Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi / Tipologi Partai

Politik
Klasifikasi atau tipologi partai politik adalah suatu cara untuk menggolong-
golongkan partai ke dalam berbagai segi seperti jenis, jumlah, orientasi,relasi,
kekuatan dsb yang disebabkan adanya berbagai sudut pandang dalam
melihat partai.
klasifikasi partai politik berdasarkan jumlah
partai :
 Sistem satu partai (one party system-single party
sistem-monopartism)merupakan sistem kepartaian
dimana dalam negara atau badan legeslatifnya
ataupun dalam badan eksekutifnya hanya terdapat
satu partai partai/partai dominan yang menguasai
secara terus menerus. Sistem ini terjadi oleh 2(dua)
sebab yaitu keharusan konstitusional dalam negara
tersebut, dan kondisi atau konstelasi sosial politik
tertentu dimana hanya terdapat “satu partai” yang
dominan secara terus menerus. Sistem satu partai
akan selalu menumbuhkan corak pemerintahan
diktator, tidak terdapat kompetisi antar kekuatan
politik,partisipasi politik masyarakat dikekang
dikendalikan dan digiring hanya melalui partai politik
terbesar tersebut. Kebebasan untuk menentukan
pilihan hampir tidak ada. Umumnya sistem ini dipakai
oleh negara-negara yang baru merdeka.
Sistem dua partai (bi party system) adalah
bilamana mayoritas mutlak dalam lembaga
legislatif selalu dikuasai oleh salah satu dari
dua kekuasaan politik terbesar secara
bergiliran menurut hasil pemilu. Eksekutifnya
baik dipilih secara langsung melalui pemilu
maupun melalui parlemen akan homogen
sehingga dapat menjalankan programnya
secara lebih tenang. Konsep bi party system
bukan hanya ada dua partai saja namun
ada beberapa partai dengan peranan
dominan dari dua partai tersebut. Partai
yang menang dalam pemilu sebagai “partai
berkuasa”, partai yang kalah dalam pemilu
sebagai “partai oposisi”.
 Sistem multi partai (multy party system-multy
partism) yaitu bila mayoritas mutlak dalam
lembaga legislatif dibentuk atas kerjasama dari
dua kekuatan atau lebih atau eksekutifnya
bersifat tidak homogen. Sistem multi partai
tumbuh karena dua hal yaitu kebebasan tanpa
restriksi (pembatasan) untuk membentuk partai –
partai politik, dan dipakainya sistem pemilihan
perwakilan berimbang (proporsional
representation) sehingga partai-partai politik
dapat menarik keuntungan dari ketentuan
bahwa kelebihan suara yang diperolehnya dari
suatu daerah pemilihan dapat ditarik ke daerah
pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara
yang diperlukan guna memenangkan “satu kursi”.
Sistem ini cenderung akan terjadi konflik antar
partai
Sistem Pemilihan Umum di
Indonesia
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2019 bangsa Indonesiatelah
menyelenggarakan dua belas kali Pemilihan Umum yaitu pemilihan umum
1955,1971,1977,1982,1987,1992,1997,1999,2004,2009,2014 dqn 2019, dan yang
akan datang pemilu 2024. Dari sekian pelaksanaan pemilu, pemilu tahun 1955
dan 2004 mempunyai kekhususan atau keistimewaan. Berikut beberapa
sistem pemilihan umum di Indosesia :
 Pemilihan Umum Pada Masa Orde Lama tahun 1955
 Menggunakan sistem Proporsional, jumlah anggota DPR
ditetapkan berdasakan imbangan jumlah penduduk
(300.000 penduduk di wakili 1 anggota DPR)
 Menggunakan Stelsel Daftar mengikat dan Stelsel Daftar
Bebas
 Pemilih dapat memberika suara kpd calon yang ada di
dalam daftar (ciri sistem distrik)dan dpt juga diberikan
kepada partai
 Calon yang terpilih adalah yang memperoleh suara dari
Bilangan Pembagi Pemilih Daftar (BPPD),jika calon yang
memperoleh suara tidak sesuai BPPD maka suara akan
diberikan kpd partai yang akan menentukan---calon no.urut
atas akan diberi oleh suara partai –diberikan kpd calon yang
memperoleh suara melampaui setengan dari BPPD
 Kursi yang tidak habis dalam pembagian di dapil akan dibagi
di tingkat pusat dengan menjumlahkan sisa suara dari
daerah-daerah pemilihan yang tidak terkonversi menjadi kursi
 Pemilihan Umum pada Masa Orde Baru (1977-1997)
 Menggunakan sistem Proporsional, dengan Stelsel Daftar Tertutup
 Setiap anggota DPR mewakili 400.000 penduduk
 Pemilih akan memberikan suara hanya kepada partai, dan partai
yang akan memberikan suaranya kepada calon dengan no.urut
teratas
 Suara akan diberikan kpd no.urut berikutnya jika no.urut teratas
telah tercukupi untuk kuota 1 kursi
 Calon yang terpilih adalah yang memperoleh suara dari Bilangan
Pembagi Pemilih Daftar (BPPD),jika calon yang memperoleh suara
tidak sesuai BPPD maka suara akan diberikan kpd partai yang akan
menentukan---calon no.urut atas akan diberi oleh suara partai –
diberikan kpd calon yang memperoleh suara melampaui setengan
dari BPPD
 Kursi yang tidak habis dalam pembagian di dapil akan dibagi di
tingkat pusat dengan menjumlahkan sisa suara dari daerah-daerah
pemilihan yang tidak terkonversi menjadi kursi
 Ada ciri sistem Distrik karena setiap Kabupaten diberi jatah 1 kursi
anggota DPR untuk mewakili daerahnya
 Pemilihan Umum Di Masa Reformasi (1999, 2004)
 Landasan Hukumm Pemilu tahun 1999 adalah UU No.2 Tahun 1999, Menggunakan sistem
Proporsional, dengan Stelsel Daftar Tertutup
 Diselenggarakan dengan disertai banyak partai (48 partai)
 Pemilu 1999 jumlah partai yang berhasil masuk DPR 21 partai
 Landasan Hukum Pemilu 2004 adalah UU.No. 12 Tahun 2003 dengan sistem Proporsional
terbuka terbatas, diadakan “electoral threshold” yakni ketentuan untuk pemilihan
Legeslatif setiap partai harus meraih minimal 3% jumlah kursi anggota badan legeslatif
pusat, untuk pemilihan presiden dan wakil presiden dukungan minimal yang diperlukan
oleh pasanagn calon adalah 5% suara sah pada Pemilu anggota DPR atau 3% jumlah
kursi di DPR.
 Partai politik yang perolehan suara atau kursinya dalam Pemilu Legislatif tidak mencapai
batas tsb, untuk bisa mengajukan Calon Presiden dan wakil presiden harus berkoalisi
dengan partai lain
 “electoral threshold” juga berarti bahwa partai yang tidak berhasil mencapai batas
ambang 3% tidak diperkenankan mengikuti Pemilu berikutnya, namun partai boleh
berganti nama atau bergabung dengan partai lain.
 Ada warna Sistem Distrik dalam perhitungan perolehan kursi DPR dan DPRD yaitu suara
perolehan suatu partai di sebuah daerah pemilihan yang tidak cukup untuk satu Bilangan
Pembagi Pemilih (BPP) tidak bisa ditambahkan ke perolehan partai didaerah pemilihan
lain .
 Pemilu 2004 memberikan peluang peran perempuan dalam parlemen berdasarkan pasal
65 UU No. 12 Tahun 2003 yaitu 30% keterwakilan perempuan untuk setiap daerah
pemilihan
 Pemilihan Umum 2009
 Menggunakan sistem Proporsional tebuka berdasarkan suara
terbanyak yang memadukan sedikit elemen sistem mayoritas
–pluralitas (distrik) ,
 Peserta pemilu ada 38 partai politik tingkat nasional
 Setiap partai berhak mengajukan 120% caleg dibanding kursi
yang diperebutkan
 mengeluarkan partai yang tidak lolos Parliamentary
threshold (ambang batas parlemen) 2,5 % dari perhitungan
 Jika ada sisa kursimaka kursi akan diberikan kepada partai
yang memperoleh 50% Bilangan Pembagi Pemilih (BPP)
 Jika masih ada lagi sisa kursi maka dikumpulkan sisa suara di
tingkat provinsi yang kemudian ditetapkan BPP baru yang
angkanya di dapat dengan membagi semua suara yang
diakumulasikan di provinsi dengan jumlah kursi yang belum
terbagi.
 Jika kursi belum juga habis, maka dibagikan kursi kepada
partai yang memperoleh sisa suara terbanyak.
 Sistem Pemilu 2009 menyisakan banyak PR bagi
Pemerintah dan penyelenggara pemilu, karena
dinilai rumit.Banyak menimbulkan pertentangan
antar sesama caleg, antara partai dan KPU –yang
tak seluruhnya benar-benar fasih
mengartikulasikan formula perhitungan dan
lainnya. Sehingga Jumlah sengketa pemilu 2009
mencapai 700 kasus, sehingga banyak yang
mempertanyakan eksperimen siste proporsional
terbuka
 Pemilu 2014 Pemerintah masih tetap
menginginkan menggunakan sistem proporsional
terbuka (dengan berbagai penyempurnaan)
yang berpijak pada putusan MK Nomor 22-
24/PUU-VI/2008

Anda mungkin juga menyukai