Anda di halaman 1dari 2

Sistem Pemilu: Mayoritas, Proporsional, dan Sistem Campuran

A. Sistem Mayoritas/Distrik
Sistem ini adalah sistem pemilihan tertua (sejak abad 12) dan juga yang paling sederhana.
Disebut sistem distrik karena wilavah negara dibagi dalam distrik-distrik (daerah pemilihan)
yang jumlahnya sama dengan jumlah anggotabadan perwakilan rakyat yang dikehendaki.
Dengan demikian setiap distrik pemilihan dliwakili oleh satu orang wakil di Dewan
Perwakilan Rakyat
1) Sistem Pluralitas (First Past the Post/FPTP), sistem distrik wakil tunggal dimana calon
legislatif yg menang adalah calon yg mendapat suara terbanyak tanpa harus
memperoleh suara mayoritas-absolut.
2) Sistem Second Ballot/Runoff System
3) Sistem Alternative (AV), untuk menang kandidat memerlukan mayoritas suara yang
mutlak. pemilih mengurutkan calon2 anggota parlemen yg sesuai dng preferensi pilihan
mereka
B. Sistem Semi-Proporsional
Sistem ini memberikan suara kumulatif, dimana warna negara diberi suara sebanyak
perwakilan, dan dimana suara dapat diakumulasikan pada suatu kandidat. Suara yang
terbatas serupa, namun pemilih diberikan suara lebih sedikit daripada jumlah anggota yang
akan dipilih.
C. Sistem Proporsional
Jika sistem mayoritas menekankan pemerintahan, sistem proporsional fokus pada
dimasukkannya suara minoritas. Prinsip presentasi proporsional adalah bahwa kursi di
daerah pemilihan dibagi sesuai dengan jumlah suara yang diberikan kepada partai-partai
politik dan diseimbangkan dengan persentase inilah suara yang diperoleh tiap-tiap partai
politik itu.
D. Sistem Campuran
Sistem ini adalah perpaduan dari sistem mayoritas dan sistem proporsional. Dalam sistem
campuran, ada dua sistem pemilu dengan formula berbeda yang berjalan beriringan. Suara
diberikan oleh pemilih yang sama dan berkontribusi pada pemilihan perwakilan di bawah
kedua sistem. Salah satu sistem tersebut adalah sistem pluralitas/mayoritas (atau terkadang
sistem ‘lainnya’), biasanya sistem daerah pemilihan dengan satu wakil, dan yang lainnya
adalah sistem Daftar PR

Kriteria Evaluasi

A. Efektivitas Pemerintahan
Bagi para pendukung sistem mayoritas, kriteria yang paling penting adalah efektivitas
pemerintah. Bagi mereka, sistem pemilihan pemenang undi didalam sistem parlementer
menghasilkan “Sistem westminster” yang klasik dengan kebijakan serupa namun
pemerintahan partai yang kuat dan responsif. “Kuat” dalam artian negara satu partai atau
sistem satu partai, bukan pemerintahan koalisi. Partai yang kohesif dengan mayoritas kursi
parlemen dapat melakukan implementasi impian politiknya tanpa perlu terlibat dalam
negosiasi pasca pemilu dengan mitra koalisi.
B. Pemerintahan yang responsif dan akuntabel
Di akhir masa jabatan, pemerintah tetap bertanggung jawab terhadap para pemilih.
Pemerintah diberikan kebebasan yang cukup untuk melaksanakan kebijakan yang tidak biasa
(jika diperlukan) selama masa jabatan mereka. Selain itu, hubungan antara warga negara
dan anggota parlemen dianggap memberikan suara kepada warga negara dalam urusan
negara, serta membuat anggota yang terpilih bertanggung jawab atas masalah konstitusi.
C. Keseimbangan untuk partai minoritas
Untuk para pendukung pemilihan sistem mayoritas, pemerintah partai yang bertanggung
jawab lebih diutamakan daripada penyertaan semua partai dalam proporsi yang ketat sesuai
dengan porsi mereka. Dalam pandangan ini, tujuan utama dari pemilihan umum adalah agar
parlemen berfungsi sebagai lembaga pemilihan tidak langsung yang menghasilkan pemilihan
yang efektif dan stabil.
D. Representasi Kelompok Sosial
Beberapa tindakan afirmatif yang mudah diterapkan untuk menghindari kurangnya dalam
memilih wakil kelompok tertentu dalam hal kelas, ras, dan jenis kelamin adalah dengan
menunjuk setiap posisi lain dalam daftar untuk calon laki-laki atau perempuan dengan
menyeimbangkan daftar berdasarkan wilayah, pekerjaan, atau agama.

Konsekuensi Sistem Pemilihan

A. Sistem Kepartaian

B. Proporsionalitas Suara dengan Kursi


Proporsionalitas dari hasil pemilu mengukur sejauh mana jatah kursi partai dengan jatah
suara mereka. Ada sejumlah cara untuk mengukur sebuah proporsionalitas, salah satunya
adalah dengan mengukur presentase dari partai terbesar.
C. Terbentuknya pemerintahan satu partai atau koalisi
Dalam sistem mayoritas biasanya cenderung menghasilkan pemerintahan partai tunggal
yang stabil dan bertanggung jawab, sehingga hasil pemilu menjadi penentu.
D. Pelayanan/Kedekatan terhadap Konstituen (Penyelesaian Kasus)
Sistem ini mendorong kerja kasus anggota parlemen yang sudah terpilih dari distrik tertentu.
Kerja kasus dapat didefinisikan secara luas sebagai “membantu individu dalam masalah
tertentu”. Anggota harus bersaing dengan anggota lain di dalam partai dalam melakukan
kerja kasus.
E. Partisipasi Memilih (dampak pada jumlah pemilih dalam pemilu)
Dalam sistem proporsional dianggap sistem yang lebih adil karena tidak adanya suara yang
terbuang. Oleh karena itu, orang mungkin lebih bersedia untuk berpastisipasi. Sistem ini
dapat meningkatkan jumlah partai dan membuat lebih banyaknya pilihan yang tersedia bagi
pemilih. Selain itu juga, sistem ini membuat pemilu lebih kompetitif, sehingga partai-partau
mungkin memiliki intensif yang lebih besar untuk memaksimalkan dukungan di semua
daerah pemilihan.
F. Representasi Perwakilan Sosial
Dalam sistem ini mereka mungkin lebih menghasilkan parlemen yang mencerinkan
komposisi pemilih. Besaran distrik dipandang sangat penting dalam hal ini. Alasannya adalah
partai-partai mungkin harus memaksimalkan dukungan mereka. Dalam hal ini sulit untuk
membandingkan perwakilan etis atau agama minoritas, namun kita dapat membandingkan
perwakilan perempuan di seluruh sistem.

Anda mungkin juga menyukai