meeting of Shareholders by Teleconference

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister


Kenotariatan pada Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Jember

Vela Ardian Ninda, S.H.


NIM: 190720201038

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
2023

iii
PERSETUJUAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI UNTUK DI UJI
TANGGAL, 22 JUNI 2023

Oleh:
Pembimbing Utama,

Dr. ERMANTO FAHAMSYAH, S.H., M.H.


NIP : 197905142003121002

Pembimbing Anggota,

Dr. RAHMADI INDRA TEKTONA, S.H., M.H.


NIP: 198010112008121001

Mengetahui,

Koordinator Progam Studi Magister Kenotariatan


Progam Pascasarjana Universitas Jember

Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum.


NIP. 198010262008122001

iv
PENGESAHAN

Tesis dengan judul:


Prinsip Kepastian Hukum Tanda Tangan Elektronik PadaAkta Rapat
Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi

The Principle of Legal Certainty on Electronic Signatures in Deed of General


Meeting of Shareholders by Teleconference

Oleh :
Vela Ardian Ninda, S.H.
190720201038

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H.
NIP. 197905142003121002 NIP : 198010112008121001

Mengesahkan:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Universitas Jember
Fakultas Hukum
Dekan,

Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H.


NIP. 198206232005011002

v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji pada:

Hari : Kamis

Tanggal 22

Bulan : Juni

Tahun 2023

Diterima oleh panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas jember

Panitia Penguji

Ketua, Sekretaris,

I Gede Widhiana S S.H., M.Hum., Ph.D.


Dr. R.A. Rini Anggraini, S.H., M.H.
NIP. 197802102003121001
NIP. 195911151985122001

Anggota Penguji

Dr. Bhim Prakoso, S.H., M.M., Sp.N., M.H. ……………………….……


NIP. 196912052014091002

Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. ……………………….……


NIP. 197905142003121002

Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H. …………………………….


NIP : 198010112008121001

vi
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Vela Ardian Ninda, S.H.

NIM : 190720201038

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “PRINSIP


KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA AKTA
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI TELEKONFERENSI”
adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan
sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya
jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai
dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, Juni 2023


Yang menyatakan,

VELA ARDIAN NINDA, S.H


NIM. 190720201038

vii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulisan tesis dengan judul: “PRINSIP
KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA AKTA
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI TELEKONFERENSI”,
ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penyusunan tesis ini tidak lepas dari
bimbingan, dorongan dan bantuan berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jember;
2. I Gede Widhiana S., S.H., M.Hum., Ph.D, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas jember serta Ketua Penguji yang telah memberikan
banyak wawasan serta kritik membangun dalam penyelesaian tesisi ini..
3. Dr. Iwan Rahmad S., S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Jember;
4. Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Jember dan Pembimbing Utama yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memotivasi, member bimbingan dan arahan
dalam proses penyusunan tesis ini sampai selesai;
5. Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jember;
6. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing
Anggota yang penuh perhatian, kesabaran, ketulusan dan ikhlas
memberikan arahan, nasihat, serta bimbingan selama penulisan tesis di
tengah-tengah kesibukan beliau;
7. Dr. R.A. Rini Anggraini, S.H., M.H., selaku Sekertaris Penguji Tesis yang
telah memberikan saran dan kritik guna membangun serta menambah
wawasan keilmuan penulis;

viii
8. Dr. Bhim Prakoso, S.H., MM.,Sp.N.,M.H., Selaku Anggota Penguji Tesis
telah memberikan saran dan kritik guna membangun serta menambah
wawasan keilmuan penulis;
9. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Hukum Universitas
Jember yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada
penulis;
10. Kepada Bapak dan Ibu tercinta, Eka Hariyadi dan Sulastri yang selalu
memberikan cinta, kasih sayang, motivasi, serta doa tulus yang tiada henti
kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini;
11. Kakak serta keponakan, Dian Fitriyana, Agil Mashuji, Anisa Ramadhani
Putri Mashuji, Aisyah Nurmedina Putri Mashuji yang sudah menjadi
penyemangat untuk saya menyelasikan tesis ini;
12. Teman-teman seperjuangan Magister Kenotariatan angkatan 2019 Fakultas
Hukum Universitas Jember.
Tiada balas jasa yang dapat penulis berikan kecuali harapan semoga segala amal
kebaikan yang telah mereka berikan dengan segenap ketulusan dan keikhlasan
hati pada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya, penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya.
Amin.

Jember, Juni 2023

Penulis

ix
RINGKASAN

PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA


AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI
TELEKONFERENSI

Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi (RUPS Telekonferensi)


merupakan salah satu implementasi dari adanya perkembangan teknologi dan
informasi di bidang hukum. Pada dasarnya tujuan dari dilegalkannya RUPS
Telekonferensi agar pelaksannya menjadi lebih efisien. Peserta tidak perlu hadir
ke lokasi pelaksanaan rapat untuk bertatap muka secara langsung sehingga lebih
menghemat waktu serta akomodasi. Peserta yang tidak berada satu kota dengan
kedudukan Perusahaan pasti akan membutuhkan waktu dan biaya yang lebih
banyak sehingga dengan adanya aturan RUPS Telekonferensi akan sangat
membantu. Aturan terkait RUPS Telekonferensi telah dituangkan dalam UUPT
pasal 77 ayat (1) jo. penjelasan pasal 77 ayat (4).
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, Apa kekuatan
pembuktian terhadap tanda tangan elektronik pada akta Rapat Umum Pemegang
Saham melalui Telekonferensi. Implikasi hukum terhadap tanda tangan elektronik
pada akta Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi. Konsep
kedepan terkait tanda tangan elektronik pada akta Rapat Umum Pemegang Saham
Telekonferensi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis Normatif
yang didukung dengan 3 (tiga) pendekatan yaitu Pendekatan Perundang-
undangan, pendekatan perbandingan, dan pendekatan konseptual. Kerangka
teoritis pada tulisan ini adalah teori kepastian hukum, teori kemanfaatan, dan teori
kewenangan.
RUPS telekonferensi dan tanda tangan elektronik merupakan hal yang
legal untuk dilaksanakan karena kedua hal tersebut sudah diatur dalam UUPT dan
UUITE. Perbedaan RUPS konvensional dan telekonferensi hanya terletak pada
lokasi pelaksanaannya, dimana peserta rapat tidak perlu hadir secara langsung ke
lokasi rapat atau kedudukan perusahaan. Proses pelaksanaan RUPS telekonferensi
adalah para pihak hadir di hadapan Notaris secara telekonferensi untuk
menyampaikan maksud dan tujuannya. Pasal 77 ayat (1) jo. penjelasan pasal 77
ayat (4) menyatakan bahwa RUPS telekonferensi dapat dilakukan dengan
disetujui dan ditandatangani secara fisik maupun elektronik. Sampai saat ini,
UUITE pasal 5 ayat (4) huruf (b) UUITE tahun 2008 menyatakan jika akta
notarial tidak bisa dianggap sebagai dokumen elektronik. Perbedaan dari kedua
aturan tersebut belum bisa memberikan kepastian hukum terkait tanda tangan
elektronik pada akta RUPS dan membuat para pihak tidak mendapatkan suatu
keamanan berupa perlindungan.
RUPS Telekonferensi dan tanda tangan elektronik merupakan aturan yang
dibuat oleh pemerintah untuk mempermudah pelaksanaan dan mengikuti
perkembangan teknologi. Kemajuan tersebut tidak diiringi dengan aturan lainnya
sehingga pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Pada tahun
2020 OJK mengeluarkan peraturan nomor 16 /POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan
Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik untuk

x
mencegah penyebaran Covid-19 namun pelaksanaan RUPS yang melibatkan
banyak pihak tetap bisa untuk dilaksanakan. Salah satu pasal pada POJK yaitu
pasal 12 ayat (1) menjelaskan bahwa RUPS Telekonferesi tidak membutuhkan
tanda tangan peserta. Adanya aturan POJK tetap belum bisa memberikan
kepastian hukum karena pasal 16 ayat (1) huruf m tetap mengisyaratkan
penghadap untuk bertatap muka secara langsung dengan Notaris untuk melakukan
tanda tangan.
Ada beberapa kendala yang muncul dalam pelaksanaan tanda tangan
elektronik pada RUPS telekonferensi, diantaranya adalah masalah jaringan
internet yang membuat ppeserta rapat tidak dapat mengikuti jalanya rapat secara
keseluruhan. POJK yang dilekuarkan olehe pemerintah pada masa pandemi hanya
dikhususkan untuk PT yang berstatus terbuka seperti pada judul peraturannya
yaitu Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara
Elektronik sehingga PT yang berstatus tertutup tetap mengikuti pedoman UUJN
dan UUPT. Di era teknologi yang semakin canggih, pemerintah bisa
mempertimbangkan untuk membuat peraturan RUPS telekonferensi secara utuh
sehingga bisa memberikan kemanfaatan bagi peserta rapat dan memberikan
kewenangan kepada Notaris untuk membuat akta secara elektronik. Peraturan
tersebut pada akhirnya berkaitan dengan penyimpanan akta secara elektronik
karena bisa membuat proses RUPS telekonferensi lebih efisien dan mengurangi
resiko kehilangan dan kerusakan karena faktor usia kertas. Tentu pemerintah juga
harus menyiapkan sarana, prasarana, dan kemampuan sumber daya manusia
dalam masa peralihan dari RUPS konvensional ke telekonferensi. Sumber daya ini
meliputi semua pihak yang nantinya akan terlibat, terutama pihak penyelenggara
tanda tangan elektronik yang tersertifikasi.

Kata Kunci : RUPS Telekonferensi, Tanda Tangan Elektronik, Cyber Notary

xi
SUMMARY
THE PRINCIPLE OF LEGAL CERTAINTY ON ELECTRONIC SIGNATURE
IN DEED OF GENERAL MEETING OF SHAREHOLDERS BY
TELECONFERENCE

Teleconference General Meeting of Shareholders (Teleconference GMS) is


one implementation of the development of technology and information in the field
of law. Basically the purpose of legalizing teleconference GMS is to make its
implementation more efficient. Participants do not need to come to the location of
the meeting to meet face to face, thereby saving time and accommodation.
Participants who are not in the same city as the Company's domicile will
definitely need more time and money, so having a teleconference GMS rule will be
very helpful. The rules regarding the teleconference GMS have been set forth in
Article 77 paragraph (1) of the UUPT jo. explanation of article 77 paragraph (4).
The problem raised in this study is, what is the strength of evidence
against electronic signatures on the deed of the General Meeting of Shareholders
via teleconference. Legal implications of electronic signatures on the deed of the
General Meeting of Shareholders via teleconference. The concept of the future
regarding electronic signatures on the deed of the General Meeting of
Shareholders Teleconference. This research uses the type of normative juridical
research which is supported by 3 (three) approaches, namely the statutory
approach, the comparative approach, and the historical approach. The
theoretical framework in this paper is the theory of legal certainty, the theory of
benefits, and the theory of authority.
GMS teleconferences and electronic signatures are legal things to carry
out because these two things have been regulated in UUPT and UUITE. The
difference between a conventional GMS and a teleconference lies only in the
location where the meeting participants do not need to be present in person at the
meeting location or company position. The process of implementing a
teleconference GMS is that the parties present before the Notary via
teleconference to convey their aims and objectives. Article 77 paragraph (1) jo.
the elucidation of article 77 paragraph (4) states that a teleconference GMS can
be carried out by agreeing and signing it physically or electronically. Until now,
UUITE article 5 paragraph (4) letter (b) UUITE of 2008 states that notarial deeds
cannot be considered as electronic documents. The difference between the two
regulations has not been able to provide legal certainty regarding electronic
signatures on the deed of the GMS and has prevented the parties from obtaining
security in the form of protection.
GMS Teleconferences and electronic signatures are rules made by the
government to facilitate implementation and keep abreast of technological
developments. This progress was not accompanied by other regulations so that its
implementation could not be carried out optimally. In 2020, the OJK issued
regulation number 16 /POJK.04/2020 concerning the Implementation of
Electronic General Meetings of Shareholders of Public Companies to prevent the
spread of Covid-19, but the implementation of GMS involving many parties can
still be carried out. One of the articles in the POJK, namely article 12 paragraph

xii
(1) , explains that the teleconference GMS does not require the signature of the
participant. The existence of POJK regulations still cannot provide legal certainty
because article 16 paragraph (1) letter m still indicates appearers to meet directly
face to face with a Notary to sign.
There are several obstacles that arise in the implementation of electronic
signatures at teleconference GMS, including the problem of the internet network
which makes meeting participants unable to follow the overall meeting. The POJK
that was issued by the government during the pandemic was only specifically for
PTs with open status as stated in the title of the regulation, namely
Implementation of General Meetings of Shareholders of Public Companies
Electronically so that PTs with closed status still follow UUJN and UUPT
guidelines. In an era of increasingly sophisticated technology, the government
may consider making teleconference GMS regulations in its entirety so that it can
provide benefits for meeting participants and authorize notaries to make deeds
electronically. The regulations are ultimately related to
storing deeds electronically because it can make the teleconference GMS process
more efficient and reduce the risk of loss and damage due to the age factor of the
paper. Of course, the government must also prepare facilities, infrastructure, and
human resource capabilities during the transition from conventional GMS to
teleconferences. These resources include all parties who will be involved,
especially the organizers of certified electronic signatures.

Keywords: GMS Teleconference, Electronic Signature, Cyber Notary

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ......................................................................


HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR ............................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI........................................ vi
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... vii
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH.................................................... viii
HALAMAN RINGKASAN........................................................................... x
HALAMAN SUMMARY.............................................................................. xii
HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................ xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
1.5 Originalitas .............................................................................................. 7
1.6 Metode Penelitian ..................................................................................... 10
1.6.1 Tipe Penelitian ................................................................................ 10
1.6.2 Pendekatan Masalah ........................................................................ 11
1.6.3 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum ............................................. 13
1.6.4 Bahan Hukum ................................................................................. 13
1.6.5 Analisis Bahan Hukum .................................................................... 16
1.7 Kerangka dan Alur Pikir Tesis................................................................... 17
1.8 Sistematika Penulisan................................................................................ 18
BAB 2. KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL ............................ 20
2.1 Teori Kepastian Hukum ........................................................................... 20
2.2 Teori Kemanfaatan................................................................................... 22

xiv
2.3 Konsep Kewenangan................................................................................ 23
2.4 Perseroan Terbatas ................................................................................... 24
2.4.1 Pengertian Perseroan Terbatas ......................................................... 24
2.4.2 Organ Perseroan Terbatas ................................................................ 25
2.5 Tanda Tangan Elektronik .......................................................................... 27
2.5.1 Pengertian Tanda Tangan Elektronik ............................................... 27
2.5.2 Fungsi Tanda Tangan Elektronik Pada Dokumen ............................ 28
2.6 Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi ........................................ 28
2.6.1 Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham ..................................... 28
2.6.2 Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi ............. 29
2.7 Alat Bukti ................................................................................................ 30
2.7.1 Pengaturan Hukum Pembuktian....................................................... 30
2.7.2 Macam-macam Alat Bukti............................................................... 30
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 33
3.1 Kekuatan Pembuktian Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta
Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi........................... 33
3.2 Implikasi Hukum Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Rapat
Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi .................................. 69
3.3 Konsep Aturan Kedepan Terkait Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Rapat
Umum Pemegang Saham Telekonferensi ................................................. 85
BAB 4. PENUTUP ........................................................................................ 105
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 105
4.1 Saran ........................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA

xv
BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi informasi yang sedemikian cepat telah membawa
dunia memasuki era baru yang lebih cepat dari yang pernah kita bayangkan
sebelumnya, perkembangan itu membawa perubahan dalam berbagai bidang
kehidupan manusia. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa (features)
fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya produk-produk
teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media informasi.1 Saat
ini komunikasi antar individu bisa dilakukan dari jarak jauh dan tanpa tatap muka
dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Pada era globalisasi seperti ini
memaksa adanya inovasi di berbagai sektor dengan tujuan untuk mempertahankan
eksistensinya.2 Bidang hukum merupakan salah satu sektor yang mengembangkan
inovasi dari konvensional ke elektronik.
Pesatnya perkembangan teknologi banyak dipergunakan oleh masyarakat
di Indonesia dengan masyarakat Indonesia di wilayah lainnya maupun
mancanegara. Beralihnya transaksi konvensional dengan media kertas menjadi
transaksi yang menggunakan sistem elektronik adalah suatu fakta yang sesuai
dengan rekomendasi yang sejak lama telah diberikan dalam kesepakatan global
dalam forum UNCITRAL (United Nation Commission on International Trade
Law) mengenai perlunya pengakuan nilai hukum pada suatu informasi dan/atau
dokumen elektronik.3

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas


(UUPT) adalah salah satu undang-undang yang mengakomodir pesatnya
1
Novie Susilawati, Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Video Teleconference Dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Terkait Dengan Tugas Dan Wewenang Jabatan Notaris, Jurnal
Hukum dan Kenotariatan, Volume 4 Nomor 2 Agustus 2020, hlm 222
2
Rahmadi Indra Tektona, KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM
ERA DISRUPSI GLOBALISASI, : Jurnal Pendidikan Nilai dan Pembangunan Karakter Vol.6 No.1,
April 2022, hlm 75.
3
Edmon Makarim, 2012, Notaris & Transaksi Elektronik (Kajian Hukum tentang
Cybernotary atau Electronic Notary), PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm 1.

1
2

kemajuan teknologi informasi dengan dimungkinkannya telekonferensi sebagai


salah satu tata cara untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).4 Video konferensi merupakan metode komunikasi diantara dua tempat
atau lebih dengan dukungan suara, penglihatan dan sinyal untuk menyampaikan
pada media elektronik untuk berinteraksi. Video konferensi harus didukung tiga
perangkat atau komponen dalam pelaksanaannya berupa perangkat keras seperti
komputer atau alat perekam video, jaringan internet, dan ruangan video
konverensi.4
RUPS Telekonferensi diatur dalam pasal 77 ayat (1) UUPT yang
menyatakan bahwa:5
“Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat.”
RUPS yang dilakukan secara konferensi menandakan bahwa peserta rapat
tidak hadir secara langsung berhadapan dengan peserta lain dan Notaris maka
diperlukan adanya tanda tangan elektronik (e-signature) bagi para peserta rapat
yang tidak hadir secara fisik. Akta yang dibubuhi tanda tangan elektronik dapat
dipersamakan dengan data elektronik atau informasi elektronik yang
kedudukannya diakui sebagai alat bukti yang sah.6
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
(UUJN) menjelaskan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.”

Bentuk akta yang dapat dibuat oleh Pejabat Notaris ada 2 (dua) macam,
4
K.V.Rop, Video Conferencing And Its Application In Distance Learning, University of
Eastern Africa, Baraton, Conference: Annual Interdisciplinary Conference, Volume: 1 Juni 2012,
Nairobi Kenya: The Catholic University of Eastern Africa, 2012, hlm. 5.
5
Lihat ketentuan pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
6
Yahya Agung Putra, Annalisa Yahanan, Agus Trisaka, Video Konferensi Dalam Rapat
Umum Pemegang Saham Berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas, Jurnal
Ilmiah Hukum Kenotariatan, Vol. 8 No.1 Mei 2019, hlm. 37
3

diantaranya adalah:7

1. Akta yang telah dibuat oleh (door) seorang Pejabat Notaris atau yang
dapat dinamakan akta relaas atau pada umumnya disebut akta pejabat
(ambtelijke akte) merupakan akta yang telah dibuat oleh seorang pejabat
yang telah diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat tersebut
menerangkan apa saja yang dilihat serta apa saja yang telah
dilakukannya, jadi inisiatif pembuatan akta tersebut tidak berasal dari
orang/pihak yang namanya akan diterangkan di dalam akta tersebut.

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) seorang Notaris atau


yang pada umumnya dinamakan akta partij (partij-acteri) yaitu akta
yang telah dibuat dihadapan seorang pejabat yang telah diberi
wewenang untuk itu. Akta dibuat berdasarkan permintaan dari para
pihak yang berkepentingan.
Dari 2 (dua) jenis akta yang dijelaskan, Akta RUPS termasuk pada
Akta Relaas karena pembuatannya didasarkan pada apa yang dilihat dan didengar
oleh Notaris saat rapat berlangsung. Pada proses pembuatannya, Notaris juga
wajib membacakan Akta di hadapan para para pihak dalam hal ini para peserta
rapat dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi berdasarkan ketentuan
pasal 16 ayat (1) huruf m jo. Pasal 40 UUJN. Pembacaan akta oleh Notaris
dijelaskan pada pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris yang
menyatakan bahwa “segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani
oleh setiap penghadap, saksi, dan notaris, kecuali ada penghadap yang tidak
membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya. Kata “segera setelah
akta dibacakan” di dalam pasal ini merujuk bahwa notaris memang berkewajiban
membacakan akta kepada para pihak sebelum akta itu ditandatangani.8
Pasal 77 ayat (4) menyatakan bahwa, “Setiap penyelenggaraan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui
7
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal 109.
8
Kerina Maulidya Putri, Ichsan Anwary, Diana Haiti, Kewajiban Notaris melakukan
Pembacaan dan Penandatanganan Akta di Depan Semua Pihak secara Bersama-Sama, Notary
Law Journal Vol 1 Issue 2 April 2022, hal 163.
4

dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.” Arti kata “disetujui dan
ditandatangani” adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara
elektronik. Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 11 ayat (1) UU ITE yang pada
dasarnya mengemukakan bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan dan
akibat hukum yang sah dengan syarat memenuhi persyaratan tertentu. 9 Tanda
Tangan Elektronik memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai alat autentikasi dan
verifikasi atas identitas penanda tangan dan keutuhan dan keautentikan informasi
elektronik, hal tersebut dijelaskan dalam pasal 60 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
(PP 71/2019).
Perkembangan teknologi dan informasi semakin bertambah pesat ketika
terjadi wabah Coronavirus Disease yang menyerang seluruh belahan dunia.
Coronavirus Disease (COVID-19) telah menjadi pandemic yang mengerikan.
Wabah global coronavirus ini dalam waktu singkat telah menjalar ke ratusan
Negara lintas benua. Akhir April 2022, sedikitnya ada 3,5 juta manusia dari 210
negara masuk rumah sakit atau dikarantina mandiri. Wabah ini juga menyebabkan
250 ribu warga meninggal dunia di rumah sakit di kawasan Asia, Amerika, Eropa,
Australia, Afrika, dan Antartika. Sejak Agustus 2020, pandemi COVID-19
mencapai 25 juta kasus dan 850 ribu lebih kematian di 213 negara dan dua
kawasan. COVID-19 bermula dengan wabah yang ada di Wuhan, Cina, menjelang
akhir Desember 2019 dan menjalar ke semua provinsi di sana. Dalam waktu
kurang dari dua bulan, coronavirus telah menimbulkan 80 ribu kasus dan 3000
kematian. Secara fisik dan psikis, COVID-19 telah mengganggu lebih dari 8,9
milyar manusia di Asia, Amerika, Eropa, Australia, Afrika, dan Antartika.
Sebagian dari mereka terpaksa harus menjalankan fase social distancing (menjaga
jarak aman, diam di rumah, bekerja di rumah) selama berbulan-bulan. Untuk
mencegah atau sekedar menekan penyebaran coronavirus, sejumlah Negara yang

9
Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putu Tuni Cakabawa Landra, Ni Putu Purwanti,
Keberadaan Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan
Bermasalah Dalam Perspektif Cyber Law, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 4, No. 1, Mei
2015, hlm 196.
5

terdampak melakukan upaya lockdown, karantina wilayah, hingga pembatasan


sosial berskala besar (PSBB). Sejumlah industri berhenti berproduksi, pergerakan
manusia dicegah antar Negara, antar provinsi, antar wilayah kabupaten dan kota
terdampak. Kondisi seperti ini membuat aktivitas ekonomi ikut terdampak.10

Pengaruh dari adanya virus corona merambah pada pelaksanaan RUPS pada
perseroan terbuka yang memiliki jumlah pemegang saham yang besar serta
sebaran geografis pemilikan saham yang luas, khususnya dari sisi pemenuhan
persyaratan saling melihat dan mendengar, kuorum kehadiran dan kuorum
keputusan RUPS maupun bentuk risalah keputusan RUPS tersebut. Dengan
adanya kendala-kendala di atas maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengeluarkan POJK Nomor 16 /POJK.04/2020 Tentang Pelaksanaan rapat
Umum Pemegang Saham Perusahaan terbuka Secara Elektronik. Pelaksanaan
RUPS tersebut mendapat perhatian dari pemerintah karena berpengaruh penting
dalam kelancaran kegiatan usaha Perusahaan Terbuka serta secara luas akan
memperkokoh stabilitas sistem keuangan dari potensi terjadinya krisis sistem
keuangan.

Pelaksanaan RUPS Telekonferensi memungkinkan untuk dilakukan tanda


tangan secara elektronik, namun masih ditemukan adanya permasalahan normatif
dalam konsep cyber notary. Kewajiban pembuat akta perjanjian yang
mengharuskan hadir secara fisik dan menandatangani akta perjanjian di hadapan
penghadap dan saksi berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN
menyebabkan adanya norma hukum yang tumpang tindih dalam pelaksanaan
cyber notary terkait dengan penyelenggaraan RUPS Telekonferensi yang diatur
dalam pasal 76, 77, 78 UUPT.11 Permasalahan lain yang muncul adalah, RUPS
telekonferensi yang diatur dalam UUPT masih kabur karena tidak menjelaskan
mekanisme pelaksanaannya. Tanda tangan elektronik yang diatur dalam UUITE

10
Dedi Junaedi, Faisal Salistia, Dampak Pancemi Covid-19 Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Negara Terdampak, JURNAL BPPK BADAN PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN, Vol 2 No 1 (2020), hlm 1-2.
11
Ibid, hlm 61
6

juga masih kabur karena tidak dijelaskan bentuk tanda tangan elektronik seperti
apa yang dimaksud. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan jika Indonesia
merupakan negara hukum, dimana setiap perbuatan yang dilakukan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dalam hal ini berkaitan dengan
pembuatan akta dan tanda tangan eletronik.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik


untuk mengkajinya lebih mendalam dalam karya tulis ilmiah berbentuk tesis
dengan judul “PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN
ELEKTRONIK PADA AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
MELALUI TELEKONFERENSI “
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kekuatan pembuktian terhadap tanda tangan elektronik pada
akta RapatUmum Pemegang Saham melalui Telekonferensi?
2. Apakah implikasi hukum terhadap tanda tangan elektronik pada akta Rapat
UmumPemegang Saham melalui Telekonferensi?
3. Apakah konsep aturan kedepan terkait tanda tangan elektronik pada a k t a
Rapat UmumPemegang Saham Telekonferensi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum yang hendak dicapai dari penulisan tesis ini, yaitu:
a. Melengkapi dan memenuhi tugas sebagai persyaratan pokok yang bersifat
akademis guna meraih gelar Magister Kenotariatan pada Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Jember.
b. Mengembangkan ilmu dan pengetahuan hukum dari perkuliahan yang bersifat
teoritis dengan praktik yang terjadi dalam masyarakat.
c. Menambah pengalaman dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna
bagi kalangan umum, bagi para mahasiswa fakultas hukum dan almamater.
Tujuan Khusus
1. Untuk menemukan kekuatan pembuktian terhadap tanda tangan elektronik
pada akta Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi.
2. Untuk menemukan implikasi hukum terhadap tanda tangan elektronik pada
7

akta Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi.


3. Untuk menemukan konsep kedepan terkait tanda tangan elektronik pada akta
Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Secara teoritis, diharapkan manfaat yang dapat diperoleh antara lain:
a. Berguna dalam pengembangan teori hukum, khususnya mengenai prinsip
kepastian hukum tanda tangan elektronik pada akta rapat umum pemegang
saham melalui telekonferensi.
b. Sebagai referensi dan upaya dalam menelaah lebih jauh terkait prinsip
kepastian hukum tanda tangan elektronik pada akta rapat umum pemegang
saham melalui telekonferensi.
Manfaat Praktis
Memberikan masukan dan kontribusi bagi pemerintah dan instansi yang
terkait dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terkait kepastian
hukum tanda tangan elektronik pada akta RUPS telekonferensi di Indonesia.
1.5 Orisinalitas Penelitian
Karya tulis ilmiah ini adalah hasil karya peneliti sendiri, kecuali yang
disebutkan sumbernya dan oleh peneliti ataupun pihak lain belum pernah diajukan
kepada institusi manapun, serta tidak karya jiplakan. Penelitian ini pada dasarnya
didasari oleh permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi
pada tesis ini dengan judul “Prinsip Kepastian Hukum Tanda Tangan Elektronik
Pada Akta Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi” dijamin
keasliannya serta pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini pada dasarnya
didasari oleh penelitian terdahulu dari beberapa tesis yang sejenis. Beberapa
rujukan dan referensi penelitian tesis hukum tersebut, yaitu:
8

Tabel 1.

Orisinalitas Penelitian

No. Bagian Muntinah Eko Ari Kriswantoro


Universitas Diponegoro Universitas Airlangga
1 Judul Aspek Hukum Rapat Berita Acara rapat Umum
Umum Pemegang Saham Pemegang Saham (RUPS)
Perseroan Terbatas yang Diseleggarakan
Melalui Telekonferensi Melalui Teleconference
2 Isu Hukum Pelaksanaan Rapat Sejalan dengan
Umum Pemegang Saham perkembangan teknologi
Telekonferensi telah yang semakin pesat, Rapat
disahkan oleh Undang- Umum Pemegang Saham
Undang Perseroan yang biasanya dilakukan
Terbatas. Hal yang perlu secara konvensional saat
untuk diketahui adalah ini sudah bisa dilakukan
terkait mekanisme secara elektronik. Hal
pelaksanaan Rapat Umum yang perlu untuk dipahami
Pemegang Saham secara adalah terkait keabsahan
Telekonferensi dan pelaksanaan RUPS secara
kekuatan pembuktian dari telekonferensi dan
risalah Rapat Umum kekuatan pembuktian data
Pemegang Saham yang elektronik yang dihasilkan
dilakukan secara dari pelaksanaan RUPS
telekonferensi. telekonferensi.
9

3 Tipe Penelitian Yuridis Normatif Yuridis Normatif


4 Rumusan 1. Bagaimana mekanisme 1. Bagaimana keberadaan
Masalah pembuatan risalah RUPS data elektronik sebagai
PT yang dilakukan alat bukti yang sah
dengan telekonferensi? menurut hukum?
2. Bagaimana kekuatan 2. Bagaimana keabsahan
pembuktian dari risalah Berita Acara Rapat Umum
RUPS PT yang dilakukan Pemegang Saham (RUPS)
dengan telekonferensi? yang diselenggarakan
secara teleconference?
5 Hasil Pembuatan akta dari hasil Berdasarkan UU ITE,
Penelitian Rapat Umum Pemegang keberadaan data elektronik
Saham yang dilakukan diakui oleh perundang-
secara telekonferensi undangan, namun yang
meliputi pembuatan akta memiliki kekuatan
oleh Notaris, kemudian pembuktian sebagai akta
dibacakan secara otentik hanya yang
telekonferensi dan memenuhi syarat materiil
dilakukan dan formal saja.
penandatanganan akta
secara elektronik
menggunakan digital
signature. Kekuatan
pembuktian data digital
dari Rapat Umum
Pemegang Saham
Telekonferensi sama
dengan akta RUPS yang
dilakukan secara
konvensional karena telah
10

mendapat payung hukum


dari Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1997
tentang Dokumen
Perusahaan, Undang-
Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik,
dan Undang-Undang
Perseroan Terbatas
Nomor 40 Tahun 2007.
Kedua tesis yang penulis jadikan sebagai referensi diatas memiliki
persamaan dengan karya tulis tesis ini, yaitu membahas terkait dokumen
elektronik pada RUPS Telekonferensi. Ada beberapa bagian yang membuat
tesis dan referensi yang digunakan oleh penulis berbeda. Pertama, kedua
tesis yang digunakan sebagai referensi oleh penulis lebih mengarah pada
mekanisme dan keabsahan pelaksanaan RUPS telekonferensi secara umum,
sedangakan penulis lebih mengarah pada keabsahan RUPS telekonferensi
yang dikaitkan dengan adanya konflik norma dengan UUJN. Kedua,
referensi yang digunakan lebih membahas terkait dokumen elektronik
secara umum, sedangkan penulis membahas dokumen elektronik secara
khusus yaitu terkait tanda tangan elektronikyang tidak dilakukan langsung
di hadapan Notaris. Ketiga, referensi yang digunakan hanya membahas
terkait mekanisme, kekuatan pembuktian, dan keabsahan data elektronik.
Penulis pada tesis ini juga membahas hal tersebut namun ditambah dengan
pembahasan yang berkaitan dengan konsep kedepan tanda tangan elektronik
pada RUPS Telekonferensi.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Tipe Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,


prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
11

yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,


teori atau konsep baru sebagai pretesis dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi.12 Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah
Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang menitik beratkan terhadap suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan
dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti
Undang- Undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis. 13 Tujuan dari
penelitian hukum yang normatif ini adalah tujuan dari penelitian hukum yang
berorientasi pembaruan hukum yaitu penelitian hukum yang dirancang untuk
pelaksanaan pembaruan hukum.14 Hasil kajian yang dilakukan dihubungkan
dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan terkait kepastian hukum
tanda tangan elektronik pada akta Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi.
Sampai saat ini tanda tangan elektronik belum diatur dalam UUJN padahal seiring
dengan pesatnya perkembangan teknologi yang diiringi dengan munculnya
gagasan terkait Cyber Notary untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, kekuatan
pembuktian informasi dan transaksi elektronik yang selama ini mempunyai nilai
pembuktian lemah akan menjadi lebih kuat kedudukannya karena dapat
dipersamakan layaknya akta autentik.

1.6.2 Pendekatan Masalah


Pendekatan masalah dalam suatu penelitian hukum berfungsi sebagai cara
untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek terhadap suatu isu hukum yang
sedang dicari penyelesaian permasalahannya. Penulis dalam tesis ini
menggunakan 3 (tiga) bentuk pendekatan masalah, yaitu pendekatan perundang-
undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach),
dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang diuraikan sebagai berikut:
1. Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach)
12
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2014). Hlm 133
13
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), halaman 93
14
A’an Efendi, Dyah Ochtorina Susanti & Rahmadi Indra Tektona, Penelitian Hukum
Doktrinal, Laksbang Justitia, Yogyakarta, 2019, Hal. 44.
12

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang


dan regulasi yang masih berkaitan dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk
memecahkan isu yang dihadapi.15 Dasar dari penelitian ini adalah untuk
kegiatan akademis, maka peneliti perlu mencari ratio legis dan dasar
ontologis suatu undang-undang. Memahami suatu kandungan filosofis
dibelakang undang-undang itu akan disimpulkan makna yang ada di dalam
suatu undang-undang dengan isu yang dihadapi tanpa mengesampingkan
doktrin-doktrin hukum yang selama ini sudah berkembang di masyarakat. 16
Pada tesis ini dibahas terkait kepastian hukum tanda tangan elektronik pada
akta RUPS telekonferensi. Sampai saat ini, walaupun pelaksanaan tanda
tangan elektronik pada akta RUPS sudah mendapatkan payung hukum dari
UUPT dan UU ITE namun hal tersebut masih bertentangan dengan pasal 16
ayat (1) huruf m UUJN.
2. Pendekatan Perbandingan (comparative approach)
Pendekatan perbandingan diakukan dengan mengadakan studi
perbandingan hukum.17 Penelitian perbandingan hukum dapat dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut: 18
a. Memilih atau menentukan objek–objek hukum yang akan
dibandingkan.
b. Objek tersebut kemudian disistematisasi.
c. Mengidentifikasi atau mencari perbedaan–perbedaan dan
persamaan- persamaan dari objek yang diperbandingkan.

d. Mencari sebab–sebab dari persamaan dan perbedaan–perbedaan


tersebut.
Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk

15
Ibid, hlm 93.
16
Herowati Poesoko. Diktat Mata Kuliah Metode Penulisan dan Penelitian Hukum.
(Fakultas Hukum Universitas Jember, 2012), hlm 134.
17
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama,
2016). Hlm 172
18
Elisabeth Nurhaini Butarbutar. Metode Penelitian Hukum (Langkah –langkah untuk
menemukan kebenaran dalam ilmu hukum).Refika Aditama. Bandung. 2018. hlm. 94
13

membandingkan hukum sutau negara dengan hukum negara lain atau


hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang lain.19
Penulis menggunakan pendekatan ini untuk membandingkan terkait
keabsahan tanda tangan elektronik dengan negara lain yaitu Malaysia.
3. Pendekatan Konseptual (conceptual approach)
Pendekatan Konseptual ialah metodologi yang bersumber dari
perspektif maupun peraturan yang dibuat dalam kajian regulasi, sehingga
dengan berkonsentrasi pada perspektif dan doktrin yang dibuat dalam kajian
regulasi, pencipta dapat mengamati pemikiran-pemikiran yang melahirkan
pemahaman. ide-ide yang menciptakan definisi hukum dan standar-standar
hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang pokok. Pemahaman dan cara
pandang serta peraturan tersebut menjadi alasan bagi pencipta dalam
membangun suatu argumentasi yang hukum dalam menangani beberapa
perihal pokok yang perlu mendapatkan perhatian.20

1.6.3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum


Dalam memperoleh bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian
hukum ini dilakukan dengan menggunakan teknik penelitian kepustakaan
(library research) penelitian yang dilakukan dengan cara mengunjungi
perpustakaan guna mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti, yakni dilakukan dengan studi dokumen. Studi
dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Studi dokumen
adalah suatu Teknik pengumpulan data dengan mencari landasan teoritis
dari permasalahan yang diteliti dengan mempelajari dokumen-dokumen dan
data yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti.

1.6.4 Bahan Hukum


Bahan hukum dalam suatu penelitian hukum digunakan untuk

19
Ibid, hllm 173.
20
Dyah Octorina Susanti, dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research),
(Jakarta: Sinar Grafika), hlm 136-137
14

memecahkan isu hukum san sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa


yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Penulisan tesis ini
menggunakan 2 (dua) sumber bahan hukum, yaitu berupa bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder.21

Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri
dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan atau putusan-putusan hakim. Bahan
hukum primer yang digunakan dalam penyusunan tesis ini antara lain:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608)
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756).
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2020

21
Ibid, hlm 181.
15

tentang Bea Materai (Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun 2020 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6571).
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022
Tentang Pelindungan Data Pribadi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indoneisa Nomor 6820).
9. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 185, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6400).
10. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
15/POJK. 04/2020 Tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat
Umum Pemegang Saham Perusahaan terbuka (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 103, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indoneisa Nomor 6490).
11. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor
16/POJK. 04/2020 Tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang
Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indoneisa Nomor 6491).
12. Regulation (EU) No 910/2014 Of The European Parliament And
Of The Council of 23 July 2014 on electronic identification and
trust services for electronic transactions in the internal market and
repealing Directive 1999/93/EC.
Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
16

hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.22 Penulisan tesis


ini menggunakan buku literatur dan jurnal hukum seperti yang ada pada
bagian daftar Pustaka penulisan, yang memiliki keterkaitan dengan
permasalahan tanda tangan elektronik pada akta RUPS.
1.6.5 Analisis Bahan Hukum
Metode analisis bahan hukum dalam tesis ini adalah metode
deduktif, yaitu berpedoman pada prinsip-prinsip dasar kemudian
menghadirkan objek yang hendak diteliti, bergerak dari prinsip umum
menjadi prinsip khusus. Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa dalam
penelitian hukum dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:23
a. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak
relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan.
b. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang
mempunyai relevansi juga bahan-bahan non-hukum.
c. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-
bahan yang telah dikumpulkan.
d. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu
hukum
e. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun
didalam kesimpulan.

22
Ibid, hlm 181.
23
Ibid, hlm 213.
17

1.7 KERANGKA ALUR PIKIR TESIS

PRINSIP KEPASTIAN HUKUM TANDA TANGAN ELEKTRONIK PADA AKTA


RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM MELALUI TELEKONFERENSI

Pasal 77 Ayat (1) UUPT telah mengesahkan terkait RUPS Telekonferensi,


dan penjelasan pasal 77 ayat (4) UUPT menyebutkan jika hasil risalah RUPS
telekonfrensi harus disetujui dan ditandatangani secara fisik atau elektronik.
Aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 16 Huruf (m) Undang-Undang
Jabatan Notaris nomor 2 Tahun 2014 yang tetap mewajibkan penghadap
untuk menandatangani akta pada saat itu di hadapan Notaris.

Bagaimana kekuatan Apakah implikasi


pembuktian terhadap Apakah aturan
hukum terhadap tanda
tanda tangan elektronik tangan elektronik pada kedepan terkait tanda
pada akta Rapat Umum akta Rapat Umum tangan elektronik
Pemegang Saham Pemegang Saham pada akta Rapat
melalui melalui Umum Pemegang
Telekonferensi? Telekonferensi? Saham?

- Teori Kepastian - Teori Kepastian - Teori Kewenangan


Hukum Hukum - Teori Kemanfaatan

- Pendekatan - Pendekatan - Pendekatan


Perundang-Undangan Perundang-Undangan Perundang-Undangan
- Pendekatan - Pendekatan - Pendekatan
Perbandingan Konseptual Konseptual

Kesimpulan dan Saran


18

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari 4 (empat) bab, dan dalam
masing-masing bab tersebut terdiri dari uraian yang berbeda namun tetap
memiliki keterkaitan antara bab yang satu dengan yang lain. Tujuan dibuatnya
sistematika penulisan agar dapat mengetahui dengan jelas hal-hal yang diuraikan
dalam masing-masing bab dan dapat digunakan sebagai pedoman supaya dalam
penulisan tesis ini penulis tidak keluar dari substansinya. Adapun sistematika
penulisan tesis ini adalah:
Bab 1. Pendahuluan, dalam bab ini menguraikan tentang pendahuluan
yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian. Dalam
latar belakang menguraikan tentang perkembangan teknologi dalam bidang
hukum, salah satunya adalah disahkannya pelaksanaan RUPS secara
telekonferensi dengan menggunakan tanda tangan elektronik. Rumusan masalah
terdiri dari 3 (tiga) hal, yaitu: pertama, bagaimana kekuatan pembuktian terhadap
tanda tangan elektronik pada akta Rapat Umum Pemegang Saham melalui
Telekonferensi. Kedua, apakah implikasi hukum terhadap tanda tangan elektronik
pada akta Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi. Ketiga,
Apakah aturan kedepan terkait tanda tangan elektronik pada akta Rapat Umum
Pemegang Saham melalui Telekonferensi. Jenis penilitian yang dipakai adalah
yuridis normatif dan pendekatan yang digunakan ada 3, yaitu pendekatan
Perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan.
Adapula kerangka konseptual berbagai pemikiran ilmiah yang memberikan
pengertian berikut gambaran konseptual berkaitan dengan isu hukum yang akan di
jawab dalam pembahasan sebagai suatu bentuk tuntut dengan kata lain,
konseptual di buat dalam rangka paradigmatis.
Bab 2. Kerangka Teoritis dan Konseptual, yang memuat definisi, istilah,
maupun teori dari beberapa ahli yang dapat menjadi pisau analisis yang secara
tematis memiliki korelasi antara judul dengan rumusan masalah sehingga maksud
dari penulis akan tersampaikan dan tersaji dalam bentuk tesis ini, adapun dalam
bagian ini terdapat penjelasan mengenai teori kepastian hukum, teori kewenangan,
dan teori kemanfaatan. Bab ini juga menjabarkan tentang Perseroan Terbatas,
19

tanda tangan elektronik, RUPS telekonferensi, dan alat bukti.


Bab 3. Pembahasan, dalam bab ini dikemukakan lebih detail tentang
pembahasan kekuatan pembuktian terhadap tanda tangan elektronik pada akta
Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi, implikasi hukum
terhadap tanda tangan elektronik pada akta Rapat Umum Pemegang Saham
melalui Telekonferensi, dan konsep kedepan terkait tanda tangan elektronik pada
akta Rapat Umum Pemegang Saham melalui Telekonferensi.
Bab 4. Penutup, dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan merupakan ringkasan dari jawaban permasalahan yang dijabarkan
pada bab keempat. Saran adalah solusi yang diberikan guna mengatasi
permasalahan yang ada dan nantinya diharapkan saran tersebut dapat menjadi
pandangan bagi para pembaca maupun bagi penyusun-penyusun lain yang ingin
mengembangkan penelitian dalam bentuk yang sama.
BAB 2.

KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara


konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara
panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari
konsep ilmu / teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan
pada tinjauan pustaka. Dalam suatu penelitian, kerangka konsep ditulis secara
jelas agar tidak menimbulkan pengertian atau persepsi yang berbeda dengan yang
dimaksud oleh peneliti.24
2.1 Teori Kepastian Hukum
Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum. Kaum positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,
sedangkan kaum fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya
dapat ditemukan bahwa “summus ius, summa injuria, summa lex, summa crux”
yang artinya hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat
menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan
hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantive adalah
keadilan.25 Kepastian merupakan sesuatu yang pasti, jelas, tidak multitafsir dan
kontradiktif sehingga dapat dilaksanakan.26 Hukum diharapkan dapat membawa
kepastian bagi masyrakat agar dapat mewujudkan ketertiban dan perlindungan.
Van Apeldorn memberikan pendapat bahwa kepastian hukum dibagi menjadi dua,
di satu sisi dapat ditentukannya suatu hukum dalam hal nyata bagi pihak pencari
keadilan yang ingin mengetahui hukum apa yang berlaku bagi kasus yang sedang
dihadapi. Pada sisi lain menitikberatkan pada keamanan hukum yang artinya

24
Tjetjep Samsuri, KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HlPOTESlS DALAM
PENELlTlAN, Sumatera Barat, Balai Pengembangan Kelompok belajar, 2003, hlm 7
25
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2010, hlm 59.
26
Hamda Sulfinadia, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Yogyakarta,
Deepublish, 2020, hlm 26.

20
21

memberi perlindungan hukum bagi para pihak.27


Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam
artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam
artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk
kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang
pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya
subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan
secara faktual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau
adil bukan sekedar hukum yang buruk.28
Kepastian hukum bisa diwujudkan dalam sebuah peraturan tertulis yang
pembuatannya dilakukan oleh suatu badan hukum yang memiliki otoritas.
Kepastian hukum merupakan salah satu asas dalam tata pemerintahan yang baik
yang dengan sendirinya akan memberikan masyarakat berupa perlindungan
hukum. Suatu kepastian hukum mengharuskan terbentuknya suatu peraturan yang
berlaku secara umum dan menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam
perundang-undangan yang dibuat oleh pihak berwenang. Aturan yang
diundangkan memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian
bahwa hukum berfungsi sebagai aturan yang ditaati.29
Berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini adalah bahwa
kepastian hukum dari suatu pelaksanaan RUPS telekonferensi serta tanda tangan
yang dibubuhkan pada akta yang dihasilkan menjadi penting untuk dibuat aturan
yang jelas sehingga semua pihak yang terlibat mengerti batasan-batasan yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan dalam proses pelaksanaannya agar
mendapat kepastian hukum dari perbuatan hukum yang telah dilakukan.

27
I Dewa Gede Atmaja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-Teori Hukum, Malang,
Setara Press, 2018, hlm 205
28
Cst Kansil, Christine, S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit,
Kamus Istilah Hukum, Jakarta, 2009, Hlm. 385.
29
Purbacaraka, 2010, Memahami Kepastian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 23.
22

2.2 Teori Kemanfaatan


Manfaat hukum adalah dapat dicapainya ketertiban dan ketentraman dalam
kehidupan masyarakat karena adanya hukum yang tertib. Kemanfaatan selalu
dikaitkan dengan teori utilitarianisme milik Jeremy Bentham. Istilah dari “The
greatest happiness of the greatest number” dari Bentham yang menegaskan
bahwa tujuan tertinggi setiap orang dalam kehidupan ini yakni memperoleh
kebahagiaan. Orang tidak mungkin tidak ingin bahagia dalam menghayati ziarah
eksistensinya dalam realitas kehidupan ini. Kebahagiaan adalah tujuan tertinggi
setiap pribadi manusia. Kebahagiaan dan kesenangan yang diorbitkan Bentham
tidak hanya merujuk pada konsekuensi-konsekuensi dari tindakan manusia secara
subjektif (pribadi) tetapi juga berupa tindakan yang diputuskan oleh otoritas
pemerintah atau pun kebijakan institusional hukum yang memiliki kewenangan
mengatur dalam negara. Institusi dalam konteks ini tentu adalah lembaga hukum
yang berkompeten memberikan vonis hukuman kepada seorang subjek terhukum
(pengadilan). Tampak di sini bahwa ruang lingkup atau konstelasi pemikiran
utilitarisme sangat luas baik itu mencakup dimensi individual maupun dimensi
sosial.30
Pandangan utilitarianisme pada dasarnya merupakan suatu paham etis-
etika yang menempatkan tindakan-tindakan yang dapat dikatakan baik adalah
yang berguna, memberikan faedah (manfaat), dan menguntungkan, sedangkan
tindakan-tindakan yang tidak baik adalah yang memberikan penderitaan dan
kerugian. Lebih lanjut, kebahagiaan tersebut menurut sudut pandang
utilitarianisme tidak memihak karena setiap orang pasti menginginkan
kebahagiaan dan bukannya penderitaan, oleh karena itu konsep utilitarianisme
mendasarkan kebahagiaan sebagai batu uji moralitas yang sifatnya “impartial
promotion of well-being”, yaitu menjunjung kebahagiaan/kesejahteraan yang tidak
memihak. Uraian di atas menjawab mengapa Bentham menitik beratkan
kemanfaatan melaui kebahagiaan karena suatu tindakan yang etis atau bermoral
tersebut dapat dirasakan oleh semua orang melalui kebahagiaan, karena sifat
30
Frederikus Fios, KEADILAN HUKUM JEREMY BENTHAM DAN RELEVANSINYA
BAGI PRAKTIK HUKUM KONTEMPORER, Jurnal HUMANIORA Vol.3 No.1 April 2012, hal.
304
23

kebahagiaan tersebut yang seharusnya tidak memihak dan dapat dirasakan oleh
siapapun.31 Tidak salah tidak ada para ahli menyatakan bahwa teori kemanfaatan
ini sebagai dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama dari teori
ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah
kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi
seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang
dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi
hukum adalah ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan Negara.
Tulisan pada penelitian ini menjadi berkaitan dengan teori kemanfaatan
menurut Bentham karena pelaksanaan tanda tangan maupun Rapat Umum
Pemegang Saham yang dilakukan menggunakan bantuan elektronik memberikan
banyak keuntungan terutama terkait kemudahan efisiensi waktu.
2.3 Teori Kewenangan
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan
dalam lapangan hukum publik, namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara
keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan
yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang atau legislatif
dari kekuasaan eksekutif atau administratif dan merupakan kekuasaan dari
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
atau urusan pemerintah tertentu yang bulat. Wewenang hanya mengenai suatu
bagian tertentu dari suatu kewenangan. Kewenangan (authority) adalah hak untuk
memberi perintah dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.32
Wewenang merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari
kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat informal merupakan wewenang untuk
bisa mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahan. Suatu wewenang dapat
dijalankan dengan baik bergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan,

31
Endang Pratiwi, Theo Negoro, Hassanain Haykal, Teori Utilitarianisme Jeremy
Bentham: Tujuan Hukum atau Metode Pengujian Produk Hukum? , Jurnal Konstitusi, Volume 19,
Nomor 2, Juni 2022, Hlm 274
32
Jerry Kurniawan,
http://www.antikorupsi.org/mod.mpd=publisher&op=viewarticle&cid=1288468, diakses pada 29
Mei 2023, jam 08.58.
24

pengalaman, dan kepemimpinan. Kewenangan dapat digunakan sebagai hak untuk


melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu agar tujuan dapat tercapai.33
Pengertian wewenang menurut H.D.Stoud adalah “bevoegheid wet kan
worden omscrevenals het geheel van bestuurechttelijke bevoegheden door
publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer” bahwa
wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan
dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum
publik dalam hukum publik.34
Ridwan H.R. menjelaskan bahwa pilar utama negara hukum yaitu asas
legalitas maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa kewenangan pemerintah
berasal dari peraturan perundang-undangan, yaitu sumber kewenangan bagi
pemerintah yaitu peraturan perundang-undangan, Secara teori wewenang yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga
cara yaitu kewenangan yang diperoleh melalui atribusi, delegasi, dan mandat.
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang
kepada organ pemerintahan. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan
dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Mandat terjadi
ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ
lain atas namanya.35
Berkaitan dengan tulisan pada penelitian ini, maka kewenangan yang
diberikan kepada Notaris untuk membuat suatu akta dari hasil Rapat Umum
Pemegang Saham bersifat atribusi karena kewenangannya diatur langsung oleh
undang-undang.

2.4 Perseroan Terbatas


2.4.1 Pengertian Perseroan Terbatas
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UUPT, Perseroan Terbatas adalah perusahaan
yang modalnya terdiri dari saham-saham dan tanggung jawab dari sekutu

33
Jerry Kurniawan, Ibid
34
Stout HD, de Betekenissen van de wet, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap
Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004, hlm.4.
35
Ridwan, H. R., Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi,-cet. 9, Rajawali Pers, Jakarta,
2016, hlm 101.
25

pemegang terbatas, yang sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Istilah
“perseroan” pada perseroan terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada
badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan istilah
“terbatas” menunjukkan pada batas tanggung jawab para persero (pemegang
saham) yang dimiliki yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua
saham-saham yang dimiliki. Bentuk badan hukum ini, sebagaimana ditetapkan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD)
bernama “Naamloze Vennootschap” atau disingkat NV.36 Sesungguhnya tidak ada
Undang-Undang yang secara khusus dan resmi memerintahkan untuk mengubah
sebutan "Naamloze Vennootschap" hingga harus disebut dengan PT (Perseroan
Terbatas), namun sebutan Perseroan Terbatas itu telah menjadi baku dalam
masyarakat.
2.4.2 Organ Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi memiliki
organ-organ spesifik. Organ-organ tersebut mempunyai fungsi dan tugas masing-
masing yang mempunyai hubungan organis maupun fungsional antara organ yang
satu dengan yang lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perseroan
terbatas maupun anggaran dasar perseroan.37 Organ perseroan adalah person yang
menjadi pengurus perseroan terbatas. Ada tiga organ (alat perlengkapan) dalam
perseroan terbatas diantaranya adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
yang secara umum bertugas untuk menentukan segala kebijakan umum perseroan.
Kedua adalah Direksi yang bertugas menjalakan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan RUPS. Organ ketiga adalah Komisaris yang bertugas sebagai
pengawas untuk dan atas nama pemegang saham.
UUPT tidak mengatur adanya pemegang saham sebagai organ dalam
RUPS, namun adanya sistem dari circular resolution telah membuat pemegang
saham sebagai organ dari suatu PT, karena tidak lagi diperlukan RUPS sebagai

36
M.Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 21
37
Niru Anita Sinaga, HAL-HAL POKOK PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS DI
INDONESIA, Hal-Hal Pokok Pendirian Perseroan Terbatas Di Indonesia Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara, Volume 8 No. 2, Maret 2018, hlm 42
26

sarana pengambilan keputusan para pemegang saham. Circular resolution


merupakan usulan tertulis yang diedarkan kepada seluruh pemegang saham,
dengan syarat bahwa keputusan tersebut harus disetujui oleh seluruh pemegang
saham.38 Circular Resolution diatur dalam pasal 91 UUPT yang menyatakan
bahwa:
“Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang
mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang
saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani usul yang bersangkutan.”
Circular resolution sendiri dibuat secara bawah tangan dan kemudian
dibawa kepada notaris untuk dibuatkan akta notaris untuk dibuatkan menjadi Akta
Pernyataan Keputusan Rapat.39 Pemegang saham juga memiliki hak untuk
mengawasi perusahaan dan menerima informasi mengenai keadaan perusahaan
dengan tetap memperhatikan hak dan kewenangan anggota direksi sebagai
pengurus perusahaan.40
A. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Pasal 1 ayat (4) menyatakan jika RUPS merupakan organ perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan Undang-Undang. RUPS merupakan organ
paling tinggi dan seperti dalam pasal 75 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa,
“RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau
anggaran dasar.”41
B. Direksi
Pasal 1 angka (5) UUPT menjelaskan bahwa, “Direksi adalah Organ
Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

38
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 316.
39
Fadlyna Ulfa Faisal, Pelaksanaan Circular Resolution Pada
Perseroan Terbatas, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Hassnudin,
Makassar, hal. 4
40
Pahlefi, Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-
Undang Perseroan Terbatas, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7 Nomor 2, Oktober 2016, hlm 134.
41
Lihat ketentuan Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
27

Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan


Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”42
Ketentuan normatif dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas maka
fungsi Direksi adalah melakukan pengurusan dan perwakilan. Pengurusan
berkaitan dengan tugas-tugas internal suatu Perseroan Terbatas untuk kepentingan
dalam rangka pencapaian maksud tujuan perseroan sedangkan perwakilan adalah
berkaitan dengan tugas mewakili perseroan dalam berinteraksi dengan pihak
ketiga maupun mewakili diluar dan di dalam perusahaan.
C. Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada Direksi. Hal tersebut dijelaskan dalam pasal 1 Angka (6)
UUPT.43 Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris berwenang untuk
memasuki kantor perseroan, mendapatkan laporan direksi, memeriksa dokumen
perseroan, menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan tertentu dari Direksi
yang diatur dalam anggaran dasar.

2.5 Tanda Tangan Elektronik


2.5.1 Pengertian Tanda Tangan Elektronik
Tanda tangan elektronik muncul dalam suatu dokumen elektronik yang
pada dasarnya bukan merupakan dokumen tertulis (non paperless).44 Secara
umum, tanda tangan elektronik atau Digital Signature dapat diartikan sebagai
sebuah pengaman pada data digital yang dibuat dengan kunci tanda tangan
pribadi (private signature key), dimana penggunaannya tergantung pada kunci
publik (public key) yang menjadi pasangannya.45 Pengertian tanda tangan

42
Lihat ketentuan Pasal 1 Angka (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
43
Lihat ketentuan Pasal 1 Angka (6) Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
44
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnawati, Kekuatan Pembuktian Tanda
Tangan Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah Dalam Perspektif Hukum Acara Di Indonesia
Dan Belanda, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014, hlm 147.
45
Ibid, hlm 149
28

elektronik juga dijelaskan dalam pasal 1 angka (12) UU ITE yang menyatakan
bahwa “Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”46
2.5.2 Fungsi Tanda Tangan Elektronik pada Dokumen
Tanda tangan elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti di persidangan
karena dianggap sah, hal tersebut dijelaskan dalam pasal 5 UU ITE yang
menyatakan bahwa, “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.”47 Sifat
persyaratan tanda tangan elektronik adalah autentik, aman, interoperabilitas dari
perangkat lunak maupun jaringan dari penyedia jasa, konfidensialitas, hanya sah
untuk dokumen itu saja atau kopinya yang sama persis, dapat diperiksa dengan
mudah, divisibilitas, dan berkaitan dengan spesifikasi praktis transaksi baik untuk
volume besar atau skala kecil.48

2.6 Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi


2.6.1 Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham
Pasal 1 angka (4) UUPT memberikan pengertian tentang Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.49 RUPS dibagi

46
Lihat ketentuan pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
47
Lihat ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
48
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnaw, KEKUATAN PEMBUKTIAN TANDA
TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ACARA DI INDONESIA DAN BELANDA, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014, hlm 149.
49
Lihat ketentuap Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
29

menjadi 2 (dua) yaitu RUPS tahunan dan RUPS lainnya. 50 RUPS Tahunan wajib
diadakan oleh Direksi paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir
seperti yang diatur pada pasal 78 ayat (2) UUPT. 51 Dalam RUPS Tahunan dibahas
dan diputuskan agenda-agenda yang berkaitan dengan, antara lain:
a. Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta
laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris.52
b. Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk
cadangan.53
c. Mengesahkan rencana kerja yang memuat anggaran tahunan Perseroan untuk
tahun buku yang akan datang, jika hal ini ditentukan dalam anggaran dasar
Perseroan yang bersangkutan.54
RUPS luar biasa diatur dalam pasal 78 ayat (4) yang menyatakan bahwa, “RUPS
lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan
Perseroan.” Pada penjelasan UUPT, kata “RUPS lainnya” dalam praktik sering
dikenal sebagai RUPS luar biasa.

2.6.2 Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi


Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, pelaksanaan RUPS
juga mengalami transformasi dari sistem konvensional menuju pada penggunaan
sistem elektronik dengan pemanfaatan teknologi telekomunikasi sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 UUPT yang memberikan legitimasi pelaksanaan RUPS
dengan menggunakan media telekonferensi dan mengamanahkan kewajiban
pembuatan risalah RUPS tersebut.55 Pasal 77 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa
saat ini RUPS sudah bisa dilakukan dengan cara telekonferensi, video konferensi,

50
R. Indra, 2019, Jenis-jenis Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
https://doktorhukum.com/jenis-jenis-rapat-umum-pemegang-saham-rups/, diakses pada tanggal 13
Desember 2020, jam 15.53
51
Lihat ketentuan pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas
52
Ibid, Pasal 69 ayat (1)
53
Ibid, pasal 71 ayat (1)
54
Ibid, pasal 63 ayat (2) dan pasal 64
55
Wardani Rizkianti, Akta Otentik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Melalui
Media Telekonferensi (Mekanisme Pembuatan dan Kekuatan Pembuktiannya), Jurnal yuridis,
vol.3 no. 1 Tahun 2016, hlm 84.
30

atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS
saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.56
2.7 Alat Bukti
2.7.1 Pengaturan Hukum Pembuktian
Hukum Pembuktian, adalah hukum yang mengatur mengenai macam-
macam alat bukti yang sah, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti dan
kewenangan hakim untuk menerima atau menolak serta menilai hasil pembuktian.
Sampai saat ini sistem pembuktian hukum perdata di Indonesia, masih
menggunakan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (selanjutnya KUH Perdata) dari Pasal 1865 sampai dengan Pasal
1945, sedangkan dalam Herzine Indonesische Reglement (HIR) berlaku bagi
golongan Bumi Putera untuk daerah Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 162
sampai dengan 165, Pasal 167, 169 sampai dengan 177, dan dalam
Rechtreglement Voor de Buitengewasten (RBg) berlaku bagi golongan Bumi
Putera untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 282 sampai dengan
314.

2.7.2 Macam-macam Alat Bukti


Menurut Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan Pasal 1866 KUH Perdata,
alat-alat bukti dalam hukum pembuktian perdata yang berlaku di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Alat Bukti Surat/Alat Bukti Tulisan
Pembagian macam-macam surat/tulisan sebagai berikut
a. Surat Biasa
Segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan
untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran
seseorangdan digunakan sebagai pembuktian.
b. Surat-Surat Akta
Akta merupakan tulisan atau surat akta, yang semata-mata dibuat

56
Ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
31

untuk membuktikan adanya peristiwa atau suatu hal, dan oleh karena
itu suatu akta harus selalu ditandatangani.57 Surat-surat akta
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Surat akta resmi atau otentik (authentiek)
Sejak jaman Belanda, memang ada pejabat-pejabat tertentu yang
ditugaskan untuk membuat pencatatan-pencatatan serta
menerbitkan akta-akta tertentu mengenai keperdataan seseorang,
seperti kelahiran, perkawinan, kematian, wasiat dan perjanjian-
perjanjian diantara para pihak, dimana hasil atau kutipan dari
catatan-catatan tersebut dianggap sebagai akta yang otentik.
b. Surat akta di bawah tangan atau (onder hands)
Akta di bawah tangan, adalah akta yang dibuat tidak oleh atau
tanpa perantara seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan
ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan
perjanjian.
2. Alat Bukti Saksi Kesaksian
Pernyataan yang diberikan kepada hakim dalam persidangan mengenai
peristiwa yang disengketakan oleh pihak yang bukan merupakan salah
satu pihak yang berperkara.
3. Alat Bukti Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-Undang
atau hakim ditariknya satu peristiwa yang sudah diketahui kearah
peristiwa yang belum diketahui. Persangkaan merupakan alat bukti
tidak langsung yang ditarik dari alat bukti lain.
4. Alat Bukti Pengakuan
Pengakuan adalah suatu pernyataan lisan atau tertulis dari salah satu
pihak yang berperkara yang isinya membenarkan dalil lawan sebagian
atau seluruhnya.
5. Alat Bukti Sumpah

57
Prilla Geonestri Ramlan, Mengenal Jenis Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lahat/baca-artikel/15189/Mengenal-Jenis-Alat-Bukti-
dalam-Hukum-Acara-Perdata.html, diakses pada 24 Juli 2023.
32

Sumpah adalah suatu pernyataan seseorang dengan mengatasnamakan


Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penguat kebenaran keterangannya
yang diberikan di muka hakim dalam persidangan.
Terdapat alat-alat bukti yang lain diluar ketentuan tersebut diatas, yaitu:
1. Pemeriksaan Setempat (Plaatselijk Orderzoek Discente)
Pemeriksaan setempat ini diatur pada Pasal 180 RBg dan Pasal 153
HIR. Pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan oleh hakim ke tempat
barang terperkara. Pemeriksaan setempat ni dapat dilakukan baik atas
permintaan pihak-pihak maupun atas inisiatif hakim.
2. Keterangan Ahli (Expertise) atau saksi ahlidaftar
Keterangan ahli ini diatur pada Pasal 181 RBg atau Pasal 154 HIR.
Keterangan ahli ini dapat dilakukan baik atas permintaan pihak-pihak
maupunatas inisiatif hakim.
Alat bukti juga disebutkan dalam Hukum acara pidana yang diuraikan
pada Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, diantaranya adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk dan keterangan Terdakwa.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Kekuatan Pembuktian Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta
Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi
Zaeni Asyhadie memberikan pengertian tentang Oerseroan Terbatas
sebagai suatu bentuk usaha yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal
dengan nama Naamloze Vennootschap (NV). Istilah “Terbatas” didalam Perseroan
Terbatas tertuju pada tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada
nominal dari semua saham yang dimilikinya. Pengertian tersebut juga selaras
dengan yang ada pada pasal 1 ayat (1) UUPT yang memberikan pengertian
Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang diterapkan
dalam undang-undang ini. Kedua pengertian di atas menitikberatkan PT pada
modal pemegang saham yang menentukan sejauh mana tanggung jawabnya pada
perusahaan yang bersangkutan. Ada beberapa unsur yang ada pada Perseroan
Terbatas, diataranya adalah:58
a. Badan hukum
Suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya
sehingga disebut legal entity. Perseroan Terbatas disebut juga artificial person
atau manusia buatan, atau person in law atau legal person rechtpersoon.
b. Didirikan berdasarkan perjanjian.
Asas dalam pendirian perseroan Terbatas adalah, setiap perseroan didirikan
berdasarkan perjanjian (kontrak), harus dilakukan oleh minimal dua orang
atau lebih sebagai pemegang saham, sepakat bersama-sama mendirikan suatu
perseroan terbatas yang dibuktikan secara tertulis dalam bahasa indonesia
tersusun dalam bentuk anggaran dasar, dimuat dalam akta pendirian yang
dibuat di depan Notaris. Perbuatan hukum pendirian oleh 2 (dua) atau lebih
pendiri tidak melahirkan perjanjian antara para pendiri, melainkan
58
Niru Anita Sinaga, HAL-HAL POKOK PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS DI
INDONESIA, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal
Suryadarma, Volume 8 No. 2, Maret 2018, hal 34.

33
34

mengakibatkan adanya perjanjian antara semua pendiri di satu pihak dan


Perseroan di pihak lain. Berdasarkan perjanjian pendirian dimaksud, para
pendiri berhak menerima saham dalam Perseroan dan sekaligus mereka wajib
melakukan penyetoran penuh atas saham yang diambilnya. Pada intinya antara
para pendiri di satu pihak dan Perseroan di lain pihak terjadi hubungan
keanggotaan, dan oleh karena itu perbuatan hukum pendirian oleh para pendiri
sekaligus mengakibatkan terjadinya penyertaan oleh semua pendiri dalam
Perseroan selaku persekutuan modal.
c. Melakukan kegiatan usaha.
Kegiatan dalam bidang bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan
dan atau laba.
d. Modal dasar terbagi atas saham
Setiap perseroan harus mempunyai modal yang harus terbagi dalam suatu
saham. Modal dasar ini disebut juga modal statute. Modal dasar merupakan
harta kekayaan perseroan terbatas (badan hukum) yang terpisah dari harta
kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, pemegang saham.
e. Memenuhi persyaratan undang-undangan
Sistem tertutup, diantaranya terkait dengan persyaratan mulai dari pendirian,
beroperasinya dan berakhirnya, akta pendirian di depan notaris dan harus
mendapat pengesahan dari menteri.
Perseroan Terbatas (PT) memiliki 3 organ penting di dalamnya yaitu
RUPS, Direksi, dan Komisaris. RUPS memiliki wewenang yang tidak dimiliki
oleh Direksi dan Komisaris. RUPS merupakan organ PT tertinggi dalam
perseroran dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada
Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang
dan/atau Anggaran Dasar. RUPS sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Perseroan Terbatas mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan umum
perseroan, mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris serta
mengesahkan laporan tahunan Direksi dan Komisaris.59 Secara ringkas

59
H. Zaeni Asyhadie, Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Jakarta:
Erlangga, 2012, hal 92.
35

kewenanan RUPS meliputi beberapa hal, pertama adalah memutuskan penyetoran


saham dalam bentuk uang atau dalam bentuk lainnya, misalnya dalam bentuk
benda tidak bergerak. Kedua, menyetujui penambahan modal perseroan. Ketiga,
memutuskan pengurangan modal perseroan. Keempat, menyetujui rencana kerja
yang diajukan oleh direksi. Kelima, memutuskan ketentuan tentang besarnya gaji
dan tunjangan anggota direksi. Keenam, mencabut atau menguatkan keputusan
pemberhentian sementara anggota direksi yang telah diterapkan oleh dewan
komisaris.60
Organ Perseroan Terbatas adalah person yang menjadi pengurus perseroan
terbatas. Ada tiga organ (alat perlengkapan) perseroan terbatas, yaitu Rapat umum
pemegang saham, Direksi dan Komisaris. 61
a. RUPS
Pengertian RUPS diatur dalam pasal 1 ayat (4) UUPT yang menyatakan jika
RUPS merupakan organ perseroan yang memiliki kewenangan yang tidak
diberikan kepada Direksi maupun komisaris. Alasan penempatan RUPS
sebagai organ perseroan yang utama tidak terlepas dari esensi pendirian suatu
perseroan terbatas yang berdasarkan pasal 1 angka 1 UUPT merupakan
persekutuan modal dari para pendiri PT tersebut. Sebagai pendiri PT dan
sekaligus pemegang saham PT yang telah memberikan kontribusi modal
(capital) awal (initial capital) untuk menjalankan kegiatan usaha, sudah
sepatutnya setiap keputusan yang menyangkut tujuan awal (original objective)
para pendiri dalam mendirikan PT berada di tangan mereka melaui RUPS.
Alasan lainnya adalah landasan pengangkatan dan pemberhentian anggota
direksi dan dewan komisaris dimana mereka diangkat bukan dari rapat direksi
atau rapat komisaris. Hal ini memperlihatkan kekuasaan yang besar dan tidak
dimiliki oleh organ PT yang lain.62 RUPS dibedakan menjadi 2 macam,
diantaranya adalah RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan sifatnya
wajib diadakan setiap tahun dan dilaksanakan paling lambat 6 bulan setelah

60
Niru Anita Sinaga, Op Cit, hal 42.
61
Niru Anita Sinaga, Ibid, hlm 29.
62
Cornelius Simanjuntak, Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar
Garfika, hal 2.
36

tahun buku berakhir. RUPS lainnya disebut juga dengan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa yang pelaksanaannya bisa kapan saja
berdasarkan kebutuhan perseroan.
b. Direksi
Direksi suatu PT menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai organ PT yang
bertanggung jawab dalam pengurusan sehari-hari perseroan oleh UUPT
dilengkapi dengan kewenangan karena tanpa adanya kewenangan tersebut,
pelaksanaan tugas dan kewajibannya jelas tidak akan berjalan efektif. Direksi
memiliki kewenangan untuk mewakili PT baik di luar maupun di dalam
pengadilan seperti yang diatur pada pasal 1 ayat (5) UUPT. Untuk
menjalankan kewenangan tersebut, Direksi tidak memerlukan surat kuasa atau
dokumen pendelegasian dari organ PT lainnya ataupun pihak ketiga yang
berhubungan dengan PT tidak berhak untuk mensyaratkan surat kuasa apabila
anggaran dasar PT dengan siapa mereka berhubungan jelas menunjukkan
nama anggota direksi. Direksi yang mewakili perseroan tersebut bertindak
berdasarkan kuasa menurut hukum yang artinya UUPT sendiri yang telah
menetapkan seseorang menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan
hukum tanpa memerlukan surat kuasa.63
c. Komisaris
Dewan komisaris memiliki tugas untuk melakukan pengawasan secara umum
dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat
kepada Direksi berdasarkan pasal 1 ayat (6) UUPT. Pemberian nasihat
tersebut terlepas dari diminta atau tidaknya oleh direksi. Nasihat yang
diberikan kepada direksi harus dilakukan atas dasar itikad baik, penuh kehati-
hatian dan tanggung jawab dengan senantiasa memperhatikan kepentingan
perseroan dan kegiatan usaha perseroan. Nasihat yang diberikan oleh dewan
komisaris harus berkaitan atau berhubungan dengan kepentingan perseroan
serta selaras dengan maksud dan tujuan perseroan. Pihak direksi wajib
menolak atau mengabaikan nasihat yang diberikan oleh komisaris apabila

63
Cornelius Simanjuntak, ibid, hal 52.
37

tidak ada sangkut pautnya dengan tujuan perseroan walaupun komisaris


tersebut merangkap sebagai pemegang saham mayoritas pada PT tersebut.64
Dilihat berdasarkan pada kedudukannya, diantara ketiga organ perseroan
yang telah disebutkan di atas, masing-masing diantara sebenarnya memiliki
kedudukan yang seimbang baik berdasarkan kewenangannya maupun hak dan
kewajibannya. Ada hal yang harus diperhatikan karena terdapat beberapa hal yang
memang bila kita lihat berdasarkan definisi mengenai RUPS wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris sehingga hal ini yang membuat
penilaian jika RUPS memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada Direksi dan
Dewan Komisaris.
Era modern seperti saat ini membuat perkembangan informasi dan
teknologi komunikasi berpengaruh diberbagai aspek kehidupan masyarakat, aspek
ekonomi, sosial dan budaya. Perkembangan internet telah membawa pengaruh
yang besar dalam segala aspek kehidupan manusia, dan dipakai hampir pada
semua kegiatan. Perkembangan ini membawa konsekuensi yang penting serta
mempengaruhi lalu lintas hukum.65 Pemanfaatan teknologi informasi juga harus
memenuhi beberapa asas seperti yang ada pada pasal 3 UUITE tahun 2008,
diantaranya adalah:
1. Asas Kepastian Hukum
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu
yang mendukung penyelenggaraannya harus mendapatkan pengakuan hukum
di dalam dan di luar pengadilan.
2. Asas Manfaat
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk
mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
3. Asas Kehati-hatian

64
Cornelius Simanjuntak, ibid, hal 78.
65
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Citra Aditya Bhakti, Bandung,
2002, hal 28.
38

Pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi


mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam
pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
4. Asas Itikad Baik
Para pihak yang melakukan transaksi elektronik tidak bertujuan untuk secara
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi
pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
5. Asas Kebebasan Memilih Teknologi atau Netral Teknologi
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik tidak terfokus pada
penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada
masa yang akan datang.
UUPT merupakan salah satu produk hukum yang mengakomodasi adanya
perkembangan teknologi informasi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pasal
77 UUPT yang mengatur jika RUPS dapat juga dilakukan melalui media
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang
memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat.66 Saat ini pelaksanaan RUPS bisa
dilakukan secara telekonferensi atau tanpa diadakan tatap muka. Hal tersebut
tertuang dalam Pasal 77 UUPT ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Selain
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.” Pasal 77 ayat (4)
menyebutkan jika setiap RUPS Telekonferensi harus dibuatkan risalah yang
disetuji dan ditandatangani secara fisik maupun elektronik. Pelaksanaan RUPS
Telekonferensi juga sudah tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
NOMOR 16 /POJK.04/2020 TENTANG PELAKSANAAN RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA SECARA ELEKTRONIK
(POJK Tahun 2020). Ketentuan yang berdasarkan pasal 77 UU PT dalam

66
Amelia Sri Kusuma Dewi, Penyelenggaraan RUPS Melalui Media Elektronik Terkait
Kewajiban Notaris Meletakkan Sidik jari Penghadap, Jurnal ARENA HUKUM Volume 8, Nomor
1, April 2015, hal 110.
39

pelaksanaan RUPS melalui sarana elektronik harus memenuhi paling tidak tiga
persyaratan yaitu; 1) peserta rapat harus saling melihat secara langsung, 2) peserta
rapat harus saling mendengar secara langsung, dan 3) peserta rapat dapat
berpartisipasi dalam jalannya rapat. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi RUPS
yang dilaksanakan melalui media elektronik yang dimaksud dapat dikatakan tidak
memenuhi syarat berdasarkan ketentuan pasal 77 UU PT untuk dijadikan media
dalam pelaksanaan RUPS tersebut.67 Dilaksanakannya RUPS secara
telekonferensi mengharuskan para peserta untuk menandatangani hasil RUPS
telekonferensi menggunakan tanda tangan elektronik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan tanda tangan sebagai
lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri sebagai
penanda pribadi (telah menerima dan sebagainya). Tan Thong Kie mengatakan
bahwa tanda tangan adalah suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan
bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan
menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri.68
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Bea Materai Nomor 10 Tahun 2020 memberikan
definisi pada tandatangan sebagai tandatangan sebagaimana lambing nama
sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk paraf, teraan, atau cap nama, atau
tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan, atau tanda tangan elektronik
sebagaimana dimaksud dalam UU di bidnag informasi dan transaksi elektronik.
“Tanda Tangan” memiliki 2 fungsi hukum dasar, yaitu tanda identitas
penandatangan dan sebagai tanda persetujuan dari penandatangan terhadap
kewajiban yang melekat pada akta.
Tanda tangan elektronik pada UUITE memberikan definisi lebih mengarah
ke sudut teknik padahal sebuah tanda tangan yang memiliki tujuan untuk
menerima / menyetujui secara meyakinkan isi dari sebuah tulisan. Hal ini sangat
logis karena tanda tangan elektronik mempunyai dua fungsi hukum dasar yaitu

67
Ni Kadek Sofia Arianti, I Nyoman Putu Budiartha, Desak Gde Dwi Arini, TANDA
TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS, Jurnal Interpretasi Hukum, Vol. 1, No. 1 –
Agustus 2020 hal 151.
68
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi praktek Notaris, PT. Ichtiar baru Van
Hoeva, Jakarta, 2007, hlm 473.
40

mendapatkan kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan
manuskrip.69 Menurut Julius Indra Dwiparyo, tanda tangan elektronik, adalah
sebuah identitas elektronik yang berfungsi sebagai tanda persetujuan terhadap
kewajiban-kewajiban yang melekat pada sebuah akta elektronik. Pasal 1 ayat (12)
UUITE memberikan pengertian tentang Tanda Tangan Elektronik sebagai suatu
tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang diletakkan, terasosiasi,
atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentifikasi.70 Prinsip dari tanda tangan elektronik berhubungan
dengan jaminan untuk message integrity untuk menjamin bahwa pihak yang
mengirim pesan (sender) adalah benar-benar orang yang berhak dan bertanggung
jawab untuk hal tersebut. Berbeda dengan tanda tangan biasa yang memiliki
fungsi sebagai pengakuan dan persetujuan atas isi pesan atau dokumen. Tanda
tangan elektronik merupakan sebuah item data yang memiliki hubungan dengan
sebuah pengkodean pesan digital yang dimaksudkan untuk memberi kepastian
tentang keaslian data dan memastikan jika data tidak termodifikasi.71
Tanda tangan elektronik berbeda dengan tanda tangan konvensional
dimana tanda tangan elektronik merupakan suatu tanda tangan mengunakan mesin
scanner dan diperoleh dengan terlebih dahulu meciptakan suatu message digest
atau hast atau mathematical summary dokumen yang dikirimkan melalui
cyberspace.72 Pada dasarnya tandatangan elektronik yang sebenarnya menurut
Undang-Undang ITE bisa dibuat dengan berbagai cara, antara lain dengan sebuah
kode digital yang ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronik dan
secara khusus akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Tanda
tangan elektronik memiliki sifat yang unik karena bentuk tanda tangan elektronik
setiap orang akan berbeda. Tanda tangan elektronik merupakan kombinasi dari
fungsi hash dan enkripsi dengan metode asimetrik. Fungsi hash merupakan fungsi

69
Julius Indra Dwipayono Singara, Pengakuan Tanda Tangan Elektronik Dalam Hukum
Pembuktian Indonesia.
70
Sentosa Sembiring, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), hal 4.
71
Soemarno Partodihardjo, Tanya Jawab Sekitar Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal 20.
72
Soemarno Partodihardjo, hal. 46.
41

satu arah dan akan menghasilkan nilai unik untuk setiap data yang dimasukkan.
Perubahan satu bit saja pada konten dokumen maka nilai hash yang dihasilkan
akan berbeda. Nilai hash kemudian di enkripsi menggunakan private key untuk
selanjutnya nilai dari hasil enkripsi tersebut adalah nilai signature dari suatu
dokumen. Selain mengidentifikasi dan memverifikasi siapa pengirim atau
penandatangan dokumen secara elektronik juga untuk memastikan keutuhan dari
dokumen tersebut atau tidak ada perubahan dalam pengiriman dokumen. Jaminan
autentifikasi dapat dilihat dari adanya hash function dalam tanda tangan elektronik
sehingga penerima data (recipient) dapat melakukan perbandingan hash value.
Apabila hash value sama dan sesuai maka data tersebut benar-benar otentik dalam
arti tidak pernah terjadi suatu tindak perubahan data pada saat pengiriman maka
autentifikasi dapat terjamin. Apabila hasil yang keluar ternyata tidak sama atau
terjadi perubahan hash value maka patut dicurigai telah terjadi modifikasi data.
Disinilah letak salah satu kelebihan tanda tangan elektronik dibandingkan tanda
tangan manual dimana jika terjadi perubahan pada dokumen, apapun itu baik
tulisan (walaupun hanya 1 karakter), ataupun metadata maka tanda tangan
elektronik menjadi tidak lagi valid sehingga data atau dokumen lebih terjamin dari
modifikasi oleh pihak yang tidak berwenang. Hal ini tentu saja lebih memudahkan
dalam proses pembuktian dibandingkan dengan tanda tangan manual yang
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium forensik untuk
membuktikan keasliannya. Tanda tangan elektronik terbagi menjadi dua macam
yaitu tanda tangan tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. Tanda tangan elektronik
yang belum tersertifikasi memiliki kekuatan pembuktian yang lemah dibanding
tanda tangan tersertifikasi. Penyelenggara sertifikasi elektronik terdiri atas
penyelenggara sertifikasi elektronik Indoneisa dan asing. Saat ini, terdapat
beberapa kementerian atau lembaga yang menerbitkan sertifikat elektronik yaitu
Lembaga Sandi Negara (BSSN), dan IPTEKnet BPPT.73

73
Angel Firstia Kresna, A.Md., S.H., M.Kn., LEGALITAS TANDA TANGAN
ELEKTRONIK PEJABAT DALAM RANGKA MENDUKUNG E-GOVERNMENT,
https://mahkamahagung.go.id/id/artikel/3737/legalitas-tanda-tangan-elektronik-pejabat-dalam-
rangka-mendukung-e-government, diakses pada 6 Juli 2022 jam 03.45
42

Tanda tangan elektronik dibentuk dengan teknik kriptografi yang berasal


dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata yaitu kripto atau menyembunyikan
dan graphia atau tulisan. Kriptografi merukapan ilmu yang mempelajari teknik
matematika yang berhubungan denga aspek keamanan informasi seperti
kerahasiaan data, keabsahan data, integritas data, dan autentikasi data.74
Kriptografi menyediakan 4 aspek keamanan, diantaranya adalah:75
1. Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan adalah layanan yang digunakan untuk menjaga informasi dari setiap
pihak yang tidak berwenang untuk mengaksesnya. Dengan demikian informasi
hanya akan dapat diakses oleh pihak – pihak yang berhak saja
2. Integritas data (data integrity)
Integritas data merupakan layanan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
pengubahan informasi oleh pihak – pihak yang tidak berwenang. Untuk
meyakinkan integritas data ini harus dipastikan agar sistem informasi mampu
mendeteksi terjadinya manipulasi data. Manipulasi data yang dimaksud di sini
meliputi penyisipan, penghapusan, maupun penggantian data.
3. Otentikasi (authentication)
Otentikasi merupakan layanan yang terkait dengan identifikasi terhadap pihak –
pihak yang ingin mengakses sistem informasi (entity authentication) maupun
keaslian data dari sistem informasi itu sendiri (data origin authentication).
4. Ketiadaan penyangkalan (non-repudiation)
Ketiadaan penyangkalan adalah layanan yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya penyangkalan terhadap suatu aksi yang dilakukan oleh pelaku sistem
informasi. Secara garis besar kriptografi ilmu dan seni untuk menjaga kerahasiaan
(penyandian) sedangkan tujuan dari kriptografi sendiri agar pesan tidak mudah
terbaca oleh orang lain.

74
M. Miftakul Amin, IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI KLASIK PADA
KOMUNIKASI BERBASIS TEKS, Jurnal Pseudocode, Volume III Nomor 2, September 2016,
ISSN 2355-5920, hlm 130.
75
Edi Haryadi, Siti Madinah Ladjamuddin, TEKNIK KEAMANAN PESAN
MENGGUNAKAN KRIPTOGRAFI DENGAN ALGORITMA VERNAM CHIPER, Jurnal Incomtech
VoL 6, No 1, Juni 2017, hlm 41-42
43

Ada 2 cara untuk menandatangani pesan secara elektronik, yaitu enkripsi


pesan dan menggunakan fungsi hash (hash function) serta kriptografi kunci-
publik. Penandatanganan dengan enkripsi pesan dibagi menjadi 2, yaitu
kriptografi simetrik (Symetric Cryptography) dan kriptografi Asimetrik
(Asymetric Cryptography). Pada sistem kriptografi simetrik, kunci untuk proses
enkripsi sama dengan kunci untuk proses dekripsi. Cara ini tidak menyediakan
mekanisme untuk anti penyangkalan karena keamanannya terletak pada
kerahasiaan kunci yang dimiliki oleh pengirim dan penerima. Pada sistem
kriptografi asimetrik, kunci untuk proses enkripsi tidak sama dengan kunci untuk
proses dekripsi. Kunci untuk enkripsi tidak rahasia dan dapat diketahui oleh
siapapun, sementara kunci untuk dekripsi hanya diketahui oleh penerima pesan
sehingga kerahasiaan pesan dan otentikasi keduanya dicapai sekaligus. 76 Fungsi
hash adalah fungsi yang menerima masukan sebuah string yang panjangnya
sembarang dan menghasilkan sebuah string lain yang panjangnya tetap untuk
berapapun panjang string masukannya. Hasil keluaran fungsi hash selanjutnya
kita sebut message digest. Fungsi hash bersifat satu arah karena kita tidak bisa
mengembalikan message digest ke string awal. Fungsi hash dalam kriptografi
dapat digunakan untuk menjaga keaslian data dengan cara menghitung nilai hash
sebuah data. Jika data berubah maka nilai hash-nya juga akan berubah. Perubahan
sedikit saja dalam data dapat mengakibatkan nilai hash yang berubah drastis.77
Keunggulan tanda tangan elektronik, diantaranya adalah:78
1. Menghemat sumber daya dan waktu
Pembuatan tanda tangan elektronik tidak perlu lagi mencetak, memindai,
memposting dokumen, dan menunggu penerima menandatangani dan
mengirimkannya kembali kepada kita. Dengan sekali klik tanda tangan
elektronik sudah selesai untuk dilakukan sehingga mempercepat waktu

76
Yusuf Kurniawan, 2004, Kriptografi: Keamanan Internet dan Jaringan
Komunikasi, Bandung: Informatika, hlm 5.
77
Rinaldi Munir, 2006, Kriptografi, Bandung: Informatika, hlm 6.
78
Andre Kurniawan, 8 Kelebihan Tanda Tangan Elektronik dalam Bisnis, Bantu
Tingkatkan Produktivitas, https://www.merdeka.com/jabar/8-kelebihan-tanda-tangan-elektronik-
dalam-bisnis-bantu-tingkatkan-produktivitas-kln.html, diakses tanggal 29 Mei 2023 jam 16.17
44

pemrosesan. Selain itu tanda tangan elektronik juga juga bisa dilakukan di
mana saja.
2. Implementasi keputusan lebih cepat
Proses tanda tangan yang lebih cepat bisa mengimplementasi keputusan
menjadi lebih cepat sehingga keputusan tersebut bisa langsung untuk
dilaksanakan.
3. Meningkatkan produktivitas
Proses pembuatan tanda tangan elektronik yang cepat bisa menghemat waktu
kita agar lebih produktif untuk fokus pada pekerjaan yang lain.
4. Mengurangi biaya
Dibandingkan dengan tanda tangan konvensional, tanda tangan elektronik
bisa menekan biaya dalam proses pelaksanaannya. Kita bisa menghemat
biaya untuk membeli kertas, pencetakan, pengemasan, dan pengiriman
mengingat tanda tangan elektronik bersifat “paperless.”
5. Meminimalisir risiko
Risiko yang bisa diminimalisir dari tanda tangan elektronik adalah kerusakan
karena usia dari kertas itu sendiri. Selain itu risiko kehilangan karena lupa
menyimpan juga bisa dihindari karena penyimpanan sudah dilakukan secara
elektronik dan bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Keamanan dari tanda
tangan elektronik juga terjaga karena terdapat algoritme enkripsi yang kuat
sehingga tidak ada pihak ketiga yang bisa mengakses.
6. Lebih aman
Menurut undang-undang tanda tangan elektronik seperti Uniform Electronic
Transactions Act (UETA) dan Electronic Signature in Global and National
Commerce Act (ESIGN Act), tanda tangan elektronik memiliki status hukum
yang sama dengan tanda tangan tinta basah pada dokumen apa pun. Sebagian
besar tanda tangan digital menggunakan fitur keamanan tambahan, seperti
enkripsi tingkat bank dan pengambilan tanda tangan biometrik, untuk
mengungkapkan identitas sebenarnya dari penandatangan. Selain itu, tanda
tangan elektronik mengharuskan dokumen ditandatangani dengan tepat, yang
membuat penandatangan dipaksa untuk mengisi semua bidang kosong
45

sebelum menekan tombol kirim. Terakhir yang tidak kalah pentingnya,


halaman dokumen yang dikirim ke pihak terkait tidak dapat dirusak. Jaminan
ini, dari integritas dokumen dan identitas penandatangan, mengarah pada
kesepakatan yang lebih andal dan lebih defensif.
Kelemahan tanda tangan elektronik, diantaranya adalah :79
1. Tanda tangan elektronik membutuhkan biaya
Sertifikat resmi merupakan bukti bahwa tanda tangan elektronik dapat diakui
secara hukum. Itu sebabnya tanda tangan elektronik tidak hanya sekadar tanda
tangan basah yang kemudian dipindai, melainkan tanda tangan yang telah
melalui proses verifikasi identitas dan penerbitan sertifikat elektronik. Tanda
tangan elektronik yang telah memiliki sertifikat disebut juga dengan tanda
tangan elektronik tersertifikasi. Untuk menerbitkan harus dari sertifikasi
tersebut maka pihak yang bersangkutan harus mengeluarkan biaya lebih
banyak. Jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk penerbitan tanda tangan
elektronik terferivikasi tidak sebesar dengan anggara untuk membeli dan
mencetak dokumen menggunakan kertas.
2. Tanda tangan elektronik membutuhkan edukasi
Tidak semua orang akrab dengan teknologi, itu sebabnya saat menggunakan
tanda tangan elektronik akan membutuhkan edukasi pengguna dengan lebih
baik. Edukasi yang dilakukan membuat pihak pengguna memahami bahwa
dokumen elektronik yang telah dibubuhi tanda tangan elektronik sudah legal
seperti menggantikan dokumen asli. Perlu adanya pemahaman pula kepada
pengguna untuk selalu menjaga dan menyimpan dokumen tersebut di tempat
penyimpanan data digital.
Muntinah berpendapat dalam tesisnya yang berjudul “Aspek Hukum Rapat
Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Melalui Telekonferensi” dikatakan
bahwa :80

79
Keunggulan dan Kelemahan Tanda Tangan Digital,
https://www.insign.id/keunggulan-dan-kelemahan-tanda-tangan-digital/, diakses tanggal 29
Mei 2023 jam 16.23
80
MUNTINAH,M.(2010). ASPEK HUKUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
DIPONEGORO).h.102.
46

1. Mekanisme pembuatan akta dari hasil RUPS telekonferensi meliputi


pembuatan akta oleh Notaris, kemudian dibacakan secara teleonferensi agar
pihak yang mengikuti rapat mengerti isi akta. Langkah selanjutnya dilakukan
penandatanganan akta secara elektronik menggunakan diginal signatures oleh
peserta RUPS, para skasi, dan Notaris. Setelah proses tanda tangan maka akta
RUPS telekonferensi sah dan mengikat para pihak sebagai Undang-Undang.
2. Kekutan pembuktian dari akta RUPS Telekonferensi disamakan dengan akta
RUPS yang dilaukan secara konvensional karena ada beberapa peraturan
yang dapat dijadikan paying hukum, dianyarana adalah:
a. Pasal 1 ayat 2 UU No. 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan dokumen perusahaan adalah data, catatan,
dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam
rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain
maupun rekaman dalam bentuk corak apa pun yang dapat dilihat, dibaca,
dan didengar. Dari ruang lingkup data yang dianggap dokumen perusahaan
tersebut, dapat diketahui bahwa data rekaman dalam bentuk bukan kertas
juga diakui sebagai dokumen, sehingga data hasil RUPS yang merupakan
dokumen rekaman elektronik diakui keabsahannya.
b. Pasal 1 ayat 4 UUITE menyebutkan bahwa dokumen elektronik adalah
setiap informasi elektronik yang dibuat diteruskan, dikirimkan, diterima,
disimpan dalam bentu analog, digital, elektromagnetik, optikal atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui
komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
c. UUPT sudah memperbolehkan pelaksanaan RUPS telekonferensi sehingga
semakin absah hasil RUPS telekonferensi di mata hukum.
Pada tahun 2019 terjadi pandemi akibat Covid-19 dan membuat
pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan adanya sosial distancing
atau physical distancing dalam seluruh kegiatan masyarakat. Penyebaran Covid-
47

19 berdampak langsung pada beberapa sektor kehidupan seperti kesehatan,


pendidikan, sosial, keagamaan, ekonomi, bahkan pada proses pelaksanaan
RUPS.81 Pemerintah mengeluarkan POJK nomor 16/POJK.04/2020 tentang
Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara
Elektronik sebagai upaya menghadapi ancaman yang membahayakan
perekonomian pada masa Covid-19.
RUPS Telekonferensi membuat pelaksanaanya menjadi lebih fleksibel.
Pelaksanaan RUPS telekonferensi tidak mengharuskan para pemegang saham
untuk hadir secara tatap muka ke tempat yang telah ditentukan, dalam hal ini
adalah tempat kedudukan Perseroan. Adanya hal tersebut mempermudah proses
terlaksananya RUPS apabila ada salah satu atau lebih peserta yang berhalangan
hadir ke lokasi rapat. Peserta rapat juga bisa menghemat waktu maupun biaya
karena tidak semua pemegang saham berada satu kedudukan dengan perseroan.
Untuk kekurangan RUPS Telekonferensi lebih ke masalah teknis yaitu jaringan
internet. Pelaksanaan RUPS Telekonferensi membuatuhkan jaringan telepon yang
stabil atau jaringan internet dengan menggunakan teknologi minimal 3G atau agar
suara yang terkirim atau yang diterima tidak putus-putus dan terdengar jernih serta
jelas. Secanggih apapun teknologi yang baru, semodern apapun teknologi, pasti
memiliki suatu kelemahan. Permasalahan muncul apabila jaringan internet
mengalami gangguan atau sedang down disebabkan oleh beberapa hal, seperti
cuaca yang buruk atau terdapat masalah teknis dari provider internet itu sendiri.
Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang mana terdapat banyak gunung-
gunung, perbukitan, hutan belantara, serta pulau-pulau yang terpisah-pisah oleh
perairan Indonesia yang membuat sulitnya untuk meratakan koneksi internet yang
lancar dan stabil di seluruh wilayah Indonesia, terutama untuk wilayah-wilayah
Indonesia yang di pelosok.
Tujuan utama diadakan pelaksanaan RUPS adalah agar para pemegang
saham mengetahui berita terbaru terkait hal yang berhubungan dengan perseroan
itu sendiri. Tujuan dari RUPS tersebut bisa dicapai dengan RUPS konvensional
81
Hanif Windarrahman, Penerapan Cyber Notary Sebagai Solusi Dalam Pembuatan
Risalah RUPS Elektronik Pada Masa Pandemi, Jurnal Hukum tora, Volume 8 Issue 2, 2022, Hlm
246.
48

maupun telekonferensi, yang membedakan hanya metode pelaksanaannya saja.


Pelaksanaan RUPS yang dilakukan secara konvensional maupun telekonferensi
harus memenuhi 2 unsur, diantaranya adalah unsur materiil dan unsur formil.
Unsur materiil dari RUPS adalah terkait kuorum dalam proses
pelaksanaannya. Kuorum (Quorum) adalah jumlah anggota dari suatu rapat yang
sekurang-kurangnya diperlukan untuk mengambil keputusan yang sah. Untuk
rapat-rapat lembaga negara, kuorum diatur dalam undang-undang lembaga negara
yang bersangkutan, sedangkan untuk rapat-rapat suatu organisasi dan badan
hukum swasta, kuorum ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangganya. Dalam suatu RUPS, untuk dapat mengambil keputusan terhadap
perseroan maka harus memenuhi syarat minimal kuorum agar keputusan dapat
diambil secara sah. Syarat-syarat kuorum yang dimaksud diatur dalam UUPT atau
diatur dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Persyaratan kuorum
RUPS konvensional dan telekonferensi diatur dalam pasal 86, 88, dan 89 UUPT
sesuai dengan mata acara yang telah ditentukan. Pasal 86 UUPT membahas terkait
mata acara umum, pasal 88 UUPT membahas terkait mata acara perubahan
anggaran dasar, dan pasal 89 UUPT membahas terkait mata acara penggabungan,
peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan pailit,
perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan.
Pasal 86 UUPT menyatakan bahwa lebih dari 1/2 (satu perdua) atau
setengah bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, baik yang hadir
maupun yang diwakili, kecuali anggaran dasar perseroan tersebut menentukan
jumlah kuorum yang lebih besar. Apabila kuorum dalam RUPS pertama tidak
terpenuhi, dapat diadakan pemanggilan untuk RUPS kedua. Dalam RUPS kedua,
syarat kuorum kehadirannya paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang diwakili, kecuali
anggaran dasar perseroan tersebut menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
Apabila kuorum RUPS kedua masih tidak terpenuhi, perseroan dapat mengajukan
permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
kedudukan perseroan tersebut berada agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
49

Penetapan kuorum oleh ketua pengadilan ini bersifat final dan memiliki kekuatan
hukum tetap (inkrah).
Pasal 88 UUPT menyebutkan jika paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang
diwakili. Keputusan perubahan anggaran dasar sah jika disetujui paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
perseroan tersebut menentukan jumlah.
Pasal 89 UUPT menyatakan jika paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang
diwakili dalam RUPS. Keputusan dianggap sah jika disetujui paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
perseroan tersebut menentukan jumlah kuorum dan/atau ketentuan pengambilan
keputusan yang lebih besar. Apabila kuorum dalam RUPS pertama tidak
terpenuhi, dapat diadakan pemanggilan untuk RUPS kedua. Dalam RUPS kedua,
syarat kuorum kehadirannya minimal 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara, baik yang hadir maupun yang diwakili dalam RUPS.
Keputusan perubahan anggaran dasar baru dianggap sah jika disetujui paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar.
Setiap RUPS yang tidak memenuhi ketentuan dalam RUPS atau anggaran
dasar masing-masing perseroan, maka keputusan yang diambil dapat dibatalkan
kemudian bisa diadakan kembali RUPS selanjutnya. Unsur selanjutnya yang harus
terpenuhi dalam pelaksanaan RUPS adalah syarat formil, hal ini berkaitan dengan
lokasi pelaksanaan rapat. Peraturan yang tertulis dalam UUPT, RUPS
konvensional harus dilaksanakan di tempat kedudukan atau di tempat perseroan
melaksanakan kegiatan usahanya. Khusus untuk RUPS yang dilaksanakan terbuka
(Tbk.) harus dilaksanakan di tempat kedudukan bursa di mana saham perseroan
dicatatkan. Semua ketentuan tersebut memiliki kesamaan dimana semua lokasi
rapat yang telah ditentukan berdasarkan UUPT harus dilaksanakan di wilayah
Negara Republik Indonesia. UUPT juga memberikan kemudahan untuk
menyelenggarakan RUPS dimana saja, diluar tempat kedudukan perseroan atau
50

kegiatan utama perseroan namun harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya


adalah RUPS dihadiri dan/atau diwakili semua pemegang saham, semua
pemegang saham menyetujui, agenda RUPS yang disetujui harus tertentu, dan
tempat RUPS diadakan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 82 Semua
aturan tersebut diatur dalam pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan (4) UUPT.
RUPS yang dilaksanakan secara telekonferensi juga harus memenuhi
syarat materiil dan formil agar hasil rapat bisa dinyatakan sah. Pada dasarnya baik
penyelenggaraan RUPS secara konvensional atau bertatap muka langsung dengan
penyelenggaraan RUPS dengan media telekonferensi atau sarana elektronik
lainnya adalah sama saja, yaitu penyelenggaraan RUPS tetap dilaksanakan
ditempat kedudukan perseroan tersebut atau tempat dimana kegiatan utama
perseroan tersebut berjalan. Perbedaannya hanya ada pada lokasi paserta pada saat
rapat dilaksanakan. RUPS konvensional mengharuskan peserta rapat hadir secara
fisik ke lokasi dan waktu yang telah ditentukan sedangkan RUPS telekonferensi
bisa dilakukan dimana saja asalkan semua peserta saling terhubung serta bisa
melihat dan mendengar jalannya rapat. Selain itu, peserta rapat juga harus bisa
mengikuti semua jalannya rapat dari awal hingga akhir maupun memberikan
masukan dan saran didalam rapat.
Keabsahan formil dalam RUPS melalui media elektronik harus
“memungkinkan” semua peserta untuk melihat dan mendengar secara langsung
dan berpartisipasi langsung dalam rapat sehingga kehadiran peserta dalam rapat
masuk dalam kuorum. Apabila penggunaan sarana elektronik tersebut hanya dapat
memungkinkan peserta rapat untuk berpartisipasi memberikan masukan dan
sarannya dalam rapat namun tidak dapat memungkinkan semua peserta rapat
untuk bisa melihat dan mendengar secara langsung antar sesama peserta rapat atau
peserta yang hadir menggunakan media telekonferensi atau sarana elektronik,
sehingga para peserta dalam rapat hanya dapat mendengar suara saja dari orang
tersebut, maka sarana elektronik tersebut tidak dapat dijadikan sarana

82
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013, hal 311.
51

penyelenggaraan RUPS dan dianggap tidak hadir dalam rapat serta kehadirannya
tidak dapat dimasukkan kedalam kuorum kehadiran.
Teknis pembuatan akta notaris dengan menggunakan cyber notary ialah
dimana para pihak hadir dihadapan notaris dengan menggunakan telekonferensi
atau video call untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Selanjutnya para
pihak harus menunjukkan identitas mereka secara jelas kepada notaris dengan
mengirimkan identitas mereka melalui alat elektronik misalnya faximile dimana
notaris akan mencocokkan identitas tersebut dengan orang yang berada dalam
telekonferensi atau video call. Setelah itu, notaris membuatkan akta sesuai dengan
bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang yang kemudian dibacakan
dihadapan para pihak dalam waktu yang bersamaan. Sesudah akta tersebut
dibacakan dan dipahami, akta tersebut ditandatangani oleh para pihak, saksi dan
Notaris dengan menggunakan tanda tangan digital (digital signature).83
Pembuktian berasal dari kata dasar “bukti” yang memiliki arti keterangan
nyata. Pembuktian menurut Yahya Harahap yang didefinisikan dalam arti luas
sebagai kemampuan Penggungat dan/atau Tergugat memanfaatkan hukum
pembuktian untuk mendukung dan membenarkan hubungan hukum dan peristiwa-
peristiwa yang didalilkan oleh penggugat maupun dibantah oleh tergugat dalam
hubungan hukum yang diperkarakan. Pembuktian dalam arti sempit hanya
diperlukan sepanjang mengenai hal-hal yang dibantah atau hal yang masih
disengketakan atau hanya sepanjang yang menjadi perselisihan di antara para
pihak. ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-
cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang
mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh
dipergunakan hakim dalam membukitkan kesalahan terdakwa.84

83
Octavianna Evangelista dan Daly Erni, KEDUDUKAN HUKUM AKTA NOTARIS
DALAM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) MELALUI TELEKONFERENSI, Jurnal
PALAR (Pakuan Law Review), Volume 07, Nomor 02, Juli-Desember 2021, hal 543.
84
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana, 2006, hal 227.
52

Pembuktian selalu memberikan arti yang sangat bermanfaat untuk


pencarian kebenaran yang hakiki dalam hal memperjuangkan hak-hak hukum
masyarakat. Arti penting dalam setiap pembuktian bersifat menyeluruh, universal,
dan merupakan basis utama dalam tata kelola hukum atas suatu peristiwa dan
keadaan hukum yang telah mengakibatkan hukum dalam artian yang konkret.85
Ada beberapa alat bukti yang diatur dalam hukum acara perdata diatur dalam
pasal 164 HIR/284 R.Bg dan pasal 1866 KUHPerdata adalah:
a. Alat bukti surat (tulisan)
Alat bukti tertulis yang berisi keterangan tentang suatu peristiwa, keadaan,
atau hal-hal tertentu. Surat dibagi menjadi dua yaitu surat sebagai akta dan
bukan akta, sedangkan akta sendiri lebih lanjut dibagi menjadi akta otentik
dan akta dibawah tangan. Perihal kekuatan pembuktian dari alat bukti
tertulis, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap dan
sempurna sedangkan akta bawah tangan kekuatan buktinya adalah
bergantung pada diakui atau tidaknya tanda tangan yang ada pada akta
tersebut.
b. Alat bukti saksi (witnesses)
Penerapan pembuktian dengan saksi ditegaskan dalam Pasal 1895 KUH
Perdata yang berbunyi: ”pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan
dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Pada
prinsipnya, alat bukti saksi menjangkau semua bidang dan jenis sengketa
perdata kecuali apabila undang-undang sendiri menentukan sengketa
hanya dapat dibuktikan dengan akta, barulah alat bukti saksi tidak dapat
diterapkan. Kekuatan pembuktian dari alat bukti saksi merupakan bukti
bebas. Artinya, penilaiannya tergantung pada hakim.
c. Persangkaan (vermoeden)
Pasal 1915 KUH Perdata, menjelaskan: “persangkaan adalah kesimpulan
yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang
diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”.

85
Syaiful Bakhri, Dinamika Hukum Pembuktian Dalam Capaian Keadilan, Depok: PT.
Raja Grafindo Persada, 2018, hal 24.
53

Persangkaan terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu: persangkaan hakim atau


kenyataan dan persangkaan hukum atau undang-undang. Kekuatan
pembuktiannya yaitu bukti bebas seperti halnya kekuatan pembuktian
saksi.
d. Pengakuan (confession, bekentenis)
Pengakuan (bekentenis confession) diatur dalam Pasal 174-176 HIR dan
Pasal 1923-1928 KUH Perdata. Pengakuan merupakan pernyataan
membenarkan sebagian atau seluruhnya dalil pihak lawan. Pengakuan di
dalam sidang memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap dan
menentukan atau diakui. Sedangkan pengakuan di luar sidang merupakan
suatu bukti bebas.
e. Sumpah (eed)
Sumpah sebagai alat bukti merupakan keterangan atau pernyataan yang
dikuatkan atas nama Tuhan dengan tujuan agar orang yang memberi
keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong.
Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan di muka hakim dalam
persidangan dan dilaksanakan di hadapan pihak lawan dikarenakan tidak
adanya alat bukti lain. Alat bukti sumpah memiliki kekuatan pembuktian
yang tergantung pada jenis sumpahnya. Sumpah Suppletoir (sumpah
penambah) merupakan alat bukti sempurna, sedangkan Sumpah Decisoir
(sumpah pemutus) merupakan bukti menentukan.
Selain alat bukti tersebut, ada juga pemeriksaan setempat (descente) dan
keterangan ahli (expertise) sebagai alat bukti. Hal tersebut tidak disebutkan dalam
dalam pasal 164 HIR/284 R.Bg, namun pemeriksaan tersebut merupakan
perluasan yang tujuannya bisa dijadikan sebagai alat bukti yang dapat
dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Hukum acara pidana juga mengatur terkait alat bukti yang dijelaskan
dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, diantaranya adalah:
5. Keterangan saksi
6. Keterangan ahli
7. Surat
54

8. Petunjuk dan keterangan Terdakwa.


Hukum acara perdata dan hukum acara pidana memiliki kesamaan, dimana
alat bukti elektronik sudah menjadi perluasan pembuktian dan dapat dijadikan
sebagai alat bukti. Pasal 11 UUITE menyebutkan jika Tanda Tangan Elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan yang ditentukan dan data serta informasi elektronik dapat digunakan
sebagai alat bukti di muka persidangan yang kekuatan pembuktiannya diserahkan
kepada hakim.86 Walaupun demikian, ada Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya yang tidak bisa dikategorikan
sebagai alat bukti hukum yang sah yaitu surat beserta dokumennya yang menurut
Undang- Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta, seperti yag disebuutkan dalam pasal 5 ayat (4) huruf b.
Setiap alat bukti yang akan diajukan oleh para pihak harus harus diajukan dalam
persidangan. Keterangan saksi maupun pengakuan dari pihak tergugat yang
disampaikan di luar persidangan tidak dibenarkan jika dianggap sebagai alat bukti
yang sah karena keabsahan suatu alat bukti, selain harus memenuhi syarat materil
juga harus memenuhi syarat formil, salah satunya adalah harus diajukan dalam
persidangan.87 Hal terakhir yang tidak kalah penting adalah tujuan dari
diajukannya alat bukti adalah untuk meyakinkan hakim. Dengan adanya tujuan
tersebut maka alat bukti yang diajukan seharusnya berkaitan erat dengan pokok
permasalahan yang sedang dihadapi karena alat bukti yang tidak relevan tidak
akan dipertimbangkan lebih lanjut oleh hakim.
Hukum pembuktian yang menjadikan data elektronik sebagai alat bukti,
sejalan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Semakin lama
semakin kuat desakan terhadap hukum, termasuk hukum pembuktian untuk
menghadapi perkembangan masyarakat dan teknologi. Sebagai salah satu
contohnya adalah, sejauh mana kekuatan pembuktian dari suatu tanda tangan
digital /elektronik yang sampai saat ini sudah banyak digunakan dalam kegiatan
sehari-hari. Hukum pembuktian akan berada dalam posisi dilematis, satu sisi
86
M. Natsir Asnawi, Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia, Yogyakarta: UII
Press, 2013, hal 5.
87
M. Natsir Asnawi, Op Cit, hal 6.
55

hukum selalu dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, perlu
adanya pengakuan hukum terhadap berbagai jenis perkembangan teknologi digital
untuk berfungsi sebagai alat bukti di pengadilan. Di lain pihak, akan muncul
kecenderungan terjadinya manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam
mengakui alat bukti digital tersebut.
Teori klasik dalam hukum pembuktian yang disebut dengan “hukum alat
bukti terbaik” (best evidence rule) menyatakan jika suatu alat bukti digital sulit
diterima dalam pembuktian. The best evidence rule mengajarkan bahwa suatu
pembuktian terhadap isi yang substansial dari suatu dokumen / photograph atau
rekaman harus dilakukan dengan membawa ke pengadilan dokumen/photograph
atau rekaman asli tersebut. Hal tersebut akan menjadi pengecualian apabila
dokumen / photograph atau rekaman yang dimaksud memang tidak ada dan
ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari pihak yang
harus membuktikan. Menurut doktrin The best evidence rule, fotokopi (bukan
asli) dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian di pengadilan. Begitu
pula dengan bukti digital seperti e-mail, surat dengan mesin faksmile, tanda
tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak mungkin dibawa
aslinya ke pengadilan sehingga hal ini mengakibatkan permasalahan hukum yang
serius dalam bidang hukum pembuktian.88
Riki Perdana Raya Waruwu menyatakan jika dokumen elektronik telah
diakui sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan UU Dokumen Perusahaan dan
UUITE namun sebagai bagian dari hukum acara, dokumen elektronik belum
memiliki pengaturan tata cara penyerahannya di persidangan, tata cara
memperlihatkannya kepada pihak lawan.89 Adanya pengakuan terkait dokumen
elektronik juga sesuai dengan pasal 5 jo pasal 44 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 yang meyebutkan jika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

88
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Bandung : PT Citra
Aditya Bakti, 2012, hal 100-101.
89
Riki Perdana Raya Waruwu, “Eksistensi Dokumen Elektronik Di Persidangan Perdata,”
last modified 2018, https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/3048/eksistensi-dokumen-
elektronik-di-persidangan-perdata., diakses pada 23 juli 2023 pukul 01.43
56

Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
Pasal 15 ayat (3) UUJNP menyatakan bahwa pada saat ini Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kewenangan lain yang dimaksud salah satunya adalah kewenangan mensertifikasi
transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary). Sejalan dengan
kewenangan baru diberikan kepada Notaris, hal tersebut tidak lepas dari
perkembangan zaman yang semakin lama melesat maju terutama dalam hal
perkembangan informasi elektronik. Pasal 77 ayat (1) UUPT juga salah satu UU
yang mengaplikasikan perkembangan zaman, dalam hal ini terkait pelaksanaan
RUPS yang sudah bisa dilakukan secara telekonferensi atau tanpa bertatap muka
secara langsung (berhadapan). Pelaksanaan RUPS secara telekonferensi
mengharuskan peserta rapat untuk membubuhkan tanda tangan secara elektronik.
Hal tersebut sejalan dengan pasal 11 UU ITE yang menyatakan bahwa tanda
tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Semua UU yang berlaku diatas merupakan bentuk nyata dari suatu
pengaplikasian ke dalam produk hukum yang mengikuti perkembangan zaman.
Undang-undang tersebut harus berjalan selaras agar hasil dari RUPS bisa
memiliki kekuatan hukum sempurna walaupun dilaksanakan secara konferensi
dan menggunakan tanda tangan elektronik. Selain undang-undang, ada beberapa
pakar yang berpendapat bahwa tanda tangan elektronik harus diakui keabsahannya
sebagai tanda tangan. Hal tersebut didasari dengan beberapa alasan, diantaranya
adalah :90
1. Tanda tangan elektronik merupakan tanda-tanda yang bisa dibubuhkan oleh
seseorang atau beberapa orang yang diberikan kuasa oleh orang lain yang
berkehendak untuk diikat secara hukum.

90
Sinardi Syawal S. Siagian, Legalitas Cyber Notary dan Tandatangan Dalam Rapat
Umum Pemegang Saham, https://mkn.usu.ac.id/images/27.pdf , diakses pada 29 Mei jam 16.53
57

2. Tanda tangan elektronik dapat dibuat atau dibubuhkan dengan menggunakan


peralatan mekanik seperti halnya tanda tangan tradisional.
3. Tanda tangan elektronik sangat mungkin bersifat lebih aman atau lebih tidak
aman sebagaimana pada tanda tangan tradisional.
4. Dalam konteks tanda tangan elektronik persyaratan adanya niat
penandatanganan yang merupakan suatu keharusan juga dapat terpenuhi
sebagaimana halnya dalam kasus tanda tangan tradisional.
5. Sebagaimana halnya dengan tanda tangan tradisonal, tanda tangan elektronik
juga dapat diletakkan di bagian mana saja dari suatu dokumen, sehingga tidak
harus diletakkan di bagian bawah dokumen kecuali hal tersebut disyaratkan
oleh mekanisme perundang-undangan.
Keabsahan tanda tangan elektronik sama dengan tanda tangan biasa karena
tidak terdapat metode yang standar untuk menandatangani sesuatu dengan
menggunakan tinta. Keabsahan suatu tanda tangan elektronik pada dasarnya
adalah berhubungan dengan otentisitas, keaslian suatu akta, dokumen atau surat.
Tanda tangan perlu ditafsirkan dengan menitik beratkan pada substansi yaitu
fungsinya, bukan pada bentuknya. Hal ini juga dapat dilihat di beberapa Negara
seperti Amerika Serikat, inggris, Jerman, Singapura, dan Malaysia yang tidak
menentukan bentuk tertentu suatu tanda tangan sehingga keabsahan tanda tangan
elektronik diakui. Keabsahan suatu tanda tangan dan integritas suatu informasi
elektronik dalam suatu komunikasi virtual ditentukan oleh beberapa hal,
diantaranya adalah :91
1. Jaminan teknis bahwa jaringan yang dioperasikan secara profesional dan
didukung oleh metode perbaikan dari setiap kerusakan, keabsahan serta
kekacauan.
2. Metode kriptografi.
3. Jaminan teknis protokol komunikasi, pengendalian jaringan dan penggunaan
software pengatur.
4. Kontrol data dan teknik preservasi.

91
Rehulina Sitepu, Keabsahan Digital Signature dalam Perjanjian E-Commerce, Journal
of Law, April 2018, hlm 50.
58

5. Berfungsinya auditor.
Dua sistem hukum besar yang sering dipakai di dunia adalah Common
Law dan Civil Law. Indonesia dan belanda merupakan Negara yang menganut
sistem civil law sehingga memiliki aturan hukum yang sama dalam beberapa hal.
Muncul beberapa perbandingan dari adanya perbedaan sistem hukum tersebut,
khususnya dalam hal profesi Notaris. Salah satu Notaris senior bernama Harlien
Budiono yang meraih gelar doctor dari Universitas Leiden Belanda pada tahun
2001 mejelaskan perbadingan dasar dari kedua sistem tersebut, diantaranya
adalah:92
Tabel 2.
Perbadingan Dasar dari Common Law dan Civil Law.
No. Perbedaan Civil Law Common Law
1. Istilah Notary Notary Public
2. Pendidikan Ada prosedur tambahan Ada variasi cara
mulai dari pendidikan pengangkatan notary
khusus, ujian, hingga public di Inggris dan
magang yang harus Amerika Serikat. Di
ditempuh London Inggris dikenal
jenis advokat dengan
sebutan solicitor yang
berhak menjalankan
fungsi notary public. Di
Amerika Serikat, ada dua
jenis advokat yaitu
attorneydan counselor at
law yang dapat diangkat
sebagai notary public
tanpa dibutuhkan

92
Norman Edwin Elnizar, Yuk, Pahami Konsep Notaris dalam Civil Law dan Common
Law, https://www.hukumonline.com/berita/a/yuk--pahami-konsep-notaris-dalam-civil-law-dan-
common-law-lt59d9f5002c20c, diakses pada 22 Agustus 2022, jam 13.26.
59

pendidikan tertentu.
3. Kewenangan Pejabat umum yang Pekerjaan utama dari
berhak untuk membuat notary public adalah
semua akta otentik, menyatakan kebenaran
selama tidak tanda tangan atau dalam
dikecualikan oleh hal protes wesel, member
undang-undang nasihat, menyusun
dokumen untuk
keperluan hubungan
perjanjian dengan luar
negeri. Di Amerika
Serikat kewenangan
notary public tidak lebih
dari pembuatan sertipikat
terbatas dan kewenangan
tersebut tidak dapat
diperluas atau hanya
sebatas suatu legalisasi
dan penentuan kepastian
tanggal dan tandatangan
orang yang
membubuhkannya.
60

4. Kekuatan pembuktian Jenis pembuktian tulisan Tidak dikenal


berupa akta otentik atau pembedaan seperti akta
dibawah tangan. Akta otentik dengan akta di
otentik memiliki sifat bawah tangan.
pembuktian memaksa
jadi memberikan
kewajiban kepada lawan
untuk membuktikan
kebalikan dari isinya
tanpa perlu dibuktikan
bahwa tanda tangan dan
keterangan yang dibuat
adalah benar.
Perbedaan sistem hukum civil law dan common law dalam bidang notaris
menimbulkan perbedaan yang paling terlihat dalam hal kewenangan notaris dan
kekuatan pembuktian dari akta yang sudah diterbitkan. Sistem hukum civil law
memiliki aturan yang lebih ketat dan tugas yang lebih spesifik untuk Notaris,
sedangkan notaris yang berada di Negara common law kewenangannya lebih
sederhana.
Struktur DigiNotar (penyelenggara sertifikasi elektronik yang
mengeluarkan qualified certificate di Belanda) menetukan bahwa notaris berperan
sebagai Registration Authority (RA) dan bertugas melakukan verifikasi data. Di
Indonesia, dengan adanya undang–undang Jabatan Notaris yaitu undang-undang
No. 30 tahun 2004 dimana pasal 16 ayat (3) mengatur mengenai notaris sebagai
pihak ketiga yang dapat dipercayai, maka notaris dapat berperan dalam
penyelenggaraan sertifikasi elektronik sebagai registration authority (RA) untuk
membantu menghadirkan bukti–bukti yang tersedia guna merasionalisasi
kepercayaan para pihak. Indonesia dan Belanda sama–sama mengatur bahwa
notaris tidak dapat membuat akta notaris elektronik, namun notaris hanya sebagai
RA yang melakukan verifikasi data dan identitas calon pengguna tanda tangan
elektronik. Notaris tidak dapat membuat akta notaris elektronik. Konsep akta
61

notaris dalam bentuk elektronik lebih mungkin diterapkan dalam sistem Common
Law karena dalam sistem ini tidak dikenal adanya akta autentik yang memiliki
kekuatan pembuktian sempurna, sedangkan dalam sistem Civil Law sebagaimana
di Indonesia dan Belanda benturan doktrin mengenai esensi akta autentik serta
peranan dan fungsi notaris menjadi perhatian utama. EU Directive on eSignature
mengatur dengan tegas bahwa advanced electronic signature yang menggunakan
qualified certificate dan dibuat dengan secure-signature-creation device
merupakan jenis tanda tangan yang memiliki tingkat keamanan yang paling tinggi
dibandingkan dengan kedua jenis tanda tangan lainnya sehingga memiliki akibat
hukum yang sama dengan tanda tangan tertulis, dan dapat digunakan sebagai alat
bukti dalam proses peradilan, namun demikian tanda tangan elektronik lainnya
masih tetap dapat memiliki akibat hukum dan dapat diajukan dalam proses
peradilan.93
Indonesia dan Belanda merupakan Negara sistem civil law yang
melegalkan adanya tanda tangan elektronik. Sejarah tanda tangan di Indonesia
diawali dengan UU 11/2008 dan dirubah dengan UU 19/2016 tentang ITE.
Belanda mengatur tanda tangan elektronik pada Electronic Signatures Act (Wet
elektronische handtekeningen) yang telah berlaku sejak tahun 2003. Undang-
undang ini memberikan kerangka hukum untuk penggunaan tanda tangan
elektronik dalam transaksi elektronik di Belanda.
Latar belakang dibentuknya UUITE nomor 11/2008 di Indonesia adalah
adanya realisasi dari dukungan pemerintah terhadap perkembangan teknologi
informasi melalui adanya peraturan dan infrastruktur agar pemanfaatan teknologi
informasi bisa digunakan secara aman dan tidak disalahgunakan. Perkembangan
yang pesat dalam bidang teknologi informasi menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Kemajuan tersebut
terus berkembang seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang
teknologi informasi, media, dan komunikasi. Salah satu perkembangannya ada di
93
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnawati, KEKUATAN PEMBUKTIAN
TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ACARA DI INDONESIA DAN BELANDA, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014
62

bidang perniagaan nasional maupun internasional sehingga harus dijaga dan


dipelihara karena berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian.
Perkembangan jaman yang terus terjadi membuat UUITE mengalami perubahan
pada tahun 2016.
Beberapa alasan adanya perubahan pada UUITE adalah, pertama, adanya
penambahan frasa “khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik” pada pasal 5 ayat (1) dengan tujuan memberikan kepastian
hukum keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai
alat bukti perlu dipertegas kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE. Kedua,
ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan
yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahan bagi penyidik karena
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan transaksi elektronik begitu cepat
dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan perbuatan atau alat bukti kejahatan.
Ketiga, dibutuhkan adanya penegasan dalam hal melindungi kepentingan umum
dari segala jenis gangguan. Adanya kemajuan teknologi menimbulkan
kemungkinan kejahatan konten ilegal seperti informasi atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, penghinaan atau pencemaran nama
baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, serta
perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama,
ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin,
disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Upaya
penegasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan
tindakan pemutusan akses terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi
Indonesia. Keempat, setiap informasi yang digunakan melalui media atau sistem
elektronik yang berhubungan dengan data pribadi seseorang harus dilakukan atas
ijin dari orang yang bersangkutan. Bentuk perlindungan hukum yang bisa
digunakan adalah mengharuskan penyelenggara sistem elektronik untuk
63

menghapus data yang relevan dan berada di bawah kendalinya atas permintaan
orang yang bersangkutan.
Belanda merupakan salah satu dari 27 negara yang tergabung dalam Uni
Eropa. Tanda tangan elektronik di Uni Eropa telah ada sejak tahun 1999
dibuktikan dengan diberlaukannya Direktif 1999/93/EC tentang Tanda Tangan
Elektronik. Peraturan tersebut dibuat dengan tujuan memberikan payung hukum
terhadap pengguna tanda tangan elektronik di Uni Eropa. Pada tahun 2014, Uni
Eropa mengadopsi (EU) No 910/2014 atau disebut sebagai “eIDAS Regulation”
yang salah satu isi nya mengatur terkait tanda tangan elektronik di seluruh Uni
Eropa.
eIDAS (Electronic Identification, Authentication and Trust Services)
merupakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa interaksi bisnis elektronik
dapat dilaksanakan lebih aman, lebih cepat, dan lebih efisien, di wilayah Uni
Eropa. Regulasi ini juga digunakan untuk identifikasi elektronik (eID),
meningkatkan kepercayaan, dan memberikan kemudahan layanan di seluruh Uni
Eropa. eIDAS memastikan bahwa semua negara yang tergabung dalam Uni Eropa
mengakui skema identifikasi elektronik yang telah dibuat serta memenuhi
persyaratan agar dapat diterima sebagai buki dalam proses hukum. eIDAS
memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah:94
a. mengurangi beban administrasi dalam transaksi elektronik dengan bisnis lain,
pelanggan dan administrasi publik
b. proses bisnis yang lebih efisien
c. pengurangan biaya yang signifikan dan peningkatan keuntungan
d. transaksi elektronik yang lebih aman yang mengarah pada peningkatan
kepercayaan konsumen dan basis konsumen potensial yang lebih besar.
Tanda tangan elektronik berdasarkan Pasal 3.10 peraturan eIDAS adalah,
“Tanda tangan elektronik adalah kumpulan data dalam bentuk elektronik yang
dilampirkan atau dihubungkan secara logis dengan data lain dalam bentuk
elektronik dan digunakan oleh penanda tangan untuk menandatangani.” Ada 3

94
https://digital-strategy.ec.europa.eu/en/policies/discover-eidas, diakses pada 21 Maret
2021, pukul 11.53
64

unsur dalam pasal diatas, diantaranya adalah:


1. kumpulan data dalam bentuk elektronik;
2. dilampirkan atau dihubungkan secara logis dengan data lain dalam bentuk
elektronik;
3. dan digunakan oleh penanda tangan untuk menandatangani.
Unsur dari 3 poin yang dimkasud berupa tanda tangan elektronik yang terdiri dari
kumpulan data digital seperti gambar atau kumpulan kriptografi. Data digital yang
dimaksud berkaitan dengan data lain yang berbentuk PDF atau gambar dan
digunakan oleh penanda tangan untuk menandatangani dokumen tersebut.
eIDAS membagi tanda tangan menjadi 3 macam, antara lain:95
1. Tanda Tangan Elektronik Sederhana
Jenis tanda tangan ini merupakan bentuk yang paling lemah dari ketiga
jenis tanda tangan yang ada. Peraturan eIDAS mengakui bahwa tanda
tangan elektronik sederhana adalah sah dan dapat digunakan untuk
menandatangani dokumen. Tidak ada persyaratan lain yang disebutkan
eIDAS terkait tanda tangan elektronik sederhana selain definisi yang
dituliskan dalam pasal 3.10. Penerapan bentuk tanda tangan sederhana
yaitu dengan gambar pindaian tanda tangan basah.
Alur Tanda Tangan Eleketronik Sederhana

95
Leontine van der Schans dan Evert-Jan Helmsing,
https://docs.google.com/document/d/1jKv-
M9nCTwHsbdPHOflO3WMf_aNaM9wQWowDEN2d58A/edit, Handreiking
Elektronische handtekening, diakses pada 20 Januari 2023, pukul 11.26.
65

2. Tanda Tangan Elektronik Lanjutan


Ada persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu tanda tangan bisa
dikategorikan sebagai tanda tangan elektronik lanjutan. Pasal 26 peraturan
eIDAS membahas hal tersebut dan menyatakan bahwa:
“Een geavanceerde elektronische handtekening voldoet
aan de volgende eisen:
a. zij is op unieke wijze aan de ondertekenaar verbonden;
b. zij maakt het mogelijk de ondertekenaar te
identificeren;
c. zij komt tot stand met gegevens voor het aanmaken van
elektronische handtekeningen die de ondertekenaar, met
een hoog vertrouwensniveau, onder zijn uitsluitende
controle kan gebruiken, en;
d. zij is op zodanige wijze aan de daarmee ondertekende
gegevens verbonden, dat elke wijziging achteraf van de
gegevens kan worden opgespoord.”

Artinya:
“Tanda tangan elektronik lanjutan memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. terkait secara unik dengan penanda tangan;
66

b. itu memungkinkan untuk mengidentifikasi penanda


tangan;
c. dibuat dengan data pembuatan tanda tangan elektronik
yang dapat digunakan oleh penandatangan, dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, di bawah kendalinya sendiri,
dan;
d. itu terkait dengan data yang ditandatangani sedemikian
rupa sehingga setiap perubahan selanjutnya pada data
dapat dilacak.”
Tanda tangan elektronik tidak cukup hanya dengan menempelkan
gambar, perlu diketahui subjek yang menandatangani dan tanda tangan
yang dimaksud benar-benar dibuat oleh subjek yang memiliki tanda tangan
tersebut. Integritas pesan harus dipertahankan dan harus dapat dijelaskan
sehingga penting untuk para subjek yang menggunakan tanda tangan
elektronik untuk mengetahui semua tindakan dalam prosesnya. Subjek
yang bersangkutan dapat menggunakan sertifikat dan merekam pesan asli
untuk menjamin integritasnya.
3. Tanda Tangan Elektronik yang Memenuhi Syarat
Ada syarat tambahan yang harus terpenuhi dalam tanda tangan ini serta
menjadi pembeda dengan tanda tangan jenis lainnya, yaitu harus ada agen
yang memenuhi syarat dan bersertifikat agar dapat menandatangani suatu
dokumen. eIDAS membuat persyaratan ini agar memenuhi ktriteria
sebagai sumber daya yang berkualitas sehingga dapat mengeluarkan
dokumen yang ditanda tangani secara sah dengan kekuatan hukum yang
kuat. Tanda tangan jenis ini diatur dalam pasal 3 pembukaan peraturan 12
eIDAS yang menyatakan bahwa:
“Gekwalificeerde elektronische handtekening: een
geavanceerde elektronische handtekening die is
aangemaakt met een gekwalificeerd middel voor het
aanmaken van elektronische handtekeningen en die
gebaseerd is op een gekwalificeerd certificaat voor
elektronische handtekeningen”

Artinya
“Tanda tangan elektronik yang memenuhi syarat: tanda
tangan elektronik lanjutan yang dibuat oleh perangkat
pembuat tanda tangan elektronik yang memenuhi syarat
67

dan berdasarkan sertifikat yang memenuhi syarat untuk


tanda tangan elektronik.”
Dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata maka bentuk akta otentik ada dua, yaitu:96
a. Akta Pejabat / Akta Relaas atau Akta Berita Acara, yaitu akta yang dibuat
oleh (door) Pejabat Umum atas permintaan pihak yang bersangkutan. Notaris
mencatat atau menuliskan segala peristiwa dalam rapat tentang segala sesuatu
atau hal-hal yang dibicarakan oleh para pihak anggota
organisasi/penyelenggara berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan
lainnya yang dilakukan oleh para anggotanya guna kepentingan
organisasi/penyelenggara agar tindakan tersebut dibuat atau apa yang dilihat
didengar dituangkan/dikonstantir sesuai kenyataan dan undang-undang ke
dalam suatu akta Notaris.
b. Akta Pihak / Akta Partij, yaitu akta yang dibuat di hadapan (ten overstan)
Pejabat Umum, berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang
diberikan atau yang diceritakan di hadapan Pejabat Umum. Notaris hanya
mendengarkan apa yang menjadi keinginan para pihak kemudian dituangkan
dalam bentuk akta notaril sesuai undang-undang.
Berdasarkan jenis maka akta RUPS teleconference termasuk dalam jenis
akta relaas dan berdasarkan ketentuan akta relaas, maka keterangan notaris dalam
bentuk akta RUPS teleconference dapat dipastikan keabsahannya walaupun para
pihak tidak membubuhkan tandatangannya pada akta tetapi notaris yang membuat
berita acaranya menjadi sebuah akta otentik dan memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna. Berita Acara RUPS (termasuk RUPS teleconference) adalah Akta
Relaas (dibuat oleh notaris) sehingga dimungkinkan untuk tidak ditandatangani
oleh para pihak tetapi wajib ditandatangani oleh Notaris sebagai pembuat akta
tersebut. Akta Relaas atau akta yang dibuat oleh notaris dalam praktek notaris
berisi uraian yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri (melalui media video call)

96
A.A Andi Prajitno, Kewenangan Notaris (Akta Otentik Notaris), Surabaya: CV. Putra
Media Nusantara (PNM), 2018, hal 33.
68

atas permintaan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta
Notaris.97
Pasal 77 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS sudah bisa
dilaksanakan dengan cara telekonferensi dan pasal penjelasan pasal 77 ayat (4)
menyatakan jika risalah dari pelaksanaan RUPS telekonferensi harus disetujui
maupun ditanda tangani secara fisik atau secara elektronik. Uraian dari pasal
UUPT tersebut tidak sejalan dengan pada pasal 5 ayat (4) huruf (b) UUITE tahun
2008 yang menyatakan jika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, namun hal tersebut
tidak berlaku untuk surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat
akta. Adanya kedua aturan tersebut membuat tandatangan elektronik pada suatu
akta hasil RUPS telekonferensi belum mendapatkan kepastian hukum sehingga
kekuatan pembuktiannya lemah. Belum adanya kepastian hukum terkait tanda
tangan elektronik pada akta RUPS membuat para pihak tidak mendapatkan suatu
keamanan berupa perlindungan hukum seperti teori kepastian hukum yang
disampaikan oleh Van Apeldorn.

97
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan
tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, bandung, 2009, hal 33.
69

3.2 Implikasi Hukum Terhadap Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Rapat
Umum Pemegang Saham Melalui Telekonferensi
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UUJN-P, Notaris mempunyai wewenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Akta yang
dihasilkan Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.”
Wewenang Notaris lainnya juga dijelaskan pada Pasal 15 ayat (1) yang
menyatakan jika Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris juga memiliki
kewenangan tambahan terkait cyber notary yang ada pada pasal 15 UUJN. Dilihat
dari histori perkembangan cyber notary, maka tidak akan lepas dari awal mula
diprakarsainya suatu frasa berupa “electronic notary” oleh perwakilan dari
Perancis pada Trade Electronics Data Interchange System Legal Workshop di Uni
Eropa pada tahun 1989 dan berkembang dengan dikemukakannya suatu frasa
yaitu “cyber notary” di Amerika Serikat oleh Information Security Committee of
The American Bar Assosiation pada tahun 1994. Kedua definisi tersebut, makna
baik electronic notary maupun cyber notary memiliki persamaan, yakni memiliki
pemaknaan bahwa media yang digunakan dalam suatu perbuatan hukum
dilakukan dengan media tak berwujud yang sifatnya elektronik sebagai pengganti
dari dokumen konvensional yang berwujud kertas yang selama ini
dipergunakan. Gagasan cyber notary memiliki ruang lingkup yang lebih spesifik
kepada profesi hukum yang serupa oleh Notaris publik pada umumnya, dengan
70

cakupan pekerjaan yang sama hanya saja memakai media yang berbeda, yakni
dokumen elektronik.98
KUHPerdata pasal 1868 menjelaskan bahwa, “suatu akta otentik ialah
suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat
dimana akta dibuatnya.” Sudikno Mertokusumo mengatakan jika yang dimaksud
akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang membuat peristiwa-peristiwa
yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan
sengaja untuk pembuktian. Pengertian Akta menurut A. Pitlo adalah suatu surat
yang ditandatangani diperbuat untuk dipakai sebagai bukti dan untuk
dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.99
Berdasarkan pendapat ahli dan uraian bunyi pasal-pasal dari undang-
undang yang masih berlaku di atas, dapat disimpulkan pejabat yang dimasud
KUHPerdata Pasal 1868 satu-satunya adalah Notaris walaupun pasal tersebut
hanya menerangkan apa yang dinamakan “akta otentik” namun tidak
menerangkan apa itu “pegawai umum” dan tidak diterangkan pula tempat dimana
ia berhak atau batas kewenangannya tersebut, sampai dimana batas-batas dan
bagaimana bentuk menurut hukum yang dimkasud.100
Notaris adalah pejabat umum yang independen (mandiri). Apabila ada
istilah “publik” dalam jabatan Notaris maka hal tersebut memiliki arti pejabat
yang melayani masyarakat umum dalam hal pembuatan beragam atau banyak
macam dari akta otentik yang berhubungan dengan bidang hukum keperdataan
dan kewenangan tersebut belum dilimpahkan kepada pejabat lain serta diminta
oleh masyarakat umum yang membutuhkan atau berkepentingan agar perbuatan
hukum mereka dinyatakan dalam bentuk akta otentik dan undang-undang

98
Putri, C. C., & Budiono, A. R. (2019). Konseptualisasi dan Peluang Cyber Notary
dalam Hukum. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 4(1), 29-36.32. DOI:
http://dx.doi.org/10.17977/um019v4ip29-36.
99
Soebekti, R. Hukum Perjanjian. Intermasa, 1996, hal 26.
100
A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia
Sesuai UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Surabaya: CV Perwira Media Nusantara (PNM), 2020, hal 33.
71

mengharuskan dalam bentuk akta otentik yang kewenangannya ada pada


Notaris.101
Menurut Habib Adjie, Notaris sebagai Pejabat Publik:102
a. Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari Openbaar Ambtenaar, pada
konteks ini “Openbar” tidak bermakna Umum tapi bermakna Publik,
sedangakan Ambt pada dasarnya adalah jabatan publik. Makna pejabat umum
yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 UUJN harus dibaca sebagai Pejabat
Publik atau Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang untuk membuat
akta otentik.
b. Notaris dikategorikan sebagai Pejabat Publik, dimana dalam hal ini “publik”
yang dimaksud adalah khalayak umum. Notaris sebagai pejabat publik tidak
berarti sama dengan Pejabat Publik dalam bidang pemerintah yang
dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Hal ini dapat
dibedakan dari produk masing-masing Pebajat Publik tersebut. Produk akhir
dari Notaris sebagai pejabat publik adalah akta otentik yang terikat dalam
kesatuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian. Notaris adalah
sebagai pejabat publik yang bukan pejabat atau Badan Tata Usaha Negara.
Notaris dalam kategori sebagai Pejabat Publik yang bukan dengan wewenag
yang tersebut dalam aturan hukum yang mengatur jabatan Notaris yang
sekarang berlaku.
UUJN sudah menjelaskan bahwa tugas utama seorang Notaris adalah
membuat akta otentik dengan cara menkonstater dari perbuatan hukum para pihak.
Notaris juga memiliki tugas lain seperti yang ada pada pasal 15 ayat (2) dan (3)
UUJN, diantaranya adalah:
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

101
A.A. Andi Prajitno, ibid, hal 34.
102
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, 2008, hal 163-164.
72

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku


khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Kewenangan lain yang dimaskud pada pasal 15 ayat (3) adalah
kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber
notary), membuat Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang. Istilah cyber
notary berasal dari kata cyber yang memiliki arti maya atau virtual. Emma Nurita
memberikan pengertian terkait konsep cyber notary dimana notaris yang
menjalankan tugas atau kewenangan jabatannya dengan berbasis teknologi
informasi, yang berkaitan dengan tugas dan fungsi notaris, khususnya dalam
pembuatan akta. Di dalam praktiknya terdapat dua definisi mengenai cyber notary
dan penyelenggaraannya, yaitu:103
1. Cyber notary dalam menjalankan tugasnya mengaplikasikan penuh media
elektronik selama pembuatan akta. Artinya, antara penghadap, saksi, dan
notaris tidak berada pada tempat yang sama di waktu yang sama.
2. Cyber notary dalam menjalankan tugasnya mengaplikasikan media elektronik
namun tetap berada pada tempat yang sama dan waktu yang sama hanya saja
selama proses pembuatan akta tidak menggunakan perangkat konvensional
seperti kertas, pulpen dan pensil.

103
Rossalina, Zainatun, Moh. Bakri, Itta Andrijani, “Keabsahan Akta Notaris Yang
Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta Otentik.” Brawijaya Journal (Januari 2019), hal 1.
73

Keberadaan cyber notary di Indonesia telah dikenal sejak 1995 namun


keberadaan dirinya tersebut belum dilengkapi dengan pengaturan hukum yang
memadai, hingga pada tahun 2008, pemerintah Indonesia membuat suatu
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan berlakunya Undang-Undang
tersebut memberikan ruang bagi para notaris terhadap wacana diterapkannya
cyber notary di Indonesia. Peluang diberlakukannya cyber notary di Indonesia
memberikan kemudahan bagi para notaris dalam menjalankan tugasnya. Salah
satu kemudahan tersebut ialah dimungkinkannya penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham menggunakan telekonferensi dimana Notaris akan terlibat
dalam pembuatan aktanya.
Dilihat dari isi pasal-pasal diatas dapat disimpulkan bahwa notaris
merupakan satu-satunya pejabat umum yang mempunyai kewenangan besar.
Dapat disimpulkan pula kewenangan yang diberikan kepada notaris diantaranya
adalah:104
1. Melegalisir, menerangkan dan menyatakan fotokopi ini sesuai dengan aslinya.
2. Mencatat akta di bawah tangan dalam buku protokol (waarmerking).
3. Menyaksikan dan mengesahkan tanda tangan pihak-pihak dalam akta
(legalisasi).
4. Menyalin akta (copie collationne).
5. Membuat surat keterangan waris (van erfrecht) bagi golongan barat dan
tionghoa serta mereka tunduk secara diam-dian (orang Indonesia asli /inlander
yang beragama nasrani)
6. Membuat “Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan”
Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam pembuatan suatu akta
“relaas” mengenai E-RUPS haruslah dilakukan berdasarkan ketentuan baik yang
diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan yang terkait. Hal ini guna mencegah terjadinya pelanggaran saat

104
A.A. Andi Prajitno, Kewenangan Notaris dan Contoh Bentuk Akta, Surabaya: CV.
Perwira Media Nusantara (PNM), 2018, hal 23 -24.
74

Notaris menjalankan jabatannya tersebut serta memberikan suatu kepastian


hukum bagi kliennya. Setiap jalannya RUPS juga perlu dituangkan dalam suatu
Risalah Rapat yang berisi terkait sistematika rapat guna memberikan kepastian
terkait dengan hal-hal apa saja yang sudah dibahas dan diputus bersama dalam
rapat tersebut.
Tugas Notaris yang hadir pada pelaksanaan rapat memiliki tugas bukan
hanya membuat akta risalah RUPS saja namun memperhatikan jalannya rapat
apakah dalam pelaksanaannya sudah memenuhi syarat formalitas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah RUPS tersebut
selesai dilaksanakan, maka Notaris dapat langsung membuat suatu Akta Relaas /
Akta Pejabat berdasarkan Akta Risalah Rapat mengenai RUPS yang telah selesai
dilaksanakan dan disaksikan oleh Notaris. Akta yang telah dibuat tersebut
kemudian ditandatangani oleh Para Penghadap (Peserta Rapat), Saksi-saksi dan
Notaris.105
Tahun 2020 merupakan tahun yang cukup sulit terutama dalam lini
perekonomian negara. Demi kestabilan perekonomian sendiri Pemerintah
berupaya keras untuk memberikan banyak sekali kemudahan guna menghadapi
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Salah satu hal yang diberikan
perhatian khusus oleh Pemerintah yaitu terhadap Perseroan Terbuka terutama
terkait dengan hal-hal yang sangat berpengaruh dalam kelancaran kegiatan usaha
dan stabilitas sistem keuangannya. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah dalam hal ini adalah melalui Otoritas Jasa Keuangan yaitu dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan
Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka secara Elektronik. Pada
Penyelenggaraan E-RUPS hasil dari Akta Risalah RUPS adalah Akta Notaris
sebagaimana tertuang dalam pasal 12 ayat (1) POJK 16/POJK.04/2020 yang berisi
bahwa Akta Risalah RUPS secara Elektronik wajib dibuat dalam bentuk Akta

105
Andrian Aditya, Agita Chici Rosdiana, PERAN NOTARIS DAN KEABSAHAN AKTA
RUPS YANG DILAKSANAKAN SECARA ELEKTRONIK (DILIHAT DARI PERATURAN
OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/POJK.04/2020 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2
TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS), Jurnal Indonesian Notary Vol. 3 No. 2, 2021, Hal 217.
75

Notariil oleh Notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan
tanda tangan dari para peserta RUPS. Penyedia E-RUPS pun wajib menyerahkan
beberapa dokumen elektronik kepada notaris, diantaranya adalah:
1. Daftar pemegang saham yang hadir secara elektronik
2. Daftar pemegang saham yang memberikan kuasa secara elektronik
3. Rekapitulasi kuorum kehadiran dan kuorum keputusan
4. Transkrip rekaman seluruh interaksi dalam RUPS secara elektronik untuk
dilekatkan pada minuta Akta Risalah RUPS.
Pada dasarnya, tugas Notaris kembali pada esensinya dimana mereka
hanya membuat sebuah akta RUPS berdasarkan permintaan atau kehendak dari
pihak yang berkepentingan. Pelaksanaan RUPS terkait keikutsertaan Notaris tidak
di rinci terkait wajib atau tidaknya sehingga Notaris hanya membuat akta
berdasarkan pada permintaan dari pihak yang dalam hal ini adalah Perseroan
Terbatas melalui Direksi.
Peran utama seorang Notaris pada jalannya RUPS dapat dilihat
berdasarkan kehendak dari pihak yang berkepentingan. Dilihat dari posisinya,
Notaris bertindak dalam jabatannya untuk membuat akta berdasarkan keterangan
para penghadap atau membuat akta berdasarkan apa yang dilihat dan
disaksikannya secara langsung. Notaris yang diundang atau dipanggil untuk ikut
menghadiri RUPS Perseroan Terbatas maka disana Notaris berperan sebagai
Notaris yang menyaksikan secara langsung perbuatan hukum berupa rapat yang
dilangsungkan oleh Perseroan Terbatas dan terhadapnya Notaris dapat membuat
suatu Akta Risalah Rapat dengan kategori Akta Relaas atau Akta Pejabat. Hal ini
berbeda dengan Notaris yang pada saat RUPS dilangsungkan tidak diundang atau
dipanggil untuk ikut menyaksikan jalannya RUPS maka Notaris tersebut hanya
dapat menjalankan kewenangannya atau jabatannya pada saat Akta Risalah Rapat
yang dibuat di dalam RUPS tersebut telah selesai dan diserahkan kepada Notaris
untuk dibuat suatu Akta Pernyataan Keputusan Rapat dengan kategori Akta Partij
atau Akta Pihak. Dalam hal ini tidak semua peserta rapat harus hadir di hadapan
Notaris karena sifatnya hanya perwakilan dan dikuasakan kepada Direksi.
76

Seorang penghadap dalam akta notaris dapat bertindak untuk beberapa pihak,
diantaranya adalah:
1. Dirinya sendiri
Perbuatan hukum yang dilakukan dimaksudkan untuk dirinya sendiri, dan akta
yang dibuatnya itu digunakan sebagai bukti bahwa ia telah meminta dibuatkan
akta itu untuk kepentingan sendiri.
2. Mewakili kepentingan orang lain dengan perantaraan kuasa
Pihak (partij) dalam akta tersebut mewakili kepentingannya melalui
perantaraan orang lain, baik melalui kuasa tertulis ataupun dengan kuasa lain.
3. Mewakili jabatan atau kedudukan
Posisi ini terjadi apabila seseorang menyatakan bahwa ia bertindak di dalam
akta yang bersangkutan bukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi untuk orang
lain.
Hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham bisa menjadi akta otentik
jika dibuat dalam bentuk akta Notariil namun bisa juga hanya menjadi akta di
bawah tangan apabila tidak ada peran Notaris dalam pelaksanannya. Akta otentik
adalah alat bukti mutlak yang tercantum dalam pasal 1870 Kitab Undang- undang
Hukum Perdata memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang mutlak mengenai
apa yang diperbuat dalam akta ini yang artinya memiliki kekuatan bukti sempurna
karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan
lagi dan untuk hakim sebagai bukti wajib/keharusan. Berdasarkan hal itu maka
barang siapa yang menggugat dengan alasan akta otentik itu palsu maka yang
bersangkutan wajib untuk membuktikan mengenai ketidak aslian akta itu dengan
hal ini maka akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian baik lahiriah formil
maupun materiil. Suatu akta bisa dikatakan otentik apabila memenuhi 3 unsur
utama yaitu memiliki bentuk berdasarkan ketentuan undang-undang,
pembuatannya dihadapan pejabat umum, dan akta yang dibuat harus didepan dan
dihadapan pejabat umum yang memiliki wewenang dalam hal itu serta ditempat
sesuai akta itu dibuat. Pembuatan akta didepan pejabat umum yang berwenang
sesuai dengan pasal 16 ayat 1 huruf m UUJN yang menyatakan bahwa Notaris
77

berwenang untuk membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh


paling sedikit 2 orang saksi, atau 4 orang saksi khusus untuk pembuatan akta
wasiat di bawah tangan, dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh Notaris,
penghadap, dan saksi. Akta di bawah tangan adalah bukti bebas disebabkan akta
dibawah tangan baru akan memiliki kekuatan bukti materiil setelah dibuktikan
kekuatan formilnya akan tetapi kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi bila
pihak-pihak terkait mengetahui mengenai kebenaran muatan dan cara pembuatan
akta itu. Apabila akta dibawah tangan dinyatakan palsu maka yang menggunakan
akta dibawah tangan itu sebagai bukti wajib membuktikan bahwa akta itu tidak
palsu.106
Pada dasarnya pelaksanaan RUPS yang dilaksanakan secara konvensional
dan telekonferensi melibatkan Notulen dan Notaris, namun keberadaan Notaris
tidak wajib tergantung permintaan dari penyelenggara RUPS. Perbedaannya
hanya ada pada prosedur pelaksanaan dan terdapat penambahan kalimat pada akta
Pernyataan Keterangan Rapat yang menerangkan bahwa RUPS dilaksanakan
melalui Telekonferensi, Video konferensi maupun sarana media elektronik
lainnya. Pembuatan akta Pernyataan Keterangan Rapat tersebut masih terbatas
pada area wilayah Negara Republik Indonesia, mengingat ketentuan dalam Pasal
76 ayat (3) UUPT No.40 tahun 2007 yang masih membatasi wilayah tempat
diadakannya RUPS harus di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Tanggung jawab Notaris terhadap Akta Berita Acara RUPS yang dibuat
oleh notaris adalah terhadap kebenaran tanggal, waktu, tempat dimana RUPS
diadakan dan seluruh isi Akta Berita Acara RUPS, terutama tentang keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan oleh para pemegang saham dalam RUPS
sebagaimana tertuang dalam Akta Berita acara RUPS tersebut oleh karena pada
saat RUPS berlangsung Notaris menyaksikan dan mendengar secara langsung
sejak dibuka sampai dengan ditutupnya RUPS yang bersangkutan. Sedangkan

106
I Made Nova Wibawa, I Nyoman Alit Puspadma, Ida Ayu Putu Widiati,
KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA TERHADAP RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM YANG DIADAKAN MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI, Jural Prefensi
Hukum, Vol. 2, No. 1, Februari 2021, hal 127.
78

tanggung jawab Notaris terhadap Akta Pernyataan Keterangan Rapat yang dibuat
dihadapan notaris berdasarkan Risalah RUPS melalui Media Telekonferensi,
terbatas hanya pada kebenaran tanggal, waktu dan tempat dimana Akta
Pernyataan Keterangan Rapat tersebut dibuat dan ditandatangani. Mengenai
kebenaran isi dari keputusan-keputusan RUPS melalui media Telekonferensi yang
dituangkan ke dalam Akta Pernyataan Keterangan Rapat tetap menjadi tanggung
jawab klien yang bertindak selaku pihak yang diberi kuasa oleh RUPS untuk
menuangkan seluruh keputusan RUPS tersebut ke dalam Akta Pernyataan
Keterangan Rapat dan yang menandatangani Akta tersebut.
Muntinah berpendapat secara singkat dalam tesisnya yang berjudul
“Aspek Hukum Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas Melalui
Telekonferensi” terkait tata cara pelaksanaan RUPS menggunakan media
telekonferensi adalah sebagai berikut:107
1. RUPS diawali dengan panggilan rapat oleh Direksi seperti pada RUPS biasa
atau secara konvensional, hanya saja dalam hal ini panggilan dimungkinkan
melalui pesan atau mail ke alamat email masing-masing pemegang saham
dengan mencantumkan:
a. Tanggal
b. Waktu
c. Tempat
d. Mata acara rapat
2. Pada hari dan jam yang telah ditentukan, para pemegang saham yang
berkehendak hadir atau mengikuti rapat langsung menyambung ataupun
mengakses ke alamat web yang telah ditentukan oleh Direksi untuk memberi
konfirmasi akan keikutsertaannya dalam RUPS tersebut.
3. Dalam rapat ini juga ada Notulen dan ada Notaris. Keberadaan Notaris dalam
hal ini dibutuhkan untuk membuat akta Notaris pengesahan RUPS yang
dilaksanakan secara telekonferensi.

107
MUNTINAH, M. (2010). ASPEK HUKUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
DIPONEGORO).h.74.
79

4. Setelah dipastikan seluruh anggota rapat telah terhubung, maka rapat dapat
dilangsungkan sama seperti protokoler biasa jika RUPS dilaksanakan secara
langsung tanpa melalui media.
RUPS melalui media telekonferensi dilaksanakan dengan kuorum
kehadiran dengan mata acara biasa adalah ½ (satu perdua), untuk perubahan
anggaran dasar kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 (dua pertiga), dan untuk
penggabungan, peleburan maupun pembubaran Perseroan Terbatas kuorum
kehadiran paling sedikit ¾ (tiga perempat).
Prosedur pelaksanaan RUPS elektronik Perseroan Terbatas terdiri dari
beberapa hal, diantaranya adalah :108
1. Rencana RUPS harus dicantumkan melalui elektronik dan menginfokan
kepada OJK, pengumuman berserta adanya pemanggilan Rencana RUPS.
Rencana RUPS yang dilakukan secara langsung selalu diselenggarakan
dihadapan pengurus Rencana RUPS, anggota direksi atau dewan komisaris
beserta tenaga profesional yang menunjang pasar keuangan yang mendukung
Rencana RUPS.
2. Elemen, pemegang saham atau agen bisa hadir secara langsung secara terbatas
atas dasar siapa cepat dia dapat.
3. Pemungutan suara (termasuk perubahan dan penarikan kembali) dapat
dilaksanakan setelah ada panggilan Rencana RUPS sampai dengan awal setiap
mata acara yang membutuhkan suara dalam pemungutan Rencana RUPS,
tergantung penyelenggara Rencana RUPS dan harus merahasiakan suara yang
telah dikeluarkan sampai suara dihitung. Pemegang saham memiliki hak suara
sah dan disampaikan secara jelas melalui elektronik, tetapi jika tidak
menggunakan hak suaranya maka dianggap sah dan hadir dalam Rencana
RUPS dan mengeluarkan suara yang sama dengan hasil suara keseluruhan.
Pelaksanaan RUPS secara telekonferensi juga harus melibatkan pihak-
pihak yang diakui pula, terutama terkait penyedia jasa telekonferensi. POJK tahun
2020 sudah menjelaskan siapa saja yang berhak menyediakan jasa telekonferensi

108
Yahya Agung Putra, Annalisa Yahanan, and Agus Trisaka, “Video Konferensi Dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas,”
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan 8, no. 1 (2019), hal 35–50.
80

untuk pelaksanaan RUPS. Pengguna RUPS telekonferensi bukan hanya sebatas


perseroan namun bisa juga partisipan, biro administrasi efek, pemegang saham,
bahkan pihak lain yang ditetapkan oleh penyedia e-RUPS. Pihak lain yang
dimaksud wajib berbentuk badan hukum dan berkedudukan di wilayah NKRI.
Pihak perseroan yang akan melakukan RUPS elektronik bisa dilaksanakan dengan
menggunakan media telekonferensi berupa sistem yang disediakan oleh
Perusahaan Terbuka. Adapula yang disediakan oleh penyedia RUPS, diantaranya
adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa
Keuangan dan pihak lain yang disetujui oleh OJK. Dalam pelaksanaannya,
perseron yang menggunakan jasa penyedia e-RUPS harus mengikuti ketentuan
penyedia. RUPS telekonferensi yang dilakukan menggunakan jasa penyedia e-
RUPS maka perseroan berhak untuk mengikuti ketentuan dari penyedia. Apabila
RUPS Telekonferensi dilakukan menggunakan jasa pihak lain atau Perusahaan
Terbuka maka penyedia e-RUPS wajib terhubung dengan Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian dan biro administrasi efek untuk memastikan pemegang saham
yang berhak hadir dalam RUPS.
Pasal 35 POJK nomor 15 /POJK.04/2020 Tentang Rencana dan
Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka
menyatakan jika Penyedia e-RUPS wajib paling sedikit:
a. terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dari instansi berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menyediakan hak akses kepada Pengguna e-RUPS untuk dapat mengakses e-
RUPS;
c. memiliki dan menetapkan mekanisme atau prosedur operasional standar
penyelenggaraan e-RUPS;
d. memastikan terselenggaranya kegiatan dan keberlangsungan kegiatan e-RUPS;
e. memastikan keamanan dan keandalan e-RUPS;
f. menginformasikan kepada Pengguna e-RUPS dalam hal terdapat perubahan
atau pengembangan sistem termasuk penambahan layanan dan fitur e-RUPS;
81

g. menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan pemrosesan data di e-


RUPS untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian sengketa,
verifikasi, dan pengujian;
h. memiliki dan menempatkan fasilitas pengganti pusat data dan pusat pemulihan
bencana terkait penyelenggaraan e-RUPS di wilayah Indonesia pada tempat yang
aman dan terpisah dari pusat data utama;
i. memenuhi standar minimum sistem teknologi informasi, pengamanan teknologi
informasi, gangguan dan kegagalan sistem, serta alih kelola sistem teknologi
informasi;
j. menyimpan semua data pelaksanaan e-RUPS; dan
k. bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya dalam penyediaan dan pengelolaan e-RUPS.
Berdasarkan pasal 6 POJK tahun 2020, penyedia e-RUPS memiliki
kewajiban sebagai berikut:
1. Penyedia e-RUPS wajib paling sedikit:
a. terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dari
instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
b. menyediakan hak akses kepada Pengguna e-RUPS untuk dapat mengakses
e-RUPS
c. memiliki dan menetapkan prosedur operasional standar pelaksanaan RUPS
secara elektronik melalui e-RUPS
d. memastikan terlaksananya RUPS secara elektronik
e. memastikan keamanan dan keandalan e-RUPS
f. menginformasikan kepada Pengguna e-RUPS dalam hal terdapat
perubahan atau pengembangan sistem termasuk penambahan layanan dan
fitur e-RUPS
g. menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan pemrosesan data
di e-RUPS untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian
sengketa, verifikasi, dan pengujian
h. memiliki dan menempatkan fasilitas pengganti pusat data dan pusat
82

pemulihan bencana terkait penyelenggaraan e-RUPS di wilayah Indonesia


pada tempat yang aman dan terpisah dari pusat data utama
i. memenuhi standar minimum sistem teknologi informasi, pengamanan
teknologi informasi, gangguan dan kegagalan sistem, serta alih kelola
sistem teknologi informasi
j. menyimpan semua data pelaksanaan RUPS secara elektronik
k. bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya dalam penyediaan dan pengelolaan e-RUPS.
Pengaturan terkait RUPS telekonferensi yang saat ini masih banyak
permasalahan di dalamnya, terutama terkait pembubuhan tanda tangan membuat
pihak-pihak yang terlibat merasa khawatir. Salah satu pihak yang memiliki posisi
lemah dalam pelaksanaan RUPS adalah pemegang saham minoritas, sekaligus
penyeimbang terhadap dominasi pemegang saham mayoritas yang memiliki kuasa
lebih kuat karena di fasilitasi oleh Undang-Undang. Pemegang saham yang
merasa dirugikan oleh Perusahaan Terbatas akibat keputusan RUPS, Direksi
dan/atau Komisaris dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri berdasarkan
tempat kedudukan perseroan.109
UUPT sudah melegalkan adanya RUPS telekonferensi dan tanda tangan
elektronik yang dijelaskan pada pasal 77 ayat (1) dan penjelasan pasal 77 ayat (4).
Saat ini, UUITE pun sudah melegalkan tanda tangan elektronik namun ada
pengecualian pada pasal 5 ayat (4) huruf b pada UUITE melarang untuk
dibubuhkan tanda tangan elektronik untuk surat beserta dokumen yang menurut
undang-undang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta. Beberapa pasal diatas membuat hasil rapat yang
ditandatangani secara elektronik berdasarkan penjelasan pasal 77 ayat (4) menjadi
rancu untuk dilakukan. Pelaksanaan RUPS telekonferensi dititikberatkan pada
proses pertemuan rapatnya, hal tersebut dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya
POJK tahun 2020 sekaligus membahas lebih rinci terkait tanda tangan pada RUPS
Telekonferensi. Pasal 12 ayat (1) pada POJK tahun 2020 menyatakan bahwa
109
Maya Sari, Abdul Rahcmad Budiono, and Hanif Nur Widhiyanti, “Perlindungan
Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas Yang Tidak Dilibatkan Dalam Proses Akuisisi,”
Yuridika 32, no. 3 (2017): 441–463.
83

Risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh
notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan
dari para peserta RUPS. Adanya pasal POJK tersebut tetap belum bisa
memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang melaksanakan RUPS
telekonferensi karena akta fisik dari pelaksanaan RUPS telekonferensi tetap harus
dibuat oleh Notaris dan berkaitan dengan minuta atau protokol Notaris yang harus
dibundel secara berkala dan dijadikan sebagai arsip Negara. Hal tersebut membuat
akta RUPS yang ditanda tangani secara elektronik tetap dinilai sebagai akta di
bawah tangan. Terkait tanda tangan elektronik yang dububuhkan pada berita acara
RUPS telekonferensi, baik menggunakan scanning atau kode tertentu yang
dianggap sah oleh UUITE maka itu merupakan bukti yang dianggap sah oleh
UUITE dan bisa digunakan sebagai salinan cetakan seperti yang dijelaskan pada
pasal 12 ayat (2) huruf d, bahwa penyedia e-RUPS wajib menyerahkan kepada
Notaris salinan cetakan seluruh interaksi dalam RUPS secara elektronik untuk
dilekatkan pada minuta rialah RUPS. Sampai saat ini pun, pasal 16 ayat (1) huruf
m UUJN masih menegaskan jika Notaris berwenang untuk membacakan akta di
depan penghadap dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan
untuk memberikan dampak positif dan mendukung proses berinformasi sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penggunaan teknologi informasi
dan transaksi elektronik pun tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu
sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang, mengingat
selalu ada perubahan ke arah yang lebih positif dan mengedepankan efisien untuk
setiap kegiatan dalam segala bidang. Dampak positif bisa berupa menghemat
sumber daya waktu karena tanda tangan elektronik tidak terbatas ruang dan waktu
sehingga bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Implementasi keputusan juga
semakin cepat karena hasil dari tanda tangan elektronik bisa langsung
dilaksanakan tanpa perlu berhadapan dengan pihak yang memiliki kewenangan
untuk membubuhkan tanda tangan. Pemanfaatan elektronik juga bisa mengurangi
biaya untuk kertas, percetakan, pengemasan, dan mpengiriman karena sifatnya
84

yang “paperless”. Dengan menghindari penggunaan kertas untuk informasi


elektronik berdampak pula pada proses penyimpanan yang memanfaatkan media
elektronik pula sehingga kerusakan dokumen karena usia kertas bisa terhindari.
Pencarian data elektronik juga bisa dilakukan dengan lebih mudah serta tidak
memerlukan ruang untuk menyimpan berkas-berkas yang dianggap penting.
85

3.3 Konsep Aturan Kedepan Terkait Tanda Tangan Elektronik Pada Akta
Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi
Latar belakang dibentuknya UUITE nomor 11/2008 di Indonesia adalah
adanya realsasi dari dukungan pemerintah terhadap perkembangan teknologi
informasi melalui adanya peraturan dan infrastruktur agar pemanfaatan teknologi
informasi bisa digunakan secara aman dan tidak disalahgunakan. Perkembangan
yang pesat dalam bidang teknologi informasi menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Kemajuan tersebut
terus berkembang seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang
teknologi informasi, media, dan komunikasi. Salah satu perkembangannya ada di
bidang perniagaan nasional maupun internasional sehingga harus dijaga dan
dipelihara karena berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian.
Perkembangan jaman yang terus terjadi membuat UUITE mengalami perubahan
pada tahun 2016.
Beberapa alasan adanya perubahan pada UUITE adalah, pertama, adanya
penambahan frasa “khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik” pada pasal 5 ayat (1) dengan tujuan memberikan kepastian
hukum keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai
alat bukti perlu dipertegas kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE. Kedua,
ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan
yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahan bagi penyidik karena
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan transaksi elektronik begitu cepat
dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan perbuatan atau alat bukti kejahatan.
Ketiga, dibutuhkan adanya penegasan dalam hal melindungi kepentingan umum
dari segala jenis gangguan. Adanya kemajuan teknologi menimbulkan
kemungkinan kejahatan konten ilegal seperti informasi atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, penghinaan atau pencemaran nama
baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, serta
perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama,
86

ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin,
disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Upaya
penegasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan
tindakan pemutusan akses terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi
Indonesia. Keempat, setiap informasi yang digunakan melalui media atau sistem
elektronik yang berhubungan dengan data pribadi seseorang harus dilakukan atas
ijin dari orang yang bersangkutan. Bentuk perlindungan hukum yang bisa
digunakan adalah mengharuskan penyelenggara sistem elektronik untuk
menghapus data yang relevan dan berada di bawah kendalinya atas permintaan
orang yang bersangkutan.
Kemajuan teknologi yang saat ini sangat pesat sejalan dengan sifat
manusia yang terus berkembang. Hal tersebut sudah banyak diaplikasikan ke
berbagai kehidupan masyarakat sehingga banyak membantu menyelesaikan
pekerjaan sehari-hari. Salah satu produk hukum yang mengaplikasikan kemajuan
teknologi adalah UUPT, karena didalamnya mengatur terkait pelaksanaan RUPS
yang boleh dilaksanakan secara telekonferensi. Pada akhirnya, diperbolehkannya
RUPS telekonferensi juga akan berpengaruh terhadap tanda tangan yang
dibubuhkan pada risalah rapat. Lokasi peserta rapat yang tidak saling bertatap
muka saat RUPS berlangsung, membuat mereka tidak bisa membubuhkan tanda
tangan basah yang pada akhirnya harus dilakukan secara online (tanda tangan
elektronik). Saat ini tanda tangan elektronik juga sudah diperbolehkan dan diatur
dalam UUITE. RUPS yang dilakukan secara tatap muka harus di tanda tangani
oleh ketua rapat dan paling sedikit satu orang yang ditunjuk atau mewakili semua
peserta rapat dan/atau pemegang saham yang hadir. Berbeda dengan RUPS yang
dilakukan secara telekonferensi, peserta rapat dan/atau pemegang saham yang
hadir maupun tidak hadir diharuskan untuk menandatangani risalah RUPS dengan
cara mengirimkan tanda tangan elektronik. Tanda tangan tersebut digunakan
sebagai alat bukti di Pengadilan apabila suatu saat Perseroan Terbatas di tuntut
87

atau merugikan para pemegang saham.110


Pelaksanaan RUPS telekonferensi yang dilakukan sudah pasti harus
dilakukan oleh penyedia e-RUPS yang telah diakui. Begitupula tanda tangan
elektronik yang dibubuhkan peserta rapat pada hasil risalah RUPS telekonferensi.
Tanda tangan elektronik sudah jelas banyak memberikan kemudahan kepada
penggunanya, selain paperless, pengguna juga tidak harus bertatap muka langsung
dengan lawannya karena tanda tangan bisa dilakukan di mana saja. Walaupun
memberikan kemudahan, tanda tangan elektronik juga tidak lepas dari kelemahan
dalam pelaksanaannya.
Setiap orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik untuk pembuatan tanda tangan elektronik. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik dibedakan menjadi 2, diantaranya adalah :
1. Penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia
Lembaga ini harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
2. Penyelenggara sertifikasi elektronik asing
Setiap penyelenggara sertifikasi elektronik asing yang beroperasi di Indonesia
harus terdaftar di Indonesia.
Lembaga Penyelenggara Sertifikasi Elektronik merupakan badan hukum
yang berfungsi sebagai pihak yang memberikan dan mengaudit Sertifikat
Elektronik. Tugas dari badan hukum tersebut adalah mengeluarkan sertifikat yang
bersifat elektronik dan di dalamnya memuat tanda tangan elektronik. Pihak
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik juga memiliki kewajiban untuk memberikan
informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap penggunanya terkait dengan
metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan, sesuatu yang
dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik,
dan hal yang bisa dipakai untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
tangan Elektronik.

110
Intishar Linur Ridwan, Ina Heliyany, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
KEABSAHAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG DILAKUKAN SECARA DARING
(ONLINE) DALAM MASA PANDEMI COVID-19, Jurnal Delegasi Legal Student Scientific
Journal, Volume 1 Nomor 1 (2021), hal 36.
88

Semua hal terkait Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dibahas dalam


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik (PP 71 Tahun 2019). Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik Indonesia menyediakan layanan yang tersertifikasi, diantaranya adalah
terkait pelayanan tanda tangan elektronik dan layanan lain yang menggunakan
sertifikat elektronik seperti segel elektronik, penanda waktu elektroik, layanan
pengiriman elektronik tercatat, autentikasi situs web, serta preservasi Tanda
Tangan Elektronik dan/ atau segel elektronik. Menurut PP 71 tahun 2019 pasal 60
ayat (2), tanda tangan elektronik dibagi menjadi 2, diantaranya adalah :
1. Tanda tangan elektronik tersertifikasi
Tanda tangan elektronik yang sudah tersertifikasi memiliki kekuatan hukum
dan akibat hukum yang sah. Pembuatan tanda tangan elektronik tersebut harus
memenuhi syarat, diantaranya adalah dilakukan oleh jasa penyelenggara
sertifikasi elektronik Indonesia dan dibuat menggunakan perangkat tertentu.
2. Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi
Dibuat dengan tidak menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik
Indonesia.
Profesi Notaris yang sudah ada sejak zaman penjajahan dunia selalu
mengalami perkembangan di setiap masanya. Adanya perkembangan tersebut
membawa pergeseran-pergeseran terkait aturan yang telah ada pada UU. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya pasal 15 ayat 3 UUJN-P yang menyatakan
bahwa Notaris memiliki kewenangan lain, salah satunya mensertifikasi transaksi
yang dilakukan secara elektronik. Perkembangan yang terjadi karena kemajuan
teknologi memiliki tujuan untuk lebih mempermudah pekerjaan. Tujuan baik
tersebut bukan tanpa hambatan, terjadi pertentangan antar pasal yang telah ada
sebelumnya.
Pertentangan pasal tersebut terjadi pada UUJN-P pasal 15 ayat (3) dan
pasal 16 ayat (1) huruf (m). Kewenangan tambahan yang diberikan kepada Notaris
terkait dengan sertifikasi suatu transaksi secara elektronik terlihat sangat
kontradiktif dengan praktik kenotariatan. Kewenangan Notaris yang bisa
dilakukan dengan bantuan teknologi maka para pihak yang bersangkutan bisa
89

membuat akta tanpa harus bertemu, bahkan para pihak juga bisa jika tidak
berhadapan langsung degan Notaris. Hal tersebut yang dianggap kontradiktif
dengan pasal 16 ayat ayat 1 huruf m UUJN-P yang mengatur bahwa dalam proses
pembuatan akta otentik, Notaris dan para pihak yang bersangkutan harus
berhadapan secara langsung untuk membacakan isi akta. Ada pengecualian
terhadap pembacaan akta yang tertera dalam pasal 16 ayat (7) yang menyatakan
bahwa pembacaan isi akta tidak wajib untuk dilakukan apabila penghadap telah
membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya. Akta yang dibuat tanpa
dibacakan di depan penghadap dengan alasan yang telah disebutkan di atas, maka
hal tersebut harus tercantum pada penutup. Adanya pengecualian tersebut maka
pembuatan akta secara elektronik dapat ada harapan untuk tetap bisa dilanjutkan.
Peluang tersebut tidak sejalan dengan aturan tanda tangan yang ada di
Indonesia, khususnya terkait RUPS telekonferensi. Pasal 77 UUPT menyatakan
bahwa selain dilakukan secara konvensional, RUPS sudah bisa dilakukan secara
tekekonferensi guna mempermudah dan bisa menekan biaya pelaksanaannya
dengan disetujui dan ditanda tangani secara fisik maupun elektronik. UUJN-P
juga sudah mengeluarkan aturan pula terkait dengan kewenangan tambahan
Notaris tentang sertifikasi elektronik. UUITE pun sudah melegalkan tanda tangan
elektronik namun ada pengecualian yang membuat RUPS telekonferensi rancu
untuk direalisasikan. Hal tersebut didasari dengan adanya aturan dalam UUITE
pasal 5 ayat (4) huruf b yang menyatakan bahwa ada surat beserta dokumen yang
menurut undang-undang dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta. Aturan tersebut tentu bertentangan dengan UUPT yang
sudah melegalkan adanya RUPS telekonferensi karena dalam proses
pelaksanaannya melibatkan Notaris sebagai pengawas jalannya rapat. Pada tahun
POJK tahun 2020 juga menyatakan jika risalah RUPS telekonferensi wajib dibuat
dalam bentuk akta notaril oleh Notaris yang terdaftar di OJK. POJK yang dibuat
tersebut memberikan titik terang terkait tanda tangan pada RUPS Telekonferensi
karena pada pasal 12 disebutkan jika tanda tangan dari peserta rapat tidak
diperlukan. Aturan terebut dibuat karena POJK menginginkan jika hasil RUPS
Telekonferensi tetap dibuat secara notariil.
90

POJK terkait RUPS Telekonferensi yang disahkan hanya ditujukan khusus


pada PT yang berstatus sebagai perseroan terbuka. Kekhususan ini dapat dilihat
dari judul POJK tersebut dan pada pasal 1 angka 1 POJK yang memberikan
pengertian dengan jelas, bahwa “Perseroan Terbuka adalah emiten yang
melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas atau perusahaan publik”.111
Adanya perbedaan tersebut membuat pelaksanaan RUPS Telekonferensi
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu bagi PT terbuka dan PT tertutup. Pedoman pada
POJK hanya dipakai untuk PT yang berstatus terbuka sedangkan untuk Perseroan
berstatus tertutup tetap menggunakan pedoman UUPT pasal 77 dan penjelasan
pasal 77 ayat (4).112 Berlakunya POJK ini dapat dijadikan jalan keluar bagi PT dan
Notaris dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap memperhatikan peraturan
pemerintah namun bisa terhindar dari semakin luasnya penyebaran Covid-19. Hal
tersebut juga bisa dijadikan aturan yang memperkuat dan memperjelas terkait
tanda tangan pada RUPS Telekonferensi.
Adanya pasal yang bertentangan tersebut membuat pelaksanaan RUPS
secara telekonferensi menjadi kurang jelas perlindungan hukumnya. Untuk
mengatasi kurangnya perlindungan hukum tersebut maka harus diadakan
perubahan terhadap isi UUITE yang menyatakan diperbolehkannya akta notaril
untuk dibuat secara elektronik. Cara kedua yang bisa dilakukan adalah
mengeluarkan POJK yang melegalkan adanya dokumen elektronik untuk akta
Notaril.
Jaringan internet memiliki peranan penting dalam pelaksanaan RUPS
Telekonferensi karena menghubungkan peserta satu dan yang lain untuk saling
berhadapan secara online, melihat, dan mengdengar proses rapat. Terkadang
jaringan internet juga menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan karena
tidak selamanya bisa diakses dengan baik oleh para peserta. Hal tersebut bisa
disebabkan dengan beberapa faktor, salah satunya adalah wilayah yang
demografinya berbentuk bukit yang menyebabkan jaringan internet tidak stabil.

111 Hanif Windarrahman, Penerapan Cyber Notary Sebagai Solusi Dalam Pembuatan
Risalah RUPS Elektronik Pada Masa Pandemi, Jurnal Hukum tora, Volume 8 Issue 2, 2022, Hlm
252.
112
Hanif Windarrahman, Op. Cit, 2022, Hlm 259.
91

Kelemahan jaringan internet tersebut bisa terjadi di saat rapat sedang berlangsung.
Kelemahan dari teknologi tersebut maka bisa saja muncul dalam praktek RUPS
telekonferensi ini yang seharusnya dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan
ditandatangani oleh semua peserta RUPS ternyata belum sempat ditandatangani
secara elektronik ataupun hasil rapat belum terkirim ke peserta rapat karena
jaringan bermasalah. Kendala terkait jaringan internet tidak dijelaskan dalam
UUPT sehingga muncul adaya pertanyaan terkait kedudukan peserta rapat yang
jaringannya hilang saat rapat berlangsung.
Berkaitan dengan pelaksanaan RUPS Telekonferensi pada PT yang
berstatus terbuka maka Notaris yang berwenang dalam pembuatan akta harus
Notaris yang sudah terdaftar secara sah di OJK. Aturan tersebut disebutkan pada
pasal 12 ayat ayat (1) POJK tahun 2020 yang menyatakan bahwa, “risalah RUPS
secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh notaris yang
terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan dari para
peserta RUPS.” Ada pula pasal yang menguatkan aturan terkait wewenang Notaris
yang sudah terdaftar di OJK adalah pasal 8 ayat (1) huruf b yang menyatakan jika
“Dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik, Perusahaan Terbuka wajib:
menyelenggarakan RUPS secara fisik dengan dihadiri paling sedikit oleh:
1. pimpinan RUPS;
2. 1 (satu) orang anggota Direksi dan/atau 1 (satu) orang anggota Dewan
Komisaris; dan
3. Profesi penunjang pasar modal yang membantu pelaksanaan RUPS.”
Profesi penunjang pasar modal yang berkaitan dengan pelaksanaan RUPS
Telekonferensi adalah Notaris yang terdaftar pada OJK. Notaris yang memiliki
kedudukan sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal diatur dalam pasal
64 ayat (1) huruf d UUPM. Notaris pasar modal juga bertugas untuk menghadiri
setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diadakan oleh emiten. Pada kegiatan tersebut
Notaris harus menyiapkan berita acara RUPS, mempersiapkan naskah perjanjian,
92

membuat naskah perubahan anggaran dasar, serta memastikan seluruh materi


anggaran dasar tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan.113
Sampai saat ini UUPT hanya mengatur terkait pelaksanaan RUPS
Telekonferensi tanpa ada aturan terkait back up jika sewaktu-waktu terjadi
putusnya komunikasi antara peserta rapat yang berada di tempat terpisah dengan
pusat penyelenggaraan RUPS Telekonferensi karena jaringan yang tidak stabil.
POJK tahun 2020 hanya mengatur terkait gangguan jaringan atau sistem yang
terjadi dari pihak penyelenggara e-RUPS saja dan diatur dalam pasal 6. Pihak
penyedia layanan e-RUPS harus memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan
dalam POJK tahun 2020. Beberapa diantara kewajiban tersebut berkaitan dengan
adanya masalah jaringan dalam proses pelaksanaan RUPS Telekonferensi.
Penyedia layanan e-RUPS harus memiliki rekam jejak audit terhadap seluruh
proses kegiatan e-RUPS untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum,
penyelesaian sengketa, verifikasi, dan pengujian. Sistem yang digunakan juga
harus memenuhi standar minimum teknologi informasi yang memiliki
pengamanan terjamin, Back up gangguan dan kegagalan sistem, serta alih kelola
sistem teknologi informasi. Kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalaian
dalam penyediaan pengelolaan e-RUPS harus ditanggung oleh penyedia layanan
yang bersangkutan.
Pemegang saham suatu perusahaan memiliki peran yang penting dalam
pelaksanaan RUPS telekonferensi maupun konvensional. Kehadiran mereka akan
dihitung berdasarkan jumlah kuorum yang telah ditetapkan dalam aturan sebagai
salah satu syarat terlaksananya RUPS. Pemegang saham sudah pasti harus
mendapatkan perlindungan hukum yang jelas dari pemerintah. Sampai saat ini,
belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap
pemegang saham saat terjadi kendala pada jaringan internet. Sampai saat ini,
belum ditemukan adanya peraturan yang membahas terkait permasalahan jaringan
yang terjadi pada pemegang saham. Apabila dalam pemegang saham sudah
menyatakan persetujuannya namun belum sempat membubuhkan tanda tangan
113
Jenis-Jenis Profesi Penunjang Pasar Modal dan Peranannya,
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/02/08/profesi-penunjang-pasar-modal, diakses pada 18
Mei 2023, jam 15.12
93

pada risalah akta karena jaringan terputus, maka hal tersebut masih bisa untuk
dilanjutkan. Merujuk pada pasal 90 UUPT yang menyatakan bahwa :
1. Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani
oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang
ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
2. Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila
risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris.”
Pasal tersebut mengisyaratkan jika risalah RUPS Telekonferensi tidak
diwajibkan untuk ditandatangani asalkan dibuat dengan akta Notaris. Akta RUPS
merupakan jenis akta relaas atau akta yang yang dibuat oleh Notaris berdasarkan
apa yang dilihat, didengar, dan diketahui saat rapat berlangsung. Dapat
disimpulkan jika keabsahan akta RUPS telekonferensi dapat dipastikan walaupun
para pihak yang bersangkutan tidak sempat membubuhkan tanda tangannya.
Adanya aturan tersebut maka dapat dikatakan jika keputusan RUPS
Telekonferensi tetap bisa diambil dan kedudukan pemegang saham yang
jaringannya terputus dianggap sah menghadiri RUPS dan tetap memiliki hak suara
dalam menentukan risalah RUPS sepanjang Risalah RUPS dibuat dengan Akta
Notaris.
Pasal 11 POJK tahun 2020 memberikan kemudahan untuk proses
pengambilan suara oleh peserta RUPS Telekonferensi. Pemberian suara secara
elektronik bisa dilakukan setelah pemanggilan RUPS sampai pembukaan masing-
masing mata acara yang memerlukan suara. Peserta yang sudah memberikan hak
suaranya dianggap hadir dan sah mengikuti RUPS Telekonferensi. Suara yang
telah diberikan hanya bisa dicabut atau dirubah paling lambat sebelum pimpinan
RUPS Telekonferensi memulai pemungutan suara untuk pengambilan keputusan
pada masing-masing mata acara RUPS telekonferensi yang dimaksud. Sebelum
pimpinan rapat memulai proses pengambilan suara, pihak e-RUPS harus
merahasiakan suara yang telah diberikan secara elektronik oleh peserta RUPS
telekonferensi. Masalah jaringan tidak menjadi kendala saat peserta rapat sudah
memberikan persetujuannya namun hanya belum sempat membubuhkan tanda
tangan, namun berbeda jika jaringan bermasalah saat pemegang saham belum
94

memberikan persetujuannya. Peserta tersebut tetap terhitung hadir secara sah


mengikuti rapat, namun ketika jaringan terputus atau sengaja tidak menggunakan
hak suaranya maka terhitung memberikan suara kepada pihak yang memiliki suara
lebih banyak. Menghindari adanya jaringan terputus yang berakibat pada
kepemihakan suara pada kubu mayoritas, sebaiknya pasal 11 ayat (1) POJK
digunakan sebaik-baiknya, yaitu memberikan suara terlebih dahulu sebelum
pimpinan rapat memulai pemungutan suara secara resmi.
Pasal 16 ayat 8 UUJN-P menyatakan jika salah satu proses dalam
pembuatan akta tidak dilaksanakan maka akta yang dibuat memiliki kekuatan
pembuktian akta di bawah tangan. Adanya pasal tersebut membuat Notaris tidak
berani untuk membuat akta secara telekonferensi karena tidak ada perlindungan
hukum bagi pihak Notaris. Pasal ini berkaitan dengan pembacaan dan
penandatanganan terhadap akta Notaris. Pembacaan akta oleh Notaris bisa
dikesampingkan apabila pihak penghadap menyatakan telah paham dan mengerti
dengan ini akta dan hal tersebut harus tertulis di akhir akta. Khusus untuk tanda
tangan belum bisa dilakukan secara elektronik karena UUITE masih belum
mengatur terkait tanda tangan elektronik yang dibubuhkan pada Akta Notaris.
UUJN juga memerintahkan jika tanda tangan harus dilakukan di hadapan Notaris,
dalam artian para pihak yang bersangkutan harus bertatap muka secara fisik
dengan Notaris.
Dasar awal dirumuskannya RUPS Telekonferensi karena ditemukan
kendala pada RUPS konvensional dan tidak dapat diterapkan dengan baik untuk
PT yang memiliki banyak pemegang saham serta sebaran geografis yang luas.
Dilegalannya suatu RUPS Telekonferensi diharapkan dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pengambilan keputusan bisnis korporasi, khususnya dalam
kelancaran kegiatan usaha PT serta memperkokoh stabilitas sistem keuangan.
Aturan baru juga memunculkan adanya masalah baru yang berkaitan dengan
wilayah peserta RUPS telekonferensi saat rapat berlangsung. RUPS konvensional
bisa dilakuan di tiga tempat, pertama di tempat PT melakukan kegiatan usahanya
berdasarkan anggaran dasar (pasal 76 ayat 1). Kedua, dilakukan di tempat
kedudukan bursa di mana saham PT dicatatkan (pasal 76 ayat 2) dan ketiga
95

dimana saja asalkan semua pemegang saham hadir dan setuju dengan adanya
RUPS dengan agenda tertentu. Ketiga tempat pelaksanaan RUPS konvensional
tersebut memiliki persamaan yaitu tetap dalam Wilayah Republik Indonesia. Hal
ini memunculkan permasalahan baru karena tidak ada yang mengatur terkait
lokasi pelaksanaan RUPS Telekonferensi. Bisa saja saat rapat berlangsung,
peserta yang mengikuti rapat secara online berada di luar wilayah Indonesia.
Sampai saat ini, POJK tahun 2020 dan UUPT hanya mengatur jika RUPS
yang dilaksanakan secara konvensional maupun elektronik diadakan di tempat
kedudukan perusahaan. Untuk RUPS yang membutuhkan keputusan cepat,
pelaksanaannya bisa di mana saja asalkan masih dalam wilayah republik
Indonesia dan dapat dihadiri oleh semua peserta RUPS. Dikeluarkannya aturan
terkait RUPS Telekonferensi tidak lepas dari permasalah yang turut muncul, salah
satunya terkait lokasi peserta RUPS yang dilaksanakan secara telekonferensi. Saat
rapat berlangsung, tidak ada yang benar-benar mengetahui dimana peserta
mengikuti proses rapat, bisa saja ada beberapa dari mereka yang sedang berada di
luar wilayah Repulik Indonesia. Hingga saat ini belum ada aturan yang
menjelaskan terkait lokasi peserta yang mengikuti kegiatan RUPS Telekonferensi,
sehingga belum ada perlindungan hukum yang jelas untuk perusahaan, pemegang
saham yang lain, maupun Notaris yang ditunjuk untuk membuat akta RUPS.
Setiap masa selalu mengalami perkembangan di semua bidang. Kemajuan
tersebut juga berpengaruh ke salah satu profesi yaitu Notaris karena hukum juga
melakukan perkembangan mengikuti zaman. Setiap kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi pasti menawarkan adanya
kemudahan dan efisiensi sedangkan di sisi lain menimbulkan adanya persoalan
baru. Beberapa masalah yang terjadi adalah terjadi tumpang tindih dari aturan satu
dengan aturan yang lain. Masalah lain yang muncul terkait peraturan baru yang
tidak bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan, maksudnya adalah terjadi
kekosongan hukum yang pada akhirnya tidak memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat.
Permasalahan pertama yang terjadi dari adanya RUPS telekonferensi
terkait aturan pasal 5 ayat (4) huruf a UUITE yang meyatakan bahwa ada
96

dokumen elektronik yang harus dibuat secara tertulis. Akta RUPS juga termasuk
salah satu akta yang harus dibuat secara tertulis, hal tersebut dibuktikan dengan
adanya aturan dalam UUJN yang menyatakan bahwa pembuatan akta harus
dilaukan secara bertatap muka atau bertemu secara langsung antara Notaris dan
para pihak. Pertemuan secara langsung tersebut juga berkaitan dengan
pembubuhan tanda tangan basah di atas akta. Kedua hal tersebut mengisyaratkan
bahwa akta yang dibuat oleh Notaris harus dibuat secara konvensional (bukan
elektronik) dan para pihak yang bersangkutan harus bertatap muka langsung
dengan Notaris.
Permasalahan kedua terkait dengan jaringan peserta rapat yang tidak stabil
saat rapat berlangsung. Berbeda halnya apabila jaringan yang tidak stabil adalah
milik penyedia RUPS telekonferensi karena mereka memiliki sistem untuk
mengatur gangguan dan kegagalan sistem. Penyedia RUPS Telekonferensi
memang diwajibkan untuk memenuhi syarat-syarat agar memenuhi kriteria
sebagai penyedia RUPS Telekonferensi. Aturan tersebut tertulis pada pasal 6 ayat
(1) yang menyebutkan bahwa :
1. Penyedia e-RUPS wajib paling sedikit:
a. terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dari instansi berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menyediakan hak akses kepada Pengguna e-RUPS untuk dapat mengakses
e-RUPS;
c. memiliki dan menetapkan prosedur operasional standar pelaksanaan RUPS
secara elektronik melalui e-RUPS;
d. memastikan terlaksananya RUPS secara elektronik;
e. memastikan keamanan dan keandalan e-RUPS;
f. menginformasikan kepada Pengguna e-RUPS dalam hal terdapat
perubahan atau pengembangan sistem termasuk penambahan layanan dan
fitur e-RUPS;
g. menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan pemrosesan data
di e-RUPS untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian
sengketa, verifikasi, dan pengujian;
97

h. memiliki dan menempatkan fasilitas pengganti pusat data dan pusat


pemulihan bencana terkait penyelenggaraan e-RUPS di wilayah Indonesia
pada tempat yang aman dan terpisah dari pusat data utama;
i. memenuhi standar minimum sistem teknologi informasi, pengamanan
teknologi informasi, gangguan dan kegagalan sistem, serta alih kelola
sistem teknologi informasi;
j. menyimpan semua data pelaksanaan RUPS secara elektronik;
k. bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya dalam penyediaan dan pengelolaan e-RUPS.
Sebaran posisi pemegang saham juga mempengaruhi kestabilan jaringan
saat rapat berlangsung. Sampai saat ini belum ada aturan yang menjelaskan terkait
back up saat jaringan peserta rapat terputus. Masalah yang terjadi selanjutnya
terkait jumlah peserta rapat yang harus memenuhi kuorum. Apabila pasal 90 ayat
(2) UUPT digunakan untuk mengatasi ketentuan pasal 77 ayat (4) UUPT, dalam
kaitannya dengan jaringan yang tidak stabil maka bisa diindikasikan tidak ada
masalah jika peserta yang mengikuti rapat secara online belum sempat
menandatangani risalah rapat. Adanya pasal tersebut mengisyaratkan jika
kedudukan pemegang saham yang berada di tempat lain dan belum sempat
membubuhkan tanda tangan secara elektronik terkait risalah RUPS, tetap
dianggap sebagai subjek hukum yang sah menghadiri RUPS dan dianggap
memiliki hak suara dalam menentukan risalah RUPS sepanjang risalah RUPS
dilakukan dengan akta Notaris. Aturan yang dijelaskan untuk mengcover masalah
jaringan tidak pernah dijelaskan secara tersurat oleh UU sehingga sampai saat ini
masih banyak yang ragu untuk melakukan RUPS telekonferensi. Keraguan
tersebut tidak lain bisa merugikan pihak pemegang saham maupun pihak Notaris
karena tidak ada payung hukum yang melindungi keduanya.
Lokasi pelaksanaan RUPS konvensional harus dilaksanakan di tempat
yang sudah diatur dalam UUPT. Lokasi RUPS konvensional bisa dilakukan di
tempat kedudukan PT, kedudukan bursa tempat saham ditanam, dan dimana saja
asalkan semua peserta rapat setuju dan bisa hadir. Ketiga lokasi yang telah
disebutkan harus berada dalam wilayah Republik Indonesia. Permasalahan
98

muncul ketika RUPS dilaksanakan secara telekonferensi karena semua peserta


rapat yang mengikuti secara online teresebar di seluruh wilayah. Hal tersebut
menjadi pertanyaan ketika pemegang saham yang mengikuti rapat online berada
di luar wilayah Republik Indonesia. RUPS Telekonferensi memang dibuat untuk
mempermudah pelaksanaan rapat di era perkembangan digital yang pesat seperti
saat ini, namun tidak adanya aturan terkait lokasi RUPS Telekonferensi
menimbulkan kebingungan.
Apabila tanda tangan elektronik bisa dilakukan untuk suatu kepentingan
yang menyangkut dengan kewenangan Notaris, maka permasalahan lain yang
muncul adalah terkait wilayah kerja Notaris. Pasal 18 ayat (2) UUJN menyatakan
jika wilayah jabatan Notaris meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya. Pasal 17 ayat (1) huruf a UUJN menyebutkan jika Notaris dilarang
menjalankan tugas di luar wilayah jabatannya. Notaris hanya berkedudukan di
satu kantor di wilayah jabatannya, tidak boleh membuka cabang dan tidak
berwenang untuk menjalankan jabatan dari luar tempat kedudukannya. Seluruh
proses pembuatan akta harus dilaksanakan di kantor Notaris kecuali pembuatan
akta-akta tertentu. Pemerintah menyatakan jika tujuan dibuat aturan terkait
wilayah kerja jabatan Notaris adalah agar tercipta persaingan yang sehat,
profesionalitas, dan keamanan untuk masyarakat. Pemberlakuan pembuatan akta
Notaris termasuk tanda tangan elektronik membuat aturan terkait wilayah jabatan
Notaris susah untuk dilakukan. Hal tersebut bisa menimbulkan adanya persaingan
yang tidak sehat karena para pihak yang membuat akta menggunakan jasa Notaris
tidak perlu berada dalam wilayah jabatan Notaris.
Gencarnya pemberlakuan Cyber Notary juga berdampak pada beberapa
aspek dalam proses pembuatan akta Notaris, salah satunya adalah terkait tanda
tangan elektronik. Tanda tangan elektronik tidak memerlukan adanya pertemuan
secara tatap muka sehingga bisa dilakukan dimana pun pihak pembuat akta
berada. Kebebasan tersebut kontradiktif dengan adanya aturan dalam UUJN yang
menyatakan bahwa wilayah kerja Notaris hanya terbatas pada provinsi tempat
kedudukannya berada. Saat pembuat akta mengirimkan tanda tangan
elektroniknya, bisa saja lokasinya sedang berada di luar wilayah kerja Notaris
99

yang bersangkutan atau bahkan bisa berada di luar wilayah NKRI. Salah satu
dampak dari tidak adanya batasan tersebut justru menimbulkan adanya persaingan
yang tidak sehat antar Notaris dan hal tersebut bertentangan dengan tujuan awal
pemerintah dalam menentukan wilayah kerja Notaris.
Mengatasi adanya hal ini, maka pemerintah harus mengeluarkan yang
menyatakan bahwa Notaris dan penghadapnya boleh melakukan proses tanda
tangan elekronik terhadap akta yang dibuat walaupun berada diluar wilayah
Notaris ataupun di luar negeri. Apabila kebebasan lokasi tetap dipertahankan
untuk mencegah adanya persaingan yang tidak sehat antar Notaris, maka harus
ada alat yang digunakan untuk mendeteksi lokasi penghadap dan Notaris saat
penandatanganan berlangsung. Adanya alat tersebut harus aman dan dapat
dipertanggungjawabkan karena akta yang dibuat oleh Notaris bersifat otentik
sehingga kebenaran dari akta tersebut merupakan tanggung jawab Notaris. Selain
itu, alat tersebut juga harus tersertifikasi sehingga bisa memenuhi persyaratan
untuk bisa digunakan. Data yang ada pada alat deteksi tersebut juga bisa
digunakan untuk bukti apabila terjadi masalah di waktu yang akan datang.
Kemajuan teknologi layaknya pedang bermata dua, satu sisi memberikan
kemudahan sedangkan di sisi lain menimbulkan permasalahan baru. Dari aspek
efisiensi, transaksi perniagaan melalui media elektronik akan mengurangi biaya
substansial bagi para pihak. Kemajuan tersebut menimbulkan pro kontra untuk
Notaris karena dianggap bisa mengurangi pendapatan Notaris dan tidak
menggunakan jasa Notaris. Sebenarnya tidak perlu khawatir mengenai hal itu
karena salah satu yang tidak dapat tergantikan oleh Notaris adalah kapasitasnya
sebagai pejabat umum khususnya terkait tugas dalam pembuatan akta otentik.
Lembaga yang menyediakan fasilitas bagi para pihak yang melakukan transaksi
elektronik seperti Certification Authority juga tidak dapat menggantikan tugas
Notaris dalam pembuatan akta otentik walaupun dalam bentuk elektronik. Hal
tersebut justru membuka jalan kepada Notaris untuk mempermudah pekerjaannya
dalam melayani kepentingan masyarakat dengan lebih efisien. Perlu adanya
pengaturan kedepan terkait kehadiran Notaris yang dapat dinilai secara sah dan
dapat dirumuskan konsekuensi hukumnya sebagai “akta otentik elektronik”. Salah
100

satu permasalahan yang timbul dari adanya RUPS telekonferensi adalah


penyimpananan protokol Notaris. Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN-P menyatakan
jika dalam jabatannya, Notaris memiliki tugas untuk membuat akta dalam bentuk
minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris. Notaris
memiliki tanggung jawab terhadap setiap akta yang dibuat sehingga mutu
dokumennya dikategorikan sebagai akta otentik dan memiliki kekuatan
eksekutorial. Penyimpanan protokol Notaris merupakan sesuatu yang sangat
penting karena dokumen tersebut akan terus dipakai walaupun Notaris yang
membuat sudah tidak menjabat lagi sehingga akan dialihkan kepada Notaris
penerima protokol yang ditunjuk oleh MPD. Pasal 63 ayat (5) UUJN-P
menyatakan bahwa protokol yang telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau
lebih diserahkan kepada MPD oleh Notaris penerima protokol.
Pentingnya protokol Notaris yang akan terus dipakai membuat Notaris
harus menyiapkan tempat khusus untuk menyimpan berkas-berkas agar terhindar
dari bahaya pencurian, kebakaran, suhu lembab, maupun binatang-binatang yang
bisa merusak akta. Selain itu, Notaris juga harus siap terhadap kerusakan oleh hal
yang tidak terduga seperti bencana alam berupa gempa dan banjir. Sampai saat ini,
Notaris masih bergantung dengan kertas sebagai media akta sehingga memerlukan
perhatian yang lebih terkait keamanan. Aturan yang sampai saat ini belum ada
kejelasan terkait tanda tangan elektronik pada RUPS telekonferensi, menandakan
jika akta RUPS yang dihasilkan masih dalam bentuk kertas. Sampai saat ini,
UUJN juga belum mengeluarkan aturan terkait penyimpanan protokol secara
elektronik.
Sebelumnya sudah dijelaskan jika penggunaan elektronik dalam proses
RUPS telekonferensi merupakan implementasi dari majunya dunia teknologi saat
ini. Hal tersebut juga diharapkan dapat meminimalisir penggunaan kertas serta
dapat menghemat waktu, tenaga, dan uang. Pasal 1 ayat (1) UU Pengelolaan Arsip
Elektronik telah mengatur Pengelolaan Arsip Elektronik (PAE) menyatakan jika
proses pengendalian arsip elektronik dilakukan secara efisien, efektif, dan
sistemastis yang meliputi pembuatan, penerimaan, penggunaan, penyimpanan,
pemeliharaan, alih media, penyusutan, akuisisi, deskripsi, pengolahan, preservasi,
101

akses dan pemanfaatan. Undang-undang lain sudah mengatur terkait penyimpanan


arsip secara elektronik, namun penyimpanan protokol dalam bentuk elektronik
belum dapat dilaksanakan karena sampai saat ini belum ada aturan pada UUJN.
Pasal 15 ayat (3) UUJN-P hanya menyebutkan kemungkinan Notaris untuk
mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary).
Penyimpanan protokol Notaris dalam bentuk elektronik dapat dinilai dari 2
(dua) aspek yaitu aspek ekonomis dan aspek hukum. Secara ekonomis,
penyimpanan protokol Notaris bertujuan agar lebih praktis, efisien, murah, dan
aman. Ditinjau dari aspek hukumnya, penyimpanan protokol Notaris secara
elektronik dapat membantu dan memudahkan dalam proses hukum terutama
hukum pembuktian yang berkaitan dengan alat bukti elektronik. Penyimpanan
dalam bentuk elektronik juga memudahkan untuk proses pencarian akta yang telah
berumur puluhan tahun. Kemudahan yang didapat dari penyimpanan secara
elektronik juga membutuhkan peran pemerintah karena berkaitan langsung dengan
Undang-Undang kearsipan.
Penyimpanan protokol Notaris yang kian hari semakin bertambah sudah
seharusnya menjadi perhatian sendiri untuk pemerintah, mengingat akta yang
dikeluarkan oleh Notaris merupakan arsip Negara. Minuta akta merupakan bagian
dari protokol Notaris yang bersifat rahasia, sehingga Notaris juga memiliki tugas
untuk menyimpan dan menjaga arsip tersebut. Untuk mengatasi bertambahnya
berkas protokol yang ada maka pemerintah bisa membuka peluang untuk
membuat peraturan terkait penyimpanan protokol dengan cara elektronik.
Penyimpanan protokol secara elektronik tentu bukan hal yang sederhana untuk
dilakukan
Dari adanya beberapa hambatan dalam hal terkait cyber notary terutama
tanda tangan elektronik pada akta Notaris, hal utama yang paling penting untuk
dipersiapkan adalah sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan
kemauan untuk menerapkan digitalisasi dalam kinerjanya. Tentu bukan hal yang
mudah untuk beralih dari cara kerja konvensional ke cara digital, namun seiring
dengan pesatnya perkembangan teknologi maka semua bidang pekerjaan harus
mengikuti perkembangan tersebut untuk mempermudah pekerjaan. Sumber daya
102

manusia yang dimaksud dalam konteks Cyber Notary bukan hanya pihak Notaris
namun pihak ketiga yang menyediakan jasa dalam pelaksanaan cyber notary juga
termasuk di dalamnya. Pihak ketiga dalam Cyber Notary salah satunya adalah
Lembaga Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang mendapat legitimasi dalam
penyimpanan dan mengamankan dokumen antara Notaris dan penghadap. Hal ini
menyangkut tentang kerahasiaan dokumen karena akta Notaris bersifat otentik dan
menjadi arsip Negara. Pembuatan akta secara konvensional hanya melibatkan
Notaris, penghadap, dan saksi, namun ketika Cyber Notary diberlakukan maka
proses pembuatan akta tersebut bertambah dengan melibatkan pihak ketiga.
Keamanan dalam pembuatan akta elektronik harus tinggi, jangan sampai data
maupun isi akta yang telah dibuat oleh Notaris tersebar.
Perlu adanya sosialisasi dan pelatihan secara berkala kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan akta elektronik, bahkan pengawasan pun juga
harus lebih ditingkatkan. Adanya peralihan dari konvensional ke elektronik
memang bukan hal yang mudah, bahkan akan timbul adanya tantangan yang tidak
tidak disangka saat prakteknya sudah berjalan. Adanya peluang yang selalu
disertai dengan tantangan untuk bisa mengikuti perkembangan jaman memang
harus dihadapi, bahkan hal ini berlaku untuk semua profesi bukan hanya Notaris.
Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi perkembangan
tersebut bagi Notaris, diantaranya adalah:114
1. Mengikuti Peraturan
Peraturan akan terus berganti suatu waktu, maka Notaris harus meningkatkan
ilmu yang sudah diperoleh.
2. Mengikuti Media
Media apa yang saat ini sedang booming karena Notaris merupakan Pejabat
Publik yang berhadapan dengan klien, maka dengan mengikuti Media dapat
dijadikan sebagai alat untuk pendekatan dengan memberikan solusi apa yang
harus diberikan oleh Notaris kepada Klien.

114
Qisthi Fauziyyah Sugianto, Widhi Handoko, PELUANG DAN TANTANGAN CALON
NOTARIS DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN DISRUPSI ERA DIGITAL, NOTARIUS,
Volume 12 Nomor 2 (2019), hal 664.
103

3. Mampu Beradaptasi dengan Perkembangan Teknologi


Mampu memanfaatkan teknologi Artificial Inteligence dalam melakukan
tanggung jawabnya sebagai pejabat umum. Contohnya, PPAT sudah mulai
dilakukannya HT Elektronik, kemudian aktivitas Notaris dilakukan secara
Online melalui Dirjen AHU, dan lainnya.
4. Memiliki daya saing di tingkat global.
5. Mengembangkan diri melalui kemampuan yang dimiliki dengan
meningkatkan kualitasnya dan paham teknologi informasi.
6. Mengatur Akan hal-hal, Kewajiban, Larangan, serta Kode Etik Notaris.
Tetap mengikuti peraturan yang ada terkait hak dan kewajiban walaupun
harus diimbangi dengan elektronik.
Pemerintah perlu memberikan fasilitas terkait sosialisasi dan pelatihan
kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembuatan tanda tangan pada
RUPS Telekonferensi. Pentingnya hal tersebut untuk dilakukan karena
menyangkut identitas para pihak dan kerahasiaan isi surat agar tidak dimanipulasi
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Aturan yang nantinya dibentuk untuk kepentingan tanda tangan elektronik
pada RUPS telekonferensi tentu harus memberikan manfaat kepada semua pihak
yang terlibat. Segala proses yang dilakukan menggunakan bantuan media
elektronik akan lebih efisien dari berbagai sisi karena tidak terbatas ruang dan
waktu, lebih efisien dari segi waktu dan biaya akomodasi, mengurangi biaya
untuk keperluan kertas karena penyimpanan dilakukan secara paperless. Untuk
kedepannya sangat diharapkan agar pemerintah membuat aturan terkait Cyber
Notary secara rinci dan menyeluruh dengan tujuan agar kemajuan teknologi dan
dapat digunakan dan dimanfaatkan lebih maksimal, dalam hal ini berkaitan
dengan kewenangan Notaris dalam pembuatan perjanjian dan tanda tangan secara
elektronik supaya tidak ada pihak yang bisa menyangkal. Kewenangan yang
dimiliki Notaris berkaitan dengan penggunaan wewenang Pemerintah oleh subjek
hukum publik dimana dalam hal ini Notaris sebagai pejabat publik yang memiliki
wewenang bersumber dari atribusi atau pemberian wewenang pemerintahan oleh
pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
104

Kewenangan yang dimiliki oleh Notaris dalam hal pembuatan akta tentu
membutuhkan data pribadi dari pihak penghadap. Hal ini berkaitan dengan
pelindungan data pribadi yang diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 yang
selanjutnya disebut sebagai UUPDP. Pasal 1 ayat (1) UU PDP menyebutkan jika
data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau
dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau
nonelektronik. Data pribadi harus dilindungi dalam rangkaian pemrosesan data
pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek yang bersangkutan. Pelindungan
data pribadi berkaitan dengan tugas Notaris yang diatur pada pasal 16 ayat (12)
UUJN yang menyatakan jika cukup dengan menjalankan kewajibannya dalam
merahasiakan isi akta yang di antaranya adalah data pribadi para penghadap dan
saksi, seorang notaris turut berperan dalam upaya perlindungan data pribadi
dengan tidak menyebarluaskan data pribadi para penghadap dan saksi kepada
pihak lain yang tak memiliki kaitan terhadap akta tersebut. Data pribadi terdiri
dari 2 hal yaitu data pribadi yang bersifat spesifik dan data pribadi bersifat umum.
data pribadi bersifat khusus terdiri dari:
a. data dan informasi Kesehatan
b. data biometrik
c. data genetika;
d. catatan kejahatan;
e. data anak;
f. data keuangan pribadi; dan/ atau
g. data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Data pribadi yang bersifat umum meliputi:
a. nama lengkap;
b. jenis kelamin;
c. kewarganegaraan
d. agama
e. status perkawinan
f. Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.
BAB 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Salah satu UU yang mengakomodir perkembangan teknologi di Indonesia
adalah UUPT pasal 77 ayat (1) jo. penjelasan pasal 77 ayat (4) tentang
RUPS telekonferensi. Disebutkan pasal tersebut jika RUPS bisa dilakukan
secara telekonferensi dengan disetujui dan ditandatangani secara secara
fisik atau elektronik. Hasil rapat yang telah ditandatangani secara
elektronik dianggap sah sehingga bisa dijadikan sebagai alat bukti, namun
kekuatan pembuktiannya masih lemah karena terhalang pada pasal 5 ayat
(4) huruf (b) UUITE tahun 2008 yang menyatakan jika Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah, namun hal tersebut tidak berlaku
untuk surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta. Belum adanya kepastian hukum terkait tanda tangan
elektronik pada akta RUPS membuat para pihak tidak mendapatkan suatu
keamanan berupa perlindungan hukum seperti teori kepastian hukum yang
disampaikan oleh Van Apeldorn.
2. Adanya peraturan terkait PSBB berakibat pada pelaksanaan RUPS dan
untuk mengatasinya pemerintah mengeluarkan POJK yang berisi pedoman
terkait Pelaksanaan RUPS Perusahaan Terbuka Secara Elektronik yang di
dalam berisi aturan terkait tanda tangan elektronik. Salah satu aturan
tersebut menyatakan jika RUPS telekonferensi tidak perlu di tanda tangani
oleh peserta rapat namun akta yang dibuat harus dalam bentuk notaris
seperti yang ditulis pada pasal 12 ayat 1 POJK tahun 2020. Aturan POJK
tersebut sejalan dengan UUITE yang sampai saat ini menyatakan jika akta
hasil RUPS telekonferensi masih terkendala pasal 5 ayat (4) huruf (b)

105
106

UUITE yang menyatakan jika akta notariil tidak termasuk dalam informasi
atau dokumen elektronik. Adanya pasal POJK tersebut tetap belum bisa
memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang melaksanakan
RUPS telekonferensi karena akta fisik dari pelaksanaan RUPS
telekonferensi tetap harus dibuat oleh Notaris dan berkaitan dengan minuta
atau protokol Notaris yang harus dibundel secara berkala dan dijadikan
sebagai arsip Negara. Sampai saat ini pun, pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN
masih menegaskan jika Notaris berwenang untuk membacakan akta di
depan penghadap dan ditandatangani saat itu juga oleh penghadap, saksi,
dan Notaris.
3. Pedoman RUPS telekonferensi yang diatur pada POJK tahun 2020 hanya
khusus pada PT yang berstatus terbuka, khusus PT yang bersifat tertutup
pelaksanaan RUPS telekonferensi tetap mengikuti aturan yang ada pada
UUPT pasal 77 ayat (1). Pemerintah diharapkan untuk tetap
mengembangkan aturan dengan tujuan efisiensi serta memberikan
kemanfaatan dengan cara membuat peraturan terkait pembuatan akta yang
benar-benar bisa dilakukan secara telekonferensi serta memberikan
kewenangan kepada Notaris untuk menghasilkan akta elektronik yang
dianggap sah dan disamakan kekuatannya dengan akta otentik. Pembuatan
akta elektronik pada akhirnya juga berpengaruh pada penyimpanan
protokol secara elektronik sehingga bisa lebih efisien untuk biaya kertas
dan mengurangi resiko kehilangan dan kerusakan karena kertas yang
termakan usia. Pemerintah juga harus menyiapkan serta terus
meningkatkan sarana, prasarana, serta kesiapan dari sumber daya manusia
dengan cara memberikan sosialisasi maupun pelatihan untuk pihak-pihak
yang nantinya terlibat dalam proses tanda tangan elektronik serta
penyimpanan akta RUPS Telekonferensi secara elektronik.
107

4.2 SARAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik saran sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan yang dapat memberikan kepastian hukum terkait tanda
tangan elektronik pada akta RUPS telekonferensi dengan menyatakan jika
akta yang dihasilkan bisa dikategorikan sebagai informasi / dokumen
elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti hukum yang sah.
2. Dengan pesatnya perkembangan teknologi bisa dijadikan salah satu faktor
yang dapat dipertimbangkan untuk dapat merubah aturan terkait tanda tangan
elektronik pada akta RUPS telekonferensi. Proses tanda tangan akta notariil
yang harus dilakukan di hadapan notaris bisa dialihkan dengan menggunakan
tanda tangan elektronik sebagai salah satu cara pemanfaatan teknologi.
3. Indonesia masih membutuhkan usaha serta dukungan dari berbagai pemangku
kepentingan, terutama pembuat kebijakan, Notaris dan masyarakat. Kepastian
hukum baru dapat tercapai bila sudah ada landasan yuridis yang mengatur
dengan jelas terkait cyber notary. Dimulai dengan merumuskan definisi cyber
notary, kewenangan dan tanggung jawab Notaris dalam cyber notary, hingga
pihak-pihak yang membantu, mengawasi bahkan pihak yang memberikan
sanksi serta rumusan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran dalam cyber notary.
Pemerintah perlu untuk menyiapkan segala sarana maupun prasarana dan
Notaris perlu untuk dikaji kesiapan dalam mengaplikasikan cyber notary.
108

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
A’an Efendi, Dyah Ochtorina Susanti & Rahmadi Indra Tektona, Penelitian
Hukum Doktrinal, Laksbang Justitia, Yogyakarta, 2019.
A.A Andi Prajitno, Kewenangan Notaris (Akta Otentik Notaris), Surabaya: CV.
Putra Media Nusantara (PNM), 2018.
A.A. Andi Prajitno, Kewenangan Notaris dan Contoh Bentuk Akta, Surabaya: CV.
Perwira Media Nusantara (PNM), 2018.
A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis tentang Apa dan Siapa Notaris di
Indonesia Sesuai UUJN Nomor 2 Tahun 2014, Surabaya : CV Perwira
Media Nusantara (PNM), 2020.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan
Agama, Jakarta: Kencana, 2006.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), halaman 93
Cst Kansil, Christine, S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit,
2009, Jakarta: Kamus Istilah Hukum.
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2010.
Edmon Makarim, 2012, Notaris & Transaksi Elektronik (Kajian Hukum tentang
Cybernotary atau Electronic Notary), Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
H. Zaeni Asyhadie, Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Jakarta:
Erlangga, 2012.
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, 2008.
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan
Tulisan tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, bandung, 2009.
Hamda Sulfinadia, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Yogyakarta,
Deepublish, 2020.
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian
Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2013.
109

Herowati Poesoko. 2012, Diktat Mata Kuliah Metode Penulisan dan Penelitian
Hukum. Fakultas Hukum Universitas Jember.
I Dewa Gede Atmaja dan I Nyoman Putu Budiartha, Teori-Teori Hukum, Malang,
Setara Press, 2018.
Jamin Ginting, 2007, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007),
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Maya Sari, Abdul Rahcmad Budiono, and Hanif Nur Widhiyanti, “Perlindungan
Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas Yang Tidak Dilibatkan Dalam
Proses Akuisisi,” Yuridika 32, no. 3 (2017): 441–463.
M. Natsir Asnawi, Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia,
Yogyakarta: UII Press, 2013.
M.Yahya Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika.
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Peter Mahmud Marzuki. 2016, Penelitian Hukum: edisi revisi. Jakarta: PT.
Kharisma Putra Utama.
Purbacaraka, 2010, Memahami Kepastian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ridwan, H. R., Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi,-cet. 9, Rajawali Pers, Jakarta,
2016.
Rossalina Zainatun, 2018, Keabsahan Akta Notaris yang Menggunakan Cyber
Notary sebagai Akta Otentik, Malang: Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya.
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, dikutip dari Ridwan
Khairandy, Pokok- Pokok Hukum Dagang Indonesia, Ctk. Kedua, FH UII
Press, Yogyakarta, 2014.
Sentosa Sembiring, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonsia tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (Bandung: Nuansa Aulia, 2009).
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris
Dalam Pembuatan Akta, Bandung: Mandar Maju.
110

Stout HD, de Betekenissen van de wet, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi


terhadap Tindakan Pemerintah, Bandung: Alumni
Syaiful Bakhri, Dinamika Hukum Pembuktian Dalam Capaian Keadilan, Depok:
PT. Raja Grafindo Persada, 2018.
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi praktek Notaris, PT. Ichtiar baru
Van Hoeva, Jakarta, 2007.
Tjetjep Samsuri, KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HlPOTESlS
DALAM PENELlTlAN, Sumatera Barat, Balai Pengembangan Kelompok
belajar, 2003.
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidagan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

B. Jurnal
Amelia Sri Kusuma Dewi, Penyelenggaraan RUPS Melalui Media Elektronik
Terkait Kewajiban Notaris Meletakkan Sidik jari Penghadap, Jurnal
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015.
Andrian Aditya, Agita Chici Rosdiana, PERAN NOTARIS DAN KEABSAHAN
AKTA RUPS YANG DILAKSANAKAN SECARA ELEKTRONIK (DILIHAT
DARI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
16/POJK.04/2020 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS), Jurnal Indonesian Notary Vol. 3 No. 2,
2021.
Dini Sukma Listyana, Ismi Ambar Wati, Lisnawati, KEKUATAN PEMBUKTIAN
TANDA TANGAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ACARA DI INDONESIA DAN
BELANDA, Jurnal Verstek Vol. 2 No. 2, 2014.
Edi Haryadi, Siti Madinah Ladjamuddin, TEKNIK KEAMANAN PESAN
MENGGUNAKAN KRIPTOGRAFI DENGAN ALGORITMA VERNAM
CHIPER, Jurnal Incomtech VoL 6, No 1, Juni 2017.
111

Endang Pratiwi, Theo Negoro, Hassanain Haykal, Teori Utilitarianisme Jeremy


Bentham: Tujuan Hukum atau Metode Pengujian Produk Hukum? , Jurnal
Konstitusi, Volume 19, Nomor 2, Juni 2022.
Frederikus Fios, KEADILAN HUKUM JEREMY BENTHAM DAN RELEVANSINYA
BAGI PRAKTIK HUKUM KONTEMPORER, Jurnal HUMANIORA Vol.3
No.1 April 2012.
Hanif Windarrahman, Penerapan Cyber Notary Sebagai Solusi Dalam Pembuatan
Risalah RUPS Elektronik Pada Masa Pandemi, Jurnal Hukum tora,
Volume 8 Issue 2, 2022.
I Made Nova Wibawa, I Nyoman Alit Puspadma, Ida Ayu Putu Widiati,
KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA TERHADAP
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG DIADAKAN MELALUI
MEDIA TELEKONFERENSI, Jural Prefensi Hukum, Vol. 2, No. 1,
Februari 2021.
Intishar Linur Ridwan, Ina Heliyany, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
KEABSAHAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG DILAKUKAN
SECARA DARING (ONLINE) DALAM MASA PANDEMI COVID-19,
Jurnal Delegasi Legal Student Scientific Journal, Volume 1 Nomor 1
(2021).
Kerina Maulidya Putri, Ichsan Anwary, Diana Haiti, Kewajiban Notaris
melakukan Pembacaan dan Penandatanganan Akta di Depan Semua
Pihak secara Bersama-Sama, Notary Law Journal Vol 1 Issue 2 April
2022.
K.V.Rop, Video Conferencing And Its Application In Distance Learning,
University of Eastern Africa, Baraton, Conference: Annual
Interdisciplinary Conference, Volume: 1 Juni 2012, Nairobi Kenya: The
Catholic University of Eastern Africa, 2012
M. Miftakul Amin, IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI KLASIK PADA
KOMUNIKASI BERBASIS TEKS, Jurnal Pseudocode, Volume III Nomor
2, September 2016.
112

Ni Kadek Sofia Arianti, I Nyoman Putu Budiartha, Desak Gde Dwi Arini, TANDA
TANGAN ELEKTRONIK DALAM AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS, Jurnal
Interpretasi Hukum, Vol. 1, No. 1 – Agustus 2020.
Ni Ketut Supasti Dharmawan, Putu Tuni Cakabawa Landra, Ni Putu Purwanti,
Keberadaan Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference
Terkait Jaringan Bermasalah Dalam Perspektif Cyber Law, Jurnal
Magister Hukum Udayana, Vol. 4, No. 1, Mei 2015
Niru Anita Sinaga, HAL-HAL POKOK PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS DI
INDONESIA, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Volume 8 No. 2, Maret
2018.
Novie Susilawati, Tinjauan Yuridis Terhadap Penggunaan Video Teleconference
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Terkait Dengan Tugas Dan
Wewenang Jabatan Notaris, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, Volume 4
Nomor 2 Agustus 2020.
Octavianna Evangelista dan Daly Erni, KEDUDUKAN HUKUM AKTA NOTARIS
DALAM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) MELALUI
TELEKONFERENSI, Jurnal PALAR (Pakuan Law Review), Volume 07,
Nomor 02, Juli-Desember 2021.
Pahlefi, Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91
Undang-Undang Perseroan Terbatas, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7
Nomor 2, Oktober 2016.
Rahmadi Indra Tektona, KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DALAM ERA DISRUPSI GLOBALISASI, Jurnal Pendidikan Nilai dan
Pembangunan Karakter Vol.6 No.1, April 2022.
Rehulina Sitepu, Keabsahan Digital Signature dalam Perjanjian E-Commerce,
Journal of Law, April 2018.
Rossalina, Zainatun, Moh. Bakri, Itta Andrijani, “Keabsahan Akta Notaris Yang
Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta Otentik.” Brawijaya Journal
(Januari 2019).
113

Syahrullah, Nasrullah, Sejarah Perkembangan Perseroan Terbatas di Indonesia,


Jurnal Fundamental Vol. 9 No. 1. Januari – Juni 2020.
Qisthi Fauziyyah Sugianto, Widhi Handoko, PELUANG DAN TANTANGAN
CALON NOTARIS DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN
DISRUPSI ERA DIGITAL, NOTARIUS, Volume 12 Nomor 2 (2019).
Wardani Rizkianti, Akta Otentik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Melalui
Media Telekonferensi (Mekanisme Pembuatan dan Kekuatan
Pembuktiannya), Jurnal yuridis, vol.3 no. 1 Tahun 2016.
Yahya Agung Putra, Annalisa Yahanan, and Agus Trisaka, “Video Konferensi
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Berdasarkan Pasal 77 Undang-
Undang Perseroan Terbatas,” Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum
Kenotariatan 8, no. 1 (2019).

C. Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4756).
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5491).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5952).
114

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6571).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan
Data Pribadi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor
196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor 6820).
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6400).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 15/POJK. 04/2020
Tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham
Perusahaan terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020
Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor
6490).
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/POJK. 04/2020
Tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka
Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor
6491).
Regulation (EU) No 910/2014 Of The European Parliament And Of The Council
of 23 July 2014 on electronic identification and trust services for electronic
transactions in the internal market and repealing Directive 1999/93/EC.
D. Internet
Andre Kurniawan, 8 Kelebihan Tanda Tangan Elektronik dalam Bisnis, Bantu
Tingkatkan Produktivitas, https://www.merdeka.com/jabar/8-kelebihan-
tanda-tangan-elektronik-dalam-bisnis-bantu-tingkatkan-produktivitas-
kln.html
Andrean W. Finaka, Cara Mudah Buat Tanda Tangan Elektronik,
https://indonesiabaik.id/infografis/cara-mudah-buat-tanda-tangan-
elektronik,
115

Angel Firstia Kresna, A.Md., S.H., M.Kn., LEGALITAS TANDA TANGAN


ELEKTRONIK PEJABAT DALAM RANGKA MENDUKUNG E-
GOVERNMENT,
https://mahkamahagung.go.id/id/artikel/3737/legalitas-tanda-tangan-
elektronik-pejabat-dalam-rangka-mendukung-e-government
https://digital-strategy.ec.europa.eu/en/policies/discover-eidas
https://tte.kominfo.go.id/blog/6046fba75d6bba13705125cc, Membuat Tanda
Tangan Elektronik Tersertifikasi lewat PSrE Indonesia,
Jerry Kurniawan,
http://www.antikorupsi.org/mod.mpd=publisher&op=viewarticle&cid=128
8468
Norman Edwin Elnizar, Yuk, Pahami Konsep Notaris dalam Civil Law dan
Common Law, https://www.hukumonline.com/berita/a/yuk--pahami-
konsep-notaris-dalam-civil-law-dan-common-law-lt59d9f5002c20c
Leontine van der Schans dan Evert-Jan Helmsing, Handreiking
Elektronische handtekening, https://docs.google.com/document/d/1jKv-
M9nCTwHsbdPHOflO3WMf_aNaM9wQWowDEN2d58A/edit
Prilla Geonestri Ramlan, Mengenal Jenis Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lahat/baca
artikel/15189/Mengenal-Jenis-Alat-Bukti-dalam-Hukum-Acara
Perdata.html
Riki Perdana Raya Waruwu, “Eksistensi Dokumen Elektronik Di Persidangan
Perdata,” last modified 2018,
https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/3048/eksistensi-dokumen-
elektronik-di-persidangan-perdata.

Anda mungkin juga menyukai